BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh oleh beberapa f akto aktor, yaitu pol polaa pertumbuhan, kebutuhan zat giz gizi, suhu, aktivitas aktivitas air, nil nilai pH, k ondisi lingkungan atmosf atmosf ir ir dan zat kimia. Ber dasarkan suhu, bakteri dapat dibed ibedakan menjad menjadi beberapa jenis jenis, yaitu bakteri ps psikr of of ilik, ps psikr otr of of ik, ik, mesof mesof ilik, termof termof ilik dan termo termotr of of ik. ik. Bakteri ps psikr of of ilik merupakan bakteri yang tumbuh o ptimum pad pada suhu 100C. Bakteri yang dapat tumbuh dengan baik engan baik pa pad da suhu 250C adalah bakteri ps psikr otr of of ik, ik, sedangkan bakteri yang tumbuh pad pada suhu antara 300C dan 370 C merupakan bakteri mesof mesof ilik. Bakteri yang dapat berkembang biak dengan baik 0
pad pada suhu 45-55 C merupakan bakteri termof termof ilik dan bakteri termo termotr of of ik ik 0
merupakan bakteri yang dapat tumbuh dan berkembang baik pa baik pad da suhu 42-46 C (Syarie (Syarieff dan dan Hariy Hariyadi, 1993). 1993). Fakto aktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri adalah disinf inf ektan ektan (zat (zat
kimia) kimia).
inf ektan ektan Disinf
mikr oorgani oorganiss me
dan
memil memiliki
mikr ostatik, ostatik,
at sif at yaitu
mikr osi osidal,
yaitu
menghambat
membunuh pertumbuhan
mikr oorgani oorganiss me (Far (Far diaz iaz, 1992). 1992).
1.2 Tuju Tujuan an
Perco Perco baan pengaruh suhu dan disinf inf ektan ektan terhad terha dap pertumbuhan bakteri ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh f akto aktor luar terhad terha dap pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri tertentu, serta mengatahui suhu o ptimum pertumbuhan ptimum pertumbuhan suatu bakteri. uatu bakteri.
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Optimum untuk Pertumbuhan Bakteri
Pertumbuhan
mikr o ba
dipengaruhi
oleh
lingkungannya.
Menurut
K usnandar et al. (Tanpa tahun), f aktor -f aktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikr oorganisme adalah air, ok sigen, suhu dan nilai pH (keasaman). 2.1.1 Air
Semua organisme membutuhkan air untuk kehidupannya. Air berperan dalam reak si metabolik dalam sel dan merupakan alat pengangkut zat gizi ke dalam sel atau hasil metabolit ke luar sel. Semua kegiatan ini membutuhkan air dalam bentuk cair dan apabila air ter sebut mengalami kristalisasi dan membentuk es atau terikat secara kimiawi dalam larutan gula atau garam, maka air ter sebut tidak dapat digunakan oleh mikr oorganisme (K usnandar et al ., Tanpa tahun). Pengaruh air terhadap pertumbuhan mikr oorganisme dinyatakan sebagai aktivitas air (Aw), yaitu jumlah air bebas yang ter sedia dan dapat digunakan untuk pertumbuhan mikr oorganisme dalam bahan makanan. Jenis mikr oorganisme yang berbeda membutuhkan jumlah air yang berbeda untuk pertumbuhannya. K ebanyakan bakteri dapat hidup pada Aw >0,90, sedangkan kebanyakan kapang dan khamir berturut-turut dapat hidup pada Aw>0,70 dan Aw>0,80. Pada Aw yang rendah, mikr oorganisme akan mati karena sel-sel di mikr oorganisme akan mati karena sel-sel di mikr oorganisme akan ber dif usi ke luar sebagai akibat terjadinya pr oses kesetimbangan osmotik. Dengan kata lain, selama k onsentrasi solute di luar sel lebih besar dibangingkan di dalam sel, maka migrasi air akan terjadi untuk menyeimbnagkan k onsentrasi. Migrasi air dari dalam sel menyebabkan sel mati disebabkan oleh dehidrasi (K usnandar et al ., Tanpa tahun). 2.1.2 Oksigen
Menurut K usnandar et al . (Tanpa tahun), beberapa mikr oorganisme memer lukan ok sigen untuk pertumbuhannya, yang disebut mikr oorganisme aer o bik.
