BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP
A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Dasar Stroke Non Hemoragik
a. Pengertian Stroke non hemoragik adalah gangguan peredaran darah di otak (GPDO). Atau di kenal dengan CVA (Cerebro Vaskular Accident) adalah gangguan fungsi saraf yang di sebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam babarapa jam) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu (Smeltzer, 2002). Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak baik secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskuler yang dapat berupa infark maupun hemoragik (WHO, 2006). Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan stroke non hemoragik adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak yang timbul secara mendadak dengan gejala dan tanda sesuai dengan daerah otak yang mengalami gangguan. b. Etiologi stroke non hemoragik Menurut WHO (2006) Faktor yang sering menyebabkan gangguan suplai darah ke jaringan otak antara lain :
1) Cerebral trombosis trombosis seperti atherosclerosis, atherosclerosis, peradangan sebagai akibat dari proses infeksi penyakit lain, peningkatan tekanan intrakranial karena adanya penyempitan (vasokonstriksi) vasokonstriksi) dan gangguan hematologi yang meningkatkan sumbatan aliran darah. 2) Cerebral embolism, embolism, seperti penyakit jantung, adanya plak atau clots clots dari sistem sirkulasi yang lain (udara, lemak, partikel tumor) yang terbawa dalam aliran darah dan menyebabkan terjadinya sumbatan. 3) Pendarahan
intracerebral :
hemorragic,
hipertensi,
ruptur
aneurysm,
perdarahan karena pertumbuhan tumor, gangguan dalam proses pembekuan darah (leukimia, anemia, hemophillia) dengan penggunaan terapi antikoagulan dan edema. edema. Ischemia cerebral : spasme arterial, systemic hypoxemia, dan trauma cerebral. 4) Hipertension, penyakit jantung, diabetes melitus, hypercholesterolemia, penggunaan oral kontrasepsi, obesitas, riwayat penyakit CVA pada keluarga dan kelainan congenital. c. Patofisiologi stroke non hemoragik Otak merupakan organ yang sangat peka terhadap keadaan iskemik. Meskipun berat otak hanya sekitar 2% dari total berat badan, otak menerima lebih dari 20% dari cardiac output untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya, oksigen dan glukosa. Kegagalan dalam memasok darah dalam jumlah yang mencukupi akan menyebabkan gangguan fungsi bagian otak yang terserang atau nekrosis, yang disebut sebagai stroke iskemik (Muttaqin, 2008).
13
Cerebral blood flow flow jika tersumbat secara parsial, maka daerah yang bersangkutan langsung menderita karena kekurangan oksigen. Daerah tersebut dinamakan daerah iskemik. Pada pusat daerah iskemik akan berkembang proses degenerasi yang irreversibel, sel-sel saraf daerah iskemik tidak bisa tahan lama. Infark otak, kematian neuron, glia, dan vaskular disebabkan oleh tiadanya oksigen dan nutrien atau terganggunya metabolisme. Infark bisa disebabkan oleh iskemia sehingga terjadi hipoksia sekunder, terganggunya nutrisi seluler, dan kematian sel otak (Muttaqin, 2008). Jaringan otak dapat berfungsi dengan baik membutuhkan bahan makanan yang terus-menerus, oksigen dan glukosa digunakan untuk menghasilkan energi yang diperlukan guna memelihara jutaan sel otak dengan baik. Pada waktu stroke, aliran darah ke otak sangat terganggu sehingga terjadi iskemia yang berakibat kurangnya aliran glukosa, oksigen dan bahan makanan lainnya ke sel otak. Hal tersebut akan menghambat mitokondria dalam menghasilkan ATP sehingga tidak saja terjadi gangguan fungsi seluler, tetapi juga aktivasi berbagai proses toksik. Hasil akhir kerusakan serebral akibat iskemia adalah kematian sel neuron maupun berbagai sel lain dalam otak seperti sel glia, mikroglia, endotel, eritrosit dan leukosit (Smeltzer, 2002). Sel-sel saraf (neuron) berkurang jumlahnya sehingga sintesis berbagai neurotransmiter berkurang, akibatnya kecepatan hantar impuls, kemampuan transmisi impuls antar neuron dan transmisi impuls neuron-sel efektor menurun secara keseluruhan sehingga mengakibatkan terganggunya kemampuan sistem saraf untuk mengirimkan informasi sensorik, mengenal dan mengasosiasikan
14
informasi, memprogram dan memberikan respons terhadap informasi sensorik (fungsi sensorik dan motorik) (Muttaqin, 2008). Stroke non hemoragik dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umummnya baik. d. Manifestasi klinis stroke non hemoragik Stroke non hemoragik dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umummnya baik. Pasien dengan penyakit vaskular dapat menunjukkan TIA (Transient Ischemic Attact, ini merupakan defisit neurology yang dapat sembuh dalam 24 jam, durasi rata-rata adalah 10 menit, setelah set elah itu it u gejala-gejala gejala- gejala hilang. Pasien juga dapat menunjukkan defisit neurologik iskemik reversible. Peristiwa ini dapat terjadi pada TIA yang berlangsung lebih dari 24 jam, tetapi akhirnya dapat sembuh sempurna. Gejala-gejala yang tampak dengan TIA sangat tergantung pada pembuluh yang terkena, jika terjadi gangguan pada pembuluh darah karotis , diantaranya : 1)
Cabang yang menuju otak bagian tengah (arteri serebri media) dapat terjadi gejala-gejala sebagai berikut:
a) Gangguan rasa di daerah muka/wajah sesisi atau disertai gangguan rasa di lengan dan tungkai sesisi.
