BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Secara keseluruhan, Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%43% disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior. Secara internasional, insiden hidrosefalus yang didapat juga tidak diketahui jumlahnya. Sekitar 100.000 shunt yang tertanam setiap tahun di negara maju, tetapi informasi untuk negara-negara lain masih sedikit. Kematian pada hidrosefalus yang tidak ditangani dapat terjadi oleh karena herniasi tonsil sekunder yang dapat meningkatkan tekanan intracranial, kompresi batang otak dan sistem pernapasan. Pemasangan shunt telah dilakukan pada 75% dari semua kasus hidrosefalus dan di 50% pada anak-anak dengan hidrosefalus komunikan. Pasien dirawat di rumah sakit untuk merevisi shunt sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, untuk pengobatan komplikasi, atau kegagalan shunt. Kurangnya perkembangan fungsi kognitif pada bayi dan anak-anak, atau hilangnya fungsi kognitif pada orang dewasa, dapat mejadi komplikasi pada hidrosefalus yang tidak diobati. Hal ini dapat bertahan setelah pengobatan. Kehilangan fungsi visual dapat menjadi komplikasi pada hidrosefalus yang tidak diobati dan dapat menetap setelah pengobatan.
1
1.2 Tujuan Penulisan 1.2.1 Tujuan Umum Memahami konsep dan memberikan asuhan keperwatan pada klien dengan Hydrocephalus. 1.2.2 Tujuan Khusus 1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang definisi Hydrocephalus 2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang anatomi fisiologi hydrocepfalus 3. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang etiologi Hydrocephalus 4. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang klasifikasi Hydrocephalus 5. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang patofisiologi Hydrocephalus 6. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang manifestasi Klinis Hydrocephalus 7. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pemeriksaan diagnostik hydrocephalus 8. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang penatalaksanaan Hydrocephalus 9. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang komplikasi hidrosefalus 10. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang asuhan keperawatan Hydrocephalus
1.3 Manfaat Memahami konsep dan memberikan asuhan keperwatan pada klien dengan Hydrocephalus.
2
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Hydrocephalus 2.1.1 Definisi Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro" yang berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal dengan "kepala air") adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal atau CSS). Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital. Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan intrakanial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat aliran cairan serebrospinalis (Darto Suharso,2009) Hidrosefalus
adalah
kelainan
patologis
otak
yang
mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).
3
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Serebrospinal CSS dibentuk di dalam system ventrikel serebrum, terutama oleh pleksus koroideus. Masing-masing dari keempat ventrikel mempunyai jaringan pleksus koroideus, yang terdiri atas lipatan vilosa dilapisi oleh epitel dan bagian tengahnya mengandung jaringan ikat dengan banyak pembuluh darah. Cairan dibentuk melalui sekresi dan difusi aktif. Terdapat sumber CSS nonkonroid, tetapi aspek pembentukan cairan ini masih belum diketahui sebelumnya. Sistem ventrikel terdiri atas sepasang ventrikel lateral, masing-masing dihubungkan oleh akuaduktus Sylvii ke ventrikel keempat tunggal yang terletak di garis tengah dan memiliki tiga lubang keluar, sepasang foramen Luschka di sebelah lateral dan sebuah foramen magendie di tengah. Lubang-lubang ini berjalan menuju ke sebuah system yang saling berhubungan dan ruang subaraknoid yang mengalami pembesaran fokal dan disebut sisterna. Sisterna pada fosa posterior berhubungan dengan ruang subaraknoid diatas konveksitas serebrum melalui jalur yang melintasi tentorium. Ruang subaraknoid spinalis berhubungan dengan ruang subaraknoid intrakranium melalui sisterna basalis. Aliran CSS netto adalah dari ventrikel lateral menuju ventrikel ketiga kemudian ke ventrikel keempat lalu ke sisterna basalis, tentorium, dan ruang subaraknoid di atas konveksitas serebrum ke daerah sinus sagitalis, tempat terjadinya penyerapan ke dalam sirkulasi sistemik. Aliran cairan ruang subaraknoid spinalis adalah ke arah sefalad. Sebagian besar penyerapan CSS terjadi melalui vilus araknoidalis dan masuk kedalam saluran vena sinus sagitalis, tetapi cairan juga diserap melintasi lapisan ependim system ventrikel dan di ruang subaraknoid spinalis. Pada orang dewasa normal, volume total CSS adalah sekitar 150 mL, yang 25 % nya terdapat di dalam system ventrikel. CSS terbentuk dengan kecepatan sekitar 20 mL/jam, yang mengisyaratkan bahwa perputaran CSS terjadi tiga sampai empat kali sehari. Pembentukan CSS tetap berlangsung walaupun tekanan intrakranial meningkat, kecuali apabila tekanan tersebut sangat tinggi. Dengan demikian, harus
4
terjadi penyerapan cairan untuk mengakomodasi volume CSS yang dibentuk setiap hari.
