4 Methanil yellow merupakan bubuk yang berwarna kuning kecoklatan yang biasa digunakan dalam produk tekstil, kayu dan cat tembok. Pewarna ini sering disalahgunakan untuk memberikan warna kuning pada makanan padahal zat pewarna ini dilarang penggunaannya dalam makanan. Bahaya utama terhadap kesehatan akibat paparan metanil yellow dalam waktu lama dapat menyebabkan kanker pada saluran kemih dan kandung kemih. Gejala akut bila terpapar metanil yellow yaitu iritasi pada kulit, gangguan penglihatan. Jika terhirup akan menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, dalam jumlah banyak bisa menimbulkan kerusakan jaringan dan peradangan pada ginjal. Menurut penelitian Badan Pengawas Obat dan Makanan dari dari Februari 2001 sampai dengan Mei 2003, terdapat 49% jajanan yang mengandung rhodamin B, boraks 11% dan formalin 33% dari 315 sampel jajanan yang diteliti dari seluruh Indonesia. Selanjutnya pada tahun 2004 ditemukan 147 jajanan yang mengandung pewarna berbahaya dari 38 sampel jajanan yang mengandung boraks dari 521 sampel jajanan anak sekolah yang tidak memenuhi syarat. Pada tahun 2005, terdapat 344 jajanan yang tidak memenuhi syarat dan 90 diantaranya mengandung pewarna yang dilarang. Hasil penelitian di Yogyakarta juga menemukan sebanyak 10% jajanan yang tidak memenuhi syarat dari 620 sampel jajanan yang didapatkan dari 128 Sekolah Dasar. Diantara produk jajanan tersebut 4% mengandung rhodamin B dan 1% mengandung methanil yellow. Kerupuk adalah makanan yang sangat popular di Indonesia. Masyarakat Indonesia sering mengkonsumsi kerupuk sebagai cemilan dan juga sebagai lauk makan. Kerupuk memiliki rasa yang gurih. Kerupuk biasanya dibuat dengan berbahan dasar tepung, ada juga yang ditambahkan dengan daging ikan, udang, kedelai dan lain-lainnya dengan variasi bentuk tergantung pada kreativitas pembuatanya. Selain itu, biasanya kerupuk juga sering ditambahkan dengan bahan tambahan seperti pewarna agar lebih menarik dan menambah selera makanan tersebut. Untuk menghasilkan kerupuk dengan warna yang cerah dan tahan lama terkandang produsen dapat menambahkan pewarna sintetis berbahaya seperti rhodamin B dan methanil
5 yellow ke dalam produksinya. Hal ini bertujuan agar mengurangi
biaya
produksi sehingga menghasilkan keuntungan yang lebih banyak. Untuk mengetahui adanya rhodamin B dan methanil yellow dalam makanan dapat dilakukan dengan uji reaksi warna dengan menggunakan reagen NH 4OH 10%, HCl pekat, H2SO4 pekat dan NaOH 10%. Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan percobaan tentang adanya kandungan pewarna rhodamin B dan methanil yellow dalam kerupuk dengan uji reaksi warna dengan menggunakan reagen NH 4OH 10%, HCl pekat, H2SO4 pekat dan NaOH 10 %. B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat diidentifikasi penelitian masalanya, yaitu : 1. Makanan merupakan salah satu kebutuhan primer dari kehidupan manusia. 2. Bahan Tambahan Pangan adalah senyawa atau campuran senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan bukan merupakan bahan utama. 3. Bahan pewarna merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang digunakan pada produk olahan makanan dan minuman untuk memberikan warna yang menarik pada produk. 4. Bahan pewarna yang digunakan pada produk olahan makanan dapat berupa pewarna alami dan sintetis. 5. Rhodamin B merupakan bahan yang biasa dipakai oleh industri tekstil tetapi sering disalahgunakan sebagai bahan tambahan pangan yang memberikan warna merah. 6. Methanil yellow merupakan bubuk yang berwarna kuning kecoklatan yang biasa digunakan dalam produk tekstil, kayu dan cat tembok dan sering disalahgunakan untuk memberikan warna kuning pada makanan. 7. Bahaya pewarna sintetis yang dilarang dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal, hati, dan kanker. 8. Untuk mengidentifikasi adanya kandungan rhodamin B dan methanil yellow dalam makanan dapat dilakukan dengan uji reaksi warna.
6 C. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini yaitu : 1. Sampel yang digunakan dalam identifikasi rhodamin B adalah Sosis. 2. Sampel yang digunakan dalam identifikasi methanil yellow adalah Biskuit Gula. 3. Uji reaksi warna dilakukan dengan menambahkan reagen NH 4OH 10%, HCl pekat, H2SO4 pekat dan NaOH 10%. D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah disebutkan diatas dapat diketahui rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana prinsip dasar identifikasi rhodamin B dan methanil yellow ? 2. Apakah kerupuk basah mengandung bahan rhodamin B ? 3. Apakah kerupuk kering mengandung bahan methanil yellow ? 4. Sampel makanan apa saja yang mengandung bahan rhodamin B dan methanil yellow ? E. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui prinsip dasar identifikasi rhodamin B dan methanil yellow. 2. Untuk mengetahui adanya kandungan rhodamin B pada kerupuk basah. 3. Untuk mengetahui adanya kandungan methanil yellow dalam kerupuk kering. 4. Untuk mengetahui sampel makanan yang mengandung rhodamin B dan methanil yellow. F. Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui prinsip dasar dan cara identifikasi rhodamin B dan methanil yellow yang terdapat pada makanan dengan menggunakan uji reaksi warna yaitu dengan cara menambahkan reagen NH4OH 10%, HCl pekat, H 2SO4 pekat dan NaOH 10%.
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Makanan
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan dimanapun ia berada serta memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Tanpa adanya makanan dan minuman, manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Adapun pengertian makanan menurut WHO (World Health Organization) yaitu semua substansi yang diperlukan tubuh, kecuali air dan obat-obatan dan substansisubstansi yang dipergunakan untuk pengobatan (Balinawati et al, 2004). Makanan diperlukan untuk kehidupan karena makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Makanan berfungsi untuk memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan atau perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak, memperoleh energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari, mengatur metabolisme dan berbagai keseimbangan air, mineral, dan cairan tubuh yang lain, juga berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit (Notoatmodjo, 2003). Makanan sehat merupakan makanan yang higienis dan bergizi mengandung zat hidrat arang, protein, vitamin, dan mineral. Agar makanan sehat bagi konsumen diperlukan persyaratan khusus antara lain cara pengolahan yang memenuhi syarat, cara penyimpanan yang betul, dan yang sesuai dengan ketentuan. Makanan sehat selain di tentukan oleh macam makanan yang mengandung karbohidrat, protein, lemak,vitamin dan mineral juga ditentukan oleh kondisi sanitasi (Notoatmodjo, 2003). Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, diantaranya : 1. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki. 2. Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya.
8 3. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit. dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan ( food borne illness). Makanan yang kita konsumsi biasanya selain makan pokok ada juga makanan jajanan. Pada umumnya anak - anak lebih menyukai jajanan diwarung maupun kantin sekolah dari pada makanan yang telah tersedia dirumah dengan warna-warna yang menarik. Hampir sebagian besar industri makanan baik skala kecil maupun besar menggunakan zat pewarna sebagai bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberikan warna pada makanan. B. Kerupuk
Kerupuk merupakan makanan khas Indonesia dan sudah sangat dikenal oleh masyarakat. Kerupuk sangat beragam dalam bentuk, ukuran, warna, bau, rasa, kerenyahan, ketebalan ataupun nilai gizinya (Purba dan Rusmarilin, 2006). Kerupuk atau krupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan tepung tapioka dicampur bahan perasa seperti udang, ikan atau bahan perasa yang lain. Kerupuk dibuat dengan mengukus adonan sebelum dipotong tipistipis, dikeringkan di bawah sinar matahari atau alat pengering lain dan digoreng dengan minyak goreng yang banyak. Kerupuk adalah suatu jenis makanan kering yang terbuat dari bahanbahan yang mengandung pati cukup tinggi. Pengertian lain menyebutkan bahwa
kerupuk
merupakan
jenis
makanan
kecil
yang
mengalami
pengembangan volume membentuk produk yang porus dan mempunyai densitas rendah selama proses penggorengan. Demikian juga produk ekstrusi akan mengalami pengembangan pada saat pengolahannya. Pengembangan kerupuk merupakan proses ekspansi tiba-tiba dari uap air dalam struktur adonan sehingga diperoleh produk yang volumenya mengembang dan porus. Pada dasarnya kerupuk mentah diproduksi dengan gelatinisasi pati adonan pada tahap pengukusan, selanjutnya adonan dicetak dan dikeringkan. Pada
9 proses penggorengan akan terjadi penguapan air yang terikat dalam gel pati akibat peningkatan suhu dan dihasilkan tekanan uap yang mendesak gel pati sehingga terjadi pengembangan dan sekaligus terbentuk rongga-rongga udara pada kerupuk yang telah digoreng (Koswara, 2009). Berdasarkan penggunaan proteinnya, kerupuk dibagi menjadi kerupuk tidak bersumber protein dan kerupuk bersumber protein. Kerupuk sumber protein merupakan kerupuk yang mengandung protein, baik protein hewani maupun nabati. Sedangkan kerupuk bukan sumber protein, tidak ditambahkan bahan sumber protein seperti ikan, udang, kedelai dan sebagainya dalam proses pembuatannya. Dari segi gizi, apabila diamati komposisinya, kerupuk dapat merupakan sumber kalori yang berasal dari pati (dan lemak apabila telah digoreng), serta sumber protein (apabila ikan dan udang benar-benar ditambahkan). Dari hasil analisis di laboratorium ditemukan bahwa kadar protein kerupuk mentah bervariasi dari 0,97 % sampai 11,04 % berat basah (dengan kadar air yang bervariasi dari 9,91 % sampai 14 %). Sedangkan kadar patinya bervariasi dari 10,27 % sampai 26,37 % berat basah. Sesudah digoreng, komposisinya berubah karena hilangnya sebagian kadar airnya (karena menguap) dan masuknya minyak goreng ke dalam kerupuk. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa kadar air kerupuk yang telah digoreng berkurang menjadi sekitar 1,05 % sampai 5,48 %, sedangkan kadar lemak yang asalnya sekitar 1,40 % sampai 12,10 % menjadi sekitar 14,83% sampai 25,33 % berat basah (Koswara, 2009). Di pasaran dapat dijumpai bermacam-macam jenis kerupuk, sehingga kadang-kadang membingungkan konsumen untuk memilihnya. Ada yang disebut kerupuk ikan atau udang, kerupuk mie, kerupuk gendar (dibuat dari nasi), kerupuk kulit (dibuat dari kulit kerbau atau sapi), kerupuk sayuran dan sebagainya. Dilihat dari namanya saja jelas bahwa masing-masing mempunyai kekhususan. Berdasarkan bahan-bahan pemberi rasa yang digunakan dalam pengolahannya, dikenal kerupuk udang, kerupuk ikan, kerupuk terasi dan beberapa jenis lainnya. Berdasarkan cara pengolahan, rupa dan bentuk
10 kerupuk dikenal beberapa kerupuk seperti kerupuk mie, kerupuk kemplang, kerupuk atom, kerupuk merah dan lain sebagainya (Koswara, 2009). C. Bahan Tambahan Pangan
Pengertian Bahan Tambahan Pangan (BTP) Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012 adalah bahan yang tidak di maksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan atau tidak diperlakukan sebagai bahan baku pangan, dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan kedalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan Pangan disebutkan syarat bahan tambahan pangan yang digunakan tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan/atau tidak diperlakukan sebagai bahan baku pangan, dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan/atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung. Dan tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi. Tujuan
penggunaan
bahan
tambahan
pangan
adalah
dapat
meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut: 1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras.