15
b) Dapat terjadi gangguan gerak/kelumpuhan dari tingkat ringan-kelumpuhan total (hemiparesis/hemiplegi). c) Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit untuk mengeluarkan kata-kata atau mengerti pembicaraan orang lain (afasia (afasia). ). d) Gangguan pengelihatan (hemianopsia ( hemianopsia). ). e) Mata selalu melirik ke arah satu sisi (deviation (deviation conjugae) conjugae) f)
Kesadaran menurun.
g) Tidak mengenal orang yang sebelumnya dikenalnya ( prosopagnosia ( prosopagnosia). ). h) Mulut perot. i)
Pelo (disartri (disartri). ).
j)
Merasa anggota badan sesisi tak ada.
k) Tidak dapat membedakan antara kiri dan kanan. l)
Tampak tanda-tanda kelainan namun tak sadar kalau dirinya mengalami
kelainan. m) Kehilangan kemampuan yang dahulu dimiliki (amusia). 1)
Cabang yang menuju otak bagian depan (arteri serebri anterior) dapat terjadi gejala-gejala sebagai berikut:
1)
Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa.
2) Ngompol. 3)
Tidak sadar.
4)
Gangguan mengungkapkan maksud.
5)
Meniru omongan orang lain (ekholalf ( ekholalf ). ).
16
2)
Cabang yang menuju otak bagian belakang (arteri serebri posterior) dapat terjadi gejala-gejala sebagai berikut:
a) Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapang pandang pada kedua mata, bila bilateral disebut cortical blindness. b) Rasa nyeri spontan atau hilangnya rasa nyeri dan rasa getar pada separuh sisi tubuh. c) Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba atau mendengar suaranya. d) Kehilangan kemampuan mengenal warna. Kehilangan kemampuan mengenal warna dapat terjadi jika terdapat gangguan pada pembuluh pembuluh darah darah vertebrobasilaris, maka akan akan terjadi
pening,
semutan, kelainan penglihatan pada salah satu atau kedua bidang pandang, disatria (gangguan disatria (gangguan pada otot bicara), gangguan gerak bola mata hingga diplopia, diplopia, kehilangan keseimbangan, kedua kaki lemah/hipotoni, vertigo atau dizziness, dizziness, nistagmus, nistagmus, muntah. e. Faktor risiko stroke non hemoragik Faktor risiko stroke stroke non hemoragik adalah hemoragik adalah faktor-faktor yang adanya dalam seseorang dapat menyebabkan stroke (Harsono, 2002). Faktor-faktor tersebut dikelompokkan dalam dua tipe utama yaitu yang dapat diubah dan tidak dapat diubah. Dengan perhatian khusus untuk mengontrol faktor-faktor yang bisa diubah maka pengaruh dari faktor-faktor yang tidak dapat diubah tersebut dapat dikurangi
17
1)
Faktor resiko yang tidak dapat diubah di antaranya adalah
a)
Usia Faktor usia menunjukkan semakin bertambah tua, maka semakin tinggi
risiko terkena stroke. Setelah berusia 55 tahun, risikonya berlipat ganda setiap kurun waktu sepuluh tahun. Dua pertiga dari semua serangan stroke terjadi pada orang yang berusia di atas 65 tahun. Tetapi, itu tidak berarti bahwa stroke hanya terjadi pada orang lanjut usia karena stroke dapat menyerang semua kelompok umur. b)
Jenis kelamin Pria lebih berisiko terkena stroke daripada wanita, tetapi penelitian
menyimpulkan bahwa justru lebih banyak wanita yang meninggal karena stroke. Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi daripada wanita, tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidup juga lebih tinggi. Dengan perkataan lain, walau lebih jarang terkena stroke, pada umumnya wanita terserang pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan meninggal lebih besar. c)
Keturunan-sejarah stroke dalam keluarga Faktor genetik yang sangat berperan antara lain la in adalah tekanan darah tinggi,
penyakit jantung, diabetes dan cacat pada bentuk pembuluh darah. Gaya hidup dan pola suatu keluarga juga dapat mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan faktor genetik yang paling berpengaruh dibandingkan dibandingkan faktor risiko stroke yang lain.
