LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN EPILEPTIKUS A. Definisi
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan d an bersivat reversibel (Tarwoto, 2007) Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Mutakin, 2000) Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik (anonim, 2008) Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan oleh lepasan muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi, dengan ciri khas serangan yang timbul secara tiba-tiba dan menghilang secara tiba-tiba pula. B. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (Idiopatik) Sering terjadi pada: 1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum 2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf 3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alcohol 4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia) 5. Tumor Otak 6. Kelainan pembuluh darah 7. Riwayat keturunan epilepsy 8. Riwayat gangguan metabolism dan nutrisi/gizi 9. Riwayat gangguan sirkulasi serebral
Secara umum epilepsi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
1. Epilepsi Primer atau epilepsi idiopatik yang sampai pada saat ini belum ditemukan
penyebabnya dan sebagian besar terjadi pada anak-anak. Pada kasus ini tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak. 2. Epilepsi Sekunder, penyebabnya diketahui, antara lain:
Faktor
herediter,
yang
mengalami
kelainan,
seperti
neurofibromatosis,
hipoparatiroidisme, hipoglikemia.
Faktor genetik, pada kejang demam.
Kelainan kongenital otak, atropi, agenesis korpus kolosum.
Gangguan metabolik, seperti hipoglikemi, hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia.
Infeksi, radang yang disebabkan virus atau bakteri pada otak dan selaputnya, seperti toxoplasmosis, meningitis.
Trauma, contusio cerebri, hematoma subarachnoid, hematoma subdural. Neoplasma otak dan selaputnya.
Kelainan pembuluh darah, malformasi dan penyakit kolagen.
Keracunan (timbal, kamper/kapur arus, fenotiazine).
Lain-lain, seperti: penyakit darah, gangguan keseimbang an hormon, degenerasi serebral.
C. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat
merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran. Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.Hal ini terjadi karena adanya influx natrium ke intraseluler.Jika natrium yang seharusnya banyak di luar membrane sel itu masuk ke dalam membran sel sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron.Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik. Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik.Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut.Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut : 1. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah meng alami pengaktifan 2. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun
dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan. 3. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam
repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gamaaminobutirat (GABA). 4. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit,
yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik. Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron.Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik.Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan.Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang.
Asam glutamat mungkin mengalami deplesi (proses berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh terutama karena pendarahan; kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh berlebihan) selama aktivitas kejang. Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi.Bukti histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural.Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang.Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.
D. Manifestasi Klinis 1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan
penginderaan 2. Kelainan gambaran EEG 3. Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen 4. Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (aura dapat
berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya) 5. Napas terlihat sesak dan jantung berdebar 6. Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat 7. Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik khusus atau
somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak normal seperti pada keadaan normal 8. Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan terkadang individu
tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat 9. Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara secara tiba-
tiba 10. Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendang-
menendang 11. Gigi geliginya terkancing 12. Hitam bola matanya berputar- putar
13. Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil
E. Komplikasi 1. Kerusakan otak akibat hipeksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang yang
berulang. 2. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas. 3. Gagal Ginjal
Myoglobinuria, rhabdomiolisis 4. Gagal Nafas
Apnoe Pneumonia Hipoksia, hiperkapni 5. Pelepasan Katekolamin
Hipertensi Oedema paru Aritmia Glikosuria, dilatasi pupil Hipersekresi, hiperpireksia 6. Jantung
Hipotensi, gagal jantung, tromboembolisme 7. Metabolik dan Sistemik
Dehidrasi Asidosis Hiper/hipoglikemia Hiperkalemia, hiponatremia Kegagalan multiorgan 8. Idiopatik
Fraktur, tromboplebitis, DIC
F. Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, darah tepi dan lainnya sesuai indikasi misalnya kadar gula darah, elektrolit. Pemeriksaan cairan serebrospinalis (bila perlu) untuk mengetahui tekanan, warna, kejernihan, perdarahan, jumlah sel, hitung jenis sel, kadar protein, gula NaCl dan pemeriksaan lain atas indikasi. 2. Pemeriksaan EEG
Pemeriksaan EEG sangat berguna untuk diagnosis epilepsi. Ada kelainan berupa epilepsiform discharge atau epileptiform activity), misalnya spike sharp wave, spike and wave dan sebagainya. Rekaman EEG dapat menentukan fokus serta jenis epilepsi apakah fokal, multifokal, kortikal atau subkortikal dan sebagainya. Harus dilakukan secara berkala (kira-kira 812 % pasien epilepsi mempunyai rekaman EEG yang normal). Pemeriksaan radiologis 3. Foto tengkorak
Untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang, kalsifikasi intrakranium yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran sutura, erosi sela tursika dan sebagain ya. 4. Pneumoensefalografi dan ventrikulografi
Untuk melihat gambaran ventrikel, sisterna, rongga sub arachnoid serta gambaran otak. Arteriografi untuk mengetahui pembuluh darah di otak : anomali pembuluh darah otak, penyumbatan, neoplasma / hematome/ abses.
