TUGAS MATA KULIAH ANALISIS EPIDEMIOLOGI
Disusun Oleh :
Kelompok 6
"Tuti Yuinatun " "
"Nurlaila " "
"Zuyyinatul Mualifah " "
"Deni Lestari " "
"Zahrotul Mahmudati " "
"Miranti Puspitasari " "
"Yunita Amilia " "
" "
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
A. Perbedaan CI (Convident Interval) dan p - value
Untuk menjawab pertanyaan dalam suatu penelitian sering ditempuh
dengan cara membuat hipotesis nol dan menolak hipotesis nol atas dasar
nilai p terhitung. Nilai p hanya memberi jawaban apakah suatu perlakuan
mempunyai dampak atau tidak. Sejak tahun 70-an para pakar
mempermasalahkan penggunaan nilai p pada penelitian (klinis) dan
menganjurkan pada penggunaan interval kepercayaan (IK/confidence
interval) untuk mengambil keputusan klinik.
Nilai p yang sangat bermakna dapat terjadi pada perbedaan yang dapat
diabaikan, jika sampel sangat besar, dan nilai p yang tidak mengesankan
dapat terjadi pada hubungan kuat jika sampel kecil. Nilai p adalah harus
ditarik garis pemisah antara "bermakna" dan "tidak bermakna" untuk
menentukan pilihan atau pengambilan sebuah keputusan. Garis pemisah
demikian tidak ada dan biasanya bersifat arbiter secara konvensi. Pemisah
itu ditaruh pada tingkat 0,05. Satu-satunya keuntungan dari pilihan angka
ini hanyalah bahwa dia berkaitan erat dengan deviasi dalam distribusi
normal yang setara dengan dua simpang baku (SB). Jadi, batas pemisah tadi
mengaitkan diir pada ilmu hitung. Konvensi itu tidak merugikan hanya
apabila dapat dihindari anggapan bahwa hasil 0,04 berarti terbukti kuat
dan anggapan bahwa tingkat kemaknaan 0,06 berlabel tidak bermakna dan
dapat diabaikan sama sekali.
Kalau nilai p merupakan satu titik arbitrer, nilai CI tidak terikat
pada satu nilai seperti rerata, beda rerata, taksian titik dan sebagainya
tetapi merupakan suatu rentang nilai. Lebar CI tergantung pada SE
(Standard Error) dan karena itu tergantung kepada SB (SD/standard
deviation) dan pada ukuran sampel. CI juga tergantung pada tingkat
"kepercayaan" yang kita terapkan untuk dikaitkan dengan hasil penelitian.
CI dapat digambarkan sebagai berikut : Misalkan, kita ambil sampel
dari suatu populasi (misalnya bayi baru lahir di suatu rumah sakit dalam
periode tertentu) kemudian diadakan pengukuran terhadap variabel
terntentu (misalnya berat lahirnya) kita akan mendapat suatu nilai rerata
berat bayi baru lahir dan simpang bakunya. Kalau pengukuran pada
populasi itu dilakukan berulang kali (teoritis sampai tak terhingga kali)
dengan teknik sampling yang sama, maka akan ditemukan sejumlah nilai
rerata. Mudah dimengerti bahwa nilai rerata yang yang kita peroleh dari
sebuah pengukuran sejumlah sampel tersebut kakan tidak sama dengan yang
lain. Nilai-nilai rerata itu dari nilai rerata ekstrem rendah sampai
ekstrem tinggi merupakan interval rentang dan disebut IK atau confidence
interval.
Confidence Intervals (Rentang Keyakinan)
Confidence interval adalah sebuah interval yang berdasarkan
observasi sampel dan terdapat probabilitas yang ditentukan. Interval
mengandung nilai parameter sebenarnya yang tidak diketahui (pada umumnya
menghitung confidence interval dengan kemungkinan 95 persen nilai
sebenarnya).
Nilai statistik yang dipakai sebagai sumber estimator tergantung
pada nilai sejumlah variabel random, hal ini berarti estimator tersebut
merupakan variabel random. Hal tersebut dapat membantu jika kita dapat
mengetahui bagaimana distribusi estimator. Anggaplah bahwa kita
menggunakan rata-rata x untuk mengestimasi nilai rata-rata variabel
random normal.