Contoh
mikr oorganisme
aer o bik
adalah
kapang.
Beberapa
mikr oorganisme lainnya, ok sigen ber sif at racun. Mikr oorganisme ini dinamakan 2
anaer o b, seperti
C lostridium
botulinum. K ebanyakan mikr oorganisme dapat
tumbuh pada k ondisi tanpa dan dengan adanya ok sigen. K elompok ini disebut f akultatif anaer o bik, contohnya Bacillus sp., kebanyakan khamir dan bakteri lainnya. 2.1.3 Suhu
Suhu adalah salah satu f aktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan mikr oorganisme. Ber dasarkan suhu o ptimum pertumbuhannya, mikr oorganisme dapat dibedakan atas tiga grup, yaitu psik otr o pik, mesof ilik dan termof ilik (K usnandar et al ., Tanpa tahun). 1.
Psikr otr o pik o
Suhu o ptimum yang dibutuhkan mikr oorganisme adalah 14-20 C, tetapi o
dapat tumbuh lambat pada suhu refrigerator (4 C). K elompok mikr oorganisme ini yang penting pada makanan kaleng adalah
C lostridium
botulinum tipe E dan
strain non- pr oteolitik tipe B dan F. 2.
Mesof ilik o
Suhu o ptimum yang dibutuhkan mikr oorganisme adalah 30-37 C. Suhu ini merupakan suhu normal gudang.
C lostridium
botulinum merupakan salah satu
contoh mikr oorganisme kelompok ini. 3.
Termof ilik o
Suhu o ptimum yang dibutuhkan kebanyakan adalah pada suhu 45-60 C. o
Jika s pora bakteri tidak dapat bergerminasi dan tidak tumbuh di bawah suhu 50 C, o
bakteri ter sebut disebut o bligat termof il. Jika tumbuh pada kisaran suhu 50-66 C o
atau pada suhu yang lebih rendah (38 C), bakteri ini disebut f akultatif termof ilik. o
Beberapa o bligat termof il dapat tumbuh pada suhu 77 C dan bakteri ini sangat o
resisten terhadap pemanasan (121 C selama 60 menit). Bakteri termof ilik tidak mempr oduk si tok sin selama pertumbuhannya pada makanan. Contoh bakteri dari kelompok ini adalah Bacillus stearothermophilus .
3
Gambar 2.1 Graf ik pertumbuhan mikr o ba pada berbagai kisaran suhu pertumbuhan Sumber : Anonim (2009)
2.1.4 Nilai pH
Setiap organisme mempunyai kisaran nilai pH dimana pertumbuhan masih memungkinkan
dan
masing-masing biasanya
mempunyai pH
o ptimum.
K ebanyakan organisme tumbuh pada pH sekitar 7,0 (6,6-7,5), dan hanya beberapa yang dapat tumbuh di bawah pH 4,0. Bakteri mempunyai kisaran pH pertumbuhan lebih sempit dibandingkan dengan kapang dan khamir. K ebanyakan bakteri tidak dapat tumbuh pada pH di bawah 4,0 dan di atas 8,0, sedangkan kapang mempunyai kisaran pH pertumbuhan 1,5-8,5. Oleh karena itu, makanan yang mempunyai pH lebih rendah akan semakin awet karena semakin sedikit jenis mikr oorganisme yang dapat tumbuh (K usnandar et al ., Tanpa tahun).
2.2 Kondisi Optimum, Minimum, dan Maksimum
Pada organisme ber sel satu seperti bakteri, pertumbuhan lebih diartikan sebagai pertumbuhan k oloni, yaitu pertambahan jumlah k oloni, ukuran k oloni yang semakin besar atau subtansi atau massa mikr o ba dalam k oloni ter sebut yang semakin banyak. Hasil pertambahan ukuran dan pembelahan sel ter sebut disebut pertumbuhan po pulasi mikr o ba (Sof a, 2008). Pertumbuhan mikr o ba dalam suatu medium mengalami f ase-f ase yang berbeda, yang berturut-turut disebut dengan f ase lag, f ase ek s ponensial, f a se stasioner dan f ase kematian. Pada f ase kematian ek s ponensia tidak diamati pada k ondis iumum pertumbuhan kultur bakteri, kecuali bila kematian dipercepat dengan penambahan zat kimia tok sik, panas atau radiasi (Sof a, 2008).