5
2.1.3 Etiologi Cairan Serebrospinal merupakan cairan jernih yang diproduksi dalam ventrikulus otak oleh pleksus koroideus, Cairan ini mengalir dalam ruang subaraknoid yang membungkus otak dan medula spinalis untuk memberikan perlindungan serta nutrisi(Cristine Brooker:The Nurse‟s Pocket Dictionary). CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005). Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al, 2007:32) Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan
kecepatan
absorbsi
yang abnormal
akan
menyebabkan
terjadinya
hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah :
6
1) Kelainan Bawaan (Kongenital) Stenosis akuaduktus Sylvii merupakan penyebab terbayank pada hidrosefalus bayi dan anak ( 60-90%). Aqueduktus dapat merupakan saluran yang buntu sama sekali atau abnormal, yaitu lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak lahit atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah kelahiran. Spina bifida dan kranium bifida Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan dengan sindrom Arnould-Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis dengan medulla oblongata dan cerebellum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian atau total. Sindrom Dandy-Walker Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang menyebabkan hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system ventrikel terutama ventrikel IV, yang dapat sedemikian besarnya sehingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa pascaerior. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah Dapat terjadi congenital tapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu hematoma. Anomali Pembuluh Darah 2) Infeksi Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik eksudat pirulen di aqueduktus sylviin atau system basalis. Hidrosefalus banyak terjadi pada klien pasca meningitis. Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah
7
sembuh dari meningitis. Secara patologis terlihat pelebaran jaringan piamater dan arahnoid sekitar system basalis dan daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen terutama terdapat di daerah basal sekitar sistem kiasmatika dan interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purunlenta lokasisasinya lebih tersebar. 3) Neoplasma Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pengobatannya dalam hal ini di tujukan kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak di angkat, maka dapat di lakukan tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma. 4) Perdarahan Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360). 2.1.4
Klasifikasi
Beberapa tife hydrocephalus yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial : 1. Hydrocephalus komunikan Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS
8
terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP). Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP) 2. Hydrocephalus non komunikan Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan. Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSS. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada sistem ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yang berfungsi atau pada anak–anak dibawah usia 12–18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda–tanda dan gejala–gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak-anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala.
9
3. Hidrocephalus Bertekan Normal ( Normal Pressure Hidrocephalus ) Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut. 2.1.5 Patofisiologi Hidrocephalus ini bisa terjadi karena konginetal (sejak lahir), infeksi (meningitis,pneumonia,TBC), pendarahan di kepala dan faktor bawaan (stenosis aquaductus sylvii) sehingga menyebabkan adanya obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut dan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba – tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus emergency. Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal (Penyakit keluarga / keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel laterasl dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal blow). Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol memenuhi sebagian besar
10
ruang dibawah tentorium. Klien dengan tipe hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional. Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan menyebabkan kematian. Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal yang pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi. 2.1.6 Manifestasi Klinis Tanda
awal
dan
gejala
hidrosefalus
tergantung
pada
derajat
ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejalagejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu : 1.
Hidrosefalus terjadi pada masa neonatus
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003).
11
2. Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu: 1. Fontanel anterior yang sangat tegang. 2. Sutura kranium tampak atau teraba melebar. 3. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol. 4. Fenomena „matahari tenggelam‟ (sunset phenomenon). Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi). (Darsono, 2005:213) Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior – posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital tertekan ke bawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah – pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel . CT scan
12
dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik. A. Bayi : 1. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun. 2. Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak. 3. Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain : 4. Muntah 5. Gelisah 6. Menangis dengan suara ringgi 7. Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor. 8. Peningkatan tonus otot ekstrimitas 9. Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh-pembuluh darah terlihat jelas. 10. Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah-olah di atas Iris 11. Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes” 12. Strabismus, nystagmus, atropi optic 13. Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas. B. Anak yang telah menutup suturanya : Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial : 1. Nyeri kepala
13
2. Muntah 3. Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas 4. Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun 5. Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer 6. Strabismus 7. Perubahan pupil 2.1.7 Pemeriksaan Diagnosis Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaanpemeriksaan penunjang, yaitu : 1. Rontgen foto kepala Dengan prosedur ini dapat diketahui: a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior. b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial. 2. Transiluminasi Syarat untuk transiluminasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm. 3. Lingkaran kepala Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara fungsional.