Masing-masing x mempunyai distribusi normal, maka untuk variabel
random normal x juga mempunyai distribusi normal. Telah kita ketahui
bahwa E ( = µ dan Var (X) = σ2/n.
Menghitung Confidence Interval Untuk Rata-Rata Jika Variance Diketahui
Distribusi x telah kita ketahui, untuk selanjutnya kita dapat lebih
mengetahui seberapa baik estimator yang digunakan. Kita mengetahui bahwa
nilai sebenarnya µ? Mendekati x, tetapi seberapa dekat? Apalah x
mendekati 1 unit µ? Ataukah 50 unit? Sebaiknya kita mengetahui
probabilitas yang jarak dari x ke µ akan lebih sedikit daripada beberapa
nilai tertentu c. Dengan kata lain, kita ingin mengetahui probabilitas
sebenarnya nilai sebenarnya µ adalah terletak antara (x – c) dan (x + c).
Pada kenyataannya, probabilitas banyak bergantung pada nilai c yang
kita pilih (lihat gambar 11-1). Jika kita pilih nilai c yang sangat
besar, maka kita dapat hampir memastikan nilai µ akan berada pada
interval. Sebagai contoh, kita dapat menyusun c dengan tidak terbatas.
Probabiltas µ akan berada pada interval 100 persen, karena kenyataannya
µ harus ada antara 9x -tidak terbatas) dan (x +tidak terbatas).
Bagaimanapun juga interval yang luas tidak berguna. Sebaliknya jika kita
buat interval yang lebih sempit dengan memiih nilai c yang lebih kecil,
nilai µ dapat diketahui dengan tepat.
Langkah umum pada statisik adalah sebagai berikut, pertama kita
pilih probabilitas yang diinginkan, dengan kata lain kita letakkan
probabilitas µ ditengah interval. Biasnaya 95 persen. Kemusian kita
hiutng berapa luas interval jika kemungkinan 95 persen mengandung nilai
sebenarnya. Interval ini dinamakan confindence interval dan 95 adalah
confidence leval.
Langkah Umum Menghitung Confidence Interval Untuk Rata-Rata
Bila anda mempunyai n observasi dari a distribusi normal dengan standar
deviasi σ.
1. Tentukan confidence interval yang diinginkan. Jika anda lebih waspada
ambil tingkat yang lebih tinggi (0,95 salah satu tingkat yang umumnya
paling banyak).
2. Lihat nilai a pada tabel 1.
3. Hitung x dan a σ/ n
4. Confidence interval adalah dari x-a a/n sampai x + a a/n.
Tabel Confidence interval
"Confidence "Σ "
"interval " "
"0,85 "1,28 "
"0,85 "1,44 "
"0,90 "1,65 "
"0,95 "1,96 "
"0,99 "2,58 "
Yang Harus Diingat
1. Pada saat kita mengetahui sebuha estimasi parameter populasi yang
tidak diketahui, kita perlu mengetahui bagaimana tepatnya estimasi
tersebut.
2. Menghitung confidence interval sangat berguna, sebuha interval yang
mempunyai probabilitas tetap yang mengandung nilai parameter populasi
yang tidak diketahui.
3. Probabilitas tetap ini merupakan confidence interval dan umumnya
sebesar 95 persen.
4. Confidence interval yang sempit lebih baik karena anda dapat membuat
estimasi yang mendekati nilai sebenarnya dari parameter.
5. Pada umumnya, convidence interval akan menjadi lebih sempit jika
jumlah observasi bertambah.
Menghitung Confidence Interval Menggunakan Distribusi "T"
Kita sekarang tidak mengetahui nilai sebenarnya dari σ2. Perkiraan
pertama, kita dapat menggunakan variance sampel untuk mengestimasi nilai
σ2. Jika banyak sampel (n) cukup besar (n > 30). Kita dapat menggunakan
confidence interval yang telah dibahas sebelumnya, dengan variance sl2
dipakai sebagai pengganti σ2. Untuk sampel kecil, kita gunakan cara lain
yaitu dengan distribusi "t".
