berkembang pesat memperkuat posisi Surabaya sebagai pusat jasa bagi industrialisasi wilayah-wilayah sekitar Surabaya. Pada tahun 1990-an, di Kota Surabaya pembangunan gedung-gedung bank, asuransi, mall, dan perumahan mewah bertambah dengan pesat. Tetapi, banyak dari jasa-jasa ini berkaitan dengan industrialisasi karena akhir-akhir ini dinamisasi Surabaya berasal dari sektor industri. Ini sama halnya sewaktu Surabaya dianggap sebagai pusat kota perkebunan pada abad ke-19 dan awal abad ke-20.
II - 7
Namun, tahun 1930, depresi ekonomi dunia membuat harga gula di pasaran internasional jatuh. Surabaya terkena krisis berkepanjangan lewat peristiwa susul-menyusul yaitu pendudukan Jepang, peristiwa 10 November 1945 yang heroik, inflasi tahun 1950-an dan 1960-an. Perekonomian Kota Surabaya baru bangkit setelah tahun 1970 dan mencapai puncak pada tahun 1985 juga berkat sektor industri. Kawasan-kawasan industrial di Surabaya, antara lain Ngagel dan Rungkut. Wilayah Industri meluas ke pinggiran Surabaya sampai wilayah Sidoarjo dan Gresik. Kendati perkembangan industri sangat pesat, namun lahan untuk industri dan pergudangan hanya 5 % dari luas wilayah Surabaya. 5 % ini pun terkonsentrasi di daerah-daerah khusus. Selebihnya adalah perkantoran (3 %), infrastruktur (1 %) dan perumahan. Kini, wilayah industrial Ngagel direlokasi ke luar Surabaya. Dari data pemakaian lahan menunjukkan Kota Surabaya lebih sebagai kota perdagangan dan jasa ketimbang kota industri. Tingkat pertumbuhan sektor perdagangan dan jasa yang pada tahun-tahun terakhir ini juga bergerak ke angka fantastis seakan mengulang kejayaan masa lalu Surabaya. Di Kota Surabaya, sektor layanan jasa yang meluas, selalu dianggap lebih penting daripada manufaktur
karena menyumbang lebih dari
separuh PDRB, jika dibanding Gresik dan Sidoarjo yang hanya menyumbang sepertiga. Jika Gresik dan Sidoarjo saat ini merupakan wilayah industri, Surabaya merupakan pusat jasa. Abad ke-19 dan awal abad ke-20, Surabaya berkembang sebagai pusat jasa untuk ekonomi perkebunan Jawa Timur. Dan industri-industri berat yang II - 6
keturunan Eropa. Kedua adalah mereka yang berasal dari Cina, lantas Eurasia: yaitu India, dan Arab. Sedangkan pribumi ada pada golongan terakhir. Besarnya
jumlah
penduduk,
menuntut
layanan
publik
yang
memuaskan. Keinginan ini mulai diperhatikan sejak adanya politik etis dan Surabaya menjadi kotapraja pada awal abad ke-20. Layanan kotapraja diharapkan, khususnya pada bidang-bidang kesehatan masyarakat, pendidikan, administrasi, dan desentralisasi. Misalnya, Surabaya tidak hanya dilengkapi bank, asuransi dan layanan jasa lain, tapi kampung-kampung juga diperbaiki. Bahkan rumah sakit dengan standar Eropa pun didirikan. Pada masa sebelum depresi ekonomi tahun 1930-an, banyak bermunculan rumah-rumah kolonial Belanda yang megah, di sekitar pusat kota. Hanya saja, ada satu ganjalan besar di Surabaya, khususnya untuk para usahawan yang memanfaatkan jasa perdagangan lewat laut. Kendati Kota Surabaya, berkat wilayah perairannya, terus berkembang pesat sebagai perdagangan dan jasa yang mendukung sektor industri, namun infrastruktur perairan tersebut relatif terbelakang. Kapal-kapal besar hanya bisa berlabuh di Selat Madura. Untuk bongkar muat barang, tongkang-tongkang kecil yang berperan, menyusuri Kali Mas hingga
mencapai
pelabuhan
utama
yang
merupakan
jantung
Surabaya, yakni di sekitar Jembatan Merah. Keterbatasan itu dipandang tidak sesuai dengan prinsip efisiensi. Akhirnya setelah melalui pro dan kontra bertahun-tahun, pada 1910 dibangun pelabuhan representatif. Pada tahun 1925, Surabaya memiliki pelabuhan terlengkap dan terefisien di Asia Tenggara. Tapi waktu itu masih dengan sebutan Pelabuhan Surabaya, bukan Tanjung Perak sebagaimana saat ini. II - 5