G. Penatalaksanaan Medis 1. Dilakukan
secara manual, juga diarahkan untuk mencegah terjadinya kejang,
penatalaksanaan berbeda dari satu klen dengan klien lainnya. 2. Farmakoterapi 1) Anti kovulsion untuk mengontrol kejang 3. Pembedahan
Untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau adanya anomali vaskuler 4. Jenis obat yang sering digunakan 1) Phenobarbital (luminal) : Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah. 2) Primidone (mysolin) : Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan
phenyletylmalonamid.
3) Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin) : Dari kelompok senyawa hidantoin yang
paling banyak dipakai ialah DPH. Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis. 4) Carbamazine (tegretol). a. Mempunyai khasiat psikotropik yangmungkin disebabkan pengontrolan bangkitan
epilepsi itusendiri atau mungkin juga carbamazine memang mempun yaiefek psikotropik. b. Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering disertai
gangguan tingkahlaku. c. Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi
sumsum tulang dan gangguanfungsi hati. 5) Diazepam. a. Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.). b. Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat.Sebaiknya
diberikan i.v. atau intra rektal. 6) Nitrazepam (Inogadon). a. Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus. 7) Ethosuximide (zarontine). a. Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi p etit mal
8)Na-valproat (dopakene) a. Obat pilihan kedua pada petit mal b. Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai c. Obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak. d. Efek samping mual, muntah, anorexia
9)Acetazolamide (diamox). a. Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi. b. Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na
berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi. 10)ACTH a. Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Data fokus yang perlu dikaji a. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan utama: keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajiaN 2) Riwayat kesehatan sekarang: Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk RS (apa yang terjadi selama serangan ) 3) Riwayat kesehatan yang lalu: sejak kapan serangan seperti ini terjadi, pada usia berapa serangan pertama terjadi, frekuensi serangan, adakah faktor presipitasi seperti demam, kurang tidur emosi, riwayat sakit kepala berat, pernah mende rita cidera otak, operasi atau makan obat-obat tertentu/alkoholik) 4) Riwayat kesehatan keluarga: adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetik maupun tidak 5) Riwayat sebelum serangan: adakah gangguan tingkah laku, emosi apakah disertai aktifitas atonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar, adakah aura yang mendahului serangan baik sensori, auditorik, olfaktorik b. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum 2)Pemeriksaan Persistem a) Sistem Persepsi dan Sensori Apakah pasien menggigit lidah, mulut berbuih, sakit kepala, otot-otot sakit, adakah halusinasi dan ilusi, yang disertai vertigo, bibir dan muka berubah warna, mata dan kepala menyimpang pada satu posisi, berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu posisi/keduanya b) Sistem Persyarafan
motorik seperti kejang tonik,
klonik, mioklonik, atonik, berapa lama gerakan
tersebut? Apakah pasien jatuh kelantai
Proses Serangan: Apakah pasien letarsi, bingung, sakit kepala, gangguan bicara, hemiplegi sementara, ingatkah pasien apa yang terjadi sebelum selama dan sesudah