Ingat, convidence interval dengan distribusi normal adalah :
Sedangkan dengan distribusi "t" adalah :
Catat bahwa tepatnya T sama dengan Z kecuali nilai = s22 yang
diketahui telah diganti oleh nilai σ yang tidak diketahui. Kita dapat
harapkan, distribusi T sangat menyerupai distribusi standar normal.
Setelah ada sedikit manipulasi, kita dapatkan
Dimana adalah variabel random yang baru yang berhubungan dengan
s12 dan s22 : =
Y2 mempunyai distribusi chi-square dengan derajat kebebasan (degree of
freedom atau df) sebesar n-1. Kini kita dapat menghitung besar
confidence interval dan dapat mencari nilai c pada persamaan
Menggunakan definsi T maka didapat persamaan
Kita definisikan
Selanjutnya lihat tabel distribusi t, kita cari nilai a pada
Misal jika n-1 = 8, pada tabel a = 2,306. Jika a telah didaoat, maka
kita dapat mencari c dari formula
Karena itu, 95% confidence interval untuk µ adalah dari sampai
Langkah-langkah menghitung confidence interval dengan distribusi "t"
jika ada n observasi x Variabel Random
1. Tentukan confidence level (umumnya 0,95)
2. Hitung x :
3. Hitung
4. Lihat nilai pada tabel (jika n > 30, t hampit sama dengan distribusi
normal).
Confidence interval untuk µ adalah sampai .
Yang Harus Diingat
Mencari confidence interval untuk rata-rata jika varaince tidak
diketahui, pertama lihat tabel (jika n > 30, t hampit sama dengan
distribusi normal) untuk menemukan nilai a, seperti
Dimana CL adalah confidence level (misal 0,95) dan t adalah variabel
random dengan df n-1 sehingga didapatkan confidence interval adalah
Dimana s2 merupakan standar deviasi sampel dan b banyaknya observasi.
Dengan probabilitas CL, interval ini akan mengandung nilai sebenarnya
dari rata-rata yang tidak diketahui (µ).
Menghitung Confidence Interval Untuk Variance
Anggaplah anda mempunyai sampel yang diambil dari populasi normal
yang variancenya ingin anda estimasi. Kita mengetahui bagaimana
menghitung variance sampai s12. Sekarang kita perlu menentukan confidence
interval untuk σ². Telah diketahui bahwa :
Merupakan variabel random chi-square dengan df n-1. Untuk dua angka
positif a dan b, kita mengetahui bahwa :
Langkah Menghitung Confidence Interval Untuk Variance
1. Tentukan confidence level (CL).
2. Hitung
3. Tentukan nilai a dan b, jika Y² adalah variabel random chi-square dengan
df n-1, maka
Misal, jika CL = 0,90 makan
Confidence interval untuk σ² adalah dari nsl²/b sampai nsl²/a.
Contoh perbedaan dua rata-rata antara lain :
Semua contoh tersebut akan menarik jika diestimasi perbedaan dua rata-
rata yaitu µa-µb yang terdiri dari dua variabel random Xa (rata-rata µa,
variance σa²) dan Xb (rata-rata µb, variance σb²). Hal ini dikarenakan
dengan menghitung perbedaan rata-rata sampel, . Seberapa dekatkah
xa – xb mendekati nilai µa - µb? Sekali lagi kita dihadapkan pada
confidence interval.
Xa mempunyai rata-rata sampel xa dan jumlah sampel na, begitu juga untuk
Xb, xb dan nb. Jika merupakan variabel random normal, maka xa – xb
yang mempunyai rata-rata µa - µb dan variance (sa²/ na + sb/nb). Kita
dapatkan variabel random Z yang baru :
Yang mempunyai distribusi normal. Kemudoan lihat tabel 1 untuk
mendapatkan nilai a pada
Dimana CL merupakan confidence level. Setelah itu hitunglah c
Confidence interval untuk µa-µb adalah
Langkah Mengitung Confidence Interval Untuk Perbedaan Dua Rata-Rata
1. Tentukan confidence level yang diinginkan (misalnya 95 persen)
2. Lihat pada tabel convident interval
3. Hitung
4. Hitung
Confidence interval adalah
Sekali lagi jika jumlah sampel cukup banyak, variance sampel dapat
mengganti? σa² dan σb² jika keduanya tidak diketahui. Untuk sampel
sedikit, kita kembali pada distribusi "t". Dalam hal ini kita harus
membuat asumsi, yaitu σa² = σb² dan sampel-sampel tersebut dipilih
secara independen (sampel yang sedikit meghilang kerandoman).
