TRAUMA GINJAL A. Definisi
Trauma ginjal adalah cedera yang mengenai ginjal yang memberikan
manifestasi
memar,
laserasi,
atau
kerusakan
pada
struktur.(Arif struktur.(Arif Muttaqin, 2011). 2011) . Cedera ginjal dapat terjadi secara: a. Langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang. b. Tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan
ginjal
secara
tiba-tiba
didalam
rongga
retroperitoneum. (Basuki B. Purnomo, 2003).
B. Etiologi
Mekanisme cedera yang dapat menyebabkan injuri pada ginjal adalah sebagai berikut. a. Trauma penetrasi benda tajam (misalnya: luka tembak, luka tusuk atau tikam) menyebabkan trauma pada ginjal sehingga terjadi syok akibat trauma multisistem. b. Trauma tumpul (misalnya: jatuh, cedera atletik, kecelakaan lalu lintas, akibat pukulan) menyebabkan ginjal malposisi, dan kontak dengan iga (tulang belakang). c. Cedera iatrogenik (misalnya: prosedur endourologi, ESWL, biopsi ginjal, prosedur perkutaneus pada ginjal) d. Intraoperatif (misalnya diagnostik peritoneal lavage). e. Lainnya (misalnya: penolakan transplantassi ginjal, melahirkan [dapat menyebabkan laserasi spontan ginjal]). (Arif Muttaqin, 2011). 2011).
C. Patofisiologi
Ginjal terletak di rongga retroperitonium dan terlindung oleh otototot punggung di sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di sebelah anteriornya. Karena itu cedera ginjal tidak jarang diikuti oleh cedera organ-organ yang mengitarinya. Adanya cedera traumatik, menyebabkan ginjal dapat tertusuk oleh iga paling bawah sehingga terjadi konstitusi dan ruptur, fraktur iga atau fraktur prosesus transversus lumbar vertebra atas dapat dihubungkan dengan kontusi renal atau laserasi. Cedera dapat tumpul (jatuh, cedera atletik, kecelakaan lalu lintas, akibat pukulan), dapat ditemukan jejas pada daerah lumbal atau penetrasi (luka tembak, luka tusuk atau tikam) tampak luka. Kelalaian dalam menggunakan sabuk pengaman akan memberikan reaksi
goncangan
ginjal
didalam
rongga
retroperitoneum
dan
menyebabkan regangan pedikel ginjal (batang pembuluh darah renal dan ureter) sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabangcabangnya. Kondisi adanya penyakit pada ginjal seperti hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal akan memperberat suatu trauma pada kerusakan struktur ginjal. Klasifikasi Trauma Ginjal a. Mekanisme dan keparahan cedera. Trauma renal dapat digolongkan berdasarkan mekanisme cedera (tumpul versus penetrasi), lokasi anatomis, atau keparahan cedera sebagai berikut. a) Trauma renal minor (misalnya: contusio, hematoma, dan beberapa laserasi minor parenkim ginjal). b)
Trauma renal mayor seperti laserasi mayor (kerusakan pada sistem kaliks) dan fragmen parenkim ginjal, ruptur kapsul ginjal akibat hematoma.
c) Trauma renal kritikal meliputi laserasi multiple yang parah pada ginjal, laserasi berat, dan cedera pedikel ginjal (cedera pada pembuluh darah ginjal). (Brunner dan suddarth, 2001).
