BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kedokteran nuklir adalah bidang kedokteran yang memanfaatkan materi
radioaktif untuk menegakkan diagnosis, terapi penyakit serta penelitian.
Secara lengkap definisi Kedokteran Nuklir menurut WHO adalah ilmu
kedokteran yang dalam kegiatannya menggunakan sumber radiasi terbuka
("unsealed') baik untuk tujuan diagnosa, maupun untuk pengobatan penyakit
(terapi), atau dalam penelitian kedokteran.
Berbeda dengan metode pemeriksaan diagnostic seperti IVP, CT-Scan, USG
yang menggunakan alat sebagai dasar perinsipnya ( radiasi tertutup/
sealed), kedokteran nuklir mencakup pemasukan radioisotop ke dalam tubuh
pasien (studi in-vivo) dan dapat pula dengan mereaksikannya dengan bahan
biologis seperti darah, cairan lambung, urine, dan sebagainya, yang berasal
dari tubuh pasien, yang lebih dikenal sebagai studi in-vitro (dalam tabung
percobaan). Pemeriksaan dengan metode ini menghasilkan diagnostic
fungsional suatu organ, hal ini lah yang menyebabkan pemeriksaan kedokteran
nuklir adalah salah satu diagnostic yang dipertimbangkan dalam pemeriksaan
organ dalam, salah satunya ialah ginjal.
Prinsip pemeriksaan pemeriksaan ginjal atau scanning ginjal yaitu
menilai penangkapan radionuklida oleh ginjal, yang dialirkan melalui
nephron dan diekskresikan ke dalam pelvis ginjal dan kemudian melalui
ureter sampai dengan kandung kemih. Jumlah zat yang difiltrasi tergantung
dari derajat ikatan protein dari radionuklida di dalam plasma darah. Jumlah
zat radionuklida yang disekresikan tergantung dari afinitas dari tempat
transport di tubulus proksimal. Perubahan pada aktivitas ginjal terhadap
waktu direkam dan kurva aktivitas terhadap waktu dari area ginjal dibuat
(renogram). Berdasarkan kurva renografi, maka akan diperoleh nilai atau
hasil pengukuran yang berhubungan dengan fisiologis ginjal, seperti fungsi
penangkapan, waktu transit, dan efisiensi outflow.
I.2 Rumusan Masalah
1. Apasaja hasil yang akan didapat dengan metode pemeriksaan ini ?
2. Bagaimana proses pemeriksaan scanning ginjal ?
3. Bagaimana dengan efek yang ditimbulkan setelah pemeriksaan dilakukan ?
I.3 Tujuan :
1. Dapat mengetahui hasil yang akan didapat dengan metode
pemeriksaan ini.
2. Dapat mengetahui proses pemeriksaan scanning ginjal.
3. Dapat mengetaui efek yang ditimbulkan setelah pemeriksaan
dilakukan.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Anatomi dan Fisiologi
Manusia memiliki sepasang ginjal berbentuk kacang yang terletak di
retroperitoneal intra abdomen. Kedua ginjal terletak setinggi vertebra T12
hingga L3. Pada orang dewasa ukuran ginjal biasanya memiliki panjang
sekitar 11 cm dan tebal 5 cm dengan berat 150 gram. Ginjal kanan biasanya
terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat bagi hepar.1
Ukuran ginjal manusia tergantung dari banyaknya jumlah nephron. Nephron
adalah unit dasar dari struktur dan fungsi ginjal. Nephron terdiri dari
tubulus
renal dan glomerulusnya. Setiap manusia diperkirakan
memiliki rata-rata 1 juta nephron pada satu ginjal. Jika ginjal dipotong
melintang, akan terlihat dua bagian : bagian luar yang disebut korteks, dan
bagian dalam yang disebut medula. Korteks ginjal terdiri dari glomerulus
yang dikelilingi oleh kapsul Bowman. Tubulus renal terdiri dari beberapa
bagian. Bagian yang paling dekat dengan glomerulus disebut tubulus
kontortus proksimal. 5
Ansa Henle terdiri dari tubulus kontortus proksimal, segmen tipis desenden
dan segmen tebal asenden. Segmen berikutnya adalah tubulus kontortus distal
yang ukurannya lebih pendek dan terhubung ke duktus koligentes. 5
Ginjal kaya akan suplai perdarahan dan persarafan. Setiap ginjal biasanya
disuplai oleh satu pembuluh darah arteri renalis yang bercabang menjadi
bagian anterior dan posterior yang akan bercabang menjadi arteri segmented
lalu bercabang lagi menjadi arteri interlobar yang
akan melewati kortek ginjal. Arteri interlobar akan
bercabang kembali menjadi arteri arkuata yang kemudian akan bercabang
menjadi arteri yang lebih kecil lagi yaitu arteri kortikal radiata.
Arteriol aferen berasal dari arteri kortikal radiata, kemudian diikuti oleh
glomerulus dan arteriol eferen yang berlanjut menjadi kapiler peritubular.
Pembuluh darah vena berjalan paralel dengan pembuluh darah arteri. 5,6
Gambar 3. Komponen dari nefron dan collecting systems duct. (e-book Medical
Physiologi 2nd edition, William F. Ganong)
Ginjal banyak dipersarafi oleh persarafan simpatikus yang berasal dari
saraf spinal Thorakal 10, 11, 12, dan Lumbal 1. Perangsangan serabut saraf
simpatikus akan menyebabkan konstriksi pembuluh darah ginjal dan penurunan
aliran darah ke ginjal. Dinding arteriol aferen mengandung sel
juxtaglomerular yang mensekresikan renin. Sel ini secara histologis disebut
sebagai makula densa. Sel juxtaglomerular, makula densa, dan sel lacis yang
berada di dekatnya disebut sebagai juxtaglomerular apparatus.5
Terdapat tiga proses yang terlibat dalam proses pembentukan urin :
filtrasi glomerular, reabsorpsi tubular, dan sekresi tubular. Filtrasi
glomerular melibatkan ultrafiltrasi plasma pada glomerulus. Cairan filtrat
terkumpul di ruang antara kapsul Bowman yang kemudian mengalir ke arah
distal melalui lumen tubulus yang komposisi dan volumenya dipengaruhi oleh
aktivitas dari tubulus. Reabsorpsi tubular adalah transport zat-zat keluar
dari lumen tubulus untuk kembali masuk ke dalam pembuluh darah kapiler.