Langkah menghitung convidence interval untuk perbedaan antara rata-rata
populasi jika mempunyai sampel kecil variance-variance populasi yang
sama
1. Tentukan confidence interval (misalnya 95 persen).
2. Hitung
3. Hitung sp² :
4. Lihat nilai df
5. Hitung c :
Confidence interval adalah
Nilai P (p value)
Nilai p (p value) adalah ukuran probabilitas kekuatan dari bukti
untuk menolak atau menerima hipotesis null (H0). Semakin kecil nilai p
yang diperoleh maka semakin kuat bukti tersebut untuk menolak hipotesis
null. Dalam aplikasinya kita biasanya membandingkan dengan nilai alpha
yang digunakan.
Jika nilai p < nilai (, maka kita menolak hipotesis
Jika nilai p > nilai (, maka kita menerima hipotesis
P-value dapat pula diartikan sebagai besarnya peluang melakukan
kesalahan apabila kita memutuskan untuk menolak H0 (Kurniawan, 2008).
Pada umumnya, p-value dibandingkan dengan suatu taraf nyata α tertentu,
biasanya 0.05 atau 5%. Taraf nyata α diartikan sebagai peluang kita
melakukan kesalahan untuk menyimpulkan bahwa H0 salah, padahal sebenarnya
statement H0 yang benar. Kesalahan semacam ini biasa dikenal dengan
galat/kesalahan jenis I (type I error, baca = type one error). Misal α
yang digunakan adalah 0.05, jika p-value sebesar 0.021 (< 0.05), maka
kita berani memutuskan menolak H0 . Hal ini disebabkan karena jika kita
memutuskan menolak H0 (menganggap statement H0 salah), kemungkinan kita
melakukan kesalahan masih lebih kecil daripada α = 0.05, dimana 0.05
merupakan ambang batas maksimal dimungkinkannya kita salah dalam membuat
keputusan.
Cara menghitung p–value adalah mendapatkan luasan daerah di bawah
kurva normal. Misalkan dalam pengujian satu sisi, H0 : µ < 0.10 dan H1 :
0.10 dan nilai uji statistik Z sampel = 1.41. Dengan demikian nilai p-
value untuk pengujian ini adalah probabilitas observasi suatu nilai Z
yang lebih dari 1.41. Nilai ini merupakan luas daerah di bawah kurva
normal di sebelah kanan Z = 1. 41. Dari tabel nilai Z kita dapatkan bahwa
luas daerah di bawah kurva normal di antara Z = 0 dan Z = 1.41 adalah
0.4207. Dengan demikian luas daerah di bawah kurva normal di sebelah
kanan Z = 1.41, yaitu p-value = 0.5 – 0.4207 = 0.0793.
B. Waktu untuk menggunakan:
1) OR (Odds Ratio)
Dalam statistik, odds adalah peluang terjadinya suau kejadian
dibandingkan peluang tidak terjadinya. Sebagai contoh, dalam 100
kelahiran, probabilitas bayi yang dilahirkan adalah laki-laki sebesar
51% sedangkan probabilitas bayi yang dilahirkan adalah perempuan sebesar
49%. Odds bayi yang dilahirkan adalah laki-laki yaitu 51/49 = 1,04.
Odds ratio adalah perbandingan dua odds.
Contoh :
Ada 20 orang yang pergi ke suatu restoran. Keesokan harinya 7 orang
diantaraanya sakit. Mereka mencurigai hal itu terjadi karena ikan yang
mereka makan di restoran.
