28
ASUHAN KEPERAWATAN
SINDROM GANGGUAN PERNAFASAN
(RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME / RDS)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak
Oleh:
KELOMPOK 5
ENIK TRISWATI (1613082)
MOCH. OSCAR S.P (1712031)
DEWI SUPRIH S (1712041)
M. RIFQI AMALYA F (1712036)
FITRI KURNIA H (1712051)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
KELAS ALIH JENJANG TAHUN AJARAN 2017/2018
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PATRIA HUSADA BLITAR
Jl. Sudanco Supriyadi 168 Blitar, Telp/Faks : (0342) 814086
Definisi
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi yang kurang (Mansjoer, 2002).
Sindrom gawat napas pada neonatus (SGNN), dalam bahasa Inggris disebut neonatal respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali per menit; sianosis; merintih waktu ekspirasi (expiratory grunting); dan retraksi di daerah epigastrium, suprasternal, intekostal pada saat inspirasi. Bila di dengar dengan stetoskop akan terdengar penurunan masukan udara dalam paru.
Istilah SGNN merupakan istilah umum yang menunjukkan terdapatnya kumpulan gejala tersebut pada neonatus. Sindrom ini dapat terjadi karena adanya kelainan di dalam atau di luar paru. Beberapa kelainan paru yang menunjukkan sindrom ini adalah pneumotoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH), pneumonia aspirasi, dan sindrom Wilson-mikity (Ngastiyah, 2005).
Etiologi
RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu. Semakin tinggi kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia kehamilan, semakin rendah kejadian RDS (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu, sekitar 5% pada bayi yang lebih dari 37 minggu dan jarang pada bayi cukup bulan. Kenaikan frekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes, persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu, kehamilan multi janin, persalinan seksio sesaria, persalinan cepat, asfiksia, stress dingin dan adanya riwayat bahwa bayi sebelumnya terkena, insidens tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit putih (Nelson, 1999).
Faktor-faktornya antara lain :
Faktor ibu
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit diabetes mellitus, dan lain-lain
Faktor plasenta
Faktor plasenta meliputi sulosio plasenta, pendarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya
Faktor janin
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, kelainan kongenital pada neonaatus dan lain-lain. Kegawatan neonatal seperti kehilangan darah dalam periode perinatal, aspirasi mekonium, pneumotoraks akibat tindakan resusitasi, dan hipertensi pulmonal dengan pirau kanan ke kiri yang membawa darah keluar dari paru.
Faktor persalinan
Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain-lain. Bayi yang lahir dengan operasi sesar, berapa pun usia gestasinya dapat mengakibatkan terlambatnya absorpsi cairan paru (Transient Tachypnea of Newborn)
Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kola Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang merata dan jarang ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi), sehingga untuk bernapas berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali perapasan menjadi sukar seperti saat pertama kali pernapasan (saat kelahiran). Sebagai akibatnya, janin lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada ia terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya, ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat menyebabkan atelektasis.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary vaskular resistem (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal. Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi, darah janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.
Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan vektilisasi pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya menyebabkan metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik menghasilkan timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital. Akibat lain adalah kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli dan menghambat pertukaran gas.
Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon dioksida dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan pH menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru dan perfusi alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan menurun tajam, serta materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke dalam alveoli.
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi normal, asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan penurunan surfaktan lebih lanjut (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
D. PathwaySekunderPrimerIbu diabetesPerdarahan antepartum, hipertensi hipotensi (pada ibu)Bayi prematurPemberian kadar O2 yang tinggi Hiperinsulinemia janinImaturitas paruPembentukan membran hialin surfaktan paru belum sempurnaSeksio sesariaAspirasi mekonium (pneumonia aspirasi)Asfiksia neonatorum Janin kekurangan O2 dan kadar CO2 meningkat Pengeluaran hormon stress oleh ibuResusitasi neonatus Pneumotorak, sindrom wilson, mikity `
D. Pathway
Sekunder
Primer
Ibu diabetes
Perdarahan antepartum, hipertensi hipotensi (pada ibu)
Bayi prematur
Pemberian kadar O2 yang tinggi
Hiperinsulinemia janin
Imaturitas paru
Pembentukan membran hialin surfaktan paru belum sempurna
Seksio sesaria
Aspirasi mekonium (pneumonia aspirasi)
Asfiksia neonatorum
Janin kekurangan O2 dan kadar CO2 meningkat
Pengeluaran hormon stress oleh ibu
Resusitasi neonatus
Pneumotorak, sindrom wilson, mikity
Pernapasan intra uterin
Pernapasan intra uterin
Insufisiensi pada bayi prematurSumbatan jalan napas parsial oleh air ketuban dan mekoniumGangguan perfusi darah uterus
Insufisiensi pada bayi prematur
Sumbatan jalan napas parsial oleh air ketuban dan mekonium
Gangguan perfusi darah uterus
Trauma akibat kadar O2 yang tinggi Gangguan perfusi Mengalir ke janin pematangan paru bayi yang berisi airSirkulasi utero plasenter kurang baik
Trauma akibat kadar O2 yang tinggi
Gangguan
perfusi
Mengalir ke janin pematangan paru bayi yang berisi air
Sirkulasi utero plasenter kurang baik
Menekan sintesis surfaktan Kerusakan surfaktanBayi prematur; dismaturitas
Menekan sintesis surfaktan
Kerusakan surfaktan
Bayi prematur; dismaturitas
Pertumbuhan surfaktan paru belum matang