Proses reabsorpsi ini melibatkan zat-zat ion yang penting, air, zat
metabolit, dan zat sisa. Sekresi tubular adalah proses transport masuk ke
dalam lumen tubulus. Zat anion dan kation organik diambil oleh sel epitel
tubulus dari pembuluh darah kapiler sekitarnya. Beberapa zat diproduksi dan
disekresi oleh sel tubulus. Proses ekskresi adalah proses eliminasi melalui
urin. Secara umum, jumlah zat yang diekskresi tercermin dalam rumus :
Ekskresi = Filtrasi – Reabsorpsi + Sekresi
Status fungsional dari ginjal dapat dinilai dari beberapa pemeriksaan
berdasarkan konsep clearance ginjal. Pemeriksaan-pemeriksaan ini mengukur
laju filtrasi glomerular, aliran darah ginjal, dan resorpsi dan sekresi
tubulus dari beberapa zat. Beberapa dari pemeriksaan ini, seperti
pemeriksaan GFR dilakukan secara rutin di klinis. 3,,5,11
Gambar 4. Proses yang terlibat dalam pembentukan cairan urin. (diambil dari
: buku elektronik Medical Physiology 2nd edition, William F. Ganong)
II.2 Radiofarmaka
Radiofarmaka adalah radioisotope yang telah dicampur oleh zat kimia
tertentu sehingga hanya dapat memperlihatkan fungsi organ yang ingin
diperiksa. Beberapa syarat radioisotope pada kedokteran nuklir :
- Radiofarmaka juga harus memiliki komposisi yang konstan dan murni
serta nontoksik secara radionuklida dan secara radiokimia.
- Radionuklida yang digunakan juga sebaiknya memiliki waktu paruh yang
pendek untuk menghindari radiasi yang tidak perlu pada pasien.
- Idealnya radionuklida yang dipakai adalah radionuklida yang
memancarkan sinar gamma pada kisaran energi 100-500 keV, yang sesuai
dengan kamera gamma modern.
Pada kedokteran nuklir scanning ginjal, penggunaan radiofarmaka ini
tergantung dari aspek spesifik fungsi ginjal yang akan diperiksa.
Radiofarmaka untuk pemeriksaan ginjal harus dapat menilai fungsi ginjal
secara terpisah. Pengelompokan radiofarmaka dibuat berdasarkan jenis
pemeriksaan yang akan dilakukan seperti pemeriksaan aliran darah ginjal,
perfusi, dan gambaran morfologi dari ginjal, serta pemeriksaan renografi,
mengukur laju filtrasi glomerulus (GFR) dan aliran plasma ginjal efektif
(ERPF). Berikut adalah radiofarmaka yang sering digunakan dalam pemeriksaan
kedokteran nuklir ginjal :
a. Technetium-99m (99mTc). Waktu paruhnya 6 jam. 99mTc merupakan pemancar
sinar gamma dengan energi 140 keV. Selain itu 99mTc mudah diperoleh
dan tidak rumit untuk dilabel dengan berbagai zat yang berbeda,
sehingga sangat baik digunakan untuk pemeriksaan kedokteran nuklir
pada ginjal dan saluran kemih.
b. Iodium. Sebelum 99mTc dipakai secara luas, radionuklida yang sering
digunakan dalam pemeriksaan kedokteran nuklir untuk ginjal dan saluran
kemih adalah iodium seperti 131I, 125I, dan 123I. Iodium yang paling
sesuai untuk pemeriksaan kedokteran nuklir adalah 123I, karena
memancarkan sinar gamma dengan energi 159 keV dan waktu paruh 13 jam.
Sayangnya 123I diproduksi oleh cyclotron yang sangat sulit diperoleh
karena harganya yang relatif lebih mahal. 123I digunakan untuk
menandai ortho-iodohippurate (hippuran), radiofarmaka yang biasanya
digunakan untuk pengukuran ERPF. Saat ini 123I telah digantikan
dengan131I atau 99mTc apabila ingin menandai hippuran.
Pada I 31I memiliki waktu paruh 8.06 hari, merupakan radionuklida
pemancar sinar beta dan sinar gamma dengan tingkat energi yang
dihasilkan cukup tinggi yaitu 364 keV, sehingga 131I tidak cocok
digunakan untuk pemeriksaan diagnostik namun lebih cocok bila
digunakan untuk terapi. Sedangkan pada 125I memiliki waktu paruh 60
hari dan energi sebesar 30 keV sehingga juga tidak cocok digunakan
untuk pemeriksaan diagnostic.
c. Chromium-51 (51Cr). 51Cr memiliki waktu paruh 27.7 hari dan
memancarkan sinar gamma dengan tingkat energi sebesar 320 keV.
Biasanya 51Cr digunakan untuk menandai ethylene-diamine-tetra-acetic
acid (EDTA) dan untuk mengukur laju filtrasi glomerulus (GFR).
Tabel II.1. Jenis-jenis Radiofarmaka pada Scanning Ginjal
"Radionuklida "Bentuk "Penggunaan "Dosis "Rute "Waktu "
" "Sediaan " "lazim "pemberian "Paruh "
" " " "(Dewasa) " " "
"Chromium-51 "ethylene-di"Untuk mengukur "20mCi "Intravena "27,7 "
"(51Cr). "amine-tetra"laju GFR " " "hari "
" "-acetic " " " " "
" "acid (EDTA)" " " " "
"Iodin I 123 "ortho-iodoh"untuk pengukuran"2 mCi "Intravena "13 jam "
" "ippurate "ERPF " " " "
" "(hippuran) " " " " "
"Iodin I 125 "Injeksi "Penentuan volume"5-10 µCi "Intravena "60 hari "
" "albumin "plasma " " " "
"Iodin I 125 "Injeksi "Penentuan Laju "30 µCi "Intravena " "
" "natrium "Filtrasi " " " "
" "iothalamat "Glomerulus (GFR)" " " "
" "(NaI131) " " " " "
"Iodin I 131 "Injeksi "Fungsi ginjal "200 µCi (2"Intravena "8 hari "
" "natrium "yang dapat pulih"ginjal) " " "
" "iodohipurat" " " " "
" " "Fungsi ginjal "75 µCi (1 "Intravena " "
" " "yang dapat pulih"ginjal) " " "
"Teknetium Tc "Injeksi "Pencitraan "10 mCi "Intravena "6 JAM "
"99m "gluseptat "perfusi ginjal " " " "
"Teknetium Tc "Injeksi "Pencitraan "5 mCi "Intravena " "
"99m "mertiatid "ginjal " " " "
" " "Renogram-transpl"1-3 mCi "Intravena " "
" " "antasi ginjal " " " "
" " "Renogram-kaptopr"1-3 mCi "Intravena " "
" " "il " " " "
"Teknetium Tc "Injeksi "GFR "3 mCi "Intravena " "
"99m "pentetat "(kuantitatif) " " " "
" " " " " " "
" " "Renogram "3 mCi "Intravena " "
" " "(diuretik) " " " "
" " "Pencitraan "10 mCi "Intravena " "
" " "perfusi ginjal " " " "
"Teknetium Tc "Injeksi "Infarct-avid "15 mCi "Intravena " "
"99m "pirofosfat "scan " " " "
"Teknetium Tc "mercaptoace"pemeriksaan "2,5 mCi "Intravena " "
"99m "tyltrigliyc"fungsi ERPF " " " "
" "ine (MAG3) " " " " "
"Teknetium Tc "Injeksi "pemeriksaan "2,5 mCi "Intravena " "
"99m "ethylene "fungsi ERPF " " " "
" "di-cysteine" " " " "
" "(EC) " " " " "
"Teknetium Tc "Injeksi " "5 mCi "Intravena " "
"99m "diethylenet" " "(Bolus) " "
" "etraaminepe"Untuk mengukur " " " "
" "nta acetic "laju GFR " " " "
" "acid (DTPA)" " " " "
"Teknetium Tc "Injeksi "Untuk mengukur "2,5 mCi "Intravena " "
"99m "dimercaptos"laju GFR " " " "
" "uccinic " " " " "
" "acid (DMSA)" " " " "
*Warna hijau menunjukkan radiofarmaka senyawa pertanda
*Warna hitam menunjukkan radiofarmaka isotope primer
Berdasarkan proses terjadinya pencitraan pada organ, maka radiofarmaka
dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Jenis tubular agent. Pada Radiofarmaka jenis ini ditangkap oleh sel-sel
tubulus dan disekresikan ke dalam lumen tubulus, dan hanya sebagian
kecil yang ditangkap oleh glomerulus. Yang termasuk ke dalam golongan
Radiofarmaka tubular agent adalah 123I-hippuran, 99mTc-
mercaptoacetyltrigliycine (99mTc-MAG3), dan 99mTc-ethylene di-cysteine
(EC).
