36
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pada usia lanjut terjadi perubahan anatomi-fisiologi dan dapat timbul pula penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Usia harapan hidup lansia di Indonesia semakin meningkat karena pengaruh status kesehatan, status gizi, tingkat pendidikan, ilmu pengetahuan dan sosial ekonomi yang semakin meningkat sehingga populasi lansia pun meningkat. Pada tahun 2010 jumlah warga lanjut usia (lansia) di Indonesia akan mencapai 19.079.800 jiwa (BAPPENAS, BPS, UNFPA. 2005) pada tahun 2014 akan berjumlah 22.232.200 jiwa atau 9,6% dari total penduduk dan pada tahun 2025 akan meningkat sampai 414% dibandingkan tahun 2004 (WHO, 2005).
Fungsi primer dari sistem pernafasan adalah menghantarkan udara masuk dan keluar dari paru sehingga oksigen dapat dipertukarkan dengan karbondiaoksida. Sistem pernafasan atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus-sinus, dan faring. Sistem pernafasan bawah meliputi trakhea, bronkus-bronkus, dan paru.
Rongga thoraks tersusun atas susunan tulang iga yang membatasi/rib cage (sebagai "dinding") dan diafragma (sebagai "lantai"). Mediastinum membagi dua rongga pleura. Tiap paru terletak di dalam satu rongga pleura, yang dilapisi dengan membran serosa disebut pleura. Pleura parietal menutupi permukaan dalam dinding thoraks dan meluas hingga diafragma dan mediastinum. Pleura viseralis menutupi permukaan luar paru dan meluas hingga fisura antara lobus. Membran pleura mensekresi cairan pleura dalam jumlah sedikit, yang menciptakan kelembaban dan mantel licin untuk lubrikasi saat bernafas. Paru terbagi atas beberapa lobus yang terpisah dengan jelas. Paru kanan terdiri dari tiga lobus : lobus superior, media dan inferior. Paru kiri hanya memiliki dua lobus: lobus superior, dan inferior. Dasar setiap paru terletak di atas permukaan diafragma.
Menurut ilmu demografi Indonesia dalam masa transisi demografi yaitu perubahan pola penduduk berusia muda ke usia tua. Infeksi saluran nafas bagian bawah akut dan tuberkulosis paru menduduki 5 penyakit terbanyak yang diderita oleh masyarakat. Gangguan sistem respirasi merupakan gangguan yang menjadi masalah besar di dunia khususnya Indonesia diantaranya adalah penyakit pneumonia, TBC, dan asma. Menurut laporan WHO pada tahun 2006, Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian pneumonia tertinggi ke-6 di seluruh dunia. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2001, pneumonia merupakan urutan terbesar penyebab kematian pada balita. Pneumonia dapat mengenai anak di seluruh dunia, bila diumpamakan kematian anak-anak di seluruh dunia akibat pneumonia, maka setiap jam, anak-anak sebanyak 1 pesawat jet penuh (230 anak) meninggal akibat pneumonia, yang mencapai hampir 1 dari 5 kematian balita di seluruh dunia. Insiden pneumonia di negara berkembang adalah 10-20 kasus/100 anak/tahun (10-20%). Sedangkan insiden TBC, WHO mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia (WHO, 2010).
Peningkatan insiden dan prevalensi pneumonia pada lansia juga dikaitkan dengan penyakit komorbid yang diderita pasien, seperti diabetes melitus, penyakit jantung, malnutrisi, dan penyakit hati kronik. Sebagai contoh, diabetes melitus menyebabkan penurunan fungsi sistim imun tubuh baik proses kemotaksis maupun fagositosis. Pada gagal jantung kongestif yang disertai edema paru, fungsi clearance paru berkurang sehingga kolonisasi kuman pernafasan mudah berkembangbiak. Pasien yang sebelumnya sering mengonsumsi obat-obatan yang bersifat sedatif atau hipnotik berisiko tinggi mengalami aspirasi sehingga mempermudah terjadinya infeksi. Hal itu disebabkan kedua obat tersebut menekan rangsang batuk dan kerja clearance mukosilier (WHO, 2010).
Dampak yang diakibatkan meliputi masa rawat yang lebih panjang, biaya rawat yang lebih besar serta sering timbulnya komplikasi berat sehingga menimbulkan penurunan kualitas hidup. Infeksi saluran nafas atas dan influenza malah sering berlanjut menjadi pneumonia yang gejala dan tanda pneumonia pada lansia sering tidak khas yang menyebabkan keterlambatan diagnosis, belum lagi meningkatnya resistensi mikroba terhadap antibiotika. Adapun peran kita sebagai seorang perawat dalam mencegah ataupun menangani gangguan yang terjadi pada sistem pernapasan lansia adalah memberikan pendidikan kesehatan pada lansia untuk mencegah terjadinya gangguan yang lebih kronis dan memberikan tindakan keperawatan sesuai wewenang kita sebagai seorang perawat sesuai indikasi yang diderita oleh lansia (Geffen, 2006).