Pertumbuhan surfaktan paru belum matang
Penurunan produksi surfaktan
Penurunan produksi surfaktan
Meningkatnya tegangan permukaan alveoli
Meningkatnya tegangan permukaan alveoli
Ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi
Ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi
Kolaps paru (atelektasis) saat ekspirasiRESPIRATORY DISTRESS SYNDROME / RDSSurfaktan menurun
Kolaps paru (atelektasis) saat ekspirasi
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME / RDS
Surfaktan menurun
Hipoksia Kolaps paruGangguan ventilasi pulmonalPembentukan fibrinFibrin & jaringan yang nekrotik membentuk lapisan membran hialinKerusakan endotel kapiler dan epitel duktus arterioususTransudasi alveoliPe kesadaranKelemahan ototDilatasi pupilKejangLetargiMK : Resti cideraGangguan fungsi serebralIskemiaOtakMK : Termoregulasi tidak efektifMK : Resti penurunan curah jantungMK : kerusakan pertukaran gasPe sirkulasi paru dan pulmonalMe nya aliran darah pulmonalParuMembran hialin melapisi alveoliMenghambat pertukaran gasBayi kehilangan panas tubuh/tdk dapat me kan panas tubuhM nya perfusi ke organ vitalPenurunan curah jantungPe pH dan PaO2Asidosis respiratorikRetensi CO2Vasokontriksi beratHipoperfusi jaringan paruAliran darah dari kanan ke kiri melalui arteriosus dan foramen ovalePeningkatan pulmonary vaskular resistence (PVR)Pembalikan parsial sirkulasi darah janinMe nya aliran darah pulonalKurangnya cadangan glikogen dan lemak coklatAsidosis metabolikTimbunan asam laktatMetabolisme anaerobP oksigenasi jaringanKontriksi vaskularisasi pulmonalRespon menggigil pada bayi kurang/tidak adaHipoglikemia Peningkatan metabolisme (membutuhkan glikogen lebih banyak Masukan oral tidak adekuat/ menyusu buruk MK : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh DispenaTakipneaApneaRetraksi dinding dadaPernapasan cuping hidungMengorokKelemahan Tekanan negatif intra toraks yang besar Janin tidak dapat menjaga rongga paru tetap mengembang Usaha inspirasi yang lebih kuat MK : Pola nafas tidak efektif, intoleransi aktivitas
Hipoksia
Kolaps paru
Gangguan ventilasi pulmonal
Pembentukan fibrin
Fibrin & jaringan yang nekrotik membentuk lapisan membran hialin
Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus arteriousus
Transudasi alveoli
Pe kesadaran
Kelemahan otot
Dilatasi pupil
Kejang
Letargi
MK : Resti cidera
Gangguan fungsi serebral
Iskemia
Otak
MK : Termoregulasi tidak efektif
MK : Resti penurunan curah jantung
MK : kerusakan pertukaran gas
Pe sirkulasi paru dan pulmonal
Me nya aliran darah pulmonal
Paru
Membran hialin melapisi alveoli
Menghambat pertukaran gas
Bayi kehilangan panas tubuh/tdk dapat me kan panas tubuh
M nya perfusi ke organ vital
Penurunan curah jantung
Pe pH dan PaO2
Asidosis respiratorik
Retensi CO2
Vasokontriksi berat
Hipoperfusi jaringan paru
Aliran darah dari kanan ke kiri melalui arteriosus dan foramen ovale
Peningkatan pulmonary vaskular resistence (PVR)
Pembalikan parsial sirkulasi darah janin
Me nya aliran darah pulonal
Kurangnya cadangan glikogen dan lemak coklat
Asidosis metabolik
Timbunan asam laktat
Metabolisme anaerob
P oksigenasi jaringan
Kontriksi vaskularisasi pulmonal
Respon menggigil pada bayi kurang/tidak ada
Hipoglikemia
Peningkatan metabolisme (membutuhkan glikogen lebih banyak
Masukan oral tidak adekuat/ menyusu buruk
MK : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Dispena
Takipnea
Apnea
Retraksi dinding dada
Pernapasan cuping hidung
Mengorok
Kelemahan
Tekanan negatif intra toraks yang besar
Janin tidak dapat menjaga rongga paru tetap mengembang
Usaha inspirasi yang lebih kuat
MK : Pola nafas tidak efektif, intoleransi aktivitas
Manifestasi Klinis
Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 100-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Sering disertai dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir kehamilan. Tanda gangguan pernapasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama. Setelah lahir dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24-72 jam. Bila keadaan membaik, gejala akan menghilang pada akhir minggu pertama.
Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran klinis seperti dispnea atau hiperpneu, sianosis karena saturasi O2 yang menurun dan karena pirau vena-arteri dalam paru atau jantung, retraksi suprasternal, epigastrium, interkostal dan respiratory grunting. Selain tanda gangguan pernapasan, ditemukan gejala lain misalnya bradikardia (sering ditemukan pada penderita penyakit membran hialin berat), hipotensi, kardiomegali, pitting oedema terutama di daerah dorsal tangan/kaki, hipotermia, tonus otot yang menurun, gejala sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi (Staf Pengajar IKA, FKUI, 1985).
Klasifikasi
Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor Downes. Penilaian dengan sistem skoring ini sebaiknya dilakukan tiap setengah jam untuk menilai progresivitasnya.
Pemeriksaan
Skor
0
1
2
Frekuensi napas
< 60 x/menit
– 80 x/menit
> 80 x/menit
Retraksi
Tidak ada retraksi
Retraksi ringan
Retraksi berat
Sianosis
Tidak ada sianosis
Sianosis hilang dengan O
Sianosis menetap walaupun diberi O
Air entry
Udara masuk
Penurunan udara masuk
Tidak ada udara masuk
Merintih
Tidak merintih
Dapat di dengan dengan stetoskop
Dapat didengar tanpa alat bantu
Evaluasi : < 3 = Gawat napas ringan
4 – 5 = Gawat napas sedang
> 6 = Gawat napas berat
Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress Pernafasan
Pemeriksaan
Kegunaan
Kultur darah
Menunjukkan keadaan bakteriemia
Analisa gas darah
Menilai derajat hipoksemia
Menilai keseimbangan asam basa
Glukosa darah
Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia dapat menyebabkan atau memperberat takipnea
Rontgen toraks
Mengetahui etiologi distress nafas
Darah rutin dan hitung jenis
Leukositosis menunjukkan adanya infeksi
Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis
Pulse oxymetri
Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen
Gambaran radiologis
Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika dan lain-lain. Gambaran klasik yang ditemukan pada foto rontgen paru ialah adanya bercak difus berupa infiltrate retikulogranuler ini, makin buruk prognosis bayi. Beberapa sarjana berpendapat bahwa pemeriksaan radiologis ini dapat dipakai untuk mendiagnosis dini penyakit membran hialin, walaupun manifestasi klinis belum jelas.