1850-an bahkan sudah terdapat 18 perusahaan besar di wilayah penyangga, yang memanfaatkan tenaga-tenaga uap paling mutakhir. Tahun 1870 Surabaya menjadi pelopor di bidang industri seperti halnya kota pelabuhan lain yakni Shanghai, Calcutta, Singapura, dan Hongkong. Pada tahun 1878, pembangunan infrastruktur kereta api pertama dilakukan. Trem pertama diluncurkan pada tahun 1891 untuk rute Surabaya dan wilayah-wilayah penyangganya. Tujuan utamanya untuk kepentingan pengangkutan bahan dasar gula. Perusahaan-perusahaan lain, misalnya es krim dan soft drink pun menyusul berdiri. Rekap sektor manufaktur menjelang Perang Dunia Pertama menyatakan bahwa, di Surabaya terdapat 439 perusahaan dan 10.000 pekerja di bidang industri. Pada tahun 1900 Surabaya berkembang menjadi pelabuhan tersibuk dan kota terbesar di Hindia Timur yang dikuasai Belanda. Di Surabaya yang menjadi pusat perdagangan besar pada saat itu menjamur bankbank, perusahaan asuransi dan hotel. Sektor properti pun memperoleh untung besar dengan bangunan-bangunan megah ala kolonial di pusat-pusat kota yang berfungsi sebagai rumah tinggal maupun kantor. Pada sensus penduduk tahun 1905, tercatat Surabaya memiliki jumlah penduduk yang lebih besar dari Batavia. Surabaya dihuni 150.000 penduduk dengan komposisi warga Eropa 8000, Cina 15.000, dan Arab 3000. Masing-masing ras mengembangkan budaya tertentu dan menghuni kawasan-kawasan tertentu. Tetapi di antara mereka tidak jarang melakukan kawin campur kendati Belanda mengelompokkan masing-masing golongan menurut tingkatan. Yang tertinggi adalah II - 4
pelabuhan lain yang tersohor di Asia Tenggara, Surabaya dengan populasi 50.000 – 60.000 yang terdiri dari bermacam-macam kultur tergolong besar untuk ukuran Belanda. Pada tahun itu juga, Surabaya jatuh ke tangan Kerajaan Mataram dan populasi penduduk Surabaya menyusut tajam karena banyak yang terusir ke wilayah lain, seperti Makassar, bahkan VOC terpaksa meninggalkan Surabaya. Namun beberapa
waktu
kemudian,
VOC
dibutuhkan
Mataram,
untuk
mengalahkan Trunojoyo. Keberhasilan VOC mengalahkan Trunojoyo ini, membuat maskapai dagang tersebut mencaplok wilayah-wilayah pelabuhan pesisir. Akibatnya pada masa Pakubuwono II, Mataram harus menyerahkan seluruh wilayah pesisir, termasuk Surabaya, Gresik, dan Semarang ke tangan VOC. Tiga tahun kemudian, secara resmi Belanda memerintah di wilayah ini dengan Semarang sebagai pusat VOC. Tanaman-tanaman tropis yang bernilai tinggi di pasaran Eropa membuat Belanda menginginkan tanah-tanah sebagai perkebunan lewat sistem tanam paksa. Sejak tahun 1830, daerah-daerah penyangga Surabaya seperti Jombang, Kediri, Madiun,
Besuki,
Situbondo dan lain-lain wajib ditanami tebu sebagai bahan dasar gula. Pada tahun 1830-an tercatat banyak pabrik yang memproduksi gula. Surabaya menikmati masa keemasan lewat ekspor gula yang disalurkan lewat Kali Mas sebagai pelabuhan masa itu. Selain itu, Surabaya juga diuntungkan oleh kopi ataupun tembakau yang ditanam pada wilayah penyangga di dataran tinggi. Surabaya akhirnya juga berkembang pesat menjadi wilayah yang memiliki instalasi pertahanan terbesar di Asia Tenggara. Industriindustri lain yang berbasis manufaktur berkembang pesat. Pada tahun II - 3
Rukun Tetangga (RT). Jumlah penduduk Surabaya pada tahun 2004 sebanyak 2.692.461 dengan kepadatan penduduk 8.250 jiwa/km2. Surabaya sangat strategis karena posisinya sebagai pintu masuk
(gateway) bagi Kawasan Timur Indonesia.
