ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN ITP (IDIOPATHIC THROMBOCYTOPENIC PURPURA) (Sutarmi, MN) I.
TUJUAN A.
TUJUAN ISTRUKSIONAL UMUM
Mahasiswa mampu memahami konsep ITP dan asuhan keperawatan ITP. B.
II.
TUJUAN ISTRUKSIONAL KHUSUS
1.
Mengetahui pengertian dari ITP
2.
Mengetahui Etiologi, epidomologi, patologi dan Manifestasi klinis
3.
Mengerti penatalaksanaan dari penyakit ITP
4.
Mengetahui konsep keperawatan ITP
5.
Mengetahui Diagnosa Keperawatan ITP
PENGERTIAN
Ialah suatu keadaan perdarahan yang disifatkan oleh timbulnya petekia atau ekimosis dikulit atau pun pada selaput lendir dan ada kalanya terjadi pada berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui. Kelainan pada kulit tersebut tidak disertai eritema, pembekaan atau peradangan. Kelainaan ini dahulu dianggap merupakan suatu golongan penyakit dan disebut dengan berbagai nama morbus makulosus Werlhofi, sindrom hemogenik, purpura trombositolitik. Disebut idiopatik ialah untuk membedakan dengan kelainan yang dapat diketahui penyebabnya dan biasanya disertai dengan kelainan hematologis lain seperti misalnya anemia, kelainaan leukosit. Pada ITP biasanya tidak disertai anemia atau kelainan lainnya kecuali bila banyak darah yang hilang karena pendarahan. Perjalanan penyakit ITP dapat bersifat bersifat akut dan kemudian akan hilang sendiri (self limited) atau menahun dengan atau tanpa remisi remisi dan kambuh. Pada penelitian selanjutnya diketahui bahwa ITP merupakan suatu kelompok keadaan suatu gejala yang sama tetapi berbeda patogenesisnya. Sering kali dijumpai pada anak dan dewasa muda. Pada anak yang tersering ialah diantara umur 2-8 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki (perpandingan berkisar diantara 4 : 3 dan 2 : 1 serta akan menjadi lebih nyata setelah pubertas). ITP adalah suatu keadaan perdarahan berupa petekie atau ekimosis di kulit / selaput lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui. (ITP pada anak tersering terjadi pada umur 2 – 8 tahun), lebih sering terjadi pada wanita. (Kapita selekta kedokteran jilid 2). ITP adalah salah satu gangguan perdarahan didapat yang paling umum terjadi. (Perawatan Pediatri Edisi 3).
ITP adalah syndrome yang di dalamnya terdapat penurunan jumlah trombosit yang bersirkulasi dalam keadaan sum-sum normal. ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Idiopathic berarti tidak diketahui penyebabnya. Thrombocytopenic berarti darah yang tidak cukup memiliki keping darah (trombosit). Purpura berarti seseorang memiliki luka memar yang banyak (berlebihan). Istilah ITP ini juga merupakan singkatan dari Immune Thrombocytopenic Purpura. (Family Doctor, 2006). Idiophatic (Autoimmune) Trobocytopenic Purpura (ITP/ATP) merupakan kelainan autoimun dimana autoanti body IgG dibentuk untuk mengikat trombosit. Tidak jelas apakah antigen pada permukaan trombosit dibentuk. Meskipun antibodi antitrombosit dapat mengikat komplemen, trombosit tidak rusak oleh lisis langsung. Insident tersering pada usia 20-50 tahum dan lebi serig pada wanita dibanding laki-laki (2:1). (Arief mansoer, dkk). ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura) juga bisa dikatakan merupakan suatu kelainan pada sel pembekuan darah yakni trombosit yang jumlahnya menurun sehingga menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang terjadi umumnya pada kulit berupa bintik merah hingga ruam kebiruan. (Imran, 20 08)
III.