2. Jenis glomerular agent . Radiofarmaka ini ditangkap paling dominan
melalui glomerulus dan hanya sebagian kecil yang disekresikan melalui
glomerulus. Yang termasuk ke dalam golongan dari radiofarmaka jenis ini
adalah 99mTc-diethylenetetraaminepenta acetic acid (DTPA) dan 51Cr-
ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA). Karena lokasi penangkapan
ginjalnya yang spesifik di glomerulus maka radiofarmaka jenis glomerular
agent ideal digunakan untuk pemeriksaan GFR dan ERPF. 99mTc-
dimercaptosuccinic acid (DMSA)ditangkap paling tinggi pada korteks
ginjal, dan merupakan radiofarmaka pilihan untuk pencitraan pencitraan
parenkim ginjal tanpa melalui pelvikalises seperti pada umumnya.
Gambaran ginjal dari 99mTc-MAG3 secara keseluruhan terjadi pada proses
filtrasi glomerulus dan sekresi tubular, namun sebagian besar terjadi
pada sekresi tubular sedangkan pada proses filtrasi glomerulus hanya
sebagian kecil saja karena ikatannya dengan protein lebih tinggi. Pola
dari gambaran ginjal pada 99mTc-MAG3 ini serupa dengan yang terjadi pada
hippuran. Namun bila dibandingkan dengan hippuran, 99mTc-MAG3 memiliki
gambaran plasma yang lebih lambat, rasio ekstraksi yang lebih rendah,
dan suatu volume distribusi yang lebih kecil. 99mTc –MAG3 memiliki
beberapa kelemahan yaitu tidak dapat mengukur secara langsung nilai dari
ERPF, namun dengan menggunakan metode sederhana dan persamaan-persamaan
untuk merubah gambaran dari 99mTc –MAG3 telah berhasil dilakukan. Selain
itu juga 99mTc –MAG3 dapat ditangkap oleh hepar, sehingga pada saat
membuat region of interest (ROI) harus hati-hati sehingga tidak
mempengaruhi hasil pemeriksaan. 2
II.3 Jenis Pemeriksaan
II.3.1 Test Fungsi Ginjal
Menurut Homer Smith (1951), untuk mengetahui mekanisme keadaan
ginjal ada dua hal yang harus di perhatikan, yaitu filtrasi glomerular yang
dapat dideteksi melalui glomerulus filtration rate (GFR) dan sekresi
tubular yang dapat diketahui melalui effective renal plasma flow (ERPF).
Evaluasi GFR atau ERPF sangat berguna dalam rangka kontrol hasil pengobatan
dan menentukan sampai seberapa jauh fungsi masing-masing ginjal terganggu,
begitu juga berguna pada pasien yang akan dilakukan pencangkokan ginjal,
baik untuk pasien sebagai penerima maupun pemberi (donor)ginjal, selain itu
dapat juga menilai keberhasilan pencangkokan ginjal dalam hal penolakan
ginjal pencangkokan.
Radiofarmaka yang dipakai untuk pemeriksaan fungsi GFR adalah 99mTc-
DTPA , 51Cr-EDTA ,sedangkan pemeriksaan fungsi ERPF dipakai 131-I-Hippuran
atau 99mTc-MAG3 dan 99mTc-EC
Salah satu radiofarmaka tersebut diinjeksikan secara intravena
kemudian dilakukan pengambilan darah secara serial, yaitu 2 jam, 3 jam, dan
4 jam. Pengambilan darah akan dilakukan beberapa saat kemudian, ketika
hasil pengambilan darah sebelumnya menunjukkan fungsi ginjal melemah. Pada
pemeriksaan ini akan menunjukkan secara jelas senyawa apa saja yang
terkandung didalam darah yang berhubungan dengan fungsi ginjal. 6
II.3.1.1 Laju Filtrasi Glomerulus (Glomerular Filtration Rate/GFR)
Laju Filtrasi Glomerulus (Glomerular Filtration Rate/GFR) adalah
jumlah filtrasi glomerulus yang dibentuk setiap menit dalam nefron kedua
ginjal. Filtrasi glomerulus terjadi akibat tekanan di dalam kapiler yang
menyebabkan filtrasi cairan melalui membran kapiler ke kapsul Bowman's.