b. Klasifikasi trauma ginjal sebagai berikut. a) Grade I
: Kontusio ginjal, terdapat perdarahan di
ginjal tanpa adanya kerusakan jaringan, kematian jaringan maupun kerusakan kaliks (kapsul ginjal masih utuh). Hematuria dapat mikroskopik atau makroskopik. Pencitraan normal. b) Grade II
: Hematoma subkapsular atau perirenal yang
tidak meluas, tanpa adanya kelainan parenkim. c) Garade III
: Laserasi ginjal tidak melebihi 1 cm dan
tidak mengenai pelviokaliks dan tidak terjadi ekstravasasi. d) Grade IV
: Laserasi lebih dari 1 cm dan tidak
mengenai pelviokaliks atau ekstravasasi urin. Laserasi yang mengenai korteks, medulla, dan pelvio kaliks. e) Grade V
: Cidera pembuluh darah utama, avulsi
pembuluh darah yang mengakibatkan gangguan perdarahan ginjal, laserasi luas pada beberapa tempat atau ginjal yang terbelah. (R.Sjamsuhidayat, Wim de jong., 2004)
D. Manifestasi Manifestasi Klinis
Cedera ginjal yang paling sering adalah kontusi, laserasi, ruptur dan cedera pedikel renal atau laserasi internal kecil pada ginjal. Secara fisiologis, ginjal menerima setengah dari aliran darah aorta abdominal, oleh karena itu meskipun hanya terdapat laserasi renal yang kecil, namun hal ini dapat menyebabkan men yebabkan perdarahan yang banyak (perdarahan masif). Manifestasi klinis meliputi a. Nyeri kolik renal (akibat bekuan darah/fragmen dari sitem duktus kolektikus yang terobstruksi). b. Distensi abdomen. c. Hematuria. Hematuria makroskopik atau mikroskopik merupakan tanda utama cedera saluran kemih. Hematuria merupakan salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan untuk tindakan selanjutnya. Pada trauma tumpul, hematuria mikroskopik
tanpa adanya syok tidak mememerlukan pencitraan apapun kecuali tedapat trauma penyerta (intra abdominal atau trauma deselerasi cepat) yang memungkinkan terjadinya cedera vaskuler. Pada trauma tajam semua hematuria (gross atau
mikoskopik)
memerlukan
pencitraan.
Derajat
hematuria tidak berbanding langsung dengan tingkat kerusakan ginjal. Perlu diperhatikan bahwa bila tidak ada hematuria, kemungkinan cedera berat, seperti putusnya pedikel dari ginjal atau ureter dari pelvis ginjal tetap ada. d. Massa di rongga panggul. e. Ekimosis f. Nyeri pada bagian punggung. punggung. g. Hematoma di daerah pinggang . h. Laserasi atau luka di abdomen lateral dan rongga panggul. i.
Tanda dan gejala hipovolemia.
j.
Syok menyertai hemoragi yang harus segera di atasi. Bila syok tidak diatasi atau berulang-ulang, penderita dengan dugaan
cedera
intraabdomen
memerlukan
laparatomi
segera. k. Fraktur tulang iga terbawah sering menyertai cedera ginjal. Bila hal ini ditemukan sebaiknya diperhatikan juga keadaan paru apakah terdapat hematotoraks atau pneumotoraks dan kemungkinan ruptur limpa.
E. Penatalaksanaan Medis a. Konservatif
a) Tindakan ini ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini dilakukan observasi status ginjal dengan pemeriksaan kondisi lokal (tanda-tanda vital), kemungkinan adanya penambahan massa di pinggang, adanya pembesaran lingkar perut,
penurunan
kadar
hemoglobin
darah,
hematokrit
dan
perubahan warna urine pada pemeriksaan urine serial. Pasien trauma minor agar dianjurkan tirah baring sampai hematuria hilang. Infus intravena mungkin diperlukan karena perdarahan retroperitoneal dapat menyebabkan reflek ileus paralitik. Medikasi antimikrobial dapat diresepkan untuk mencegah infeksi akibat hematoma perirenal atau urinoma (sebuah kista yang mengandung urin) pasien harus dievaluasi dengan sering selama hari-hari pertama setelah cedera untuk mendeteksi nyeri panggul dan abdominal, spasme otot, serta bengkak di panggul. panggul. Jika
selama
observasi
didapatkan
adanya
tanda-tanda
perdarahan atau kebocoran urine yang menimbulkan infeksi, harus segera dilakukan tindakan operasi. b) Pasien
dengan
cedera
major
dapat
ditangani
secara
konservatif, jika cedera tidak terlalu parah. Jika kondisi pasien dan asal cederanya tidak dapat ditangani secara konservatif maka maka dapat dilakukan operasi. b. Operasi
a) Trauma ginjal major dengan tujuan untuk menghentikan perdarahan. debridement,
Selanjutnya reparasi
mungkin ginjal
perlu
(berupa
dilakukan
renorafi
atau
penyambungan vaskuler) atau tidak jarang harus dilakukan nefrektomi parsial bahkan nefrektomi total karena kerusakan ginjal yang sangat berat. b) Trauma ginjal kritikal dan kebanyakan cedera penetrasi memerlukan bedah eksplorasi akibat tingginya insidens keterlibatan organ lain dan seriusnya komplikasi yang terjadi jika cedera tidak ditangani. Ginjal yang rusak harus diangkat (nefrektomi).
c) Komplikasi dini pasca operatif (dalam 6 bulan) mencakup perdarahan ulang, abses, sepsis, ekstravasasi urin, dan pembentukan
fistula.