serangan, adakah perubahan tingkat kesadaran, evaluasi kemungkinan terjadi cidera selama kejang (memer, luka gores) c) Sistem Pernafasan: apakah terjadi perubahan pernafasan (nafas yang dalam d) Sistem Kardiovaskuler: apakah terjadi perubahan denyut jantung e) Sistem Gastrointestinal: apakah terjadi inkontinensia feses, nausea f) Sistem Integumen: adakah memar, luka gores g) Sistem Reproduksi h) Sistem Perkemihan: adakah inkontinensia urin c. Pola Fungsi Kesehatan 1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan Pemahaman pasien dan keluarga mengenai program pengobatan pasien, keamanan lingkungan sekitar 2) Pola Aktivitas dan Latihan Pemahaman klien tentang aktivitas yang aman untuk pasien (minimal resiko cidera pada saat serangan) 3) Pola Nutrisi Metabolisme Pasca serangan biasanya pasien mengalami nansea 4) Pola Eliminasi Saat serangan dapat terjadi inkontinensia urin d an atau feses 5) Pola Tidur dan Istirahat Salah satu faktor presipitasi adalah kurangnya istirahat/tidur 6) Pola kognitif dan Perseptual Adakah gangguan orientasi, pasien merasa dirinya berubah 7) Persepsi diri atau konsep diri Pentingnya pemahaman dengan berobat teratur dapat terbebas dari sawan 8) Pola toleransi dan koping stress Adakah stress dan gangguan emosi 9) Pola sexual reproduksi 10) Pola hubungan dan peran 11) Pola nilai dan kenyakinan
2
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan epilepsy antara lain : 1) Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran sekunder terhadap kejang 2) Resiko trauma pada saat serangan berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran dan kejang tonik-klonik 3) Koping defensif berhubungan dengan respon terhadap hal-hal sekunder terhada epilepsy 4) Defisit pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan perawatan pasien berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang paparan atau mudah lupa 5) Potensial komplikasi : kejang
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No.
Diagnosa
NOC
NIC
Keperawatan
1.
Resiko aspirasi b.d Setelah
dilakukan Aspiration Precaution (3200)
tingkat
kesadaran
tindakan
sekunder
ter-hadap
selama ...x 24 jam, klien
kejang
keperawatan
diharapkan
tidak
Kaji tingkat kemampuan klien terhadap reflek batuk, menelan dan gag reflek Kaji status pernapasan, pertahankan jalan napas
mengalami aspirasi.
Beri posisi 90º atau sesuaikan keadaan
N.O.C :
Jaga kesiapan alat suction
Risk control (1902)
Cek posisi NGT dan residu NGT sebelum memberi makan
Knowladge : treat-
Potong makanan dalam bentuk kecil agar mudah ditelan
ment procedure (1814) Self care oral hi- Airway suctioning (3160) giene (0308)
Auskultasi suara napas klien sebelum dan sesudah suction
Dengan kriteria :
Gunakan universal precaution : sarung tangan, masker, kacamata
Klien
mengatakan
cara-cara
untuk
mencegah aspirasi Kebersihan
Anjurkan klien untuk napas dalam sebelum dilakukan suction, anjurkan untuk rileks Beri tambahan oksigen selama suction
mulut
kolien terjaga
Monitor status oksigen dan hemodinamik klien Hentikan suction dan beri tambahan oksigen jika klien bradikardi
Tidak ada tanda-tan-
da tejadinya aspirasi
Kirim bahan sekret untuk kultur dan tes sensitifitas
Jelaskan pada klien dan keluarga mengenai prosedure dan manfaat suction
Positioning (0840)
Tempatkan klien pada posisi yang tera-peutik : Pertahankan pada posisi miring jika tidak merupakan kontra indikasi ci-dera Pertahankan posisi miring setelah makan 2.
Resiko trauma pada Setelah saat
serangan
penurunan
b.d
tingkat
tindakan
dilakukan keperawatan
selama ...x 24 jam, tidak
Environmented Management safety (6486)
Kaji sejauhmana kebutuhan keamanan klien Modifikasi lingkungan untuk memi-nimalkan resiko trauma (pasang
kesadaran dan kejang
terjadi trauma pada klien pagar pengaman, jauhkan benda tajam dan mudah terbakar)
tonik-klonik
. NOC : Safety
Fall Prevention (6490) status
:
Kaji kemampuan klien untuk melakukan mobilisasi
physical injury (1913) Knowladge
Ciptakan lantai yang tidak licin
:
da tejadinya aspirasi
Jelaskan pada klien dan keluarga mengenai prosedure dan manfaat suction
Positioning (0840)
Tempatkan klien pada posisi yang tera-peutik : Pertahankan pada posisi miring jika tidak merupakan kontra indikasi ci-dera Pertahankan posisi miring setelah makan 2.