Tujuan penulisan
Tujuan umum
Mahasiswa mengetahui bagaimana konsep teori serta asuhan keperawatan yang tepat untuk lansia dengan gangguan sistem pernafasan.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep lansia
Untuk mengetahui perubahan anatomi dan fisiologi sistem respirasi pada lansia
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem respirasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Dasar Lansia
Pengertian
Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa di hindari siapapun. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu periode dimana seseorang telah "beranjak jauh" dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat (Hurlock, 2000).
Menurut Undang-Undang RI nomor 13 tahun 1998, Depkes (2001) yang dimaksud dengan usia lanjut adalah seorang laki – laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih berkemampuan ( potensial) maupun karena sesuatu hal yang tidak mampu berperan aktif dalam pembangunan (tidak potensial).
Wheeler, mengungkapkan usia tua tidak hanya dilihat dari perhitungan kronologis atau berdasarkakan kalender saja, tetapi juga menurut kondisi kesehatan seseorang ( health age ). Sehingga umur sesungguh nya dari seseorang merupakan gabungan dari ketiga - tiganya (Nugroho, 2008).
Jadi dapat disimpulkan bahwa lansia adalah suatu periode penutup dalam hidup seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih yang secara fisik masih potensial maupun tidak potensial.
Batasan Lansia
Menurut Setyonegoro, dalam Nugroho ( 2008), pengelompokkan usia lanjut adalah sebagai berikut :
Usia dewasa muda ( Elderly adulhood), 18 atau 20 – 25 tahun
Usia dewasa penuh ( middle years ) atau maturitas, 25 – 60 atau 65 tahun
Lanjut usia ( geriatric age ), lebih dari 65 atau70 tahun. Terbagi untuk umur 70 – 75 tahun ( young old), 75– 80 tahun (old), dan lebih dari 80 tahun ( very old ).
Sedangkan menurut WHO tahun 2005, Lanjut usia meliputi usia pertengahan yakni kelompok usia 45-59 tahun, Lanjut usia (Elderly) yakni 60-74 tahun, usia lanjut tua (Old) yakni 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) yakni lebih dari 90 tahun.
Tipe Lansia
Beberapa tipe lansia tergantung dari karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonomi (Nugroho, 2008). Tipe tersebut antara lain :
Tipe arif bijaksana kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan
Tipe mandiri mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan
Tipe tidak puas konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut
Tipe pasrah menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja
Tipe bingung kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh yak acuh
Proses penuaan
Penuaan merupakan konsekuensi yang tidak bisa dihindari oleh setiap manusia. Walaupun proses penuaan merupakan suatu proses yang normal, akan tetapi keadaan ini lebih menjadi beban. Hal ini secara keseluruhan tidak dapat dipungkiri oleh beberapa orang yang lebih merasa menderita karena pengaruh penuaan. Proses penuaan mempunyai konsekuensi terhadap aspek biologis, psikologis dan sosial (Watson, 2003).
Perubahan-perubahan yang terjadi pada usia lanjut
Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda ( multiple pathology ), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh dan sebagainya. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.
Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang (Nugroho, 2008).
Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
Factor psikologis yang menyertai lansia adalah :
Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia.
Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya.
Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
Pasangan hidup telah meninggal.
Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dan sebagainya.
(Nugroho, 2008)
Perubahan Aspek Sosial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut :
Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.
Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
(Nugroho, 2008)
Perubahan yang Berkaitan dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh.
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya.
Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya (Nugroho, 2008).
Perubahan dalam Peran Sosial Dimasyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar (Nugroho, 2008).
Perubahan anatomi fisiologi sistem pernapasan pada lansia
Berikut adalah penjelasan tentang penyakit pernapasan pada lansia yang dimulai dengan penjelasan tentang perubahan anatomic dan fisiologik jantung:
Perubahan anatomik pada respirasi
Efek penuaan tersebut dapat terlihat dari perubahan-perubahan yang terjadi baik dari segi anatomi maupun fisiologinya. Perubahan-perubahan anatomi pada lansia mengenai hampir seluruh susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan atau organ. Perubahan anatomi yang terjadi turut berperan terhadap perubahan fisiologis sistem pernafasan dan kemampuan untuk mempertahankan homeostasis. Penuaan terjadi secara bertahap sehingga saat seseorang memasuki masa lansia, ia dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Perubahan anatomik sistem respirastory akibat penuaan adalah sebagai berikut :
Paru-paru kecil dan kendur.