18
d)
Ras dan etnik Suku Aborigin, orang Afrika, Asia Selatan dan kulit hitam mempunyai
angka hipertensi dan diabetes yang lebih tinggi sebagai kondisi yang mengarah ke stroke. 2). Faktor resiko yang yang dapat di rubah a) Hipertensi Hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita hipertensi memiliki faktor risiko stroke empat hingga enam kali lipat dibandingkan orang yang tanpa hipertensi dan sekitar 40 hingga 90 persen pasien stroke ternyata menderita hipertensi sebelum terkena stroke. Secara medis, tekanan darah di atas 140-90 mmHg tergolong dalam penyakit hipertensi, oleh karena dampak hipertensi pada keseluruhan risiko stroke menurun seiring dengan pertambahan umur, pada orang lanjut usia, faktor-faktor lain di luar hipertensi berperan lebih besar terhadap risiko stroke. Pada orang yang tidak menderita hipertensi, risiko stroke meningkat terus hingga usia 90, menyamai risiko stroke pada orang yang menderita hipertensi. Sejumlah penelitian menunjukkan obat-obatan anti hipertensi dapat mengurangi risiko stroke sebesar 38 persen dan pengurangan angka kematian karena stroke sebesar 40 persen. b)
Penyakit Jantung Faktor risiko setelah hipertensi adalah penyakit jantung, terutama penyakit
yang disebut atrial fibrilation, yakni penyakit jantung dengan denyut jantung yang tidak teratur di bilik kiri atas. Denyut jantung di atrium kiri ini mencapai empat
19
kali lebih cepat dibandingkan di bagian-bagian lain jantung. Ini menyebabkan aliran darah menjadi tidak teratur dan secara insidentil terjadi pembentukan gumpalan darah. Gumpalan-gumpalan inilah yang kemudian dapat mencapai otak dan menyebabkan stroke, pada orang-orang berusia di atas 80 tahun atrial fibrilation merupakan penyebab utama kematian pada satu di antara empat kasus stroke. Faktor lain dapat terjadi pada pelaksanaan operasi jantung yang berupaya memperbaiki cacat bentuk jantung atau penyakit jantung, tanpa diduga plak dapat terlepas dari dinding aorta (batang nadi jantung), lalu hanyut mengikuti aliran darah ke leher dan ke otak yang kemudian menyebabkan stroke. c) Diabetes Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena stroke dan mencapai tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun, setelah itu risiko tersebut akan menurun, namun ada faktor penyebab lain yang dapat memperbesar risiko stroke karena sekitar 40 persen penderita diabetes pada umumnya juga mengidap hipertensi. d) Kadar kolesterol darah Penelitian menunjukkan bahwa makanan kaya lemak jenuh dan kolesterol seperti daging, telur, dan produk susu dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam tubuh dan berpengaruh pada risiko aterosklerosis dan penebalan pembuluh. Kadar kolesterol di bawah 200 mg/dl dianggap aman, sedangkan di at as 240 mg/dl sudah berbahaya dan menempatkan seseorang s eseorang pada risiko terkena penyakit jantung dan d an stroke.
20
e) Merokok Merokok merupakan faktor risiko stroke yang sebenarnya paling mudah diubah. Perokok berat menghadapi risiko lebih besar dibandingkan perokok ringan. Merokok hampir melipat gandakan risiko stroke iskemik, terlepas dari faktor risiko yang lain, dan dapat juga meningkatkan risiko subaraknoid hemoragik hingga 3,5 persen. Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke, yang lebih banyak terjadi pada usia dewasa muda ketimbang usia tengah baya atau lebih tua. Sesungguhnya, risiko stroke menurun dengan seketika setelah berhenti merokok dan terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun setelah berhenti merokok, perlu diketahui bahwa merokok memicu produksi fibrinogen (faktor penggumpal darah) lebih banyak sehingga merangsang timbulnya aterosklerosis, pada pasien perokok, kerusakan ke rusakan yang diakibatkan stroke jauh lebih parah karena dinding bagian dalam (endothelial) pada sistem pembuluh darah otak (serebrovaskular) biasanya sudah menjadi lemah. Ini menyebabkan kerusakan yang lebih besar lagi pada otak sebagai akibat bila terjadi stroke tahap kedua. f. Penatalaksanaan stroke non hemoragik Penatalaksanaan untuk keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut: 1) Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
21
2) Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung. 3) Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter. 4) Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif. 2. Konsep Dasar Kekuatan Otot
a. Pengertian Kekuatan otot didefinisikan sebagai kemampuan dari sekelompok otot untuk menghasilkan kekuatan kontraksi maksimal untuk melawan suatu tahanan dalam sekali kontraksi. Kekuatan tersebut dihasilkan oleh suatu otot atau sekelompok otot (Heyward, 2006). Kekuatan otot adalah kontraksi maksimal yang dihasilkan otot dan merupakan kemampuan untuk membangkitkan tegangan terhadap suatu tahanan. Kekuatan otot laki-laki kira-kira 25% lebih besar dari wanita (Karim, (2002). b. Patofisiologi kelumpuhan otot pada pasien stroke str oke non hemoragik Setiap serabut otot yang mengatur gerakan disadari melalui dua kombinasi sel saraf, salah satunya terdapat pada korteks motorik, serabut-serabutnya berada tepat pada traktus piramida yaitu penyilangan traktus piramida, dan serat lainnya berada pada ujung anterior medula spinalis, serat-seratnya berjalan menuju otot. Yang pertama disebut sebagai neuron motorik atas (Upper ( Upper Motor Neuron) Neuron) dan yang terakhir disebut neuron motorik bawah ( Lower Motor Neuron). Neuron ). Setiap saraf motorik yang menggerakkan setiap otot merupakan komposisi gabungan ribuan saraf-saraf motorik bawah (Sunardi, 2009).