Gambaran laboratorium
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium diantaranya adalah :
Pemeriksaan darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45 mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama. Kadar PaO2 menurun disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru dan karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena gangguan ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH darah menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya asidosis respiratorik dan metabolik dalam tubuh.
Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik, frekuensi pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan memperhatikan pula perubahan pada fungsi paru lainnya seperti 'tidal volume' menurun, 'lung compliance' berkurang, functional residual capacity' merendah disertai 'vital capacity' yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi paru akan terganggu.
Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten, pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.
Gambaran patologi/histopatologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan membran hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping itu terdapat pula bagian paru yang mengalami enfisema. Membran hialin yang ditemukan yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal dari darah atau sel epitel ductus yang nekrotik.
Pencegahan
Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini adalah pertumbuhan paru yang belum sempurna. Karena itu salah satu cara untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah kelahiran bayi yang maturitas parunya belum sempurna. Maturasi paru dapat dikatakan sempurna bila produksi dan fungsi surfaktan telah berlangsung baik (Gluck, 1971) memperkenalkan suatu cara untuk mengetahui maturitas paru dengan menghitung perbandingan antara lesitin dan sfigomielin dalam cairan amnion.
Bila perbandingan lesitin/sfingomielin sama atau lebih dari dua, bayi yangakan lahir tidak akan menderita penyakit membrane hialin, sedangkan bila perbandingan tadi kurang dari tiga berati paru-paru bayi belum matang dan akan mengalami penyakit membrane hialin. Pemberian kortikosteroid dianggap dapat merangsang terbentuknya surfaktan pada janin. Cara yang paling efektif untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah prematuritas.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medik tindakan yang perlu dilakukan
Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembaban ruangan juga harus adekuat (70-80%).
Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati karena berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur. Pemberian O2 yang terlalu bhhhhhhhanyak dapat menimbulkan komplikasi seperti : fibrosis paru, kerusakan retina (fibroplasias retrolental), dll.
Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlut untuk mempertahankan homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari. asidosis metabolik yang selalu dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara intravena.
Pemberian antibiotik. Bayi dengan PMH perlu mendapatkan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-100.000 u/kg BB/hari atau ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kg BB/hari.
Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan eksogen (surfaktan dari luar), obat ini sangat efektif, namun harganya amat mahal.
Penatalaksanaan keperawatan
Bayi dengan PMH adalah bayi prematur kecil, pada umumnya dengan berat badan lahir 1000-2000 gram dan masa kehamilan kurang dari 36 minggu. Oleh karena itu, bayi ini tergolong bayi berisiko tinggi. Apabila menerima bayi baru lahir yang demikian harus selalu waspada bahaya yang dapat timbul. Masalah yang perlu diperhatikan ialah bahaya kedinginan (dapat terjadi cold injury), risiko terjadi gangguan pernapasna, kesukaran dalam pemberian makanan, risiko terjadi infeksi, kebutuhan rasa aman dan nyaman (kebutuhan psikologik) (Ngastiyah, 2005).
Penatalaksanaan secara umum (Sudarti dan Endang Khoirunnisa, 2010):
Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5%
Pantau selalu tanda vital
Jaga kepatenan jalan nafas
Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal) e. Jika bayi mengalami apneu
Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan g. Lakukan penilaian lanjut
Segera periksa kadar gula darah
Pemberian nutrisi edekuat
Setelah manajemen umum segera lakukan manajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas
Manajemen spesifik dan manajemen lanjut antara lain
Pentalaksanaan pada gangguan nafas ringan (Sudarti dan Endang Khoirunnisa, 2010) . Gangguan nafas ringan pada bayi yang mengalami gangguan nafas ringan disebut Transient Tacypnea of the Newborn (TTN) yang biasanya terjadi karena bedah sesar. Kondisi ini dapat normal kembali tanpa adanya pengobatan. Gangguan nafas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya
Bila pernafasan memburuk atau timbul gejala sepsis, terapi untuk mengurangi sepsis
Berikan ASI bila bayi mampu menyusui, jika tidak mampu peras ASI
Kurangi pemberian O secara bertahap bila ada perbaikan gangguan nafas, hentikan pemberian O jika frekuensi nafas antara 30-6- kali/menit
Amati bayi selama 24 jam selanjutnya, jika frekuensi nafas menetap antaran 30-60 kali/menit, tidak ada sepsis, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan bayi dapat dipulangkan.
Gangguan nafas sedang (Sudarti dan Endang Khoirunnisa, 2010)
Lanjutkan pemberian O dengan kecepatan aliran sedang
Bayi tidak diberikan minum
Ambil sampel darah untuk kultur dan berikan antibiotic (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis jika tidak ada tanda-tanda sebagai berikut ; Suhu aksiler 39ºC, Air ketuban bercampur mekonium, Riwayat infeksi intrauterine, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (>18 jam)
Bila suhu aksiler 34-36,5ºC atau 37,5-39ºC tangani untuk masalah suhu abnormal dan ulang setelah 2 jam: Bila suhu masih belum stabil atau gangguan pernafasan masih belum ada perbaikan, ambil sampel darah dan berikan antibiotik untuk terapi kemungkinan sepsis, Jika suhu abnormal, teruskan amati bayi. Jika suhu kembali abnormal ulangi tahapan diatas
Bila tidak ada tanda-tanda ke arah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam. Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis.
Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan (frekuensi nafas menurun, tarikan dinding dada berkurang atau suara merintih berkurang) ; Kurangi terapi O secara bertahap, Pasang pipa lambung dan berikan ASI peras setiap 2 jam, Bila pemberian O tidak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih menyusui
Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Jika bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O selama 3 hari, bayi dapat dipulangkan dan bayi sudah bisa diberikan ASI
Gangguan Napas Berat Semakin kecil bayi kemungkinan terjadi gangguan nafas semakin sering dan semakin berat. Pada bayi kecil ( berat lahir < 2500 gram atau umur kehamilan <37 minggu) gangguan nafas kering memburuk dalam waktu 36-48 jam pertama dan tidak banyak terjadi perubahan dalam satu dua hari berikutnya dan kemudian akan membaik pada hari ke 4-7.
Tentukan pemberian O dengan kecepatan aliran sedang (antara rendah dan tinggi)
Tangani sebagai kemungkinan besar sepsis
Bila bayi menunjukkan tanda pemburukan atau terhadap terhadap sianosis sentral,naikan pemberian O2 pada kecepatan aliran tinggi. Jika gangguan nafas bayi semakin berat dan sianosis sentral menetap walaupun diberikan O2 100% bila kemungkinan segera rujuk bayi kerumah sakit rujukan atau ada fasilitas dan mampu memakai ventilator mekanik.
Jika gangguan nafas masih menetap selama 2 jam, pasang pipa lambung untuk mengosongkan cairan lambung dan udara
Nilai kondisi bayi 4 kali sehari apa bila ada tanda perbaikan
Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekuensi nafas menurun, tarikan dinding dada berkurang, warna kulit membaik), maka :
Kurangi pemberian O Jangan meneruskan pemberian O bila tidak perlu hentikan pemberian O bila bayi diletakkan pada udara ruangan tanpa pemberian O tidak mengalami gangguan nafas dan tampak kemerahan.
Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambunng.
Bila pemberian O tak diperlukan lagi,bayi mulai dilatih dengn menggunakan salah satu alternafif cara pemberian minum
Komplikasi
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi 3 hal:
Ruptur alveoli
Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada 19 bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap
Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi
Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular
Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik
PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya. Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi
Retinopathy premature
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.
ASUHAN KEPERAWATAN
(RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME = RDS)
1.Pengkajian
Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal pengkajian.
Riwayat kesehatan
Riwayat maternal
Menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti perdarahan plasenta, tipe dan lamanya persalinan, stress fetal atau intrapartus.
Status infant saat lahir
Prematur, umur kehamilan, apgar score (apakah terjadi asfiksia), bayi lahir melalui operasi caesar.
Data dasar pengkajian
Cardiovaskuler
Bradikardia (< 100 x/i) dengan hipoksemia berat
Murmur sistolik
Denyut jantung DBN
Integumen
Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
Pitting edema pada tangan dan kaki
Mottling
Neurologis
Immobilitas, kelemahan
Penurunan suhu tubuh
Pulmonary
Takipnea (> 60 x/i, mungkin 30-100 x/i)
Nafas grunting
Pernapasan cuping hidung
Pernapasan dangkal
Retraksi suprasternal dan substernal
Sianosis
Penurunan suara napas, crakles, episode apnea
Status behavioral
Letargi
Pemeriksaan Doagnostik
Sert rontgen dada : untuk melihat densitas atelektasi dan elevasi diafragma dengan over distensi duktus alveolar
Bronchogram udara : untuk menentukan ventilasi jalan napas
Data laboratorium :
Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
Lesitin/spingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas paru
Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
Tingkat phospatydylinositol
AGD : PaO2 < 50 mmHg, PaCO2 > 50 mmHg, saturasi oksigen 92%-94%, pH 7,3-7,45.
Level potassium : meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar yang rusak
Diagnosa Keperawatan
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolar
Pola napas tidak efektif berhubungandengan kelelahan otot pernapasan
Rencana Asuhan Keperawatan
No.
Diagnosa Keperawatan (NANDA)
Tujuan/Kriteria Hasil (NOC)
Intervensi
(NIC)
1
Gangguan pertukaran gas
Definisi: Kelebihan atau deficit oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolar-kapiler.
Berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolar ditandai dengan:
Batasan karakteristik:
Diaphoresis
Dispnea
Gangguan penglihatan
Gas darah arteri abnormal
Gelisah
Hiperkapnia
Hipoksemia
Hipoksia
Iritabilitas
Konfusi
Napas cuping hidung
Penurunan kabondioksida
pH arteri abnormal
Pola pernapasan abnormal (mis., kecepatan, irama, kedalaman)
Sakit kepala saat bangun
Somnolen
Takikardia
Warna kulit abnormal (mis., pucat, kehitaman)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam … X 24 jam diharapkan
Status Pernapasan : Pertukaran Gas
Tidak adanya Diaphoresis
Tidak adanya Dispnea
Tidak adanya Gangguan penglihatan
Gas darah arteri normal
Tidak Gelisah
Tidak adanya Hiperkapnia
Tidak adanya Hipoksemia
Tidak adanya Hipoksia
Tidak adanya Iritabilitas
Tidak adanya Konfusi
Tidak adanya Napas cuping hidung
Tidak adanya Penurunan kabondioksida
pH arteri normal
Pola pernapasan normal (mis., kecepatan, irama, kedalaman)
Tidak adanya Sakit kepala saat bangun
Tidak adanya Somnolen
Tidak adanya Takikardia
Warna kulit normal
Manajemen Jalan Napas
Buka jalan napas dengan teknik chin lift atau jaw thrust, sebagaimana mestinya
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi kebutuhan actual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan napas
Masukkan alat nasopharyngeal (NPA) atau oropharingeal airway (OPA), sebagaimana mestinya
Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya
Buang secret dengan menyedot lender
Auskultasi suara napas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan
Lakukan penyedotan melalui endotrakea atau nasotrakea, sebagaimana mestinya
Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya
Kelola pengobatan aerosol, sebagaimana mestinya
Kelola nebulizer ultrasonic, sebagaimana mestinya
Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan, sebagaimana mestinya
Ambil benda asing dengan forcep McGill, sebagaimana mestinya
Regulasi asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan
Posisikan untuk meringankan sesak napas
Monitor status pernapasan dan okseigenasi, sebagaimana mestinya
Terapi Oksigen
Bersihkan mulut, hidung, dan sekresi trakea dengan tepat
Pertahankan kepatenan jalan napas
Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui system humidifier
Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan
Monitor aliran oksigen
Monitor posisi perangkat (alat) pemberian oksigen
Periksa perangkat (alat) pemberian oksigen secara berkala untuk memastikan bahwa konsentrasi (yang telah) ditentukan sedang diberikan
Monitor efektifitas terapi oksigen (misalnya, tekanan oksimetri, ABGs) dengan tepat
Pastikan penggantian masker oksigen/kanul nasal setiap kali perangkat diganti
Rubah perangkat pemberian oksigen dari masker ke kanul saat makan
Amati tanda-tanda hipoventilasi induksi oksigen
Pantau adanya tanda-tanda keracunan oksigen dan kejadian atelektasis
Monitor peralatan oksigen untuk memastikan bahwa alat tersebut tidak mengganggu upaya pasien untuk bernapas
Monitor kecemasan pasien yang berkaitan dengan kebutuhan mendapatkan terapi
Monitor kerusakan kulit terhadap adanya gesekan perangkat oksigen
Sediakan oksigen ketika pasien dibawa/dipindahkan
Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan oksigen tambahan selama kegiatan dan atau tidur
Anjurkan pasien dan keluarga mengenai penggunaan oksigen di rumah
Rubah kepada pilihan peralatan pemberian oksign lainnya untuk meningkatkan kenyamanan dengan tepat
Monitor Pernapasan
Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernapas
Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu napas dan retraksi pada supraclaviculas dan interkosta
Monitor suara tambahan seperti ngorok atau mengi
Monitor pola napas (misalnya, bradipneu, takipneu, hiperventilasi, pernapasan kusmaul, pernapasan 1:1, apneustik, respirasi biot, pola ataxic
Monitor saturasi oksigen pada pasien tersedasi (seperti SaO , SvO , SpO ) sesuai dengan protocol yang ada
Pasang sensor pemantauan oksigen non-invasif (misalnya, pasang alat pada jari, hidung, dan dahi) dengan mengatur alarm pada pasien berisiko tinggi sesuai dengan prosedur tetapo yang ada
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Perkusi torak anterior dan posterior, dari apeks ke basis paru, kanan dan kiri
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan otot-otot diapragma dengan pergerakan parasoksikal
Auskultasi suara napas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi dan keberadaan suara napas tambahan
Kaji perlunya penyedotan jalan napas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru
Auskultasi suara napas setelah tindakan, untuk dicatat
2
Pola nafas tidak efektif
Definisi: Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat.
Berhubungan dengan keletihan otot pernafasan ditandai dengan:
Batasan karakteristik:
Bradipnea
Dispnea
Fase ekspirasi memanjang
Ortopnea
Penggunaan otot bantu pernapasan
Penggunaan posisi tiga-titik
Peningkatan diameter anterior-posterior
Penurunan kapasitas vital
Penurunan tekanan ekspirasi
Penurunan tekanan inspirasi
Penurunan ventilasi semenit
Pernapasan bibir
Pernapasan cuping hidung
Perubahan ekskursi dada
Pola napas abnormal (mis., irama, frekuensi, kedalaman)
Takipnea
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam … X 24 jam diharapkan
Status Pernapasan : Ventilasi
Tidak adanya Bradipnea
Tidak adanya Dispnea
Fase ekspirasi tidak memanjang
Tidak adanya Ortopnea
Tidak adanya Penggunaan otot bantu pernapasan
Tidak adanya Penggunaan posisi tiga-titik
Tidak adanya Peningkatan diameter anterior-posterior
Tidak adanya Penurunan kapasitas vital
Tidak adanya Penurunan tekanan ekspirasi
Tidak adanya Penurunan tekanan inspirasi
Tidak adanya Penurunan ventilasi semenit
Tidak adanya Pernapasan bibir
Tidak adanya Pernapasan cuping hidung
Tidak adanya Perubahan ekskursi dada
Pola napas normal (mis., irama, frekuensi, kedalaman)
Tidak adanya Takipnea
Manajemen Jalan Napas
Buka jalan napas dengan teknik chin lift atau jaw thrust,
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi kebutuhan actual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan napas
Masukkan alat nasopharyngeal (NPA) atau oropharingeal airway (OPA), sebagaimana mestinya
Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya
Buang secret dengan menyedot lender
Auskultasi suara napas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan
Lakukan penyedotan melalui endotrakea atau nasotrakea, sebagaimana mestinya
Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya
Kelola pengobatan aerosol, sebagaimana mestinya
Kelola nebulizer ultrasonic, sebagaimana mestinya
Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan, sebagaimana mestinya
Ambil benda asing dengan forcep McGill, sebagaimana mestinya
Regulasi asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan
Posisikan untuk meringankan sesak napas
Monitor status pernapasan dan okseigenasi, sebagaimana mestinya
Monitor Pernapasan
Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernapas
Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu napas dan retraksi pada supraclaviculas dan interkosta
Monitor suara tambahan seperti ngorok atau mengi
Monitor pola napas (misalnya, bradipneu, takipneu, hiperventilasi, pernapasan kusmaul, pernapasan 1:1, apneustik, respirasi biot, pola ataxic
Monitor saturasi oksigen pada pasien tersedasi (seperti SaO , SvO , SpO ) sesuai dengan protocol yang ada
Pasang sensor pemantauan oksigen non-invasif (misalnya, pasang alat pada jari, hidung, dan dahi) dengan mengatur alarm pada pasien berisiko tinggi sesuai dengan prosedur tetapo yang ada
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Perkusi torak anterior dan posterior, dari apeks ke basis paru, kanan dan kiri
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan otot-otot diapragma dengan pergerakan parasoksikal
Auskultasi suara napas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi dan keberadaan suara napas tambahan
Kaji perlunya penyedotan jalan napas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru
Auskultasi suara napas setelah tindakan, untuk dicatat
Contoh Kasus:
PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 31 Mei 2013 pukul 07.00 WIB pada bayi Ny.W dengan RDS di ruang Bakung (Perinatologi) RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro,Klaten. Data pasien didapatkan dari wawancara terhadap keluarga pasien dan dari data medis pasien.