ETIOLOGY
Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi dikemukakan berbagai kemungkinan diantaranya ialah hipersplenisme, infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela dan sebagainya), intoksikasi makanan atau obat ( asetosal, PAS, fenibultazon, diamox, kina, sedormid) atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan faktor pematangan ( misalnya malnutrisi), DIC ( misalnya pada DSS, leukimia, respiratory distress syndrome pada neonatus) dan terakhir dikemukakan bahwa ITP ini terutama yang menahun merupakan penyakit autonium. Hal ini diketahui dengan ditemukannya zat anti terhadap trombosit dalam darah penderita. Pada neonatus kadang-kadang ditemukan trombositopenia neonatal yang disebabkan inkompatibilitas golongan darah trombosit antara ibu dan bayi (isoimunisasi). Prinsip patogenesisnya sama dengan inkompatibilitas rhesus atau ABO.
Jenis antibodi trombosit yang sering ditemukan pada kasus yang mempunyai dasar imonologis ialah anti PIE1dan anti PIE2. Mencari kemungkinan penyabab ITP ini penting untuk menentukan pengobatan, penilaian pengobatan dan prognosis.
Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang terjadi melalui pembentukan antibodi yang menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit mati. (Imran, 20 08).
Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal, antibodi adalah respons tubuh yang sehat terhadap bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Tetapi untuk penderita ITP, antibodinya bahkan menyerang sel-sel keping darah ubuhnya sendiri. (Family Doctor, 2006).
Meskipun pembentukan trombosit sumsum tulang meningkat, persediaan trombosit yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Pada sebagian besar kasus, diduga bahwa ITP disebabkan oleh sistem imun tubuh. Secara normal sistem imun membuat antibodi untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada ITP, sistem imun melawan platelet dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun menyerang platelet dalam tubuh masih belum diketahui. (ana information center, 20 08).
ITP kemungkinan juga disebabkan oleh hipersplenisme, infeksi virus, intoksikasi makanan atau obat atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan factor pematangan (misalnya malnutrisi), koagulasi intravascular diseminata (KID), autoimun. Berdasarkan etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder. Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umunnya terjadi pada orang dewasa). (ana information center, 2008)
Selain itu, ITP juga terjadi pada pengidap HIV. sedangkan obat-obatan seperti heparin, minuman keras, quinidine, sulfonamides juga boleh menyebabkan trombositopenia. Biasanya tanda-tanda penyakit dan faktor-faktor yang berkatan dengan penyakit ini adalah seperti yang berikut : purpura, pendarahan haid darah yang banyak dan tempo lama, pendarahan dalam lubang hidung, pendarahan rahang gigi, immunisasi virus yang terkini, penyakit virus yang terkini dan calar atau lebam.
IV.
INSIDENS
1.
Insidens puncak terdapat pada usia 2-6 tahun
2.
Gangguan ini mengenai laki-laki dan perempuan dengan jumlah yang sama.
3.
Gangguan ini banyak terjadi pada orang yang berkulit putih.
4.
80% gangguan ini pada anak adalah dari jenis akut.
5.
Imsiden musiman lebih sering dalam musim dingin dan musim semi.
6.
50% - 85% anak yang terkena memiliki penyakit virus sebelumnya.
7.
10-25% anak-anak yang terkena menderita gangguan ini yang kronik.
Ada dua tipe ITP berdasarkan k alangan penderita.
1.
Tipe pertama umumnya menyerang kalangan anak-anak, sedangkan tipe lainnya menyerang orang dewasa. Anak-anak berusia 2 hingga 4 tahun yang umumnya menderita penyakit ini. Sedangkan ITP untuk orang dewasa, sebagian besar dialami oleh wanita muda, tapi dapat pula terjadi pada siapa saja. ITP bukanlah penyakit keturunan. (Family Doctor, 2006).
2.