Tekanan filtrasi glomerulus adalah tekanan netto yang memaksa cairan keluar
melalui membran glomerulus, hampir sama dengan tekanan hidrostatik
glomerulus (60 mmHg) dikurangi tekanan osmotik koloid glomerulus (32 mmHg)
dan kapsula Bowman's (18 mmHg) sehingga besarnya tekanan filtrasi normal
kira-kira 10 mmHg. Koefisien filtrasi merupakan konstanta yang besarnya
12,5 mL/menit/mmHg. Jadi didapatkan persamaan bahwa 5:
GFR = Tekanan filtrasi x Koefisiensi filtrasi
= 10 mmHg x 12,5 mL/menit/mmHg
= 125 mL/menit (protap)
Dalam penentuan GFR perlu dipahami konsep klirens ginjal yaitu
kemampuan ginjal untuk menjernihkan plasma dari berbagai macam zat. Laju
klirens adalah volume yang dijernihkan per unit waktu (mL/menit). GFR dapat
diukur dengan menghitung laju pencitraan ginjal dari zat khusus. Zat khusus
tersebut harus memiliki sifat yang dibutuhkan dalam pemeriksaan GFR seperti
harus diekskresi secara eksklusif oleh ginjal, harus dapat difiltrasi
secara bebas melalui glomerulus, harus secara fisiologis bersifat inert,
dan juga tidak direabsorpsi atau disekresi oleh tubulus ginjal. 99mTc-DTPA
hampir memenuhi semua kriteria diatas, sehingga dapat digunakan untuk
pemeriksaan GFR. 99mTc-DTPA dieliminasi secara eksklusif oleh filtrasi
glomerulus. Tiga menit setelah penyuntikan 99mTc-DTPA secara intravena,
kuantitas dari radiofarmaka yang meninggalkan ginjal dapat diabaikan
sehingga dapat diasumsikan bahwa selama interval tersebut dapat
merefleksikan filtrasi glomerulus pada ginjal
Penggunaan penanda dari logam seperti EDTA yang ditandai dengan 51Cr
memiliki clearance plasma yang serupa dengan inulin , sehingga 51Cr-EDTA
dapat digunakan sebagai standar emas alternative untuk pengukuran nilai
GFR. Namun penggunaan 51Cr-EDTA juga terbatas karena sulit diperoleh. DTPA
yang ditandai dengan 99mTc saat ini digunakan sebagai radiofarmaka pilihan
pada renografi yang membutuhkan nilai GFR. 99mTc-DTPA bersifat stabil,
memiliki ikatan protein yang rendah dibersihkan melalui filtrasi
glomerulus, dan tidak bekerja pada tubulus ginjal
Terdapat 3 metode yang dapat digunakan untuk pengukuran nilai GFR
dengan menggunakan radiofarmaka 99mTc-DTPA, yaitu :
Teknik Sampel Darah
Beberapa penelitian mengatakan bahwa pengukuran GFR dengan 99mTc-
DTPA dengan metode penyuntikan tunggal menggunakan kecepatan hilangnya
perunut di dalam plasma untuk menilai fungsi glomerulus. Sampel darah
multiple diambil dengan interval waktu 4 jam setelah penyuntikan
perunut untuk dibuat kurva analisa terhadap hilangnya 99mTc-DTPA dari
dalam darah. Kinetika 99mTc-DTPA di dalam plasma dapat dijelaskan oleh
konsep dua kompartemen, dengan pencampuran antara perunut di ruang
intravaskuler dan ekstravaskuler dan perunut yang dibersihkan melalui
urin. GFR dihitung dengan mengalikan nilai konstanta clearance dari
aktivitas di dalam plasma dengan volume distribusi aktivitas, yang
akan memberikan hasil volume distribusi yang hilang secara cepat. 2
Teknik Clearance Cairan Urin
GFR dapat diukur berdasarkan kecepatan munculnya perunut di
dalam urin, dan menurut teori nilainya akan sama bila ditentukan
selama 24 jam pada 13 pasien dan menemukan hubungan yang baik
(r=0.968). Jackson mengukur aktivitas ekskresi di kandung kemih pada
30 menit setelah penyuntikan perunut dan dibandingkan dengan aktivitas
dalam plasma yang diperoleh dari teknik sampel plasma pada 30 menit.
Teknik ini memiliki keuntungan dapat digunakan pada semua volume
distribusi perunut dari setiap pasien. Tapi teknik ini juga memiliki
kelemahan yang penting yaitu tidak baik digunakan pada pasien dengan
retensi urin. 2
Semua nilai GFR yang diperoleh dari teknik pengambilan sampel
darah dan urin tetap membutuhkan pecitraan dengan menggunakan teknik
kamera gamma untuk menentukan persentase penangkapan dari perunut yang
kemudian digunakan untuk membagi nilai GFR bagi kedua ginjal. 2
Teknik Kamera Gamma
Keinginan untuk menghitung nilai GFR secara cepat di klinis
tanpa menggunakan pengambilan sampel darah atau urin telah membuat
berkembangnya teknik pencitraan kamera gamma dengan menggunakan 99mTc-
DTPA. Alasan yang lain yang mendorong perkembangan teknik ini adalah
keinginan untuk memperoleh nilai GFR dalam bentuk terpisah bukan dalam
bentuk nilai GFR total yang akan memberikan keuntungan tersendiri.
Perhitungan GFR dengan teknik pencitraan kamera gamma
berdasarkan prinsip bahwa jumlah penangkapan radioaktif yang
menggambarkan filtrasi radioaktif selama waktu pengukuran, asalkan
tidak terjadi ekstravasasi dan ekskresi selama waktu tersebut.
Penggunaan pemeriksaan GFR dengan metode ini biasanya ditujukan
untuk menilai perfusi dan fungsi ginjal serta juga untuk menilai
fungsi ginjal setelah terjadi trauma. Radiofarmaka yang digunakan
adalah 99mTc-DTPA dengan dosis aktivitas sebanyak 5 mCi yang
disuntikkan melalui intravena secara bolus.
Tidak ada persiapan khusus terhadap pasien yang akan menjalani
pemeriksaan GFR dengan metode ini, hanya sebaiknya pasien dalam
keadaan terhidrasi dengan baik. Sebelum memasuki ruangan pemeriksaan,
pasien disarankan untuk buang air kecil dahulu. Kemudian pasien
diposisikan tidur terlentang dan detektor ditempatkan sedemikian rupa
sehingga ginjal dan kandung kemih berada di lapang pandang pencitraan
dari proyeksi posterior. Pencitraan dilakukan secara dinamik dengan
menggunakan matriks 128x128. Seluruh data kasar digabung, kemudian
dibuatkan ROI pada kedua ginjal dan area dibawah masing-masing ginjal
untuk substaksi latar belakang. Cacahan kedua ginjal ditentukan pada
interval 2 sampai 3 menit pertama setelah penyuntikan radiofarmasi.
Penangkapan 99mTc-DTPA oleh ginjal dihitung dari persentasi
dosis yang diberikan. GFR kemudian dihitung dengan pengumpulan data
subyek, yaitu penangkapan ginjal antara 2-3 menit setelah penyutikan
yang akhirnya akan didapatkan persentase penangkapan oleh ginjal kanan
dan kiri. Nilai normal GFR untuk metode ini adalah 125 ± 15 ml/menit.
Secara umum teknik kamera gamma sedikit kurang akurat bila
dibandingkan dengan pengitungan dengan teknik in vitro, namun teknik
kamera gamma unggul dalam hal mudah dilakukan, hasilnya dapat diulang
kembali, dan terbukti sesuai untuk kondisi klinis. Teknik pengambilan
sampel lebih banyak memakan waktu daripada teknik kamera gamma karena
pada teknik pengambilan sampel membutuhkan ketepatan waktu dalam
pengambilan sampel darah (diambil sampai 3 jam setelah perunut
disuntikan) dan dibutuhkan tingkat ketelitian yang tinggi dalam
menganalisa sampel darah. Selain itu juga peralatan laboratorium perlu
distandarisasi secara akurat dan petugas laboratorium yang terlatih
dalam menganalisa sampel darah agar terhindar dari kesalahan hasil.
