BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Burst abdomen atau disebut juga sebagai Wound dehiscence merupakan
komplikasi serius dari tindakan post operatif yang dapat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas (Lotfy, 2009). Menurut Sander (2012), angka
mortalitas pasien dengan burst abdomen rata-rata 18,1%, dengan range 9,4%
– 43,8%. Terpisahnya jahitan luka pada abdomen secara partial atau
komplit salah satu atau seluruh lapisan dinding abdomen pada luka post
operatif harus segera ditangani karena pasien tersebut memiliki
kemungkinan mortalitas 30%.
Burst abdomen adalah terbukanya tepi-tepi luka sehingga menyebabkan
evirasi atau pengeluaran isi organ-organ dalam seperti usus, hal ini
merupakan salah satu komplikasi post operasi dari penutupan luka di
dalam perut. Meskipun kasus ini jarang ditemukan di Indonesia namun
tidak sedikit pasien yang pernah mengalami burst abdomen.
Pada tahun 1972 terdapat 18 (3%) kasus burst abdomen diantara 593
operasi yang terjadi pada anak-anak. Pada orang dewasa terdapat 45 kasus
diantara 5156. Dari 45 kasus, 80% terjadi pada lansia. Lalu perbandingan
untuk pria dan wanita adalah 2 : 1. Namun, saat ini insiden burst
abdomen tidak berbeda jauh dengan tahun 1972. Insiden sebanyak 0,2% - 6%
dengan tingkat kematian 10% - 30%. Apabila insiden ini terus berlanjut
dan tidak ada perhatian dari masyarakat tentang kasus ini, maka akan ada
kemungkinan bertambahnya pasien dengan burst abdomen setiap tahunnya.
Burst abdomen terjadi lebih sering terjadi pada pria dari pada
wanita. Biasanya burst abdomen terjadi pada minggu kedua, dengan
puncaknya pada hari kesepuluh pasca-operasi, dan memiliki angka kematian
sekitar 20%.
Burst abdomen yang tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat
menimbulkan berbagai komplikasi yang serius yang akan meningkatkan resiko
kematiaan. Melalui makalah ini kami memberikan pengetahuan dan cara
pencegahan terjadinya burst abdomen sehingga angka kejadian penyakit
tersebut dapat menurun. Selain itu, makalah ini diharapkan dapat
bermanfaat pula bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien burst abdomen yang benar.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana anatomi fisiologi abdomen?
b. Bagaimana definisi dari penyakit burst abdomen?
c. Bagaimana klasifikasi dari penyakit burst abdomen?
d. Bagaimana etiologi dari penyakit burst abdomen?
e. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit burst abdomen?
f. Bagaimana patofisiologi dari penyakit burst abdomen?
g. Bagaimana pemeriksaan diagnostic dari penyakit burst abdomen?
h. Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit burst abdomen?
i. Bagaimana komplikasi dari penyakit burst abdomen?
j. Bagaimana WOC dari penyakit burst abdomen?
k. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan burst abdomen?
3. Tujuan
a. Memahami anatomi fisiologi abdomen
b. Bagaimana definisi dari penyakit burst abdomen
c. Memahami klasifikasi dari penyakit burst abdomen
d. Memahami etiologi dari penyakit burst abdomen
e. Memahami manifestasi klinis dari penyakit burst abdomen
f. Memahami patofisiologi dari penyakit burst abdomen
g. Memahami pemeriksaan diagnostic dari penyakit burst abdomen
h. Memahami penatalaksanaan dari penyakit burst abdomen
i. Memahami komplikasi dari penyakit burst abdomen
j. Memahami WOC dari penyakit burst abdomen
k. Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan burst abdomen
4. Manfaat
a. Memperoleh pengetahuan tentang konsep dari penyakit burst abdomen.
b. Memperoleh pengetahuan dan dapat melakukan asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit burst abdomen.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi dan Fisiologi Abdomen
Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan
meluas dari atas dari drafragma sampai pelvis di bawah. Rongga abdomen
dilukiskan menjadi dua bagian, abdomen yang sebenarnya yaitu rongga
sebelah atas dan yang lebih besar dari pelvis yaitu rongga sebelah bawah
dan lebih kecil. Batas-batas rongga abdomen adalah di bagian atas
diafragma, di bagian bawah pintu masuk panggul dari panggul besar, di
depan dan di kedua sisi otot-otot abdominal, tulang-tulang illiaka dan
iga-iga sebelah bawah, di bagian belakang tulang punggung dan otot psoas
dan quadratus lumborum.
Gambar 2.1. Bagian rongga abdomen
Keterangan :
1. Hipokhondriak kanan
2. Epigastrik
3. Hipokhondriak kiri
4. Lumbal kanan
5. Pusar (umbilikus)
6. Lumbal kiri
7. Ilium kanan
8. Hipogastrik
9. Ilium kiri
Abdomen adalah suatu rongga yang dilapisi oleh lapisan peritoneum baik
organ maupun dindingnya. Lapisan peritoneum yang melapisi rongga abdomen
disebut peritoneum parietal dan yang melapisi semua organ dalam abdomen
di sebut peritoneum visceral. Sebagian besar isi dari rongga abdomen
adalah :
1. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian
yaitu kardia, fundus dan antrium. Lambung terletak di sebelah atas kiri
abdomen, fundus lambung mencapai ketinggian ruang interkostal (antar iga)
kelima kiri.
Gambar 2.2. Lambung
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik
untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam klorida (HCL), dan prekusor
pepsin (enzim yang memecahkan protein). Lendir melindungi sel – sel lambung
dari kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida menciptakan suasana yang
sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein.
2. Usus Halus
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta.
Gambar 2.3. Usus halus
Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan
otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa. Usus halus
terdiri dari tiga bagian yaitu :
a. Usus Dua Belas Jari (Duodenum)
Merupakan bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan
menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas
jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo
duodenale dan berakhir di ligamentum treitz. Usus dua belas jari
merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya
oleh selaput peritoneum. Pada usus dua belas jari terdapat dua
muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
b. Usus Kosong (Jejenum)
Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-
2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus
kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus.
c. Usus Penyerapan (Illeum)
Pada sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4
m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh
usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit
basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam empedu.
3. Usus Besar
Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri
dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri),
kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).
Gambar 2.4. Usus Besar
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus
besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri
ini penting untuk fungsi normal dari usus.
4. Hati
Hati adalah kelenjer terbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian
teratas dalam rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma.
Gambar 2.5. Hati
Fungsi hati adalah:
a. Bersangkutan dengan metabolisme tubuh, khususnya mengenai
pengaruhnya atas makanan dan darah.
b. Hati merupakan pabrik kimia terbesar dalam tubuh/sebagai pengantar
matabolisme.
c. Hati mengubah zat buangan dan bahan racun.
d. Hati juga mengubah asam amino menjadi glukosa.
e. Hati membentuk sel darah merah pada masa hidup janin.
f. Hati sebagai penghancur sel darah merah.
g. Membuat sebagian besar dari protein plasma.
h. Membersihkan bilirubin dari darah
5. Kantung Empedu
Kantung empedu adalah sebuah kantung berbentuk terong dan merupakan membran
berotot. Letaknya di dalam sebuah lekukan di sebelah permukaan bawah hati,
sampai di pinggiran depannya. Panjangnya 8-12 cm. Kantung empedu terbagi
dalam sebuah fundus, badan dan leher.