11 2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah untuk penanganannya yang masih terus terbawa kedalam makanan yang terus dikonsumsi. Contoh bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida), antibiotika, dan hidrokarbon aromatik polisiklis (Cahyadi, 2009). Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila: 1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan. 2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau tidak memenuhi persyaratan. 3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk pangan. 4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan. (Cahyadi, 2009). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan yang diizinkan antara lain : 1. Antibuih ( Antifoaming agent) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau mengurangi pembentukan buih. Contohnya Kalsium alginat (Calcium alginate). 2. Antikempal ( Anticaking Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah mengempalnya produk pangan. Contohnya Kalsium karbonat (Calcium carbonate). 3. Antioksidan ( Antioxidant) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat kerusakan pangan akibat oksidasi. Contohnya Asam askorbat ( Ascorbic acid).
12 4. Bahan Pengkarbonasi (Carbonating Agent) adalah bahan tambahan pangan untuk membentuk karbonasi di dalam pangan. Contohnya Karbon dioksida (Carbon dioxide). 5. Garam Pengelmusi ( Emulsifying Salt ) adalah bahan tambahan pangan untuk mendispersikan protein dalam keju sehingga mencegah pemisahan lemak. Contohnya Dikalium fosfat ( Dipotassium orthophosphate). 6. Gas Untuk Kemasan ( Packaging Gas) adalah bahan tambahan pangan berupa gas, yang dimasukkan kedalam kemasan pangan sebelum, saat maupun setelah kemasan diisi dengan pangan untuk mempertahankan mutu pangan dan melindungi pangan dari kerusakan. Contohnya Nitrogen ( Nitrogen). 7. Humektan
( Humectant )
adalah
bahan
tambahan
pangan
untuk
mempertahankan kelembaban pangan. Contohnya Natrium Laktat ( Sodium lactate). 8. Pelapis (Glazing Agent ) adalah bahan tambahan pangan untuk melapisi permukaan
pangan
sehingga
memberikan
efek
perlindungan
dan
penampakan mengkilap. Contohnya Lilin kandelila (Candelilla wax). 9. Pemanis (Sweetener ) adalah bahan tambahan pangan berupa pemanis alami dan pemanis buatan yang memberikan rasa manis pada produk pangan. Contohnya Sorbitol (Sorbitol ). 10. Pembawa (Carrier ) adalah bahan tambahan pangan yang digunakan untuk memfasilitasi penanganan, aplikasi atau penggunaan bahan tambahan pangan lain atau zat gizi di dalam pangan dengan cara melarutkan, mengencerkan, mendispersikan atau memodifikasi secara fisik bahan tambahan pangan lain atau zat gizi tanpa mengubah fungsinya dan tidak mempunyai efek teknologi pada pangan. Contohnya Propilen Glikol ( Propylene glycol ). 11. Pembentukan Gel (Gelling Agent ) adalah bahan tambahan untuk membentuk gel. Contohnya Asam alginat ( Alginic acid ). 12. Pembuih ( Foaming Agent ) adalah bahan tambahan pangan untuk membentuk atau memelihara homogenitas dispersi fase gas dalam pangan berbentuk cair atau padat. Contohnya Gom xanthan ( Xanthan gum).
13 13. Pengatur keasaman ( Acidity Regulator ) adalah bahan tambahan pangan untuk mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman pangan. Contohnya Asam asetat ( Acetic acid ). 14. Pengawet ( Preservative) adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan perusakan lainnya
terhadap
pangan
yang
disebabkan
oleh
mikroorganisme.
Contohnya Asam benzoat ( Benzoic acid ). 15. Pengembang ( Raising Agent ) adalah bahan tambahan pangan berupa senyawa tunggal atau canpuran untuk melepaskan gas sehingga meningkatkan
volume
adonan.
Contohnya
Amonium
karbonat
( Ammonium carbonate). 16. Pengemulsi (emulsifier ) adalah bahan tambahan pangan untuk membantu terbentuknya campuran yang homogen dari dua atau lebih fase yang tidak tercampur seperti minyak dan air. Contohnya Lesitin ( Lecithins). 17. Pengental (Thickener ) adalah bahan tambahan pangan untuk meningkatkan viskositas pangan. Contohnya Natrium laktat (Sodium lactate). 18. Pengeras ( Firming agent ) adalah bahan tambahan pangan untuk memperkeras atau mempertahankan jaringan buah dan sayur. Contohnya Trikalsium sitrat (Tricalcium citrate). 19. Penguat Rasa ( Flavour enhancer ) adalah bahan tambahan pangan untuk memperkuat atau memodifikasi rasa dan aroma yang telah ada dalam bahan pangan tanpa memberikan rasa atau aroma baru. Contohnya Asam L-glutamat dan garamnya ( L-Glutamic acid and its salts). 20. Peningkat volume ( Bulking Agent ) adalah bahan tambahan pangan untuk meningkatkan volume pangan. Contohnya Gom arab ( Arabic gum). 21. Penstabilan
(Stabilizer )
adalah
bahan
tambahan
pangan
untuk
menstabilkan sistem dispersi yang homogen pada pangan. Contohnya Lesitin ( Lecithins). 22. Peretensi warna (Colour Retention Agent ) adalah bahan tambahan pangan yang dapat mempertahankan, menstabilkan, atau memperkuat intensitas warna pangan tanpa menibulkan warna baru. Contohnya Magnesium karbonat ( Magnesium carbonate).
