Asuhan keperawatan jiwa tentang ketidakberdayaan dan keputusasaan A. Pengertian Ketidakberdayaan dan keputusasaan a. Ketidakberdayaan
Ketidakberdayaan adalah persepsi atau tanggapan klien bahwa perilaku atau tindakan yang sudah dilakukannya tidak akan membawa hasil yang diharapkan atau tidak akan membawa perubahan hasil seperti yang diharapkan, sehingga klien sulit mengendalikan situasi yang terjadi atau mengendalikan situasi yang akan terjadi (NANDA, 2011). Menurut Nanda (2012) Ketidakberdayaan memiliki definisi persepsi bahwa tindakan seseorang secara signifikan tidak akan mempengaruhi hasil; persepsi kurang kendali terhadap situasi saat ini atau situasi yang akan terjadi. Menurut Wilkinson (2007) ketidakberdayaan merupakan persepsi seseorang bahwa tindakannya tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna, kurang penggendalian yang dirasakan terhadap situasi terakhir atau yang baru saja terjadi. Menurut Carpenito-Moyet (2007) ketidakberdayaan merupakan keadaan ketika seseorang individu atau kelompok merasa kurang kontrol terhadap kejadian atau situasi tertentu. b. Keputusasaan
Menurut NANDA (2015-2017), keputusasaan adalah keadaan subyektif ketika seorang individu memandang keterbatasan atau tidak adanya pilihan alternative serta tidak mampu memobilisasi energy untuk kepentingannya sendiri. Keputusasaan menurut NANDA ini memiliki beberapa batasan karakteristik, diantaranya: gangguan pola tidur, kurang inisiatif, pasif, meninggalkan meningg alkan orang yang diajak d iajak bicara, b icara, penurunan p enurunan selera makan, kurang kontak mata, dan sebagainya. Factor-faktor yang berhubungan yakni: isolasi soasial, penurunan kondisi fisiologis, stress jangka panjang, serta kehilangan nilai kepercayaan. Keputusasaan merupakan suatu keadaan emosional yang dialami ketika individu merasa kehidupannya sangat berat untuk dijalani dan dirasa mustahil. Seseorang tersebut tidak akan memiliki harapan untuk memperbaiki kehidupannya, tidak m emiliki solusi untuk masalah
yang dialaminya dan ia merasa tidak aka nada orang yang dapat membantuya menyelesaikan masalahnya (Carpenito, 563). Keputusasaan ini berbeda dengan ketidakberdayaan. Orang yang merasa utus asa tidak mampu melihat adanya solusi untuk masalah yang dihadapinya dan tidak menemukan cara untuk mencapai sesuatu hal yang diinginkan. Sedangkan ketidakberdayaan adalah seseorang menemukan solusi masalahnya namun memiliki keterbatasan untuk melakukannya akibat kurangnya kontrol terhadap kejadian atau situasi tertentu. B. Penyebab a.ketidakberdayaan
1. kurangnya pengetahuan 2. Ketidak adekuatan koping sebelumnya (seperti : depresi) 3. serta kurangnya kesempatan untuk membuat keputusan (Carpenito, 2009). Doenges, Townsend, M, (2008)
Kesehatan lingkungan: hilangnya privasi, milik pribadi dan kontrol terhadap terapi.
Hubungan interpersonal: penyalahgunaan kekuasaan,hubungan yang kasar.
Penyakit yang berhubungan dengan rejimen:penyakit kronis atau yang melemahkan kondisi.
Gaya hidupketidakberdayaan: mengulangi kegagalan dan ketergantungan. b.keputusasaan
a.Faktor kehilangan b.
Kegagalan yang terus menerus
c.
Faktor Lingkungan
d. Orang terdekat ( keluarga ) e.
Status kesehatan ( penyakit yang diderita dan dapat mengancam jiwa)
f.
Adanya tekanan hidup
g.
Kurangnya iman
C. Manifestasi klinis a. keputusasaan
Mayor ( harus ada) Mengungkapkan atau mengekspresikan sikap apatis yang mendalam , berlebihan, dan berkepanjangan dalam merespon situasi yang dirasakan sebagai hal yang mustahil isyarat verbal tentang kesedihan. Contoh ungkapan : 1.
“Lebihbaiksayamenyerahkarenasayatidakmampumemperbaikikeadaan.”
2.
“Masadepansayaseolahsuram.”
3.
“Sayatidakdapatmembayangkanmasadepansaya 10 tahunkedepan.”
4.
“Sayasadar, sayatipernahmendapatkanapa yang sayainginkansebelumnya.”
5.
“Rasanyasayatidakmungkinmenggapaikepuasandimasa yang akandatang.”