Fungsi kangtung empedu adalah :
a. Kandung empedu bekerja sebagai tempat persediaan getah empedu.
b. Getah empedu yang tersimpan di dalamnya dibuat pekat
Gambar.2.6 Kantung Empedu
6. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki fungsi utama
yakni untuk menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting
seperti insulin dan glukagon. Kelenjar pankreas terletak pada bagian
belakang lambung dan berhubungan erat dengan duodenum (usus dua belas
jari), strukturnya sangat mirip dengan kelenjar ludah. Jaringan pancreas
terdiri atas lobula dari sel sekretori yang tersusun mengitari saluran-
saluran halus.
Gambar 2.7. Pankreas
Panjangnya kira-kira 15 cm dan mengandung sekumpulan sel yang disebut
kepulauan Langerhans. Pulau Langerhans, terdiri dari dua macam sel yaitu
alfa dan beta. Tiap pankreas mengandung lebih kurang 100.000 pulau
Langerhans dan tiap pulau berisi 100 sel beta. Sel beta memproduksi insulin
sedangkan sel-sel alfa memproduksi glukagon.
7. Ginjal
Ginjal merupakan suatu organ yang terletak retroperitoneal pada dinding
abdomen di kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra T12 hingga
L3. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari yang kiri karena besarnya lobus
hepar.
Gambar 2.8. Ginjal
Ginjal dibungkus oleh tiga lapis yaitu yang terdalam adalah kapsula
renalis, jaringan pada lapisan kedua adalah adiposa, dan jaringan terluar
adalah fascia renal. Ketiga lapis jaringan ini berfungsi sebagai pelindung
dari trauma dan memfiksasi ginjal. Ginjal menjalankan fungsi yang vital
sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam
tubuh dengan mengekresikan zat terlarut dan air secara selektif.
8. Limpa
Limpa merupakan organ RES (Reticuloendothelial system) yg terletak di cavum
abdomen pada regio hipokondrium/ hipokondriaka sinistra. Limpa terletak
sepanjang costa IX, X, dan XI sinistra dan ekstremitas inferiornya berjalan
ke depan sampai sejauh linea aksillaris media.
Limpa dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
a. Dua facies yaitu facies diafragmatika dan visceralis.
b. Dua kutub yaitu ekstremitas superior dan inferior.
c. Dua margo yaitu margo anterior dan posterior
Fungsi limpa adalah :
a. Pada masa janin dan setelah lahir adalah penghasil eritrosit dan
limposit
b. Setelah dewasa adalah penghancur eritrosit tua dan pembentuk
homoglobin dan zat besi bebas.
Gambar 2.9 Limpa
Struktur dinding abdomen
Dinding abdomen mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di
bagian belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah
atas pada iga, dan di bagian bawah melekat pada tulang panggul. Dinding
abdomen terdiri atas beberapa lapis yaitu :
1. Kulit
2. Subkutan fet yang disekat oleh:
a. Fascia camfer
Mengandung paniculus adiposus (lemak). Lapisan ini juga membungkus
daerah perineum sebagai fascia superfisialis perinei. Pada laki-
laki fascia ini bersatu dengan fascia scarpa membentuk tunica
dartos sebagai salah satu lapisan pembungkus dari testis. Para ahli
bedah memanfaatkan lembar dalam fascia superfisialis yang berupa
selaput, untuk memegang jahitan sewaktu menutup sayatan pada kulit
abdomen
b. Fascia scarpa
Lapisan membranosa yang tidak mengandung lemak.
c. Fascia transfersalis
Suatu lembar selaput yang kuat dan hampir melapisi seluruh dinding
abdomen. Fascia transversalis menutupi permukaan dalam musculus
transversus abdominis dan aponeurosisnya, dan dari kedua sisi
bersatu di sebelah dorsal linea alba.
3. Otot –otot dindidng abdomen
Gambar 2.10 Otot dinding abdomen
a. Musculus rectus abdominis
Merupakan otot panjang dan kuat yang tebentang sepanjang seluruh
panjang dinding abdomen. Musculus rektus abdominis berasal dari
depan simfisis pubis dan Krista pubika. Otot ini berinsersi ke
kartilago kosta V,VI,XII dan permukaan luar prosesus xipoideus.
Jika otot ini berkontraksi terlihat linea semilunaris yang
terbentang dari ujung rawan iga IX sampai tuberkulum pubikum. Otot
ini disilangi oleh tiga insersi : Ujung proses xifoideus,
Umbilicus, dan ditengah keduanya. Fungsi dari otot ini untuk fleksi
trunk, mengangkat pelvis.
b. Musculus oblica eksterna
Otot ini merupakan otot dinding abdomen yang paling superficial.
Otot ini berorigo pada tepi eksternal delapan ruas tulang iga yang
terakhir, serat-serat nya berjalan serong dari kraniolateral menuju
kaudomedial dan berinsersi pada tiga tempat. Posterior dari otot
ini berinsersi ke labium eksterna dan Krista iliaka. Fungsi dari
otot ini adalah rotasi thoraks ke sisi yang berlawanan.
c. Musculus oblica interna
Otot ini melekat dibawah m. abdominis eksternus oblik yang serat-
seratnya berjalan sedemikian rupa sehingga membentuk sudut tegak
lurus dengan m. abdominiseksternus oblik. Fungsi dari otot untuk
rotasi thoraks ke sisi yang sama.
Otot ini berinsersi pada 3 tempat :
1. Permukaan bagian internal tiga kosta terakhir
2. Sarung rektus
3. Os pubis
d. Musculus transvesalis
Otot ini berupa tendon menuju ke linea alba dan bagian inferior
vagina musculi trecti abdominis. Origo pada permukaan kartilagi
kostalis 7-12. Insertio pada fascia lumbo dorsalis, labium internum
crista iliaca, 2/3 lateral ligamen inguinale. Berupa tendoon menuju
linea alba dan bagian inferior vagina musculi recti abdominis.
Fungsi dari otot ini menekan perut , menegangkan dan menarik
dinding perut.
e. Musculus piramidalis
Musculus piramidalis ini kadang sering tidak ada. Otot ini pada
dasarnya berasal dari permukaan anterior pubis dan berinsersi pada
linea alba. Otot ini terletak pada bagian depan bagian bawah
musculus rektus abdominis. Fungsi musculus piramidalis adalah untuk
menegangkan linea alba.
4. Peritonium
Peritoneum adalah suatu membrana serosa yang tipis, halus dan mengkilat,
terletak pada facies interna cavum abdominis. Secara umum, dibagi menjadi
peritoneum parietale, peritoneum viscerale, dan cavum peritonei. Peritoneum
viscerale adalah yang membungkus permukaan organ abdominal, peritoneum
parietale adalah yang menutupi dinding abdomen dari dalam rongga abdomen,
sedangkan cavum peritonei adalah rongga yang terletak di antara kedua
lapisan tersebut dan mengandung cairan sereus.Peralihan peritoneum
parietale menjadi paritoneum viscerale (reflexi peritoneum) dapat berupa
lipatan (plica), lembaran (omentum), atau alat penggantung viscera.
Dinding ventrolateral abdomen
Garis-garis pembelahan alami pada kulit konstan dan berjalan hamper
horizontal disekitar tubuh. Secara klinik ini penting, karena insisi
sepanjang garis pembelahan akan sembuh dengan parut yang sedikit,
sedangkan insisi yang menyilang garis-garais ini akan sembuh dengan parut
yang luas atau parut yang menonjol.