14 23. Perisa ( Flavouring ) adalah bahan tambahan pangan berupa preparat konsentrat yang digunakan untuk memberi flavour dengan pengecualian rasa asin, manis, dan asam. 24. Perlakuan Tepung ( Flour Treatment Agent ) adalah bahan tambahan pangan yang ditambahkan pada tepung untuk memperbaiki warna, mutu adonan, termasuk bahan pengembang adonan, pemucat dan pematang tepung. Contohnya Amonium klorida (Calcium chloride). 25. Pewarna (Colour ) adalah bahan tambahan pangan berupa pewarna alami dan pewarna sintetis, yang ketika ditambahkan pada pangan mampu memberi atau memperbaiki warna. Contohnya Kurkumin CI
Nomor
75300 (Curcumin) dan Karmoisin. 26. Propelan ( Propellant ) adalah bahan tambahan pangan berupa gas untuk mendorong pangan keluar dari kemasan. Contohnya Nitrogen dan Propana. 27. Sekuestan (Sequestrant ) adalah bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion logam polivalen untuk membentuk kompleks sehingga meningkatkan stabilitas dan kualitas pangan. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 033 Tahun 2012 juga disebutkan BTP yang dilarang digunakan dalam makanan terdiri atas beberapa golongan sebagai berikut : 1. Asam Borat ( Boric Acid ) dan senyawanya 2. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt ) 3. Dietilpirokarbonat ( Diethylpirocarbonate DEPC) 4. Dulsin ( Dulcin) 5. Formalin ( Formaldehid ) 6. Kalium bromat ( Potassium Bromate) 7. Kalsium Klorat ( Potassium Chlorat ) 8. Kloramfenikol (Choramphenicol ) 9. Minyak Nabati yang dibrominasi ( Brominated vegetable oils) 10. Nitrofurazon ( Nitrofurazone) 11. Dulkamara ( Dulcamara) 12. Kokain (Cocaine)
15 13. Nitrobenzen (Nitrobenzene) 14. Sinamil Antranilat (Cinnamyl Anthranilate) 15. Dihidrosafrol (Dihydrosafrole) 16. Biji Tonka (Tonka Bean) 17. Minyak Kalamus (Calamus Oil) 18. Minyak Tansi (Tansy Oil) 19. Minyak Sasafras (Sasafras Oil) D. Pewarna
Warna adalah salah satu kriteria untuk mengidentifikasi suatu objek. Pada analisis spektrokimia, spektrum radiasi elektromagnetik digunakan untuk menganalisis spesies kimia dan menelaah interaksinya dengan radiasi elektromagnetik (Khopkar, 1990). Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas suatu benda termasuk juga makanan, antara lain warna dapat memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makan tersebut, sehingga warna dari suatu produk makanan ataupun minuman merupakan salah satu ciri yang sangan penting. Bahan pewarna makanan kadang-kadang ditambahkan dalam makan untuk membantu mengenali identitas atau karakteristik dari suatu makan, mempertegas warna alami dari makan; untuk mengkoreksi variasi alami dalam warna, menjaga keseragaman warna, dimana variasi tersebut biasa terjadi pada intensitas warna dan memperbaiki penampilan makanan yang mengalami perubahan warna alaminya selama proses pengolahan maupun penyimpanan. Zat warna adalah senyawa organik berwarna yang digunakan untuk member warna suatu objek. Terdapat banyak sekali senyawa organik berwarna saaat ini, namun hanya beberapa saja yang sesuai untuk zat warna. Molekul zat warna gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya, fenol dan turunannya serta senyawasenyawa hidrokarbon yang mengandung
16 nitrogen. Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan molekul menjadi berwarna (Hardjono, 1991). Menurut Winarno (1997), yang dimaksud dengan zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan menarik. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan yang dimaksud dengan pewarna adalah bahan tambahan pangan berupa pewarna alami dan pewarna sintetis, yang ketika ditambahkan atau diaplikasikan pada pangan, mampu memberi atau memperbaiki warna. Tujuan dari penambahan zat pewarna makanan menurut Winarno (2002), yaitu: 1. Memberikan kesan menarik bagi konsumen. 2. Menyeragamkan dan menstabilkan warna makanan. 3. Menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan. Secara garis besar, berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis (Cahyadi, 2009). 1. Pewarna Alami Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan hewan yang dapat digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karotenoid, riboflavin, dan kobalamin), merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya (Cahyadi, 2009). Bahan pewarna alami memiliki beberapa sifat-sifat khusus yang setiap bahannya memiliki sifat yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh bahan dasar pewarna alami tersebut misalnya dari daun atau dari umbi dan lain sebagainya. Tabel 1 Sifat- sifat Bahan Pewarna Alami Kelompok
Karamel
Warna
Cokelat
Sumber Gula dipanaskab
Kelarutan
Air
Stabilitas
Stabil
17
Anthosianin
Jingga Merah Biru
Tanaman
Air
Flavonoid
Tampak kuning
tanaman
Air
Leucoantho sianin
Tidak berwarna
Tanaman
Air
Tannin
Tidak berwarna
Tanaman
Air
Batalain
Kuning, merah
Tanaman
Air
Quinon
Kuninghitam
Tanaman bakteria lumut
Air
Xhanton
Kuning
Tanaman
Air
Karotenoid
Tampak kuningmerah
Tanaman/ hewan
Lipida
Klorofil
Hijau, Cokelat
Tanaman
Lipida dan air
Heme
Merha, cokelat
Hewan
Air
Peka terhadap panas dan pH Stabil terhadap panas Stabil terhadap panas Stabil terhdap panas Sensitif terhadap panas Stabil terhadap panas Stabil terhadap panas Stabil terhadap panas Sensitif terhadap panas Sensitif terhadap panas
Sumber : Cahyadi, 2009 2. Pewarna Sintetis Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, zat warna hasil rekayasa teknologipun kian berkembang. Oleh karena itu berbagai zat warna sintetik diciptakan untuk berbagai jenis keperluan misalnya untuk tekstil, kulit, peralatan rumah tangga dan sebagainya (Djalil et al, 2005). Di negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui berbagai prosedur pengujian sebelum digunakan sebagai pewarna makanan. Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik
18 sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa dulu yang kadang-kadang berbahaya dan seringkali tertinggal dalam hal akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya (Cahyadi, 2009). Menurut Cahyadi (2009) berdasarkan kelarutannya pewarna buatan dibagi menjadi dua, yaitu : a. Dye Dye adalah zat pewarna yang umum bersifat larut dalam air, sehingga larutannya menjadi berwarna dan dapat digunakan untuk mewarnai bahan. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah propelin glikol, gliserin, atau alkohol, sedangkan dalam semua jenis pelarut organik, dye tidak dapat larut. Dye terdapat dalam bentuk bubuk, granula, cairan, campuran warna, pasta, dan dispersi (Cahyadi, 2009). b. Lake Zat
pewarna
ini
dibuat
melalui
proses
pengendapan
dan
absorpsi dye pada radikal (Al atau Ca) yang dilapisi dengan alumunium hidrat (alumina). Lapisan alumina ini tidak larut dalam air, sehingga lake ini tidak larut pada hampir semua pelarut. Lake sering kali digunakan untuk produk-produk yang mengandung lemak dan minyak serta produk yang padat airnya rendah, misalnya campuran adonan kue dan donat, permen, permen karet, dan lain-lain. Dibandingkan dengan dye, maka lake pada umumnya bersifat lebih stabil terhadap cahaya, kimia, dan panas sehingga harga lake umumnya lebih mahal daripada harga dye (Cahyadi, 2009). Tabel 2 Bahan pewarna sintetis yang diizinkan di Indonesia Pewarna Tartrazinee Qunoline Yellow Sunset Yellow FCF Carmoisine Ponceau 4R Erythrosine Allura Red Indigotine Brilliant Blue FCF
Nomor Indeks Warna (C.I.No.) 19140 47005 15985 14720 16255 45430 16035 73015 42090
19 42053 Hijau FCF Brown HT 20285 Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan RI. No. 033 Tahun 2012 Sering sekali terjadi penyalahgunaan pemakaian pewarna untuk sembarang bahan pangan, misalnya zat pewarna tekstil dan kulit untuk mewarnai bahan pangan. Bahan tambahan pangan yang ditemukan adalah pewarna yang berbahaya terhadap kesehatan seperti Amaran, Auramin, Methanyl Yellow dan Rhodamin B. Jenis-jenis makanan jajanan yang ditemukan mengandung bahan-bahan berbahaya ini antara lain sirup, saus, bakpau, kue basah, pisang goreng, tahu, kerupuk, es cendol dan manisan (Yuliarti, 2007). Tabel 3. Bahan pewarna sintetis yang dilarang di Indonesia Nomor Indeks Warna (C.I.No) Auramine (Food Yellow No.14) 41000 Butter Yellow (Basic Orange No.12) 11020 Chrysoidine (Basic Violet No.14) 11270 Chrysoine (Food Yellow No.8) 14270 Citrus Red No. 2 12156 Fast Red E (Food Red No. 4) 16045 Guinea Green B (Food Red No. 5) 42085 Magenta (Acid Green No. 3) 42510 Methanil Yellow (Food Yellow No.2) 13065 Oil Oranges SS (Solvent Yellow No. 2) 12100 Oil Oranges XO (Solvent Yellow No. 7) 12140 Oil Yellow AB (Solvent Yellow No. 5) 11380 Oil Yellow AB (Solvent Yellow No. 6) 11390 Ponceau 3 R(Red G) 16155 Ponceau SX (Food Red No. 1) 14700 Ponceau 6R (Food Red No. 8) 16290 Rhodamine B (Food Red No. 1) 45170 Sudan I (Solveent Yellow No. 2) 12055 Scarlet GN (Food Red No. 2) 14815 Violet 6B 42640 Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 033 Tahun 2012 Pewarna
Kembali
kepada
kepercayaan
saat
ini
bahwa
zat-zat
alami
bagaimanapun aman dibandingkan zat-zat sintetis di laboratorium. Hal ini pastilah disebabkan oleh keadaan kasusnya. Perubahan, baik genetik dan budaya telah melengkapi manusia dengan berbagai mekanisme perlindungan dan perlakuan yang mengurangi unsur bahaya dari lingkungan alam.
