LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN PROFIL SOSIAL EKONOMI NELAYAN
Disusun Oleh : Carissa Paresky Arisagy 12 / 334991 / PN / 12981 Asisten : Henok Christovel Valentino M
LABORATORIUM MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAHMADA YOGYAKARTA 2015
PROFIL SOSIAL EKONOMI NELAYAN Carissa Paresky Arisagy 12 / 334991 / PN / 12981 Manajemen Sumberdaya Perikanan Intisari Kerawanan di bidang sosial-ekonomi dapat menjadi lahan subur bagi timbulnya kerawanankerawanan di bidang kehidupan lain. Baik nelayan besar dan atau nelayan modern, maupun nelayan kecil dan atau nelayan tradisional, biasanya masing-masing merupakan kategori sosial ekonomi yang relatif sama, dengan orientasi usaha dam perilaku yang berbeda-beda. Oleh karena itu prlu adanya pengkajian lebih dalam megenai profil sosial dan ekonomi nelayan. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui profil sosial ekonomi nelayan. Praktikum dilaksanakan pada 25 April 2015 di Pantai Kuwaru, Poncosari, Srandakan, Bantul, D.I. Yogyakarta. Berdasarkan hasil analisis deskriptif diketahui bahwa nelayan yang menjadi responden dalam praktikum ini memilki sebaran pendidikan yang bermacam-macam dan sebagian besar nelayan memiliki tingkat pendidikan hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Keseluruhan nelayan berada pada usia produktif. Rata-rata penduduk sekitar pantai Kuwaru berprofesi sebagai nelayan dengan bercocok tanam dan budidaya udang sebagai profesi sampingannya. Alat tangkap yang dominan digunakan oleh nelayan Kuwaru adalah perahu motor tempel dengan alat tangkap pendukung jaring dan pancing. Hasil tangkapan utamanya berupa ikan layur, ikan bawal, dan ikan tenggiri. Kata kunci : Kuwaru, nelayan, pantai, pengelolaan, sosial ekonomi PENDAHULUAN Desa-desa pesisir adalah kantong-kantong kemiskinan struktural yang potensial. Kesulitan mengatasi masalah kemiskinan di desa-desa pesisir telah menjadikan penduduk di kawasan ini harus menanggung beban kehidupan yang tak dapat dipastikan kapan masa berakhirnya. Kerawanan di bidang sosial-ekonomi dapat menjadi lahan subur bagi timbulnya kerawanan-kerawanan di bidang kehidupan lain. Baik nelayan besar dan atau nelayan modern, maupun nelayan kecil dan atau nelayan tradisional, biasanya masing-masing merupakan kategori sosial ekonomi yang relatif sama, dengan orientasi usaha dam perilaku yang berbedabeda. Oleh karena beragamnya karakteristik nelayan di Indonesia, maka dirasa perlu untuk mempelajari dan mengkaji lebih dalam mengenai profil sosial ekonomi nelayan melalui praktikum Manajemen Sumberdaya Perikanan.. Dirjen perikanan, Departemen Pertanian (1998), mendefinisikan nelayan sebagai orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan binatang atau tanaman air dengan tujuan sebagian atai seluruh hasilnya untuk dijual. Sementara menurut
Widodo dan Suadi (2006), nelayan dapat didefinisikan sebagai orang atau komunitas yang secara keseluruhan atau sebagian hidupnya tergantung dari kegiatan menangkap ikan. Partosuwiryo (2002) mengelompokkan nelayan menjadi: nelayan penuh untuk orang yang menggantungkan seluruh hidupnya dari hasil menangkap ikan, nelayan sambilan untuk orang yang hanya sebagian dari hidupnya tergantung dari menangkap ikan (lainnya dari buruh, tukang, atau pertanian), juragan untuk mereka yang memiliki sumberdaya ekonomi untuk usaha perikanan (kapal, alat tangkap), dan Anak Buah Kapal (ABK/Pandega) untuk mereka yang mengalokasikan waktunya dan memperoleh pendapatan dari hasil mengoperasikan alat tangkap ikan, seperti kapal milik juragan. Dua pranata strategis yang dianggap penting dalam memahami kehidupan sosial ekonomi masyarakat nelayan adalah pranata penangkapan dan pemasaran ikan. Kedua pranata sosial ekonomi tersebut dipandang bersifat eksploitatif sehingga menjadi sumber potensial timbulnya kemiskinan struktural di kalangan masyarakat nelayan (Masyhuri, 1999). Mobilitas vertikal nelayan dapat terjadi berkat dukungan para istri mereka yang memiliki kecakapan berdagang (Kusnadi, 2001). Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui prosof sosial ekonomi nelayan, khususnya nelayan Pantai Kuwaru, Srandakan, Bantul. Dengan mengetahui profil sosial ekonomi nelayan tersebut diharapkan dapat ditentukan strategi kebijakan yang tepat dan sesuai dalam rangka pengelolaan wilayah pesisir sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat pesisir METODOLOGI Praktikum Manajemen Sumberdaya Perikanan acara Profil Sosial Ekonomi Nelayan dilakukan pada hari Sabtu, tangal 25 Mei 2015, pada pukul 08.00 – 14.00 WIB. Praktikum ini dilaksanakan di Pantai Kuwaru, Poncosari, Srandakan, Bantul. Adapun alat dan bahan yang digunakan antara lain kamera, kuisioner, laptop, software Microsoft Excel serta alat tulis. Pada prinsipnya acara praktikum manajemen plan ini dilakukan dengan metode analisis deskriptif terkait kondisi sosial ekonomi nelayan di pesisir pantai Kuwaru, Poncosari, Srandakan, Bantul. Analisis dilakukan berdasarkan hasil wawancara dan observasi langsung di lapangan. Wawancara dilakukan dengan menggunakan acuan dari kuesioner yang telah ditetapkan.
Sedangkan,
observasi
wilayah/kawasan Pantai Kuwaru. HASIL DAN PEMBAHASAN
dilakukan
dengan
mengamati
keadaan
sekitar
Pantai Kuwaru merupakan salah satu pantai di Kabupaten Bantul terletak di sebelah timur Pantai Pandansimo. Secara administratif pantai tersebut termasuk wilayah Dusun Kuwaru, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pantai ini berjarak sekitar 29 km dari pusat kota Yogyakarta (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata DIY, 2002). Meskipun jarak lokasi pantai ini cukup jauh dari pusat kota, namun akses untuk menuju pantai ini termasuk mudah dijangkau. Di Pantai Kuwaru ini selain dapat dinikmati pemandangan pantainya, tersedia pula warung-warung makanan dengan sajian menu beragam. Satu hal yang membedakan Pantai Kuwaru dengan pantai lain di Bantul adalah adanya pepohonan cemara udang yang rindang di tepian pantai yang semakin menambah keindahan pantai ini. Penduduk yang yang bermukim di sekitar Pantai Kuwaru umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan dan kehidupan mereka sepenuhnya sangat tergantung dengan sumber ikan yang terdapat di Pesisir Selatan Yogyakarta. Masyarakat nelayan berbeda dari masyarakat lain, seperti masyarakat petani dan perkotaan. Hal ini didasarkan pada realitas sosial bahwa masyarakat nelayan memiliki polapola kebudayaan yang berbeda dari masyarakat lain. Pola-pola kebudayaan tersebut merupakan sebagai hasil dari interaksi mereka dengan lingkungan beserta sumberdaya yang ada di dalamnya. Pola-pola kebudayaan ini lah yang menjadi pembentuk perilaku masyarakat nelayan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Berdasarkan observasi dan wawancara di Pantai Kuwaru, Poncosari, Srandakan, Bantul, diperoleh hasil analisis profil nelayan sebagai berikut sebagai berikut :
Pendidikan Nelayan 5 4
responden
3 2 1 0 SD
SMP
SMA
PT
Grafik 1. Sebaran Pendidikan Nelayan Pantai Kuwaru Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap nelayan Kuwaru diperoleh fakta bahwa 30% dari nelayan Kuwaru memiliki tingkat pendidikan hingga Sekolah Dasar, 30% nelayan bersekolah hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan 40% dari nelayan di Desa Poncosari memiliki riwayat pendidikan hingga Sekolah Menengah Atas (SMA), namun tidak
dijumpai nelayan yang menempuh jenjang perguruan tinggi. Mayoritas dari nelayan Kuwaru tingkat pendidikannya hanya sampai Sekolah Menengah Atas (SMA), namun tidak sedikit juga nelayan yang hanya menamatkan pendidikan di jenjang Sekolah Dasar (SD). Hal Ini menandakan bahwa masih rendahnya tingkat kesadaran nelayan Kuwaru terhadap pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan nelayan Kuwaru tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor mulai dari infrastuktur, sumberdaya manusia dan kepedulian nelayan akan pentingnya pendidikan. Ketiga faktor itu sangat terkait, sehingga diperlukan adanya penanganan yang intensif dan keberlanjutan untuk mengentaskan permasalahan ini. Oleh sebab itu, untuk menunjang sumberdaya manusia yang berkualitas khususnya dalam kegiatan perikanan tangkap di daerah Selatan Pulau Jawa ini perlu adanya suatu penyuluhan dan kebijakankebijakan dari pemerintah untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia khususnya di kawasan pantai Kuwaru.