Komplikasi
lain
mencakup
pembentukan batu, infeksi kista, aneurisma vaskuler, dan hilangnya fungsi renal.
F. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian Fokus
a) Biodata klien. b) Riwayat penyakit (a). Keluhan utama atau alasan utama mengapa ia datang ke dokter atau ke rumah sakit atau kemana klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya. (b). Kaji keluhan nyeri secara PQRST: lokasi, karakter, durasi, dan hubungannya dengan urinasi, faktorfaktor
yang
memicu
rasa
nyeri
dan
yang
meringankannya. (c). Riwayat infeksi trauma urinarius:
Terapi atau perawatan rumah sakit yang pernah dialami
untuk menangani infeksi
traktus urinarius.
Adanya gejala panas atau menggigil. Sistoskopi sebelumnya, riwayat penggunaan kateter urine dan hasil- hasil pemeriksaan diagnostik renal atau urinarius.
(d). Gejala kelainan urinasi seperti disuria, inkontinensia. (e). Riwayat penyakit masa lalu, misalnya batu ginjal, Dm, hipertensi, dll. (f). Kaji
pemakaian
sebelumnya.
obat-obatan,
alkohol,
merokok
(g). Kaji pengaruh cedera terhadap respon psikologis klien.
c) Pemeriksaan fisik (a). Inspeksi Pemeriksaan secara umum, klien terlihat sangat kesakitan oleh adanya nyeri kolik ginjal. Pada status lokalis
biasanya
didapatkan
adanya
jejas
pinggang atau punggung bawah. Terihat
pada tanda
ekimosis dan laserasi atu luka di abdomen lateral dan rongga panggul. Pemeriksaan urine output didapatkan adanya hematuria. Pada trauma ruptur pedikel, klien sering kali datang dalam keadaan syok berat dan terdapat heatoma yang makin lama makin membesar. (b).Palpasi (b). Palpasi Didaptkan adanya massa pada rongga panggul. Nyeri tekan pada regio kostovertebra. (c). Auskultasi Auskultasi kuadran atas abdomen dilakukan untuk mendeteksi
bruit
(suara
vaskuler
yang
dapat
menunjukkan stenosis pembuluh arteri renal).
b. Pemeriksaan Diagnostik
a)
IVP : memberikan konfirmasi cepat trauma ginjal, guna guna menilai tingkat kerusakan ginjal dan melihat keadaan ginjal kontralateral yaitu caranya dengan menyuntikan zat kontras dosis tinggi ± 2 ml/kg/bb. Indikasi : luka tusuk atau luka tembak yang mengenai ginjal., cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria makroskopik., dan cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-
tanda hematuria mikroskopik dengan disertai syok. b)
USG Ginjal : untuk menentukan lokasi cedera. Dengan menggunakan USG diharapkan dapat menemukan adanya kontusio parenkim ginjal atau hematoma subkapsuler dan robekan kapsul ginjal.
c)
CT scan : pemeriksaan ini dilakukan jika pemeriksaan IVP belum bisa menerangkan keadaan ginjal (misalkan pada ginjal non visualized ). ). Pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya robekan jaringan ginjal, ekstravasasi kontras yang luas, adanya nekrosis jaringan ginjal dan pada organ lainnya.
c.
Diagnosa Keperawatan Keperawatan
a)
Aktual/risiko syok hipovolemik berhubungan dengan pengeluaran darah masif pada arteri renal.
b) Nyeri berhubungan dengan dengan robekan pada abdomen dan ginjal. c)
Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan kerusakan pada ginjal.
d. Perencanaan Tindakan Perawatan
DIAGNOSA KEPERAWATAN/DATA
TUJUAN/KRITERIA
RENCANA TINDAKAN RENCANA
RASIONAL
PENUNJANG
Aktual/risiko syok
Tujuan : dalam waktu 1X24
hipovolemik berhubungan
jam gangguan volume dan
dengan pengeluaran darah
syok hipovolemi teratasi.
masif pada arteri renal.
Kriteria evaluasi :
Mandiri
-
Monitoring status cairan (turgor kulit,
-
membran mukosa, urine output).
ditentukan dari keadaan status cairan. -
- Klien tidak mengeluh
Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi
pusing.
urine, monitoring yang ketat pada
- Membran mukosa
produksi urine <600 ml/hari karena
lembab.
merupakan tanda-tanda terjadinya syok
- Turgor kulit normal. -
Jumlah dan tipe cairan pengganti
hipovolemik
TTV dalam batas normal.
