Askep Apendisitis Intra Int ra Operatif ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. M DENGAN GANGGUAN SISTEM DIGESTI PADA KASUS APENDISITIS DI RUANG MAWAR RSU MATARAM
Tanggal Pengkajian Tanggal Masuk RS Jam Masuk RS NO RM
: Kamis, 23 Maret 2012 : Rabu, 21 Maret 2012 : 13.00 WITA : 16092
1. Pengkajian A. Identitas a. Identitas Pasien Nama : Ny. M Umur : 31 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Suku/bangsa : Sasak/Indonesia Agama : Islam Pekerjaan : Tidak bekerja (Ibu Rumah tangga) Pendidikan : SMA (tamat) b. Identitas Penanggung Jawab Nama : Tn. As Umur : 38 tahun Pendidikan : SMU ( tamat ) Pekerjaan : Kuli Batu Alamat : Jl. Banyu urip I / 24 A Mataram B. Riwayat penyakit a. keluhan utama : b. Riwayat penyakit sekarang : Klien datang ke rumah sakit dengan keluhan terasa nyeri di perut kanan bawah, di sertai mual, muntah. c. Riwayat penyakit dahulu : Klien sebelumnya pernah mengalami sakit maag, dan klien baru pertama kali di rawat di rumah sakit. d. Riwayat penyakiit keluarga Klien mengatakan di dalam keluarga pasien juga tidak ada riwayat penyakitmaag, hanya pasien sendiri yang mamiliki penyakit tersebut. C. Pemerisaan Fisik 1. Keadaan umum : lemah 2. Tanda-tanda vital : TD : 110/70 mmHg RR : 20 x/menit N : 88 x/menit S : 36,70C 3. GCS : E4 V5 M6 4. Kepala : Rambut ikal, hitam, tidak rontok dan tidak berketombe 5. Wajah : /sclera/ konjungtiva= simetris/ normal/ normal/ Mata : konjungtiva tidak oramis + sclera tidak icterik Hidung : Bersih (tidak ada lendir) Mulut : Bersih, glukosa bibir lembab Leher : Tidak ada benjolan dan tidak ada pembesaran jup
6. Abdomen
-
: Inspeksi : Normal Palpasi : Nyeri tekan Palpasi (kulit : turgor kulit baik), Auskultasi (irama jantung teratur), Perkusi (reflek patela (+)) D. Pemeriksaan penunjang Laboratorium Glukosa sewaktu : 108 mg/dl <160 Kreatinin : 1,3 mg/dl 0,6-1,3 Leukosit : 10.000 - 18.000 / mm3 Netrofil meningkat 75 % WBC yang meningkat meningkat sampai 20.000 mungkin mungkin indikasi terjadinya perforasi (jumlah sel darah merah).
2. Diagnosa a. Resiko terjadinya cedera atau resiko lainnya lainn ya sebagai dampak dari tindakan pembedahan. 3. Intervensi Keperawatan Hari / No Intervensi Keperawatan Tanggal Dx Tujuan dan Kriteria Intervensi Hasil Senin, 1 Dengan dilakukannya 1. Observasi TTV. 26 tindakan intraoperatif, Maret diharapkan 2012 pelaksaanaannya memenuhi kriteria 2. Gunakan semua alat hasil : atau instrument untuk Klien tidak mengeluh tindakan pembedahan nyeri / nyeri seperti pemakaian baju terkontrol. bedah, tutup kepala, TTV dalam batas masker, penutup normal, sepatu, celemek, dan TD : 120/70 mmHg, sarung tangan, serta N : 80 x/menit, S : pencucian tangan. 36,5oC Warna kulit normal. 3. Persiapan Ruang Pembedahan.
Rasional
1. Menunjukkan keadaan pasien secara utuh. 2. Keadaan yang steril dapat meminimalisir terjadinya infeksi.
3. Persiapan dilakukan demi kelancaran intraoperasi.
4. Lakukan 4. Pemberian persiapananastesi anastesi diberikan sebelum tindakan untuk mengurangi pembedahan. rasa nyeri saat operasi.
4.
Implementasi Keperawatan
6. Abdomen
-
: Inspeksi : Normal Palpasi : Nyeri tekan Palpasi (kulit : turgor kulit baik), Auskultasi (irama jantung teratur), Perkusi (reflek patela (+)) D. Pemeriksaan penunjang Laboratorium Glukosa sewaktu : 108 mg/dl <160 Kreatinin : 1,3 mg/dl 0,6-1,3 Leukosit : 10.000 - 18.000 / mm3 Netrofil meningkat 75 % WBC yang meningkat meningkat sampai 20.000 mungkin mungkin indikasi terjadinya perforasi (jumlah sel darah merah).
2. Diagnosa a. Resiko terjadinya cedera atau resiko lainnya lainn ya sebagai dampak dari tindakan pembedahan. 3. Intervensi Keperawatan Hari / No Intervensi Keperawatan Tanggal Dx Tujuan dan Kriteria Intervensi Hasil Senin, 1 Dengan dilakukannya 1. Observasi TTV. 26 tindakan intraoperatif, Maret diharapkan 2012 pelaksaanaannya memenuhi kriteria 2. Gunakan semua alat hasil : atau instrument untuk Klien tidak mengeluh tindakan pembedahan nyeri / nyeri seperti pemakaian baju terkontrol. bedah, tutup kepala, TTV dalam batas masker, penutup normal, sepatu, celemek, dan TD : 120/70 mmHg, sarung tangan, serta N : 80 x/menit, S : pencucian tangan. 36,5oC Warna kulit normal. 3. Persiapan Ruang Pembedahan.
Rasional
1. Menunjukkan keadaan pasien secara utuh. 2. Keadaan yang steril dapat meminimalisir terjadinya infeksi.
3. Persiapan dilakukan demi kelancaran intraoperasi.
4. Lakukan 4. Pemberian persiapananastesi anastesi diberikan sebelum tindakan untuk mengurangi pembedahan. rasa nyeri saat operasi.
4.
Implementasi Keperawatan
Hari / Tanggal / Jam
Senin, 26 Maret 2012 16.00
No Dx
1
Implementasi
Respon Hasil
1. Observasi Tanda - Tanda 1. TTV : TD : 120/70 Vital. mmHg N : 80 x/menit S : 36,5 o C 2. Penggunaan semua alat 2. Semua instrument untuk tindakan dibutuhkan pembedahan secara steril. sterilisasi. 3. Mengatur posisi klien.
4. Membersihkan Mempersiapkan kulit.
6. Memberikan kepada klien.
alat yang telah di
3. Klien dengan posisi trendelenburg. dan
5. Menutup daerah steril klien.
5.
Paraf
4. Sterilisasi titik burney.
5. Menutup daerah steril selain daerah bedah dengan menggunakan doek steril.
anastesi 6. Pemberian anastesi umum kepada klien.
Evaluasi Keperawatan Keperawatan
Hari / Tanggal / Jam
Senin, 26 Maret 2012 18.30
No Dx
1
Catatan Perkembangan
S: O: Mampu mempertahankan status kesehatan : S : 36.5o C TD : 120/70 mmHg N : 80x/menit A: Masalah apendiks teratasisebagian. P : intervensi dilanjutkan: Kaji keadaan umum dan tanda-tanda vital
http://poponsweet.blogspot.co.id/2012/03/askep-apendisitis-intra-operatif.html
Paraf
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NN.B INTRA OPERATIF LAPARASCOPY APPENDIKTOMY DENGAN INDIKASI APPENDICSITIS DIRUANG OPERASI ASUHAN KEPERAWATAN PADA NN.B INTRA OPERATIF LAPARASCOPYAPPENDIKTOMY DENGAN INDIKASI APPENDICSITIS DIRUANG OPERASI
DISUSUN OLEH : HASMIAH 001.10.002
PRODI SI KEPERAWATAN STIKES AWAL BROS BATAM 2012
A. Pengertian Appendisitis adalah Appendiks yang mengalami obstruksi dan rentan terhadap infeksi. Appendisitis dapat terjadi pada setiap usia, perbandingan antara pria dan wanita mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderita penyakit ini. Namun penyakit ini paling sering dijumpai pada dewasa muda antar umur 10-30 tahun (Smeltzer, 2002). Satu dari 15 orang pernah menderita apendisitis dalam hidupnya. Insiden tertinggi terdapat pada laki-laki usia 10-14 tahun dan wanita yang berusia 15-19 tahun. Laki-laki lebih banyak menderita apendisitis dari pada wanita pada usia pubertas dan pada usia 25 tahun. Apendisitis jarang terjadi pada bayi dan anak-anak dibawah 2 tahun (Smeltzer, 2002). (Brunner & Suddarth, 1995 : 45 ). Appendisitis mengacu pada radang appendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tidak berfungsi terletak pada bagian inferior dari seikum ( Barbara Engram, 1998:215). 1998:215).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer,2000). Apendisitis adalah radang apendiks, suatu tambahan seperti kantung yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson & Goldman, 1989). Appendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat appendiks yang meradang (Smeltzer, 2002).
B. Etiologi 1. Faktor sumbatan Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture. 2. Faktor Bakteri Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%. Kecenderungan familiar 3. Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen. Faktor ras dan diet 4. Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi.
Faktor infeksi saluran pernapasan Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza dan pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat. Namun, hati-hati karena penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaan apendisitis. 5.
C. Patofisiologi Menurut Mansjoer, 2000: Apendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabkan obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukus. ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut akan menyebabkan abses atau bahkan menghilang. Tahapan Peradangan Apendisitis adalah 1. Apendisitis akuta (sederhana, tanpa perforasi) 2. Apendisitis akuta perforate (termasuk apendisitis gangrenosa, karena dinding apendiks sebenarnya sudah terjadi mikroperforasi) D. Manifestasi klinis 1. Menurut Betz, Cecily, 2000 : 1) Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah 2) Anoreksia 3) Mual 4) Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih besar). 5) Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis. 6) Nyeri lepas. 7) Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali. 8) Konstipasi. 9) Diare. 10) Disuria. 11) Iritabilitas. 12) Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama. E. Komplikasi Menurut Hartman, dikutip dari Nelson, 1994 : 1) Perforasi. 2) Peritonitis. 3) Infeksi luka. 4) Abses intra abdomen. 5) Obstruksi intestinum. F. Penatalaksanaan Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 : 1. Sebelum operasi Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
Pemasangan kateter untuk control produksi urin. Rehidrasi Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena. Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi. 2. Operasi Apendiktomi. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan. 3. Pasca operasi Observasi TTV. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien dipuasakan. Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal. Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2×30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
Nama mahasiswa NIM Tanggal pengkajian Pembimbing 1. PENGKAJIAN 1.1 IDENTITAS Nama Pasien No. RM Tanggal lahir Umur Agama
: Hasmiah : 001.10.002 : 10 Mei 2012 : Ekawati anggorokasih S.Kep., Ns
: Nn. B : 0193114 : 4 Desember 1998 : 13 tahun : Islam
Alamat
: Taman Duta Mas Blok B.4
1.2 RIWAYAT KEPERAWATAN a) Keluhan Utama Klien mengatakan nyeri dengan skala 4 di bagian abdomen kanan bagian bawah.
b) Riwayat kesehatan sekarang klien datang ke RS. Awal Bros tanggal 09 Mei 2012 jam 21.40 WIB ( lihat distatus pasien ). Klien mengatakan nyeri pada bagian abdomen bawah sebelah kanan. Pada tanggal 10 Mei 2012 jam 04.00 WIB, klien mulai puasa. pada jam 10.20 WIB klien datang ke ruang operasi. Pada jam 10.30 Wib dilakukan anastesi, operasi dilakukan pada jam 11.15 WIB dan operasi selasai pada jam 12.00 WIB. Pada jam 12.20 WIB klien di antar ke ruangan.
2. PEMERIKSAAN FISIK Sebelum dilakukan operasi a. Keadaan umum : Lemah Kesadaran : Compos mentis GCS E 4, M 5, V 6 = 15 Tanda vital Tekanan darah : 110/70 mmHg Suhu : 36.4oc Nadi : 83 x/menit Pernafasan : 21 x/menit
a)
b)
a)
b)
a) b)
a)
b. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan dilakukan di RR 1. Kepala Inspeksi Rambut bewarna hitam panjang, rambut kelihatan bersih, tidak ada ketombe dan tidak ada kutu, rambut tidak berminyak. Palpasi Tidak ada lesi dan edema, tekstur lembut. 2. Mata Inspeksi Posisi mata simetris, konjungtiva pucat, tidak ada secret, warna sclera putih, , tidak menggunakan alat bantu kaca mata ataupun soft lensa Palpasi Edema tidak ada. 3. Hidung Inspeksi Bentuk simetris. Palpasi Tidak ada nodul atau masa . 4. Mulut dan Tenggorokan Inspeksi Warna bibir merah, bibir tidak kering, bibir tidak pecah.
a)
a) b)
a)
b)
a)
a)
5. Telinga Inspeksi Bentuk telinga simetris, tidak adanya serumen, tidak ada edema, tidak adanya lesi, kondisi bersih. 6. Wajah dan Leher Inspeksi Wajah berbentuk simetris, tidak ada lesi maupun edema, tidak ada benjolan pada leher, Palpasi Tidak ada pembengkakan pada leher dan vena jugularis. 7. Dada Inspeksi Pernafasan teratur,ekspansi dadasimetris, tidak ada lesi, payudara simetrisdan kelihatan simetris. Palpasi Tidak ada pembekakan pada payudara. 8. Abdomen Inspeksi Bentuk simetris, adanya bekas luka operasi pada bagian pusat, abdomen bawah sebelah kiri dan sebelah kanan 10. Ekstremitas Inspeksi Jumlah jari-jari tangan dan kaki sama, tidak ada fraktur, lesi tidak ada, tidak ada odema dan tidak ada pembekakan.
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Tanggal : 09 mei 2012 Jam : 19.27 WIB Hasil : Jenis pemeriksaan Nilai hasil Hemoglobin 9,8 g/dl LED 30 mm /1 jam Lekosit 8,390/ul Hitung jenis Basofil 0,2% Eosinofil 0,4 % Batang Segmen 63,7 % Limfosit 25,7 % Monosit 10,0 % Hematokrit pcv 30,5 vol % Trombosit 399,000 /ul
Nilai normal 11-15 <20mm/1 jam 5000 - 11.000 0-1 1-3 50-70 20-40 2-10 37-43 150.000-500.000
Eritrosit Nilai eritrosit MCH, MCHC) Ver (MCV) Her (MCH) Kher (MCHC) Hemostasis
4,33 juta/ul
4-5
70,4 fl 32,0 g/dl
82-92 27-31 32-36
2’ /dt 7’/dt
1-3 menit 5-11 menit
Non reaktif (0,147)
<= 1: non reaktif >1 : reaktif
(MCV,
Masa perdarahan (D) Masa pembekuan Imunologi HBS AG
22,6 pg
Hasil USG tanggal 8 Mei 2012 Hepar : Bentuk dan ukuran baik, permukaan licin, ekhstruktur parenkhim homogen, system billerintrahepatik tak melebar Kandung empedu : Bentuk dan ukuran baik, tak tampak batu, dinding tak menebal Lien : Bentuk dan ukuran baik, ekhstruktur parenkhim homogen, Pankreas : Bentuk dan ukuran baik, tak tampak lesi fokal Ginjal kanan Bentuk dan ukuran baik, diferensiasi kortek medulla jelas tak tampak pelebaran pelviokalises, tak tampak lesi Ginjal kiri Bentuk dan ukuran baik, diferensiasi kortek medulla jelas tak tampak pelebaran pelviokalises, tak tampak lesi Uterus : Bentuk dan ukuran baik, tak tampak lesi fokal Area Mc. Burney : Tampak target sign ukuran 0,7 cm,non kompresibel, non peris taltic Buli buli Bentuk dan ukuran baik,tak tampak batu, dinding tak menebal
K esan : Appendisitis Tak tampak kelainan organ lain pada USG abdomen saat ini
4. Operasi Sekarang a. Pre op ( jam 10.20 WIB) Dx pre op
: Appendisitis
Jenis operasi Pasien sampai d OK Mulai anastesi Jenis anastesi Operasi di mulai Operasi selesai Pindah ke ruangan
: Pro laparaskopi appendektomi : Jam 10.20 WIB : Jam 10.30 WIB : General : 11.15 WIB : 12.00 WIB : 12.20 WIB
b. Intraoperatif Pada jam 11.15 WIB dilakukan operasi dengan menggunakan laparaskopi, operasi dilakukan pada bagian pusat, abdomen Left Lower Quadran (LLQ) dan Right Lower Quadran (RLQ). Operasi dilakukan selama 45 menit dengan posisi telentang. Jam 11.15 WIB TTV TD R N Saturasi
: 90/70 mmHg : 23 x / menit : 89 x / menit : 95 %
Jam 11.30 WIB TTV TD : 100/77 mmHg R : 22 x / menit N : 85 x / menit Saturasi : 98 %
Jam 11.45 WIB TTV TD : 98/60 mmHg R : 20 x / menit N : 88 x / menit Saturasi : 99 % Jam 12.00 WIB TTV TD : 100/88 mmHg R : 21 x / menit N : 83 x / menit Saturasi : 95 % Operasi selesai : jam 12.00 WIB Lama operasi : 45 menit c. Post bedah Di recovery room : TTV : TD : 100/88 mmHg N : 89 x / menit
R : 21 x / menit Saturasi : 98 % Pasien kembali ke ruangan : jam 12.20 WIB
5. PENATALAKSANAAN MEDIS / KOLABORASI Tanggal Jenis 09 mei 2012 Sedacum ( 10.30 WIB) Anestesi general Fentanyl ( 10.30 WIB ) Recofol ( 10.30 WIB ) reculax( 10.30 WIB ) keterrogen ( 10.30 WIB ) farmadol( 11.00 WIB ) Infus asering
Jumlah 5 mg ( 1amp) 1 amp 1 amp 1 amp 60 mg 1000 mg 500 ml ( 2 pack )
DATA FOKUS No Data Etiologi Masalah 1 Ds : Pemajanan tubuh Resiko Do : dan jaringan perubahan Terpasang internal terhadap suhu tubuh pendingin ruangan lingkungan :hipotermi AC ↓ Pemajan tubuh dan Paparan suhu jaringan interval yang dingin terhadap ↓ lingkungan di Resiko perubahan dalam ruang suhu tubuh operasi Pengaruh obatobatan anastesi 2 Ds : Proses Resiko Do : pembedahan infeksi Dilakukanya prosedur Luka pada daerah pembedahan abdomen laparaskopi pada area abdomen/prosedur Masuknya invasive organism Terpajan lingkungan diruang kedalam jaringan tubuh operasi
Mikroorganisme berkembang dalam jaringan tubuh
Resiko infeksi 3
Ds : Prosedur Resiko Do : pembedahan perubahan Penggunaan ↓ pola nafas obat – obatan Penggunaan obat tidak efektif anastesi – obatan anastesi Sedacum ( 10.30 ↓ WIB ) Resiko perubahan Fentanyl ( 10.30 pola nafas WIB ) Recofol ( 10.30 WIB ) reculax( 10.30 WIB ) keterrogen ( 10.30 WIB) farmadol( 11.00 WIB) Jam 11.15 WIB R : 23 x / menit Jam 11.30 WIB R : 22 x / menit Jam 11.45 WIB R : 20 x / menit Jam 12.00 WIB R : 21 x / menit
4.