22
Jaras motorik dari otot ke medula spinalis dan juga dari serebrum ke batang otak dibentuk oleh UMN. UMN mulai di dalam korteks pada sisi yang berlawanan di otak, menurun melalui kapsul internal, menyilang ke sisi berlawanan di dalam batang otak, menurun melalui traktus kortikospinal dan ujungnya berakhir pada sinaps LMN. LMN menerima impuls di bagian ujung saraf posterior dan berjalan menuju sambungan mioneural, berbeda dengan UMN, LMN berakhir di dalam otot (Sunardi, 2009). Ciri – Ciri – ciri ciri klinik pada lesi di UMN dan LMN adalah: 1) UMN : kehilangan kontrol volunter, peningkatan tonus otot, spastisitas otot, tidak ada atropi otot, reflek hiperaktif dan abnormal. 2) LMN : kehilangan kontrol volunter, penurunan tonus otot, paralysis flaksid otot, atropi otot, tidak ada atau penurunan reflek. Rangkaian sel saraf berjalan dari otak melalui batang otak keluar menuju otot yang disebut motor pathway. pathway . Fungsi otot yang normal membutuhkan hubungan yang lengkap disepanjang semua motor pathway, pathway, adanya kerusakan pada ujungnya menurunkan kemampuan otak untuk mengontrol pergerakan pergerakan otot, hal ini menurunkan efesiensi disebabkan kelemahan, juga disebut paresis. Kehilangan hubungan yang komplit menghalangi adanya kei nginan untuk bergerak lebih banyak. Ketiadaan kontrol ini disebut paralisis. Batas antara kelemahan dan paralisis tidak absolut. Keadaan yang menyebabkan kelemahan mungkin berkembang menjadi kelumpuhan, pada tangan yang lain kekuatan mungkin memperbaiki lumpuhnya anggota badan. Regenerasi saraf untuk tumbuh kembali melalui satu jalan yang mana kekuatan dapat kembali untuk otot yang
23
lumpuh. Paralisis lebih banyak disebabkan perubahan sifat otot. Lumpuh otot mungkin membuat otot lemah, lembek dan tanpa kesehatan yang cukup, atau mungkin kejang, mengetat, dan tanpa sifat yang normal ketika otot digerakkan (Sunardi, 2009). Stroke merupakan serangan otak yang timbulnya mendadak akibat tersumbat atau pecahnya pembuluh darah otak sehingga aliran darah ke otak berkurang yang menyebabkan hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi-reaksi berantai yang berakhir dengan kematian sel-sel otak dan unsur-unsur pendukungnya. pendukungnya. Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) ( core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Di luar daerah core iskemik sel-sel otrak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsi-fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologik. Stroke non hemoragik biasanya ditandai dengan kelumpuhan anggota gerak atas maupun bawah pada salah sisi anggota tubuh. Salah satu bagian otak yang terpenting adalah hemisferium serebri yang berfungsi sebagai pusat aktivitas sensorik dan motorik,
pada masing-masing hemisferium dirangkap dirangkap dua, dan
biasanya berkaitan dengan bagian tubuh yang berlawanan. Hemisferium serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisferium serebri kiri mengatur bagian tubuh sebelah kanan. Konsep fungsional ini disebut pengendalian kontralateral, apabila terjadi kerusakan pada bagian hemisfer kanan akan menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan pada sisi kiri anggota gerak Sunardi (2009).
24
Seorang pasien stroke non hemoragik mungkin mengalami kelumpuhan tangan, kaki, dan muka, semuanya pada salah satu sisi. Kelumpuhan tangan maupun
kaki
pada
pasien
stroke
akan
mempengaruhi
kontraksi
otot.
Berkurangnya kontraksi otot disebabkan berkurangnya suplai darah ke otak belakang dan otak tengah, sehingga s ehingga dapat menghambat hantaran jaras-jaras ja ras-jaras utama antara otak dan medula spinalis, dan secara total menyebabkan ketidakmampuan sensorik motorik yang abnormal (Guyton & Hall, 2007). Berkurangnya suplai darah pada pasien stroke salah satunya diakibatkan oleh arteriosklerosis. Dinding pembuluh akan kehilangan elastisitas dan sulit berdistensi sehingga digantikan oleh jaringan fibrosa yang tidak dapat meregang dengan baik, dengan menurunnya elastisitas terdapat tahanan yang lebih besar pada aliran darah (Potrer & Perry, 2005). c. Penilaian kekuatan otot pasien stroke non hemoragik Kekuatan otot diuji melalui pengkajian kemampuan pasien untuk melakukan fleksi dan ekstensi ekstremitas sambil dilakukan penahanan. Fungsi pada otot individu atau at au kelompok otot dievaluasi dengan cara car a menempatkan otot pada keadaan yang tidak menguntungkan. menguntungkan. Pengkajian kekuatan otot dapat lebih dirinci sesuai kebutuhan, salah satu pengujian kekuatan yang cepat yaitu pada otot proksimal ekstremitas atas dan bawah dengan membandingkan kedua sisinya. Kekuatan otot yang baik mengontrol fungsi tangan dan kaki (Ginsberg, 2007). Kekuatan otot merupakan kontraksi otot rangka yang menyebabkan tulang tempat otot tersebut melekat bergerak, yang memungkinkan tubuh melaksanakan berbagai aktifitas motorik. Otot akan berkembang bila serabut-serabut otot