Identitas pasien
Nama : Bayi Ny.W I
Tanggal lahir : 29 Mei 2013
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Gentan,03/07 Mlese,Cawas,Klaten
Agama : Islam
No.RM : 780763
Dx.Masuk : Neo Perempuan, KMK , PP Spontan, Gemeli dengan ibu KPD
Tanggal Masuk : 29 Mei 2013
Penanggung jawab
Nama : Tn. S
Usia : 29 Tahun
Alamat : Gentan,03/07 Mlese,Cawas,Klaten
Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki-laki
Hubungan dengan pasien : Orang tua
Keluhan Utama
Sesak nafas (+)
Riwayat Penyakit Sekarang
Bayi Ny. W I lahir pada tanggal 29 Mei 2013 jam Wib, karena bayi Ny. W I lahir dengan BB 1650 gr, tangis (-), sesak nafas (+), RR >60X/Menit/takipnea (+), retraksi dalam (+) dan sianosis. Di HCU Neonatus bayi langsung ditempatkan di inkubator dan mendapatkan O2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt.
Riwayat Penyakit Dahulu
Ny. W I mengatakan tidak ada keluhan saat hamil. Ny. W I hanya mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh bidan. Ny. W I tidak mempunyai riwayat penyakit deabetes militus maupun hipertensi.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ny. W I mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit keturunan maupun menular. Di dalam keluarga Ny. W I maupun suaminya tidak ada yang mempunyai riwayat BBLSR
Riwayat Psikososial
Ny. W I sering menengok anaknya keruang Bakung bagian isolasi neonates
Riwayat Antenatal
Ny. W I mengatakan selama hamil rutin memeriksakan kandungannya ke bidan didekat rumahnya setiap bulan
Riwayat Natal
Bayi Ny. W I lahir pada tanggal 29 Mei 2013 jam 15.05 WIB secara spontan. Ny. W I mengatakan air ketuban sudah keluar sejak sebelum melahirkan. Ny.S mengatakan umur kehamilannya baru ± 34 minggu, karena air ketubannya sudah keluar, maka oleh dokter bayi Ny. W I harus segera dikeluarkan.
Riwayat Pos Natal
Apgar Skor
0
1
2
Apgar Skor
1 Menit
5 Menit
tidak ada
100
100
denyut jantung
2
2
tidak ada
tak teratur
Baik
pernapasan
1
1
Lemah
Sedang
Baik
tonus otot
1
2
tidak ada
Merintih
menangis
peka rangsang
0
1
Biru putih
Merah jambu ujung-ujung biru
Merah jambu
Warna
1
1
Jumlah
5
7
Berat badan lahir : 1650 gram
Lingkar kepala : 30 cm
Lingkar lengan atas : 5 cm
Panjang badan : 40 cm
Lingkar dada : 26 cm
Lingkar perut : 25 cm
Anus : positif
Adanya kelainan congenital : negatif
Pola pengkajian
Pola pernapasan
RR = 68 x/menit, pernafasan cuping hidung, sianosis, retraksi dada (+), terapi O 2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt.
Pola kebutuhan cairan dan nutrisi
Kebutuhan cairan = 30 ml/hari. Bayi Ny. W I minum ASI 8 X 4 cc melalui OGT karena refleks menghisap dan menelan bayi masih lemah. Bayi NY. W I mendapat terapi infus D 10% 6 cc/jam.
Pola Eliminasi
Bayi Ny. W I memakai pempers dan ditimbang tiap kali ganti pempers. Bayi Ny. W I sudah BAK dan BAB warna hitam lembek (mekonium).
Pola Aktivitas dan Istirahat
Bayi Ny. W I terlihat lemah di dalam inkubator, tangisnya masih merintih dan geraknya belum aktif.
Latar Belakang Sosial dan Budaya
Ny. W I tidak merokok, tidak memiliki kebiasaan untuk diet ketat, Ny. W I tidak memiliki pantangan makanan tertentu ketika hamil, Ny. W I tidak ketergantungan maupun mengonsumsi obat psikotropika maupun alkohol/minuman keras.
Hubungan Psikologis
Ny. W I sering menjenguk anaknya. Ny. W I merasa khawatir dengan kondisi anaknya yang menurutnya sangat kecil. Ibu pasien selalu berdoa agar anaknya segera diberi kesembuhan dan segera pulang bersamanya
Persepsi-Kognitif
Ny. W I tahu tentang kondisi bayinya, menurut Ny. W I bayinya dalam kondisi tidak baik, dan terlihat sesak nafas sampai tulang dadanya terlihat tertarik, Ny. W I tahu bahwa anaknya belum bisa disusui karena reflek menelannya dan menghisap masih kurang sehingga harus dipasang selang makan.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : lemah
Kesadaran : CM (Compos Mentis), gerak kurang aktif, tangis merintih
Vital sign : RR= 68 x/menit, HR =184 x/menit, Suhu = 36 7 ºC
Pemeriksaan tubuh :
Kulit : Warna kulit kemerahan degan ekstermitas kebiruan, tidak ikterus, sianosis, terdapat sedikit lanugo pada dahi dan sekitar pipi, kulit tipis.