Pembesaran alveoli.
Penurunan kapasitas vital ; penurunan PaO2 dan residu
Kelenjar mucus kurang produktif
Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi
Penurunan sensivitas sfingter esophagush.
Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangani.
Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru. Penurunan sensivitas kemoreseptor.
(Stanley, 2006).
Perubahan Fisiologik pada pernapasan
Menurut Stanley, 2006 perubahan anatomi dan fisiologi yang terjadi pada lansia, yaitu:
Hilangnya silia serta terjadinya penurunan reflex batuk dan muntah pada lansia menyebabkan terjadinya penurunan perlindungan pada sistem respiratory. Hal ini terjadi karena saluran pernafasan tidak akan segera merespon atau bereaksi apabila terdapat benda asing didalam saluran pernafasan karena reflex batuk dan muntah pada lansia telah mengalami penurunan.
Penurunan kompliants paru dan dinding dada. Hal ini menyebabkan jumlah udara (O2) yang dapat masuk ke dalam saluran pernafasan menurun dan menyebabkan terjadinya peningkatan kerja pernafasan guna memenuhi kebutuhan tubuh.
Atrofi otot pernafasan dan penurunan kekuatan otot pernafasan. Kedua hal ini menyebabkan pengembangan paru tidak terjadi sebagai mestinya sehingga klien mengalami kekurangan suplay O2 dan hal ini dapat menyebabkan kompensasi penigkatan RR yang dapat menyebabkan kelelahan otot-otot pernafasan pada lansia.
Perubahan interstisium parenkim dan penurunan daerah permukaan alveolar menyebabkan menurunnya tempat difusi oksigen yang menyebabkan klien kekurangan suplay O2.
Penurunan mortilitas esophagus dang aster serta hilangnya tonus sfringter kardiak.Hal ini menyebabkan lansia mudah mengalami aspirasi yang apabila terjadi dapat mengganggu fisiologis pernafasan.
Paru-paru kecil dan mengendur. Paru-paru yang mengecil menyebabkan ruangatau permukaan difusi gas berkurang bila dibandingkan dengan dewasa.
Faktor-Faktor Yang Memperburuk Fungsi Paru
Selain penurunan fungsi paru akibat proses penuaan, terdapat beberapa faktor yang dapat memperburuk fungsi paru, Faktor-faktor yang memperburuk fungsi paru antara lain :
Faktor merokok
Merokok akan memperburuk fungsi paru, yaitu terjadi penyempitan saluran nafas. Pada tingkat awal, saluran nafas akan mengalami obstruksi clan terjadi penurunan nilai VEP1 yang besarnya tergantung pada beratnya penyakit paru.
(Dharmojo dan Martono, 2006)
Obesitas
Kelebihan berat badan dapat memperburuk fungsi paru seseorang. Pada obesitas, biasanya terjadi penimbunan lemak pada leher, dada dan (finding perut, akan dapat mengganggu compliance dinding dada, berakibat penurunan volume paru atau terjadi keterbatasan gerakan pernafasan (restriksi) dan timbul gangguan fungsi paru tipe restriktif.
(Dharmojo dan Martono, 2006)
Imobilitas
Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan gerak saat otot-otot berkontraksi, sehingga kapasitas vital paksa atau volume paru akan relatif' berkurang. Imobilitas karena kelelahan otot-otot pernafasan pada usia lanjut dapat memperburuk fungsi paru (ventilasi paru). Faktor-faktor lain yang menimbulkan imobilitas (paru), misalnya efusi pleura, pneumotoraks, tumor paru dan sebagainya. Perbaikan fungsi paru dapat dilakukan dengan menjalankan olah raga secara intensif.
(Dharmojo dan Martono, 2006)
Operasi
Tidak semua operasi (pembedahan) mempengaruhi faal paru. Dari pengalaman para ahli diketahui bahwa yang pasti memberikan pengaruh faal paru adalah:
Pembedahan toraks (jantung dan paru)
Pembedahan abdomen bagian atas.
Anestesi atau jenis obat anastesi tertentu
Peruhahan fungsi paru yang timbul, meliputi perubahan proses ventilasi, distribusi gas, difusi gas serta perfusi darah kapiler paru. Adanya perubahan patofisiologik paru pasca bedah mudah menimbulkan komplikasi paru : atelektasis, infeksi atau sepsis dan selanjutnya mudah terjadi kematian, karena timbulnya gagal nafas.