" "Cases (ill)"Controls (not "Total "
" " "ill) " "
"Exposed (ate fish) "5 "3 "8 "
"Unexposed (didn't eat "2 "10 "12 "
"fish) " " " "
" "7 "13 "20 "
Odds of exposure in cases = a/c = 5/2 = 2,5
Odds of exposure in controls = b/d = 3/10 = 0,3
Odds Ratio = (a/c) / (b/d) = 2,5 / 0,3 = 8,33
Berdasarkan contoh di atas, kita dapat menympulkan bahwa mereka yang
memakan ikan 8,3 kali lebih beresiko sakit dibandingkan mereka yang
tidak memakan ikan.
Interpretasi Odds Ratio
If OR = 1
Exposure is not related to disease No association; independent
If OR > 1
Exposure is positively related to disease ; Positive association;
causal
If OR < 1
Exposure is negatively related to disease ; Negative association;
protective
Odds ratio dapat digunakan pada studi kohort maupun case control
dengan syarat odds ratio paparan sama dengan odds ratio penyakit.
Sedangkan relative risk hanya bisa digunakan pada studi kohort.
Berdasarkan WHO Basic Epidemiology, Odds ratio sangat mirip dengan
risk ratio, terutama jika penyakit langka. Agar odds ratio menjadi
pendekatan yang baik, kasus dan kontrol harus mewakili populasi
sehubungan dengan paparan/ exposure. Namun, karena insiden penyakit
tidak diketahui, risiko absolut/abslote risk tidak dapat dihitung. Odds
ratio harus disertai dengan interval kepercayaan yang diamati sekitar
titik estimasi.
Relative risk jauh lebih mudah untuk ditafsirkan dan jauh lebih
masuk akal untuk orang awam - misalnya relative risk 7,0 berarti bahwa
kelompok yang terkena dampak memiliki tujuh kali risiko dari kelompok
yang tidak terkena dampak. Kebanyakan orang dapat memahami konsep ini
cukup mudah. Odds ratio (rasio dari relative odds penyakit yang terjadi
di grup A dibandingkan dengan yang terjadi di grup B) lebih kompleks
secara konseptual, tetapi memiliki beberapa keunggulan statistik
dibandingkan relative risk - pada dasarnya lebih fleksibel. Aturan umum
menyebutkan bahwa jika prevalensi suatu penyakit penyakit <10% atau
lebih, nilai relative risk dan odds ratio kurang lebih sama.
2) RR (Risk Ratio)
Risiko relatif atau risk ratio (RR) adalah perbandingan atau rasio
angka insidensi kelompok yang terpajan faktor tertentu terhadap angka
insidensi kelompok yang tidak terpajan faktor tertentu. Secara skematis
dapat dituliskan sebagai berikut :
Risiko relatif (RR) =
Para dokter menggunakan risiko relatif yang menyatakan risiko pada
suatu kelompok yang terpajan suatu faktor (misalnya laki-laki,
hipertensi, perokok) dibandingkan dengan risiko pada suatu kelompok
referensi yang tidak terpajan suatu faktor (misalnya perempuan,
normotensi, bukan perokok). Jika faktornya adalah merokok, risiko
relative menyatakan kepada para dokter besarnya peningkatan risiko untuk
seorang pasien perokok dibandingkan dengan pasien yang bukan perokok.
Pasien perokok mungkin berada dalam kelompok berisiko tinggi mengidap
suatu penyakit (berdasarkan kebiasaan merokok), dan sebuah tes skrining
dapat ditujukan untuk mendeteksi awal penyakit asimtomatik. Faktor yang
dikaitkan dengan ini karena meningkatkan risiko relative disebut sebagai
faktor risiko (risk factors).