Linea Alba
Gambar 2.11 Linea alba
Merupakan pita brosa yang terbentang vertikal dari processus xiphoideus
sampai symphysis pubica. Sarung rektus (rektus sheath) adalah kumpulan
dari aponeurosis otot-otot dinding abdomen yang membungkus m. rektus
abdominis. Sarung rektus ini berfungsi sebagai reticulum yang
mempertahankan m. rektus abdominis tetap pada posisinya (mencegah
terjadinya bow-string effect) pada waktu kontraksi
2. Definisi Burst Abdomen
Laparotomi merupakan suatu proses insisi bedah kedalam rongga
abdomen yang dilakukan dengan berbagai indikasi seperti trauma abdomen,
penanganan obstetric (sectio saesaria) infeksi pada rongga abdomen,
perdarahan saluran cerna, sumbatan pada usus halus dan usus besar serta
masa pada abdomen tindakan laparotomi dapat menimbulkan berbagai
komplikasi pasca bedah antara lain gangguan perfusi jaringan, infeksi
pada luka yang menyebabkan buruknya integritas kulit serta terjadinya
burst abdomen.
Burst abdomen juga dikenal sebagai abdominal wound dehiscence atau
luka operasi terbuka, didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai
terbukanya sebagian atau seluruh luka operasi yang disertai protusi atau
keluarnya isi rongga abdomen. Keadaan ini sebagai akibat kegagalan
proses penyembuhan luka operasi. Wound dehiscence merupakan komplikasi
pertama dari pembedahan abdominal. Insidennya sekitar 0,2% sampai dengan
0,6% dengan angka mortalitas cukup tinggi, mencapai 10% sampai dengan
40%, disebabkan penyembuhan luka operasi yang inadekuat (Baxter, 2003).
Terjadinya wound dehiscence dengan berbagai kondisi seperti anemia,
hipoalbumin, malnutrisi, keganasan, obesitas dan diabetes, usia lanjut,
prosedur pembedahan spesifik seperti pembedahan pada kolon atau
laparotomi emergency. Wound dehiscence dapat juga terjadi karena
perawatan luka yang tidak adekuat serta faktor mekanik seperti batuk
batuk yang berlebihan, ileus obstruktif dan hematoma serta teknik
operasi yang kurang baik.
Burst abdomen atau abdominal wound dehiscence adalah terbukanya
tepi-tepi luka sehingga menyebabkan evirasi atau pengeluaran isi organ-
organ dalam seperti usus, hal ini merupakan salah satu komplikasi post
operasi dari penutupan luka didalam perut.
3. Klasifikasi Burst Abdomen
Menurut Theodore (1999), klasifikasi dari burst abdomen adalah sebagai
berikut :
a. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan oleh trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak
terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau
penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai
tumor.
b. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen
harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma
Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang
dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
4. Etiologi Burst Abdomen
Terjadinya burst abdomen dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor
risiko akan dibedakan menjadi tiga bagian yaitu faktor pre-operative,
operative, dan post-operative (British Medical Journal:1966).
a. Pre operasi
1. Jenis kelamin
Kejadian pada pria dan wanita didapatkan perbedaan yang sedikit
meningkat pada pria yang mana berbanding 3:1.
2. Umur
Kejadian burst abdomen meningkat dengan bertambahnya umur. Burst
abdomen pada pasien yang berumur ,45 tahun sebesar 1.3%, sedangkan
pada pasien >45 tahun sebesar 5.4% (Schwartz et al,Principles Of
Surgery). Burst abdomen sering terjadi pada usia >60 tahun. Hal ini
dikarenakan sejalan dengan bertambahnya umur, organ, dan jaringan
tubuh mengalami proses degenerasi dan otot dinding melemah (Lotfy,
2009).
3. Anemia
Hemoglobin menyumbang oksigen untuk regenerasi jaringan granulasi
dan penurunan tingkat hemoglobin mempengaruhi penyembuhan luka.
4. Hippoproteinemia
Hipoproteinemia adalah salah satu faktor yang penting dalam
penundaan penyembuhan, seseorang yang memiliki tingkat protein serum
dibawah 6g/dl memiliki risiko burst abdomen.
5. Defisiensi vitamin C
Vitamin C sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam penyembuhan
luka. Kekurangan vitamin C dapat mengganggu penyembuhan dan
merupakan predisposisi kegagalan luka.
6. Kortikosteroid
Steroid memiliki peranan dalam menghambat proses inflamasi, fungsi
mmakrofag, proliferasi kapiler, dan fibroblast. Selain itu
kortikosteroid juga dapat menurunkan sistem imun.
7. Merokok
Kebiasaan merokok sejak muda menyebabkan batuk-batuk yang persisten,
batuk yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdomen.
8. Hypoalbuminanemia (serum albumin <3 mg%)
Keadaan hipoalbuminemia ini akan mengurangi sintesa komponen sulfas
mukopolisarida dan kolagen yang merupakan bahan dasar penyembuhan
luka. Defisiensi tersebut akan mempengaruhi proses fibroblasi dan
kolagenisasi yang merupakan proses awal penyembuhan luka.
9. Operasi yang bersifat emergensi
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan dengan terjadinya
burst abdomen. Hal ini mungkin lebih disebabkan karena keadaan
hemodinamik pasien yang tidak stabil dibandingkan dengan persiapan
operasi yang terencana.
10. Diabetes (GDP>140 mg/dl atau GDA>200 mg/dl)
Pada orang dengan diabetes, proses penyembuhan luka berlangsung lama
(Lotfy,2009). DM berkaitan dengan gangguan metabolisme pada jaringan
ikat hal tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh pada daya tahan
tubuh sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi.
5. Manifestasi Klinis Burst Abdomen
1. Luka yang dehiscence yang ditunjukkan pada 7-14 hari setelah operasi
2. Nyeri yang sangat bahkan sampai meledak-ledak
3. Batuk yang berat disertai muntah-muntah
4. Adanya serosa kekuning- kuningan yang keluar dari luka
5. Perut yang distended (membesar dan tegang) yang menandai adanya
infeksi di daerah tersebut
6. Keluar cairan merah pada bekas jahitan atau bahkan keluar nanah
7. Luka jahitan menjadi lembek dan merah (hiperemi)
8. Keadaan umum pasien juga menurun ditandai dengan wajah tampak anemis
dan pasien tampak sangat kesakitan
6. Patofisiologi Burst Abdomen
Setiap kelainan yang meningkatkan tekanan dalam rongga perut dapat
menimbulkan hipertensi intra-abdomen. Dalam beberapa situasi, seperti
pancreatitis akut atau pecahnya aneurisma aorta abdominal. Obstruksi
mekanis usus halus, dan pembesaran abdomen bisa menimbulkan hipertensi
intra-abdomen. Namun, trauma tumpul abdomen dengan pendarahan intra-
abdomen dari lienalis, hati, dan cedera mesenterika adalah penyebab
paling umum dari hipertensi intra-abdomen. Pembedahan perut dengan
tujuan untuk mengendalikan pendarahan juga dapat meningkatkan tekanan
dalam ruang peritoneal. Distensi usus, sebagai akibat dari syok
hipovolemik dan perpindahan volume yang besar, merupakan penyebab
penting hipertensi intra-abdomen, dan selanjutnya mengakibatkan ACS,
pada pasien trauma.