DS : DO : Terdapat instrument bedah dekat dangan klien Posisi klien yang terlentang dengan kepala di hiperekstensi saat di operasi Penggunaan obat anastesi
Proses pembedahan ↓ Penggunaan instrument bedah ↓ Pengaruh obat anastesi ↓ Resiko cedera
Resiko cedera
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN N O
DIAGNO TUJUAN DAN KRITERIA SA HASIL Resiko Setelah dilakukan tindakan perubahan keperawatan diharapkan tidak suhu terjadi perubahan suhu tubuh,. tubuh : Dengan kriteria hasil : hipotermi Suhu tubuh dalam batas normal bd ` penggunaa n obat anastesi dan pemajanan lingkunga n operasi.
INTERVE RASIONAL NSI Intervensi Intervensi mandiri mandiri . Digunakan sebagai Catat TTV dasar untuk memantau pre operatif suhu intra operasi. Elevasi suhu pra operasi adalah indikasi dari proses penyakit, misalnya appendicitis
Pantau suhu lingkungan diruang operasi
. Dapat membantu dalam mempertahankan/menst abilkan suhu tubuh pasien . Kehilangan panas dapat terjadi waktu kulit(misalnya tungkai, lengan kepala) dipajankan pada lingkungan yang dingin
Sediakan selimut penghangat .Penghangatan/pendingin an yang terus menerus yang melembabkan inhalasi anastesi digunakan untuk mempertahankan kelembapan dan keseimbangan suhu Pantau TT tubuh V melalui fase intra operatif
Resiko Setelah dilakukan infeksi b.d tindakankeperawatan resiko pemajanan infeksi tidak lingkunga terjadi.. n dan Dengan kriteria hasil : prosedur Tidak ada tanda-tanda infeksi invasif
Intervensi mandiri Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
Intervensi mandiri Mencegah kontaminasi silang
Kontaminasi dengan Lakukan lingkungan dan kontak teknik personal akan aseptic pada menyebabkan daerah saaat yang steril menjadi membuka tidak steril sehingga peralatan dapat meningkatkan operasi resiko infeksi yang sudah steril Penampungan cairan tubuh, jaringan, dan sisa dalam kontak dengan luka/pasien yang terinfeksi akan mencegah penyebaran Buang infeksi pada sisa/bekas lingkungan/pasien kassa yang terkontamin asi pada tempattempat tertentu didalam ruang operasi Resiko Setelah dilakukan Intervensi ntervensi mandiri perubahan tindakankeperawatan resikoperub mandiri Untuk meningkatkan pola nafas ahan pola nafas tidak efektiftidak Observasi pengawasan terhadap tidak terjadi.. TTV, keefektifan pola nafas efektif b.d Dengan kriteria hasil : terutana pnggunaan Bebas dari sianosis pernapasan Dilakukan untuk obat Bebas dari tanda-tanda hipoksia memastikan keefektifan anastesi Pola nafas normal pernafasan sehingga Observasi upaya memperbaikinya frekuensi dapat segea dilakukan
dan kedalaman pernafasan, pemakaian otot bantu napas
Pertahanka n jalan napas dengan memiringka n kepala, hipereksten si rahang.
Resiko cedera b.d pemajanan peralatan dan instrument , penggunaa n obat anastesi
Mencegah jalan napas
obstruksi
Intervensi kolaborasi Dilakukan untuk meningkatkan dan memaksimalkan pengambilan oksigen.
Intervensi kolaborasi Berikan tambahan oksigen bila diperlukan Setelah dilakukan Intervensi ntervensi mandiri tindakankeperawatan resikoceder mandiri Benda-benda yang a tidak terjadi Lepaskan terbuat dari logam akan Dengan kriteria hasil : perhiasan berkonduksi dengan Tmengidentifikasi faktor-faktor pada alat-alat elektrik dan resiko cedera individu praoperasi membahayakan tubuh terhadap pemakaian elektrokauter Memastikan pasien dan prosedur yang tepat
Periksa identitas klien, pastikan secara verbal nama, dan nama dokter. Amankan pasien dimaja
Meja di ruang operasi dan papan lengan sangat sempit dan pasien ataupun lengan dan kaki dapat terjatuh yang akan menyebabkan perlukaan
operasi dengan sabuk pengaman pada paha sesuai indikasi
CATATAN KEPERAWATAN TANGGAL JAM NO. IMPLEMENTASI & DX RESPON/HSIL 10 Mei 11.15WIB 1 Mencatat TTV pre 2012 operatif Hasil : Hasil : suhu 36,4 oc, TD 110/70 mmHg, RR 20x/menit, nadi 88x/menit
NAMA PERAWAT Hasmiah
Memantau suhu lingkungan diruang operasi Hasil : suhu ruangan di ruang operasi 16 oc ( 1620oc) menyediakan selimut penghangat pada saatsaat darurat untuk anastesi Hasil : selimut penghangat sudah tersediakan di RR Memantau TTV melalui fase intra operatif Hasil : TTV TD : 90/70 mmHg R : 23 x / menit N : 89 x / menit Saturasi : 95 % 11.20WIB 2
Melakukan
cuci Hasmiah
tangansebelum dan sesudah tindakan. Melakukan teknik aseptic pada saaat membuka peralatan operasi yang sudah steril. Hasil : membuka kassa steril dengan menggunakan teknik steril. Membuang sisa/bekas kasa yang terkontaminasi pada tempat-tempat tertentu didalam ruang operasi Hasil : sisa-sisa kasa yang tekontaminasi dibuang pada tempat sampah yang sudah disediakan 11.25 WIB
3
Mengobservasi TTV, terutana pernapasan Hasil : pernafasan 23 x / menit Mengobservasi frekuensi dan kedalaman pernafasan, pemakaian otot bantu napas Hasil : tidak mnggunakan otot bantu napas, frekuensinya teratur. Mempertahankan jalan napas dengan memiringkan kepala, hiperekstensi rahang. Hasil : kepala dimiringkan ke samping kanan dan dilakukan hiperekstensi rahang di RR. Intervensi kolaborasi Memberikan tambahan oksigen bila diperlukan Hasil : telah diberikan oksigen melalui simple mask
Hasmiah
11.25 WIB
4
Intervensi mandiri Melepaskan perhiasan pada praoperasi Hasil : melepaskan perhiasan yang dipakai klien Memeriksa identitas klien, pastikan secara verbal nama, dan nama dokter. Hasil : nama Nn.B, doter yang melakukan pembedahan Dr. M, dokter anastesi Dr. B Mengamankan pasien dimaja operasi dengan sabuk pengaman pada paha sesuai indikasi Hasil : telah di pasangan sabuk pengaman pada bagian paha dan kedua lengan
Hasmiah
Catatan Perkembangan Tanggal Jam No.Dx Perkembangan klien (SOAP) 10 mei 12.00 WIB 1 S:2012 O:TTV TD : 100/88 mmHg N : 89 x / menit R : 21 x / menit Saturasi : 98 % Tubuh tidak menggigil Klien menggunakan selimut penghangat. A: resiko perubahan suhu : hipotermi tidak terjadi P: Intervensi di lanjutkan di ruangan ursinia.
Nama Perawat Hasmiah
10 mei 2012
12.00WIB
2
S:O: TTV TD : 100/88 mmHg N : 89 x / menit R : 21 x / menit Saturasi : 98 % Tidak terdapat pus pada lukabekas laparaskopi Balutan luka di bagian abdomenterlihat kering A: Resiko infeksi tidak terjadi P: Intervensi di lanjutkan di ruangan ursinia
Hasmiah
10 mei 2012
`12.10WIB
3
S:O:Pola nafas Jam 11.15 WIB R : 23 x / menit
Hasmiah
Jam 11.30 WIB R : 22 x / menit Jam 11.45 WIB R : 20 x / menit
10 mei 2012
12.20WIB
4
Jam 12.00 WIB R : 21 x / menit tidak mnggunakan otot bantu napas, frekuensinya teratur A : Resiko perubahan pola nafas tidak efektif tidak terjadi P : Intervensi di lanjutkan di ruanganursinia. S:O:Pengaman bed sudah terpasang A : Resiko cedera tidak terjadi P :
Hasmiah
Intervensi di lanjutkan di ruanganursinia.
DAFTAR PUSTAKA Dongoes. Marilyn. E.dkk (1999). Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk erencana Pendokumentasian perawatan klien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Mansjoer. A. Dkk. (2000). Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius. Markum. (1991). Ilmu kesehatan anak. Jakarta: FKUI. http://hasmiahpunya.blogspot.co.id/2012/05/asuhan-keperawatan-pada-nnb-intra.html
ASUHAN KEPERAWATAN PRE, INTRA DAN POST OPERATIF LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PRE, INTRA DAN POST OPERATIF
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tindakan operasi adalah sebuah tindakan yang bagi sebagian besar klien adalah sesuatu yang menakutkan dan mengancam jiwa klien. Hal ini dimungkinkan karena belum adanya pengalaman dan dikarenakan juga adanya tindakan anestesi yang membuat klien tidak sadar dan membuat klien merasa terancam takut apabila tidak bisa bangun lagi dari efek anestesi. Tindakan operasi membutuhkan persiapan yang matang dan benar-benar teliti karena hal ini menyangkut berbagai organ, terutama jantung, paru, pernafasan. Untuk itu diperlukan perawatan yang komprehensif dan menyeluruh guna mempersiapkan tindakan operasi sampai dengan benar-benar aman dan tidak merugikan klien maupun petugas. 2. Tujuan Tujuan penyusunan laporan pendahuluan ini adalah: a. Mengerti dan memahami berbagai persiapan tindakan operasi b. Mengerti dan memahami asuhan keperawatan pre operasi c. Mengerti dan memahami asuhan keperawatan intra operasi d. Mengerti dan memahami asuhan keperawatan post operasi. B. TINJAUAN TEORI PENGKAJIAN Hal penting dalam riwayat keperawatan pre operatif: a. Umur b. Alergi terhadap obat, makanan c. Pengalaman pembedahan d. Pengalaman anestesi e. Riwayat pemakaian tembakau, alcohol, obat-obatan f. Lingkungan g. Kemampuan self care h. Support system PEMERIKSAAN FISIK Pengkajian dasar pre operatif dilakukan untuk: 1. Menentukan data dasar 2. Masalah pengobatan yang tersembunyi 3. Potensial komplikasi berhubungan dengan anestesi 4. Potensial komplikasi post operasi Fokus: Riwayat dan sitem tubuh yang mempengaruhi prosedur pembedahan. System kardiovaskuler Untuk menentukan kekuatan jantung dan kemampuan untuk mentoleransi pembedahan dan anestesi. Perubahan jantung 39 % kematian perioperatif. Sistem pernapasan Lansia, perokok, PPOM resiko atelektasis, kolap jaringan paru. Mencegah pertukaran oksigen/CO2 Intoleransi karena perubahan dalam dada dan paru. Regiditas cavum thoraks dan menurunnya ekspansi paru efisiensi ekskresi paru terhadap anestesi m enurun. Renal system Abnormal renal fungsi menurunkan rata ekskresi obat dan anestesi Skopolamin, morphin konfusi, disorientasi Neuorologi system Kemampuan ambulasi Muskulosceletal Defomitas mempengaruhi posisi intra dan post operasi Artritis menerima posisi nyeri post operasi oleh karena immobilisasi Status Nutrisi Malnutrisi, obesitas resiko tinggi pembedahan Vit. C, vit.B diperlukan untuk penyembuhan luka dan pembentukan fibrin. Obesitas wondhiling menurun oleh karena jaringan lemak tinggi Psikososial asesment Tujuan: menentukan kemampuan coping Informasi Support Laboratorium Analisa: 1. Pengetahuan kurang berhubungan dengan pengalaman pre operasi 2. Kecemasan berhubungan dengan pengalaman pre operasi DIAGNOSA DAN RENCANA KEPERAWATAN 1. Pengetahuan kurang ( knowledge defisite ) NOC dan indikator NIC dan aktifitas Rasional NOC: Pengetahuan tentang penyakit, setelah diberikan penjelasan selama 2 x pasien mengerti proses penyakitnya dan
Program perawatan serta Therapi yg diberikan dg: Indikator: Pasien mampu: Menjelaskan kembali tentang p enyakit, Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas NIC: Pengetahuan penyakit Aktifitas: 1. Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya 2. Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi kemungkinan penyebab. Jelaskan kondisi tentangklien 3. Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan 4. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk mencegah komplikasi 5. Diskusikan tentang terapi dan pilihannya 6. Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa digunakan/ mendukung 7. Instruksikan kapan harus ke pelayanan 8. Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakit, prosedur operasi NIC : Teaching (Pre operatif) 1. Informasikan klien waktu pelaksanaan prosedur operasi/perawatan 2. Informasikan klien lama waktu pelaksanaan prosedur operasi/perawatan 3. Kaji pengalaman klien dan tingkat pengetahuan klien tentang prosedur operasi yang akan dilakukan 4. Jelaskan tujuan prosedur operasi/perawatan 5. Instruksikan klien utnuk berpartisipasi selama prosedur operasi/perawatan 6. Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan setelah prosedur operasi/perawatan 7. Instruksikan klien menggunakan tehnik koping untuk mengontrol beberapa aspek selama prosedur operasi/perawatan (relaksasi da imagery) 8. Pastikan persetujuan operasi telah ditandatangani 9. Lengkapi ceklist operasi
1. Mempermudah dalam memberikan penjelasan pada klien 2. Meningkatan pengetahuan dan mengurangi cemas 3. Mempermudah intervensi
4. Mencegah keparahan penyakit
5. Memberi gambaran tentang pilihan terapi yang bisa digunakan 6. Mensuport pasien dengan sumber yang dimiliki 7. Memperjelas pengetahuan pasien 8. Mereview pengetahuan pasien
1. Memberikan ketenangan dan pengertian waktu pelaksanaan. 2. Klien m ampu mengantisipasi dan mengetahui jalannya operasi 3. Pengalaman mempengaruhi kesiapan klien 4. Memberikan pengetahuan klien tentang peosedur 5. Membantu kelancaran pelaksanaan operasi 6. Klien mampu mengantiasipasi dan mampu bertindak 7. Mengurangi tingkat kecemasan dan stress akibat operasi
8. Memastikan klien menyetujui tindakan 9. Mengevaluasi persiapan operasi Fokus : Edukasi pre operasi Informasi : Informed consent, pembatasan diit, pre-operatif preparation, post-operatif exersice Informed Consent: - Alasan pembedahan - Pilhan dan resikonya - Resiko pembedahan - Resiko anestesi Pembatasan diit NPO (nothing per oral ) 6 – 8 jam sebelum pembedahan GI (gastro intestinal ) preparasi: - Mencegah perlukaan colon - Melihat jelas area - Mengurangi bacteri intestinal Skin preparasi Tube, drain, IV line Post operatif exercise: - Diaphragmatic breating
- Incestive spirometri - Cougling and spinting the surgical wound - Turning and leg exercise
2. Kecemasan : NOC dan indikator NIC dan aktifitas Rasional NOC: kontrol kecemasan dan coping, setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam cemas ps hilang atau berkurang dg: Indikator: Ps mampu: Mengungkapkan cara mengatasi cemas Mampu menggunakan coping Dapat tidur Mengungkapkan tidak ada penyebab fisik yang dapat menyebabkn cemas NIC: Penurunan kecemasan Aktifitas: 1. Bina Hub. Saling percaya 2. Libatkan keluarga 3. Jelaskan semua Prosedur
4. Hargai pengetahuan ps tentang penyakitnya 5. Bantu ps untuk mengefektifkan sumber support 6. Berikan reinfocement untuk menggunakan Sumber Coping yang efektif 1. Mempermudah intervensi 2. Mengurangi kecemasan 3. Membantu ps dlam meningkatkan pengetahuan tentang status kes dan meningkatkan kontrol kecemasan 4. Pasien merasa dihargai 5. Dukungan akan memberikan keyakinan thdp peryataan harapan untuk sembuh/masa depan 6. Penggunaan Strategi adaptasi secara bertahap ( dari m ekanisme pertahan, coping, samapi strategi penguasaan) membantu ps cepat mengadaptasi kecemsan INTERVENSI KLIEN INTRA OPERATIF A. ANGGOTA TIM PEMBEDAHAN Tim pembedahan terdiri dari: 1. Ahli bedah Tim pembedahan dipimpin oleh ahli bedah senior atau ahli bedah yang sudah melakukan operasi. 2. Asisten pembedahan (1 orang atau lebih): asisten bius dokter, residen, atau perawat, di bawah petunjuk ahli bedah. Asisten memegang retractor dan suction untuk melihat letak operasi. 3. Anaesthesologist atau perawat anaesthesi Perawat anesthesi memberikan obat-obat anesthesia dan obat-obat lain untuk mempertahankan status fisik klien selama pembedahan. 4. Circulating Nurse Peran vital sebelum, selama dan sesudah pembedahan. Tugas: Set up ruangan operasi Menjaga kebutuhan alat Check up keamanan dan fungsi semua peralatan sebelum pembedahan Posisi klien dan kebersihan daerah operasi sebelum drapping Memenuhi kebutuhan klien, memberi dukungan mental, orientasi klien Selama pembedahan: - Mengkoordinasikan aktivitas - Mengimplementasikan NCP - Membantu anesthetic - Mendokumentasikan secara lengkap drain, kateter, dll 5. Surgical technologist atau Nurse scrub; bertanggung jawab menyiapkan dan me ngendalikan peralatan steril dan instrumen, kepada ahli bedah/asisten. Pengetahuan anatomi fisiologi dan prosedur pembedahan memudahkan antisipasi instrumen apa yang dibutuhkan. B. PENYIAPAN KAMAR DAN TEAM PEMBEDAHAN Keamanan klien diatur dengan adanya ikat klien dan pengunci meja operasi. Dua faktor penting yang berhubungan dengan keamanan kamar pembedahan: lay out kamar operasi dan pencegahan infeksi. 1). Lay Out pembedahan Ruang harus terletak diluar gedung RS dan bersebelahan dengan RR dan pelayanan pendukung (bank darah, bagian pathologi dan radiology, dan bagian logistik). Alur lalu lintas yang menyebabkan kontaminasi dan ada pemisahan antara hal yang bersih dan terkontaminasi design (protektif, bersih, steril dan kotor).