(Dharmojo dan Martono, 2006)
Penyakit pernapasan pada Usia Lanjut
Pada proses menua terjadi penurunan compliance dinding dada, tekanan maksimalinspirasi dan ekspirasi menurun dan elastisistas jaringan paru juga menurun. Pada pengukuranterlihat FEV1, FVC menurun, PaO2 menurun, V/Q naik. Penurunan ventilasi alveolar, merupakanrisiko untuk terjadinya gagal napas. Selain itu terjadi perubahan berupa (Lukman, 2009):
Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasiberkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensialterjadi penumpukan sekret.
Penurunan aktivitas paru ( inspirasi & ekspirasi ) sehingga jumlah udara pernafasan yangmasuk keparu mengalami penurunan, kalau pada pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.
Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luas permukaan normal 50m²), menyebabkan terganggunya prose difusi.
Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu proses oksigenasi darihemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua kejaringan.
CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.
Kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus alium dari salurannafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi.
Penyebab kegawatan napas pada lansia meliputi obstruksi jalan napas atas, hipoksi karenapenyakit paru obstruktif kronik (PPOK), pneumotoraks, pneumonia aspirasi, rasa nyeri, bronkopneumonia, emboli paru, dan asidosis metabolik. Akan tetapi penyakit respirasi yang sering terjadi pada lansia adalah pneumonia, tuberkulosis paru, sesak napas, nyeri dada.
Gangguan-gangguan pada sistem pernafasan lansia
Pneumonia
Pengertian
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat. Pneumonia memiliki tanda klasik berupa demam, batuk, sesak. Tetapi pada usia lanjut usia, gejalanya menjadi atipikal, yaitu suhu normal, takada batuk, status mental terganggu, nafsu makan menurun, aktivitas berkurang. Pemeriksaan fisik didapatkan ronki, bronkofoni, suara napas menurun. Leukosit naik, dan pada rontgen thoraks terlihat infiltrat (Lukman, 2009).
Perubahan sistem respirasi yang berhubungan dengan usia yang mempengaruhi kapasitasdan fungsi paru meliputi:
Peningkatan diameter anteroposterior dada
Kalsifikasi kartilago kosta dan penurunan mobilitas kosta
Penurunan efisiensi otot pernapasanPeningkatan rigiditas paru
Penurunan luas permukaan alveoli.
Etiologi
Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram positif seperti streptococcus pnemonia, S. Aureus dan S. Pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klabsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini di kenal sebagai penyebab utama pnemonia virus.
Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
Protozoa
Menimbulkan terjadinya pneumocystis sarini pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami imunosupresi.
Manifestasi klinis
Kesulitan dan sakit pada saat bernapas
Nyeri pleurutik, nafas dangkal dan mendengkur, takipnea
Bunyi napas diatas area yang mengalami konsulidasi
Mengecil, kemudian menjadi hilang, krekels, ronkhi, egofoni
Gerakan dada tidak simetris
Menggigil dan demam 38,8-41,10C, delirium
Batuk kental, produktif
Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan/berkarat.
Pemeriksaan penunjang
Sinar X: mengidentifikasi distribusi struktural, dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat, emfiema (staphyococcus), infiltrat menyebar atau terlokalisasi (bakterial), atau penyebaran/perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar X dada mungkin bersih
GDA: tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah: diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakheal, bronkoskopi fiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.
JDL: leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pnemonia bakterial.
Pemeriksaan serologi: titer virus atau legionella, aglutinin dingin.
Penatalaksanaan
Kemoterapi
Pemberian kemoterapi harus berdasarkan petunjuk penemuan kuman penyebab infeksi (hasil kultur sputum dan tes sensitivitas kuman terhadap antibodi). Bila penyakitnya ringan antibiotik diberikan secara oral, sedangkan bila berat deberikan secara parenteral. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal akibat proses penuaan, maka harus diingat kemungkinan penggunaan antibiotik tertentu perlu penyusaian dosis.
Pengobatan umum
Terapi oksigen
Hidrasi, bila ringan hidrasi oral, tetapi jika berat dehidrasi dilakukan secara parenteral
Fisioterapi
Penderita perlu tirah baring dan posisi penderita perlu diubah-ubah untuk menghindari pneumonia hipografik, kelemahan dan dekubitus.
TB paru
Pengertian
Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basilmikobakterium tuberkulosa tipe humanus (jarang oleh tipe M. Bovinus). TB Paru merupakan penyakit infeksi penting saluran napas bagian bawah. Basil mikobakterium tuberculosa tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infeksion) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer (ghon). Selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). Tb paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (harrison, 2002).