II.3.1.2 Aliran Plasma Ginjal Efektif (Effective Renal Plasma
Flow/ERPF)
ERPF adalah bagian dari aliran plasma ginjal yang mengalami perfusi
ke jaringan sekresi ginjal. Suatu zat yang diekstraksi secara sempurna oleh
ginjal (rasio ekstraksi 100%) dapat digunakan untuk mengukur aliran plasma
ginjal total. P-Aminohippuric acid (PAH) adalah zat yang mendekati syarat
tersebut walaupun rasio ekstraksi-nya hanya 85-95 %, sehingga PAH dapat
digunakan untuk memperkirakan nilai ERPF. Namun PAH tidak dilakukan secara
rutin di klinis, karena prosedur pemeriksaannya membutuhkan waktu yang lama
dan analisanya membutuhkan analisa secara kimia atau khromatograpi.
Ortho-Iodohippuric acid (hippuran) adalah suatu analog dari P-
Aminohippuric acid (PAH). Hippuran pertama kali dilabel dengan 131I dan
selanjutnya dengan menggunakan 125I dan 123I. Hippuran memiliki clearance
yang lebih tinggi dibandingkan dengan radiofarmaka yang lainnya, walaupun
clearance hippuran diperkirakan 10 % lebih rendah dari PAH namun secara
klinis berguna untuk mengukur ERPF. Hippuran memiliki struktur dan sistem
transport aktif yang mirip dengan PAH. Hippuran telah digunakan secara luas
sebagai suatu tubular function agent karena memiliki nilai efisiensi
ekstraksi yang lebih tinggi dari radiofarmaka yang digunakan pada
pemeriksaan GFR, dan memberikan rasio ginjal terhadap background yang lebih
tinggi sehingga dapat mendeteksi penyakit ginjal yang ringan dan yang tidak
dapat dideteksi oleh radiofarmaka untuk GFR. 2 Hippuran juga digunakan
untuk pemeriksaan ginjal dan saluran kemih pada bayi dan anak-anak. 2
Pemeriksaan ERPF ini diindikasikan untuk menilai perfusi dan fungsi
ginjal, menilai fungsi ginjal setelah trauma, dan uji saring pada pasien
hipertensi esensial. Radiofarmaka yang digunakan adalah 131I-hippuran
sebanyak 300 uCi atau 99mTc-MAG3 dengan dosis aktivitas sebanyak 5 mCi yang
disuntikkan secara intravena secara bolus.
Pada pemakaian radiofarmaka 131I-hippuran , penderita sebelumnya
diberi larutan lugol 10 tetes untuk memblok jaringan tiroid agar tidak
menangkap 131I. Penderita harus dalam keadaan terhidrasi dengan baik dengan
cara diberikan minum 500 mL sebelum pemeriksaan. Kandung kemih penderita
diusahakan dalam keadaan kosong dengan buang air kecil terlebih dahulu
sebelu dilakukan pemeriksaan.
Pasien diposisikan terlentang dengan detektor ditempatkan sedemikian
rupa sehingga ginjal dan kandung kemih berada dalam lapang pandang
pencitraan dari proyeksi posterior. Teknik pencitraan dilakukan secara
dinamik dengan matriks 128x128. Setelah itu seluruh data kasar digabung,
kemudian dibuat ROI pada kedua ginjal serta dibawah kedua ginjal untuk
substraksi latar belakang, didapatkan kurva aktivitas terhadap waktu.
Pengukuran penangkapan ginjal radiofarmaka dilakukan pada 1-2 menit setelah
titik injeksi dari kurva renografi yang mencerminkan total ERPF pada masing-
masing ginjal.
Pemeriksaan ERPF dengan metode lain adalah dengan cuplikan plasma
tunggal, menggunakan 131I-hippuran 44 menit setelah penyuntikan. Fraksi
filtrasi (FF) adalah rasio antara GFR dan ERPF yaitu fraksi dari plasma
dalam glomerulus yang ditransfer ke daerah kapsula Bowman's sebagai filter.
Nilai normal FF adalah 18-22 % atau berkisar yang berarti jumlah filtrasi
glomerulus adalah kurang lebih seperlima jumlah plasma yang melalui ginjal.
Nilai GFR berkisar 20 % dari ERPF. 2 Pada penyakit jantung kongestif nilai
FF meningkat. Pada glomerulopati karena nilai GFR menurun maka FF juga
menurun.
Nilai normal untuk ERPF adalah 491 – 817 ml/menit/1,73 m2 untuk pria,
dan 439-745 ml/menit/1,73 m2 untuk wanita. 8
II.3.2 Probe Renografi
Dalam memastikan kinerja ekresi dari ginjal dapat juga dideteksi
dengan menggunakan detector radiasi external yang diposisikan diatas
ginjal. Sering kali bahan radiofarmaka yang digunakan ialah 131I-OIH.
Metode yang biasa digunakan ialah menggunakan 3 probe, satu untuk setiap
ginjal, dan satu lagi diletakkan diatas jantung. Probe yang digunakan pada
ginjal memiliki fov yang cukup besar, untuk memastikan bahwa mencangkup
seluruh ginjal, selain itu juga untuk melihat vaskularisasi dari organ
selain ginjal, seperti liver dan lien yang kemungkinan tidak mendapatkan
radiofarmaka dari ginjal. Penggunaan senyawa albumin sebagai radiofarmaka
maka akan menyebabkan citra selain ginjal juga terdeteksi probe pada ginjal
dan efek tersebut dapat dihilangkan menggunakan "perintah" kepada probe.
Kemungkinan hal ini dilakukan oleh simple computer analog atau computer
digital. Proses ini dikenal dengan computer assisted blood background
substraction (CABBS).
II.3.3 Pencitraan Gamma Camera
Pemeriksaan Static
Indikasi pada pemeriksaan ini adalah pembagian pada masing-masing
fungsi ginjal, evaluasi kemungkinan adanya massa. Prinsip pada metode ini
mempunyai radiofarmaka yang dapat terfiksasi pada daerah parenkim ginjal,
sehingga pencitraan yang dihasilkan mengenai fungsi anatomi dari ginjal.