Besar ruangan tergantung pada ukuran dan kemampuan rumah sakit. Umumnya: • Kamar terima • Ruang untuk peralatan bersih dan kotor • Ruang linen bersih • Ruang ganti • Ruang umum untuk pembersihan dan sterilisasi alat • Scrub area Ruang operasi terdiri dari: • Stretcher atau meja oper asi • Lampu operasi • Anesthesia station • Meja dan st andar instrumen • Peralatan suction • System komunikasi 2). Kebersihan dan Kesehatan Team Pembedahan Sumber utama kontaminasi bakteri team pembedahan yang hygiene dan kesehatan ( kulit, rambut, saluran pernafasan). Pencegahan kontaminasi: » Cuci tangan » Handscoen » Mandi » Tidak memakai perhiasan 3). Pakaian bedah Terdiri : Kap, Masker, gaun, Tutup sepatu, baju OK Tujuan: Menurunkan kontaminasi 4). Surgical Scrub Cuci tangan pembedahan dilakukan oleh: • Ahli Bedah • Semua asisten • Scrub nurse. • sebelum menggunakan sarung tangan dan gaun steril Alat-alat: • Sikat cucin tangan reuable / disposible • Anti microbial : betadine • Pembersih kuku Waktu : 5 – 10 menit dikeringkan dengan handuk steril
C. ANASTHESIA Anasthesia (Bahasa Yunani) Negatif Sensation Anasthesia menyebabkan keadaan kehilangan rasa secara partial atau total, dengan atau tanpa disertai kehilangan kesadaran. Tujuan: Memblok transmisi impuls syaraf, menekan refleks, meningkatkan relaksasi otot. Pemilihan anesthesia oleh anesthesiologist berdasarkan konsultasi dengan ahli bedah dan factor klien. TYPE ANASTHESIA: Perawat perlu mengenal ciri farmakologic terhadap obat anesthesia yang digunakan dan efek terhadap klien selama dan sesudah pembedahan. 1. Anasthesia Umum Adalah keadaan kehilangan kesadaran yang reversible karena inhibisi impulse saraf otak. Misal : bedah kepala, leher. Klien yang tidak kooperatif. 1) Stadium Anesthesia - Stadium I : Relaksasi Mulai klien sadar dan kehilangan kesadaran secara bertahap. - Stadium II : Excitement Mulai kehilangan kesadaran secara total sampai dengan pernafasan yang iregulair dan pergerakan anggota badan tidak teratur. - Stadium III : Ansethesi pembedahan Ditandai dengan relaksasi rahang, respirasi teratur, penurunan pendengaran dan sensasi nyeri. - Stadium IV : Bahaya Apnoe, Cardiapolmunarry arrest, dan kematian. 2) Metode Pemberian Inhalasi , IV injection. Instilasi rectal
(1) Inhalasi Metode yang paling dapat dikontrol karena intak dan eliminasi secara primer oleh paru. Obat anesthesia inhalasi yang diberikan: 1. Gas: Nitrous Axida ( N20). Paling sering digunakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau. Non iritasi dengan masa induksi dan pemulihan yang cepat. a. Folatile: Cairan yang dapat menguap. b. Halotan: Non iritasi terhadap saluran pernafasan dan menghasilkan mual dan muntah yang minimal pada post op. Halotan dapat menekan pada system cardiovaskuler (Hypotensi dan Bradicardia). Dan berpengaruh terhadap hypotalanus. c. Ethrane: Anasthesi inhalasi yang m enghasilkan relaksasi otot yang adekwat. Ethrane mengurangi ventilasi klien.dan
menurunkan tekanan darah. d. Penthrane: Pelemas otot yang efektif dan memberikan efek analgetik pada konsentrasi rendah, toksik pada ginjal dan hanya digunakan untuk pembedahan waktu pendek. e. Forane: Muscle relaksan, cardio vascular tetap stabil. (2) Anesthesi Injeksi IV Memberikan perasaan senang., cepat dan pelepasan obat secara pelan. a. Barbiturat. Sering digunakan, bekerja langsung pada CNS dari sedasi sedang sampai kehilangan kesadaran, sedikit mengurangi nyeri. Thiophental sodium; - Skart acting - Suplement N20 pada operasi singkat. - Hipnotik pada anesthesia regional. - Depresan paten terhadap sistem jantung dan paru b. Narcotik - Suplement anesthesia inhalasi - Narkotik yang sering digunakan Morphin Sulfat, Meperidine, dan Fentanil Sitrate. - Analgesia post op yang adekwat. - Menurunkan ventilasi alveolar dan depresan pernafasan. c. Inovar - Kombinasi Fentonil sitrat dan Tranguilizer Dropreridol. - Digunakan dosis kecil untuk supplement N20 dan anesthesia regional. - Durasi panjang depresi pernafasan, hypoventilasi, apnea, hypotensi selama posat op. d. Ketamine - Obat anesthesia yang tersendiri. - Bekerja pada bagian syaraf tertentu. - Diberikan pada IV atau IM. - Menyebabkan penurunan kesadaran secara cepat, analgetika tanpa depresi pernafasan atau kehilangan tonus otot. - Merangsang sitem cardiovascular. - Digunakan : Diagnostik, pembedahan singkat, supplement N20. - Selama pemberian: mimpi buruk, halusinasi, tindakan irrational. e. Neuromusculer Brochler - Muscle relaksan selama pembedahan. - Mempermudah pemasangan GT Tube - Bekerja pada garis otot tubuh dengan mempengaruhi impuls pada motor end plate. Komplikasi anesthesia umum: Komplikasi jarang tetapi dapat mengancam jiwa. - Komplikasi sebagian besar minor sebagai akibat tehnik intubasi seperti gigi patah atau trauma vocal cord. Dapat terjadi akibat hyperektensi leher, rongga mulut kecil, sendi mandibuler yang kaku. - Anesthesia overdosis pada orang tua atau kelainan klien. - Hypertermia Maligna. Kerusakan pada membran sel otot circulasi calcium , rata-rata mertabolisme meningkat dan suhu tubuh 46 derajad celcius. Terjadi pada klien yang sensitip pada halothane, penthran, succinyl clorida . Gejala: tacicardi, peningkatan suhu tubuh yang kontinus, sianosis, hipotensi, kaku otot, aritmia. Tindakan: - Operasi dihentikan, pendinginan dengan cairan es IV. - Lavage es nasogastric - Secara simultan diberikan diuretic dan oksigen 100 %. 2. Anestesi Local Atau Regional Anestesi local atau regional secara sementara memutus transmisi impuls saraf menuju dan dari lokasi khusus. Luas anestesi tergantung: - Letak aplikasi - Volume total anestesi - Kosentrasi dengan kemampuan penetrasi obat Penggunaan regional anestesi: - Kontra indikasi general anestesi - Klien mengalami reaksi yang merugikan dengan general anestesi - Pilihan klien Komplikasi: - Over dosis - Teknik pemberian yang salah - Sensitifitas klien terhadap anestesi Tanda: Stimulasi CNS diikuti depresi CNS dan cardio: Gelisah, pembicaraan incoherent, sakit kepala, mata kabur, rasa metalik, mual, muntah, tremor,konfulsi dan peningkatan nadi respirasi , tekanan darah Komplikasi local: Edema, peradangan, abses, necrosis,gangren. TEKNIK PEMBERIAN Anestesi Topikal Pemberian secara langsung pada permukaan area yang dianestesi Bentuk: Salep atau spray. Sering digunakan : prosedur diagnotik atau intubasi, laringoskopi, cistocopi. Masa kerja 1 (satu ) menit, lama kerja 20 – 30 menit. Lokal Anestesi
Injeksi obat anestesi secara I C dan S C ke jaringan sekitar insisi, luka atau lesi. Field Block Injeksi secara bertahab pada sekeliling daerah yang dioperasi ( hernioraphy , dental prosedur ,bedah plstik ) Nerve Block Injeksi obat anestesi local ke dalam atau sekitar saraf atau saraf yang mempesarafi daerah yang dioperasi. Block saraf memutus transmisi sensasi, motor, sympatis. Tujuan : mencegah nyeri selama prosedur dianostik, mengurangi nyeri dan m eningkatkan sirkulasi pada penyakit vascular. Contoh : lidocain ( xilocain ) Bupivacain ( makain ) Ephineprin potensiasi Spinal Anestesi / Intra Techal Dicapai dengan injecsi obat anestesi ke dalam ruang sub orachonoid. Pada L 2 – 3 atau L 3 – 4. Absorsi ke urat saraf terjadi secara cepat dan menghasilkan analgesia dengan relaksasi. Efektif untuk operasi abdomen dan panggul. PENGKAJIAN : Di ruang penerimaan perawat sirkulasi: - Memvalidasi identitas klien - Memvalidasi inform concent Chart Review: - Memberikan informasi yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi kebutuhan actual dan potensial selama pembedahan. - Mengkaji dan merencanakan kebutuhan klien selama dan sesudah operasi. Perawat menanyakan: - Riwayat allergi, reaksi sebelumnya terhadap anesthesia atau tranfusi darah. - Check riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik. - Check pengobatan sebelumnya : therapy, anticoagulasi. - Check adanya gigi palsu, kontaks lens, perhiasan, wigs dan dilepas. - Kateterisasi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN. Resiko infesi, dengan faktor resiko: Prosedur invasif: pembedahan, infus, DC NOC: Kontrol infeksi Selama dilakukan tindakan operasi tidak terjadi transmisi agent infeksi. Indikator: Alat dan bahan yang dipakai tidak terkontaminasi NIC: kontrol infeksi intra operasi Aktifitas: 1. gunakan pakaian khusus ruang operasi 2. Pertahankan prinsip aseptic dan antiseptik
Dapat mencegah kontaminasi kuman terhadap daerah operasi Resiko hipotermi dengan faktor resiko: Berada diruangan yang dingin NOC: control temperature Criteria: Temperature ruangan nyaman Tidak terjadi hipotermi NIC: pengaturan temperature: intraoperatif Aktivitas: Atur suhu ruangan yang nyaman Lindungi area diluar wilayah operasi
Membantu menstabilkan suhu klien. Kehilangan panas dapat terjadi waktu kulit dipajankan Resiko cedera dengan faktor resiko: Gangguan persepsi sensori karena anestesi NOC: control resiko Indicator: tidak terjadi injuri NIC: surgical precousen Aktifitas: 1. Tidurkan klien pada meja operasi dengan posisi sesuai kebutuhan 2. Monitor penggunaan instrumen, jarum dan kasa 3. Pastikantidak ada instrumen, jarum atau kasa yang tertinggal dalam tubuh klien Mencegah jatuhnya klien. Dapat mengetahui pemakaian intrumen, jarum dan kasa.