Resiko trauma pada Setelah saat
serangan
penurunan
b.d
tingkat
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama ...x 24 jam, tidak
Environmented Management safety (6486)
Kaji sejauhmana kebutuhan keamanan klien Modifikasi lingkungan untuk memi-nimalkan resiko trauma (pasang
kesadaran dan kejang
terjadi trauma pada klien pagar pengaman, jauhkan benda tajam dan mudah terbakar)
tonik-klonik
. NOC :
Fall Prevention (6490)
Safety
status
:
Kaji kemampuan klien untuk melakukan mobilisasi
physical injury (1913) Knowladge
Ciptakan lantai yang tidak licin
:
personal safety (1809)
Teaching : disease process (5602)
Jelaskan pada klien efek dari serangan epilepsi yang memungkinkan Dengan kriteria : Kulit
klien cidera
klien
intak
(tidak ada luka, lecet atau
Jelaskan pada klien aktivitas apa saja yang aman untuk klien epilepsi Anjurkan pada klien untuk bedrest pada fase akut
hematom)
Tdak
terjadi
luka
bakar Tdak terjadi fraktur Kien mampu menjeaskan resiko jika terjadi serangan
dan
cara
mengantisipasi-nya
3.
Koping defensif b.d
Setelah
dilakukan
respon terhadap hal-
tindakan
hal sekunder terhada
selama
...x
epilepsi
koping
klien
keperawatan 24
jam,
menjadi
Self-awarness enhancement (5390)
Dorong klien untuk mengakui dan mendiskusikan pikiran dan perasaan Anjurkan pada klien untuk meng-identifikasi nilai yang disumbangkan untuk konsep diri
adekuat
Anjurkan pada klien untuk meng-identifikasi perasaan tentang dirinya
NOC:
Beri fasilitas klien untuk mengidentifikasi pola respon yang digunakan
Acception sta-tus (1300)
health
untuk berbagai situasi Anjurkan pada klien untuk meng-ungkapkan cara verbal penolakannya
Tdak
terjadi
luka
bakar Tdak terjadi fraktur Kien mampu menjeaskan resiko jika terjadi serangan
dan
cara
mengantisipasi-nya
3.
Koping defensif b.d
Setelah
dilakukan
respon terhadap hal-
tindakan
hal sekunder terhada
selama
...x
epilepsi
koping
klien
keperawatan 24
jam,
menjadi
Self-awarness enhancement (5390)
Dorong klien untuk mengakui dan mendiskusikan pikiran dan perasaan Anjurkan pada klien untuk meng-identifikasi nilai yang disumbangkan untuk konsep diri
adekuat
Anjurkan pada klien untuk meng-identifikasi perasaan tentang dirinya
NOC:
Beri fasilitas klien untuk mengidentifikasi pola respon yang digunakan
Acception
health
untuk berbagai situasi Anjurkan pada klien untuk meng-ungkapkan cara verbal penolakannya
sta-tus (1300)
terhadap realitas
Coping (1302) Self-asteem (1205)
Bantu klien untuk mengidentifikasi situasi yang mengakibatkan cemas dan cara menanggulanginya
engan kriteria : Klien ngenal
mampu pola
me-
koping
efektif dan tidak efektif Klien lebih tenang Klien
Hargai penyesuaian diri klien untuk merubah body image
Dorong klien untuk mengidentifikasi penjelasan realitas dari perubahan peran
mengakui
realita
Coping enhancement (5230)
situasi
kesehatannya
Ciptakan lingkungan yang tenang Gunakan pendekatan agama / keyakinan jika perlu Beri pujian tindakan positif yang dilakukan klien
Klien mampu mengekspresikan
emosi
de-
ngan positif Klien mampu mengungkapkan diri
penerimaan
terhadap
keter-
batasan diri 4.