4
Pertumbuhan setiap makhluk hidup membutuhkan nutrisi yang mencukupi serta k ondisi lingkungan yang mendukung demi pr oses pertumbuhan ter s ebut, termasuk juga bakteri. Pertumbuhan bakteri pada umumnya akan dipengaruhi oleh f actor lingkungan sepertis uhu. Pengaruh f actor ini akan memberikan gambaran yang memper lihatkan peningkatan jumlah sel yang berbeda dan pada akhirnya memberikan gambaran pula terhadap kurva pertumbuhannya (Darkuni, 2001). 2.2.1 Perbedaan Kondisi Optimum, Minimum, dan Maksimum
Pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh beberapa f actor abiotik antara lain: suhu, kelembapan, cahaya, pH, Aw dan nutrisi. Pertumbuhan bakteri akan mencapai k ondisi o ptimum jika f aktor -f aktor abiotik ter s ebut memenuhi syarat, Hastuti (2007) . 2.2.1.1 Nutrisi
Bakteri
memer lukan
suplai
nutrisi
sebagais
umber energy
dan
pertumbuhan selnya. Unsur -unsur dasar ter sebut adalah karbon, nitr ogen, hidr ogen, ok sigen, sulf ur, fosfor, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya. K etiadaan atau kekurangan sumber -sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan mikr o ba hingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian Anonim (2006). 2.2.1.2 Suhu / Temperatur
MenurutAnonim (2006), suhu merupakan salah satu f actor penting di dalam
mempengaruhi
dan
pertumbuhan
mikr oorganisme.
Suhu
dapat
mempengaruhi mikr o ba dalam dua cara yang ber lawanan. Pertama, suhu yang naik menyebabkan kecepatan metabolism naik dan pertumbuhan dipercepat. Sebaliknya, apabila suhu turun, maka kecepatan metabolism akan menurun dan pertumbuhan diper lambat. K edua, suhu yang naik atau turun secara drastis menyebabkan tingkat pertumbuhan akan terhenti sehingga k ompenen sel menjadi tidak aktif dan rusak, sehingga sel-sel menjadi mati. Ber dasarkan hal diatas, maka suhu yang berkaitan dengan pertumbuhan mikr oorganisme digolongkan menjadi tiga, yaitu suhu minimum, suhu o ptimum dan suhu mak simum. Suhu minimum adalah suhu terendah yang apabila berada di bawahnya maka pertumbuhan terhenti. Suhu dimana pertumbuhan ber langsung paling cepat dan disebut juga suhu inkubasi merupakan suhu o ptimum. Suhu
5
tertinggi dimana pertumbuhan mikr oorganisme tidak terjadi merupakan suhu mak simum. Tabel 2.1 Pengelompokan Bakteri Ber dasarkan Suhu K elompok Suhu Minimum Suhu O ptimum Psikr of il - 15o C. 10o C. Psikr otr of - 1o C. 25o C. Mesof il 5 ± 10o C. 30 ± 37o C. o Thermof il 40 C. 45 ± 55o C. o o Thermotr of 15 C. 42 ± 46 C. Sumber : Anonim (2006)
Suhu Mak simum 20o C. 35o C. 40o C. 60 ± 80o C. o 50 C.