20 Disetujui bahwa jumlah suatu zat aditif yang diizinkan untuk digunakan dalam bahan pangan harus merupakan kebutuhan minimum untuk mendapatkan pengaruh yang dikehendaki. Jika penggunaan bahan-bahan tersebut secara terus menerus dan melebihi dari kadar yang sudah ditentukan, maka akan terakumulasi (tertimbun) dalam tubuh yang akhirnya dapat merusak jaringan atau organ tertentu. Sebagai contoh, karena tingginya kadar bahan pewarna maka hati akan bekerja keras untuk merombaknya agar dapat dikeluarkan dari hati (Irianto dan Waluyo, 2007). Pemakaian
bahan
pewarna
sintetis
dalam
pangan
walaupun
mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan warna pangan dan mengembalikan warna pangan dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama pengolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan mungkin memberi dampak negatif terhadap kesehatan manusia (Cahyadi, 2009). Beberapa hal yang mungkin memberi dampak negatif tersebut terjadi apabila : 1. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil namun berulangulang. 2. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jangka waktu lama. 3. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda yaitu tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu makanan seharihari, dan keadaan fisik. 4. Berbagai masyarakat menggunakan bahan pewarna sintetis secara berlebihan. 5. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia yang tidak memenuhi persyaratan. Pewarna makanan harus memiliki syarat aman dikonsumsi, artinya kandungan bahan pada pewarna tersebut tidak mengakibatkan gangguan pencernaan maupun kesehatan saat dikonsumsi dalam jumlah sedikit ataupun banyak serta tidak menunjukkan bahaya apabila dikonsumsi secara terus-
21 menerus. Oleh sebab itu kadang suatu bahan pewarna sintetis diperbolehkan dipakai, tetapi dikemudian hari tidak diperkenankan (Femelia, 2009). E. Rhodamin B
Rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah (Trestiati, 2003). D & C Red 19 termasuk golongan pewarna xanthene basa (Marmion, 1984). Rhodamin B dibuat dari meta-dietilaminofenol dan ftalik anhidrid. Kedua bahan baku ini bukanlah bahan yang boleh dimakan (Nainggolan dan Sihombing, 1984). Pemerian rhodamin B yaitu hablur hijau atau serbuk ungu kemerahan dan berfluoresensi. Rhodamin B sangat mudah larut dalam air dan dalam alkohol; sukar larut dalam asam encer dan dalam larutan alkali. Rhodamin B digunakan sebagai pewarna untuk sutra, katun, wol, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan pernis, sabun, pewarna kayu, bulu, kulit dan pewarna untuk keramik China (Budavari, 1996). Rhodamin B dapat digunakan untuk pewarna kulit, kapas, wool, serat kulit kayu, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan vernis, sabun, dan bulu (Merck Index, 2006). Penggunaan Rhodamin B dalam pangan tentunya berbahaya bagi kesehatan. Adanya produsen pangan yang masih menggunakan rhodamin B pada produknya mungkin dapat disebabkan oleh pengetahuan yang tidak memadai mengenai bahaya penggunaan bahan kimia tersebut pada kesehatan dan juga karena tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah. Selain itu, rhodamin B sering digunakan sebagai pewarna makanan karena harganya relatif lebih murah daripada pewarna sintetis untuk pangan, warna yang dihasilkan lebih menarik dan tingkat stabilitas warnanya lebih baik daripada pewarna alami. Rhodamin B sering disalahgunakan pada pembuatan kerupuk, terasi, cabe merah giling, agaragar, aromanis/kembang gula, manisan, sosis, sirup, minuman, dan lainlain. Ciri-ciri pangan yang mengandung rhodamin B antara lain : 1. Warnanya cerah mengkilap dan lebih mencolok.
22 2. Terkadang warna terlihat tidak homogen (rata) 3. Ada gumpalan warna pada produk 4. Bila dikonsumsi rasanya sedikit lebih pahit. Biasanya produk pangan yang mengandung Rhodamin B tidak mencantumkan kode, label, merek, atau identitas lengkap lainnya. Menurut World Health Organitation, Rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia karena sifat kimia dan kandungan logam beratnya. Rhodamin B mengandung senyawa klorin (Cl). Senyawa klorin merupakan senyawa halogen yang berbahaya dan reaktif. Jika tertelan, maka senyawa ini akan berusaha mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara mengikat senyawa lain dalam tubuh, hal inilah yang bersifat racun bagi tubuh. Selain itu, Rhodamin B juga memiliki senyawa pengalkilasi (CH3-CH3) yang bersifat radikal sehingga dapat berikatan dengan protein, lemak, dan DNA dalam tubuh. Penggunaan Rhodamin B pada makanan dalam jangka waktu yang lama akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker. Namun demikian, bila terpapar rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan rhodamin B. Bila rhodamin B tersebut masuk melatui makanan maka akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan yang ditandai dengan urin yang berwarna merah ataupun merah muda. Jangankan lewat makanan, menghirup rhodamin B dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, yakni terjadinya iritasi pada saluran pernafasan. Demikian pula apabila zat kimia ini mengenai kulit maka kulit pun akan mengalami iritasi. Mata yang terkena Rhodamin B juga akan mengalami iritasi yg ditandai dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau edema pada mata. Hasil suatu penelitian menyebutkan bahwa pada uji terhadap mencit, rhodamine B menyebabkan terjadinya perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan di sekitarnya mengalamidisintegrasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan adanya piknotik(sel yang melakukan pinositosis) dan hiperkromatik dari nukleus, degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma (Cahyadi, 2006)
23 F. Methanil yellow
Methanyl Yellow adalah zat warna sintetis berbentuk serbuk berwarna kuning kecoklatan, larut dalam air, agak larut dalam benzene, eter, dan sedikit larut dalam aseton. Methanyl yellow umumnya digunakan sebagai pewarna tekstil dan cat serta sebagai indicator reaksi netralisasi asam-basa. Methanyl yellow adalah senyawa kimi azo aromatic amin. Pewarna methanyl yellow sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, mengenai mata, dan tertelan. Dampak yang terjadi dapat berupa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, dan bahaya kanker pada kandungan dan saluran kemih. Apabila tertelan dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan darah rendah. Bahaya lebih lanjutnya yakni menyebabkan kanker dan kandungan pada saluran kemih. Pewarna ini merupakan tumor promoting agent. Methanyl yellow memiliki LD50 sebesar 5000mg/kg pada tikus dengan pemberian secara oral (Gupta, 2003). G. Identifikasi Pewarna
Analisis kualitatif zat pewarna dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti cara reaksi kimia, cara kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis (KLT) dan spektrofotometer sinar tampak. 1. Reaksi Kimia Cara reaksi kimia dilakukan dengan cara menambahkan pereaksi-pereaksi berikut : HCl pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10%, dan NH4OH 10%. Lalu diamati perubahan warna yang terjadi pada masing-masing sampel yang sudah dilakukan pemisahan dari bahan-bahan pengganggu (Cahyadi, 2008). 2. Kromatografi Kertas Sejumlah cuplikan ditambahkan dengan asam asetat encer kemudian dimasukkan benang wool bebas lemak dipanaskan di atas penangas air sambil diaduk-aduk. Benang wool dicuci dengan air hingga bersih. Pewarna dilarutkan dari benang wool dengan penambahan amoniak 10% diatas penangas air hingga sempurna. Totolkan pada kertas kromatografi, juga totolkan baku pembanding. Elusi dengan eluen I (etilmetalketon :
24 aseton : air = 70 : 30 : 30) den eluen II (2 g NaCl dalam 100 ml etanol 50%) (Cahyadi, 2008). 3. Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatogafi Lapis Tipis (KLT) adalah metode kromatografi cair yang paling sederhana. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku.
Untuk
meyakinkan
identifikasi
dapat
dilakukan
dengna
menggunakan lebih dari 1 fase gerak dan jenis semprot. Teknik spiking dengan menggunakan senyawa baku yang telah diketahui sangat dianjurkan untuk lebih memantapkan pengambilan keputusan identifikasi senyawa. Kedua digunakan untuk analisis kuantitatif dengan KLT. Pertama bercak diukur langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas atau densitometri. Cara kedua adalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak tersebut dengan metode analisis lain, misalkan dengan metode spektrofotometri (Rohman, 2007).
25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Percobaan
Waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ini dilakukan pada tanggal 26 Oktober 2017, dilaksanakan di Laboratorium Biologi dan Laboratorium Kimia Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Palangka Raya. B. Metode Percobaan
Penelitian ini merupakan eksperimen atau percobaan (experiment research)
dengan
pendekatan
serangkaian percobaan. C. Instrumen Pecobaan
1. Alat a. Beaker glass 100 mL b. Batang pengaduk c. Botol semprot d. Gelas ukur 100 mL e. Pipet ukur 10 mL f.
Kertas saring
g. Pipet tetes h. Corong kaca i.
Tabung reaksi
j.
Rak tabung reaksi
k. Mortir & Stamper l.
Blender
m. Timbangan Analitik n. Ball Pipet 2. Bahan a. HCl pekat b. NaOH 10% c. NH 4OH 10% d. H2SO4 pekat e. Methanil yellow
laboratorium
yang
dilakukan
melalui
26 f.