Dengan tertinggalnya benda asing dapam tubuh klien dapat m enimbulkan bahaya. INTERVENSI KLIEN POST OPERASI Stadium ketiga dan terakhir dari preoperasi adalah bila klien masuk ruang pulih sadar, ruang PAR, atau PACU. Selama periode post operative, klien dirawat oleh perawat di ruang PAR ( Post Anesthesia Recovary ) dan unit setelah di pindah dari ruang pemulihan. Waktu yang diperlukan tergantung umur dan kesehatan fisik, type pembedahan, anesthesia dan komplikasi post operasi. Perawat sirkulasi, anesthesiologist / perawat anesthesia dan ahli bedah m engantar klien ke area recovery awal periode post operasi. Ahli bedah atau anesthesiologist mereview catatan klien dengan perawat PACU dan menjelaskan type dan luasnya pembedahan, type anesthesia, kondisi patologis, darah, cairan intra vena, pemberian obat, perkiraan kehilangan darah dan beberapa trauma intubasi. PENGKAJIAN Setelah menerima laporan dari perawat sirkulasi, dan pengkajian klien, perawat mereview catatan klien yang berhubungan dengan riwayat klien, status fisik dan emosi, sebelum pembedahan dan alergi. Pemeriksaan Fisik Dan Manifestasi Klinik System Pernafasan Ketika klien dimasukan ke PACU, Perawat segera mengkaji klien: - Potency jalan nafas, meletakan tangan di atas mulut atau hidung. - Perubahan pernafasan (rata-rata, pola, dan kedalaman). RR < 10 X / menit depresi narcotic, respirasi cepat, dangkal gangguan cardiovasculair atau rata-rata metabolisme yang meningkat. - Auscultasi paru keadekwatan expansi paru, kesimetrisan. - Inspeksi: Pergerakan didnding dada, penggunaan otot bantu pernafasan diafragma, retraksi sternal efek anathesi yang berlebihan, obstruksi. Thorax Drain. Sistem Cardiovasculer Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung dikaji tiap 15 menit ( 4 x ), 30 menit (4x). 2 jam (4x) dan setiap 4 jam selama 2 hari jika kondisi stabil. Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung depresi miocard, shock, perdarahan atau overdistensi. Nadi meningkat shock, nyeri, hypothermia. Kaji sirkulasi perifer (kualitas denyut, warna, temperatur dan ukuran ektremitas). Homan’s saign trombhoplebitis pada ekstrimitas bawah (edema, kemerahan, nyeri). Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit - Inspeksi membran mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit, balutan. - Ukur cairan NG tube, out put urine, drainage luka. - Kaji intake / out put. - Monitor cairan intravena dan tekanan darah. Sistem Persyarafan - Kaji fungsi serebral dan tingkat kersadaran semua klien dengan anesthesia umum. - Klien dengan bedah kepala leher : respon pupil, kekuatan otot, koordinasi. Anesthesia umum depresi fungsi motor. Sistem Perkemihan - Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia inhalasi, IV, spinal. Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi retensio urine. Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi abdomen bawah (distensi buli-buli). - Dower catheter kaji warna, jumlah urine, out put urine < 30 ml / jam komplikasi ginjal. Sistem Gastrointestinal - Mual muntah 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO meningkat. - Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus. - Kaji paralitic ileus suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus. - Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan decompresi dan drainase lambung. • Meningkatkan istirahat. • Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah. • Memonitor perdarahan. • Mencegah obstruksi usus. • Irigasi atau pemberian obat. Jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam. Sistem Integumen - Luka bedah sembuh sekitar 2 minggu. Jika tidak ada infeksi, trauma, malnutrisi, obat-obat steroid. - Penyembuhan sempurna sekitar 6 bulan – satu tahun. - Ketidak efektifan penyembuhan luka dapat disebabkan: • Infeksi luka. • Diostensi dari udema / palitik ileus. • Tekanan pada daerah luka. • Dehiscence. • Eviscerasi. Drain dan Balutan Se
http://pande-krisna.blogspot.co.id/2012/12/asuhan-keperawatan-pre-intra-dan-post.html
ASKEP APENDITIS (Lengkap)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui tercipta masyarakat bangsa dan negara Indonesia ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh Republik Indonesia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1998) Kesehatan adalah milik yang sangat berharga bagi seseorang tanpa berarti segala aktivitas akan berhenti dengan menyadari bagi hal itu setiap orang akan dituntut untuk meningkatkan dan mempertahankan kondisi tubuhnya yang kuat sehingga tidak akan mudah diserang berbagai penyakit, diantaranya apendisitis. Penyakit apendisitis merupakan salah satu masalah kesehatan dimana angka prevalensi yang tinggi dan akibat yang ditimbulkannya juga merupakan salah satu penyebab t ingginya angka morbiditas dan mortalitas. Berdasarka hal tersebut di atas maka penulis tertarik untuk menyusun karya tulis ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan pada Tn “P” dengan apendisitis di rumah sakit Syekh Yusuf Kabupaten Gowa. B.
Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut :
1.
Tujuan Umum Memperoleh pengalaman nyata dalam pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien TN “P” dengan apendisitis di ruang perawatan interna RSUD Syekh Yusuf Gowa.
2.
Tujuan Khusus Memperoleh pengalaman nyata dalam pelaksanaan
a.
Memperoleh pengalaman nyata dalam pengkajian keperawatan pada Tn “P” yang menderita pre op apendisitis.
b.
Memperoleh pengalaman nyata dalam membuat perencanaan asuhan keperawatan pada Tn “P” dengan pre op apendisitis.
c.
Memperoleh pengalaman nyata dalam membuat pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn “P” dengan pre op apendisitis.
d.
Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada Tn “P” dengan pre op apendisitis.
e.
Memperoleh pengalaman nyata dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Tn “P” dengan pre op apendisitis.
C. Manfaat Penulisan Adapun manfaat penulisan : 1.
Penulis
a.
Merupakan bahan masukan bagi penulis untuk memahami lebih mendalam mengenai cara perawatan klien dengan pre op apendisitis.
b.
Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Diploma III Keperawatan.
2.
Institusi Sebagai bahan bacaan ilmiah, kerangka perbandingan untuk mengembangkan kualitas ilmu keperawatan serta menjadi bahan atau data bagi m ereka yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut.
3.
Rumah Sakit
a.
Sebagai masukan bagi tenaga perawat dalam meningkatkan pelayanan keperawatan atau kesehatan pada klien dengan apenditisis.
b.
Sebagai bahan informasi bagi rumah sakit dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien apendisitis. Sehingga mutu pelayanan keperawatan pada masa yang akan datang ditingkatkan.
D. Metode Penulisan Untuk memperoleh data bahan penulisan yang dibutuhkan dalam penyusunan karya tulis ini, maka penulis menggunakan beberapa metode sebagai berikut : 1.
Studi kasus, yaitu dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien yang meliputi pengkajian data, analisa data, penetapan diagnosa keperawatan, penyusunan perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi asuhan keperawatan.
2.
Studi kepustakaan yaitu dilakukan dengan cara m embaca literatur-literatur yang berkaitan dengan karya tulis ini.
3.
Diskusi dengan perawat yang ada di ruangan, tenaga kesehatan, yang terlibat, dosen dan pembimbing dari institusi pendidikan.
E.
Ruang Lingkup Penulisan Adapun ruang lingkup pembahasan dari karya tulis ini adalah m encakup pelaksanaan asuhan keperawatan yang diterapkan pada klien Tn “P” dengan pre op apendisitis.
F.
Sistematika Penulisan Untuk memberi gambaran karya tulis maka ini, secara sistematika diuraikan sebagai berikut :
Bab I
Pendahuluan
Bab ini membahas tentang latar belakang, tujuan, manfaat, m etode, ruang lingkup dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Teoritis Bab ini membahas tentang konsep dasar medik dan konsep dasar keperawatan. Konsep dasar medik terdiri dari : pengertian, anatomi, fisiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan dan komplikasi. Konsep dasar keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan dan evaluasi. Bab III Tinjauan Kasus Pada bab ini membahas tentang asuhan keperawatan pada Tn “P” dengan apendisitis di ruang interna RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa yang terdiri dari pengkajian, klasifikasi data, analisa data, prioritas masalah, perencanaan, pelaksanaan, mengevaluasi tindakan keperawatan yang diberikan. Bab IV Pembahasan Bab ini m enguraikan tentang adanya kesenjangan antara landasan teori dengan praktek pada klien Tn “P” dengan apendisitis. Bab V Penutup Kesimpulan dan saran.
BAB II KONSEP TEORITIS
A. Tinjauan Medis 1.
Pengertian Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekomi tepat dibawah katup iloesekal. Apendisitis berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosonannya
tidak efektif dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis), (Brunner dan Suddarth, 2002). Apandisitis mengacu pada radang apendiks, suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi luman oleh fases yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi (Wilson dan Goldman 1989). 2.
Etiologi Penyebab apendisitis paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah dan rongga abdomen, adalah penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat, kira-kira 7% dari populasi akan mengalami apendisitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka, pria lebih sering dipengaruhi daripada wanita dan remaja lebih sering pada orang dewasa. Meskipun ini dapat terjadi pada usia berapa pun, apendisitis paling sering terjadi antara usia 10 dan 30 tahun.
3.
Patofisiologi Apendisitis terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intra luminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.
4.
Manifestasi Klinis Nyeri kuadran kanan bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ruangan, mual, muntah, dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik McBurneg (gambar 37.2) bila dilakukan tekanan nyeri tekan lepas (hasil atau intensifikasi dari nyeri bila tekanan dilepaskan) mungkin dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumber, bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rectal. Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum, nyeri pada saat berkemih atau uretes, adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa di kuadran kanan bawah/ apabila apendiks telah rupture, nyeri menjadi lebih menyebar, distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik, dan kondisi pasien memburuk. Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan. Menunjukkan obstriksi usus atau proses penyakit lainnya. pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami reptor apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih mudah.
5.
Pemeriksaan Diagnostik Diagnostik diagnosa didasarkan pada pemeriksaan fisik lengkap dan tes laboratorium dan sinar-X hitung darah lengkap dilakukan dan akan menunjukkan peningkatan jumlah darah putih. Jumlah leukosit mungkin lebih besar dari 10.000/mm3 dan pemeriksaan ultrasound dapat menunjukkan densitas kuadran kanan bawah atau kadar aliran udara terlokalisasi.
6.
Penatalaksanaan Pembedahan di indikasikan bila didiagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan analgesic dapat diberikan setelah didiagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkap apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi emon atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan lapareskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.
7.
Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7oC atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu. B.
Tinjauan Keperawatan Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap, yaitu : pangkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
1.
Pengkajian
a.
Aktivitas istirahat
1).
Gejala
:
kelemahan, kelelahan
2).
Tanda
:
tachikardi, tachipnea
b.
Eliminasi
.
Gejala
: Konstiipasi pada awitan awal
.
Tanda
: nyeri abdomen c.
Makanan/Cairan
.
Gejala
: mual/muntah, anoreksia
.
Tanda
: mempertahankan keseimbangan cairan. d.
Nyeri/kenyamanan
.
Gejala
: nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus.
.
Tanda
: Perilaku berhati-hati, berbaring ke samping atau terlentang dengan lutut ditekuk. 2.
Diagnosa Keperawatan Sesuai dengan taori ada beberapa diagnosa keperawatan yang dapat kita angkat, yaitu :
a.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada apendisitis.
b.
Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatannya berhubungan dengan kurang informasi.
c.
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
d.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah praoperasi.
3.
Perencanaan
a.
Nyeri berhubungan dengan peradangan pada apendisitis Tujuan
: Distensi jaringan usus oleh inflamasi
Kriteria hasil : Melaporkan nyeri hilang/terkontrol Intervensi : 1. Rasional
: Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan, perubahan pada karakteristik nyeri. 2.
Rasional
Kaji nyeri, lokasi, karakteristik, integritas nyeri dengan (skala 0-10)
Kaji tanda-tanda vital
: Perubahan tanda-tanda vital merupakan indikator terjadinya nyeri. 3. Ajarkan teknik relaksasi misalnya napas dalam.
Rasional
: teknik relaksasi (napas dalam) dapat meningkatkan suplai O2 ke jaringan sehingga nyeri berkurang. 4.
Lakukan massa pada daerah nyeri Rasional
: dapat mengurangi nyeri
5. Rasional
: Obat analgetik dapat mengurangi nyeri. b.
an
Penatalaksanaan pemberian obat analgetik
:
Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatannya berhubungan dengan kurang informasi.
Kurang terpajan atau mengingat, salah informasi, tidak mengenal sumber informasi.
eria hasil :
Komplokasi, berpartisipasi dalam program pengobatan Intervensi : 1.
Rasional
:
Sebagai dasar untuk intervensi dan lanjutannya. 2.
Rasional
:
:
1. :
:
:
:
:
Intervensi
:
Kecemasan berkurang
Beri penjelasan kepada klien tentang penyakitnya.
Beri kesempatan klien untuk m engungkapkan keluhannya
Libatkan keluarga klien dalam rencana keperawatan terhadap penyakitnya.
Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
agar klien tidak merasa bosan dalam menghadapi perawatan. d.
Tujuan
:
Keterlibatan keluarga dalam perawatan dapat mengurangi kecemasan 4.
Rasional
Tujuan
Mendengarkan keluhan agar klien merasa lega dan merasa diperhatikan, beban yang dirasakan dapat berkurang. 3.
Rasional
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Meningkat pengetahuan klien tentang penyakitnya. 2.
Rasional
Berikan informasi untuk membatasi efektifitas guna mencegah kelelahan.
Berikan penjelasan tentang penyakit dan proses pengobatannya. c.
Rasional
Dikusikan tentang pengobatan yang diberikan dan efek samping obat
Pemahaman tentang penyakit dapat meningkatkan kerja sama dengan program terapi. 3.
Rasional
Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah praoperasi
inflamasi peritoneum
Kriteria hasil : mempertahankan keseimbangan cairan Intervensi : 1. Rasional
:
tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler 2.
Rasional
:
:
:
Auskultasi bising usus catat kelancaran flatus , gerakan usus
indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan per oral 4.
Rasional
Awasi masukan dan haluara : catat warna urine /konsentrasi, berat jenis
penurunan haluara urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehiderasi /kebutuhan peningkatan cairan 3.
Rasional
Awasi TD dan nadi
Berikan perwatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir
dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah
4. Implementasi Pelaksanaan perawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan untuk memperoleh pelaksanaan yang efektif dituntut pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berhubungan/komunikasi dengan anak dan keluarga. Ada 2 hasil diharapkan dalam pelaksanaan perawatan, yaitu a.
Adanya bukti bahwa klien sedang dalam proses menuju kepada tujuan atau telah mencapai tujuan tersebut.
b.
Adanya bukti bahwa tindakan-tindakan perawatan yang diterima oleh klien.
Proses pelaksanaan perawat mencakup 3 hal : a.
Melaksanakan rencana keperawatan yaitu segala informasi yang mencakup dalam rencana keperawatan merupakan dasar atau pedomen dalam intervensi perawatan.
b.
Mengidentifikasi reaksi/tanggapan klien dalam mengidentifikasi reaksi klien dituntut upaya yang tidak tergesa-gesa dan cermat serta teliti, agar m enemukan reaksi-reaksi klien sebagai akibat tindakan perawatan yang diberikan.
c.
5.
Mengevaluasi tanggapan/reaksi klien dengan cara membandingkan terhadapsyarat-syarat dengan hasil yang diharapkan.
Evaluasi Untuk mengetahui sejauh mana pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang telah dilakukan sebagai berikut : a. Apakah tujuan keperawatan sudah tercapai atau belum b. Apakah masalah yang ada telah teratasi c. Apakah perlu pengkajian kembali d. Apakah timbul masalah baru.
C. Penyimpangan KDM
Kurang informasi tentang penyakitnya dan prosedur tindakan kurang pengetahuan
Faeces yang terperangkap dalam lumen app menyerap air meningkat Obstruksi lumen apendiks Hyperplasia jaringan limfoid sub mukosa Lumen menyempit Invasi kuman E. coli Udema, diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa Apendisitis Pengeluaran mediator kimia oleh sel radang Merangsang nociceptor Medula spinalis Corteks Serebri Nyeri
Perubahan status kesehatan Ada rencana operasi Kurang informasi Kecemasan
BAB III TINJAUAN KASUS
Pada bab ini akan dibahas pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien Tn “P” dengan pre op apendisitis. Klien masuk rumah sakit tanggal 5 April 2005, dirawat di ruang interna selama 2 hari dengan data yaitu : pengkajian, intervensi, implementasi dan evaluasi. A. Pengkajian Data I.
Biodata a.
Identitas Pasien
1.
Nama
:
TN “P”
2.
Umur
:
50 tahun
3.
Agama
:
Islam
4.
Suku/Bangsa
:
Makassar/Indonesia
5.
Pendidikan
:
Sarjana
6.
Pekerjaan
:
Pensiunan
7.
Status
:
Kawin
8.
Alamat
:
9.
Pendapatan
10. Jenis Kelamin
Jl. Malino BT Kaluku :
:
Tidak tentu Laki-laki
b.
Nama Penanggung
1.
Nama
:
Ny “M”
2.
Umur
:
33 tahun
3.
Jenis Kelamin
:
Perempuan
4.
Pekerjaan
:
IRT
5.
Hubungan dengan klien :
Istri
II.
Riwayat Kesehatan
A. Riwayat kesehatan sekarang 1. ma tus
:
:
Sakit perut kanan bawah
Klien merasakan sakit perut 2 hari yang lalu. :
Klien mengatakan tidak tahu penyebab sakit perut b.
an
Keluhan utama
:
Sifat Keluhan
:
hilang timbul
pada abdomen 3.
Hal-hal yang memperberat keluhan : pada saat beraktivitas
n keluhan : istirahat, minum obat. rtai :
Klien kurang nafsu makan.
rnah diberikan : tidak diketahui
B.
Riwayat kesehatan masa lalu
Klien sudah pernah mengalami penyakit yang sama sejak 3 bulan yang lalu. C.
Riwayat Kesehatan Keluarga Genogram
Keterangan :
: Laki-Laki
: Perempuan : Meninggal : Klien : Serumah Komentar : a.
Tidak ada riwayat penyakit keturunan
b.
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien.
III. Pemeriksaan Fisik A. Keadaan umum klien : Nampak lemah B.
Kesadaran composmentis (GCS : 15)
C.
Tanda-tanda vital :
1.
Tekanan Darah
2.
Nadi
3.
Pernapasan
4.
Suhu
: 120/80 mmHg : 16 x/m : 24 x/m : 36oC
D. Tinggi badan : 160 cm E.
Berat badan : 50 kg
F.