ITP juga dapat dibagi menjadi dua, yakni akut ITP dan kronik ITP. Batasan yang dipakai adalah waktu jika dibawah 6 bulan disebut akut ITP dan diatas 6 bulan disebut kronik ITP. Akut ITP sering terjadi pada anak-anak sedangkan kronik ITP sering terjadi pada dewasa. (Imran, 2008)
Tabel Perbedaan ITP akut dengan ITP kronik (Bakta, 2006; Mehta, et. al, 2006)
ITP akut
ITP kronik
Awal penyakit
2-6 tahun
20-40 tahun
Rasio L:P
1:1
1:2-3
Trombosit
<20.000/mL
30.000-100.000/mL
Lama penyakit
2-6 minggu
Beberapa tahun
Perdarahan
Berulang
Beberapa hari/minggu
V.
PATHOFISIOLOGY
Purpura trombositiopenik idiopatik adalah salah satu gangguan perdarahaan didapat y ang paling umum erjadi. Purpura trombositopenik idiopatik adalah sindrom yang didalamnya terdapat penurunan jumlah trombosit yang bersirkulasi dalam keadaan sumsum normal. Penyebab sebenarnya tidak diketahui, meskipun diduga disebabkan oleh agens virus ya ng merusak trombosit. Pada umumnya gangguan ini didahului oleh penyakit dengan demam ringan 1 -6 minggu sebelum timbul gejala. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi. Gangguan ini dapat digolongkan menjadi tiga jenis yaitu akut, kronis, dan kambuhan. Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibody terhadap gliko protein yang terdapat pada membran trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang diselimuti antibody, ha l tersebut dilakukan oleh magkrofag yang terdapat pa da limpa dan organ retikulo endotelial lainnya. Megakariosit pada sumsum tulang bisa normal atau meningkat pada ITP. Sedangkan kadar trombopoitein
dalam plasma, yang merupakan progenitor proliferasi dan maturasi dari trombosit mengalami penurunan yang berarti, terutama pada ITP kronis. Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemologis antara ITP akut dan kronis, menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi terjadinya trombsitopenia diantara keduanya. Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa penghancursn trombosit meningkata karena adanya antibody yang dibentuk saat terjadi respon imun terhadap infeksi bakteri atau virusatau paad imunisasi, yang bereaksi silang dengan abtigen dari trombosit. Mediator lainnya yang meningkat selama terjadinya respon imun terhadap produksi trombosit. Sedangkan pada ITP kronis mungkin telah terjadi gangguan dalam regulasi sistem imun seperti pada penyakit autoimun lainnya yang berakibat terbentuknya a ntibodi spesifik terhadap antibodi. Saat ini telah didefinisikan (GP) permukaan trombosit pada ITP, diantaranya GP Ib-lia, GP Ib, dan GP V. Namun bagaimana antibodi a ntitrombosit meningkat pada ITP, perbedaan secara pasti patofisiologi ITP akut dan kronis, serta k omponen yang terlibat dalam regulasinya masih belum diketahui. Dalam tubuh seseorang yang menderita ITP, sel-sel darahnya kecuali keping darah berada dalam jumlah yang normal. Keping darah (Platelets) adalah sel-sel sangat kecil yang menutupi area tubuh paska luka atau akibat teriris/terpotong dan kemudian membentuk bekuan darah. Seseorang dengan keping darah yang terlalu sedikit dalam tubuhnya akan sangat mudah mengalami luka memar dan bahkan mengalami perdarahan dalam periode cukup lama setelah mengalami trauma luka. Kadang bintik-bintik kecil merah (disebut Petechiae) muncul pula pada permukaan kulitnya. Jika jumlah keping darah atau trombosit ini sangat rendah, penderita ITP bisa juga mengalami mimisan yang sukar berhenti, atau mengalami perdarahan dalam organ ususnya. (Family Doctor, 2006) Idiopatik trombositopeni