-
Kaji perdarahan dalam.
-
Perdarahan harus dikendalikan.
-
CRT < 3 detik.
-
Auskultasi tekanan darah, bandingkan
-
Hipotensi dapat terjadi pada
-
Urine > 600 ml/hari.
- Laboratorium : nilai hematokrit dan protein
kedua lengan, ukur dalam keadaan
hipovolemik yang memberikan
berbaring, duduk, atau berdiri bila
manifestasi sudah terlibatnya sistem
memungkinkan.
kardiovaskuler untuk melakukan
serum meningkat.
kompensasi mempertahankan tekanan
- BUN/kreatinin menurun.
darah.
-
Kaji warna kulit, suhu, sianosos, nadi
-
perifer, dan diaforesis diaforesis secara teratur.
-
Pantau frekuensi jantung dan irama.
Mengetahui adanya pengaruh peningkatan perifer.
-
Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukkan komplikasi disritmia.
Kolaborasi
-
Pertahankan pemberian cairan
-
intravena.
Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan kontrol intake dan output cairan.
-
Pembedahan perbaikan
-
Pembedahan ditujukan pada trauma ginjal major dengan tujuan untuk segera menghentikan perdarahan. Selanjutnya
- Laboratorium : nilai hematokrit dan protein
berbaring, duduk, atau berdiri bila
manifestasi sudah terlibatnya sistem
memungkinkan.
kardiovaskuler untuk melakukan
serum meningkat.
kompensasi mempertahankan tekanan
- BUN/kreatinin menurun.
darah.
-
Kaji warna kulit, suhu, sianosos, nadi
-
perifer, dan diaforesis diaforesis secara teratur.
-
Pantau frekuensi jantung dan irama.
Mengetahui adanya pengaruh peningkatan perifer.
-
Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukkan komplikasi disritmia.
Kolaborasi
-
Pertahankan pemberian cairan
-
intravena.
Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan kontrol intake dan output cairan.
-
Pembedahan perbaikan
-
Pembedahan ditujukan pada trauma ginjal major dengan tujuan untuk segera menghentikan perdarahan. Selanjutnya
mungkin perlu dilakukan debridement, reparasi ginjal (berupa renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak jarang harus dilakukan nefrektomi parsial bahkan nefrektomi total karena karena kerusakan ginjal yang sangat b erat. Nyeri berhubungan dengan
Tujuan : nyeri dapat
robekan pada abdomen dan
terkontrol.
ginjal.
Kriteria hasil :
Mandiri
-
Kaji intensitas nyeri, perhatikan lokasi
-
dan karakteristik.
Hasil pengkajian membantu evaluasi derajat ketidaknyamanan dan
- Nyeri menurun sampai
ketidakefektifan analgesik atau
tingkat yang dapat
menyatakan adanya komplikasi.
diterima oleh klien atau
Bedrest dan berikan tindakan untuk
sampai klien tidak
memberikan rasa nyaman seperti posisi
meminimalkan nyeri dan tindakan
mengalami nyeri.
yang nyaman, mengelap bagian
tersebut akan meningkatkan relaksasi.
punggung pasien, mengganti alat tenun
Pelembab membantu mencegah
yg kering setelah diaforesis, memberi
kekeringan dan pecah-pecah di mulut
minim hangat, lingkungan yg tenang
dan bibir.
- Suhu tubuh normal
dgn cahaya yg redup dan sedatif ringan jika dianjurkan berikan pelembab pada
-
posisi yang nyaman dapat membantu
mungkin perlu dilakukan debridement, reparasi ginjal (berupa renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak jarang harus dilakukan nefrektomi parsial bahkan nefrektomi total karena karena kerusakan ginjal yang sangat b erat. Nyeri berhubungan dengan
Tujuan : nyeri dapat
robekan pada abdomen dan
terkontrol.
ginjal.
Kriteria hasil :
Mandiri
-
Kaji intensitas nyeri, perhatikan lokasi
-
dan karakteristik.