Radiofarmaka yang dapat dengan cepat memberikan pencitraan ialah 205Hg atau
197Hg chlormerodrin. Pada prosedur ini menunjukkan nilai dari kecepatan
fungsi dua ginjal. 6
Pencitraan static dilakukan dengan injeksi intravena dengan
radiofarmaka 99Tcm- dimercaptosuccinic acid (DMSA, DMS). Setelah diijeksi,
dua pertiga zat radiofarmaka berada pada parenkim ginjal, dan semakin lama
semakin menyeluruh. Aktivitas selanjutnya akan di ekresikan 10% setiap 3
jam melalui urine. Untuk menampilkan gambaran ginjal serta fungsi
distribusinya membutuhkan waktu lebih dari 3 jam. Rasio kecepatan
penyerapan DMSA antar kedua ginjal menunjukkan pembagian fungsi ginjal
sehingga fungsi total kedua ginjal dapat diketahui (semisal memastikan
nilai GFR), dan fungsi pada setiap ginjal sebenarnya dapat ditentukan.
Gambar 5 : Normal posterior static renal scan (99Tcm – DMSA)
Pemeriksaan Dinamik
Indikasi pada pemeriksaan ini adalah gagal ginjal, kelainan pada
pembuluh besar arterial, perfusi ginjal, vaskularisasi lesi, reflux,
transplantasi ginjal, dan adanya pengaliran yang keluar dari organnya,
hindronefrosis (renografi deuretik). Pada pencitraan metode ini menggunakan
radiofarmaka 99Tcm- DTPA yang dapat menggambarkan keadaaan glomerular
filtrasi (GFR). Kamera gamma dipasang pada bagian posterior ginjal pasien
dan 15 mCi 99Tcm- DTPA diinjeksikan melalui intravena. Radiasi yang
dipancarkan akan direkam oleh kamera gamma pada 30 detik pertama setelah
injeksi radiofarmaka dan akan menampilkan vaskularisasi pembuluh darah
besar, kedua ginjal, liver dan lien , serta tentunya aktivitas dari
vaskularisasi pada kedua ginjal. Pada 5 menit pertama, aktivitas harus
dapat terlihat pada sistem kalik. Gambaran serial pada 30 menit menunjukkan
eksresi yang progressive. Jika pada pemeriksaan ini dicurigai adanya
obstruksi, kemungkinan pada 15 menit setelah injeksi furosemide akan
tampak indikasi diuresis. 6
Pada dosis 99Tcm- DTPA dapat juga digunakan untuk menentukan nilai GFR
dengan mengambil sampel darah 2,3,dan 4 jam setelah injeksi, hal ini dapat
saling memberikan informasi hingga menghasilkan evaluasi yang luas mengenai
fungsi ginjal.
Menentukan volume residu yang terkumpul pada bladder setelah
pemeriksaan dinamik adalah dengan merekam perbedaan nilai antara sebelum
dan sesudah berkemih. Jika volume urine yang hilang diketahui, dan
perhitungan per ml dari urine diketahui, maka volume residu yang tersisa
akan dapat diperkirakan setelah berkemih.
Pemeriksaan vesico-ureteric reflux adalah pencitraan mengenai ureter
dan ginjal saat pasien berkemih, memanfaatkan aktivitas bladder yang
ditampilkan setelah pemeriksaan dinamik. Kelebihan pada pemeriksaan ini
tidak membutuhkan katarisasi atau pemberian radiasi kembali. Gambaran
selama pengisian baldder akan ditampilkan. Kemampuan dalam merekam terus
menerus akan memudahkan dalam pendeteksian sekecil apapun derajat reflux,
kuantitas volume urine yang mengalami reflux. Pada pemeriksaan ini
memungkinkan didapatkan keuntungan yang besar, salah satunya ialah
mereduksi dosis radiasi.
A. B,
C
Gambar 6 : Scan dinamik ginjal pada pasien dengan ginjal kiri
menunjukkan dilatasi dan ginjal kanan normal. Vaskularisasi dari
ginjal ialah (a.) gambaran detik ke 0-30; (b.) pada menit ke 2,
distribusi dari fungsi parenkim ginjal tampak; (c ) sistem kaliks
tampak pada menit ke-5; (d) gambaran pada menit ke 30; Injeksi
Furosemide (e) tampak gambaran pada menit ke-35 ; (f) tampak gambaran
dari 99Tcm – DMSA sudah tidak berada pada kedua ginjal yang
menunjukkan adanya dilatasi dan obstruksi.6
II.4 Teknik Pemeriksaan
II.4.1 Indikasi 6,10
- untuk memberikan informasi tentang besar, bentuk dan letak ginjal
- memeriksa pasien dengan obstruktif uropati
- transplantasi ginjal, kelainan kongenital pada ginjal
- trauma pada saluran kemih
- gagal ginjal akut dan kronis
- hipertensi.
- tumor ginjal dan vaskularisasi lesi
- menilai status fungsi ginjal pada bagian yang bukan bagian dari tumor
- kelainan pada pembuluh besar arterial
- perfusi ginjal
- reflux
- transplantasi ginjal
- uji saring renovaskuler , dll
-
II.4.2 Kontraindikasi
- Pasien hamil/menyusui
- Alergi
- Setelah melakukan pemeriksaan IVP pemeriksaan renogram harus ditunda
dahulu ± 2 minggu, agar edema sel-sel tubuli akibat penggunaan zat
kontras pada IVP mereda .
II.4.3 Peralatan 9
- Radiofarmaka Kit
- Kamera gamma
Kamera gamma tersusun atas detektor,tabung pengganda elektron
(PMT),kolimator dan sistem computer (elektronika). Mekanisme dari
penggabungan sistem ini membentuk citra atau gambar organ tubuh
manusia.
- Detector
Detektor yang digunakan pada kamera gamma yaitu detektor sintilasi
yang mempunyai fungsi sebagai alat konversi dari radiasi gamma menjadi
kerlipan cahaya dengan waktu yang sangat cepat.
- Tabung pengganda electron
Proses sintilasi yang dihasilkan oleh kristal mempunyai intensitas
cahaya yang belum cukup kuat untuk dapat dilihat. Untuk itu perlu
dikonversikan dalam bentuk pulsa elektronik, sehingga lebih mudah
untuk pengukuran tingkat berikutnya. Proses konversi dari cahaya
menjadi arus listrik dilakukan oleh tabung pengganda elektron.
- Kollimator jenis general-purpose atau high-sensitivity.
Pancaran radiasi yang mengenai objek sebagian akan diradiasikan ke
arah detektor, hal ini akan mempengaruhi ketajaman gambar yang
dihasilkan. Untuk mengatasi hal tersebut digunakan suatu alat yang
disebut kolimator. Kolimator hanya meneruskan radiasi yang searah
dengan detektor, sedangkan yang tidak searah akan diserap.
- Sistem computer
Sistem komputer inilah yang menterjemahkan instruksi-instruksi menjadi
data yang dapat dianalisa untuk melihat penurunan fungsi organ.