14
Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh. 4. Ventrikulografi Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan. 5. Ultrasonografi Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan CT Scan. 6. CT Scan kepala Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS. Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
15
Gambar 2 . CT Scan hidrosefalus 7. MRI kepala MRI kepala dapat menunjukkan gambaran anatomi kepala secara mendetail dan bermanfaat untuk mengidentifikasi tempat obstruksi
Gambar . MRI kepala dengan hidrosefalus
16
2.1.8 Penatalaksanaan Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan hidrocefalus harus dipenuhi yakni: 1. Tirah baring total : Jegah resiko /gejala peningkatan tekanan intrakranial Cegah resiko cedera Cegah gangguan neurologis 2. Observasi tanda-tanda vital (GCS tingkat kesadaraan). 3. Pemberian obat-obatan
Deksamethason/kalmetason sebagai pengobatan anti-edema serebri, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%, atau Glukosa 40% atau Gliserol 10%.
Antibiotik yang memiliki efek barier darah otak (penisilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan Mentronidazol.
Makanan atau cairan, bila muntah dapat diberikan cairan infus Dekstrosa 5%, 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
Pengobatan dengan Azetazolamid (Diamoks) untuk inhibisi LCS.
4. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan serebrospinal.
17
5. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal dengan tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid 6. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
Drainase ventrikule-peritoneal
Drainase Lombo-Peritoneal
Drainase ventrikulo-Pleural
Drainase ventrikule-Uretrostomi
Drainase ke dalam anterium mastoid
Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung melalui
kateter
yang
berventil
(Holter
Valve/katup
Holter)
yang
memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari luar.
Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.
2.1.9 Komplikasi a. Infeksi Berupa peritonitis, meningitis atau peradangan sepanjang saluran subkutan. Pada pasien-pasien dengan VA Shunt. Bakteri aleni dapat mengawali terjadinya Shunt 18
Nephritis yang biasanya disebabkan Staphylococcus epidermis ataupun aureus, dengan risiko terutama pada bayi. Profilaksis antibiotik dapat mengurangi risiko infeksi.
b. Hematoma Subdural Ventrikel yang kolaps akan menarik permukaan korteks serebri dari duramater. Pasien post operatif diletakkan dalam posisi terlentang mengurangi risiko sedini mungkin.
c. Obstruksi Dapat ditimbulkan oleh: - Ujung proksimal tertutup pleksus khoroideus. - Adanya serpihan-serpihan (debris). - Gumpalan darah. - Ujung distal tertutup omentum. - Pada anak-anak yang sedang tumbuh dengan VA Shunt, ujung distal kateter dapat tertarik keluar dari ruang atrium kanan, dan mengakibatkan terbentuknya trombus dan timbul oklusi.
d. Keadaan CSS yang rendah Beberapa pasien Post shunting mengeluh sakit kepala dan vomiting pada posisi duduk dan berdiri, hal ini ternyata disebabkan karena tekanan CSS yang rendah, keadaan ini dapat diperbaiki dengan jalan: - Intake cairan yang banyak. - Katup diganti dengan yang terbuka pada tekanan yang tinggi.
e. Asites oleh karena CSS Asites CSS ataupun pseudokista pertama kali dilaporkan oleh Ames, kejadian ini diperkirakan 1% dari penderita dengan VP shunt. Adapun patogenesisnya masih 19
bersifat kontroversial. Diduga sebagai penyebab kelainan ini adalah pembedahan abdominal sebelumnya, peritonitis, protein yang tinggi dalam CSS. Asites CSS biasanya terjadi pada anak dengan tekanan intrakranial di mana gejala yang timbul dapat berupa distensi perut, nyeri perut, mual dan muntah-muntah.
f. Kraniosinostosis Keadaan ini terjadi sebagai akibat dari pembuatan shunt pada hidrosefalus yang berat, sehingga terjadi penututupan dini dari sutura kranialis.