25
mengalami pembesaran. Kekuatan dan ukuran otot dipengaruhi oleh latihan, gizi, jenis kelamin dan genetika (Ginsberg, 2007). 2007). Pemeriksaan yang teliti pada system motorik mencakup pengkajian pada ukuran otot, tonus otot, kekuatan otot, koordinasi dan kesinambungan. Pasien diinstruksikan untuk berjalan menyilang di dalam ruangan, sementara pengkaji mencatat postur dan gaya berjalan. Keadaan atropi dan gerakan tidak beraturan (tremor, dll) perlu dicatat. Tonus otot dievaluasi dengan palpasi yaitu dengan berbagai variasi pada saat otot istrahat dan selama gerakan pasif. Pertahankan seluruh gerakan tetap dicatat dan didokumentasikan. Keadaan tonus yang tidak normal mencakup spastisitas (kejang), rigiditas (kaku), atau flaksiditas. Dalam hal pemeriksaan kekuatan otot dilakukan pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah dimana parameter yang digunakan untuk mengetahui nilai kekuatan otot adalah pemeriksaan kekuatan otot secara manual atau manual muscle testing (MMT) dengan ketentuan ketentuan sebagai berikut : (Ginsberg, 2007) 2007)
26
Tabel 1 Tingkatan Gradasi Kekuatan Otot Skala
Kenormalan Kekuatan (%)
Ciri-ciri
0
0
1
10
2
25
3
50
4
75
5
100
Paralisis total artinya artinya otot tak mampu bergerak, misalnya jika tapak tangan dan jari mempunyai skala 0 berarti tapak tangan dan jari tetap aja ditempat walau sudah diperintahkan untuk bergerak. Tidak ada gerakan, jika otot ditekan masih terasa ada kontraksi atau kekenyalan Gerakan otot penuh menentang gravitasi, dengan sokongan, dapat mengerakkan otot atau bagian yang lemah sesuai perintah misalnya tapak tangan disuruh telungkup atau lurus tapi jika ditahan sedikit saja sudah tak mampu bergerak Gerakan normal menentang gravitasi : dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal misalnya dapat menggerakkan tapak tangan dan jari Gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan sedikit penahanan Gerakan normal penuh, menentang gravitasi dengan penahanan penuh
Kekuatan otot diuji melalui pengkajian kemampuan pasien untuk melakukan fleksi dan ekstensi ekstremitas sambil dilakukan penahanan. Fungsi pada otot individu atau at au kelompok otot dievaluasi dengan cara menempatkan otot pada keadaan yang tidak menguntungkan. menguntungkan. Pengkajian kekuatan otot dapat lebih dirinci sesuai kebutuhan, salah satu pengujian kekuatan yang cepat yaitu pada otot proksimal ekstremitas atas dan bawah dengan membandingkan kedua sisinya. Kekuatan otot yang baik mengontrol fungsi tangan dan kaki (Ginsberg, 2007).
27
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan otot pasien str oke non hemoragik Menurut Ginsberg, (2007) factor-faktor yang mempengaruhi kekuatan otot pasien stroke antara lain : 1) Umur Kekuatan otot mencapai kekuatan otot maksimal di usia 20 tahun. Setelah itu, tingkat ketahanan otot akan menetap 3-5 tahun yang kemudian akan berangsur-angsur turun seiring bertambahnya umur. Umur pasien pasien stroke mempengaruhi kekuatan otot karena makin muda usia terkena serangan makan kekuatan otot akan semakin baik jika dilakukan latihian fisik karena neuronneuron masih bekerja dengan baik 2) Jenis Kelamin Kekuatan otot perempuan kira-kira 2 per 3 dari kekuatan otot laki-laki, selain itu, otot perempuan lebih kecil daripada otot laki-laki karena hormon testosteron akan meningkatkan massa otot, sedangkan estrogen cenderung menambah jaringan lemak. 3) Frekuensi stroke Frekuensi stroke berpengaruh terhadap kekuatan otot, erat kaitanya dengan defisit neorologik yang lama akan mengakibatkan terhambatnya regenerasi saraf untuk tumbuh kembali sehingga mempengaruhi banyaknya motor unit yang terlibat untuk menunjang kekuatan otot. 4) Motivasi latihan Motivasi latihan dapat mempengaruhi kekuatan otot pasien stroke, karena adanya motivasi yang baik akan menyebabkan pasien stoke akan melaksanakan
28
terapi latihan dengan teratur sehingga pelaksanaan terapi latihan dengan metode PNF yang teratus mengakibatkan pemulihan otot akan semakin cepat. Propioceptif Neuromuscular Neuromuscular F acil acil itation 3. Konsep Dasar Terapi Latihan Propioce (PNF)
a.
Pengertian Terapi latihan atau exercise therapy merupakan salah satu usaha pengobatan
dalam fisioterapi yang dalam pelaksanaannya mengunakan latihan-latihan gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif (Priatna, 2005). Metode Propioceptif Neuromuscular Facilitation (PNF) adalah fasilitasi pada sistem neuromuscular dengan merangsang propioceptif (reseptor sendi). Metode ini berusaha memberikan rangsangan-rangsangan yang sesuai dengan reaksi yang dikehendaki, yang pada akhirnya akan dicapai kemampuan atau gerakan yang terkoordinasi (Kuntono, 2007) b.