Pemeriksaan Fisik
1.
Kepala a. Insfeksi
-
Bentuk kepala : simetris kiri dan kanan
-
Keadaan rambut dan hygiene kepala
Warna rambut : putih beruban
Penyebaran rambut merata : tidak ada alopesia (kebotakan)
b. Palpasi -
Tidak mudah rontok
-
Tidak teraba benjolan
2.
Muka a. Inspeksi
-
Struktur muka simetris kiri dan kanan
-
Ekspresi wajah meringis
-
Wajah tampak pucat b. Palpasi
-
Tidak ada nyeri tekan
-
Tidak ada benjolan pada muka
3.
Mata a. Inspeksi
-
Tidak terdapat udema pada palpebra
-
Tidak terjadi icterus pada sklera
-
Posisi mata simetris ki/ka
-
Konjungtiva tidak ada tampak anemis
-
Fungsi penglihatan baik b. Palpasi
-
Tidak ada nyeri tekan.
-
Memakai alat bantu. 4.
Hidung dan sinus a. Inspeksi
-
Tidak terdapat cairan/secret hidung
-
Fungsi penciuman baik
-
Struktur hidung simetris ki/ka b. Palpasi
-
5.
Tidak ada nyeri tekan pada sinus
Telinga a. Inspeksi
-
Struktur telinga simetris ki/ka
-
Lubang telinga tidak berisi serumen
-
Pendengaran baik
-
Tidak memakai alat bantu pendengaran b. Palpasi - Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
6.
Mulut a. Inspeksi
-
Keadaan gigi lengkap
-
Tidak memakai gigi palsu
-
Tidak terdapat peradangan pada gusi
-
Bibir kering
-
Kemampuan bicara baik
-
Keadaan lidah bersih 7.
Tenggorokan a. Inspeksi
-
Tidak nyeri pada saat menelan
-
Tidak ada keculitan saat menelan
8.
Leher a. Inspeksi
-
Tidak nampak pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfa
-
Tidak ada distensi venajubularis
-
Tidak terdapat pelebaran venajubularis b. Palpasi -
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe
-
Tidak ada pelebaran venajubularis
9.
Thorax dan pernapasan a. Inspeksi
-
Bentuk dada simetris ki/ka
-
Irama pernapasan mengikuti gerakan dada
-
Frekuensi pernapasan 16 x/m
-
Tipe pernapasan : normal b. Palpasi - Tidak ada nyeri tekan c. Auskultasi - Suara napas vesikuler - Bunyi tambahan tidak ada d. Perkusi - Sonor 10. Jantung a. Inspeksi - Tidak nampak ictus cerdis b. Palpasi -
Tidak teraba denyut apek 3 jari dibawah papilla mammae pada intra kostalis. c. Perkusi - Tidak teraba pembesaran jantung d. Auskultasi - Bunyi jantung I dan II murni - Bunyi jantung pekak - Bunyi tambahan tidak ada.
11. Abdomen a. Inspeksi -
Tidak ada pembesaran pada abdomen
-
Tidak ada bekas luka pada abdomen
b. Palpasi - Teraba benjolan pada abdomen kanan bawah - Ada nyeri tekan abdomen kanan bawah c. Auskultasi -Penstaltik 11 x/m
d. Perkusi - Tympani. 12. Genitalia Tidak dilakukan pengkajian karena keluarga klien mengatakan tidak ada masalah. 13. Ekstremitas Ekstremitas atas -
Motorik : pergerakan terbatas
-
Kekuatan otot : 4
-
Sensori : peka terhadap ransangan suhu
-
Refleks : normal Ekstremitas bawah
-
Motorik : pergerakan terbatas
-
Refleks : patella
IV. a.
Pola Kegiatan Sehari-hari Nutrisi
Kebiasaan
b.
- Pola makan
- 2-3 kali/hari
- Nafsu makan
orsi makan dihabiskan
- Pola minum
8 gelas/hari
Selama sakit
Klien malas makan tidak
½ porsi dihabiskan
makan
kurang dari 8 gelas dalam 1 hari
Eliminasi BAB
Kebiasaan
c.
Sebelum Sakit
Sebelum Sakit
- Frekuensi BAB
+ 2 kali/haro
- Konsistensi
ning kecoklatan
- Frekuensi BAK
-4 kali/haro
Istirahat dan Tidur
Selama sakit
- Tidak pernah BAB
-2 kali/hari
Kebiasaan
- Tidur malam - Tidur siang
d.
Sebelum Sakit
2000 – 05
Tidak teratur
dak tentu
idak teratur
Personal Hygiene
Kebiasaan
V.
Selama sakit
Sebelum Sakit
Selama sakit
- Mandi
2 kali/hari, pagi dan sore
Tidak pernah
- Sikat gigi
2 kali/hari, pagi dan idak pernah sore
- kebersihan rambut
2-3 kali/minggu
elum pernah
Kesehatan Sosial
-
Interaksi dengan keluarga, perawat atau tim kesehatan lain dan pasien yang lainnya.
-
Orang yang paling terdekat dengan klien adalah istri dan anak-anaknya.
VI. Data Spritual -
Klien beragama Islam dan taat beribadah
-
Klien percaya akan karunia yang diberikan
VII.
Data Psikologis
-
Klien measa sedih terhadap penyakit yang dideritanya
-
Harapan klien terhadap kesehatannya agar dia bisa sembuh total seperti semula.
-
Hubungan klien dengan perawat baik dan bisa bekerjasama dengan baik.
VIII. Pemeriksaan Laboratorium HB
:
9,0 gram/m
HL
:
17,800
LED :
50
IX. Pengobatan / Perawatan -
Pengobatan
a.
Amoxan
b.
Dulcolax
Data Fokus
DS
Klien mengeluh nyeri abdomen kanan bawah
DO
Klien nampak meringis
Klien menanyakan Klien nampak sering tentang proses bertanya. penyakitnya. Klien nampak khawatir Klien mengatakan Klien nampak gelisah. cemas bila mengingat Ekspresi wajah tegang penyakitnya. Klien dan keluarga selalu Klien merasa khawatir bertanya tentang tentang kondisi yang kondisnya dialaminya sekarang. lien mengeluh mual
B.
Klien mengeluh muntahmuntah Turgor bibir nampak kering Tanda tanda vital TD : 120/80 mmHg N : 16 kali per menit P : 24 kali per menit S : 36oC
Analisa Data
NO
DATA
ETIOLOGI
MASALAH
1.
DS : Klien mengeluh nyeri abdomen bagian kanan bawah DO Klien nampak meringis
Faeces yang terperangkap dalam lumen app menyerap air meningat obstruksi limen apendiks hyperplasia jaringan limfoid sub mukosa lumen menyempit imvasi kuman E.coli udema, diapedesis bakteri dan ulserasi mukosa
Gangguan rasa nyaman nyeri
Vi tal Signs TD : 120/80 mmHg N : 16 x/m P : 24 x/m S : 36oC
apendisitis pengeluaran mediator kimia oleh sel radang merangsang nociceptor medulla spinalis Corteks serebri
Nyeri 2.
DS : Klien mena-nyakan tentang penyakitnya. DO : Klien nampak sering bertanya Klien nampak khawatir
Apendisitis Kurang informasi tentang penyakit dan prosedur tindakan Kurang pengetahuan
Kurang pengetahuan tentang penyakit dan pengobatannya
Vi tal Signs TD : 120/80 mmHg N : 16 x/m P : 24 x/m S : 36oC 3.
DS : Klien menyatakan cemas bila mengingat penyakitnya Klien merasa khawatir tentang kondisi yang dialaminya sekarang DO :
Perubahan status kesehatan Ada rencana operasi Kurang informasi Kecemasan
Kecemasan
Klien nampak gelisah Ekspresi wajah tegang Klien dan keluarga selalu bertanya tentang kondisinya.
Vi tal Signs
4.
TD : 120/80 mmHg N : 16 x/m P : 24 x/m S : 36oC DS : Klien mengeluh mual DO : Klien mengel uh muntahmuntah Turgor bibir nampak kering Tanda – tanda vital TD : 120/80 mmHg N : 16 x /m P : 24 x /m S : 36 oC
Peningkatan metabolisme tubuh
Kekurangan volume cairan
Perporasi jaringan rangsangan medulla spinalis Mual/muntah kekurangan volume cairan
C. Prioritas Masalah
NO
1.
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TANGGAL DI TEMUKAN
TANGGAL TERATASI
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada apendisitis Kurang pengetahuan tentang proses penyakitnya dan pengobatannya berhubungan dengan kurang informasi.:
06 April 2005
Masalah belum teratasi
06 April 2005
Masalah belum teratasi
3.
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
06 April 2005
Masalah belum teratasi
4
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah praoperasi
06 April 2005
Masalah belum teratasi
D. Rencana Tindakan Keperawatan
Nama : Tn “P” Umur : 50 tahun Jenis Kelamin : Laki-Laki
No 1.
Hari Tanggal
Diagnosa Keperawatan
Rabu Gangguan rasa 06 April nyaman nyeri b/d 05 peradangan pada apendisitis ditandai dengan :
Tgl Masuk : April 2005 Tgl. Pengkajian : April 2005 Dx Medik Apendisitis Rencana Keperawatan Tujuan
Nyeri akan berkurang/hilang kriteria : Klien tidak mengeluh nyeri lagi pada saat beraktivitas Klien mengeluh Klien dapat bergerak nyeri abdomen dengan leluasa bagian kanan Tanda-tanda vital bawah dalam batas normal. nampak meringis Nyeri tekan (+) pada abdomen kanan bawah Tanda – tanda vital TD : 120/80 mmHg N : 16 x/m P : 24 x/m o C
Intervensi
Rasional
Kaji nyeri, lokasi, karakteristik, dan integritas nyeri dengan skala (0-10) Kaji tanda-tanda vital
Tingkatkan nyeri yang didapatkan sebagai pendomen intervensi selanjutnya. Perubahan tanda-tanda vital merupakan indi-kator terjadinya nyeri. Teknik relaksasi (napas dalam) dapat meningkatkan sup-lain O2 ke jaringan sehingga nyeri berkurang. Dapat mengurangi nye-ri
Ajarkan teknik relaksasi misalnya napas dalam
Lakukan masase pada daerah nyeri
Penatalaksanaan pembe-rian obat analgetik.
Obat
analgetik
05 06 :
dapat mengurangi nyeri.
2.
3 .
Rabu Kurang Pengetahuan klien 06 April pengetahuan proses tentang proses 05 penyakitnya dan penyakit dan pengo pengoba-tannya b/d batannya meningkat kurang informasi. dengan kriteria : Klien menyatakan Klien menanyakan telah memahami tentang proses tentang penyakit dan penya-kitnya. pengobatannya. Klien kooperatif Klien nampak dalam program bertanya pengobatan. Klien nampak khawatir
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan : Klien menyatakan cemas bila mengingat penyakitnya. Kien merasa khawatir tentang kondisi yang dialaminya sekarang. Ekspresi
wajah
Rasa cemas teratasi dengan kriteria : Klien mengerti tentang penyakit atau kondisi yang dialaminya. Klien kooperatif dalam perawatan dan pengobatan. Ekspresi wajah tegang
Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya. Diskusikan tentang pengobatan yang diberikan dan efek samping obat. Berikan informasi untuk membatasi aktivitas gu-na mencegah kelelahan. Jelaskan prosedur tin-dakan pembendahan
Kaji tingkat kecemasan klien.
Sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya. pemahaman tentang penyakit dapat meningkatkan kerjasama de-ngan program terapi. Berikan penjelasan tgg penyakit dan pengoba-tannya. Menambah pengetahu-an kien tentang tinda-kan yang akan diberikan.
Dengan mengetahui tentang lingkup kecemasan klien akan memudahkan pe-nentuan intervensi se-lanjutnya.
Dengan mendengarkan Beri kesempatan klien keluhan, klien akan untuk mengungkapkan merasa diperhatikan dan keluhannya. dapat mengurangi kecemasannya. Pemberian informasi yang Beri informasi tentang adekuat dapat perawatan yang diper- menurunkan kecemasan lukan selama dirawat klien dan dapat melakukan pera-watan
tegang Klien dan keluarga selalu bertanya tentang kondisnya.
4 .
dengan baik. Agar klien tidak me-rasa Ciptakan lingkungan bosan dalam menghadapi yang nyaman dan tenang perawatan.
Kekurangan volu me cairan berhubungan dengan muntah praoperasi ditanda i dengan : DS : Klien mengeluh mual DO : Klien mengeluh muntah-muntah Turgor bibir nampak kering Tanda-tanda vital TD : 120/80 mmHg N : 16 x /m P : 24 x /m S : 36 oC
Kekurangan volu me cairan teratasi dengan kriteria : Klien tidak mengeluh mual Klien tidak mengeluh muntah-muntah Tanda-tanda vital TD : 120/80 mmHg N : 16 x /m P : 24 x /m S : 36 oC
. Kaji tingkat dehiderasi klien . Anjuran pemasukan cairan peoral secara bertahap . observasi tanda-tanda vital
. Untuk mengetahui derajat dehidrasi klien . Membantu memenuhi cairan yang hilang
. Tanda-tanda vital menggambarkan ko ndisi klien secara umum . Untuk mengganti cairan . penatalaksanaan pemberi yang terbuang an cairan imfus
Catatan Perkembangan
Nama Pasien
:
No Rekam Medik : Ruang Rawat
Tanggal
Tn “P”
Nama mahasiswa
06 35 19 :
Kode NDX
NIM
0: Hasrianti : 1.0109.013
Interna
Jam
Implementasi
Evaluasi
06 April 2005
1.
08.00 Mengkaji tingkat nyeri, lokasi, karakteristik dan integritas nyeri dengan skala (0-10) hasil : klien mengeluh nyeri. 08.10 Mengukur tanda-tanda vital, hasil : TD : 120/80 mmHg S: 36oC N : 16 x/m P : 24 x/m 08.20 Mengajarkan teknik relaksasi, hasil : Klien menarik napas dalam (inspirasi lebih panjang dari eksparasi) dengan melakukan sebanyak 5 kali kolaborasi. 08.30 Kolaborasi pemberian obat analgetik , hasil : Obat sudah diminum.
2
08.00 Mengkaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya, hasil : klien belum mengetahui penyakitnya. Memberikan informasi untuk membatasi aktivitas guna mencegah kelelahan, hasil : klien mengerti dengan informasi yang disampaikan. Menjelaskan kepada klien tentang prosedur, tindakan keperawatan, hasil : klien mengetahui prosedur tindakan keperawatan
Klien mengatakan abdomen masih terasa sakit. Ekspresi wajah nampak meringis Pasien rencana operasi Tanda-tanda vital D : 120/80 mmHg S : 36oC : 16 x/m P: 24 x/m asalah belum teratasi anjutkan intervensi . Kaji tingkat nyeri . Observasi tanda-tanda vital . Ajarkan teknik relaksasi . Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik. Pengetahuan klien tentang proses penyakit dan pengobatannya meningkat Klien nampak sering bertanya Klien mampak khawatir Masalah belum teratasi
anjutkan intervensi . Kaji tingkat pengetahuan . Kaji tentang prosedur tindakan keperawatan yang dilakukan 09.00 . Megkolaborasikan pemberian . Kolaborasi pemberian Obat obat analgetik, hasil : obat sudah dominum
3.
08.00
Mengkaji tingkat kecemasan klien, hasil : klien masih nampak cemas
lien masih merasa cemas terhada penyakitnya
08.20
memberikan kesempatan klien Klien nampak gelisah untuk mengungkapkan Masalah belum teratasi
keluhannya, hasil : klien diperhatikan. 09.20
09.30
4
08.00
08.10
merasa
Memberikan informasi tentang perawatan yang dilakukan selama sakit, hasil: klien mengerti tentang pengobatannya
Lanjurkan intervensi . Kaji tingkat kecemasan klien . Dengarkan semua keluhan untuk Memberikan dorongan . Bantu cara spiritual pada klien, hasil : mengidentifikasi untuk memahami klien nampak lebih tenang. berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganannya. . Beri dorongan spiritual pada klien Menganjurkan pemasukan klien mengatakan masih cairan secara bertahap mual hasil : klien nampak minum air putih : - klien mengeluh Mengobservasi tanda-tanda muntah-muntah turgo bibir klien masih vital nampak kering hasil : TD : 120/80 mmHg lien masih nampak N : 16 x /m cemas, masih S : 36oC terpasang infus P : 24 x /m
08.30 Melanjutkan Pemberian cairan asalah belum teratasi infus anjutkan intevensi hasil : infus terpasang aji tingkat dehidrasi klien 08.40 Memberi minum anjurkan masukan cairan secara bertahap obat cotrimizesoel observasi tanda-tanda hasil : obat sudah diminum vital lanjutkan pemberian cairan infus beri minum obat cotrimizasoel
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian Secara garis besar tampak ada persamaan antara teori yang dibahas dalam bab II dengan laporan kasus bab III. Dalam teori dijelaskan bahwa tanda dan gejala apendisitis adalah malaise, takikardi, konstipasi pada awitan awal, distensi abdomen, nyeri tekan, anoreksia, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan ambilikus yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc Burney (Setengah jarak antara umbilicus dan tulang ileum kanan). Sedangkan pada kasus yang diangkat dimana gejala klinik yang ada seperti, konstipasi pada awitan awal, tachikardi, malaise, nyeri abdomen, anoreksia, mual dan muntah. B.
Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang lazim ditemukan pada klien pre op apendisitis :
1.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada apendisitis.
2.
Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatannya berhubungan dengan kurang informasi.
3.
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
4.
kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah praoperasi Sedangkan diagnosa keperawatan yang penulis temukan di dalam praktek yakni :
1.
gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada appendisitis
2.
kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatannya berhubungan dengan kurang informasi
3.
kecemasan berhubungan dengan status kesehatan Kesenjangan yang ditemukan yakni ada 1 diagnosa keperawatan yang ada dalam teori tetapi tidak ditemukan dalam kasus pada Tn “P” yaitu :
1.
kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah praoperasi
C. Perencanaan Secara umum rencana keperawatan yang penulis buat pada kasus nyata tidak termuat dalam teori seperti yang telah diuraikan pada bab II, karena klien telah mendapatkan pengobatan dan tindakan perawatan sebelum penulis melakukan pengkajian. Perencanaan disesuaikan dengan kebutuhan dasar dan masalah keperawatan klien yang ditentukan penulis. Tindakan keperawatan didasarkan prioritas masalah serta tujuan yang dicapai dengan mempertimbangkan aspek kondisi, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang dapat m endukung hal tersebut.
D. Pelaksanaan Pada pelaksanaan asuhan keperawatan kasus nyata, semua rencana intervensi yang telah disusun untuk ketiga diagnosa dapat dilaksanakan pada kasus nyata. Hal-hal yang mendukung implementasi yang direncenakan dapat dilaksanakan karena adanya kerjasama yang baik dengan klien dan keluarga serta tim kesehatan yang lainnya yang ada di ruangan dan tersedianya sarana dan prasarana di ruangan untuk kelancaran dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien Tn “P”. E.
Evaluasi
Tahap ini merupakan respon umpan balik dari tindakan yang dilakukan dimana setiap tindakan pengobatan menyebabkan timbulnya respon. Evaluasi dilakukan tiap hari untuk mengetahui pencapaian tujuan dan sejauh mana respon klien setelah dilakukan intervensi keperawatan. Dari 4 (empat) diagnosa yang diangkat oleh penulis belum teratasi : 1.
Nyeri berhubungan dengan peradangan apendisitis
2.
Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatannya berhubungan dengan kurang informasi.
3.
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
4.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah praoperasi Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan tindakan keperawatan yang diberikan belum mampu menyelesaikan semua masalah keperawatan yang dialami klien karena masalah keperawatan yang dialami klien cukup berat yang memerlukan perawatan yang cukup lama sementara implementasi dalam karya tulis ini hanya 2 hari, namun hal-hal yang mendukung tercapainya tujuan yang diinginkan misalnya keterlibatan keluarga klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan dan kerja sama petugas ruangan akan membantu menyelesaikan masalah klien nantinya.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini penulis akan menuliskan beberapa kesimpulan dan saran dalam peningkatan pelayanan asuhan keperawatan khususnya pada penderita pre op apendisitis. A. Kesimpulan 1.
Klien dengan pre op apendisitis memerlukan asuhan keperawatan yang sesuai dengan respon dan kebutuhan dasarnya.
2.
Klien dengan pre op apendisitis proses pengobatan memerlukan perhatian khusus untuk memenuhi kebutuhan setiap hari dan pemberian motivasi atau dukungan untuk mengurangi tingkat kecemasannya.
3.
Klien dengan pre op apendisitis perlu perhatian selama perawatan dan menjaga kebersihan kulit karena umumnya mengalami gangguan aktivitas (bedrest total).
4.
Keterlibatan keluarga, orang dekat dan pelayan kesehatan khususnya perawat sangat membantu klien memenuhi kebutuhan dasarnya.
B.
Saran 1.
Untuk rumah sakit perlu menyiapkan sarana dan prasarana yang lebih memadai sebagai sarana
peningkatan kualitas asuhan keperawatan khususnya klien dengan pre op apendisitis. 2.
Peningkatan sumber daya manusia sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA Doenges Marilynn E, dkk, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, EGC. Depkes RI, 2000, Indonesia Sehat 2010, Visi Baru, Misi Kebijakan dan Strategi Pembangunan kesehatan, Jakarta. Smelzzer dan Bare C, 2000. Buku Ajar Medikal Brunner and Suddarth, Edisi VIII, Volume 2, EGC Jakarta.
https://budinh.blogspot.co.id/2013/03/askep-apenditis-lengkap.html
APENDIKSITIS
1. Konsep Dasar Appendiksitis a. Pengertian Appendiksitis adalah suatu peradangan pada appendik yang mengenai semua lapisan organ tersebut (Price, 1999) Appendiksitis adalah penyebab paling utama inflamasi akut pada abdomen kuadran kanan bawah (Brunner and Suddarth, 2001) Appendiksitis adalah peradangan dari appendik vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering, penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki – laki maupun perempuan,tapi lebih sering menyerang laki – laki berusia 10 – 30 tahun (Mansjoer, 2000) b. Patofisiologi Appendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik oleh fekalit, benda asing, dan infeksi bacterial yang dapat menyebabkan obstruksi. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut semakin banyak , namun elastisitas dinding appendik memiliki keterbatasan sehingga dapat menekan dinding appendik. Tekanan mengakibatkan edema pada appendik yang menimbulkan demam, appendik yang meradang menimbulkan nyeri tekan pada perut kwadran kanan bawah (titik Mc Burney) dengan 4 regio, nyeri tekan dan lepas (tanda rovsing dan tanda blumberg), tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi pada abdomen kwadran kiri bawah, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa di abdomen kwadran kanan bawah. Apabila kuman telah menyebar ke usus dapat mengiritasi usus sehingga terjadi peningkatan produk sekretonik termasuk mukus, iritasi mikroba juga mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi penurunan peristaltik usus dan dapat menyebabkan konstipasi. Apabila kuman menyebar ke umbilikus dan menimbulkan rangsangan nyeri hebat sehingga dapat merangsang pusat muntah, anoreksia dan perasaan enek. Appendik yang meradang harus segera dilakukan prosedur pembedahan agar infeksi tidak menyebar. Apabila appendik yang meradang tidak ditanggulangi dapat menyebabkan komplikasi yaitu appendik supuratif akut dimana sekresi mukus berlanjut, tekanan terus meningkat, obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri dapat menembus dinding. Apabila aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendik yang diikuti dengan gangren dan dikatakan pada stadium appendiksitis ganggrenosa. Dan bila dinding yang telah rapuh itu pecah akan terjadi appendiksitis perforasi sampai akhirnya terjadi peritonitis. c. Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan Radiologi Menunjukkan adanya pengerasan material pada appendik, kadang tampak ileus lokal. 2) Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap Leukosit diatas 12000/M 2 meningkat sampai 75%.
3) Pemeriksaan Colok Dubur Pada wanita untuk membedakan antara appendiksitis dengan PID (Pelvic Inflamatory Deseases) 4) Uji Psoas Uji psoas dilakukan dengan rangsangan muskulus psoas kuat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila appendik yang meradang menempel dalam psoas tindakan tersebut akan menimbulakan nyeri. 5) Uji Ubsturator Uji ubsturator digunakan untuk melihat apakah appendik yang meradang kontak dengan muskulus obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil dengan fleksi sendi panggul pada posisi terlentang pada appendik akan menimbulkan nyeri. 6) Ultrasonografi Pemeriksaan USG dilakukan bila terjadi infiltrasi appendikular. Tetapi USG bisa digunakan untuk menimbulkan akulturasi diagnosis. d. Penatalaksanaan Medis (Mansjoer, 2000) 1) Pre Operasi a) Observasi (1) Dalam 8 – 12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendiksitis masih belum jelas dilakukan observasi ketat pasien dilakukan tirah baring dan dipuasakan. (2) Dilakukan pemeriksaan abdomen, rektal, pemeriksaan darah diulang secara periodik. (3) Diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah abdomen kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan. b) Beri antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman / bakteri aerob dan anaerob. 2) Operasi Appendictomy / Intra Operasi ( Duranta Operasi ) Tindakan Appendektomy untuk mengangkat appendik yang dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi. Apabila sudah terjadi perforasi pada appendik sebelumnya pasien diberi antibiotika kombinasi yang aktif terhadap kuman / bakteri sampai tidak terdapat pus dan keadaan umum pasien baik baru dapat dilakukan appendektomy. 3) Post Operasi a) Observasi TTV dan tanda – tanda syok. b) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler. c) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan dan selama itu pasien dipuasakan. d) Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam keesokan harinya diberikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. e) Satu hari post operasi pasien dianjurkan miring kiri / kanan dan secara bertahap duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit. f) Pada hari kedua pasien dapat diberdirikan dan duduk di luar kamar.
g) Pada hari ke tiga rawat luka dan hari ke tujuh jahitan dapat diangkat. 2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Appendiksitis a. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan. Pada tahap ini akan dilaksanakan pengumpulan data, analisa data, perumusan masalah dan diagnosa keperawatan. ( Keliat, 1996 ) 1) Pengumpulan Data a) Pre operasi (Doengoes, 1999) (1) Data subjektif Pasien mengatakan nyeri pada perut bagian kanan bawah, pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk – tusuk, skala nyeri 5 dari 10 skala nyeri yang diberikan, pasien atau keluarga mengatakan takut dan khawatir, pasien dan keluarga mengatakan belum mengerti tentang penyakit pasien, pasien menanyakan tentang perawatan setelah operasi. (2) Data objektif Pasien tampak meringis, pasien tampak memegang perutnya saat bergerak, pasien dan keluarga tampak cemas dan gelisah, pasien dan keluarga tampak bertanya – tanya tentang keadaan pasien, ekspresi wajah tampak mengerutkan alis, pasien tampak tegang, terdapat nyeri tekan pada perut kwadran kanan bawah, terdapat tanda rovsing, terdapat peningkatan ( leukosit, neutrofil, produk mukus, dan secret) dan terdapat penurunan peristaltik usus. b) Intra operasi (1) Data subjektif Pasien mengeluh cemas dengan keadaannya, pasien bertanya – tanya tentang prosedur pembedahan yang dilakukan. (2) Data objektif Pasien tampak diberikan anestesi SAB dengan tehnik regional anestesi, dilakukan insisi pada perut kanan bawah dengan menggunakan cauther, kesadaran CM, ekstremitas dingin terjadi penurunan tekanan darah dibawah normal, pasien diberi posisi semi fowler. c) Post operasi 1) Data subjektif Pasien mengeluh badannya lemas, pasien mengeluh tidak merasakan nyeri pada perut kanan bawah bekas operasi appendektomi. 2) Data objektif Pasien tampak berbaring di tempat tidur, pasien masih dalam pengaruh anestesi (4 – 6 jam post operasi), pasien diberi posisi “V” dimana kepala dan kaki ditinggikan, pasien belum mampu mobilisasi secara bertahap. 2) Diagnosa Keperaawatan
a) Pre operasi (Doengoes, 1999 dan Carpenito, 2000) (1) Resiko komplikasi sepsis berhubungan dengan sisi masuknya micro organisme skunder. (2) Nyeri akut berhubungan dengan reaksi peradangan pada appendik. (3) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, penyebab dan perawatan. b) Intra operasi (1) Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan efek anestesi (vasodilatasi) (2) Resiko perubahan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi (melemahkan otot – otot diafragma) (3) Resiko injuri berhubungan dengan proses pembedahan (penggunaan alat cauther) (4) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan terhadap proses pembedahan. c) Post operasi (1) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan akibat efek anastesi post appendektomy. b. Perencanaan Rencana keperawatan adalah desain spesifik untuk membantu pasien dalam mencapai kriteria hasil. Rencana keperawatan dilaksanakan berdasarkan komponen penyebab diagnosa keperawatan. Oleh karena itu, rencana mendefinisaikan suatu aktifitas yang diperlukan untuk membatasi faktor – faktor pendukung terhadap suatu permasalahan. ( Nursalam, 2001) Perencanaan merupakan tahap kedua dalam proses keperawatan yang terdiri dari prioritas diagnosa keperawatan dan rencana keperawatan. 1) Prioritas Masalah a) Pre operasi (1) Risiko komplikasi sepsis berhubungan dengan sisi masuknya micro organisme skunder. (2) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada appendik. (3) Ansietas berhubungan dengan kurang penetahuan tentang penyakit, penyebab dan perawatan. b) Post operasi (1) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan akibat efek anastesi post appendektomy. 2) Rencana Keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan (Doengoes, 1999 dan Carpenito, 1998) a) Pre operasi (1) Risiko sepsis berhubungan dengan sisi masuknya microorganisme skunder. (a) Tujuan : Komplikasi sepsis tidak terjadi. (b) Kriteria hasil : Tanda – tanda infeksi tidak ada, tidak ada manifestasi peritonitis.
(c) Tindakan keperawatan Observasi tanda – tanda vital tiap 6 jam Rasional : Tanda tanda vital terutama peningkatan suhu dapat menjadi indikator terjadinya perforasi atau infeksi yang lebih luas. Informasikan kepada dokter segera dan siapkan pembedahan sesuai program bila manifestasi perforasi terjadi Rasional : Pembedahan segera diperlukan untuk appendik ruptur, isi usus keluar ke dalam rongga peritoneal bila appendik ruptur dapat mencetuskan peritonitis. Pertahankan puasa, delegatif pemberian therapi cairan parenteral sesuai dengan program pra pembedahan Rasional : Penghentian masukan makanan dan cairan per oral sebelum pembedahan mengurangi risiko muntah dan aspirasi bila telah dilakukan anastesi, akses vaskuler diperlukan bila sewaktu – waktu diperlukan pemberian obat – obat emergency. Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler dengan lutut fleksi Rasional : Posisi semi fowler dengan fleksi pada lutut mengurang kontraksi otot – otot abdominal sehingga meminimalkan tekanan pada abdomen. (2) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada appendik. (a) Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol (b) Kriteria hasil : Pasien rileks, mampu tidur atau istirahat dengan baik, nadi 80 – 84 x/menit, pasien tidak mengeluh nyeri dan tidak meringis, skala nyeri ringan ( 1 – 3) dari 10 skala nyeri. (c) Tindakan keperawatan Observasi nyeri dengan tehnik PQRST ( Provoking Quality Region Saverity dan Timing ) Rasional : Perubahan karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya perubahan pada appendik misal terjadi abses atau peritonitis, dengan demikian dapat segera dilakukan evaluasi medik dan intervensi yang tepat. Pertahankan tirah baring dengan posisi semi fowler dengan lutut fleksi Rasional : Posisi semi fowler dengan lutut fleksi mengurang kontraksi otot – otot abdominal sehingga mengurangi tekanan pada abdomen yang nantinya dapat mengurangi sensasi nyeri. Ajarkan dan anjurkan penggunaan tehnik distraksi dan relaksasi Rasional : Tehnik distraksi mampu mengurangi fokus terhadap nyeri dan mengalihkan fokus terhadap hal – hal lain
diluar sensasi nyeri sehingga mengurangi sensasi nyeri yang dirasakan, tehnik relaksasi membantu mengurangi kontraksi otot – otot sehingga menjadi lebih rileks dan akan mengurangi sensasi nyeri yang dirasakan. Delegatif dalam memberikan analgetik sesuai indikasi Rasional : agen analgetik mampu mengurangi sensitifitas dari saraf – saraf penerima rangsangan dan beberapa analgetika juga dapat mengurangi efektifitas pengantaran rangsang dari neurotransmiter, sehingga rangsangan nyeri yang diterima oleh corteks cerebri sebagai penerima rangsangan lebih lemah dan sensasi nyeri yang dirasakan juga lebih ringan. (3) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit, penyebab dan perawatan. (a) Tujuan : Ansietas terkontrol (b) Kriteria hasil : Pasien menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam mengatasi ansietasnya, pasien tidak cemas. (c) Tindakan keperawatan Observasi tingkat ansietas, catat respon verbal dan non verbal Rasional : Tingkat ansietas akan mempengaruhi penerimaan dan kooperatifitas terhadap tindakan yang diberikan sehingga perlu diketahui karena pada tingkat ansietas tertentu berbeda tehnik penanganannya. Berikan informasi tentang penyakit pasien Rasional : Mengetahui apa yang terjadi dan penyelesaiannya akan membantu mengurangi ansietas. Berikan kesempatan bertanya pada pasien Rasional : Pertanyaan – pertanyaan dari pasien dapat menjadi tolak ukur tingkat pemahaman pasien terhadap penjelasan yang telah diberikan. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien Rasional : Orang terdekat lebih dipercaya pasien dan dapat memotivasi pasien untuk dapat mengikuti perawatan dan akan meningkatkan kooperatifitas pasien. b) Intra operasi (1) Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan efek anestesi (vasokontriksi). (a) Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung (b) Kriteria hasil : tekanan darah dalam batas normal, tidak terjadi hipotensi. (c) Rencana tindakan : Pantau atau catat kecenderungan frekuensi jantung dan tekanan darah khususnya terjadinya hipotensi.
