Skenario:
Buang air kecilnya tidak bisa kenapa ners?
Seorang laki-laki berusia 67 tahun, dibawa ke IGD RS Fort De Kock karena merasa kesakitan pada bagian bawah perutnya, dia juga mengeluh tidak bisa buang air kecil. Pada saat dilakukan pemeriksaan oleh seorang perawat selanjutnya diketahui bahwa sejak dua bulan terakhir buang air kecil pasien tidak lancar, kadang urinnya berwarna kemerahan sehingga dicurigai mengandung senyawa keton, pasien juga mengeluhkan setiap buang air kecil harus mengejan dan terasa nyeri dipinggangnya, pasien tidak pernah mempunyai riwayat penyakit prostat. Sejak 5 jam sebelum datang ke rumah sakit, air kencingnya macet total, perut bagian bawah semakin memberas, menegang dan sangat nyeri.
DEFINISI KATA SULIT
Urin
Urin adalah produk limbah cair yang disaring dari darah oleh ginjal dan ditampung pada kandung kemih dan dikeluarkan dari tubuh melalui uretra dengan tindakan berkemih atau buang air kecil (kamus kesehatan).
Urin adalah cairan sisa metabolisme tubuh yang disekresikan oleh ginjal yang kemudian dikeluarkan dari tubuh melalui proses urinisasi (Ketrampilan Dasar Praktik Klinik: 2008)
Senyawa Keton
Prostat
Prostat adalah organ kecil seukuran kenari yang berada dibawah kandung kemih dan mengelilingi uretra, prostat mengeluarkan cairan semen dan cairan semen bergabung dengan sperma untuk membentuk air mani (kamus kedokteran).
PERTANYAAN YANG MUNGKIN MUNCUL
Pengertian Benigna Prostat Hyperplasi
Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000 : 67).
BPH atau disebut tumor prostat jinak adalah pertumbuhan yang berlebihan dari sel-sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak akibat sel-sel prostat memperbanyak diri melebihi kondisi normal, biasanya dialami laki-laki berusia di atas 50 tahun.
Etiologi BPH
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :
Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger Kirby, 1994 : 38 ).
Patofisiologi BPH
BPH terjadi pada umur yang semakin tua (>50 tahun) dimana fungsi testis sudah menurun, akibat penurunan fungsi testis ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan hormon testosteron dan dehidrotestosteron sehingga memacu pertumbuhan atau pembesaran prostat. Maskrokospik dapat mencapai 60-100 gram dan kadang-kadang mencapai 200 gram atau lebih.
Tonjolan biasanya terdapat pada lobus lateralis dan lobus medius, tetapi tidak mengenai bagian posterior lobus medialis. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah atau menekan dari bagian tengah, kadang-kadang penonjolan itu merupakan suatu polip yang sewaktu-waktu dapat menutup lumen uretra.
Pada penampang, tonjolan dapat dibedakan dengan jelas antara jaringan prostat yang masih baik. Warna tonjolan tergantung pada unsur yang bertambah, jika tonjolan tersebut pada kelenjer maka warna tonjolannya kuning kemerahan dengan konsistensi lunak dan berbatas tegas dengan jaringan prostat. Jika pembesaran atau penonjolan terjadi pada jaringan prostat yang terdesak maka warnanya putih keabu-abuan dan konsistensinya padat dan apabila tonjolan ditekan maka akan keluar cairan seperti susu.
Apabila unsur fibromuskular yang bertambah maka tonjolan berwarna abu-abu dan padat serta tidak mengeluarkan cairan seperti jaringan prostat yang terdesak sehingga batasnya tidak jelas. Gambaran mikroskopiknya juga bermacam-macam tergantung pada unsur yang berpoliferasi, biasanya yang lebih banyak berpoliferasi adalah unsur kelenjer sehingga terjadi penambahan kelenjer dan terbentuk kista-kista yang dilapisi epitel koboid selapis dimana pada beberapa tempat membentuk papil-papil ke dalam lumen membran basalis yang masih utuh dan terkadang terjadi penambahan kelenjer yang kecil-kecil sehingga menyerupai karsinoma.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
Gejala Obstruktif
Hesitancy yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
Harus mengedan (training).
Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil.
Gejala Iritatif
Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari biasanya.
Nokturia yaitu terbangun pada malam hari untuk miksi.
Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
Derajat BPH
Menurut Sjamsuhidajat tahun 2005 benigna prostat hiperplasia dibagi menjadi empat derajat yaitu:
Stadium I
Terjadi obstruksi namun bladder/vesika urinari masih mampu mengeluarkan atau mensekresikan urin sampai habis.
Stadium II
Pada stadium ini terjadi retensi urin namun vesika urinari masih mampu mengeluarkan urin walau tidak sampai habis, masih tersisa sekitar 60-150 cc dan pada stadium ini terjadi disuria dan nocturia.
Stadium III
Pada stadium ini urin setiap berkemih urin tersisa dalam vesika urinari sekitar 150 cc.