Etiologi
Penyebabnya adalah kuman mycobacterium teberculosa. Sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid). Lipid ini adalah yang membuat kuman lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat bertahan-tahan dalam lemari es).
Tanda dan gejala
Berkeringat
Batuk disetai dahak lebih dari 3 minggu
Sesak napas dan nyeri dada
Badan lemah, kurang enak badan pada malam hari walau tanpa kegiatan
Berat badan menurun (penyakit infeksi TB paru dan ekstra paru, misnadiary).
Pemeriksaan diagnostik
Kultur sputum adalah mikobakterium tuberkolosis positif pada tahap akhir penyakit
Tes tuberkalin adalah mantolix test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam)
Foto toraks adalah infiltrasi lesi awal pada area paru atas: pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas: pada aktivitas bayangan, berupa cincin: pada klasifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi
Bronchografi adalah untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karen Tb paru
Darah adalah peningkatan leukosit dan laju endapan darah (LED)
Spirometriadalah penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.
Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkolosis terbagi menjadi 2 fase yaitu: fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah rifampisin, INH, pirasinamid, streptomisin dan etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah kanamisin, kulnolon, makvolide, dan amoksilin ditambah dengan asam klavulanat, derivat rifampisin/INH.
Asma
Pengertian
Asma adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh spasme otot polos bronkiolus.
Asma adalah obstruksi akut pada bronkus yang disebabkan oleh penyempitan yang intermiten pada saluran napas di banyak tingkat mengakibatkan terhalangnya aliran udara.
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan napas yang mengakibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas dan gejala pernafasan (mengi atau sesak).
Asma adalah gangguan pernapasan pada bronkus yang menyebabkan penyempitan intermiten pada saluran pernafasan.
Etiologi
Secara etiologis asma dibagi dalam 3 tipe :
Asma tipe non atopik (intrinsik)
Pada golongan ini, keluhan tidak adanya hubungan dengan paparan (exposure) terhadap alergen dan sifat-sifatnya adalah :
Serangan timbul setelah dewasa.
Pada keluarga tidak ada yang menderita asma.
Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan.
Ada hubungan dengan pekerjaan dan beban fisik.
Rangsangan / stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan reaksi asma.
Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non spesifik merupakan keadaan yang peka bagi penderita.
Asma tipe atopik (ekstrinsik)
Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap alergen yang spesifik. Kepekaan ini biasaanya ditimbulkan dengan uji kulit atau provokasi bronkial. Pada tipe ini mempunyai sifat-sifat :
Timbul sejak kanak-kanak
Pada famili ada yang mengidap asma
Ada eksim waktu bayi
Sering menderita rinitis
Di Inggris penyebabnya house dust mite, di USA tepung sari bunga rumput
Asma Campuran (mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik.
Tanda dan Gejala
Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/tanpa stetoskop
Batuk produktif, sering pada malam hari
Nafas atau dada seperti tertekan, ekspirasi memanjang
Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan test kulit untuk menunjukkan adanya alergi dan adanya antibodi kadar Ig E yang spesifik dalam tubuh.
Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E serum untuk menyokong adanya penyakit atopi
Pemeriksaan analisa gas darah dilakukan dengan pasien asma berat
Pemeriksaan eosinofil damal darah jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat
Pemeriksaan sputum untuk menilai adanya misellium aspergius fumigatus
Radiologi dilakukan apabila dan kecurigaan terhadap proses patologik dipar
Penatalaksanaan
Pegobatan Medika Mentosa
Waktu serangan
Bronkodilator
Korkhosteroid
Ekspektoransia
Antihistamin
Antibiotika
Diluar serangan
disodium chomoglycate (DSCG)
ketotijen
Pengobatan non Medika Mentosa
Waktu serangan
Pemberian O2
Pastural drainase
Pemberian cairan
Menghindari paparan alergen
Diluar serangan
Pendidikan
Immunoteraphy/desensitasi
Pelayanan / kontrol emosi
Tujuan pelaksanaan terapi asma
Menyembuhkan dan menendalikan gejala asma
Mencegah kekambuhan
Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankan
Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal
Menghindari efek samping obat asma
Mencegah obstruksif jalan nafas yang irreversible
Terapi awal :
O2 4-6 liter/menit
Agonis B2
Amnofium bolus IV 5 – 6 mg
Kortikosteroid hidrokortison 100 – 200 mg IV
Terapi asmak kronik
Asma ringan : agnosis B2 inhalasi
Asma sedang : anti inflamsi / hr dan agonis B2 inhalasi bila perlu
asmaAberat : steroid inhalasi / hr B2 long acting, steroid sedang sehari/dosis tunggal harian dan agnosis B2 inhalasi sesuai kebutuhan
Respon terapi awal baik didapatkan keadaan :
Respon menetap selama 60 menit setelah pengobatan
Pemeriksaan fisik normal
Arus puncak ekspirasi > 70 %
Bromkiektasis
Pengertian
Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan muscular dinding bronkus.