purpura disebut sebagai suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 15.000/μL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa. Atau dapat diartikan bahwa idiopatik trombositopeni purpura adalah kondisi perdarahan dimana darah tidak keluar dengan semestinya. Terjadi karena jumlah platelet atau trombosit rendah. Sirkulasi platelet melalui pembuluh darah dan membantu penghentian perdarahan dengan cara menggumpal. Idiopatik sendiri berarti bahawa penyebab penyakit tidak diketahui. Trombositopeni adalah jumlah trombosit dalam darah berada dibawah normal. Purpura adalah memar kebiruan disebabkan oleh pendarahan dibawah kulit. Memar menunjukkan bahwa telah terjadi pendarahan di pembuluh darah kecil dibawah kulit. (Ana information center, 2008). Trombosit berbentuk bulat kecil atau cakram oval dengan diameter 2-4µm. Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, sel yang sangat besar dalam susunan hemopoietik dalam sumsum tulang yang memecah menjadi trombosit, baik dalam sumsum tulang atau segera setelah memasuki
kapiler darah, khususnya ketika mencoba untuk memasuki kapiler paru. Tiap megakariosit menghasilkan kurang lebih 4000 trombosit (Ilmu Penyakit Dalam Jilid II). Megakariosit tidak meninggalkan sumsum tulang untuk memasuki darah. Konsentrasi normal trombosit ialah antara 150.000 sampai 350.000 per mikroliter. Volume rata-ratanya 5-8fl. Dalam keadaan normal, sepertiga dari jumlah trombosit itu ada di limpa. Jumlah trombosit dalam keadaan normal di darah tepi selalu kurang lebih konstan. Hal ini disebabkan mekanisme kontrol oleh bahan humoral yang disebut trombopoietin. Bila jumlah trombosit menurun, tubuh akan mengeluarkan trombopoietin lebih banyak yang merangsang trombopoiesis.
VI.
MANIFESTASI KLINIS
a)
Bintik-bintik merah pada kulit (terutama di daerah kaki), seringnya bergerombol dan menyerupai rash. Bintik ters ebut ,dikenal dengan petechiae, disebabkan karena adanya pendarahan dibawah kulit .
b)
Memar atau daerah kebiruan pada kulit atau membran mukosa (seperti di bawah mulut) disebabkan pendarahan di bawah kulit. Memar tersebut mungkin terjadi tanpa alasan yang jelas.
c)
Memar tipe ini disebut dengan purpura. Pendarahan yang lebih sering dapat membentuk massa tiga dimensi yang disebut hematoma.
d)
Hidung mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi.
e)
Ada darah pada urin dan feses.
f)
Beberapa macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda ITP. a.
Termasuk menstruasi yang berkepanjangan pada wanita.
b.
Pendarahan pada otak jarang terjadi, dan gejala pendarahan pada otak dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit.
c.
Jumlah platelet yang rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan), sulit berkonsentrasi, atau gejala yang lain.
g)
Pada anak-anak terdapat gejala yang sering muncul; a.
Demam
b.
Perdarahan
c.
Petekia
d.
Purpura dengan trombositopenia
e.
Anemia. Pronosis baik, terutama pada anak-anak dengan gangguan bentuk akut.
h)
Masa prodormal a.
keletihan, demam, dan yeri abdomen.
VII.
b.
Secara spontan timbul petekia dan ekimosis pada kulit.
c.
Mudah memar.
d.
Epistaksis (gejala awal pada sepertiga anak)
e.
Menoragia.
f.
Hematuria (jaarang).
g.
Perdarahan dari rongga mulut (jarang)
h.
Melena (jarang)
PATHWAY
Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen (dipicu oleh antibodi) ↓ pembentukan neoantigen ↓ produksi antibodi cukup ↓ Trombositopeni ↓ perdarahan (purpura, menorrhagia, perdarahan gusi) ↓ splenomegali. (Bakta, 2006; Purwanto, et. al, 2006).