Risiko relative tidak mengukur probabilitas bahwa seseorang yang
memiliki suatu faktor akan mengidap penyakit. Contohnya, jika risiko
relative atas kepemilikan suatu faktor adalah 10, hal itu hanya berarti
bahwa probabilitas orang tersebut untuk menjadi sakit adalah 10 kali
lebih tinggi daripada orang yang tidak memiliki faktor tersebut jika
penyakitnya jarang, seseorang yang memiliki suatu faktor mungkin
memiliki peluang yang masih sangat kecil untuk menjadi sakit. Contohnya,
wanita yang sudah menggunakan kontrasepsi oral dalam waktu yang lama
mempunyai risiko relative yang tinggi untuk mengidap penyakit adenoma
sel hati. Namun, insidensi yang mendasari penyakit ini sangatlah kecil
sehingga peningkatan risiko yang diterima pengguna kontrasepsi oral
tidaklah penting dibandingkan dengan manfaat yang didapat. Hal itu
sangatlah penting untuk dapat diingat ketika risiko relative sudah
ditetapkan dari sebuah studi retrospektif. Hal ini disebabkan oleh
risiko relative tidak mengungkap angka insidensi baik untuk kelompok
terpajan maupun kelompok tidak terpajan. Jadi, risiko relative yang
diperkirakan bagi kelompok terpajan hanyalah suatu perkalian dari angka
insidensi yang tidak diketahui di kalangan mereka yang tidak terpajan.
Risiko relative juga mengukur kekuatan asosiasi antara suatu faktor
dan suatu outcome tertentu, jadi suatu risiko relative yang tinggi
menunjuk kepada penyebab penyakit dan sangat berguna dalam penelitian
untuk etiologi penyakit.
Ciri-ciri risiko relative
Risiko relatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Risiko relatif tidak menyatakan besarnya insidensi.
2. Risiko relatif diperoleh dari hasil penelitian prospektif, sedangkan
risiko relatif yang diperoleh dari hasil penelitian retrospektif
disebut odd ratio yang hanya meerupakan perkiraan saja.
3. Risiko relatif menyatakan besarnya risiko yang harus ditanggung oleh
kelompok orang yang terpajan dibandingkan dengan orang yang tidak
terpajan.
4. Risiko relatif tidak mengukur besarnya probabilitas seseorang akan
terkena penyakit sebagai akibat pemaparan oleh faktor penyebab
penyakit. Ini berarti bahwa seseorang yang terpajan belum tentu
menderita, tetapi sebaliknya seseorang yang tidak terpajan dapat
menderita. Misalnya, risiko perokok terhadap karsinoma paru-paru
adalah 9 kali lebih besar dibandingkan dengan bukan perokok. Bila dari
sekelompok perokok diambil secara acak seorang perokok, kita tidak
dapat memastikan bahwa orang tersebut menderita karsinoma paru-paru.
5. Ringginya risiko relatif dapat digunakan untuk memperkuat dugaan
adanya hubungan sebab akibat. Makin tinggi nilai risiko relatif
kemungkinan adanya hubungan sebab akibat menjadi semakin besar.
Misalnya, bila diperoleh risiko relatif = 9, akan lebih yakin adanya
hubungan sebab akibat dibandingkan dengan risiko relatif = 2.
6. Risiko relatif merupakan suatu rasio. Dengan demikian, identitas
masing-masing risiko akan hilang hingga diperoleh risiko relatif yang
tinggi kita tidak dapat mengetahui apakah karena risiko terpajan yang
tinggi atau karena risiko tidak terpajan yang rendah. Misalnya, RR =
10 dapat dihasilkan dari 100/10 atau 10/1. Hal ini mempunyai implikasi
klinis yang sangat berarti karena risiko yang tinggi dengan angka
insidensi yang sangat kecil atau timbulnya penyakit sangat jarang.
Misalnya, karsinoma usus besar yang bersifat familial adalah 20 kali
lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai keturunan
tersebut. Hal ini kurang mempunyai arti klinis karena terjadinya
sangat jarang. Agar tidak salah dalam menginterpretasi tingginya
risiko relatif, hendaknya pada risiko relatif disertakan pula besarnya
risiko masing-masing kelompok.
Hubungan intensitas pemajanan dan besarnya risiko
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, diketahui besarnya
risiko timbulnya suatu penyakit dipengaruhi intensitas pemajanan.
Kondisi ini dapat dipakai untuk memperkirakan hubungan sebab akibat
antara pemajanan oleh faktor risiko dengan timbulnya penyakit. Bila
antara faktor risiko dan timbulnya penyakit terdapat hubungan posirif,
makin tinggi intensitas pemajanan makin tinggi pula besarnya risiko. Hal
ini dapat digunakna sebagai indicator adanya hubungan sebab akibat
antara pemaparan dan timbulnya penyakit. Misalnya, hubungan antara rokok
dan karsinoma paru-paru.