Tujuan Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot,
mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan, mencegah kontraktur dan kekakuan pada sendi (Garrizon, 2005). c.
Manfaat Teknik-teknik PNF, mempunyai manfaat (1) mengajarkan gerakan, (2)
menambah kekuatan otot, (3) relaksasi, (4) memperbaiki koordinasi, (5) mengurangi sakit, (6) menambah LGS, (7) menambah stabilitasi, (8) mengajarkan kembali gerakan, (9) memperbaiki sikap (Kuntono, 2007).
29
d.
Prinsip dasar metode PNF Menurut Kuntono (2007) prinsip dasar metode PNF antara lain :
1)
Ilmu dasar tumbuh kembang Perkembangan motorik berkembang dari kranial ke kaudal dan dari
proksimal ke distal (Gessel ). ). Gerakan terkoordinasi berlangsung dari distal ke proksimal. Gerakan sebelumnya didahului dengan kontrol sikap ( stabilisasi), stabilisasi), dimana stabilisasi akan menentukan kualitas dari gerakan. Refleks-refleks mendominasi fungsi motorik dewasa dipengaruhi oleh refleks-refleks sikap. Perkembangan motorik dapat distimulasi oleh stress, dan tahanan, rangsanganrangsangan dengan sensoris, auditif, visual. Menurut Pavlov dalam Kuntono (2007) stimulasi yang berulang-ulang terhadap refleks-refleks akan menambah patron-patron gerakan atau dengan kata lain, refleks-refleks primitif membuka jalan ke arah sikap dan gerakan – gerakan – gerakan gerakan yang terkoordinasi. 2)
Prinsip Neurofisiologis Overflow principle ; motoris impuls dapat diperkuat oleh motoris impuls
yang lain dari group otot yang lebih kuat yang dalam waktu bersamaan berkontraksi, dimana otot-otot tersebut mempunyai fungsi yang sama (otot-otot sinergis). Rangsang saraf motoris mempunyai nilai ambang rangsang tertentu (semuanya atau tidak sama sekali). Innervatie reciprocal ; aktifitas refleks kontraksi otot agonis akan membuat relaks antagonisnya. Inductie successive ; agonis akan terfasillitasi ketika antagonisnya berkontraksi atau agonisnya berkontraksi atau agonis akan lebih mudah berkontraksi apabila sebelumnya
30
dilakukan kontraksi pada antagonisnya. Semakin kuat kontraksi antagonis semakinkuatefekfasilitasinya. 3) Prinsip Ilmu Gerak Latihan isometris ditujukan untuk memperbaiki sikap sedangkan latihan isotonis ditujukan untuk memperbaiki gerakan. Gerakan tunggal murni terisolasi tidak ada dalam kehidupan ini. otak kita tidak mengenal aktifitas otot secara individual, tetapi gerakan-gerakan secara group/kelompok dan setiap gerakan terjadi dalam arah tiga dimensi, seperti otot juga yang berbentuk spiral dan juga arah pendekatannya. Gerakan akan sangat kuat bertenaga bila terjadi bersama dengan gerakan total yang lain. Misal fleksi anggota atas akan memperkuat ekstensi tubuh bagian atas (thorakal). Fleksi anggota bawah (hip) akan memperkuat fleksi lumbal. Dengan dasar-dasar tersebut, metode PNF menyusun latihan-latihan dalam patron-patron gerakan yang selalu melibatkan lebih dari satu sendi dan mempunyai tiga komponen gerakan. Latihan gerakan akan lebih cepat berhasil apabila pasien secara penuh mampu melakukan suatu gerakan dari pada dia hanya mampu melakukan sebagian saja. Hindarkan sara sakit. pengulangan pengulangan yang banyak dan variasi-variasi patron serta sikap posisi awal akan memberikan hasil yang lebih baik. Aktifitas yang lama adalah penting untuk meningkatkan kekuatan, kondisi koordinasi dari system neuromuskuler. Dalam teknik ini, digunakan sumbersumber fasilitasi seperti ; (a) Gerakan dengan pola memutar dan diagonal ( spiral ( spiral & diagonal movement ) karena semua gerakan sehari-hari memiliki pola gerak memutar dan diagonal, maka dengan menggunakan pola gerak ini akan
31
mempermudah terjadinya gerakan yang diinginkan, (b) Tahanan maksimal (maximal resistente) resistente) dengan tahanan maksimal akan memperkuat suatu otot yang menyebarkan rangsangan otot yang lain ( timing for emphasis). emphasis). Pegangan tangan, tekanan pada otot dan rangsangan pada otot dan kulit ( grasping ( grasping technique). technique). Peregangan dan penekanan dalam sendi (traction & approximation/compression ). Peregangan sendi akan mempermudah terjadinya gerak fleksi sedangan penekanan akan mempermudah gerak ekstensi. Penguluran dengan tiba-tiba pada otot ( stretch reflex) reflex) disini spindle otot akan terangsang sehingga terjadi refleks penguluran yang menyebabkan kontraksi otot. Gerakan dimulai dari distal ke proksimal. Gerakan yang saling pemperkuat dalam suatu pola gerak. Disini gerakan yang kuat dari sendi akan memperkuat gerak sendi yang lain. Reaksi gabungan dan iradiasi. Otot yang lemah dibawa dalam kerja, dibawah kemauan dan kesadaran yang penuh terhadap fungsi dan sisa otot dengan melawan tahanan untuk mematahkan spastisitas. Rangsangan maksimal pada antagonis untuk menurunkan rangsangan agonis. Apabila antagonis kontraksi maksimal maka akan diperoleh penurunan spastisitas dari agonis. Penempatan pada refleks inhibitory position. Bila suatu otot diposisikan dalam posisi terulur penuh menurunkan menurunkan ketegangan dari otot tersebut. e.