20
PATOFLOW Kelainan kongenital Obstruksi aliran CSS di sistem ventrikel Hidrosefalus nonkomunikans
Pendarahan
Infeksi
Neoplasma
Meningitis purulen
Pembesaran jaringan di ruang subaraknoid
Aliran CSS terganggu
Sumbatan pd absorpsi Aliran CSS
Obtruksi oleh pendarahan Meningkatan jumlah cairan dalam ruang subaranoid
Hidrosefalus komunikans
Peningkatan jumlah cairan serebrospinal (CSS)
penurunan neurologi
1. Peningkatan TIK Pembesaran kepala
kejang penurunan tingkat kesadaran
4. Resiko cedera
Asupan nutrisi tidak adekuat
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
21
Kelemahan fisik umum 3. Gangguan mobilitas fisik
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN 2.2.1 Pengkajian 1. Pengumpulan Data
Data demografi 1) Nama 2) Usia : Kebanyakan terjadi pada anak-anak pada usia infant 3) Jenis Kelamin : Hidrocephalus sebagian besar mengenai anak laki – laki 4) Suku/ bangsa 5) Agama 6) Pendidikan 7) Pekerjaan 8) Alamat
Riwayat Penyakit Sekarang : Pendarahan otak yang berhubungan dengan kelahiran prematur
Riwayat Penyakit Dahulu Antrenatal : Perdarahan ketika hamil Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, diare, neoplasma
Riwayat penyakit keluarga
2. Pengkajian persistem
B1 (Breath) : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
B2 (Blood) : Pucat, peningkatan sistole tekanan darah, penurunan nadi B3 (Brain) : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan mengkilat pembesarankepala, perubahan pupil, penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer, strabismus, tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”, kejang
B4 (Bladder) : Oliguria
B5 (Bowel) : Mual, muntah, malas makan
22
B6 (Bone) : Kelemahan, lelah, Peningkatan tonus otot ekstrimitas
2.2.2 Diagnosa Keperawatan 1. Peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan jumlah cairan serebrospinal 2. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan perubahan kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolisme 3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran, kelemahan fisik umum, pembesaran kepala 4. Resiko cedera yang beerhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaran.
2.2.3 Intervensi dan Rasional
DX 1 : Peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan jumlah cairan serebrospinal Tujuan : Dalam wqaktu 2x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien Kriteria Hasil : Klien tidak gelisah, tidak mengeluh nyeri kepala, mual muntah, GCS : 4,5,6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal.
INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
Deteksi diri untuk mempriortitaskan
Kaji faktor penyebab dari situasi /
intervensi,
keadaan individu / penyebab koma /
neurologis / tanda-tanda kegagalan
penurunan
untuk
perfusi
jaringan
dan
menentukan
kemungkinan penyebab peningkatan
kegawatan
TIK
pembelajaran
Evaluasi pupil
mengkaji
atau
status
perawatan tindakan
Reaksi pupil dan pergerakan kembali
23
dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbanagan saraf antara simpatis dan parasimpatis merupakan respons refleks saraf cranial Monitor temperature dan pengaturan Panas suhu lingkungan
merupakan
refleks
dari
hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme menunjang
dan
O2
akan
peningkatan
TIK
(Intracranial Pressure)
DX 2 : Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan perubahan kemampuan mencerna makanan, peningkatan kebutuhan metabolisme Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi Kritreria Hasil : Turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kemampuan menelan, sonde dilepas, BB meningkat 1kg, Hb dan Albumin dalm batas normal
INTERVENSI
RASIONAL
Observasi tekstur, turgor kulit
Mengetahui status nutrisi klien
Lakukan oral higine
Kebersihan
mulut
merasngsang
nafsu makan Observasi asupan keluar
Mengetahui keseimbanagan nutrisi klien
24
DX 3 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran, kelemahan fisik umum, pembesaran kepala Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam mobilitas klien meningkat sesuai kondisi klien Kriteria Hasil : Skala ketergantungan klien meningkat menjadi bantuan minimal, tidak terjadi kontraktur, fooddrop, gangguan integritas kulit, fungsi bowell dan bladder optimal, serta peningkatan kemmapuan fisik.