Bronkiektasis berarti suatu dilatasi yang tak dapat pulih lagi dari bronchial yang disebabkan oleh episode pnemonitis berulang dan memanjang,aspirasi benda asing, atau massa ( mis. Neoplasma) yang menghambat lumen bronchial dengan obstruksi.
Bronkiektasis adalah dilatasi permanen abnormal dari salah satu atau lebih cabang-vabang bronkus yang besar.
Etiologi
Infeksi
Kelainan heriditer atau kelainan konginetal
Faktor mekanis yang mempermudah timbulnya infeksi
Sering penderita mempunyai riwayat pneumoni sebagai komplikasi campak, batuk rejan, atau penyakit menular lainnya semasa kanak-kanak.
Tanda dan Gejala
Batuk yang menahun dengan sputum yang banyak terutama pada pagi hari,setelah tiduran dan berbaring.
Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek selama 1-2 minggu atau tidak ada gejala sama sekali ( Bronkiektasis ringan )
Batuk yang terus menerus dengan sputum yang banyak kurang lebih 200 - 300 cc, disertai demam, tidak ada nafsu makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan lemah badan kadang-kadang sesak nafas dan sianosis, sputum sering mengandung bercak darah,dan batuk darah.
Ditemukan jari-jari tabuh pada 30-50 % kasus.
Pemeriksaan diagnostic
Pemerisaan Laboratorium.
Pemeriksaan sputum meliputi Volume sputum, warna sputum, sel-sel dan bakteri dalam sputum.
Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat, dan menjadi purulen dan mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakan sputum dapat menghasilkan flora normal dari nasofaring, streptokokus pneumoniae, hemofilus influenza, stapilokokus aereus,klebsiela, aerobakter,proteus, pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan sputum berbau busuk menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.
Pemeriksaan darah tepi.
Biasanya ditemukan dalam batas normal. Kadang ditemukan adanya leukositosis menunjukkan adanya supurasi yang aktif dan anemia menunjukkan adanya infeksi yang menahun.
Pemeriksaan urina
Ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan adanya proteinuria yang bermakna yang disebabkan oleh amiloidosis, Namun Imunoglobulin serum biasanya dalam batas normal Kadan bisa meningkat atau menurun.
Pemeriksaan EKG
EKG biasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut yang sudah ada komplikasi korpulmonal atau tanda pendorongan jantung. Spirometri pada kasus ringan mungkin normal tetapi pada kasus berat ada kelainan obstruksi dengan penurunan volume ekspirasi paksa 1 menit atau penurunan kapasitas vital, biasanya disertai insufisiensi pernafasan yang dapat mengakibatkan :
Ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
Kenaikan perbedaan tekanan PO2 alveoli-arteri
Hipoksemia
Hiperkapnia
Pemeriksaan tambahan untuk mengetahui faktor predisposisi dilakukan pemerisaan :
Pemeriksaan imunologi
Pemeriksaan spermatozoa
Biopsi bronkus dan mukosa nasal( bronkopulmonal berulang).
Pemeriksaan Radiologi.
Foto dada PA dan Lateral
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas corakan menjadi kabur, mengelompok,kadang-kadang ada gambaran sarang tawon serta gambaran kistik dan batas-batas permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai lobus paru kiri, karena mempunyai diameter yang lebih kecil kanan dan letaknya menyilang mediastinum,segmen lingual lobus atas kiri dan lobus medius paru kanan.
Pemeriksaan bronkografi
Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi dimana untuk mengevaluasi penderita yang akan dioperasi yaitu pendereita dengan pneumoni yang terbatas pada suatu tempat dan berulang yang tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah mendapat pengobatan konservatif atau penderita dengan hemoptisis yang masif.
Bronkografi dilakukan sertalah keadaan stabil,setalah pemberian antibiotik dan postural drainage yang adekuat sehingga bronkus bersih dari sekret.
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah memperbaiki drainage sekret dan mengobati infeksi.