Indikasi Menurut Garrizon, (2005) indikasi terapi latihan dengan metode PNF
adalah : stroke atau penurunan tingkat kesadaran, kelemahan otot, fase rehabilitasi fisik, klien dengan tirah baring lama
32
f. Kontra indikasi Menurut Garrizon, (2005) kontra indikasi terapi latihan dengan metode PNF adalah kelainan sendi atau tulang, klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung), stroke periode akut g. Pelaksanaan Pelaksanaan terapi latihan dengan metode PNF harus disesuaikan dengan kondisi pasien, untuk pasien stroke akibat trombus dan emboli, jika tidak ada komplikasi lain dapat dimulai setelah 2-3 hari setelah serangan dan bila terjadi perdarahan subarachnoid dimulai setelah 2 minggu, pada trombos atau emboli yang ada infark miokard tanpa komplikasi yang lain dimulai setelah minggu ke 3 dan apabila tidak terdapat aritmia mulai hari ke 10. Pelaksanaannya dilakukan secara rutin dengan waktu latihan antara 45 menit yang terbagi dalam tiga sesi dan tiap sesi diberikan istirahat 5 menit, namun apabila pasien terlihat lelah, ada perubahan wajah dan ada peningkatan menonjol tiap latihan pada vital sign, maka dengan segera harus dihentikan (Sodik, 2002). Menurut Smeltzer & Bare (2002) terapi latihan berupa terapi latihan dengan metode PNF merupakah salah satu bentuk latihan yang efektif sebagai program program rehabilitasi pada pasein stroke. Latihan ini dapat dilakukan 4 sampai 5 kali dalam sehari, terapi latihan PNF efektif dapat meningkatkan kekuatan otot setelah melakukan latihan selama 2-6 minggu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dilakukan oleh Basmara (2011) pelaksanaan terapi latihan dengan metode PNF dimulai pada hari ke 3 dan dilaksanakan selama 2 minggu, 2 kali yaitu pagi dan sore hari. Hasil latihan efektif untuk meningkatkan kekuatan otot pasien stroke.
33
h.
Jenis gerakan
1)
Fleksi adalah gerakan melipat sendi dari keadaan lurus. Contohnya : flexi lengan bawah, flexi jari.
2)
Ekstensi adalah gerakan meluruskan sendi dari keadaan terlipat, keadaan lurus ini mengakibatkan ukuran lengan atas tungkai menjadi lebih panjang dibanding dari keadaan terlipat.
3)
Supinasi adalah gerakan putar kearah luar dari lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan kembali menghadap ke depan
4)
Abduksi adalah gerakan pada bidang frontal untuk “ membuka sudut “ terhadap
garis
tengah.
Contohnya
:
gerakan
merentangkan
lengan,
merentangkan tungkai dan merentangkan jari-jari tangan. 5)
Eksorotasi adalah gerak putar pada sumbu panjang seluruh tungkai kearah luar.
6)
Endorotasi adalah gerak putar pada sumbu panjang seluruh tungkai kearah dalam
i.
Prosedur latihan dengan metode PNF Menurut Wahyono, (2005) terapi latihan metode PNF bisa dillakukan oleh
tenaga fisioterapi maupun perawat yang memiliki ketrampilan melakukan terapi latihan dengan metode PNF. Adapun prosedur terapi latihan dengan metode PNF terdiri dari :
34
1)
Latihan pada anggota gerak atas Posisi pasien tidur terlentang, fisioterapis memberikan latihan sesuai dengan
pola-pola gerakan lengan yang ada dalam teknik PNF yaitu fleksi-abduksieksorotasi, ekstensi-adduksi-endorotasi, ekstensi-abduksi-endorotasi.
Gambar 1 Gerak Latihan Lengan dengan Pola Ekstensi-Abduksi-Eksorotasi Ke FleksiAdduksien-dorotasi dan Sebaliknya (Wahyono, 2005) 2) Latihan pada anggota gerak bawah Posisi pasien tidur terlentang, fisioterapis memberikan latihan sesuai dengan pola-pola gerakan tungkai yang ada dalam teknik PNF yaitu fleksi-abduksieksorotasi, ekstensi-adduksi-endorotasi, dan fleksi-adduksi-endorotasi dengan lutut fleksi.
Gambar 2 Gerak Latihan Tungkai Dengan Pola Ekstensi-Adduksi-Endorotasi Ke Fleksi Abduksi-eksorotasi (Wahyono, 2005)
35
Gambar 3 Gerak Latihan Tungkai Dengan Pola Ekstensi-Adduksi-Endorotasi Ke Fleksi Abduksi-eksorotasi (Wahyono, 2005)
j.