Pada kondisi syok, vasokonstriksi dimediasi oleh sistem saraf
simpatik mengakibatkan kurangnya suplai darah ke kulit, otot, ginjal,
dan saluran pencernaan, hal ini bertujuan untuk menyuplai jantung dan
otak. Redistribusi darah dari usus menghasilkan hipoksia seluler di
jaringan usus. Hipoksia ini berhubungan dengan 3 bagian penting dari
perkembangan kompensasi positif yang mencirikan pathogenesis hipertensi
intra-abdomen dan perkembangannya menjadi ACS:
1. Pelepasan sitokin
2. Pembentukan oksigen radikal bebas
3. Penurunan produksi adenosin trifosfat pada sel
Sebagai respon terhadap jaringan yang mengalami hipoksia, maka
sitokin dilepaskan. Molekul-molekul ini meningkatkan vasodilatasi dan
meningkatkan permeabilitas kapiler, yang mengarah pada terjadinya edema.
Setalah seluler mengalami re-perfusi, oksigen radikal bebas dihasilkan.
Agen ini mempunyai efek toksik pada membrane sel yang kondisinya
diperparah oleh adanya sitokin, yang merangsang pelepasan radikal lebih
banyak lagi. Selain itu, kurangnya penghantaran oksigen ke jaringan yang
mengalami keterbatasan produksi adenosine trifospat dan penurunan
persediaan dari adenosine trifosfat ini tergantung pada aktifitas
selular. Yang terkenadampak adalah pompa natrium-kalium. Efisien fungsi
pompa sangat penting untuk peraturan intraseluler elektrolit. Ketika
pompa gagal, terjadi kebocoran natrium kedalam sel sehingga menarik air.
Sehingga sel membengkak, selaput kehilangan integritas, menumpahkan isi
intraselular ke lingkungan ekstraselulardan lebih jauh mengakibatkan
inflamasi (peradangan). Peradangan dengan cepat mengarah pada
pembentukan edema, sebagai akibat dari kebocoran kapiler, dan jaringan
yang semakin membengkak di usus akibat semakin meningkatnya tekakan
intra-abdomen. Pada awal tekanan, perfusi usus terganggu, dan siklus
hipoksia selular, kematian sel, peradangan, dan edema terus berlanjut.
7. Pemeriksaan Diagnostik Burst Abdomen
1. Sinar X Abdomen
Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas dalam usus
atau obstruksi usus.
2. Laboratorium
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui resiko yang dapat
memperparah penyakit. Pemeriksaan laboratorium ini meliputi
pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah.
3. CT scan atau MRI
Untuk mendiagnosa kelainan-kelainan yang terdapat dalam tubuh
manusia, juga sebagai evaluasi terhadap tindakan atau operasi maupun
terapi yang akan dilakukan terhadap pasien
4. Tes BGA
Hemoglobin, serum protein, gula darah, serum kreatinin, dan urea.
Hitung darah lengkap dan serum elekrolit dapat menunjukkan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah
putuh, dan ketidakseimbangan elektrolit.
8. Penatalaksanaan Burst Abdomen
Pada burst abdomen, teknik jahitan ulangan tidak seluruhnya
dilakukan. Dalam perencanaan jahitan ulangan perlu dilakukan pemeriksaan
yang baik seperti laboratorium lengkap dan foto thoraks. Penatalaksanaan
penderita dengan luka operasi terbuka tergantung pada keadaan umum
penderita yang mana dibedakan atas penanganan operatif dan nonoperatif.
1. Penatalaksanaan Operatif
Tindakan awal yang dilakukan adalah eksplorasi melalui luka jahitan
secara hati-hati dan memperlebar sayatan jahitan kemudian
mengidentifikasi sumber terjadinya burst abdomen. Tindakan
eksplorasi dilakukan dalam 48-72 jam sejak diagnosis burst abdomen
ditegakkan. Teknik yang sering digunakan adalah dengan melepas
jahitan lama dan menjahit kembali lukaoperasi dengan cara satu
lapisan sekaligus. Penjahitan ulang luka operasi dilakukan secara
dalam, yaitu dengan menjahit seluruh lapisan abdomen menjadi satu
lapis. Pastikan mengambil jaringan cukup dalam dan hindari tekanan
berlebihan pada luka dan tutup kulit secara erat. Jika
terdapat tanda-tanda sepsis akibat luka, buka kembali jahitan luka
operasi dan lakukan perawatan luka operasi secara terbuka dan
pastikan kelembaban jaringan terjaga.
2. Penatalaksanaan Non-operatif
Penatalaksanaan nonoperatif diberikan kepada penderita yang sangat
tidak stabil dan tidak mengalami eviserasi. Hal ini dilakukan dengan
penderita berbaring di tempat tidur dan menutup luka operasi dengan
kassa steril atau pakaian khusus steril. Penggunaan jahitan penguat
abdominal dapat dipertimbangkan untuk mengurangi perburukan luka
operasi terbuka, namun jika keadaan umum penderita membaik, dapat
dilakukan operasi ulang secara elektif.
Jika pasien datang dengan burst abdomen dan ada eviserasi:
a. Inform Consent
b. Puasa dilakukan 4 jam sebelum pembedahaan, pemasangan NGT
dekompresi.
c. Pasang infus, bericairan standard N4 dengan tetesan sesuai
kebutuhan.
d. Antibiotik pra bedah diberikan secara rutin.
e. Dilakukan rawat luka pada abdomen dengan teknik steril selama
dua hari sekali.
f. Perlu diperhatikan juga tentang nutrisi pasien. Pemberian
nutrisi tinggi protein dan serat pada pasien dengan burst
abdomen membantu penyembuhan dan fungsi saluran cerna pasien.
Prinsip pemilihan benang untuk penjahitan ulang luka operasi terbuka
adalah benang monofilament nonabsorbable yang besar. Penjahitan
dengan teknik terputus sekurangnya 3 cm dari tepi luka dan jarak
maksimal antara jahitan 3 cm, baik pada jahitan dalam ataupun pada
kulit. Jaringan penguat dengan karet atau tabung plastik lunak (5-6
cm) dapat dipertimbangkan guna mengurangi erosi pada kulit. Jangan
mengikat terlalu erat. Jahitan penguat luar diangkat setidaknya
setelah 3 minggu.