VIII.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Yang khas ialah trombositopenia. Jumlah trombosit dapat mencapai nol. Anemia biasanya normositik dan sesuai dengan jumlah darah yang hilang. Bila telah berlangsung lama maka dapat berjenis mikrositik hipokromik. Bila sebelumnya terdapat pendarahan yang cukup hebat, dapat terjadi anemia mikrositik. Leukosit biasanya normal, tetapi bila terdapat perdarahan hebat dapat terjadi leukositosis ringan dengan pergeseran ke kiri. Pada keadaan yang lama dapat ditemukan limfositosis relatif atau bahkan leukopenia ringan. Sumsum tulang biasanya memberikan gambaran yang normal, tetapi jumlah dapat pula bertambah, banyak dijumpai megakariosit muda berinti metamegalial-uariosit satu, setoplasma lebar dan granulasi sedikit (megakariosit yang mengandung trombosit) jarang ditemukan, sehingga terdapat maturation arrest pada stadium megakariosit. Sistem lain biasanya normal, kecuali bila terdapat perdarahan hebat dapat ditemukan hiperatif sistem eritropoetik. Beberapa penyelidik beranggapan bahwa ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak (lebih dari normal) merupakan petunjuk bahwa prognosis penyakit baik. Selain kelainan hematologis diatas, mekanisme pembekuaan memberikan kelainan berupa masa perdarahan memanjang, rumpel-reede umumnya positif,tetapi masa pembekuan normal, retraksi pembekuan abnormal dan prothrombin consumptian time memendek. Pemeriksaan lainnya normal. Dari rincian diatas, maka berikut ini macam pemeriksaannya: a.
Hitung darah lengkap dan jumlah trombosit menunjukkan penurunan hemoglobin, hematokrit, trombosit (trombosit di bawah 20 ribu / mm3).
b.
Anemia normositik: bila lama berjenis mikrositik hipokrom.
c.
Leukosit biasanya normal: bila terjadi perdarahan hebat dapat terjadi leukositosis. Ringan pada keadaan lama: limfositosis relative dan leucopenia ringan.
d.
Sum-sum tulang biasanya normal, tetapi megakariosit muda dapat bertambah dengan maturation arrest pada stadium megakariosit.
e.
Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, retraksi pembekuan abnormal, prothrombin consumption memendek, test RL (+).
IX.
PENCEGAHAN
Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP) tidak dapat dicegah, tetapi dapat dicegah komplikasinya. Menghindari obat-obatan seperti aspirin atau ibuprofen yang dapat mempengaruhi platelet dan meningkatkan risiko pendarahan. Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau pendarahan. Lakukan terapi yang benar untuk infeksi yang mungkin dapat berkembang. Konsultasi ke dokter jika ada beberapa gejala infeksi, seperti demam. Hal ini penting bagi pasien dewasa dan anak-anak dengan ITP yang sudah tidak memiliki limfa.
Karena penyebab langsung ITP masih belum dapat dipastikan maka pencegahan terhadap ITP pun masih belum jelas. Tetapi setidaknya ada cara atau gaya hidup yang bisa dilakukan oleh penderita ITP agar dapat hidup sebagaimana orang normal lainnya. Salah satunya menghindari kegiatan-kegiatan keras yang berisiko menyebabkan luka perdarahan. Supaya tidak memperburuk kondisi pasien ITP saja.
X.
PENATALAKSANAAN A.
ITP akut
1.
Tanpa pengobatan, karena dapat sembuh secara spontan.
2.
Pada keadaan yang berat dapat diberikan kortikosteraid (prednison) peroral dengan atau tanpa transfusi darah. Bila setelah 2 minggu tanpa pengobata belum terlihat tanda kenaikan jumlah trombosit, dapat dianjurkan pemberian kortikosteroid karena biasanya perjalanan penyakit sudah menjurus kepada ITP menahun.
3.
Pada trombositopenia yang disebabkan oleh DIC, dapat diberikan heparin intravena.pada pemberian heparin ini sebaiknya selalu disiapkan antidotumnya yaitu protamin sulfat.
4. B.
Bila keadaan sangat gawat (perdarahan otak) hendaknya diberikan tranfusi suspensi trombosit.
ITP menahun
1.
Kortikosteroid, diberikan selama 6 bulan.
2.
Obat imunosupresif (misalnya 6-merkaptopurin, azation, siklofosfamid). Pemberian obat golongan ini didasarkan atas adanya peranan proses imunologis pada ITP menahun.
3.