Rasional : Hipotensi dapat terjadi akibat kekurangan cairan dan vasokontriksi pembuluh darah. Catat suhu kulit atau warna dan kualitas atau kesamaan nadi perifer. Rasional : kulit hangat, merah muda dan nadi kuat indikator curah jantung adekuat. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. Rasional : Meningkatkan oksigenisasi maksimal, menurunkan kerja jantung. Kolaborasi dalam pemberian cairan elektrolit dan obat sesuai indikasi. Rasional : kebutuhan pasien terpenuhi tergantung tipe pembedahan. (2) Risiko perubahan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi (relaksasi otot – otot diafragma). (a) Tujuan : Pola nafas efektif (b) Kriteria hasil : pola nafas normal (18 – 20 x/menit)/efektif, tidak terjadi sianosis atau tanda – tanda hipoksia (c) Rencana tindakan : Pertahankan jalan udara pasien Rasional : Mencegah obstruksi jalan nafas Catat frekuensi dan kedalaman pernafasan pasien Rasional : Memastikan efektifitas pernafasan sehingga upaya memperbaikinya dapat segera dilakukan. Pantau TTV secara terus menerus Rasional : Meningkatnya pernafasan, takikardi, bradhikardi, menunjukkan kemungkinan hipoksia Posisikan pasien pada posisi yang sesuai dengan jenis pembedahan dan anestesi Rasional : Posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru dan menurunkan tekanan pada diafragma Observasi fungsi otot terutama otot pernafasan Rasional : Obat anestesi dalam proses pembedahan dapat menimbulkan relaksasi pada otot pernafasan. (3) Risiko injuri berhubungan dengan proses pembedahan (penggunaan alat cauther). (a) Tujuan : Cedera tidak terjadi (b) Kriteria hasil : Meningkatkan keamanan dan menggunakan sumber – sumber secara tepat (c) Rencana tindakan : Antisipasi gerakan jalur dan mendukung posisi pasien yang tepat Rasional : Mencegah tegangan atau dislokalisasi
Pastikan keamanan elektrikal dan alat – alat yang dipergunakan selama prosedur operasi Rasional : pemeriksaan alat – alat elektrik secara periodik penting dilakukan untuk keamanan pasien dan tindakan operasi Lindungi sekitar kulit dan anatomi yang sesuai menggunakan handuk basah, spon dan penghentian pendarahan Rasional : mencegah kerusakan integritas kulit dan beri batasan perlukaan anatomi pada area operasi Berikan petunjuk yang sederhana dan singkat pada pasien yang sadar Rasional : membantu pasien dalam memahami prosedur yang dilakukan sehingga mengurangi resiko cedera (4) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan terhadap proses pembedahan. (a) Tujuan : Ansietas terkontrol (b) Kriteria hasil : Menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam mengatasi ansietas, pasien tidak cemas (c) Rencana tindakan : Informasikan pasien tentang perawatan yang dilakukan selama intra operasi Rasional : Menurunkan rasa cemas dan kembangkan rasa percaya Identifikasi tingkat rasa takut Rasional : Rasa takut yang terus menerus dapat mengakibatkan stres Validasi sumber rasa takut dan sediakan informasi yang adekuat Rasional : Rasa takut pasien dapat dipecahkan atau berkurang Berikan petunjuk dan penjelasan yang sederhana tentang tindakan operasi dan jenis anestesi yang diberikan Rasional : Memahami petunjuk – petunjuk sederhana dan meningkatkan rasa percaya pasien c) Post operasi (1) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan akibat efek anastesi post appendektomy. (a) Tujuan : pasien dapat beraktifitas secara mandiri (b) Kriteria hasil : pasien dapat beraktifitas dan memenuhi adl secara mandiri, menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dengan toleransi aktifitas. (c) Tindakan keperawatan Observasi tingkat kemampuan pasien dalam beraktifitas
Rasional : menetahui tingkat kemampuan pasien dalam beraktifitas menjadi suatu pertimbangan dalam membantu memenuhi kebutuhan pasien. Anjurkan pasien melakukan aktifitas secara mandiri Rasional : meningkatkan kemampuan pasien dalam beraktifitas secara mandiri sampai tingkat normal dan menumbuhkan rasa semangat untuk beraktifitas. Dekatkan alat – alat dan keperluan pasien sehingga mudah dicapai Rasional : penempatan alat – alat yang mudah dijangkau membantu melatih pasien untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri dan mengurangi resiko cedera. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya seminimal mungkin Rasional : dengan bantuan yang minimal pasien akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri dan melatih pasien untuk bergerak. c. Pelaksanaan Pelaksanaan atau implementasi adalah pelaksanaan dari perencanaan keperawatan oleh perawat kepada pasien. (Keliat, 1996 : Gritin – Kenney dan Christensen, 1986) Pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan rencana yang telah dibuat dalam rencana keperawatan. (doengoes, 1999) d. Evaluasi Evaluasi adalah bagian terahir dari proses keperawatan dari semua tahap proses keperawatan (Diagnosa, Tujuan, Intervensi) harus di evaluasi Hasil yang diharapkan pada pasien appendik adalah : 1) Pre operasi a) Komplikasi sepsis tidak terjadi b) Nyeri hilang atau terkontrol c) Ansietas terkontrol 2) Intra operasi a) Tidak terjadi penurunan curah jantung b) Pola nafas efektif c) Injuri tidak terjadi d) Ansietas terkontrol 3) Post operasi a) Aktifitas terkoordinasi http://deepnurse.blogspot.co.id/2010/04/apendiksitis.html
Asuhan Keperawatan Pre, Intra, Post Operasi
KEPERAWATAN PRE OPERATIF
A.PENDAHULUAN Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi. B. PERSIAPAN KLIEN DI UNIT PERAWATAN
a) PERSIAPAN FISIK Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu : Persiapan di unit perawatan Persiapan di ruang operasi Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain :
1)Status kesehatan fisik secara umum Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal. 2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 - 5 mmol/l) dan k adar kreatinin serum (0,70 - 1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang mengancam jiwa. 4) Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube). 5) Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan. 6) Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan memeberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene. 7) Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan ka teterisasi juga diperluka untuk mengobservasi balance cairan. 8) Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan.
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :
1. Latihan Nafas Dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1) Pasien tidur dengan posisi duduk ata u setengah duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang. 2)
Letakkan tangan diatas perut
3) Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat. 4) Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut. 5) Lakukan hal ini berulang kali (15 kali) 6) Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.
7) Latihan Batuk Efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut. Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :
1) Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk. 2) Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali) 3) Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada tenggorokan. Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi. 4) Ulangi lagi sesuai kebutuhan. 5) Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat batuk.
2. Latihan Gerak Sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan. Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setalah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut ja hitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri.
Status kesehatan fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang akan mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukung dan mempengaruhi proses
penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat mempengaruhi proses pembedahan. Demikian juga faktor usia/penuaan dapat mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan pembedahan/operasi. Faktor resiko terhadap pembedahan antara lain :
1. Usia Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut mempunyai resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun . sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ.
2. Nutrisi Kondisi malnutrisi dan obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada orang malnutisi maka orang tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah pro tein, kalori, air, vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis protein). Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak, terutama sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan teknik dan mekanik. Oleh karenanya dehisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. P asien obes sering sulit dirawat karena tambahan beraat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaaring miring dan karenanya mudah mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pascaoperatif. Selain itu, distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien obes.
3. Penyakit Kronis Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan pemakian energi kal ori untuk penyembuhan primer. Dan juga pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun pasca pembedahan sangat tinggi.
4. Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti dibetes mellitus yang tidak terkontrol, bahaya utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan adalah terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi selama pembiusan ak ibat agen anstesi. Atau juga akibat masukan karbohidrat yang tidak adekuart pasca operasi atau pemberian insulin yang berlebihan. Bahaya lain yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang mendapat terapi kortikosteroid beresiko mengalami insufisinsi adrenal. Pengguanaan o abat-obatan kortikosteroid harus sepengetahuan dokter anastesi dan dokter bedahnya.
5. Merokok Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler, terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah sistemiknya.
6. Alkohol dan obat-obatan Individu dengan riwayat alkoholic kronik seringkali menderita malnutrisi dan masalah-masalah sistemik, sperti gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko pembedahan. Pada kasus kecelakaan lalu lintas yang seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum dilakukan operasi darurat perlu dilakukan pengosongan lambung untuk menghindari asprirasi dengan pemasangan NGT.
b) PERSIAPAN PENUNJANG
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak meungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium m aupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain. Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk menentukan apakan kondisi pasien l ayak menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga memerlukan berbagai macam pemrikasaan laboratori um terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG. Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan penunjang antara lain :
1. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI (Magnrtic Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon i n Loop), EKG/ECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG (Electro Enchephalo Grafi), dll.
2. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju enap darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT, ureum kretinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun tulang jika penyakit terkaut dengan kelainan darah.
3. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
4. Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
5. Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial).
c)PEMERIKSAAN STATUS ANASTESI
Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf. Berikut adalah tabel pemeriksaan ASA. ASA grade I
Status fisik : Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri. Misal: penderita dengan herinia ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat, bayi muda yang sehat. Mortality (%) : 0,05. ASA grade II
Status fisik : Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan diseababkan oleh penyakit yang akan dibedah. Misal: penderita dengan obesitas, penderita dengan bronkitis dan penderita dengan diabetes mellitus ringan yang akan mengalami appendiktomi Mortality (%) : 0,4. ASA grade III
Status fisik : Penyakit sistemik berat; misalnya penderita diabetes mellitus dengan komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendisitis akut. Mortality (%) : 4,5. ASA grade IV
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau infark miokard Mortality (%) : 25. ASA grade V
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau infark miokard Mortality (%) : 50. d)INFORM CONSENT
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi). Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak semua tindakan o perasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam perawatan.
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien wajib untu k menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersut akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak meka penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga.
e)PERSIAPAN MENTAL/PSIKIS
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integeritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis (Barbara C. Long).Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan dan ketakutan antara lain :Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan. Pasien wanita y ang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda. Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman operasi sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula, akan tetapi sesungguhnya perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap orang dalam menghadapi pembedahan. Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain : 1) Takut nyeri setelah pembedahan 2) Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body image) 3) Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti) 4) Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit yang sama. 5) Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas. 6) Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi. 7) Takut operasi gagal.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, sering berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/support system. Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan hal-hal yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain :
1. Pengalaman operasi sebelumnya Persepsi pasien dan keluarga tentang tujuan/alasan tindakan o perasi Pengetahuan pasien dan keluarga tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang.
2. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas kamar operasi.
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur (pre, i ntra, post operasi) Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dll. Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap dan hal ini berarti telah menunda operasi yang mestinya sudah dilakukan beberapa hari/minggu yang lalu. Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang terdekat pasien. Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu mendampingi pasien sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi. Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan berbagai cara:
1. Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal -hal yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dll. 2. Dengan mengetahui berbagai informasi selama o perasi maka diharapkan pasien mejadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang t idak menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien. 3. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan dan mempersiapkan mental pasien dengan baik 4. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi. 5. Mengoreksi pengertian yang saah tentang ti ndakan pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien. 6. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi. 7. Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk mengantar pasien samapi ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar operasi.
f) OBAT-OBATAN PRE MEDIKASI
Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. P asien akan diberikan obat-obatan premedikasi untuk memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Obatobatan premedikasi yang diberikan biasanya adalah valium atau diazepam. Antibiotik profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi. Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi selama tindakan o perasi, antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca bedah 2- 3 kali. Antibiotik yang dapat diberikan adalah ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien.
C.MANAJEMEN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10). Pengkajian pasien Pre operatif (Marilynn E. Doenges, 1999) meliputi :
1) Sirkulasi Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus.
2) Integritas ego Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup. Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
3) Makanan / cairan Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; m alnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
4) Pernapasan Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
5) Keamanan Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker
terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse. Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
6) Penyuluhan / Pembelajaran Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, anti biotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien y ang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17). Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Pre Operatif (Wilkinson, M. Judith, 2006) meliputi : 1. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap perubahan status kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang yang berarti, krisis situasi atau krisis maturasi. 2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek samping penanganan, factor budaya atau spiritual yang berpengaruh pada perubahan penampilan. 3. Koping individu, ketidakefektifan berhubungan dengan perubahan penampilan, keluhan terhadap reaksi orang lain, kehilangan fungsi, diagnosis kanker. 4. Proses keluarga, perubahan berhubungan dengan terapi ya ng kompleks, hospitalisasi/perubahan lingkungan, reaksi orang lain t erhadap perubahan penampilan. 5. Ketakutan berhubungan dengan proses penyakit/prognosis (misalnya kanker), ketidakberdayaan. 6. Mobilitas fisik, hambatan berhubungan dengan penurunan rentang g erak, kerusakan saraf/otot, dan nyeri.
3. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40). Intervensi dan implementasi keperawatan pasien Pre Operatif (Wilkinson, M. Judith, 2006) adalah :
1. Ansietas adalah suatu keresahan, perasaan ketidaknyamanan yang tidak mudah atau dread yang disertai dengan respons autonomis ; sumbernya seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu ; perasaan khawatir yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.ini merupakan tanda bahya yang memperingatkan bahaya yang akan terjadi dan memampukan individu untuk membuat pengukuran untuk mengatasi ancaman.
Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol. Kriteria hasil : - klien mampu merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang membuat stress. - klien mampu mempertahankan penampilan peran. - klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori. - klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik. - tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
1. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien. R : memudahkan intervensi. 2. Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di masa lalu. R : mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan kemampuan mengontrol ansietas. 3. Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan. R : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan. 4. Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini, harapa-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani. R : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan. 5. Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari meskipun dalam keadaan cemas. R : menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan pada diri sendri yang dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas kemampuannya. 6. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi. R : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman. 7. Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan keluarga menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis. R : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.
8. Kolaborasi pemberian obat anti ansietas. R : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.
2. Gangguan citra tubuh adalah konfusi pada gaambaran mental dari fisik seseorang.
Tujuan : pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh. Kriteria hasil : - pasien melaporkan kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh. - memiliki keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang mengalami gangguan. - menggambarkan perubahan actual pada f ungsi tubuh. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
1. Kaji dan dokumentasikan respons verbal dan non verbal pasien tentang tubuhnya. R : factor yang mengidentifikasikan adanya gangguan persepsi pada citra tubuh. 2. Kaji harapan pasien tentang gambaran tubuh. R : mungkin realita saat ini berbeda dengan yang diharapkan pasien sehingga pasien tidak menyukai keadaan fisiknya. 3. Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif, dan akui realitas adanya perhatian terhadap perawatan, kemajuan dan prognosis. R : meningkatkan perasaan berarti, memudahkan saran ko ping, mengurangi kecemasan. 4. Berikan perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan martabat pasien. R : menciptakan suasana saling percaya, meningkatkan harga diri dan perasaan berarti dalam diri pasien.
3. Koping individu, ketidakefektifan adalah ketidakmampuan membuat penilaian yang tepat terhadap stressor, pilihan respons untuk bertindak secara tidak adekuat, dan atau ketidakmampuan untuk menggunakan sumber yang tersedia.
Tujuan : pasien menunjukkan koping yang efektif. Kriteria hasil : - pasien akan menunjukkan minat terhadap aktivitas untuk mengisi waktu luang. - mengidentifikasikan kekuatan personal yang dapat mengembangkan koping yang efektif. - menimbang serta memilih diantara alternative dan ko nsekuensinya. - berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
1. Kaji pandangan pasien terhadap kondisinya dan kesesuaiannya dengan pandangan pemberi pelayanan kesehatan. R : mengidentifikasi persepsi pasien terhadap kondisinya. 2. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan. R : menghindari ketakutan dan menciptakan hubungan saling percaya, memudahkan intervensi 3. Anjurkan pasien untuk mengidentifikasi gambaran perubahan peran yang realitas. R : memberikan arahan pada persepsi pasien tentang kondisi nyata yang ada saat ini. 4. Bantu pasien dalam mengidentifikasi respons positif dari orang lain. R : meningkatkan perasaan berarti, memberikan penguatan yang positif. 5. Libatkan sumber-sumber yang ada di rumah sakit dalam memberikan dukungan emosional untuk pasien dan keluarga. R : menciptakan suasana saling percaya, perasaan berarti, dan mengurangi kecemasan.