Defisit
pengetahuan
ten-tang pengobatan
Setelah
penyakit, penjelasan
dilakukan selama
...x
dan pertemuan, pe-ngetahuan
perawatan klien b.d
klien tentang pe-nyakit,
Teaching individual (5606)
Tentukan kebutuhan pembelajaran klien Kaji tingkat pengetahuan dan pemahaman klien tentang epilepsi Kaji tingkat pendidikan
efektif dan tidak efektif Klien lebih tenang Klien
Dorong klien untuk mengidentifikasi penjelasan realitas dari perubahan peran
mengakui
realita
situasi
kesehatannya
Ciptakan lingkungan yang tenang Gunakan pendekatan agama / keyakinan jika perlu Beri pujian tindakan positif yang dilakukan klien
Klien mampu mengekspresikan
emosi
de-
ngan positif Klien mampu mengungkapkan diri
penerimaan
terhadap
keter-
batasan diri 4.
Defisit
pengetahuan
ten-tang pengobatan
Setelah
dilakukan
penyakit, penjelasan
selama
...x
dan pertemuan, pe-ngetahuan
perawatan klien b.d
klien tentang pe-nyakit,
keterbatasan kognitif, pengobatan ku-rang paparan atau
dan
pe-
rawatan klien meningkat
mudah lupa
Teaching individual (5606)
Tentukan kebutuhan pembelajaran klien Kaji tingkat pengetahuan dan pemahaman klien tentang epilepsi Kaji tingkat pendidikan Kaji kesiapan klien dalam mempelajari informasi spesifik Atur
agar
realita
tujuan pembelajaran
dengan
klien
saling
menguntungkan Pilih metode / strategi mengajar yang sesuai Sediakan lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran Koreksi adanya kesalahan informasi
Sediakan waktu untuk bertanya pada klien
NOC : Knowledge : Disease . process (1803)
Teaching : disease process (5602)
Knowladge : Illness
Nilai tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya Jelaskan patofisiologi epilepsi
care (1824)
Jelaskan tanda dan gejala epilepsi Dengan kriteria : Klien
dan
mam-pu penger-tian, penyakit,
Jelaskan kemungkinan penyebabnya keluarga
menjelaskan proses penyebab,
tanda dan gejala, efek penyakit,
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin dapat mencegah komplikasi dimasa yang akan datang Diskusikan pilihan-pilihan terapi pe-ngobatan dan perawatan Jelaskan alasan rasional dari terapi pengobatan yang direkomendasikan Kaji sumber-sumber pendukung yang memungkinkan
tindakan
pencegahan, pe-ngobatan dan perawatan epilepsi 5
Potensial komplikasi Setelah
dilakukan
Tentukan apa klien merasakan aura sebe-lum awitan aktivitas kejang.
Sediakan waktu untuk bertanya pada klien
NOC : Knowledge : Disease . process (1803)
Teaching : disease process (5602)
Knowladge : Illness
Nilai tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya Jelaskan patofisiologi epilepsi
care (1824)
Jelaskan tanda dan gejala epilepsi Dengan kriteria : Klien
dan
mam-pu
Jelaskan kemungkinan penyebabnya keluarga
menjelaskan
penger-tian, penyakit,
proses penyebab,
tanda dan gejala, efek penyakit,
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin dapat mencegah komplikasi dimasa yang akan datang Diskusikan pilihan-pilihan terapi pe-ngobatan dan perawatan Jelaskan alasan rasional dari terapi pengobatan yang direkomendasikan Kaji sumber-sumber pendukung yang memungkinkan
tindakan
pencegahan, pe-ngobatan dan perawatan epilepsi 5
Potensial komplikasi Setelah : kejang
tindakan selama
...x
dilakukan
Tentukan apa klien merasakan aura sebe-lum awitan aktivitas kejang.
keperawatan
Jika ya, beri-tahu tindakan pengamanan untuk diambil jika aura tersebut
24
jam dirasakan (misalnya : berbaraing, menepikan mobil, dan mema-tikan
perawat akan mengatasi mesin) dan mengurangi episode kejang
Bila aktivitas kejang terjadi, observasi dan dokumentasikan hal berikut : a.
Bila kejang mulai
b.
Jenis gerakan, bagian tubuh yang terlihat
c.
Perubahan ukuran pupil dan posisi
d.
Inkontinensia urine atau feses
e.
Durasi
f.