1) Fisiologis :
respon terhadap stimulus melambat
tidak ada energi
tidur bertambah
2) emosional :
individu yang putus asa sering sekali kesulitan mengungkapkan perasaannya tapi dapat merasakan
tidak mampu memperoleh nasib baik, keberuntungan dan pertolongan tuhan
tidak memiliki makna atau tujuan dalam hidup
hampa dan letih
perasaan kehilangan dan tidak memiliki apa-apa tidak berdaya,tidak mampu dan terperangkap.
3) Individu memperlihatkan : Sikap pasif dan kurangnya keterlibatan dalam perawatan,
Penurunan verbalisasi, Penurunan afek, Kurangnya ambisi,inisiatif,serta minat.Ketidakmampuan mencapai sesuatu Hubungan interpersonal yang terganggu, Proses pikir yang lambat, Kurangnya tanggung jawab terhadap keputusan dan kehidupannya sendiri. 4) Kognitif : Penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah dan kemampuan
membuat keputusan, Mengurusi masalah yang telah lalu dan yang akan datang bukan masalah yang dihadapi saat ini, Penurunan fleksibilitas dalam proses pikir, Kaku ( memikirkan semuanya atau tidak sama sekali ), Tidak punya kemampuan berimagenasi atau berharap, Tidak dapat mengidentifikasi atau mencapai target dan tujuan yang ditetapkan, Tidak dapat membuat perencanaan, mengatur serta membuat keputusan,Tidak dapat mengenali sumber harapan Minor ( mungkin ada ) 1) Fisiologis: Anoreksia, BB menurun 2) Emosional: Individu marasa putus asa terhadap diri sendiri dan orang lain, Merasa
berada diujung tanduk, Tegang, Muak ( merasa ia tidak bisa), Kehilangan kepuasan terhadap peran dan hubungan yang ia jalani, Rapuh 3) Individu memperlihatkan : Kontak mata yang kurang mengalihkan pandangan dari
pembicara, Penurunan motivasi, Keluh kesah, Kemunduran, Sikap pasrah, Depresi 4) Kognitif : Penuruna kemampuan untuk menyatukan informasi yang diterima, Hilangnya
persepsi waktu tentang mas lalu , masa sekarang , masa datang, Bingung, Ketidakmampuan berkomunikasi secara efektif, Distorsi proses pikir dan asosiasi, Penilaian yang tidak logis
D. Jenis-jenis Ketidakberdayaan
Stephenson (1979) dalam Carpenito (2009) menggambarkan dua jenis ketidak-berdayaan, yaitu; a. Ketidakberdayaan situasional Ketidakberdayaan yang muncul pada sebuah peristiwa spesifik dan mungkin berlangsung singkat. b. Ketidakberdayaan dasar (trait powerlessness) Ketidakberdayaan yang bersifat menyebar, mempengaruhi pandangan, tujuan, gaya hidup, dan hubungan. E. Fakfor-faktor ketidakberdayaan a. Ketidakberdayan
Faktor Predisposisi Beberapa faktor yang dapat mendukung terjadinya masalah ketidakberda-yaan menurut Stuart (2009) pada Seseorang antara lain: a.
Biologis -
Status nutrisi: berat badan pasien sangat menurun karena pasien tidak berolahraga sejak terkena penyakit stroke. Massa otot berkurang
b. Psikologis
Psikologis pasien sedikit terguncang sejak terkena penyakit stroke tersebut, sehari-hari yang dilakukannya hanya diam tanpa melakukan latihan apa-apa, terkadang istrinya juga merasa sedih melihat keadaaan suaminya seperti itu. c. Sosiokultural
Hubungan pasien selama mengalami penyakit stroke mengalami hambatan selain tidak mampu untuk berinteraksi dengan orang luar. Juga komunikasi yang kurang jelas karena pelo
d. Spiritual
Spiritual Pasien terganggu karena pasien tidak mampu melakukan ibadah sholat
Faktor presipitasi (waktu<6 bulan/ saat mulai tmbulnya gejala s/d saat dikaji) a. Nature Status nutrisi pasien berkurang b. Origin -
Internal: Persepsi individu yang tidak baik tentang dirinya, orang lain dan lingkungannya.