Stadium IV
Pada stadium ini terjadi retensi urin total, vesika urinari penuh sehingga pasien terlihat kesakitan dan pada stadium ini urin menetes secara periodik ( over flow inkontinen ).
Komlikasi BPH
Urinary traktusinfection
Retensi urin akut
Obstruksi dengan dilatasi uretra, hydronefrosis dan gangguan fungsi ginjal.
Bila operasi bisa terjadi:
Impotensi (kerusakan nervus pudenden)
Hemoragic pasca bedah
Fistula
Striktur pasca bedah
Inkontinensi urin
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Colok Dubur
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan dalam rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur dapat diperhatikan konsistensi prostat, adakah asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas dapat diraba. Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urine setelah miksi spontan. Sisa miksi ditentukan engan mengukur urine yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urine dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi.
Pemeriksaan Laboratorium
Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin, elektrolit, kadar ureum kreatinin.
Bila perlu lakukan pemeriksaan Prostate Spesific Antigen (PSA), untuk dasar penentuan biopsi.
Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen
BNO-IVP
Systocopy
Systografi
USG
Penatalaksanaan BPH
Observasi (Watchful waiting)
Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan, pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan penyakitnya tetap di awasi oleh dokter. Pasien disarankan menghindari hal-hal yang dapat memperburuk keadaannya, adapun hal yang harus dihindari pasien antara lain:
Berolahraga secara teratur.
Pertahankan berat badan ideal.
Tidak mengkonsumsi minuman beralkohol.
Berhenti merokok.
Minum air putih minimal delapan gelas sehari.
Mengurangi konsumsi daging dan lemak hewan, karena kandungan lemaknya dapat meningkatkan resiko berbagai penyakit.
Banyak mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan khususnya yang mengandung antioksidan tinggi.
Medikamentosa/ Obat-obatan
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari: phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dan lain-lain), gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen.
Pembedahan
Prostatektomi Suprapubis
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas.
Prostatektomi Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka.
Prostatektomi Retropubik.
Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis.
Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ).
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretra. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang ) dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding cara lainnya.
TURP ( TransUretral Reseksi Prostat )
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop. TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra parsprostatika (Anonim,FKUI,1995), karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.
ASKEP BPH
Pengkajian
Identitas klien
Meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan, tanggal masuk ke rumah sakit, nomor register dan diagnosa keperawatan.
Keluhan utama
Bapak datang dengan mengeluh tidak bisa buang air keci, nyeri pada pinggang dan pada saat BAK harus mengejan.
Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti infeksi saluran kemih, vesicholithiasis atau sindrom nefrotik.
Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat sebelum dibawa ke RS sejak dua bulan terakhir BAK pasien tidak lancar, urinnya berwarna kemerahan, ketika BAK harus mengedan dan sejak 5 jam sebelum datang ke RS air kencingnya macet total, abdomen bagian bawah semakin membesar dan menegang serta pasien merasa sangat nyeri.
Riwayat kesehatan Keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga seperti penyakit kelamin, DM, hipertensi dan lain-lain yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien.
Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok - septik.
Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin.
Pemeriksaan penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis.
Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis
Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi sistim persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.
Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
Retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih untuk berkontraksi secara adekuat.
Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah.
Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Post Operasi
Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan
Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan
Intervensi Keperawatan
Pre Operasi
Retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat, dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung kemih untuk berkontraksi secara adekuat.
Tujuan : Retensi urin berkurang
Kriteria hasil:
Berkemih dalam jumlah yang cukup/normal
Tidak terapa distensi vesika urinari
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Dorong klien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
Untuk meminimalkan retensi urin distensi berlebihan pada vesika urinari.
2.
Observasi aliran urin, perhatian jumlah urin dan kekuatan pancarannya.
Untuk mengevaluasi obstruksi dan pilihan intervensi
3.
Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali berkemih
Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal
4.
Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi jantung.
Untuk meningkatkan aliran cairan, meningkatkan perfusi ginjal serta membersihkan ginjal, vesika urinari dari pertumbuhan bakteri.
5.
Berikan obat sesuai indikasi (antispamodik)
Untuk mengurangi spasme vesika urinari dan mempercepat penyembuhan
Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang
Kriteria Hasil :
Menunjukkan nyeri berkurang/hilang
Ekspresi wajah rileks
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Kaji nyeri, perhatikan lokasi dan intensitas nyeri (1-10).
Untuk menentukan intervensi selanjutnya
2.
Berikan tindakan kenyamanan (sentuhan terapeutik, pengubahan posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik.
Untuk menurunkan tegangan otot, memfokusksn kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
3.
Pertahankan tirah baring jika diindikasikan
Diperlukan selama fase awal dan fase akut
4.
Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase. Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan
Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan resiko distensi / spasme buli - buli.
5.
Kolaborasi dalam pemberian antispasmodik
Untuk Menghilangkan spasme
Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh yang berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis.
Tujuan : Keseimbangan cairan tubuh dapat dikontrol
Kriteria hasil:
TTV stabil
Membran mukosa lembab
Keluaran urin tepat
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Pantau keluaran urin tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-200 ml/.