Umur Nelayan 5 4 responden
3 2 1 0 0-10
11-20
21-30
31-40
41-50
51-60
Grafik 2. Sebaran Umur Nelayan Pantai Kuwaru Sebaran umur nelayan di pantai Kuwaru didominasi oleh kelompok usia 31-50 tahun. Pada kisaran umur tersebut tergolong dalam usia produktif, seperti yang disampaikan Van den ban dan Hakwiks (1999), usia tenaga kerja yang produktif berumur 16-64 tahun, sedangkan pada usia 65 keatas sudah dikatakan usia lanjut. Kelompok usia nelayan yang paling banyak di Pantai Kuwaru adalah antara 31-40 tahun, sedangkan kelompok usia 51-60 tahun sangat sedikit yang terlibat dalam kegiatan penangkapan sebab sudah hampir dikatakan usia lanjut. Sementara untuk regenerasi tampak sudah cukup optimal, terlihat dari grafik pada kisaran umur 21-30 tahun jumlah nelayan cukup banyak. Hal ini dikarenakan para nelayan cukup mendukung anak-anaknya meneruskan usaha penangkapan. Karena mengetahui dan menyadari besarnya potensi perikanan tangkap.
Pengalaman Kerja 10 8 Frekuensi
6 4 2 0 <1
1-2
3-5
>5
Grafik 3. Sebaran Pengalaman Kerja Nelayan Kuwaru Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara dan observasi dapat dikatakan bahwa mayoritas nelayan Pantai Kuwaru telah melaut selama lebih 5 tahun, sedangkan pengalaman melaut terlama adalah selama 30 tahun. Berasarkan data tersebut pula, tercatat bahwa tidak ada nelayan yang melaut < 3 tahun. Nelayan yang telah memiliki pengalaman melaut selama > 5 tahun mencapai 80%, sedang sisanya sudah melaut 3-5 tahun. Ditinjau dari lamanya nelayan menggeluti usaha perikanan tangkap ini menandakan bahwa aktivitas penangkapan di Pantai Kuwaru ini telah lama dilakukan.
Pekerjaan Pokok Nelayan NELAYAN
10%
BURUH
PNS
10%
80%
Grafik 4. Pekerjaan Pokok Masyarakat Kuwaru
Pekerjaan Sampingan Nelayan supir
petani
petambak
pedagang
tidak ada
nelayan
buruh
10% 10% 20% 20% 10%
20% 10%
Grafik 5. Pekerjaan Sampingan Masyarakat Kuwaru Berdasarkan data hasil pengamatan, sebaran pekerjaan baik pokok maupun sampingan di kawasan pesisir pantai Kuwaru didominasi oleh nelayan dan mayoritas memiliki pekerjaan sampingan sebagai petani, petambak, pedangang, buruh, bahkan supir jika sedang tidak musim ikan. Dari data, pekerjaan sampingan yang paling dominan di Kuwaru adalah menjadi petani dan petambak. Hal ini menandakan bahwa penduduk pantai Kuwaru mayotitas berprofesi sebagai nelayan, pebudidaya dan petani. Berdasarkan data yang didapatkan dari hasil pengamatan, jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Kuwaru adalah alat tangkap jaring dan pancing. Alat tangkap tersebut
merupakan alat tangkap yang dominan digunakan oleh nelayan desa Kuwaru. Selain mudah di dapat, alat tangkap tersebut juga tergolong murah dan efisien untuk digunakan. Hasil tangkapan yang biasanya diperoleh nelayan Kuwaru biasanya beragam dan terdapat berbagai jenis ikan, diantaranya ikan bawal, tenggiri, layur, jerbung, teri, pari, lele laut dan lain-lain. Akan tetapi hasil tangkapan utamanya adalah ikan bawal, tenggiri dan layur. Hasil tangkapan nelayan pantai Kuwaru setiap bulan bervariasi, tergantung musim ikannya. Secara umum hasil tangkapan yang diperoleh oleh nelayan tersebut biasanya dijual langsung ke tempat pelelangan ikan (TPI) baik dengan sistem lelang maupun secara langsung. Pembayaran dari hasil penjualan tersebut diberikan kepada nelayan secara tunai. Pada umumnya nelayan di desa Kuwaru melaut ketika musim ikan saja sementara ketika tidak musim mereka beralih profesi menjadi petani maupun petambak. Rata-rata nelayan Kuwaru melaut dengan 1 hari trip penangkapan. Dengan daerah penangkapan (fishing ground) antara