Kepala : Rambut hitam,tipis,Tidak ada lesi, sutura terlihat.
Mata : Sklera mata putih, konjungtiva merah muda.
Hidung : terdapat pernafasan cuping hidung, lubang hidung 2, terpasang O2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt.
Mulut : Bibir merah, tidak ditemukan stomatitis, mukosa bibir kering.terpasang OGT.
Telinga : Tidak ada deformitas, lubang telinga bersih, simetris. Leher : Bersih, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Thorax : Simetris (kanan kiri sama), tarikan intercosta (+), retraksi dada (+), dada cekung kebawah (di bawah px), RR= 68x/menit, ditemukan suara nafas ronki.
Cardio : HR = 184x/menit
Abdomen : Simetris, tidak ada lesi, terdapat bising usus 5 x/mnt. Umbilikus : Tali pusat basah, tidak terjadi perdarahan, tidak terjadi infeksi, terpasang infus umbilikalis D10%.
Genetalia : Labia mayora belum menutupi labia minora, tidak ada kelainan letak lubang uretra
Anus : Tidak ada lesi, tak ada iritasi perineal, warna feces hitam lembek.
Ekstremitas : Akral dingin, Jumlah jari tangan 5/5, Jumlah jari kaki 5/5, tak ada kelumpuhan, gerak kurang aktif
Reflek :
Reflek Moro ; ketika ada suara agak keras di sekitar ruangan / tempat inkubator maka pasien kurang merespon/ diam saja.
Reflek Sucking (Menghisab); Ketika di test dengan spuit diberikan ASI, maka pasien tidak dapat 47 menelan dengan sempurna ASI yang diberikan dan selalu ada ASI yang keluar dari mulutnya
Reflek Grasping (Menggenggam) ; ketika perawat meletakkan jari telunjuknya ke tangan pasien, pasien dapat menggenggam jari telunjuk perawat, namun genggaman masih lemah
Reflek Tonic Neck (Menoleh); ketika perawat membuat gerakan / suara di sekitar pasien, pasien kurang merespon.
Reflek Babinski (Sentuhan Telapak Kaki); Jika disentuh kakinya oleh perawat, pasien akan menarik kakinya ke atas.
Reflek Menelan ; kurang, jika diberi munim lewat spuit maka ASI kan keluar sebagian dari mulutnya
Data penunjang
No.
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai normal
1
WBC
11,7
103 /ul
9-30
2
RBC
3,95
106 /ul
3,7 – 6,5
3
HGB
14,3
g/dl
14,9 – 23,7
4
HCT
42,5
%
47 – 75
5
MCV
107,6+
fL
80 – 99
6
MCH
36,2+
fL
27 – 31
Terapi
O 2 NCPAP 40% PEEP 5
Infus D10% 6 cc/jam
Injeksi : Ampicillin-Sulbactam 2x85 mg (hari 1) Gentamicyn 1x7,5 mg (hari 1) 30-05-2013: O 2 NCPAP 40% PEEP 5
Infus D10% 6 cc/jam Injeksi : Ampicillin-Sulbactam 2x85 mg (hari 2) Gentamicyn 1x7,5 mg (hari 2) 31-05-2013
O 2 NCPAP 35% PEEP 5
Infus TPN IL
Injeksi : Ampicillin-Sulbactam 2x85 mg (hari 2) Gentamicyn 1x7,5 mg (hari 2)
ANALISA DATA:
No
Data Fokus
Problem
Etiologi
1
DS: -
DO:
KU: Lemah
Suhu = 36,70 C
HR = 186 x/menit
RR 68 X/Menit (adanya takipnea )
Ada retraksi dada
Ada tarikan intercosta
Ada retraksi dalam
suara nafas ronki
sianosis
Terpasang O2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt
Gangguan pertukaran gas
perubahan membran kapiler-alveolar ditandai
2
DS: -
DS:
KU: Lemah
Suhu = 36,70 C
HR = 186 x/menit
RR 68 X/Menit (adanya takipnea )
Ada retraksi dada
Ada tarikan intercosta
Ada retraksi dalam
suara nafas ronki
sianosis
Terpasang O2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt
Pola nafas tidak efektif
Keletihan otot pernapasan
Intervensi Keperawatan:
No.