Dari hasil penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Doll dan
Hill tentang hubungan antara rokok dan karsinoma paru-paru berdasarkan
banyaknya batang rokok yang diisap per hari ternyata makin banyak rokok
yang diisap maka makin tinggi pula perkiraan risiko relative
dibandingkan dengan tidak merokok. Dalam penelitian ini, tidak merokok
dianggap sebagai standar dengan risiko sama dengan 1 atau dianggap tidak
mempunyai risiko. Selengkapnya hasil tersebut dapat dilihat pada tabel
di bawah ini :
Dari tabel di atas tampak bahwa makin banyak rokok yang diisap per
hari, makin tinggi pula risiko terkena karsinoma paru-paru hingga dugaan
bahwa rokok merupakan salah satu penyebab timbulnya karsinoma paru-paru
menjadi semakin kuat.
3) PR (Prevalence Ratio)
Prevalence ratio merupakan rasio dari proporsi orang yang sakit
terhadap proporsi orang yang terpapar.
Prevalensi penyakit pada orang yang terpapar dan yang tidak terpapar
(penelitian cross sectional)
Pada tabel 2x2 dibawah, proporsi dari orang yang sakit dihitung pada
kelompok dengan orang yang terpapar dan secara terpisah dalam kelompok
tanpa orang yang terpapar.
" "Ya "Tidak "
"Ya "A "b "
" Tidak "C "d "
a/a+b merupakan prevalensi dari penyakit diantara orang-orang yang
terpapar
c/c+d merupakan prevalensi dari penyakit diantara orang yang tidak
terpapar
Karena ini merupakan penelitian cross-sectional, keduanya merupakan
prevalens. Untuk membandingkan kedua prevalens tersebut, kita dapat
membentuk rasio dengan satu diatas yang lain untuk mendapatkan prevalens
rasio dari penyakit pada orang yang terpapar dan yang tidak terpapar.
Maksud dari Prevalens Rasio
Jika prevalens-nya sama, maka rasio-nya akan sama dengan 1.0
Jika prevalens penyakit lebih tinggi dari paparan (diletakkan di atas
pada rasio), maka rasio akan lebih besar daripada 1.0
Jika prevalens-nya lebih rendah daripada paparan, maka rasio-nya akan
kurang dari 1.0
Kekuatan Hubungan
Seberapa banyak lebih besar atau lebih kecil daripada 1.0 merupakan
ukuran dari kekuatan hubungan antara paparan dengan penyakit.
Rasio berdasarkan Kemungkinan
Pada tabel diatas:
Jadi a/a+b dan c/c+d = kemungkinan dari penyakit
PR merupakan rasio dari dua kemungkinan
Proporsi dengan prevalens penyakit diantara mereka yang terpapar
merupakan kemungkinan dari prevalens penyakit diantara mereka yang
terpapar, dan dengan cara yang sama untuk yang tidak terpapar. Kita
membuat titik ini untuk membedakan rasio berdasarkan kemungkinan dari
rasio berdasarkan odds.
Study Pelaporan Prevalens Rasio
Contoh prevalens rasio:
"Secara keseluruhan, prevalens HSV2 pada tindakan lanjutan yaitu 11,9%
pada peserta pria dan 21,1% pada peserta wanita, dengan mengatur
prevalens rasio pada:
0.92 (CI 0.69, 1.22) dan
1.05 (CI 0.83, 1,32), berturut-turut."
Ini merupakan publikasi dari sebuah percobaan acak komunitas di Tanzania.
Hasil biologis utama yaitu insidens dari infeksi HIV selama percobaan dan
prevalens dari infeksi HSV2 pada akhir dari percobaan ini pada:
Intervensi dan
Kelompok kontrol
20 komunitas diacak, 10 pada masing-masing kelompok.
HSV2 diukur hanya sekali, secara cross-sectional, pada akhir dari
percobaan dan karena itu rasio dari prevalens pada intervensi dan
kelompok kontrol dilaporkan secara benar sebagai prevalens rasio.