Splenekotomi dianjurkan bila tidak diperoleh hasil dengan penambahan obat iminosupresif selama 2-3 bulan. Kasus ini seperti dianggap telah resisten terhadap prednison dan obat imunosupresif, sebagai akibat produks antibodi terhadap trombosit yang berlebihan oleh limpa. Splenektomi seharusnya dikerjaka dalam waktu 1 tahun sejak permulaan timbulnya penyakit, karena akan memberikan angka remisi sebesar 60-80%. Spelenektomi yang dilakukan terlambat hanya memberikan angka remisi sebesar 50%. 1.
Indikasi splenektomi :
-
Resisten setelah pemberian kombinasi kortikosteroid dan obat imunosupresif selama 2-3 bulan.
-
Remisi spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian kortikosteroid saja dengan gambaran klinis sedang sampai berat.
-
Penderita
yang
menunjukkan
respons
terhadap
kortikosteroid
namun
memerlukan dosis yang tinggi untuk mempertahankan keadaan klinis yang baik tanpa adanya perdarahan. 2.
Indinkasi kontra splenektomi :
-
Sebaiknya splenektomi dilakukan setelah anak berumur lebih dari 2 tahun, karena sebelum 2 tahun fungsi limfa terdapat infeksi belum dapat diambil alih oleh alat tubuh yang lain ( hati, kelenjar getah bening,tinus). Hal ini hendaknya diperhatikan, terutama dinegeri yang sedang berkembang karena mortalitas dan morbiditas akibat infeksi masih tinggi.
C.
DOSIS OBAT YANG DIPAKAI
1.
Prednison : 2-5 mg/kgbb/hari peroral. Hati-hati terhadap akibat samping karena pemberian yang lama (tuberkulosis, penambahan kalium dan pengurangan natrium dalam diet, pemberian ACTH pada waktu tertentu).
2.
Merkaptopurin : 2,5-5 mg/kgbb/hari peroral.
3.
Azatioparin (imuran): 2-4 mg/kgbb/hari peroral.
4.
Siklofosfamid (endoxan): 2 mg/kgbb/hari peroral.
5.
Heparin: 1 mg/kgbb intravena, dilanjutkan dengan dosis 1 mg/kgbb perinfus selama 4 jam sampai tercapai masa pembekuan lebih dari 30 menit ( 1 mg ekuivalen dengan 100 U)
6.
Protamin sulfat : dosis sama banyak dengan jumlah mg heparin yang telah diberikan. Pemberiannya secara intravena.
7.
Transfusi darah: umumnya 10-15 ml/kgbb/hari. Dapat diberikan lebih banyak pada perdarahan yang masif.
XI.
KOMPLIKASI
a.
Reaksi tranfusi
b.
Relaps.
c.
Perdarahan susunan saraf pusat (kurang dari 1% kasus yang terkena)
d.
Efek samping dari kortikosteroid
e.
Infeksi pneumococcal. Infeksi ini biasanya didapat setelah pasien mendapat terapi splenektomi. 0
Penderita juga umumnya akan mengalami demam sekitar 38.8 C.
XII.
ASUHAN KEPERAWATAN 1.
PENGKAJIAN
a.
Asimtomatik sampai jumlah trombosit menurun di bawah 20.000.
b.
Tanda-tanda perdarahan.
Petekie terjadi spontan.
Ekimosis terjadi pada daerah trauma minor.
Perdarahan dari mukosa gusi, hidung, saluran pernafasan.
Menoragie.
Hematuria.
Perdarahan gastrointestinal.
c.
Perdarahan berlebih setelah prosedur bedah.
d.
Aktivitas / istirahat.
-
-
e.
Gejala : o
keletihan, kelemahan, malaise umum.
o
toleransi terhadap latihan rendah.
Tanda : o
takikardia / takipnea, dispnea pada beraktivitas / istirahat.
o
kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
Sirkulasi.
-
-
Gejala : o
riwayat kehilangan darah kronis, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat.
o
palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : o
f.
TD: peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.
Integritas ego.
-
Gejala : o
keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan: enolakan transfuse darah.
g.
Tanda : DEPRESI.
Eliminasi.