Rhodamin B
g. Sosis (sampel) h. Biskuit Gula (sampel)
3. Cara Kerja a. Identifikasi Rhodamin B dengan Reaksi Warna
Timbang sebanyak 20 gram sampel
Larutkan dengan 10 mL aquadest dan homogenkan kemudian saring tampungan
Ambil filtrat masing-masing sebanyak 5 mL, Masukan ke dalam 4 tabung reaksi
Lakukan uji reaksi dengan menambahkan pereaksi HCl pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10% dan NH4OH 10% sebanyak 3 tetes
Amati reaksi yang terjadi
Jika terbentuk warna merah muda maka sampel menunjukan hasil yang positif mengandung Rhodamin B
27 b. Identifikasi Methanil Yellow dengan Reaksi warna
Timbang sebanyak 20 gram sampel
Larutkan dengan aquadest dan homogenkan kemudian saring tampungan
Ambil filtrat masing-masing sebanyak 5 mL, Masukan ke dalam tabung reaksi
Lakukan uji reaksi dengan menambahkan pereaksi HCl pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10% dan NH4OH 10% sebanyak 3 tetes
Amati reaksi yang terjadi
Jika terbentuk warna merah ungu maka sampel menunjukan hasil yang positif pada reaksi HCl pekat, H2SO4 pekat. Hasil Positif pada pereaksi , NaOH 10% dan NH4OH 10% jika terbentuk warna jingga
28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
1. Hasil pengamatan Baku a. Kontrol Positif Rhodamin B Perlakuan Timbang rhodamin B 0,1 g
Hasil
Merah Pekat
Larutkan dengan 100 mL aquadest Masukan masing-masing 5 mL ke dalam 4 tabung reaksi Lakukan uji reaksi dengan menambahkan 3 tetes 1. HCl pekat 2. H2SO4 pekat 3.NaOH 10% 4.NH4OH 10%
Amati perubahan yang terjadi b. Methanil Yellow
Larutan merah
Larutan merah 1. Larutan Merah Muda 2. Larutan Merah Muda 3. Larutan Merah Muda 4. Larutan Merah Muda
(+) Positif Rhodamin B
Perlakuan Timbang methanil yellow 0,1 g
Hasil Kuning
Larutkan dengan 100 mL aquadest
Larutan Kuning
Masukan masing-masing 5 mL ke dalam 4 tabung reaksi
Larutan Kuning
Lakukan uji reaksi dengan menambahkan 3 tetes 1. HCl pekat 2. H2SO4 pekat 3.NaOH 10% 4.NH4OH 10%
Amati perubahan yang terjadi
1. Larutan Merah Ungu 2. Larutan Merah Ungu 3. Larutan Jingga 4. Larutan Jingga
(+) Positif Rhodamin B
29 2. Identifikasi Sampel a. Identifikasi rhodamin B pada kerupuk basah No
Perlakuan Timbang sampel 20 g
20,0507 g
20,0507 g
Larutkan dengan 100 mL aquadest
Merah Muda
Merah Muda
Saring dan tampung
Merah Muda
Merah Muda
Masukan masing-masing 5 mL ke dalam 4 tabung reaksi
Merah Muda
Merah Muda
1. Larutan
1. Larutan
Keruh Endapan
Keruh Endapan
Merah Muda
Merah Muda
2. Larutan
2. Larutan
Keruh Endapan
Keruh Endapan
Merah Muda
Merah Muda
3. Larutan
3. Larutan
Keruh Endapan
Keruh Endapan
Merah Muda
Merah Muda
4. Larutan
4. Larutan
Keruh Endapan
Keruh Endapan
Merah Muda
Merah Muda
(-) negatif
(-) negatif
Rhodamin B
Rhodamin B
Lakukan uji reaksi dengan menambahkan 3 tetes 1. HCl pekat 1
2. H2SO4 pekat
3. NaOH 10%
4. NH4OH 10%
Amati perubahan yang terjadi
Hasil
30 b. Identifikasi methanil yellow pada kerupuk kering No
Perlakuan Timbang sampel 20 g
Larutkan dengan 100 mL aquadest
Hasil
20,0932 g
20,0932 g
Larutan Kuning
Larutan Kuning
Larutan Kuning
Larutan Kuning
Larutan Kuning
Larutan Kuning
1. Larutan Bening 2. Larutan Bening 3. Larutan Bening 4. Larutan Bening
1. Larutan Bening 2. Larutan Bening 3. Larutan Bening 4. Larutan Bening
(-) Negatif Methanil Yellow
(-) Negatif Methanil Yellow
Saring dan tampung
1
Masukan masing-masing 5 mL ke dalam 4 tabung reaksi
Lakukan uji reaksi dengan menambahkan 3 tetes 5.HCl pekat 6.H2SO4 pekat 7.NaOH 10% 8.NH4OH 10%
Amati perubahan yang terjadi
31 3. Data Kelas Rhodamin B Kel
Nama Sampel
NH4OH 10%
1
Pudding
2
Krupuk Lilit Merah
3
Sosis
4
Kue Lapis
5
Saos
6
Getuk
7
Mie Yamin
8
Kue Apam
9
Bon Cabe
10
Kue Ongol-Ongol
11
Bolu Gulung
12
Jelly Merah
(-)putih kemerah mudaan (+) merah muda (-) keruh merah muda (-) merah muda (-) merah (-) merah muda pucat (-) jingga (-) merah muda (-) merah (-) merah muda pucat (-) bening kemerah mudaan (-) kuning bening
Hasil Pengamatan NaOH H2SO4 P 10% (-)putih kemerah mudaan (+) merah muda (-) keruh merah muda (-) merah muda (-) merah (-) merah muda pucat (-) jingga (-) merah muda (-) merah (-) merah muda pucat (-) bening kemerah mudaan (-) kuning bening
(-)putih kemerah mudaan (+) merah muda (-) keruh merah muda (-) merah muda (-) merah (-) merah muda pucat (-) jingga (-) merah muda (-) merah (-) merah muda pucat (-) bening kemerah mudaan (-) kuning bening
HCl P (-)putih kemerah mudaan (+) merah muda (-) keruh merah muda (-) merah muda (-) merah (-) merah muda pucat (-) jingga (-) merah muda (-) merah (-) merah muda pucat (-) bening kemerah mudaan (-) kuning bening
4. Data Kelas Methanil yellow Kel
1
Nama Sampel
Bolu Kuning
3 4
Kerupuk Lilit Kuning Biskuit Gula Rainbow Cake
5
Bingka Kentang
2
6
Bingka Ambon
7 8 9
Nasi Kuning Siomay Roti Manis Risol Singkong Kukus Kripik Singkong Jelly Kuning
10 11 12
NH4OH 10%
Hasil Pengamatan NaOH 10% H2SO4 P
HCl P
(-) putih kekuningan
(-) putih kekuningan
(-) putih kekuningan
(-) putih kekuningan
(-) kuning pucat
(-) kuning pucat
(-) kuning pucat
(-) kuning pucat
(-) bening
(-) bening
(-) bening
(-) bening
(-) kuning
(-) kuning
(-) kuning
(-) kuning keruh
(-) kuning keruh
(-) kuning keruh
(-)larutan keruh ada endapan putih (-) kuning
(-)larutan keruh ada endapan putih (-) kuning
(-)larutan keruh ada endapan putih (-) kuning
(-) kuning (-) kuning keruh (-)larutan keruh ada endapan putih (-) kuning
(-) kuning
(-) kuning
(-) kuning
(-) kuning
(-) kuning
(-) kuning
(-) kuning
(-) kuning
(-) kuning pucat
(-) kuning pucat
(-) kuning pucat
(-) kuning pucat
(-) kuning
(-) kuning
(-) kuning
(-) kuning
(-) kuning
(-) kuning
(-) kuning
(-) kuning
32 bening
bening
bening
bening
33 B. Pembahasan
KHAIRIANNUR (15.71.016745) Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia. Makanan memiliki fungsi yang sangat penting bagi manusia diantaranya berfungsi untuk memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan atau perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak, memperoleh energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari, mengatur metabolisme dan berbagai keseimbangan air, mineral, dan cairan tubuh yang lain, juga berperan di dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit. Salah satu ciri makanan yang baik adalah makanan yang sehat. Makanan yang sehat merupakan makanan yang tidak mengandung bahan yang dapat merugikan makhluk hidup yang mengkonsumsinya. Makanan sehat merupakan makanan yang higienis dan bergizi mengandung zat hidrat arang, protein, vitamin, dan mineral. Agar makanan sehat bagi konsumen diperlukan persyaratan khusus antara lain cara pengolahan yang memenuhi syarat, cara penyimpanan yang benar, dan pengangkutan yang sesuai dengan ketentuan. Dalam pengelolaan makanan selalu diusahakan untuk menghasilkan produk makanan yang disukai dan berkualitas baik. Makanan yang tersaji harus tersedia dalam bentuk dan aroma yang lebih menarik, rasa enak, warna dan konsistensinya baik serta awet, untuk mendapatkan makanan seperti yang diinginkan maka sering pada proses pembuatanya dilakukan penambahan Bahan Tambahan Pangan (BTP). Bahan Tambahan Pangan adalah senyawa (atau campuran berbagai senyawa) yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan minuman dalam proses pengolahan, pengemasan dan penyimpanan dan bukan merupakan bahan ( Ingredient ) utama. Bahan Tambahan Pangan tersebut dapat berupa pengawet, pewarna, pemanis, penyedap, antioksidan, antikempal, dan pengemulsi. Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk member warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan menarik. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033
34 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan yang dimaksud dengan pewarna adalah bahan tambahan pangan berupa pewarna alami dan pewarna sintetis, yang ketika ditambahkan atau diaplikasikan pada pangan, mampu memberi atau memperbaiki warna. Pewarna terbagi menjadi dua jenis yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis. Pewarna alami adalah bahan pewarna yang dapat diperoleh di alam. Misalnya warna hijau dari daun suji, warna kuning dari kunyit dan lain sebagainya. Pewarna sintetis adalah pewarna yang dibuat oleh manusia dari campuran bahan-bahan kimia. Karakteristik dari zat pewarna sintetis adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen dan memiliki variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan zat pewarna alami. Zat warna sintetis mempunyai banyak kelebihan bila dibandingkan dengan zat warna alami antara lain keanekaragaman warna, kestabilan warna, lebih mudah disimpan dan lebih tahan lama Bahan pewarna sintetik menjadi pilihan utama bagi sektor industri karena memiliki banyak kelebihan antara lain harganya relatif murah, mempunyai kekuatan mewarnai lebih kuat, warnanya beragam, stabil, mudah disimpan, praktis dan tahan lama (Winarno et al , 2004). Meskipun begitu, penggunaan
bahan pewarna alam lebih aman daripada pewarna
sintetik. Pewarna sintetis ada yang boleh ditambahkan ke dalam makanan dan ada juga yang tidak boleh. Alasan tidak diperbolehkannya beberapa pewarna sintesis ditambahkan ke dalam makanan adalah dilihat dari keamanan dalam mengkonsumsi zat pewarna tersebut. Ponceau 4R, Carmoisin, Briliant Blue, Tartrazin, atau Allura Red merupakan pewarna sintetis yang masih diperbolehkan penggunaannya dan ada pula zat warna sintesis yang tidak boleh ditambahkan ke dalam makanan karena dapat membahayakan tubuh manusia adalah rhodamin B dan methanil yellow. Rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah. Rhodamin B dapat digunakan untuk pewarna kulit, kapas, wool, serat kulit kayu, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan vernis, sabun, dan bulu.