2.2.1.3 pH
Setiap organisme memiliki kisaran pH masing-masing dan memiliki pH o ptimum yang berbeda- beda. K ebanyakan mikr oorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 6,0± 8,0 dan nilai pH diluar kisaran 2,0 sampai 10,0 biasanya ber sif at merusak (Anonim,2006). Menurut
Wasetiawan
(2009), ber dasarkan pH-nya
mikr o ba
dapat
dikelompokkan menjadi 3 yaitu asidof il, mesof il dan alkalif il. Mikr o ba asidof il merupakan mikr o ba yang dapat hidup pada pH 2,0 sampai 5,0. Mikr o ba yang dapat hidup pada pH 5,5-5,8 merupakan mikr o ba mesof il, sedangkan mikr o ba yang dapat bertahan pada pH 8,4-9,5 adalah mikr o ba alkalif il. 2.2.1.4 Ketersediaan Oksigen
Menurut Anonim (2006), mikr oorganisme memiliki karakteristik tertentu di dalam kebutuhannya akan ok sigen. Mikr oorganisme dalam hal ini digolongkan menjadi aer o bik, anaer o b, anaer o b f akultatif dan mikr oaer of ilik. Mikr oorganisme aer o bik merupakan mikr ooraganisme yang dapat tumbuh apabila ter dapat ok sigen bebas. Mikr oorganisme anaer o b merupakan mikr ooraganisme yang dapat tumbuh apabila tidak ter dapat ok sigen bebas. Mikr ooraganisme yang dapat tumbuh baik dengan bantuan ok sigen bebas adalah mikr oorganisme anaer o bic f akultatif , sedangkan mikr oaer of ilik merupakan mikr oorganisme yang dapat tumbuh dengan jumlah ok sigen yang kecil. 2.2.2 Contoh Bakteri pada Masing-Masing Kondisi 2.2.2.1 E. coli
Menurut Balia (Tanpa tahun), bakteri E . coli termasuk bakteri termof ilik. E .
coli tumbuh baik pada suhu 40 C sampais uhu 80 C. Pada suhu 90 C r
r
r
pertumbuhan E . coli sedikit (+), sedangkan pada suhu 97 C tidak ter lihat adanya r
kehidupan (-). Menurut Wasetiawan (2009), pH minimum
E .
coli adalah 4,4, 6
sedangkan pH mak simum E . coli adalah 9,0 dan pH o ptimumnya berkisarantara 6,0 ± 7,0 (Wasetiawan, 2009). 2.2.2.2 Lactobacillus
Menurut Balia (Tanpa Tahun), bakteri
L actobacillus
termasuk pada
bakteri psikr of ilik. Bakteri ini hidupa pada suhu rendah, seperti di dalam lemari pendingin dan mudah merusak makanan seperti daging dan ikan. Menurut Wasetiawan (2009), pH minimum Lactobacillus acidophilus adalah sekitar 4,0± 4,6 sedangkan pH mak simumnya adalah 6,8 dan pH o ptimumnya berkisar antara 5,8 ±6,6 (Wasetiawan, 2009).
2.3 Desinfektan
Ter dapat 2 cara untuk membebaskan pr oduk makanan dari kuman, yaitu sterilisasi dan pasteurisasi. Sterilisasi sendiri merupakan pr oses bebas kuman, virus, s pora dan jamur yang dapat dilakukan dengan cara alami maupun kimiawi. Secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan antiseptik maupun desinf ektan. Selama ini, masyarakat sering memiliki per s epsi yang salah. Mereka menanggap keduanya merupakan alat sterilisasi yang sama. Padahal ter dapat perbedaan antara keduanya. Desinf ektan berarti senyawa untuk mencegah inf ek s i dengan jalan penghancuran atau pelarutan jasad renik patogen dikenakan pada jaringan tak hidup sedangkan antiseptic berarti senyawa untuk mencegah inf ek s i yang dikenakan pada jaringan hidup (R ahayu, Tanpa tahun). 2.3.1 Macam-macam Desinfektan