-
Eksternal: Kurangnya dukungan keluarga, kurang dukungan masyarakat, kurang dukungan kelompok/teman sebaya
c. Timing Stres terjadi dalam waktu dekat, stress terjadi secara berulang-ulang/ terus menerus.
d. Number Sumber stres lebih dari satu, stres dirasakan sebagai masalah yang san gat berat. Respon terhadap stress/ tanda gejala/ penilaian terhadap respon a. Kognitif: kurang konsentrasi, ambivalensi, kebingungan, berkurangnya kreatifitas, pandangan suram, pesimis, sulit untuk membuat keputusan, mimpi buruk, produktivitas menurun, pelupa, ketidakpastian. b. Afektif: sedih, rasa bersalah, bingung, gelisah, apatis/pasif, kesepian, rasa tidak berharga, penyangkalan perasaan, kesal, khawatir, perasaan gagal. c. Fisiologis: pasien biasnya mengeluh pusing. Suhu tubuh biasanya panas, penuruanan berat badan d. Perilaku: agitasi, perubahan tingkat aktivitas, mudah tersinggung, kurang spontanitas, sangat tergantung, kebersihan diri yang kurang, mudah menangis e. Respon sosial: patisipasi sosial berkurang. Kemampuan mengatasi masalah/ sumber koping a. Personal ability; kurang komunikatif, hubungan interpersonal yang kurang baik, kurang
memiliki kecerdasan dan bakat tertentu, mengalami gangguan fisik, perawatan diri yang kurang baik, tidak kreatif. b. Sosial support ; hubungan yang kurang baik dengan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, kurang terlibat dalam organisasi sosial/kelompok sebaya, ada konflik nilai budaya. c. Material asset ; penghasilan kurang d. Positive belief ; tidak memiliki keyakinan dan nilai positif, kurang memiliki motivasi, kurang berorientasi pada pencegahan (lebih senang melakukan pengobatan) Mekanisme koping yang dapat terjadi pada ketidakberdayaan antara lain: - Destruktif; tidak kreatif : kurang memiliki keinginan untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat, tidak mempunyai hubungan akrab, ketidakmampuan untuk mencari informasi tentan perawatan, tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat diberikan. b.keputusasaan
a. Faktor predisposisi 1. Faktor resiko biologis Status nutrisi menurun, berat badan menurun akibat pasien kehilangan nafsu makannya. 2. Faktor resiko psikologis Psikologis pasien menjadi tidak stabil setelah pasien didiagnosis HIV oleh dokter, pasien sering mengurung diri di kamar dan sering uring-uringan saat ada anggota keluarga yang ingin membujuknya. Ppasien tidak memiliki semangat untuk sembuh, ia merasa sudah tidak memiliki harapan. 3. Faktor resiko sosiokultural Sejak pasien didiagnosis oleh dokter mengidap HIV, hubungan pasien dengan lingkungan
sekitarnya
menjadi
sangat
tidak
baik.
Tetangga
sering
menggunjingkannya sehingga pasien merasa malu dengan keadaannya. Keluarga pasien merasa sangat sedih karena dukungan dan semnagatnya tidak dapat membuatnya semangat untuk sembuh. Selain itu, pasien menjadi tidak yakin dengan spiritualnya akibat dari keputusasaan yang dialami. Pasien merasa hidupnya tidak
akan lama lagi. b. Faktor presipitasi 1. Nature Status nutrisi pasien semakin menurun akibat pasien kehilangan nafsu makannya. 2. Origin -
Internal : persepsi negatif individu pada dirinya dan lingkungan di sekitarnya
-
Eksternal : pasien mendapat dukungan keluarga, tetapi tidak dengan lingkungan dan teman-temannya
3. Timing Stress yang dialami pasien terjadi dalam waktu dekat. Pasien mengalami stress secara terus-menerus dan berkepanjangan. 4. Number Kondisi pasien menjadi stressor yang paling berat dirasakan pasien. Pasien merasa tidak ada harapan sembuh serta merasa hidupnya tidak akan lama lagi. c. Respon terhadap stress/tanda gejala/penilaian terhadap respon 1. Kognitif Pasien merasa kebingungan, tidak mampu berkonsentrasi, pesimis, menyalahkan dirinya sendiri, kehilangan minat motivasi, tidak dapt menyambil keputusan. 2. Afektif Pasien sering marah, uring-uringan, merasa kesal, kesepian, keputusasaan, rasa bersalah, sedih, rasa tidak berharga, harga diri pasien rendah, dan ansietas. 3. Fisiologis Pasien mengalami anoreksia, keletihan, nyeri dada, sakit punggung, sakit kepala, dan diare. 4. Perilaku Pasien menjadi mudah tersinggung, mudah menangis, kebersihan diri pasien kurang, perubahan tingkat aktifitas dan sangat tergantung.
5. Sosial Pasien menarik diri dari masyarakat, terjadi isolasi social, dan pasien tidak mampu mengatasi masalahnya. d. Reaksi berduka yang dialami pasien menunjukkan penggunaan mekanisme penyangkalan dan supresi berlebih dalam upaya menghindari distress. e. Mekanisme koping Destruktif; tidak kreatif : kurang memiliki keinginan untuk melakukan
sesuatu,
tidak
mempunyai
hubungan
baik
dengan
lingkungannya,
ketidakmampuan untuk mencari informasi tentan perawatan untuk kesembuhannya, tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat diberikan dukungan oleh keluarganya