35 Penggunaan rhodamin B pada makanan dan minuman dalam waktu lama kronis) akan mengakibatkan kanker dan gangguan fungsi hati. Namun demikian, bila terpapar rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan rhodamin B. Bila rhodamin B tersebut masuk melalui makanan akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan urine yang berwarna merah maupun merah muda. Selain melalui makanan dan minuman, rhodamin B juga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, jika terhirup akan terjadi iritasi pada saluran pernafasan. Mata yang terkena rhodamin B juga akan mengalami iritasi yang ditandai dengan mata kemerahan dan timbunan cairan atau udem pada mata.Jika terpapar pada bibir dapat menyebabkan bibir akan pecah-pecah, kering, gatal, bahkan kulit bibir terkelupas (Yulianti, 2007). Methanyl Yellow adalah zat warna sintetis berbentuk serbuk berwarna kuning kecoklatan, larut dalam air, agak larut dalam benzene, eter, dan sedikit larut dalam aseton. Methanyl yellow umumnya digunakan sebagai pewarna tekstil dan cat serta sebagai indicator reaksi netralisasi asam-basa. Methanyl yellow adalah senyawa kimi azo aromatic amin. Methanil yellow sering disalahgunakan untuk memberikan warna kuning pada makanan. Percobaan kali ini bertujuan untuk mengetahui adanya kandungan rhodamin B dan methanil yellow yang terdapat pada makanan dengan metode reaksi warna. Reaksi warna yaitu adanya perubahan warna pada sampel karena adanya penambahan suatu reagen. Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah kerupuk basah untuk identifikasi rhodamin B dan kerupuk kering untuk identifikasi methanil yellow. Sebelum melakukan identifikasi terhadap sampel, dilakukan terlebih dahulu larutan baku atau kontrol positif dari rhodamin B . Baku rhodamin B dibuat dengan melarutkan sejumlah rhodamin B dengan aquadest sehingga membentuk warna merah muda kemudian ditambahkan dengan reagen HCl pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10% dan NH 4OH 10% sebanyak 3 tetes kemudian amati yang terjadi. Warna larutan tersebut berubah menjadi merah muda. Sehingga kontrol positif tersebut dapat dijadikan pembanding dari sampel Sosis. Untuk methanil yellow dilakukan dengan melarutkan sejumlah methanil
36 yellow dengan aquadest sehingga membentuk warna Kuning. Kemudian ditambahkan dengan reagen HCl pekat, H 2SO4 pekat sebanyak 3 tetes warna larutan tersebut berubah menjadi Merah Ungu dan pada saat larutan ditambah dengan NaOH 10% dan NH 4OH 10% sebanyak 3 tetes akan membentuk warna larutan berwarna jingga. Sehingga kontrol positif tersebut dapat dijadikan pembanding dari sampel Biskuit Gula. Selanjutnya dilakukan identifikasi Rhodamin B pada sampel yang dilakukan sebanyak 2 kali atau Duplo. Sampel Sosis adalah sampel yang digunakan dalam identifikasi rhodamin B. Pada sampel Sosis bagian yang digunakan seluruh dari sosis tersebut karena semua bagian sosis memiliki warna merah. Pertama yang harus dilakukan adalah menghancurkan dengan menggunakan blender. penghancuran ini bertujuan agar sampel Sosis dapat larut dengan aquadest kemudian ditimbang sebanyak
20,0507 g dan
dilarutkan dengan 100 mL aquadest membentuk warna merah muda. Setelah itu disaring dan diambil filtratnya masing-masing sebanyak 5 mL dan masukkan ke dalam 4 tabung reaksi. Pada tabung 1 larutan sampel ditambahkan dengan reagen HCl pekat sebanyak 3 tetes dan warna berubah menjadi keruh dan terdapat endapan merah muda. Pada tabung 2 ditambahkan dengan H2SO4 pekat sebanyak 3 tetes dan warna berubah menjadi keruh dan terdapat endapan merah muda. Pada tabung 3 ditambahkan dengan NaOH 10% sebanyak 3 tetes dan warna berubah menjadi keruh dan terdapat endapan merah muda. Pada tabung 4 ditambahkan dengan NH 4OH 10% sebanyak 3 tetes dan warna berubah menjadi keruh dan terdapat endapan merah muda. Percobaan ini dilakukan Duplo dan mendapatkan hasil yang sama. warna berubah menjadi keruh dan terdapat endapan merah muda dengan larutan baku atau kontrol positif menunjukan bahwa sampel Sosis tidak mengandung rhodamin B. Percobaan ini dilakukan Duplo dan mendapatkan hasil yang sama. Selanjutnya dilakukan identifikasi methanil yellow pada sampel yang dilakukan sebanyak 2 kali. Sampel Biskuit Gula adalah sampel yang digunakan dalam identifikasi methanil yellow kemudian ditimbang sebanyak 20,0932 g dan digerus pada mortar sambil dilarutkan dengan 100 mL aquadest
37 membentuk larutan warna kuning. Setelah itu disaring dan diambil filtratnya masing-masing sebanyak 5 mL dan masukkan ke dalam tabung reaksi. Pada tabung 1 larutan sampel ditambahkan dengan reagen HCl pekat sebanyak 3 tetes dan terjadi perubahan warna menjadi bening. Pada tabung 2 ditambahkan dengan H2SO4 pekat sebanyak 3 tetes dan terjadi perubahan warna menjadi bening. Pada tabung 3 ditambahkan dengan NaOH 10% sebanyak 3 tetes dan terjadi perubahan warna menjadi bening. Pada tabung 4 ditambahkan dengan NH4OH 10% sebanyak 3 tetes dan terjadi perubahan warna menjadi bening. Perubahan warna yang tidak sama dengan larutan baku atau kontrol positif menunjukan bahwa sampel Biskuit Gula tidak mengandung methanil yellow. Percobaan ini dilakukan Duplo dan mendapatkan hasil yang sama. Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa sampel Sosis dan Biskuit Gula tidak mengandung rhodamin B dan methanil yellow sehingga Sosis dan Biskuit Gula aman untuk dikonsumsi.
38 NOVITA SARI (15.71.016923) Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Zat warna adalah senyawa organik berwarna yang digunakan untuk memberi warna suatu objek (Jana, 2007). Pewarna buatan memiliki kelebihan yaitu warnanya homogen dan penggunaannya sangat efisien karena hanya memerlukan jumlah yang sangat sedikit. Akan tetapi kelemahannya adalah jika pada saat proses terkontaminasi logam berat, pewarna jenis ini akan berbahaya. Pewarna kimia didefinisikan sebagai bahan kimia aktif karena itu memerlukan perhatian yang lebih besar daripada aditif lunak (bland) seperti emulsifier. Pewarna pangan alami adalah diekstraksi dan diisolasi dari tanaman dan hewan yang berbeda yang tidak memberikan efek yang membahayakan sehingga dapat digunakan dalam beberapa pangan dalam jumlah tertentu. Pewarna ini memiliki kestabilan yang rendah, kurang cerah dan tidak merata, namun sangat murah. Namun, pewarna sintetik dan produk metabolitnya jika dikonsumsi dalam jumlah besar memungkinkan toksik dan menyebabkan kanker, deformasi dan lainlain (Vries 1996). Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan, karena meskipun makanan tersebut lezat, tetapi penampilannya tidak menarik waktu disajikan, akan mengakibatkan selera orang yang akan memakannya menjadi hilang (Moehyi,1992). Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya yang sangat baik tidak akan dimakan yang tidak sedap dipandang. Studi pada manusia menunjukkan bahwa pewarna pangan dapat menginduksi reaksi-reaksi alergi secara lebih luas hanya dalam individu-individu sensitive (Babu and Shenolikar, 1995). Uji pewarna sintetis, uji ini dilakukan pada sampel makanan ringan yang kurang terkenal dan tidak memiliki merk yang banyak beredar dipasaran. Sampel yang digunakan sebanyak 20,0507 gram pada sosis (Rhodamin B) dan biskuit gula sebanyak 20,0932 gram (methanil yellow) dengan dilarutkan di aquadest sebanyak 100ml. Kemudian menyiapkan tabung reaksi sebanyak 4 tabung dengan berisi fitrat sebanyak 5ml lalu, tabung yang sudah berisi fitrat ditambahkan atau
39 diteteskan ke masing-masing tabung dengan larutan HCL Pekat, H 2SO4 Pekat, NaOH 10%, NH4OH 10% semua berubah warna yang tadi merah muda menjadi keruh terdapat endapa merah muda. Setelah itu kami bandingkan dengan yang Rhodamin B baku dan Methanil Yellow warna berbeda dengan sampel yang kami gunakan. Berdasarkan teori Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari beberapa metoda yang praktis tetapi teliti untuk mengidentifikasi adanya pewarna sintetik dan bila perlu dapat membedakan jenis pewarna sintetik dalam makanan. Hal tersebut penting sekali bagi laboratorium pangan, pembuat kebijaksanaan dan organisasi pelindung konsumen agar mempunyai suatu teknik atau metoda analisis yang cepat cara kerjanya dan dapat membedakan antara zat pewarna makanan dengan pewarna tekstil (Devianti et al, 2010). Hasil yang didapatkan pada praktikum tidak terjadi perubahan warna pada tiap sampel yang menunjukkan kemungkinan pada makanan tersebut tersebut tidak terlihat jelas bahwa produk makanan tersebut tidak terdapat penambahan pewarna di dalam proses pembuatannya sehingga sulit di deteksi secara subjektif sehingga lebih baik menggunakan uji objektif. Factor lain yang bisa menyebabkan tidak terdeteksinya pewarna pada makanan ini adalah kandungan pewarna sintesis yang terdapat pada produk jumlahnya sedikit sehingga uji ini tidak bisa mendeteksi pewarna tersebut. Sehingga dapat disimpulkan pada HCl pekat bewarna keruh terdapat endapan warna merah muda, H 2SO4 pekat bewarna keruh terdapat endapan warna merah muda , NaOH 10 % bewarna keruh terdapat endapan warna merah muda , NH4OH 10 % bewarna keruh terdapat endapan warna merah muda berwarna pada sampel sosis. Pada sampel biskuit gula di simpulkan bahwa pada HCl pekat bewarna bening, H 2SO4 pekat berwarna bening, NaOH 10% berwarna bening, NH4OH 10% berwarna bening.