INTERVENSI Review
kemampuan
RASIONAL fisik
dan Mengidentifikasikam
kerusakan yang terjadi
fungsi
dan
kerusakan
menentukan
pilihan
intervensi Berikan perubahan posisi yang teratur Perubahan pada klien
posisi
teratur
dapat
mendistribusikan berat badan secara menyeluruh
dan
memfasilitasi
peredaran darah serta mencegah Kaji adanya nyeri, kemerahan, bengkak pada area kulit
dekubitus Indikasi adanya kerusakan kulit dan deteksi awal adanya dekubitus pada area local yang tertekan
Dx 4 : Resiko cedera yang beerhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaran. Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam perawatan klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran Kriteria Hasil : Klien tidak mengalami cedera apabila kejang berulang ada
25
INTERVENSI
RASIONAL
Monitor kejang pada tangan, kaki, Gambaran mulut, dan oto-otot muka lainnya
tribalitassistem
saraf
pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk
mencegah
terjadinya
komplikasi Persiapkan seperti
lingkungan
batasan
yang
ranjang,
aman Melindungi klien bila kejang terjadi papan
pengaman, dan alat suction selalu berada dekat klien Pertahankan bedrest total selama fase Mengurangi resiko jatuh/terluka jika akut Kolaborasi
vertigo, sincope, dan ataksia terjadi pemberian
terapi
; Untuk mencegah atau mengurangi
Diazepam, Phenobarbital
kejang. Catatan
:
Phenobarbital
dapat
menyebabkan respiratorus depresi dan sedasi
26
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani: "hydro" yang berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal dengan "kepala air") adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal atau CSS). Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat saraf yang vital.
Penyebab dari hidrosefalus
adalah penyakit bawaan( kongenital), infeksi, neoplasma, dan pendarahan. Terdapat dua hidrosefalus : nonkomunikans dan komunikans. Masalah keperawatan yang timbul dari pasien hidrosefalus : 1. Pengkatan tekanan intrakranial(TIK) 2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 3. Gangguan mobilitas fisik 4. Risiko cedera Yang harus di lakukan pada pasien hidrosefalus berikan obat-obatan (deksamethason, antibiotik) dan ajurankan pasien untuk tirah baring total untuk mencegah risiko peningktan tekanan intrakranial dan risiko cedera. 3.2 Saran Agar mutu dan kualitas pelayanan kesehatan dapat lebih baik lagi, maka sebaiknya setiap tenaga medis terutama seorang perawat harus mengetahui dan memahami tentang suatu penyakit salah satunya dibahas pada makalah ini adalah penyakit hydrocephalus matakuliah neurobehavior 1 berhubungan dengan praktik keperawatan.
27
DAFTAR PUSTAKA Muttaqin
arif.2008.asuhan
keperawatan
klien
dengan
persarafan.jakarta:selemba medika. J.corwin elizaberth.2009.buku saku patofisiologi.jakarta:EGC
28
gangguan
sistem
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana telah memberika kita taufig dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membimbing kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang. Didalam penyusunan makalah ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Alkhusari,S.Kep.Ns selaku dosen pembimbing kami beserta semua pihak yang telah membantu di dalam proses penyusunan makalah ini. Kami menyadari didalam makalah ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu dengan rendah hati kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Dan kami mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat umumnya bagi para pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri.
Palembang, April 2013
Kelompok 3
i 29
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ...................................................................................................
i
DAFTAR ISI .................................................................................................................
ii
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ....................................................................................
1
1.2 Tujuan ..................................................................................................
2
1.3 Manfaat ...............................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hydrocepahalus ..................................................................................
3
2.1.1 definisi .......................................................................................
3
2.1.2 anatomi fisiologi .......................................................................
4
2.1.3 etiologi ......................................................................................
6
2.1.4 klasifikasi ...................................................................................
8
2.1.5 patofisiologi ..............................................................................
10
2.1.6 manisfestasi klinik ....................................................................
11
2.1.7 pemeriksaan diagnosis ...............................................................
14
2.1.8 penatalaksanaan ........................................................................
17
2.1.9 komplikasi .................................................................................
18
2.2 Asuhan keperawatan ..........................................................................
22
2.2.1 Pengkajian ..................................................................................
22
2.2.2 Diangnosa .................................................................................
23
2.2.3 Intervensi dan rasional ..............................................................
23
PENUTUP 3.1 Kesimpulan ..........................................................................................
27
3.2 Saran ...................................................................................................
27
DAFTAR PUSTAKA
ii 30
ASUHAN KEPERAWATAN HYDROCEPHALUS
DISUSUN OLEH : Anna Jahlia
Ferry Sanjaya
Dewi Angraini
Pega Septiani
Dwi indah
Rendy Renaldy
Dwi Sucia
Rika Sabrina Mauli
Diniati Kataren
Jemi Saputra
Evi Purnama sari
Eka Jeki
Kelas : PSIK Reg a4/4 Dosen Pembimbing : Alkhusari,S.Kep.Ns
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA PALEMBANG 2013 31