Ketidaksadaran
(durasi)
perilaku
setelah
kejang
,
kelemahan, paralisis setelah kejang, tidur setelah kejang (periode pasca-taktile) (progresi aktivitas kejang dapat membantu dalam mengidentifikasi fokus anatomik dari kejang) Berikan privasi selama dan sesudah aktivitas kejang (untuk melindungi klien dari rasa malu) Selama aktivitas kejang, lakukan tindakan untuk menjamin ventilasi adekuat (misal-nya dengan melepaskan pakaian). Jangan coba memaksa jalan napas atau spatel li-dah masuk pada gigi yang mengatup. (ge-rakan tonik / klonik kuat dapat menye-babkan sumbatan jalan napas. Pemasukan jalan napas paksa dapat menyebabkan cidera) Selama aktivitas kejang, bantu gerakan secara hati-hati untuk mencegah
c.
Perubahan ukuran pupil dan posisi
d.
Inkontinensia urine atau feses
e.
Durasi
f.
Ketidaksadaran
(durasi)
perilaku
setelah
kejang
,
kelemahan, paralisis setelah kejang, tidur setelah kejang (periode pasca-taktile) (progresi aktivitas kejang dapat membantu dalam mengidentifikasi fokus anatomik dari kejang) Berikan privasi selama dan sesudah aktivitas kejang (untuk melindungi klien dari rasa malu) Selama aktivitas kejang, lakukan tindakan untuk menjamin ventilasi adekuat (misal-nya dengan melepaskan pakaian). Jangan coba memaksa jalan napas atau spatel li-dah masuk pada gigi yang mengatup. (ge-rakan tonik / klonik kuat dapat menye-babkan sumbatan jalan napas. Pemasukan jalan napas paksa dapat menyebabkan cidera) Selama aktivitas kejang, bantu gerakan secara hati-hati untuk mencegah cidera.
Jangan
coba
membatasi
gerakan.
(restrain
fisik
dapat
mengakibatkan trauma pada muskuloskeletal) Bila kejang terjadi saat klien sedang du-duk, bantu turunkan klien ke lantai dan tempatkan sesuatu yang lunak dibawah kepalanya. (tindakan ini akan membantu mencegah trauma) Jika kejang telah teratasi letakkan klien pada posisi miring. (posisi ini
membantu mencegah aspirasi sekret) Biarkan individu tidur setelah periode ke-jang, orientasi lagi setelah bangun. (indi-vidu ini akan mengalami amnesia, orient-tasi ulang akan membantu klien untuk memperoleh rasa kontrol dan dapat menu-runkan ansietas) Jika orang tersebut berlanjut mengalami kejang umum, lapor dokter dan awali tin-dakan :
.
a.
Pertahankan jalan napas
b.
Penghisapan jika diperlukan
c.
Berikan oksigen melalui kanul nasal
d.
Awali untuk pemberian infus
Pertahankan tempat tidur pada posisi rendah dengan pagar tempat tidur terpa-sang serta lapisi pagar tempat tidur de-ngan kain (sebagai tindakan hati-hati un-tuk mencegah bahaya jatuh atau truma)
.
Jika kondisi klien kronis, evaluasi kebu-tuhan penyuluhan tehnik
membantu mencegah aspirasi sekret) Biarkan individu tidur setelah periode ke-jang, orientasi lagi setelah bangun. (indi-vidu ini akan mengalami amnesia, orient-tasi ulang akan membantu klien untuk memperoleh rasa kontrol dan dapat menu-runkan ansietas) Jika orang tersebut berlanjut mengalami kejang umum, lapor dokter dan awali tin-dakan :
.
a.
Pertahankan jalan napas
b.
Penghisapan jika diperlukan
c.
Berikan oksigen melalui kanul nasal
d.
Awali untuk pemberian infus
Pertahankan tempat tidur pada posisi rendah dengan pagar tempat tidur terpa-sang serta lapisi pagar tempat tidur de-ngan kain (sebagai tindakan hati-hati un-tuk mencegah bahaya jatuh atau truma)
.
Jika kondisi klien kronis, evaluasi kebu-tuhan penyuluhan tehnik
penatalaksanaan diri sendiri
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika. Ns. Hasrat Jaya Ziliwu, S.Kep/ www.scribd.com/epilepsi/gangguan-konduksi-systemsaraf/ diakses tanggal 16/11/2009
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika. Ns. Hasrat Jaya Ziliwu, S.Kep/ www.scribd.com/epilepsi/gangguan-konduksi-systemsaraf/ diakses tanggal 16/11/2009