40 RANI DWI APRILIAH ( 15.71.016325 ) Pada praktikum identifikasi bahan pewarna dengan reaksi warna disini zat pewarna yang ingin diidentifikasi adalah pewarna yang sangat sering didengar yaitu rhodamin b dan methanil yellow pada bahan pangan yaitu dari makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Pada praktikum ini praktikan dibagi jadi 12 kelompok dengan berbagai macam sampel yang dibawa pada saat praktikum. Bahaya kronis dari penggunaan Methanil Yellow dalam jangka panjang menyebabkan gangguan kesehatan pada fungsi hati, gangguan kandung kemih, bahkan kanker. Beberapa penyalahgunaan Rhodamin B dan Methanil Yellow pada pangan, antara lain pada kerupuk, terasi, gulali serta sirup berwarna merah. Inilah yang memicu terjadinya banyak penyakit baru pada tubuh kita seperti penyakit berbahaya seperti kanker ( Asmarani, 2009). Pertama – tama sampel ditimbang 20 gram dan dilarutan dengan aquadest hingga 100 mL dihomogenkan lalu saring kemudian hasil filtrat tersebut diambil masing – masing 5 mL dimasukan kedalam 4 tabung reaksi kemudian dilakukan pengujian reaksi warna dengan menambahkan Hcl Pekat, H2SO4 Pekat, NaOH 10%,NH 4OH 10% yang mana masing – masing sebanyak 3 tetes . jika warna larutan uji tersebut berubah atau bereaksi dengan berubah warna menjadi merah muda maka sampel tersebut positif mengandung Rhodamin B kemudian lakukan hal yang sama pada sampel yang kedua untuk mengidentifikasi methanil yellow jika larutan uji tersebut bereaksi dengan berubah warna menjadi merah ungu pada pereaksi Hcl pekat dan H 2SO4 Pekat maka sampel tersbut dikatakan positif dan apabila hasil pada pereaksi NaOH 10% dan NH4OH 10% merubah warna menjadi jingga hasil tersebut dinyatakan positif mengandung methanil yellow. Pada tabel hasil pengamatan dapat dilihat hasil dari 12 kelompok terbut dimana 11 kelompok hasilnya negatif mengandung rhodamin b namun pada kelompok 2 dengan sampel kerupuk lilit merah hasilnya positif dengan perubahan warna merah muda pada semua pereaksinya. Kemudian hasil dari methanil yellow disini 1 sampai 12 kelompok negatif karena tidak ada perubahan atau re aksi warna pada sampel dengan semua pereaksinya.
41 Dengan hasil disini kita jangan menganggap makanan semua aman disini harus diperhatikan lingkungan si penjual bias saja para penjual memang tidak menggunakan bahan yang berbahaya untuk pewarna tapi bagaimana dengnan pengawet jadi pra konsumen harus berhati – hati dan lebih cermat dalam memilih makanan kalaupun membeli makanan yang bermerek sekalipun pastikan makanan dilihat nomor registernya dan tanggal kadar luarsanya juga.
42 NIDYA (15.71.016329) Pewarna makanan merupakan salah satu jenis bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki penampakan makanan. Penambahan bahan tambahan pangan mempunyai beberapa tujuan, di antaranya adalah memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan dan menstabilkan warna, serta menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan. Pewarna dibedakan menjadi dua, yaitu pewarna alami dan sintetik.
Bahan pewarna alami adalah
bahan pewarna dari sumber nabati, hewani, atau mineral. Pewarna ini lebih aman diguna kan untuk mewarnai bahan pangan. Pewarna dibedakan menjadi dua, yaitu pewarna alami dan sintetik. Bahan pewarna alami adalah bahan pewarna dari sumber nabati, hewani, atau mineral. Pewarna ini lebih aman digunakan untuk mewarnai bahan pangan (Cahanar, 2006). Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi. Beberapa contoh pewarna buatan yaitu : 1. Warna kuning : tartrazin, sunset yellow 2. Warna merah : allura, eritrosin, amaranth. 3. Warna biru : biru berlian Bila dibandingkan dengan pewarna sintetis, bahan pewarna alami mempunyai kelemahan- kelemahan yaitu: 1. Memberikan aroma dan rasa khas yang tidak diinginkan 2. Konsentrasi pigmen rendah 3. Stabilitas pigmen rendah 4.
Keseragaman warna yang kurang baik
5. Spektrum warna tidak seluas seperti pada pewarna sintetis
Pewarna tambahan alami ataupun sintetis telah digunakan secara luas pada makanan, kosmetik dan obat-obatan. Banyak negara Uni Eropa memberikan notifikasi tentang keberadaan pewarna-pewarna illegal yang diketahui memiliki sifat karsinogenik dan genotoksik seperti Sudan I, Sudan II, Sudan III, Sudan IV,
43 Para Red, Rhodamin B, dan Orange II pada beberapa bahan makanan (EFSA, 2009) Pada praktikum ini kami ditugaskan untuk mengidentifikasi pewarna sintetis pada sampel makanan, sampel yang kami gunakan pada praktikum ini yaitu: sosis dan biskuit gula. Pada sampel sosis kami mengidentifikasi Rhodamin B, sedangkan untuk biskuit gula kami mengidentifikasi Methanil yellow dengan reaksi warna. Mengidentifikasi Rhodamin B pada sampel sosis sebanyak 20,0507 gram dihomogenkan kemudian dilarutkan dalam aquadest 100 ml serta ditampung filtratnya larutan berwarna merah muda, kemudian filtrat dimasukkan kedalam 4 tabung masing-masing 5ml larutan berwarna merah muda, semua tabung yang berisi filtrate ditambahkan sebanyak 3 tetes : -
(+) Hcl pekat
: larutan keruh terdapat endapan merah
muda (-) (duplo) -
(+) H₂SO₄ pekat
: larutan
keruh terdapat endapan merah muda
: larutan
keruh terdapat endapan merah muda
: larutan
keruh terdapat endapan merah muda
(-) (duplo) -
(+) NaOH 10% (-) (duplo)
-
(+) NH₄OH 10% (-) (duplo)
Dilakukakan duplo. Mengidentifikasi Metanil Yellow pada sampel biskuit gula sebanyak 20,0932 gram dihomogenkan kemudian dilarutkan aquadest 100 ml serta ditampung filtratnya larutan berwarna kuning, filtrat dimasukkan kedalam 4 tabung masing-masing 5ml larutan berwarna kuning, semua tabung yang berisi filtrat ditambahkan sebanyak 3 tetes : -
(+) Hcl pekat
: larutan berwarna bening (-) (duplo)
-
(+) H₂SO₄ pekat
: larutan berwarna bening (-) (duplo)
-
(+) NaOH 10%
: larutan berwarna bening (-) (duplo)
-
(+) NH₄OH 10%
: larutan berwarna bening (-) (duplo)
Kedua sampel yang kami uji terlihat tidak teridentifikasi adanya Rhodamin B maupun Mehtanil Yellow.
44 Dari ke 7 kelompok ada 1 sampel yang teridentifikasi rhodamin b yaitu pada kelompok 2 : Mengidentifikasi
Rhodamin
B
pada
sampel
kerupuk
lilit
merah
dihomogenkan kemudian dilarutkan dalam aquadest 100 ml serta ditampung filtratnya larutan berwarna merah muda, kemudian filtrat dimasukkan kedalam 4 tabung masing-masing 5ml larutan berwarna merah muda, semua tabung yang berisi filtrat ditambahkan sebanyak 3 tetes : -
(+) Hcl pekat
: larutan berwarna merah muda (+) (duplo)
-
(+) H₂SO₄ pekat
: larutan
berwarna merah muda (+) (duplo)
-
(+) NaOH 10%
: larutan
berwarna merah muda (+) (duplo)
-
(+) NH₄OH 10%
: larutan
berwarna merah muda (+) (duplo)
Sedangkan pada sampel kerupuk lilit kuning tidak teridentifikasi Methanyl yellow. Contoh Kontrol positif : -
Control positif sampel yang teridentifikasi Rhodamin B larutan awal berwarna merah pekat kemudian setelah ditambahkan dengan Hcl pekat, H₂SO₄, NaOH 10% dan NH₄OH 10% maka larutan berubah warna menjadi merah muda (+).
-
Control positif sampel yang teridentifikasi adanya Methanil Yellow larutan awalnya berwarna kuning setelah itu ditambahkan dengan Hcl pekat dan H₂SO₄ pekat larutan berubah berwarna merah (+) kemudian ditambahkan dengan NaOH 10% dan NH₄OH 10% larutan berubah lagi berwarna ungu (+).