B. SEJARAH PERKEMBANGAN KOTA SURABAYA Kota Surabaya sebagian besar merupakan wilayah perairan yang diperebutkan banyak pihak. Letak Surabaya di muara Sungai Brantas dengan daratan sekitarnya sangat subur dan strategis sehingga Kerajaan Mojopahit, Kerajaan Mataram, Belanda dengan VOC-nya, tercatat dalam sejarah, sebagai pihak yang berkepentingan menguasai Surabaya yang dianggap sebagai gerbang perdagangan dunia. Surabaya, secara resmi dikatakan berdiri pada tahun 1293. Tonggak sejarah yang diambil adalah kemenangan Raden Wijaya, Raja Pertama Kerajaan Mojopahit yang melawan pasukan Khubilai Khan dari Mongolia. Selanjutnya pada awal abad ke-14, saat Kerajaan Mojopahit sedang di puncak kekuasaan, intensitas perdagangan melalui Selat Madura meningkat tajam. Pada tahun 1365, Surabaya menjadi dermaga penyalur rempah-rempah dari Malaka. Akhir abad ke-15, saat pamor Kerajaan Mojopahit pudar, penguasa Kadipaten Surabaya telah berdiri sendiri tanpa dikuasai kerajaan mana pun. Sampai dengan seabad kemudian komunitas di wilayah ini tumbuh menjadi komunitas pedagang kosmopolitan yang memiliki jaringan perdagangan luas sampai ke Cina, Inggris, Belanda, dan Portugis. Pada tahun 1625 meskipun lebih kecil dari kota-kota II - 2
BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN KOTA SURABAYA A. KARAKTERISTIK WILAYAH Luas wilayah Surabaya 326,36 km2, terletak di antara 07 21’ lintang selatan dan 112 36’ sd 112 54’ bujur timur. Secara topografi, sebagian besar wilayah Kota Surabaya adalah
dataran rendah yaitu 80,72%
(25.919,04 Ha) dengan ketinggian antara -0,5 – 5 m SHVP atau 3 – 8 m LWS, sedangkan sisanya merupakan daerah perbukitan yang terletak di Surabaya Barat (12,77%) dan Surabaya Selatan (6,52%). Adapun kemiringan lereng tanah berkisar 0-2% daerah dataran rendah dan 2-15 persen daerah perbukitan landai. Batas wilayah administrasi Kota Surabaya: Sebelah utara: Selat Madura, Sebelah Timur: Selat Madura, Sebelah Selatan: Kabupaten Sidoarjo, Sebelah Barat: Kabupaten Gresik. Jenis batuan yang ada terdiri dari 4 jenis yang pada dasarnya merupakan tanah liat dan pasir. Sedangkan jenis tanah, sebagian besar berupa tanah alluvial, selebihnya tanah dengan kadar kapur yang tinggi (daerah perbukitan). Sebagaimana daerah tropis lain, Surabaya mengenal 2 musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Curah hujan rata-rata 172 mm, dengan suhu berkisar antara 25 - 30 derajat C. Struktur wilayah administrasi pemerintahan Kota Surabaya terdiri dari 31 Kecamatan, 163 kelurahan, 1396 Rukun Warga (RW), dan 8898
II - 1