II.4.4 Persiapan pasien 10
1. Memberikan informed consnent
2. Penderita harus dalam keadaan hidrasi ( baik dengan memberikan minum
500 ml sebelum pemeriksaan)
3. Pada pemaikan radiofarmaka 131 I-hippuran, penderita sebelumnya
diberikan larutan lugol 10 tetes untuk memblok jaringan tiroid agar
tidak menangkap 131 I
4. Kandung kemih penderita diusahakan dalam keadaan kosong
5. Pasien anak-anak disarankan dilakukan anastesi pada kulit sebelum
penyuntikkan radiofarmaka.
II.4.5 Prosedur Pemeriksaan 6,10
1. Pasien harus mengosongkan vesika urinarianya terlebih dahulu sebelum
dilakukan pemeriksaan renografi.
2. Posisi pasien supine atau tidur terlentang dengan kamera gamma berada
di posterior atau punggung pasien (kamera gamma yang baru). Scan
dilakukan dari belakang dengan penderita tengkurap (kamera gamma
lama), beri tanda Th12, L4 krista iliaka dan iga
3. *Jika menggunakan 99Tcm-DTPA: ,Catat waktu 30 detik sebelum
penyuntikan dan waktu penyuntikan radiofarmaka.
*Jika menggunakan I131- Hippuran : pasien ditetesi 10 tetes cairan
lugol sebelum menyuntikkan radiofarmaka, agar iodin tidak tertangkap
tiroid
4. Pencitraan dilakukan secara dinamik dengan menggunakan matriks 64x64
atau 128x128.
5. Cacahan kedua ginjal ditentukan pada interval 2 sampai 3 menit pertama
setelah penyuntikan radifarmasi
6. Dipakai kamera gamma dengan energi rendah, kolimator paralel dan
window 30%, tiap citra terdiri atas 200.000 counts
7. Scanning membutuhkan wktu sekitar 30-40 menit ( jika menggunakan 99Tcm-
DTPA).
8. Seluruh data kasar digabung, kemudian dibuatkan ROI pada kedua ginjal
dan area dibawah masing-masing ginjal untuk substaksi latar belakang.
Pembuatan ROI (Regio Of Interest) dilakukan untuk seluruh
pemeriksaan, pemeriksaan statis dan pemeriksaan dinamik. Pada
pemeriksaan statis, ROI ditentukan langsung pada masing-masing ginjal
dan ureter. Jika massa relative ginjal kiri dan kanan harus dihitung,
tidak boleh ada aktivitas urin dalam ginjal. Jika tidak, kalik akan
tampak membesar atau pelvis ginjal membesar maka kemungkinan akan
terjadi keslahan perhitungan. Pembuatan ROI menggunakan joystick
atau pena cahaya, operator biasanya menggambar daerah ROI , dengan
bentuk persegi panjang atau berbentuk tak beraturan yang mencakup
seluruh ginjal.4
C.
Gambar 7 : ROI untuk analisis pemeriksaan ginjal (A) renal mass ; (B)
Renal blood flow ; (C) fungsi renogram.
Pada pembuatan ROI pemeriksaan dinamik, daerah yang termasuk
diantaranya ialah aorta, arteri renalis, dan backgroundnya. Pada
region ginjal kiri harus tampak seluruh ginjal namun tanpa mengikutkan
pencitraan dari lien dan arteri lienalis. Pada ginjal kanan harus
berhati-hati agar tidak mengikutkan organ liver dan harus mendapatkan
region arteri renalis yang berasal dari aorta. Regio aorta sering kali
terjadi masalah karena posisi aorta, waktu puncak radiofarmaka, serta
banyaknya bolus menentukan seberapa besar ukuran yang masuk dalam
region aorta.
Sedangkan untuk fungsional rnogram, ginjal, background, bladder
biasanya menggunakan juga menggunakan ROI. Pada pemeriksaan yang
normal , pemilihan region cukup mudah dibuat, memberikan hasil yang
direproduksi dan kurva ginjal yang menunjukkan fungsi parenkim. Pada
pemeriksaan normal, pasien yang sewaktu-waktu bergerak dapat diatasi
dengan menggunakan region yang besar. Masalah mulai terasa jika
ternyata muncul gambaran pelebaran kaliks ginjal yang menandakan
adanya obstruksi pada ureter, serta adanya gambaran penumpukan ginjal
transplantasi yang bertumpukan dengan bladder. Pada kasus seperti ini
maka region yang dipilih tidak mengikutkan area yang terjadi pelebaran
kalik, namun mengikutkan area parenkim ginjal. Bentuk aktivitas kurva
waktu mungkin tidak tergantung pada seberapa besar wilayah ini
misalnya, semua parenkim mungkin memiliki fungsi serupa, namun jumlah
dalam kurva tersebut tidak didapat secara kuantitatif dibandingkan
dengan jumlah di kandung kemih atau ginjal lainnya. Kemampuan untuk
membandingkan jumlah ini membutuhkan serial renogram, dan itu sangat
sulit untuk selalu membuat ROI pada posisi serta ukuran yang sama.
Gambar 8 : ROI untuk analisis pemeriksaan dinamik ginjal (A) Renal
mass ; (B) Renal blood flow
II.4.6 Pencitraan Scanning Ginjal
Pencitraan scanning ginjal terdiri dari hasil scanning anatomi
fisologi ginjal, ureter, dan vesika urinaria, grafik renogram, dan grafik
ginjal clearance .
Grafik renogram pada umumnya terbagi menjadi 3 tipe seperti yang
ditunjukkan pada gambar :
Gambar 9. Grafik pola pemeriksaan ginjal
Pembagian grafik di atas sebagai berikut 9 :
1. Grafik tipe I adalah grafik renogram tipe normal.
2. Grafik tipe II adalah grafik renogram dengan obstruksi total
3. Grafik tipe III a adalah grafik renogram dengan obstruksi parsiil
4. Grafik tipe III b adalah grafik renogram dengan obstruksi sub total
Pemeriksaan renogram ini menilai fungsi ginjal secara kualitatif,
penilaian terhadap kurva renoram berdasarkan bentuk kecuraman kurva tiap
fase dan waktu yang dibutuhkan oleh fase tersebut.
a. Fase Vaskuler
Fase vaskuler menilai keadaan perfusi vaskuler ke ginjal, berlangsung
mulai penyuntikan radiofarmaka sampai pada menit pertama pemeriksaan.
Gambaran ginjal kanan (RK) dan ginjal kiri (LK) radiofarmaka telah masuk ke
dalam ginjal terbawa bersama aliran darah ditandai oleh warna gelap pada
kedua ginjal. Gambaran ginjal terlihat simetris (distribusi radiofarmaka
pada kedua ginjal merata berlangsung secara bersamaan). Pada fase
vaskularisasi kandung kemih (VU) masih dalam keadaan kosong, belum ada
radiofarmaka yang masuk ke dalamnya sehingga kandung kemih belum tampak
dalam gambar.