Penumpukan Jahitan
Ada beberapa teknik penumpukan jahitan, tetapi pada prinsipnya adalah :
a. Memakai jahitan luka yang padat dan tidak menyerap
b. Luas potongan paling tidak 3 cm dari tepi luka dan interval stik
jahitan3 cm atau kurang
c. Salah satu dari eksternal (menggabungkan semua lapisan peritonium
melewati kulit) atau (semua lapisan kecuali kulit) mungkin di gunakan
d. Penumpukan jahitan luka internal dapat menghindari pembentukanbekas
luka yang tidak sedap dipandang akan tetapi luka itu tidak dapat
dipindahkan pada waktu berikutnya (meningkatkan resiko infeksi)
e. Jangan mengikat terlalu kuat
f. Penumpukan jahitan luka eksternal biasanya dibiarkan selama paling
tidak 3 minggu
Pada sebagian kecil pasien bisa mendapatkan penatalaksanaannya yang
tepat. Teknik yang tidak aman terkadang tidak mungkin untuk menutup
dinding perut dengan baik. Beberapa kondisi yang mungkin bisa menjadi
faktor pada dinding perut yang tidak bisa menutup dengan baik adalah :
a. Trauma abdomen mayor
b. Sepsis abdomen yang kasar
c. Retro peritoneal hematom
d. Kehilangan jaringan pada dinding perut
Untuk mengatasi keluhan setelah operasi merasakan bagian yang
dioperasi seperti tertarik dan nyeri, kini tersedia jala sintesis yang
dikenal dengan "mesh". Penutupan "mesh" pada insisi abdomen biasanya
menujukkan :
a. Kerusakannya adalah penutupan dari satu atau dua lapisan pada
lubang
b. Lubang adalah jahitan luka pada tempat dari jahitan luka yang
menembus lapisan tebal dinding abdomen
c. Perubahan balutan dan granulasi bentuk jaringan berikutnya,
akhirnya berpengaruh pada permukan yang bisa di bungkus dengan
pemindahan robekan kulit.
Terdapat perbedaan tipe dari "mesh" yang mempunya keuntungan dan
permasalahan masing-masing :
a. Untuk digunakan sementara
b. Baik untukmabdomen yang terinfeksi
c. Erosi dalam usus dan pembentukan fistula
d. Bentuk pelekatnya tebal atau padat
9. Komplikasi Burst Abdomen
1. Perdarahan di sekitar daerah jahitan
2. Peritonitis (infeksi ke seluruh dinding usus)
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi
pada selaput rongga perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan
jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. Cedera
pada kandung empedu, ureter,kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat
memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama
pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.
3. Infeksi luka bedah
Infeksi Luka Operasi ( ILO )/Infeksi Tempat Pembedahan (ITP)/Surgical
Site Infection (SSI) adalah infeksi pada luka operasi atau organ/ruang yang
terjadi dalam 30 hari paska operasi atau dalam kurun 1 tahun apabila
terdapat implant. Sumber bakteri pada ILO dapat berasal dari pasien, dokter
dan tim, lingkungan, dan termasuk juga instrumentasi.
Menurut The National Nosocomial Surveillence Infection (NNSI),
kriteria jenis-jenis SSI ada tiga sebagai berikut :
a. Superficial Incision SSI ( ITP Superfisial )
Merupakan infeksi yang terjadi pada kurun waktu 30 hari pasca
operasi dan infeksi tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan
subkutan pada tempat insisi dengan setidaknya ditemukan salah satu
tanda sebagai berikut :
1) Terdapat cairan purulen.
2) Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan
superfisial.
3) Terdapat minimal satu dari tanda-tanda inflammasi
4) Dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang merawat.
b. Deep Insicional SSI ( ITP Dalam )
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari pasca
operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1
tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak
berhubungan dengan operasi dan melibatkan jaringan yang lebih dalam
( contoh, jaringan otot atau fasia )pada tempat insisi dengan
setidaknya terdapat salah satu tanda :
1) Keluar cairan purulen dari tempat insisi.
2) Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli bedah karena
ada tanda inflammasi.
3) Ditemukannya adanya abses pada reoperasi, PA atau radiologis.
4) Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang merawat.
c. Organ/ Space SSI ( ITP organ dalam )
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska
operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1
tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak
berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu bagian anotomi
tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang dibuka
atau dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat
salah satu tanda :
1) Keluar cairan purulen dari drain organ dalam
2) Didapat isolasi bakteri dari organ dalam
3) Ditemukan abses
4) Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.
4. Hematoma
Hematoma menyebabkan gangguan proses penyembuhan luka
karena menyediakan tempat perkembangbiakan kuman yang baik.
Risiko terjadinya hematoma akan meningkat pada luka dengan diseksi
subkutis yang luas dan perlengketan jaringan yang terjadi jelek. Hematoma
pada luka biasanya disertai dengan adanya rasa nyeri, tekanan dan
pembengkakan disekitar luka.
5. Seroma
Seroma adalah pengumpulan limfe yang disebabkan oleh robeknya pembuluh
limfe saat operasi. Pembuluh limfe akan membengkak disertai dengan rasa
nyeri. Seroma pada luka dapat diatasi dengan melakukan aspirasi dengan
jarum, setelah diyakini tidak ada tanda peradangan.
6. Dehisensi luka operasi
Dehisensi luka operasi adalah terpisahnya semua lapisan jahitan
dinding perut yang meliputi kulit, jaringan subkutis, fascia sampai
peritoneum.
Bila isi perut keluar dari luka operasi disebut dengan wound
eviseration atau burst abdomen. Bila tidak mengenai semua peritoneum
disebut dengan incomplete wound disruption. Berdasarkan waktu
terjadinya dehisensi luka operasi dapat terjadi dini (<3hari pasca
operasi), yang biasanya disebabkan oleh teknik atau cara penutupan dinding
perut yang tidak baik. Sedangkan dehisensi luka operasi lambat jika
terjadi >7-12 hari pasca operasi. Pada keadaan ini biasanya dihubungkan
dengan usia, adanya infeksi, status gizi dan faktor lainnya. Dehisensi luka
seringkal iterjadi tanpa gejala khas, biasanya penderita sering merasa ada
jaringan dari dalam rongga abdomen yang bergerak keluar disertai keluarnya
cairan serous berwarna merah muda dari luka operasi.
10. WOC
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Asuhan Keperawatan Burst Abdomen Teoritis
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
tanggal dan alasan MRS.
b. Keluhan utama
Keluhan yang sering muncul pada pasien burst abdomen adalah nyeri
pada daerah sekitar luka operasi di perut akibat membukanya luka
bekas operasi atau akibat perut distended dikarenakan adanya infeksi
c. Riwayat Penyakit sekarang
Mengkaji perjalanan penyakit pasien saat ini dari awal gejala muncul
dan penanganan yang telah dilakukan hingga saat dilakukan pengkajian.
Menguraikan jenis insisi bedah pada klien.
d. Riwayat Penyakit dahulu
Perlu dikaji apakah pasien mempunyai riwayat penyakit yang
berhubungan dengan burst abdomen. Seperti anemia, DM,
hipoproteinemia, defesiensi vitamin C, hipoalbumin, dan lain-lain.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang memiliki gejala penyakit
yang sama seperti pasien.
f. Pola Kebiasaan:
1) Pola Nutrisi : biasanya nafsu makan pasien menurun karena rasa
nyaman saat makan terganggu akibat nyeri yang dirasakan, serta
status nutrisi jelek.
2) Pola Tidur/ Istirahat : pasien tidak dapat tidur nyenyak akibat
nyeri yang dirasakan.
3) Pola aktivitas : aktivitas pasien dan pergerakan pasien burst
abdomen terbatas.
4) Pola eliminasi : biasanya tidak ditemukan gangguan eliminasi pada
pasien burst abdomen.
5) Pola koping : koping individu maupun keluarga dalam mengatasi burst
abdomen
6) Konsep diri : keadaan psikososial pasien terhadap burst abdomen
yang dialaminya seperti ansietas akibat kurang pengetahuan terhadap
proses penyakit
g. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breath) :
Terdapat RR yang meningkat
2) B2 (Blood) :
Jika terjadi pendarahan bisa timbul tekanan darah menurun, nadi
meningkat namun lemah, akral teraba basah, pucat dan dingin serta
takikardia.