Penatalaksanaan meliputi :
Pemberian antibiotik dengan spekrum luas ( Ampisillin,Kotrimoksasol, atau amoksisilin ) selama 5- 7 hari pemberian
Drainage postural dan latihan fisioterapi untuk pernafasan serta batuk yang efektif untuk mengeluarkan sekret secara maksimal
Pada saat dilakukan drainage perlu diberikan bronkodilator untuk mencegah bronkospasme dan memperbaiki drainage sekret. Serta dilakukan hidrasi yang adekuat untuk mencegah sekret menjadi kental dan dilengkapi dengan alat pelembab serta nebulizer untuk melembabkan sekret.
Efusi pleura
Pengertian
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus.
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi.
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura.
Etiologi
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
Penurunan tekanan osmotic koloid darah
Peningkatan tekanan negative intrapleural
Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
Tanda dan gejala
Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), pada permulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
Ultrasonografi
Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH.
Biopsi pleura mungkin juga dilakukan
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan disneu.
Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.
Asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan system pernafasan
Pengkajian
Chest X-Ray : dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma, peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), peningkatan bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi (asthma)
Pemeriksaan Fungsi Paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal : bronchodilator
TLC : meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada emfisema
Kapasitas Inspirasi : menurun pada emfisema
FEV1/FVC : ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital (FVC) menurun pada bronchitis dan asthma
ABGs : menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi seringkali menurun pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma)
Bronchogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus (bronchitis)
Darah Komplit : peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinofil (asthma)
Kimia Darah : alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada emfisema primer
Sputum Kultur : untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi
ECG : deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia (bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, emfisema), axis QRS vertikal (emfisema)
Exercise ECG, Stress Test : menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan, mengevaluasi keefektifan obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi program.
Rencana asuhan keperawatan pada klien COPD
Intervensi dan rasional pada penyakit ini didasarkan pada konsep Nursing Intervention Classification (NIC) dan Nursing Outcome Classification (NOC).
No
Diagnoa Keperawatan
(NANDA)
Perencanaan
Tujuan (NOC)
Intervensi (NIC) & Rasional
1
Bersihan jalan nafas tak efektif yang berhubungan dengan :
Bronchospasme
Peningkatan produksi sekret (sekret yang tertahan, kental)
Menurunnya energi/fatique
Data-data
Klien mengeluh sulit untuk bernafas
Perubahan kedalaman/jumlah nafas, penggunaan otot bantu pernafasan
Suara nafas abnormal seperti : wheezing, ronchi, crackles
Batuk (persisten) dengan/tanpa produksi sputum.
Status Respirasi : Kepatenan Jalan nafas # dengan skala…….. (1 – 5) setelah diberikan perawatan selama……. Hari, dengan kriteria :
Tidak ada demam
Tidak ada cemas
RR dalam batas normal
Irama nafas dalam batas normal
Pergerakan sputum keluar dari jalan nafas
Bebas dari suara nafas tambahan
Manajemen jalan nafas
Rasional : untuk menghindari terjadi nya obtruktif jalan nafas yang disebabkan oleh peningkatan sekret
Latih batuk efektif
Rasional : bertujuan untuk mengeluarkan sekrek
Terapi oksigen
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan oksigen
Pemberian posisi
Rasional : mengatur posisi dapat meningkatkan sirkulasi
Monitoring tanda vital
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien menghindari komplikasi
2
Kerusakan Pertukaran gas yang berhubungan dengan :
Kurangnya suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekret, bronchospasme, air trapping)
Destruksi alveoli
Data-data :
Dyspnea
Confusion, lemah
Tidak mampu mengeluarkan secret
Nilai ABGs abnormal (hipoxia dan hiperkapnia)
Perubahan tanda vital
Menurunnya toleransi terhadap aktifitas.
Status Respirasi :
Pertukaran gas # dengan skala ……. (1 – 5) setelah diberikan perawatan selama……. Hari dengan kriteria :
Status mental dalam batas normal
Bernafas dengan mudah
Tidak ada cyanosis
PaO2 dan PaCO2 dalam batas normal
Saturasi O2 dalam rentang normal
Manajemen asam dan basa tubuh
Rasional : mencegah komplikasi akibat penurunan atau peningkatan PCO2
Manajemen jalan nafas
Rasional : untuk memfasilitasi kepatenan jalan nafas
Terapi oksigen
Rasional : memberikan oksigen dan memantau aktivitas
Monitoring tanda vital
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien menghindari komplikasi
3
Ketidakseimbangan nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan :
Dyspnea, fatique
Efek samping pengobatan
Produksi sputum
Anorexia, nausea/vomiting.
Data :
Penurunan berat badan
Kehilangan masa otot, tonus otot jelek
Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa
Tidak bernafsu untuk makan.