Diagnosa Keperawatan (NANDA)
Tujuan/Kriteria Hasil (NOC)
Intervensi
(NIC)
1
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolar ditandai dengan:
Ds: -
DO:
KU: Lemah
Suhu = 36,70 C
HR = 186 x/menit
RR 68 X/Menit (adanya takipnea )
Ada retraksi dada
Ada tarikan intercosta
Ada retraksi dalam
suara nafas ronki
sianosis
Terpasang O2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt t
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3 X 24 jam diharapkan
Status Pernapasan : Pertukaran Gas
Ku: Baik
TTV:
RR: 40 – 60 x/menit
HR: 120 –130 x/menit
Suhu: 36, 5 – 37, 5 ºC
Tidak ada retraksi dada
Tidak ada tarikan intercosta
Tidak ada retraksi dalam
tidak ada ronki
warna kulit (ujung jari) merah muda
Tidak terpasang 0
Manajemen Jalan Napas
Buka jalan napas dengan teknik chin lift atau jaw thrust, sebagaimana mestinya
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi kebutuhan actual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan napas
Masukkan alat nasopharyngeal (NPA) atau oropharingeal airway (OPA), sebagaimana mestinya
Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya
Buang secret dengan menyedot lender
Auskultasi suara napas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan
Lakukan penyedotan melalui endotrakea atau nasotrakea, sebagaimana mestinya
Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya
Kelola pengobatan aerosol, sebagaimana mestinya
Kelola nebulizer ultrasonic, sebagaimana mestinya
Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan, sebagaimana mestinya
Ambil benda asing dengan forcep McGill, sebagaimana mestinya
Regulasi asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan
Posisikan untuk meringankan sesak napas
Monitor status pernapasan dan okseigenasi, sebagaimana mestinya
Terapi Oksigen
Bersihkan mulut, hidung, dan sekresi trakea dengan tepat
Pertahankan kepatenan jalan napas
Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui system humidifier
Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan
Monitor aliran oksigen
Monitor posisi perangkat (alat) pemberian oksigen
Periksa perangkat (alat) pemberian oksigen secara berkala untuk memastikan bahwa konsentrasi (yang telah) ditentukan sedang diberikan
Monitor efektifitas terapi oksigen (misalnya, tekanan oksimetri, ABGs) dengan tepat
Pastikan penggantian masker oksigen/kanul nasal setiap kali perangkat diganti
Rubah perangkat pemberian oksigen dari masker ke kanul saat makan
Amati tanda-tanda hipoventilasi induksi oksigen
Pantau adanya tanda-tanda keracunan oksigen dan kejadian atelektasis
Monitor peralatan oksigen untuk memastikan bahwa alat tersebut tidak mengganggu upaya pasien untuk bernapas
Monitor kecemasan pasien yang berkaitan dengan kebutuhan mendapatkan terapi
Monitor kerusakan kulit terhadap adanya gesekan perangkat oksigen
Sediakan oksigen ketika pasien dibawa/dipindahkan
Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan oksigen tambahan selama kegiatan dan atau tidur
Anjurkan pasien dan keluarga mengenai penggunaan oksigen di rumah
Rubah kepada pilihan peralatan pemberian oksign lainnya untuk meningkatkan kenyamanan dengan tepat
Monitor Pernapasan
Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernapas
Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu napas dan retraksi pada supraclaviculas dan interkosta
Monitor suara tambahan seperti ngorok atau mengi
Monitor pola napas (misalnya, bradipneu, takipneu, hiperventilasi, pernapasan kusmaul, pernapasan 1:1, apneustik, respirasi biot, pola ataxic
Monitor saturasi oksigen pada pasien tersedasi (seperti SaO , SvO , SpO ) sesuai dengan protocol yang ada
Pasang sensor pemantauan oksigen non-invasif (misalnya, pasang alat pada jari, hidung, dan dahi) dengan mengatur alarm pada pasien berisiko tinggi sesuai dengan prosedur tetapo yang ada
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Perkusi torak anterior dan posterior, dari apeks ke basis paru, kanan dan kiri
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan otot-otot diapragma dengan pergerakan parasoksikal
Auskultasi suara napas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi dan keberadaan suara napas tambahan
Kaji perlunya penyedotan jalan napas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru
Auskultasi suara napas setelah tindakan, untuk dicatat
2
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan
DS: -
DO :
KU: Lemah
Suhu = 36,70 C
HR = 186 x/menit
RR 68 X/Menit (adanya takipnea )
Ada retraksi dada
Ada tarikan intercosta
Ada retraksi dalam
suara nafas ronki
sianosis
Terpasang O2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt t
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam … X 24 jam diharapkan
Status Pernapasan : Ventilasi
Ku: Baik
TTV:
RR: 40 – 60 x/menit
HR: 120 –130 x/menit
Suhu: 36, 5 – 37, 5 ºC
Tidak ada retraksi dada
Tidak ada tarikan intercosta
Tidak ada retraksi dalam
tidak ada ronki
warna kulit (ujung jari) merah muda
Tidak terpasang 0
Manajemen Jalan Napas
Buka jalan napas dengan teknik chin lift atau jaw thrust,
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi kebutuhan actual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan napas
Masukkan alat nasopharyngeal (NPA) atau oropharingeal airway (OPA), sebagaimana mestinya
Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya
Buang secret dengan menyedot lender
Auskultasi suara napas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan
Lakukan penyedotan melalui endotrakea atau nasotrakea, sebagaimana mestinya
Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya
Kelola pengobatan aerosol, sebagaimana mestinya
Kelola nebulizer ultrasonic, sebagaimana mestinya
Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan, sebagaimana mestinya
Ambil benda asing dengan forcep McGill, sebagaimana mestinya
Regulasi asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan
Posisikan untuk meringankan sesak napas
Monitor status pernapasan dan okseigenasi, sebagaimana mestinya
Monitor Pernapasan
Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernapas
Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu napas dan retraksi pada supraclaviculas dan interkosta
Monitor suara tambahan seperti ngorok atau mengi
Monitor pola napas (misalnya, bradipneu, takipneu, hiperventilasi, pernapasan kusmaul, pernapasan 1:1, apneustik, respirasi biot, pola ataxic
Monitor saturasi oksigen pada pasien tersedasi (seperti SaO , SvO , SpO ) sesuai dengan protocol yang ada
Pasang sensor pemantauan oksigen non-invasif (misalnya, pasang alat pada jari, hidung, dan dahi) dengan mengatur alarm pada pasien berisiko tinggi sesuai dengan prosedur tetapo yang ada
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Perkusi torak anterior dan posterior, dari apeks ke basis paru, kanan dan kiri
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan otot-otot diapragma dengan pergerakan parasoksikal
Auskultasi suara napas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi dan keberadaan suara napas tambahan
Kaji perlunya penyedotan jalan napas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru
Auskultasi suara napas setelah tindakan, untuk dicatat
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T. 2017. Nanda Internasional Inc Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10.Jakarta: EGC
Doenges dan Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi : Pedoman untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Volume I. Edisi 15. Jakarta : EGC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah 3. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI.
Surasmi, A, dkk. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta : EGC.
Suriadi & Yuliani. 2006. Buku Pegangan Praktik Klinik. Asuhan keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto.
Wong L. Donna. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.