Diuresisi yang cepat dapat mengurangkan volume total karena ketidakcukupan jumlah natrium diabsorbsi tubulus ginjal
2.
Pantau masukan dan kaluaran cairan.
Indikator keseimangan cairan dan kebutuhan penggantian.
3.
Awasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah, diaforesis dan pucat.
Deteksi dini terhadap hipovolemik sistemik.
4.
Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi.
Menurunkan kerja jantung memudahkan hemeostatis sirkulasi.
5.
Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.
contoh: Hb / Ht, jumlah sel darah merah. Pemeriksaan koagulasi, jumlah trombosit.
Berguna dalam evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian. Serta dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi misalnya penurunan faktor pembekuan darah,
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur bedah.
Tujuan : Cemas berkurang/hilang
Kriteria hasil:
Klien tidak cemas lagi
Klien sudah bisa menerima keadaannya sekarang
Klien sudah memahami tujuan dari pembedahan
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Dampingi klien dan bina hubungan saling percaya.
Menunjukka perhatian dan keinginan untuk membantu.
2.
Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
Membantu klien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan.
3.
Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan.
Memberikan kesempatan pada klien dan konsep solusi pemecahan masalah.
Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Klien paham tentang proses penyakitnya dan prognosisnya.
Kriteria hasil:
Prilaku dan pola hidup berubah menjadi lebih baik.
Berpartisipasi dalam pengobatan
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Dorong klien menyatakan rasa takut persaan dan perhatian.
Membantu klien dalam mengalami perasaan.
2.
Kaji ulang proses penyakit, dan pengalaman klien.
Memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan informasi terapi.
Post Operasi
Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TUR-P.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang
Kriteria hasil:
Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang.
Ekspresi wajah klien tenang.
Klien menunjukkan ketrampilan relaksasi
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih.
Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih.
2.
Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala – gejala dini dari spasmus kandung kemih.
Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat – obatan bisa diberikan.
3.
Jelaskan pada klien bahwa intensitas nyeri dan frekuensinya akan berkurang dalam 24 sampai 48 jam.
Memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.
4.
Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter.
Mengurang kemungkinan spasmus.
5.
Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam dan imajinasi.
Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
6.
Menjaga selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang.
Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme.
7.
Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TUR-P.
Mengurangi tekanan pada luka insisi.
8.
Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat – obatan (analgesik atau anti spasmodik )
Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
Tujuan : Klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil:
Klien tidak mengalami infeksi
TTV normal dan tidak menunjukkan tanda-tanda shock
Waktu penyembuhan sesuai dengan yang direncanakan
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril.
Mencegah masuknya bakteri dan virus yang menyebabkan infeksi.
2.
Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial infeksi.
Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal.
3.
Pertahankan posisi urin bag dibawah.
Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke kandung kemih.
4.
Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda shock dan demam.
Mencegah sebelum terjadi shock.
5.
Observasi urine: warna, jumlah, bau.
Mengidentifikasi adanya infeksi.
6.
Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik.
Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan.
Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan .
Tujuan : Tidak terjadi pendarahan.
Kriteria hasil:
Klien tidak menunjukkan tanda-tanda pendarahan.
TTV dalam batas normal.
Urin lancar lewat kateter
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan dan tanda – tanda perdarahan
Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda – tanda perdarahan
2.
Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter
Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan kandung kemih
3.
Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk memudahkan defekasi .
Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan mengendapkan perdarahan .
4.
Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal atau huknah, untuk sekurang – kurangnya satu minggu .
Dapat menimbulkan perdarahan prostat .
5.
Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi dilepas .
Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 – 6 jam setelah pembedahan .
6.
Observasi: Tanda – tanda vital tiap 4 jam, pemasukan dan pengeluaran dan warna urin.
Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat mencegah kerusakan jaringan yang permanen .
Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P.
Tujuan : Fungsi seksual dapat dipertahankan.
Kriteria hasil:
Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun .
Klien menyatakan pemahaman situasi individual .
Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah.
Klien mengerti tentang pengaruh TUR -P pada seksual.
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh TUR – P terhadap seksual.
Untuk mengetahui masalah klien.
2.
Jelaskan tentang : kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula dan kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu).
Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak disfungsi seksual.
3.
Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi .
Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan.
4.
Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan kunjungan lanjutan .
Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan memberikan akses kepada penjelasan yang spesifik.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan
Tujuan : Kebutuhan beristirahat/tidur dapat terbenuhi.
Kriteria hasil:
Klien mampu beristirahat/tidur dalam waktu yang cukup.
Klien mengungkapan sudah bisa tidur .
Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur .
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.
meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan perawatan .
2.
Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan .
Suasana tenang akan mendukung istirahat
4.
Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
Menentukan rencana mengatasi gangguan
5.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri ( analgesik ).
Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup .
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer. Dkk.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta, EGC : 2000
Sjamsuhidayat. R dan Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta, EGC : 2002
Sylvia A. Price. dkk. 2006 "Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit" Edisi. 6 Volume. 2. Jakarta: EGC
Uliyah, Musrifatul dan Alimun, Aziz, 2008. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik. Jakarta: Selemba Medika