-
Gejala : o
-
Tanda : o
h.
distensi abdomen.
Makanan / cairan.
-
-
Gejala : o
penurunan masukan diet.
o
mual dan muntah.
Tanda : o
i.
Hematemesis, feses dengan darah segar, melena, diare, konstipasi.
turgor kulit buruk, tampak kusut, hilang elastisitas.
Neurosensori.
-
Gejala : o
sakit kepala, pusing.
o
-
j.
Tanda : o
epistaksis.
o
mental: tak mampu berespons (lambat dan dangkal).
Nyeri / kenyamanan.
-
Gejala : o
-
Gejala : o
-
nafas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : o
2.
takipnea, dispnea.
Pernafasan.
-
l.
nyeri abdomen, sakit kepala.
Tanda : o
k.
kelemahan, penurunan penglihatan.
takipnea, dispnea.
Keamanan
-
Gejala : penyembuhan luka buruk sering infeksi, transfuse darah sebelumnya.
-
Tanda : petekie, ekimosis.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.
Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
b.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel.
c.
Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah.
d.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
e.
Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi.
3.
INTERVENSI KEPERAWATAN
a.
Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia. Tujuan: Menghilangkan mual dan muntah Criteria standart:
Menunjukkan berat badan stabil Intervensi keperawatan: 1)
Berikan nutrisi yang adekuat secara kualitas maupun kuantitas. Rasional : mencukupi kebutuhan kalori setiap hari.
2)
Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering. Rasional : porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan yang sesuai dengan kalori.
3)
Pantau pemasukan makanan dan timbang berat badan setiap hari. Rasional : anoreksia dan kelemahan dapat mengakibatkan penurunan berat
badan dan
malnutrisi yang serius. 4)
Lakukan konsultasi dengan ahli diet. Rasional : sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
5)
Libatkan keluarga pasien dalam perencanaan makan sesuai dengan indikasi. Rasional : meningkatkan rasa keterlibatannya, memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
b.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel. Tujuan: Tekanan darah normal. Pangisian kapiler baik. Kriteria standart: Menunjukkan perbaikan perfusi yang dibuktikan dengan TTV stabil. Intervensi keperawatan: 1)
Awasi TTV, kaji pengisian kapiler. Rasional : memberikan informasi tentang derajat/ keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi.
2)
Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi. Rasional : meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
3)
Kaji untuk respon verbal melambat, mudah terangasang. Rasional : dapat mengindikasikan gangguan fungsi serebral karena hipoksia.
4)
Awasi upaya parnafasan, auskultasi bunyi nafas. Rasional : dispne karena regangan jantung lama / peningkatan kompensasi curah jantung.
c.
Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah.
Tujuan: Mengurangi distress pernafasan. Criteria standart: Mempertahankan pola pernafasan normal / efektif Intervensi keperawatan: 1)
Kaji / awasi frekuensi pernafasan, kedalaman dan irama. Rasional :
perubahan (seperti takipnea, dispnea, penggunaan otot aksesoris) dapat menindikasikan
berlanjutnya
keterlibatan
/
pengaruh
pernafasan
yang
membutuhkan upaya intervensi. 2)
Tempatkan pasien pada posisi yang nyaman. Rasional : memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja pernafasan dan menurunkan resiko aspirasi.
3)
Beri posisi dan Bantu ubah posisi secara periodic. Rasional : meningkatkan areasi semua segmen paru dan mobilisasikan sekresi.
4)
Bantu dengan teknik nafas dalam. Rasional : membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan nafas kecil.
d.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan. Tujuan: Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas. Criteria standart: Menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas. Intervensi keperawatan: 1)
Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas normal, catat laporan kelemahan, keletihan. Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi.
2)
Awasi TD, nadi, pernafasan. Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk emmbawa jumlah oksigen ke jaringan.
3)
Berikan lingkungan tenang. Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh.
4)
Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing. Rasional : hipotensi postural / hipoksin serebral menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan resiko cedera.
e.
Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi. Tujuan:
Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan yang diresepkan. Criteria standart: Menyatakan pemahaman proses penyakit. Faham akan prosedur dagnostik dan rencana pengobatan. Intervensi keperawatan: 1)
Berikan informasi tntang ITP. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya ITP. Rasional : memberikan dasar pengetahuan sehingga keluarga / pasien dapat membuat pilihan yang tepat.
2)
Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostic. Rasional : ketidak tahuan meningkatkan stress.
3)
Jelaskan bahwa darah yang diambil untuk pemeriksaan laboratorium tidak akan memperburuk ITP. Rasional : merupakan kekwatiran yang tidak diungkapkan yang dapat memperkuat ansietas pasien / keluarga.
4.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan sesuai dengan intervensi yang sudah ditetapkan (sesuai dengan literature).
5.
EVALUASI
Penilaian sesuai dengan criteria standart yang telah ditetapkan dengan perencanaan.
XIII.
KESIMPULAN
Trombositopenia menggambarkan individu yag mengalami atau pada resiko tinggi untuk mengalami insufisiensi trombosit sirkulasi. Penurunan ini dapat disebabkan oleh produksi trombosit yang menurun, distribusi trombosit yang berubah, pengrusakan trombosit, atau dilusi vaskuler. Gejala dan tanda pada pasien yang menderita penyakit ITP adalah Hidung mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi Ada darah pada urin dan feses Beberapa macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda ITP. Termasuk menstruasi yang berkepanjangan pada wanita. Pendarahan pada otak jarang terjadi, dan gejala pendarahan pada otak dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit. Jumlah platelet yang rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan), sulit berkonsentrasi, atau gejala yang lain. Tindakan keperawatan yang utama adalah dengan mencegah atau mengatasi perdarahan yang terjadi. XIV.
SOAL LATIHAN
XV.
1.
Apa yang dimaksud dengan ITP?
2.
Sebutkan penyebab ITP!
3.
Sebutkan jenis-jenis ITP!
4.
Jelaskan pathofisiology terjadinya ITP dengan bagan (pathway)!
5.
Sebutkan manifestasi klinis ITP pada fase prodromal!
6.
Bagaimana pencegahan ITP!
7.
Sebutkan masalah keperawatan yang sering muncul pada kasus anak dengan ITP!
BACAAN LANJUT
1.
——–. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. FKUI: Media Aesculapius.
2.
Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
3. 4.
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik dan Ringkas. Jakarta: EGC. DRUGS.2008.Idiopathic (Immune) Thrombocytopenic Purpura Medications. http://www.drugs.com/condition/idiopathic-immune-thrombocytopenic-purpura.html .
5. 6.
Guyton, Arthur C; alih bahasa Irawati, editor Luqman Yanuar Rachman. 2007. Buku ajar Fisiologi Kedokteran/ Arthur C. Guyton, John E. Hall. Jakarta: EGC. emedicine.2008. Immune Thrombocytopenic Purpura. diakses dari http://www.emedicine.com/med/topic1151.html.
7.
L. Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta: EGC.
8.
Mehta, Atul. Hoffbrand, Victor. 2006. At a Glance Hematologi Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
9.
Nettina M. Sandra. 1996. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.
10. NIH. 2007. idiopathic Thrombocytopenic Purpura. diakses dari http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Itp/ITP_WhatIs.html. 11. PDSA. 2008. ITP. diakses dari http://www.pdsa.org/itp-information/index.html 12. Price, Sylvia et al. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta : EGC 13. Purwanto, Ibnu. et. al. 2006. Purpura Trombositopenia Idiopatik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI 14. Wrong Diagnosis (WD).2008. idiopathic Thrombocytopenic Purpura. diakses dari http://www.wrongdiagnosis.com/i/immune_thrombocytopenic_purpura/intro.html. diakses tanggal 26 Maret 2010 pukul 20.23 WIB. 15. Yeon S. Ahn and Lawrence L Horstman. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura:Pathophysiology and Management , University of Miami, Dept. of Medicine, Division of Hematology /Oncology, USA, Journal of hematology.