Konsumsi Rhodamin B dalam jangka panjang dapat terakumulasi di dalam tubuh dan dapat menyebabkan gejala pembesaran hati dan ginjal, gangguan fungsi hati, kerusakan hati, gangguan fisiologis tubuh, atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati. Methanol yellow merupakan zat warna sintetis berbentuk serbuk padat berwarna kuning kecoklatan, larut dalam air, agak larut dalam aseton. Methanil yellow dapat menimbulkan iritasi pada pencernaan.
45 MIRNAWATI (15.71.016332) Pada percobaan identifikasi bahan pewarna dengan reaksi warna secara analisis kuantitatif dilakukan menambahkan pereaksi HCL pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10 % dan NH4OH 10 % pada masing-masing tabung reaksi sebanyak 3 tetes. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan mengenai kandungan Rhodamin B dan Methanil Yellow. Sampel yang digunakan diperoleh dari penjual jajanan dikota
palangkaraya. Dari hasil pengujian terdapat 1 sampel yang positif
mengandung Rhodamin B dari total 12 sampel sedangkan sampel lainnya negatife mengandung Rhodamin B. dan dari pengujian sampel untuk menentukan sampel mengandung Methanil Yellow dengan cara menambahkan pereaksi HCL pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10 % dan NH4OH 10 % pada masing-masing tabung reaksi sebanyak 3 tetes. Dari hasil percobaan dengan menggunakan 12 sampel dan 12 sampel tersebut negatife mengandung Methanil Yellow. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sosis dan biscuit (sampel kelompok 3), larutan HCL pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10 %, NH4OH 10 % , Aquadest, dan kertas saring. Serta alat yang digunakan adalah beaker glass 100 ml, timbangan analitik, batang pengaduk, corong, tabung reaksi dan rak, pipet ukur 10 ml, ball pipet, pipet tetes, blender, mortir dan stamper. Sebelum melakukan preparasi sampel dan identifikasi Rhodamin B, timbang sampel sosis sebanyak 20,0507 gram, kemudian dilarutkan dengan aquadest 100 ml, dihomogenkan serta ditampung filtratnya dan warna sampel tersebut merah muda, kemudian filtratnya dimasukkan kedalam 4 tabung masingmasing sebanyak 5 ml warna sampel tersebut tetap warna merah muda, dan semua tabung berisi filtrat ditambahkan larutan HCL pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10 %, NH4OH 10 % (dilakukan duplo) dan hasil yang didapatkan putih keruh endapan merah muda dan terbukti bahwa sampel sosis negatife mengandung Rhodamind B. kemudian tahap selanjutnya preparasi sampel dan identifikasi Methanil Yellow pada sampel biscuit, timbang sampel sebanyak 20,0932 gram, kemudian dilarutkan dengan aquadest 100 ml, dihomogenkan dan ditampung filtratnya, warna sampel adalah warna kuning, kemudian filtratnya dimasukkan kedalam 4 tabung masing-masing sebanyak 5 ml, semua tabung yang berisi filtrate ditambahkan HCL pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10 %, NH4OH 10 % (dilakukan
46 duplo) hasil yang didapatkan warna putih bening dan sampel biscuit negatife mengandung Methanil Yellow. Salah satu aspek yang diawasi dalam profil keamanan pangan jajanan yaitu penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang tidak memenuhi syarat termasuk bahan tambahan memang jelas-jelas dilarang, seperti pewarna, pemanis dan bahan pengawet. Pelarangan juga menyangkut dosis penggunaan bahan tambahan makanan yang melampaui ambang batas maksimum yang telah ditentukan. Hal ini jelas diatur oleh pemerintah dalam Permenkes RI No. 772/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Pangan yang diperkuat oleh Permenkes No. 1168/Menkes/1999 serta undang-undang keamanan pangan yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996. Bahan pewarna sintetis yang dilarang di Indonesia yang didasarkan pada Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan pewarna, tidak diizinkan menggunakan zat warna Methanyl Yellow karena pewarna ini hanya digunakan untuk pewarna industri tekstil (kain), kertas dan cat, tidak boleh digunakan sebagai bahan tambahan untuk pangan. Methanyl Yellow dengan senyawa azo yang bersifat karsinogenik dapat menyebabkan timbulnya gangguan saluran pencernaan, serta dalam jangka waktu lama dapat merusak jaringan hati. Zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Penambahan pewarna pada makanan dimaksud untuk memperbaiki warna makanan yang berubah atau memucat sel ama proses pengolahan atau memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik. Zat pewarna sintesis yang sering ditambahkan pada jajanan adalah Rhodamin B dan Methanyl Yellow, yaitu merupakan zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai pewarna tekstil. Kedua zat ini merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk pangan. Keduanya bersifat karsinogenik sehingga dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kanker.
47 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Prinsip dasar identifikasi pewarna dengan reaksi warna adalah dengan menambahkan pereaksi-pereaksi berikut : HCl pekat, H 2SO4 pekat, NaOH 10%, dan NH 4OH 10% lalu diamati perubahan warna yang terjadi. Perubahan warna sampel menjadi merah muda menunjukan bahwa sampel mengandung Rhodamin B. sedangkan Positif Methanil yellow ditunjuka denga perubah warna menjadi ungu ketika ditambahkan dengan HCl pekat dan H2SO4 pekat, dan perubahan warna sampel menjadi jingga saat ditambahkan dengan NaOH 10% dan NH 4OH 10%. 2. Sosis tidak teridentifikasi mengandung rhodamin B. 3. Biskuit Gula tidak teridentifikasi mengandung methanil yellow. 4. Dari sampel yang telah di gunakan apat diketahui bahwa tidak ada sampel yang teridentifikasi rhodamin B dan methanol yellow. B. Saran
Saran yang dapat diberikan yaitu praktikan harus lebih teliti dan lebih disiplin serta mengikuti prosedur dan aturan dalam melakukan percobaan, agar didapatkan hasil yang diinginkan. Selain itu, diharapkan alat-alat serta bahan yang akan digunakan untuk melakukan percobaan disiapkan sesuai dengan kebutuhan praktikum.
48 DAFTAR PUSTAKA
Azzura, irwansyah. 2013. Pengembangan Usaha Siomay. http://irwansyahazzura.blogspot.com/2013/01/makalah-pengembangansiomay.html/m=1. Diakses tanggal 29 Oktober 2017. Balinawati., Khomsan., dan Dwiriani. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. BPOM. 2005. Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan. Jakarta. Budavari, S. 1996. The Merck Index. Edisi 12. WhiteHouse USA: Merck & Co. Inc Cahyadi, Wisnu. 2009. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara. Depkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/MenKes/Per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta. Djalil, A.D., Hartanti, D., Rahayu, W.S., Prihatin, R., Hidayah, N. 2005. Identifikasi Zat Warna Kuning Metanil (Metanil Yellow) dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada Berbagai Komposisi Larutan Pengembang Jurnal Farmasi, Vol. 03, (2), 28-29,.Fakultas Farmasi UMP, Purwokerto. Femelia, Welly. 2009. Skripsi Analisa Penggunaan Zat Warna Pada Keripik Balado Yan Diproduksi Di Kecamatan Payakumbuh Barat . Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU. Hardjono, S. 1991. Dasar-Dasar Spektroskop. Yogyakarta : Liberty. Irianto, Kus., & Kusno, Waluyo. 2007. Gizi dan Pola Hidup Sehat . Bandung: Yrama Widya. Kemenkes RI. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan . Jakarta. Khamid, I.R. (2006). Bahaya Boraks Bagi Kesehatan. Jakarta. Penerbit Kompas. Nainggolan, G dan Sihombing. 1984. Rodamin B dan Metanil kuning (“Metanil Yellow”) sebagai Penyebab Toksik pada Mencit dan Tikus Percobaan . Unit penelitian gizi Diponegoro. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan Depkes R.I. Jakarta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
49 Purba, Elisabet R. 2009. “ Analisis Zat Pewarna Pada Minuman Sirup yang dijual Di Sekolah Dasar Kelurahan Lubuk Pakam III Kecamatan Lubuk Pakam”. Medan: Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Rahayu, WP, Wulandari N, Nurfaidah D, Koswara S, Subarna, Kusumaningrum HD. 2011. Keamanan Pangan Peduli Kita Bersama. Bogor: IPB Press. Dalam Karya Tulis Ilmiah “Rahmadani, 2013. Identifikasi Boraks Pada Siomay di Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya . Program Studi DIII Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya. Palangka Raya”. Rahmadani, 2013. Identifikasi Boraks Pada Siomay di Kecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya. Palangka Raya. Program Studi D-III Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Palangkaraya. Suklan H,.2002. Apa dan Mengapa Boraks Dalam Makanan. Penyehatan Air dan Sanitasi (PAS) Vol . IV Nomor 7 Sumantri dan Abdul Rohman. 2007. Analisis Makanan. Yogyakarta: Penerbit UGM Supriatna, Aan. 2013. Pembuatan Siomay Ikan. lalaukan.blogspot.co.id/2013/11/pembuatan-siomay-ikan.html?m=1. Diakses tanggal 29 Oktober 2017. Syah, D. (2005). Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan . Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Trestiati, Mela. 2003. Analisis Rhodamin B pada Makanan dan Minuman Jajanan Anak SD (Studi Kasus : Sekolah Dasar di Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung). Bandung : Tesis.Pascasarjana Fakultas Kesehatan Lingkungan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Vogel. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Diterjemahkan oleh Setiono L., et all ., edisi kelima. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka. Widyaningsih, T.D. dan Murtini, E.S 2006. Alternative Pengganti Formalin pada Produk Pangan. Surabaya: Trubus Agrisarana. Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Winarno F.G, Rahayu TS. 1994. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan Kontaminan. ….Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Yuliarti, N. 2007. Awas! Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: C.V Andi.