3) B3 (Brain) : -
4) B4 (Bladder) : -
5) B5 (Bowel) :
Nafsu makan turun, BB turun, pasien lemah, bibir kering.
Dilanjutkan dengan memeriksa bagian perut dimulai dengan :
- Inspeksi : adakah pembesaran abdomen, peregangan atau tonjolan
dan apakah ada distensi abdomen. Pada pasien hipertermi luka
post operasi biasanya sedikit bengkak an terdapat rembesan
darah.
- Palpasi : pada permukaan perut untuk menilai kekuatan otot-
otot perut, nyeri ( 2 cm pada sekitar luka
- Perkusi : normal atau tidak normal
- Auskultasi : bising usus normal
6) B6 (Bone) :
Lemah, turgor jelek
h. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (Hematologi) :
1. Hemoglobin< dari 13-18 gr / dl ( turun )
2. Leukosit> 3,8 – 10,6 ribu mm3 (meningkat )
3. Hematokrit< dari 40-52%
4. Trombosit normal 150 – 440 ribu mm3
5. Albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agen cidera fisik
2. Ketidakefektifan pola napas (00032) berhubungan dengan nyeri
3. Hyperthermia (00007) berhubungan dengan adanya peningkatan laju
metabolisme akibat respon inflamasi
4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
berhubungan dengan nyeri abdomen
3. Intervensi Keperawatan
"Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agen cidera fisik "
"Definition: An unpleasant sensory and emotional experience "
"associated with actual or potential tissue damage, or described "
"in terms of such damage (International Association for the Study"
"of Pain); sudden or slow onset of any intensity from mild to "
"severe with an anticipated or predictable end. "
"Domain 12. Comfort "
"Class 2. Physical comfort "
"NOC "NIC "
"Setelah dilakukan asuhan "Pain Management (1400) "
"keperawatan selama 1x24 jam "Lakukan penilaian yang komprehensif"
"nyeri klien dapat berkurang,"terhadap nyeri termasuk lokasi, "
"dengan kriteria hasil: "karakteristik, onset / durasi, "
"Pain Control (1605) "frekuensi, kualitas, intensitas "
"Mengenali timbulnya nyeri "atau keparahan nyeri, dan faktor "
"(160502) "pencetus "
"Menjelaskan faktor penyebab "Amati isyarat nonverbal dari "
"(160501) "ketidaknyamanan, terutama pada "
"Melaporkan nyeri yang "mereka yang tidak dapat "
"terkontrol (160511) "berkomunikasi secara efektif "
" "Menentukan dampak dari pengalaman "
" "nyeri terhadap kualitas hidup "
" "(Misalnya, tidur, nafsu makan, "
" "aktivitas, kognisi, suasana hati, "
" "hubungan, kinerja kerja, dan peran "
" "tanggung jawab) "
" "Membantu pasien dan keluarga untuk "
" "mencari dan memberikan dukungan "
" "Mengurangi atau menghilangkan "
" "faktor-faktor yang memicu atau "
" "meningkatkan pengalaman nyeri "
" "(misalnya, takut, kelelahan, "
" "monoton, dan kurangnya pengetahuan)"
" "Pilih dan menerapkan berbagai "
" "langkah-langkah (mis, farmakologi, "
" "nonfarmakologi, interpersonal) "
" "untuk mengurangi rasa nyeri "
" "Ajarkan prinsip-prinsip manajemen "
" "nyeri "
" "Berkolaborasi dengan pasien dan "
" "kesehatan profesional lainnya untuk"
" "memilih dan menerapkan tindakan "
" "nonfarmakologi penghilang nyeri, "
" "yang sesuai "
" "Memberikan pasien yang mengalami "
" "nyeri yang optimal dengan analgesik"
" "yang diresepkan "
" "Ajarkan penggunaan teknik "
" "nonfarmakologi (misalnya, hipnotis,"
" "relaksasi, terapi musik, terapi "
" "bermain, terapi aktivitas, "
" "akupresur, terapi kompres panas / "
" "dingin, dan pijat) sebelum, "
" "sesudah, dan, jika mungkin, selama "
" "terjadinya nyeri . "
"Ketidakefektifan pola napas (00032) berhubungan dengan nyeri "
"Definition: Inspiration and/or expiration that does not provide"
"adequate ventilation. "
"Domain 4. Activity/Rest "
"Class 4. Cardiovascular/Pulmonary Responses "
"NOC "NIC "
"Setelah dilakukan asuhan "Respiratory Status (3350) "
"keperawatan selama 1x24 jam "Memantau kecepatan, irama, "
"pola nafas klien dapat kembali"kedalaman, dan upaya pernapasan "
"normal, dengan kriteria hasil:"Memantau pola pernapasan (mis, "
"Respiratory Status (0415) "bradypnea, takipnea, "
"Respiratory rate (041501) "hiperventilasi, Cheyne-Stokes "
"Irama pernapasan (041502) "pernapasan, apneustic) "
"Kedalaman inspirasi (041503) "Memantau saturasi oksigen "
"Saturasi Oksigen (041508) "Pantau adanya kelelahan otot "
"Sesak saat istirahat (041514) "diafragma, seperti ditunjukkan "
" "oleh gerak paradoks "
" "Lakukan auskultasi bunyi nafas, "
" "mencatat daerah menurun atau "
" "tidak ada ventilasi dan adanya "
" "bunyi adventif "
" "Pantau adanya dyspnea dan "
" "keadaan yang meningkatkan dan "
" "memperburuk pernapasan "
" "Lakukan pengobatan terapi "
" "pernapasan (misalnya, "
" "nebulizer), sesuai yang "
" "dibutuhkan "
"Hyperthermia (00007) berhubungan dengan adanya peningkatan laju "
"metabolisme akibat respon inflamasi "
"Definition : Core body temperature above the normal diurnal "
"range due to failure of thermoregulation. "
"Domain 11. Safety/protection "
"Class 6. Thermoregulation "
"NOC "NIC "
"Setelah dilakukan asuhan "Hyperthermia Treatment (3786) "
"keperawatan selama 1x24 jam "Memantau tanda-tanda vital "
"suhu badan klien normal, "Mendapatkan nilai laboratorium "
"dengan kriteria hasil: "untuk elektrolit serum, "
"Risk Control: Hyperthermia "urinalisis, enzim jantung, enzim "
"(1922) "hati, dan hitung darah lengkap "
"Mengidentifikasi faktor risiko"Pantau komplikasi (misalnya, "
"hipertermia "gangguan ginjal, "
"Mengidentifikasi tanda dan "ketidakseimbangan asam-basa) "
"gejala hiperthermi "Beritahu pasien pada tanda-tanda "
"Mengidentifikasi kondisi "awal dan gejala penyakit yang "
"kesehatan yang mempercepat "berhubungan dengan panas "
"peningkatan suhu " "
" " "
" " "
"Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002) "
"berhubungan dengan nyeri abdomen "
"Definition: Intake of nutrients insufficient to meet metabolic "
"needs "
"Domain 2. Nutrition "
"Class 1. Ingestion "
"NOC "NIC "
"Setelah dilakukan asuhan "Nutrition Management (1100) "
"keperawatan selama 1x24 jam "Menentukan status nutrisi klien "
"kebutuhan nutrisi klien dapat "dan kemampuan untuk memenuhi "
"terpenuhi, dengan kriteria "kebutuhan nutrisi "
"hasil: 613 "Mengidentifikasi alergi makanan "
"Nutritional Status (1004) "pada klien atau intoleransi "
"Asupan nutrisi "terhadap makanan "
"Asupan makanan "Monitor asupan kalori dan diet "
" "Monitor pola penurunan atau "
" "peningkatan berat badan klien "
2. Asuhan Keperawatan Burst Abdomen Kasus
Tn.k (45 tahun) dirawat di RS Universitas Airlangga, satu minggu
yang lalu pasien telah menjalani bedah abdomen. Pasien mengeluh nyeri,
karena luka bekas operasi pasien sedikit terbuka. Pasien terlihat lemah
dan pasien tampak kurus. Istri Tn.K mengatakan bahwa Tn.K tidak nafsu
untuk makan dan minum.