Status Nutrisi : Intake cairan dan makanan gas # dengan skala ……. (1 – 5) setelah diberikan perawatan selama……. Hari dengan kriteria :
Asupan makanan skala (1 – 5) (adekuat)
Intake cairan peroral (1–5) (adekuat)
Intake cairan (1 – 5) (adekuat)
Status Nutrisi : Intake Nutrien gas # dengan skala ……. (1 – 5) setelah diberikan perawatan selama……. Hari dengan kriteria :
Intake kalori (1 – 5) (adekuat)
Intake protein, karbohidrat dan lemak (1 – 5) (adekuat)
Kontrol Berat Badan gas # dengan skala ……. (1 – 5) setelah diberikan perawatan
selama……. Hari dengan kriteria :
Mampu memeliharan intake kalori secara optimal (1 – 5)
Mampu memelihara keseimbangan cairan (1 – 5)
Mampu mengontrol asupan makanan secara adekuat (1 – 5).
Manajemen cairan
Rasional : membantu kebutuhan cairan tubuh
Monitoring cairan
Rasional : menghindari kelebihan atau kekurangan cairan
Manajemen gangguan makan
Rasional : untuk mencari alternatif untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
Terapi nutrisi
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi
Kontroling nutrisi
Rasional : mempertahankan intake dan output
Manajemen berat badan.
Rasional : untuk apakah terapi diet yang diberikan berhasil
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa di hindari siapapun. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu periode dimana seseorang telah "beranjak jauh" dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat (Hurlock, 2000).
Batasan Lansia menurut Setyonegoro, dimana usia dewasa muda ( Elderly adulhood) 20 – 25 tahun, usia dewasa penuh ( middle years ) atau maturitas 25 – 60 atau 65 tahun, lanjut usia ( geriatric age ), lebih dari 65 atau70 tahun. Terbagi untuk umur 70 – 75 tahun ( young old), 75– 80 tahun (old), dan lebih dari 80 tahun ( very old ).
Menurut WHO tahun 2005, Lanjut usia meliputi usia pertengahan yakni kelompok usia 45-59 tahun, Lanjut usia (Elderly) yakni 60-74 tahun, usia lanjut tua (Old) yakni 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) yakni lebih dari 90 tahun.
Tipe lansia tergantung dari karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonomi
Proses penuaan merupakan konsekuensi yang tidak bisa dihindari oleh setiap manusia. Walaupun proses penuaan merupakan suatu proses yang normal, akan tetapi keadaan ini lebih menjadi beban.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada usia lanjut seperti penurunan kondisi fisik, penurunan fungsi dan potensi seksual, perubahan aspek sosial, perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan, dan perubahan dalam peran sosial dimasyarakat
Perubahan anatomi fisiologi sistem pernapasan pada lansia yaitu perubahan anatomik pada respirasi, perubahan fisiologik pada pernapasan, faktor-faktor yang memperburuk fungsi paru, dan penyakit pernapasan pada usia lanjut
Gangguan pada sistem pernafasan pada lansia seperti pneumonia, tb paru, asma, bromkiektaksis, dan epusi pleura
Asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem pernafasan meliputi pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi, dan evaluasi
Saran
Bagi Institusi
Diaharapkan agar institusi lebih mengembangkan pendidikan keperawatan gerontik, khusus nya gangguan system pernafasan pada lansia serta asuhan keperawatan yang tepat
Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat memahami tentang system pernafasan pada lansia serta asuhan keperawatan yang tepat pada lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo B, Martono H. 2006. Buku ajar geriatri edisi ke-3. Jakarta: balai penerbit fakultas kedokteran universitas indonesia.
Herdman, T. Heather.2012. diagnosis keperawatan: definisi danklasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC
Lukman HM. 2009. Kegawat darutanan pada pasien geriatri. In: buku ajar ilmu penyakit dalam. Interna publishing: jakarta. Ed V jilid 1.
Stanley, Mickey, and Patricia Gauntlett Beare.2006.Buku Ajar Keperawatan Gerontik, ed 2.Jakarta:EGC
Suddarth dan Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC. Wood, Under J.C.E. 1996. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta : EGC
Nanda. 2012. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan NANDA Nort American Nursing Diagnosis Association NIC-NOC. Yogyakarta : Media Hardy
Acton, Sharon Enis & Fugate, Terry (1993) Pediatric Care Plans, AddisonWesley Co. Philadelphia
Soeparman & Sarwono W, (1998), Ilmu penyakit dalam Jilid II Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Hurlock, 2000., Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Erlangga, Jakarta
Nugroho, 2008., Keperawatan Gerontik. EGC, Jakarta
Watson, 2003., Perawatan pada Lansia. EGC, Jakarta.