Hasil pengkajian membantu evaluasi derajat ketidaknyamanan dan
- Nyeri menurun sampai
ketidakefektifan analgesik atau
tingkat yang dapat
menyatakan adanya komplikasi.
diterima oleh klien atau
Bedrest dan berikan tindakan untuk
sampai klien tidak
memberikan rasa nyaman seperti posisi
meminimalkan nyeri dan tindakan
mengalami nyeri.
yang nyaman, mengelap bagian
tersebut akan meningkatkan relaksasi.
punggung pasien, mengganti alat tenun
Pelembab membantu mencegah
yg kering setelah diaforesis, memberi
kekeringan dan pecah-pecah di mulut
minim hangat, lingkungan yg tenang
dan bibir.
- Suhu tubuh normal
-
posisi yang nyaman dapat membantu
dgn cahaya yg redup dan sedatif ringan jika dianjurkan berikan pelembab pada
kulit dan bibir.
-
Kompres air hangat.
-
Kompres air hangat dapat mengurangi rasa nyeri karena air hangat memvasodilatasi vaskuler.
Kolaborasi
-
Berikan analgesik sesuai dengan
-
resep.
Analgesik membantu mengontrol nyeri dengan memblok jalan rangsang nyeri. Nyeri pleuritik yang berat sering kali memerlukan analgetik narkotik untuk mengontrol nyeri lebih efektif.
Gangguan eliminasi urine
Tujuan : eliminasi urine -
berhubungan
cukup atau kembali normal.
dengan
Monitor intake dan output urine.
-
hasil monitoring memberikan informasi tentang
kerusakan pada ginjal
fungsi
komplikasi.
ginjal
Contohnya
dan
adanya
infeksi
dan
perdarahan.
- Monitor paralisis ileus (bising usus).
-
Gangguan dalam kembalinya bising usus dapat
mengindikasikan
adanya
komplikasi, contoh peritonitis, obstruksi mekanik.
kulit dan bibir.
-
Kompres air hangat.
-
Kompres air hangat dapat mengurangi rasa nyeri karena air hangat memvasodilatasi vaskuler.
Kolaborasi
-
Berikan analgesik sesuai dengan
-
resep.
Analgesik membantu mengontrol nyeri dengan memblok jalan rangsang nyeri. Nyeri pleuritik yang berat sering kali memerlukan analgetik narkotik untuk mengontrol nyeri lebih efektif.
Gangguan eliminasi urine
Tujuan : eliminasi urine -
berhubungan
cukup atau kembali normal.
dengan
Monitor intake dan output urine.
-
hasil monitoring memberikan informasi tentang
kerusakan pada ginjal
fungsi
komplikasi.
ginjal
Contohnya
dan
adanya
infeksi
dan
perdarahan.
- Monitor paralisis ileus (bising usus).
-
Gangguan dalam kembalinya bising usus dapat
mengindikasikan
adanya
komplikasi, contoh peritonitis, obstruksi mekanik.
- Inspeksi
dan
bandingkan
setiap - berguna untuk mengetahui aliran urine
specimen urine.
- Lakukan kateterisasi bila diindikasikan. -
dan hematuria kateterisasi
meminimalkan
kegiatan
berkemih pasien yang kesulitan berkemih manual. -
Pantau posisi selang drainase dan -
hambatan aliran urine memungkinkan
kantung sehingga memungkinkan ridak
terbentuknya
terhambatnya aliran urine.
perkremihan, membuat resiko kebocoran
tekanan
dalam
dan kerusakan parenkim ginjal.
saluran
- Inspeksi
dan
bandingkan
setiap - berguna untuk mengetahui aliran urine
specimen urine.
- Lakukan kateterisasi bila diindikasikan. -
dan hematuria kateterisasi
meminimalkan
kegiatan
berkemih pasien yang kesulitan berkemih manual. -
Pantau posisi selang drainase dan -
hambatan aliran urine memungkinkan
kantung sehingga memungkinkan ridak
terbentuknya
terhambatnya aliran urine.
perkremihan, membuat resiko kebocoran
tekanan
dalam
dan kerusakan parenkim ginjal.
e. Evaluasi Keperawatan Keperawatan
a) Gangguan volume dan syok hipovolemi teratasi. b) Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima oleh klien atau sampai klien tidak mengalami nyeri. c) Eliminasi urine cukup atau kembali normal.
saluran
e. Evaluasi Keperawatan Keperawatan
a) Gangguan volume dan syok hipovolemi teratasi. b) Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima oleh klien atau sampai klien tidak mengalami nyeri. c) Eliminasi urine cukup atau kembali normal.