Desinf ektan dibagi menjadi 2 yaitu yang berbentuk f isik dan kimia. Disinf ektan f isik dapat berupa panas dan sinar. Panas ter sebut berasal dari pr oses melewatkan ke pemanas atau penyempr otan dengan air panas. Disinf ektan f isik juga dapat berasal dari sinar, seperti sinar UV dan gamma (R ahayu, Tanpa tahun). Menurut R ahayu (Tanpa tahun), desinf ektan yang berasal dari bahan kimia dapat berupa spray, sabun, aer osol, serta f umigasi. K resol, f enol, ammonium kuarterner, k lorin, asam HOCl, formalin dan iodofor merupakan contoh dari desinf ektan kimia. K resol ef ektif membunuh bakteri, virus tetapi tidak membunuh s pora. Bahan ini ber sif at k or osif , tok sik dan pada k onsentrasi tinggi dapat
7
meninggalkan warna sehingga tidak boleh digunakan sebagai desinf ektan bahan pangan. Fenol dapat digunakan untuk membunuh bakteri, virus, dan f ungi. Ammonium kuarterner ter susun atas bagian yang hidr ofo bik dan hidr of ilik. Ammonium kuarterner ef ektif melawan bakteri gram negatif dan positif , f ungi, serta virus, tetapi tidak ef ektif untuk virus PMK dan bakteri
M ycobacterium
tuberculosis (R ahayu, Tanpa tahun). Klorin merupakan desinf ektan kimia yang mampu melawan bakteri dan banyak virus. Ef ektivitas k lorin menurun apabila ter dapat materi organik, seperti amoniak dan senyawa-senyawa amino. Asam HOCl merupakan desinf ektan yang dapat bereak si dengan berbagai senyawa, baik senyawa organik maupun senyawa anorganik. Formalin dapat digunakan untuk f umigasi telur dlm almari yg dirancang khusus k or osif
dan berpotensi kar sinogenik. Iodofor merupakan
antiseptik dan desinf ektan. Iodofor ter susun atas iodin dan zat-zat yang larut di dalamnya. Bahan penyusun ter sebut dilarutkan dalam air iodin bebas. Iodofor ber sif at kurang tok sik dibanding dengan desinf ektan lain, tetapi tidak ef ektif digunakan pada materi organik. Iodofor merupakan antiseptik untuk kulit dan dapat menginaktivasi pr otein mikr o ba. Pada k onsentrasi iodofor yang tinggi, ef ektivitas bahan ini untuk menghambat mikr o ba akan menurun (R ahayu, Tanpa tahun). Desinf ektan ada yang ber sif at asam dan alkali. Desinf ektan yang ber sif at asam ter dapat 2 jenis, yaitu desinf ektan asam organik dan anorganik. Desinf ektan asam organik berupa asam salisilat dan benzoat salep yang dapat melunakkan tanduk dan 2
membunuh jamur. Desinf ektan asam anorganik berupa HCl dan
4
H SO 0,1 N dan ber sif at k or osif (R ahayu, Tanpa tahun). Desinf ektan yang berupa alkali adalah caustic soda (NaOH), CaO, chlorhexidine dan alk ohol.
C austic
soda (NaOH) merupakan bahan yang sangat
aktif jika dicampur air panas. Penggunanya harus menggunakan sarung tangan, pakaian khusus dan sepatu karet. CaO dikenal juga dengan lime atau quiclime. CaO berubah menjadi Ca(OH)2 apabila ditambahkan dengan air. Ca(OH)2 dapat digunakan untuk melarutkan kuman. K elemahan CaO adalah ketidakmampuannya untuk membunuh s pora anthrax dan C lostridium (R ahayu, Tanpa tahun).
8
C hlorhexidine
merupakan bahan yang tidak ber sif at tok sik.
ef ektif melawan bakteri
gram
negatif
dan positif .
C hlorhexidine
C hlorhexidine
juga
dik ombinasikan dengan sur f aktan, zat warna atau bahan lain, seperti gliserin. Alk ohol mampu membunuh sel vegetatif bakteri dan jamur, tetapi tidak s por osidal. Alk ohol yang biasa digunakan sebagai desinf ektan ialah etil dan iso pr o pil alk ohol. K eduanya ef ektif pada k onsentrasi 70%. Konsentrasi yang lebih besar atau sama dengan 90% serta kurang dari 50%, ef ektif itasnya akan menurun. Penurunan ef ektif itas pada alk ohol 90% disebabkan oleh berkurangnya jumlah air (R ahayu, Tanpa tahun).