pantai Kuwaru hingga Parangtritis atau hingga daerah Trisik, Kulon Progo. Hampir seluruh nelayan Kuwaru mengaku daerah tangkapan mereka semakin jauh karena ikan yang ditangkap semakin sedikit. Biasanya nelayan Kuwaru pergi melaut ketika subuh dan kembali ke darat sekitar pukul 11.00 WIB. Nelayan Kuwaru hanya melaut pada bulan-bulan tertentu saja. Rata-rata nelayan aktif melaut pada bulan Mei hingga Agustus, dan hanya beberapa nelayan saja yang melaut. Aktivitas nelayan yang melaut di luar bulan-bulan tersebut pun biasanya berbeda, nelayan tidak menangkap ikan dengan jaring melainkan dengan pancing. Hal tersebut dikarenakan jumlah ikan yang sedikit. Kondisi perairan pantai selatan Jawa tersebut dipengaruhi oleh sistem angin monsoon. Angin monsoon berpengaruh pada suhu dan arus permukaan laut. Pantai laut selatan Jawa memiliki suhu permukaan sangat bervariasi setiap bulan. Suhu permukaan laut pada bulan Juni berkisar 27-30 oC. Kondisi ini mengindikasikan awal terbentuknya daerah upwelling. Upwelling ini disebabkan oleh angin monsoon tenggara dari Australia. Suhu permukaan laut bulan September berkisar 25-30o C dan menunjukkan upwelling terluas. Akhir Oktober terjadi transisi angin monsoon yaitu mulai berganti angin barat. Hal ini menyebabkan upwelling lemah. Upwelling di selatan Jawa karena angin monsoon ini, terhenti pada bulan November (Susanto et al. 2001). Di Pantai Kuwaru ini belum ada upaya pengelolaan perikanan tangkap untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan usaha penangkapan. Akan tetapi, pada dasarnya di desa Poncosari ini telah berlaku suatu aturan yang didasarkan pada kearifan lokal setempat dimana pada hari-hari tertentu nelayan dilarang untuk melaut, yakni hari Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon, serta saat ada hari-hari besar keagamaan seperti Idul Fitri dan Idul Adha.
. KESIMPULAN Nelayan yang menjadi responden dalam praktikum ini memilki sebaran pendidikan yang bermacam-macam dan sebagian besar nelayan memiliki tingkat pendidikan hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Keseluruhan nelayan berada pada usia produktif. Rata-rata penduduk sekitar pantai Kuwaru berprofesi sebagai nelayan dengan bercocok tanam dan budidaya udang sebagai profesi sampingannya. Alat tangkap yang dominan digunakan oleh nelayan Kuwaru adalah perahu motor tempel dengan alat tangkap pendukung jaring dan pancing. Hasil tangkapan utamanya berupa ikan layur, ikan bawal, dan ikan tenggiri. SARAN Perlu adanya pengawasan kelompok nelayan di pantai Kuwaru, dengan demikian tidak terjadi ketidakmerataan pembagian bantuan dari pemerintah. DAFTAR PUSTAKA Dinas Kebudayaan dan Pariwisata DIY. 2002. Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta. Dirjen perikanan. 1998. Pemberdayaan nelayan berpusat pada penguatan modal sosial (manusia). Departemen Pertanian. Jakarta. Kusnadi. 2001. Pangamba’ Kaum Perempuan Fenomenal: Pelopor dan Penggerak Perekonomian Masyarakat Nelayan. PT Humaniora Utama Press. Bandung. Masyhuri. 1999. Pemberdayaan Nelayan Tertinggal dalam Mengatasi Krisis Ekonomi: Telaah terhadap Sebuah Pendekatan. PEP-LIPI. Jakarta. 15-34. Partosuwiryo, S. 2002. Dasar-Dasar Penangkapan Ikan. Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Susanto, R. D., A. L. Gordon and Q. Zheng. 2001. Upwelling along the coast of Java and Sumatra and its relation to ENSO. Geophys. Res. Lett., 28 (8): 1599 – 1602.
Van Den Ban. A.W. dan H.S Hawkins., 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. Widodo, J. dan Suadi. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.