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama : Tn.K
Umur : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
Alamat : Surabaya
MRS : 15 Mei 2016
b. Keluhan Utama
Nyeri pada daerah sekitar operasi
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Satu minggu yang lalu pasien telah menjalani bedah abdomen. Pasien
mengeluh nyeri, karena luka bekas operasi pasien sedikit terbuka.
Pasien terlihat lemah dan pasien tampak kurus, tidak nafsu untuk
makan dan minum.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien terdapat riwayat penyakit diabetes militus
e. Riwayat Penyakit Keluarga
(Tidak ditemukan)
f. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breath) :
RR meningkat 30x/menit, nafas cepat dan dangkal, terdapat
penggunaan otot bantu napas.
2) B2 (Blood) :
Akral hangat, CRT kurang dari 3 detik, tekanan darah 130/80
mmHg, nadi 95x/menit, suhu 37,8°C
3) B3 (Brain) : -
4) B4 (Bladder) : -
5) B5 (Bowel) :
Nafsu makan turun, BB turun (65 Kg menjadi 63 Kg), pasien lemah
dan kurus. Dilanjutkan dengan memeriksa bagian perut dimulai
dengan:
- Inspeksi : luka post operasi pasien sedikit bengkak dan
terdapat rembesan darah, distensi abdomen
- Palpasi : nyeri pada sekitar luka
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : bising usus meningkat
6) B6 (Bone) :
Lemah dan turgor jelek
2. Analisa Data
"Data "Etiologi "Masalah Keperawatan "
"DS: klien mengeluh "Kerusakan jaringan "Nyeri "
"nyeri, karena luka "pasca operasi " "
"bekas operasi " " "
"DO: luka bekas "Dekontinuitas " "
"operasi sedikit "jaringan " "
"terbuka, tekanan " " "
"darah 130/80 mmHg, "Respon tubuh " "
"nadi 95x/menit. " " "
" "Timbul nyeri pada " "
" "luka " "
"DS: - "Peningkatan intra "Pola nafas tidak "
"DO: RR meningkat "abdomen "efektif "
"30x/menit, napas " " "
"cepat dan dangkal, "Menghambat relaksasi" "
"terdapat penggunaan "diafragma " "
"otot bantu napas " " "
" "Suplai oksigen " "
" "menurun " "
" " " "
" "Sesak " "
"DS: - "Luka post operasi "Hipertermi "
"DO: Akral hangat, " " "
"CRT < 3 detik, suhu "Post de entri kuman " "
"37,8°C " " "
" "Kuman mudah masuk " "
" " " "
" "Jaringan tubuh " "
" "terinfeksi " "
" " " "
" "Timbul luka " "
" " " "
" "Pertahanan tubuh " "
" "berespon : inflamasi" "
" " " "
" "Suhu tubuh naik " "
"DS: klien terlihat "Suplai oksigen ke "Ketidakseimbangan "
"lemah dan tampak "usus berkurang "nutrisi kurang dari "
"kurus, tidak nafsu " "kebutuhan "
"makan dan minum "Gangguan perfusi di " "
"DO: BB turun (65 Kg"usus " "
"menjadi 63 Kg) " " "
" "Hipoksia sel " "
" " " "
" "Lemas " "
" " " "
" "Nafsu makan menurun " "
" " " "
" "Intake makanan " "
" "menurun " "
" " " "
" "Nutrisi tidak " "
" "adekuat " "
3. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agen cidera fisik
2. Ketidakefektifan pola napas (00032) berhubungan dengan nyeri
3. Hyperthermia (00007) berhubungan dengan adanya peningkatan laju
metabolisme akibat respon inflamasi
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
berhubungan dengan nyeri abdomen
5. Intervensi Keperawatan
"Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agen cidera fisik "
"Definition: An unpleasant sensory and emotional experience "
"associated with actual or potential tissue damage, or described "
"in terms of such damage (International Association for the Study"
"of Pain); sudden or slow onset of any intensity from mild to "
"severe with an anticipated or predictable end. "
"Domain 12. Comfort "
"Class 2. Physical comfort "
"NOC "NIC "
"Setelah dilakukan asuhan "Pain Management (1400) "
"keperawatan selama 1x24 jam "Lakukan penilaian yang "
"nyeri klien dapat berkurang, "komprehensif terhadap nyeri "
"dengan kriteria hasil: "termasuk lokasi, karakteristik, "
"Pain Control (1605) "onset / durasi, frekuensi, "
"Mengenali timbulnya nyeri "kualitas, intensitas atau "
"(160502) "keparahan nyeri, dan faktor "
"Menjelaskan faktor penyebab "pencetus "
"(160501) "Amati isyarat nonverbal dari "
"Melaporkan nyeri yang "ketidaknyamanan, terutama pada "
"terkontrol (160511) "mereka yang tidak dapat "
" "berkomunikasi secara efektif "
" "Menentukan dampak dari pengalaman"
" "nyeri terhadap kualitas hidup "
" "(Misalnya, tidur, nafsu makan, "
" "aktivitas, kognisi, suasana hati,"
" "hubungan, kinerja kerja, dan "
" "peran tanggung jawab) "
" "Membantu pasien dan keluarga "
" "untuk mencari dan memberikan "
" "dukungan "
" "Mengurangi atau menghilangkan "
" "faktor-faktor yang memicu atau "
" "meningkatkan pengalaman nyeri "
" "(misalnya, takut, kelelahan, "
" "monoton, dan kurangnya "
" "pengetahuan) "
" "Pilih dan menerapkan berbagai "
" "langkah-langkah (mis, "
" "farmakologi, nonfarmakologi, "
" "interpersonal) untuk mengurangi "
" "rasa nyeri "
" "Ajarkan prinsip-prinsip manajemen"
" "nyeri "
" "Berkolaborasi dengan pasien dan "
" "kesehatan profesional lainnya "
" "untuk memilih dan menerapkan "
" "tindakan nonfarmakologi "
" "penghilang nyeri, yang sesuai "
" "Memberikan pasien yang mengalami "
" "nyeri yang optimal dengan "
" "analgesik yang diresepkan "
" "Ajarkan penggunaan teknik "
" "nonfarmakologi (misalnya, "
" "hipnotis, relaksasi, terapi "
" "musik, terapi bermain, terapi "
" "aktivitas, akupresur, terapi "
" "kompres panas / dingin, dan "
" "pijat) sebelum, sesudah, dan, "
" "jika mungkin, selama terjadinya "
" "nyeri "
"Ketidakefektifan pola napas (00032) berhubungan dengan nyeri "
"Definition: Inspiration and/or expiration that does not provide"
"adequate ventilation. "
"Domain 4. Activity/Rest "
"Class 4. Cardiovascular/Pulmonary Responses "
"NOC "NIC "
"Setelah dilakukan asuhan "Respiratory Status (3350) "
"keperawatan selama 1x24 jam "Memantau kecepatan, irama, "
"pola nafas klien dapat kembali"kedalaman, dan upaya pernapasan "