9
BAB III METODE KERJA
3.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum pengaruh f actor luar terhadap pertumbuhan bakteri adalah mikr o pipet dan tip, cawan petri, bunsen, pinset, inkubator,
vortex,
colony counter dan paper disk . Bahan- bahan yang digunakan
adalah biakan murni Bacillus subtilis, biakan murni E scherichia coli, media NA, alcohol 0%, 50%, 70% dan 96%.
3.2 Prosedur Ker ja 3.2.1 Faktor Suhu
1. Sebanyak 0,5 ml kultur dipindahkan ke cawan petri menggunakan mikr o pipet dan tip. 2. K ultur ter sebut dibiakkan dengan menggunakan media NA kemudian digerakkan membentuk angka 8 dan biarkan sampai padat. 3. Cawan petri ter sebut diinkubasi dalam inkubator selama 48 jam dengan suhu sesuai masing-masing per lakuan dan diamati jumlah bakteri yang tumbuh. Tabel 3.1 Per lakuan pengaruh suhu K elompok 1 2 3 4 5 6
Suhu Inkubasi 40C 0 37 C 0 55 C 0 4C 37 0C 55 0C
K ultur Bacillus subtilis
scherichia E
coli
3.2.2 Faktor Disinfektan
1. Sebanyak 0,5 ml kultur dipindahkan ke cawan petri menggunakan mikr o pipet dan tip. 2. K ultur ter sebut dibiakkan dengan menggunakan media NA kemudian digerakkan membentuk angka 8 dan biarkan sampai padat. 3. Paper disk dicelupkan ke dalam larutan disinf ektan sesuai dengan k onsentrasi masing-masing per lakuan dan antara paper disk yang satu dengan lin diberi jarak agar ter lihat daerah penghambatannya. 10
0
4. Cawan ter sebut diinkubasi pada suhu 37 C selama 48 jam, kemudian daerah pengahambatannya dihitung. Tabel 3.2 Per lakuan Pengaruh Konsentrasi Disinf ektan K elompok Konsentrasi K ultur 1 0%, 50% Bacillus subtilis 2 0%, 70% 3 0%, 96% 4 0%, 50% scherichia coli E 5 0%, 70% 6 0%, 96%
11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Bacillus subtilis
4.1.1 FaktorSuhu
Pada praktikum ini dilakukan pengujian pengaruh suhu terhadap o
o
o
pertumbuhan Bacillus subtilis pada suhu 0 C, 37 C, dan 55 C. Pemberian o
per lakuan suhu 0 C dilakukan di dalam lemari es, sehingga tidak benar - benar o
o
mencapai suhu 0 C, melainkan suhu 5 C. Pengamatan bakteri dilakukan pada medium padat dengan metode pour plate. Setelah dilakukan pengamatan, bakteri Bacillus subtilis tumbuh paling baik o
o
o
pada suhu 37 C. Pada suhu 5 C dan 55 C, Bacillus subtilis tidak tumbuh sama sekali. Hal ter sebut menunjukkan bahwa bakteri Bacillus subtilis tumbuh baik o
pada suhu 37 C yang berarti merupakan jenis bakteri mesof ilik. 4.1.2 FaktorDesinfektan
Pada praktikum ini, desinf ektan yang digunakan adalah alk ohol 0%, 50%, 70%, dan 96%. Hasil praktikum menunjukkan bahwa desinf ektan alk ohol l0%, 50%, dan 96% tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis. Alk ohol dengan k onsentrasi 70% saja yang dapat menghambat pertumbuhan 2
bakteri Bacillus subtilis, dengan luas area penghambatan 2,1 cm .