Tehnik latihan dengan metode PNF Menurut Wahyono (2005) teknik-teknik PNF yang digunakan:
1) Rhytmical 1) Rhytmical Initiation Pertama petugas terapi menggerakkan secara pasif terlebih dahulu kemudian pasien diperintahkan oleh fisioterapis untuk mengikuti gerakan tersebut secara aktif. Kedua dilakukan gerakan melawan tahanan ringan pada pola ekstensi dan fleksi. Latihan ini dilakukan 8 kali pengulangan. 2) Timing For Emphasis Pada tungkai kanan, petugas terapi menahan pada kaki pada pola fleksiabduksi-endorotasi dengan lutut fleksi kemudian pasien diperintahkan untuk menggerakkan kakinya. Pada lengan kanan, petugas terapi menahan pada lengan bawah kanan pasien pada pola fleksi-adduksi-eksorotasi dengan siku flexi kemudian
pasien
diprintahkan
untuk
meluruskan
sikunya.
Pada
pola
fleksiabduksi-eksorotasi petugas terapi menahan pergelangan tangan kanan pasien kemudian petugas terapi memerintahkan pasien untuk menggerakkan tangannya. Latihan ini dilakukan 8 kali pengulangan.
36
3) Slow Reversal Petugas terapi menggerakkan lengan secara pasif pada satu pola terlebih dahulu. Tanpa ada relaxasi, ganti dengan gerakan pada pola yang berlawanan. Lalu kembali ke pola gerak awal tanpa relaxasi dengan diberi tahanan ringan dan diberi aba-aba untuk melawan tahanan petugas terapi. Lakukan juga pada tungkai. Latihan dilakukan 8 kali pengulangan. 4. Pengaruh Terapi Latihan Dengan Metode PNF Terhadap Kekuatan otot
Metode PNF merupakan metode latihan untuk fasilitasi pada system neuromuskuler dengan merangsang propioceptif (reseptor sendi). Metode ini
berusaha memberikan rangsangan-rangsangan yang sesuai dengan reaksi yang dikehendaki. M etode PNF menyusun latihan-latihan dalam patron-patron gerakan yang selalu melibatkan lebih dari satu sendi, dalam teknik ini, digunakan sumbersumber fasilitasi seperti gerakan dengan pola memutar dan diagonal ( spiral & diagonal movement dengan menggunakan pola gerak ini akan mempermudah terjadinya gerakan yang diinginkan. Tahanan maksimal (maximal ( maximal resistente) resistente) dengan tahanan maksimal akan memperkuat suatu otot yang menyebarkan rangsangan otot yang lain (timing (timing for emphasis). emphasis). Pegangan tangan, tekanan pada otot dan rangsangan pada otot dan kulit ( grasping grasping technique). technique). Peregangan dan penekanan dalam sendi (traction & approximation/compression approximation/compression ). Peregangan sendi akan mempermudah terjadinya gerak fleksi sedangan penekanan akan mempermudah gerak ekstensi. Penguluran dengan tiba-tiba pada otot ( stretch reflex) reflex) disini spindle otot akan terangsang sehingga terjadi refleks penguluran yang menyebabkan kontraksi otot. Gerakan dimulai dari distal ke proksimal. Gerakan yang saling pemperkuat dalam suatu pola gerak dalam dalam hal ini gerakan yang kuat dari sendi akan memperkuat memperkuat gerak
37
sendi yang lain dapat menstimulasi motor unit sehingga semakin banyak motor
unit yang terlibat maka akan a kan terjadi peningkatan kekuatan otot (Kuntono, 2007).
B. Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen Kekuatan otot pada pasien stroke non hemorogik
Terapi latihan
Metode PNF Fisiologis kekuatan otat Meningkatkan Meningkatkan rangsangan spesifik melalui reseptor sendi (propioseptif).
Meningkatkan respons system neuromuskuler
dari
Menstimulasi motor unit sehingga semakin banyak motor unit yang terlibat Kekuatan otot meningkat
Massa otot dan tonus otot meningkat
- Faktor-faktor
-
Keterangan gambar : Diteliti
mempengaruhi otot Usia Jenis kelamin Frekuensi stroke Jenis stroke Motivasi latihan
: Tidak diteliti Gambar 4 Kerangka Konsep Pengaruh Terapi Latihan Latihan Propioceptif Propioceptif Neuromuscular Facilitation (PNF) Facilitation (PNF) Terhadap Kekuatan Otot Pasien Stroke Non Hemorogik di Rumah Rumah Sakit Umum Klungkung Klungkung
38
yang kekuatan
C. Hipotesis penelitian
Hipotesis dalam suatu penelitian berarti jawaban sementara penelitian, patokan duga atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut, setelah melalui pembuktian dari hasil penelitian maka hipotesis ini dapat benar atau salah, dapat diterima atau ditolak (Sugiyono, 2009). Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah Ha : ada pengaruh pengaruh terapi latihan metode Propioceptif Neuromuscular Facilitation Facilitation (PNF) terhadap kekuatan otot pasien stroke non hemorogik hemorogik di Rumah Sakit Umum Klungkung Klungkung tahun 2013
39