4. Proses keluarga, perubahan adalah suatu perubahan dalam hubungan dan/atau fungsi keluarga.
Tujuan : pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran keluarga. Kriteria hasil : - pasien/keluarga mampu mengidentifikasi koping. - paien/keluarga berpartisipasi dalam proses membuat keputusan berhubungan dengan perawatan setelah rawat inap. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI 1. Kaji interaksi antara pasien dan keluarga. R : mengidentifikasi masalah, memudahkan i ntervensi. 2. Bantu keluarga dalam mengidentifikasi perilaku yang mungkin menghambat pengobatan. R : mempengaruhi pilihan intervensi. 3. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang tambahan ketrampilan koping yang digunakan. R : membantu keluarga dalam memilih mekanisme koping adaptif yang tepat . 4. Dukung kesempatan untuk mendapatkan pengalaman masa anak-anak yang normal pada anak yang berpenyakit kronis atau tidak mampu. R : memudahkan keluarga dalam menciptakan/memelihara fungsi anggota keluarga.
5. Ketakutan adalah ansietas yang disebabkan oleh sesuatu yang dikenali secara sadar dan bahaya nyata dan dipersepsikan sebagai bahaya yang nyata.
Tujuan : pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan. Kriteria hasil : - mencari informasi untuk menurunkan ketakutan. - menggunakan teknik relaksasi untuk menurnkan ketakutan.
- mempertahankan penampilan peran dan hubungan social. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI 1. Kaji respons takut subjektif dan objektif pasien. R : mengidentifikasi masalah, memudahkan i ntervensi. 2. Berikan penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan perilaku yang dapat menurunkan atau mengurangi takut. R : mempertahankan perilaku koping yang efektif. 3. Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan. R : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan. 4. Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini, harapan-harapan yang positif terhadap terapy yang di jalani. R : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan.
6. Mobilitas fisik, hambatan adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih. Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal. Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang.. - melakukan pergerakkan dan perpindahan. - mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
a.
0 = mandiri penuh
b. 1 = memerlukan alat Bantu. c.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
d. 3 =membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu. e.
4 =ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI 1. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan. R : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi. 2. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas. R : mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
3. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu. R : menilai batasan kemampuan aktivitas optimal. 4. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif. R : mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot. 5. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi. R : sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
4. EVALUASI Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine. 2001). Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Pre Operasi Tumor adalah :
1) Ansietas berkurang/terkontrol. 2) Pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh. 3) Pasien menunjukkan koping yang efektif. 4) Pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran keluarga. 5) Pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan. 6) Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Asuhan Keperawatan INTRA OPERATIF
1. Anggota Tim Asuhan Keperawatan Intra Operatif Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian. Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril : 1. Anggota steril
1) Ahli bedah utama / operator 2) Asisten ahli bedah. 3) Scrub Nurse / Perawat Instrumen 4) Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari : 1. Ahli atau pelaksana anaesthesi. 2. Perawat sirkulasi 3. Anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit).
2. Prinsip Tindakan Keperawatan Selama Pelaksanaan Operasi. A. Pengaturan Posisi 1. Posisi diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis pasien. 2. Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah : 1) Letak bagian tubuh yang akan dioperasi. 2) Umur dan ukuran tubuh pasien. 3) Tipe anaesthesia yang digunakan. 4) Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis). 3. Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien : 1) Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman. 2) Sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk. 3) Amankan pasien diatas meja operasi dengan lilitan sabuk yang baik yang biasanya dililitkan diatas lutut. Saraf, otot dan tulang dilindungi untuk menjaga kerusakan saraf dan jaringan. 4) Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat, untuk meyakinkan terjadinya pertukaran udara. 5) Hindari tekanan pada dada atau bagain tubuh tertentu, karena tekanan dapat menyebabkan perlambatan sirkulasi darah yang merupakan f aktor predisposisi terjadinya thrombus. 6) Jangan ijinkan ekstremitas pasien terayun diluar meja operasi karena hal ini dapat melemahkan sirkulasi dan menyebabkan terjadinya kerusakan otot. 7) Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien. 8) Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidak berhenti ditangan atau di lengan. 9) Untuk posisi litotomi, naikkan dan turunkan kedua ekstremitas bawah secara bersamaan untuk menjaga agar lutut tidak mengalami dislokasi. 10) Pengkajian psikososial a.
Membersihkan dan Menyiapkan Kulit.
b. Penutupan Daerah Steril c.
Mempertahankan Surgical Asepsis
d. Menjaga Suhu Tubuh Pasien dari Kehilangan Panas Tubuh e.
Monitor dari Malignant Hyperthermia
f.
Penutupan luka pembedahan
g. Perawatan Drainase h. Pengangkatan Pasien Ke Ruang Pemulihan, ICU atau PACU.
B.
Pengkajian Sebelum dilakukan operasi - Perasaan takut / cemas - Keadaan emosi pasien
1. Pengkajian Fisisk - Tanda vital : TN, N, R, Suhu. - Sistem integumentum
Pucat
Sianosis
Adakah penyakit kulit di area badan. - Sistem Kardiovaskuler
Apakah ada gangguan pada sisitem cardio ?
Validasi apakah pasien menderita penyakit jantung ?
Kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi.
Kebiasaan merokok, minum alcohol
Oedema
Irama dan frekuensi jantung.
Pucat - Sistem pernafasan
Apakah pasien bernafas teratur ?
Batuk secara tiba-tiba di kamar operasi. - Sistem gastrointestinal
Apakah pasien diare ?
- Sistem reproduksi
Apakah pasien wanita mengalami menstruasi ? - Sistem saraf
Kesadaran ? - Validasi persiapan fisik pasien
Apakah pasien puasa ?
Lavement ?
Kapter ?
Perhiasan ?
Make up ?
Scheren / cukur bulu pubis ?
Pakaian pasien / perlengkapan operasi ?
Validasi apakah pasien alaergi terhadap obat ?
1. Selama dilaksanakannya operasi Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian psikososial. Secara garis besar hal-hal yang perlu dikaji adalah : 1. Pengkajian mental Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar / terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur tersebut. 2. Pengkajian fisik - Tanda-tanda vital (Bila terjadi ketidaknormalan tanda-tanda vital dari pasien maka perawat harus memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah). - Transfusi (Monitor flabot transfusi sudah habis apa belum. Bila hampir habis segera diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran transfusi). - Infus (Monitor flabot infuse sudah habis apa belum. Bila hampir habis harus segera diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran infuse).
- Pengeluaran urin Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg BB/jam.
Diagnosa Kepeawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin sering muncul pada pasien selama pelaksanaan operasi adalah sebagai berikut : 1. Cemas 1. Resiko perlukaan/injury 2. Resiko penurunan volume cairan tubuh 3. Resiko infeksi 4. Kerusakan integritas kulit
Fase Pasca Anaesthesi Periode segera sesudah anaesthesi adalah gawat. Pasien harus diamati dengan jeli dan harus mendapat bantuan fisik dan psikologis yang intensif sampai pengaruh utama dari anaesthesi mulai berkurang dan kondisi umum mulai stabil. Banyaknya asuhan keperawatan yang dilaksanakan segera setelah periode pasca anaesthesi tergantung kepada prosedur bedah yang dilakukan. Hal-hal yang harus diperhatikan meliputi : 1. Mempertahankan ventilasi pulmonari 2. Berikan posisi miring atau setengah telungkup dengan kepala tengadah kebelakang dan rahang didorong ke depan pada pasien sampai reflek-reflek pelindung pulih. 3. Saluran nafas buatan. Saluran nafas pada orofaring biasanya terpasang terus setelah pemberian anaesthesi umum untuk mempertahankan saluran tetap terbuka dan lidah kedepan sampai reflek faring pulih. Bila pasien tidak bisa batuk dan mengeluarkan dahak dan lendir harus dibantu dengan suction. 1. Terapi oksigen O2 sering diberikan pada pasca operasi, karena obat anaesthesi dapat menyebabkan lyphokhemia. Selain pemberian O2 harus diberikan latihan nafas dalam setelah pasien sadar. 2. Mempertahankan sirkulasi. Hipotensi dan aritmia adalah merupakan komplikasi kardiovaskuler yang paling sering terjadi pada pasien post anaesthesi. Pemantauan tanda vital dilakukan tiap 15 menit sekali selama pasien berada di ruang pemulihan. 3. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit Pemberian infus merupakan usaha pertama untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Monitor cairan per infus sangat penting untuk mengetahui kecukupan pengganti dan pencegah kelebihan cairan. Begitu pula cairan yang keluar juga harus dimonitor. 4. Mempertahankan keamanan dan kenyamanan Pasien post operasi atau post anaesthesi sebaiknya pada tempat tidurnya dipasang pengaman sampai pasien sadar betul. Posisi pasien sering diubah untuk mencegah kerusakan saraf akibat tekanan kepada saraf otot dan persendian. Obat analgesik dapat diberikan pada pasien yang kesakitan dan gelisah sesuai dengan program dokter. Pada pasien yang mulai sadar, memerlukan orientasi dan merupakan tunjangan agar tidak merasa sendirian. Pasien harus diberi penjelasan bahwa operasi sudah selesai dan diberitahu apa yang sedang dilakukan.
Perawatan Pasien Di Ruang Pemulihan/Recovery Room Uraian diatas telah membahas tentang hal yang diperhatikan pada pasien post anaesthesi. Untuk lebih jelasnya maka dibawah ini adalah petunjuk perawatan / observasi diruang pemulihan : 1. Posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan pada pasien dengan pembiusan umum, sedang pada pasein dengan anaesthesi regional posisi semi fowler. 2. Pasang pengaman pada tempat tidur. 3. Monitor tanda vital : TN, Nadi, respirasi / 15 menit. 4. Penghisapan lendir daerah mulut dan trakhea. 5. Beri O2 2,3 liter sesuai program. 6. Observasi adanya muntah. 7. Catat intake dan out put cairan. Beberapa petunjuk tentang keadaan yang memungkinkan terjadinya situasi k risis - Tekanan sistolik < 90 –100 mmHg atau > 150 – 160 mmH, diastolik < 50 mmHg atau > dari 90 mmHg. - HR kurang dari 60 x menit > 10 x/menit - Suhu > 38,3 o C atau kurang dari 35 o C. - Meningkatnya kegelisahan pasien - Tidak BAK + 8 jam post operasi. Pengeluaran dari ruang pemulihan / Recovery Room
Kriteria umum yang digunakan dalam mengevaluasi pasien : 1. Pasien harus pulih dari efek anaesthesi. 2. Tanda-tanda vital harus stabil. 3. Tidak ada drainage yang berlebihan dari tubuh. 4. Efek fisiologis dari obat bius harus stabil. 5. Pasien harus sudah sadar kembali dan tingkat kesadaran pasien telah sempurna. 6. Urine yang keluar harus adekuat ( 1cc/ Kg/jam). Jumlahnya harus dicatat dan dilaporkan. 7. Semua pesan harus ditulis dan dibawa ke bangsal masing-masing. 8. Jika keadaan pasien membaik, pernyataan persetujuan harus dibuat untuk kehadiran pasien tersebut oleh seorang perawat khusus yang bertugas pada unit dimana pasien akan dipindahkan. 9. Staf dari unit dimana pasien harus dipindahkan, perlu diingatkan untuk menyiapkan dan menerima pasien tersebut. Pengangkutan Pasien keruangan Hal-hal yang harus diperhatikan selama membawa pasien ke ruangan antara lain : - Keadaan penderita serta order dokter. - Usahakan pasien jangan sampai kedinginan. - Kepala pasien sedapat mungkin harus dimiringkan untuk menjaga bila muntah sewaktu-waktu, dan muka pasien harus terlihat sehingga bila ada perubahan sewaktu-waktu terlihat.
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operasi A. Pengkajin awal 1. Status Respirasi Melipuiti : - Kebersihan jalan nafas - Kedalaman pernafasaan. - Kecepatan dan sifat pernafasan. - Bunyi nafas 1. Status sirkulatori Meliputi :
- Nadi - Tekanan darah - Suhu - Warna kulit 1. Status neurologis Meliputi : tingkat kesadaran 1. Balutan Meliputi : - Keadaan drain - Terdapat pipa yang harus disambung dengan sistem drainage. 1. Kenyamanan Meliputi : - Terdapat nyeri - Mual - Muntah 1. Keselamatan Meliputi : - Diperlukan penghalang samping tempat tidur. - Kabel panggil yang mudah dijangkau. - Alat pemantau dipasang dan dapat berfungsi. 1. Perawatan Meliputi : - Cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan. - Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat penampung, sifat dan jumlah drainage. 1. Nyeri Meliputi : - Waktu - Tempat. - Frekuensi
- Kualitas - Faktor yang memperberat / memperingan A. Data Subyektif
Pasien hendakanya ditanya mengenai gejala-gejala ketidaknyamanan setelah ditempatkan ditempat tidur dengan posisi tubuh yang menunjang. Pertanyaan-pertanyaan yang langsung misalnya :”Bagaimana perasaan anda?”, dapat memperlihatkan data mula dan nyeri tanpa memfokuskan pada daerah yang spesifik, dimana t idak ada keluhan. Penginderaan rasa nyeri seri ng kali meningkat pada waktu ini akibat pemindahan dari brankard ke tempat tidur. Sangat penting untuk mengetahui lokasi, bentuk serangan dan perubahan intensitas rasa nyeri, dan bukan menyangka bahwa nyeri berasal dari torehan. Mual jarang timbul setelah pasca anaesthesi baru. Sangat besar kemungkinan terjadi mual bila perut mengalami manipulasi yang ekstensif pada waktu prosedur bedah atau telah mendapat narkotika yang cukup banyak. B. Data Objektif
1. Sistem Respiratori 2. Status sirkulatori 3. Tingkat Kesadaran 4. Balutan 5. Posisi tubuh 6. Status Urinari / eksresi.
C. Pengkajian Psikososial
Yang perlu diperhatikan : umur, prosedur pembedahan, efek samping dari prosedur pembedahan dan pengobatan, body image dan pola/gaya hidup. Juga tanda fisik yang menandakan kecemasan termasuk denyut nadi, tekanan darah, dan kecepatan respirasi serta ekspresi w ajah.
Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium berdasarkan pada prosedur pembedahan, riwayat medis, dan manifestasi klinik post operasi. Pemeriksaan laboratorium lab post operasi secara umum anatara lain : 1. Analisa serum dan elektrolit, glukosa dan pemeriksaaan darah lengkap. 2. Pemeriksaann urine sekitar setiap 4 jam untuk klien dengan resiko dehidrasi dan insufisisensi ginjal. Masalah Keperawatan Yang Lazim Muncul A. Diagnosa Umum
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari anaesthesi. b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi. c. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan. d. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan f isik, efek anaesthesi, obat-obatan (penenang, analgesik) dan imobil terlalu lama. B. Diagnosa Tambahan a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret. b. Resiko retensi urine berhubungan dengan anaesthesi, bedah pelvis, dan kurang gerak. c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah memahami informasi. d. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang prosedur pembedahan. e. Nausea berhubungan dengan efek anaesthesi, narkotika, ketidaseimbangan elektrolit. f. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri. g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksoia, lemah, nyeri, mual. h. Konstipasi berhubungan dengan efek anaesthesi.
DAFTAR PUSTAKA 1. Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta. 2. Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta. 3. Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi Operasi. Sahabat Setia : Yogyakarta. 4. Effendy, Christantie. 2002. Handout Kuliah Keperawatan Medikal Bedah : Preoperatif Nursing, Tidak dipublikasikan : Yogyakarta. 5. Marilynn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3. EGC, Jakarta. 6. Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta. 7. Shodiq, Abror. 2004. Operating Room, Instalasi Bedah Sentral RS dr. Sardjito Yogyakarta, Tidak dipublikasikan : Yogyakarta. 8. Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC : Jakarta.
9. Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Brunner Suddarth, Vol. 1. EGC : Jakarta. 10. Wibowo, Soetamto, dkk. 2001. Pedoman Teknik Operasi OPTEK, Airlangga University Press : Surabaya. 11. Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta. 12. www.elearning.unej.ac.id Diposkan oleh bayu panpan d i 15.00
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke Twitte rBerbagi ke Facebook
Label: bayu panpan
0 komentar: Poskan Komentar
Link ke posting ini Buat sebuah Link Posting LamaBeranda
Iklan
http://nerseducation.blogspot.co.id/2012/03/asuhan-keperawatan-pre-intra-post.html