4.2
Escherichi a coli
4.2.1 FaktorSuhu
Pada praktikum ini dilakukan pengujian pengaruh suhu terhadap o
o
o
pertumbuhan E sherichia coli pada suhu 0 C, 37 C dan 55 C. Pemberian per lakuan o
o
suhu 0 C berubah menjadi 5 C karena dilakukan di dalam lemari es. Pengamatan bakteri dilakukan pada medium padat dengan metode pour plate. Pada praktikum ini didapati E scherichia coli tumbuh paling baik pada suhu 37oC, o
o
sedangkan pada suhu 5 C dan 55 C, E scherichia coli tidak tumbuh. Menurut Clif ton (1958),
E
o
scherichia coli mulai berepr oduk si pada suhu 10 C, suhu o
minimum pertumbuhan adalah 37 C dan bertambah dengan cepat pada suhu diatas 12
o
o
45 C, namun mulai menurun pada suhu 50 C. Hal ini menunjukkan bahwa sherichia E
coli merupakan bakteri mesof ilik dengan suhu o ptimum pertumbuhan
18oC ± 45oC. 4.2.2 Faktor Desinfektan
Pada praktikum ini, desinf ektan yang digunakan sama yaitu alk ohol dengan empat macam k onsentrasi, yaitu 0%, 50%, 70% dan 96%. Hasil praktikum menunjukkan bahwa desinf ektan alk ohol 0%, 50%, 70%, maupun 96% tidak ada yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri E scherichia coli.
4.3 Perbandingan Faktor Desinfektan 4.3.1 Perhitungan Luas Area Penghambatan
Ber dasarkan hasil perhitungan luas area penghambatan, diketahui bahwa k onsentrasi desinf ektan sebesar 50% merupakan yang paling berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan bakteri, baik kultur Bacillus subtilis maupun kultur E schericia
coli. Luas area penghambatan yang dihasilkan desinf ektan dengan
k onsentrasi 50% pada media lebih besar daripada luas area penghambatan yang dihasilkan desinf ektan dengan k onsentrasi 70% dan 96%. Luas area penghambatan bakteri Bacillus subtilis pada k onsentrasi 2
desinf ektan 50% adalah sebesar 116,84 mm sedangkan luas area penghambatan bakteri E schericia coli pada k onsentrasi desinf ektan 50% adalah sebesar 152,76 2
mm . Luas area penghambatan bakteri
E
schericia coli yang lebih besar
menunjukkan rendahnya resistensi kultur ter sebut terhadap alk ohol jika dibandingkan dengan resistensi Bacillus subtilis. Padahal menurut literatur, resistensi kultur E schericia coli lebih besar dibandingkan dengan resistensi kultur Bacillus subtilis sehingga seharusnya sedangkan luas area penghambatan bakteri schericia E
coli lebih kecil daripada luas area penghambatan bakteri Bacillus
subtilis (Sar les, 1956). 4.3.2 Perbandingan Pengaruh Desinfektan Terhadap Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif
Ber dasarkan praktikum, didapatkan hasil bahwa luas area penghambatan bakteri E schericia coli ( bakteri Gram negatif) lebih besar daripada luas area penghambatan bakteri Bacillus subtilis ( bakteri Gram positif). Akan tetapi
13
ber dasarkan literatur, luas area penghambatan bakteri E schericia coli seharusnya lebih kecil daripada luas area penghambatan bakteri Bacillus subtilis (Sar les, 1956). R esistensi bakteri Gram negatif yang lebih tinggi terhadap desinf ektan dibandingkan dengan resistensi bakteri Gram positif berkaitan dengan adanya jaringan peptidoglikan pada dinding sel bakteri Gram negatif yang mampu menyerap sebagian besar desinf ektan sehingga tidak mampu membunuh k oloni bakteri ter sebut secara menyeluruh. Pada bakteri Gram positif yang dinding selnya tidak dilapisi peptidoglikan, desinf ektan akan langsung menyerang ke inti sel bakteri dan mematikan bakteri ter sebut.
14
BAB V KESIMPULAN
Ber dasarkan perbedaan suhu, bakteri E scherichia coli dan Bacillus subtilis termasuk bakteri mesof ilik dengan suhu o ptimum 18oC±45oC. Desinf ektan alk ohol 70% dapat menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis, sedangkan alk ohol dengan berbagai k onsentrasi tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri E scherichia coli. Luas area penghambatan bakteri
E
schericia coli yang lebih besar
menunjukkan rendahnya resistensi kultur ter sebut terhadap alk ohol jika dibandingkan dengan resistensi Bacillus subtilis. Bakteri Gram negatif cenderung akan lebih resisten terhadap desinf ektan dibandingkan dengan bakteri Gram positif akibat adanya jaringan peptidoglikan pada bakteri Gram negatif yang mampu menghambat kerja desinf ektan.
15