"normal, dengan kriteria hasil:"Memantau pola pernapasan (mis, "
"Respiratory Status (0415) "bradypnea, takipnea, "
"Respiratory rate (041501) "hiperventilasi, Cheyne-Stokes "
"Irama pernapasan (041502) "pernapasan, apneustic) "
"Kedalaman inspirasi (041503) "Memantau saturasi oksigen "
"Saturasi Oksigen (041508) "Pantau adanya kelelahan otot "
"Sesak saat istirahat (041514) "diafragma, seperti ditunjukkan "
" "oleh gerak paradoks "
" "Lakukan auskultasi bunyi nafas, "
" "mencatat daerah menurun atau "
" "tidak ada ventilasi dan adanya "
" "bunyi adventif "
" "Pantau adanya dyspnea dan "
" "keadaan yang meningkatkan dan "
" "memperburuk pernapasan "
" "Lakukan pengobatan terapi "
" "pernapasan (misalnya, "
" "nebulizer), sesuai yang "
" "dibutuhkan "
"Hyperthermia (00007) berhubungan dengan adanya peningkatan laju "
"metabolisme akibat respon inflamasi "
"Definition : Core body temperature above the normal diurnal "
"range due to failure of thermoregulation. "
"Domain 11. Safety/protection "
"Class 6. Thermoregulation "
"NOC "NIC "
"Setelah dilakukan asuhan "Hyperthermia Treatment (3786) "
"keperawatan selama 1x24 jam "Memantau tanda-tanda vital "
"suhu badan klien normal, "Mendapatkan nilai laboratorium "
"dengan kriteria hasil: "untuk elektrolit serum, "
"Risk Control: Hyperthermia "urinalisis, enzim jantung, enzim "
"(1922) "hati, dan hitung darah lengkap "
"Mengidentifikasi faktor risiko"Pantau komplikasi (misalnya, "
"hipertermia "gangguan ginjal, "
"Mengidentifikasi tanda dan "ketidakseimbangan asam-basa) "
"gejala hiperthermi "Beritahu pasien pada tanda-tanda "
"Mengidentifikasi kondisi "awal dan gejala penyakit yang "
"kesehatan yang mempercepat "berhubungan dengan panas "
"peningkatan suhu " "
" " "
" " "
"Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002) "
"berhubungan dengan nyeri abdomen "
"Definition: Intake of nutrients insufficient to meet metabolic "
"needs "
"Domain 2. Nutrition "
"Class 1. Ingestion "
"NOC "NIC "
"Setelah dilakukan asuhan "Nutrition Management (1100) "
"keperawatan selama 1x24 jam "Menentukan status nutrisi klien "
"kebutuhan nutrisi klien dapat "dan kemampuan untuk memenuhi "
"terpenuhi, dengan kriteria "kebutuhan nutrisi "
"hasil: 613 "Mengidentifikasi alergi makanan "
"Nutritional Status (1004) "pada klien atau intoleransi "
"Asupan nutrisi "terhadap makanan "
"Asupan makanan "Monitor asupan kalori dan diet "
" "Monitor pola penurunan atau "
" "peningkatan berat badan klien "
BAB 4
KESIMPULAN
Burst abdomen atau abdominal wound dehiscence adalah terbukanya
tepi-tepi luka sehingga menyebabkan evirasi atau pengeluaran isi organ-
organ dalam seperti usus, hal ini merupakan salah satu komplikasi post
operasi dari penutupan luka didalam perut.
Klasifikasi dari burst abdomen adalah kontusio dinding abdomen yang
disebabkan oleh trauma non-penetrasi dan laserasi apabila terdapat luka
pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi.
Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma Abdomen adalah terjadinya
atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan
fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan
gangguan faal berbagai organ.
Terjadinya burst abdomen dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor
risiko akan dibedakan menjadi tiga bagian yaitu faktor pre-operative,
operative, dan post-operative. Pemeriksaan diagnostik burst abdomen
antara lain sinar X abdomen, laboratorium, CT scan atau MRI, dan tes
BGA. Penatalaksanaan penderita dengan luka operasi terbuka tergantung
pada keadaan umum penderita yang mana dibedakan atas penanganan operatif
dan nonoperatif.
DAFTAR PUSTAKA
Airlangga, Saktya. 2011. Asuhan keperawatan pada burst abdomen.
http://saktyairlangga.wordpress.com/2011/11/27/asuhan-keperawatan-
burst-abdomen/. (diakses pada tanggal 13 Mei 2016)
Brunner & Suddarth. 1997. Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC
Kumalasari, Arief Mutaqqin. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta:
Salemba Medika
Novell, Richard (et.al.). 2013. Kirk's General Surgical Operations: Sixth
Edition. China: Churchill Livingstone Elsevier.
https://books.google.co.id/books?id=XKhUglrLFvsC&printsec=frontcover&hl=
id#v=onepage&q&f=false (diakses pada tanggal 13 Mei 2016).
Soni, Pradeep (et.al.). 2015. Burst Abdomen: A Post-operative Morbidity.
International Journal of Scientific Study. 10.17354/ijss/2015/417.
http://www.ijss-sn.com/uploads/2/0/1/5/20153321/ijss_sep_oa38_2015.pdf
(diakses pada tanggal 13 Mei 2016).
-----------------------
BURST ABDOMEN
Menghambat relaksasi diafragma
Peningkatan intra abdomen
Suplai oksigen "!
Sesak
Luka post operasi
Post de entri kuman
MK : Pola nafas tidak efektif
Kuman mudah masuk
Jaringan tubuh terinfeksi
MK: Hipertermi
Pertahanan tubuh bSuplai oksigen
Sesak
Luka post operasi
Post de entri kuman
MK : Pola nafas tidak efektif
Kuman mudah masuk
Jaringan tubuh terinfeksi
MK: Hipertermi
Pertahanan tubuh berespon : Inflamasi
Timbul luka
Suhu tubuh naik
Hipoksia sel
Gg. Perfusi di usus
Suplai Oksigen ke usus berkurang
Intake makanan
Nafsu makan
Lemas
MK : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
Nutrisi tidak adekuat
Respon tubuh
Dekontinuitas jaringan
Kerusakan jaringan pasca operasi
MK : Nyeri
Timbul nyeri pada luka
OPERASI
POST OPERASI
Tipe insisi, Jahitan luka, Bahan jahitan, Teknik penutupan laparatomi
Batuk, Distensi abdomen, Kebocoran usus, Infeksi, Hematoma
Tipe insisi
Batuk
Titik lemah abdomen
Midline incision
Penekanan Intra Abdomen
Ketegangan pada luka
Menekan jahitan pada dinding abdomen
Jahitan terbuka
PRE OPERASI
Batuk, Merokok, Anemia, Hypoalbumin, Usia
Anemia
Suplay oksigen ke jaringan menurun
Penurunan Hb
Memperlambat proses penyembuhan luka