LK RK
Gambar 10. Fase Vaskularisasi
b. Fase Sekresi
Fase sekresi menunjukkan fungsi absorpsi sekresi sel tubulus kontortus
proksimal dan glomerulus atau parenkim ginjal bagian korteks, waktu sekitar
3-6 menit. Memperlihatkan ginjal kanan dan ginjal kiri berwarna gelap,
karena proses penyerapan radiofarmaka oleh kedua ginjal masih berjalan
dengan baik. Pada fase ini sebagian radiofarmaka mulai keluar menuju
kandung kemih
LK RK
VU
Gambar 11. Fase Sekresi
c. Fase Eksresi
Fase eksresi menilai fungsi eksresi radiofarmaka ke dalam sistem
pelvio-calyces, waktu klerens atau waktu paruh eksresi akan dicapai sekitar
7-15 menit . Gambaran radiofarmaka keluar dari ginjal dan terkumpul dalam
kandung kemih. Dari pemeriksaan diatas diperoleh grafik pencacahan terhadap
fungsi waktu dari ginjal kanan dan ginjal kiri seperti terlihat pada gambar
8. Pada menit 1-6 grafik ginjal kanan dan ginjal kiri terlihat naik secara
bersamaan. Grafik kandung kemih (VU) mengalami sedikit kenaikan dan masih
berada dibawah grafik latar / background (BG).
Gambar 12. Grafik Renogram Normal
Grafik yang berimpitan menunjukkan distribusi radiofarmaka yang merata
yang diserap oleh kedua ginjal dalam waktu bersamaan. Konsentrasi
radiofarmaka di dalam ginjal mencapai puncaknya terjadi sekitar menit ke-6
setelah penyuntikan. Setelah mencapai puncaknya grafik menurun (menandakan
radiofarmaka keluar dari ginjal menuju kandung kemih) secara bersamaan
sampai akhir pemeriksaan. Keluarnya radiofarmaka dari ginjal menuju kandung
kemih ditandai dengan kenaikan grafik kandung kemih. Kenaikan tersebut
terjadi pada menit ke-6 dan terus naik sampai puncaknya pada menit ke-14
hingga kandung kemih penuh.9
II.4.7 Post Pemeriksaan
Pasien diminta untuk tinggal sementara di rumah sakit (ruang tinggal
khusus pasien kedokteran nuklir) sampai waktu peluruhan berakhir. Selama
menjalani terapi atau pemeriksaan kedokteran nuklir pasien diharap
menhindari kontak secara langsung kepada keluarga, terutama ibu hamil dan
menyusui.
II.4.8 Efek Samping
Tidak ada efek samping pada pemeriksaan kedokteran nuklir scanning
ginjal, hanya saja setelah melakukan pemeriksaan ini kemungkinan pasien
akan pulang dengan keadaan masih memancarkan radiasi dari radiofarmaka yang
telah digunakan, namun hal ini tidak akan berlangsung terus menerus. Pasien
akan kembali ke keadaan normal saat waktu peluruhan radioisotope telah
habis.
II.5 Contoh Aplikasi Klinis Scanning Ginjal
II.5.1 Batu ginjal
RK
RK
VU
RK RK
VU VU
Gambar 13.: (a) Gambaran pada 1,5 menit, ginjal kiri tidak tampak; (b)
Gambaran pada 6,10 menit , tampak kurngnya penyerapan pada ginjal kiri, VU
sudah terisi ;(c ) Gambaran pada 11,15 dan (d) gambaran pada 16,20 menit
tampak aktivitas pengeluaran radiofarmaka, ginjal kiri tidak tampak. 9
Gambar 14: Grafik hasil renogram menunjukkan grafik untuk ginjal kanan
normal, Keluarnya radiofarmaka dari ginjal menuju kandung kemih dibarengi
dengan kenaikan grafik kandung kemih. Kenaikan tersebut terjadi pada menit
ke-4 sampai pada puncaknya pada menit ke-14 hingga kandung kemih penuh.
Sedangkan untuk ginjal kiri hanya menyerap sedikit radiofarmaka sehingga
kenaikan grafik hanya sedikit diatas background dan seterusnya mendatar
hingga akhir pemeriksaan. Efektifitas penyaringan darah pada ginjal kanan
sebesar 285 ml/menit dan pada ginjal kiri 0 ml/menit. Hal ini menunjukkan
ginjal kiri secara fungsional tidak berfungsi. 9
II.5.2 Transplantasi Ginjal
Gambar 15 : Transplantasi nginjal. Catatan adanyanya visualisasi pada
artery, ginjal, ureter dan baldder ,(a) 0-30 detik; (b) 2 menit ; (c) 5
menit ; (d) 30 menit.
Gambaran serial dengan 99Tcm-DTPA mengukur perubahan perfusi pada
ginjal transplantasi , salah satu indicator yang mudah dalam menganalisis
adanya penolakan ginjal. Hal ini juga memungkinkan terdeteksinya aneurisma,
obstruksi , dll. 6
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Dengan semakin berkembangnya kedokteran nuklir ini, maka sudah
sewajarnya penanganan pasien menjadi lebih baik. Deteksi awal dari suatu
penyakit dapat dilakukan sejak awal, bahkan sebelum kelainan anatomi atau
keluhan dari pasien muncul. Pemberian terapi dapat lebih spesifik hanya
pada organ yang ditarget tanpa memberikan dampak yang buruk pada organ lain
yang bukan target dari terapi. Saat ini paradigma kedokteran sudah mulai
bergeser dari tingkat anatomi menjadi lebih fokus pada tingkat metabolisme
atau fungsional bahkan genetik atau molekuler. Semakin awal suatu penyakit
dapat terdeteksi maka semakin cepat jenis terapi yang tepat dapat
direncanakan, sehingga memperbesar peluang untuk sembuh.
Hasil diagnostic dalam kedokteran nuklir lebih mengarah kepada fungsi
organ, sedangkan untuk menganalisa anatomi kedokteran nuklir mempunyai daya
pencitraan yang tidak terlalu bagus bila dibanding dengan ivp, CT-Scan,
usg, dan MRI, namun beberapa modalitas ini juga belum dapat menghasilkan
gambaran fungsional dari suatu organ dari hal inilah maka dapat kita
ketahui bahkan pemeriksaan diagnostik yang dianggap sebagai gold standard
pun memliki kekurangan dan masih mungkin memberikan hasil yang kurang
akurat . Semua pemeriksaan diagnostik memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing, sehingga tidak ada pemeriksaan diagnostik yang mampu
menggantikan pemeriksaan diagnostik lainnya, yang ada hanyalah saling
melengkapi sehingga menghasilkan hasil diagnostic yang seakurat mungkin.
-----------------------
Gambar 1. Posisi ginjal dalam tubuh
(Gray:2014:190)
Gambar 2. Struktur anatomi ginjal 1
E.
D.
F.
A
B
A..
B.
A.
D.
C.
C..