4) POR (Prevalence Odds Ratio)
Prevalensi merupakan gambaran tentang frekuensi penderita lama dan
baru yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu di sekelompok
masyarakat tertentu. Pada perhitungan angka prevalensi digunakan jumlah
seluruh penduduk tanpa memperhitungkan orang / penduduk yang kebal atau
penduduk dengan resiko (Population at Risk).
Odds Ratio (OR) adalah ukuran asosiasi paparan (factor risiko)
dengan kejadian penyakit; dihitung dari angka kejadian penyakit pada
kelompok berisiko (terpapar factor risiko) dibanding angka kejadian
penyakit pada kelompok yang tidak berisiko (tidak terpapar factor
risiko). Odds ratio juga hanya boleh dilakukan pada penelitian dengan
pendekatan Case Control. Sedangkan untuk penelitian dengan pendekatan
kohort, maka disebut Relatif Risk. Dan dengan desain penelitian cross
sectional maka ukuran asosiasi yang digunakan adalah Prevalence Odds
Ratio (POR).
Prevalence Odds Ratio (POR) jika odd penyakit pada kelompok
terpapar dibagi dengan odd penyakit pada kelompok tak terpapar.
Prevalence Odds Ratio (POR) = Cross Product Ratio ( bila data didasarkan
pada kasus-kasus prevalence.
Contoh:
"Faktor "Kasus "Kontrol "Total "
"Perokok "650 (b) "950 (b) "1600 "
"BukanPerokok "50 (c) "350 (d) "400 "
"Total "700 "1300 "2000 "
Prevalence Odds Ratio = = 4,8
DAFTAR PUSTAKA
Budiarto, Eko. 2001. Pengantar Epidemiologi, Ed.2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Kurniawan, Deny. 2008. Regresi Linier (Linear Regression): Forum
Statistika.
Morton, Richard F., J. Richard Hebel, dan Robert J. McCarter. 2001. A Study
Guide to Epidemiology and Biostatistics, 5th Ed. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Ross, D. A., Changalucha, J., Obasi, A. I., Todd, J., Plummer, M. L.,
Cleophas-Mazige, B., et al. (2007). Biological and behavioural impact
of an adolescent sexual health intervention in Tanzania: a community-
randomized trial. Aids, 21(14), 1943-1955.
Sukon Kancharanaksa. 2008. Estimating Risk. John hopkins University.
Sunarto dan Achmad Surjono. 1997. Interval Kepercayaan dalam Analisis
Kemaknaan Klinis. Berkala Ilmu Kedokteran. Vol. 29, No. 3, September
1997. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Sumber lain:
Admin. 2015. Pengertian nilai p (p value) atau sig dari output SPSS atau
excell dalam uji t, uji z dan uji F, (http://www.risetdata.com/?p=161,
di akses 6 Maret 2016)
Bab 11. Diakses pada 05 Maret 2016. Diakses melalui:
https://elearning.gunadarma.ac.id.
E-Learning Gunadarma, 2011. Bagian 4 Uji Hipotesis,
(http://elearning.gunadarma.ac.id, diakses 6 Maret 2016).
https://www.researchgate.net/deref/http%3A%2F%2Fwhqlibdoc.who.int%2Fpublicat
ions%2F2006%2F9241547073_eng.pdf Diakses pada tanggal 2 Maret 2016
Martin, Jeff. 2009. Prevalence Ratio in Cross-Sectional Study.
https://www.ctspedia.org/do/view/CTSpedia/PrevalenceRatio. diakses
pada 06 Maret 2016.
Murti, Bhisma. _____. Pengantar Biostatistik,
(http://fk.uns.ac.id/static/materi/Pengantar_Biostatistik_Prof_Bhisma_M
urti.pdf, diakses 5 Maret 2016).
Uji Statistik. Diakses dari http://www.statistikian.com/2012/11/odds-
ratio.html pada 6 Maret 2016
Yelda, Fitria. Ukuran Asosiasi dan Ukuran Dampak. Diakses dari
https://bidansmart.files.wordpress.com/2010/03/4-ukuran-asosiasi-dan-
dampak-praktikum-ptm-4.pdf pada 6 Maret 2016
-----------------------
PR =
Paparan
Sakit