Analisa Perusahaan Pertambangan
Nama : Kenny E Roringpandey
N.I.M : 024.11.015
I. PPh apa saja yang di berlakukan dalam kegiatan usaha pertambangan
Masing-masing proses tersebut terdapat kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Berikut diampaikan kewajiban perpajakan masing-masing siklus:
1. Penyelidikan Umum
Untuk menentukan potensi mineral pada suatu daerah perlu dilakukan pengujian geologis, untuk itu dibutuhkan jasa dari pihak peneliti geologis untuk melakukan Penelitian. Atas jasa tersebut terutang PPN dan PPh Pasal 23/26 tergantung siapa yang melaksanakan.
2. Eksplorasi
Adalah rangkaian kegiatan oenelitian, pengujian kandungan mineral, pemetaan wilayah dan kegiatan lainnya yang dibutuhkan untuk mendapatkan informasi tentang lokasi, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya serta info lingkungan sosial dan lingkungan hidup. Diperlukan jasa dari pihak ketiga yang akan terutang PPN dan PPh Pasal 23/26 tergantung pihak yang melaksanakan.
3. Studi Kelayakan
Dilakukan untuk mendapatkan informasi kelayakan ekonomis dan teknis pertambangan dan proses analisis mengenai dampak lingkungan dan perencanaan pasca tambang, studi kelayakan tersebut memuat data dan keterangan mengenai usaha tambang tersebut. Proses ini dilakukan oleh pihak ketiga yang ahli mengenai hal tersebut. Atas jasa pengujian tersebut terutang PPN dan PPh Ps 23.
4. Konstruksi
Setelah diketahui bahwa proyek pertambangan layak secara ekonomis teknis dan lingkungan, maka dilakukan pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur biasanya dilakukan oleh perusahaan konstruksi. Jasa akan terutang PPN dan PPh Pasal 4 ayat (2) atas jasa konstruksi.
5. Pertambangan/Eksploitasi
Kegiatan ini biasanya meliputi Land clearing (proses pembukaan lahan), Pengeboran dan penggalian, pengolahan/pemurnian, pengangkutan dan penjualan. Atas jasa yang dilakukan oleh pihak ketiga terutang PPh Pasal 23/26 dan PPN.
6. Reklamasi
Adalah proses rehabilitasi lingkungan yang rusak akibat kegiatan penambangan. Apabila proses reklamasi dilakukan oleh pihak ketiga maka akan terutang PPh Pasal 23/26 dan PPN.
Selain jenis pajak tersebut diatas, juga terdapat kewajiban pembayaran pajak atas PPh Pasal 21 yaitu untuk pegawai tetap, pegawai tidak tetap, orang pribadi yang bukan pegawai atas upah yang diterima.
- Yang sudah dipotong dalam pertambangan :
a. Iuran Tetap
Perhitungannya = Luas Wilayah x Tarif
* Tarif berdasarkan tahap kegiatan
* IUP, mengacu pada PP No. 9 Thn 2012
* KK dan PKP2B sesuai Kontrak/Perjanjian
Cara Pembayarannya :
* IUP, sekali dalam setahun, paling lambat 30 hr stlh SK IUP
* KK-PKP2B, dua kali setahun setiap Januari dan Juli
* Setoran Iuran Tetap dalam Rupiah Disetor Langsung ke Kas Negara
dengan menggunakan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP), sedangkan
dalam Valas (US$) disetor Rekening Kas Umum Negara dgn No. Rekn.
600.502411.980 pd Bank Indonesia-Jkt
b. Iuran Produksi/Royalti
Total royalti yang harus diberikan pengusaha tambang kepada pemerintah sebesar 10 persen. Pasal 129 ayat (1) menyebutkan, pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi untuk pertambangan mineral logam dan batubara, wajib membayar 4 persen kepada pemerintah dan 6 persen kepada pemerintah daerah dari keuntungan bersih sejak berproduksi.
Bagian pemerintah daerah kemudian dibagi lagi menjadi pemerintah provinsi mendapat jatah 1 persen, pemerintah kabupaten/kota penghasil 2,5 persen, dan pemerintah kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang sama 2,5 persen (Pasal 129 ayat (2)). Penjatahan itu memperlihatkan bahwa pemerintah pusat tetap mendapat bagian paling besar, sedangkan pemerintah provinsi paling sedikit.
Cara Pembayarannya :
*Royalti IUP, KK dan DHPB dibayar segera, paling lambat 30 hari atau sesuai kontrak
* Setoran Iuran Tetap dalam Rupiah Disetor Langsung ke Kas Negara
dengan menggunakan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP), sedangkan
dalam Valas (US$) disetor Rekening Kas Umum Negara dgn No. Rekn.
600.502411.980 pd Bank Indonesia-Jkt
II. Apa yang dimaksud dengan BEP
Break Even Point adalah suatu keadaan dimana perusahaan dalam operasinya tidak memperoleh laba dan juga tidak menderita kerugian atau dengan kata lain total biaya sama dengan total penjualan sehingga tidak ada laba dan tidak ada rugi. Hal ini bisa terjadi apabila perusahaan di dalam operasinya menggunakan biaya tetap dan biaya variabel, dan volume penjualannya hanya cukup menutupi biaya tetap dan biaya variabel. Apabila penjualan hanya cukup menutupi biaya variabel dan sebagian biaya tetap, maka perusahaan menderita kerugian. Sebaliknya, perusahaan akan memperoleh keuntungan, apabila penjualan melebihi biaya variabel dan biaya tetap yang harus dikeluarkan.
Salah satu tujuan perusahaan adalah mencapai laba atau keuntungan sesuai dengan pertumbuhan perusahaan. Untuk mencapai laba yang semaksimal mungkin dapat dilakukan dengan tiga langkah sebagai berikut, yaitu :
a. Menekan biaya produksi maupun biaya operasional serendah-rendahnya dengan mempertahankan tingkat harga, kualitas dan kunatitas.
b. Menentukan harga dengan sedemikian rupa sesuai dengan laba yang dikehendaki.
c. Meningkatkan volume kegitan semaksimal mungkin.
Salah satu cara untuk menentukan break-even point adalah dengan membuat gambar break-even. Dalam gambar tersebut akan nampak garis-garis biaya tetap, biaya total yang menggambarkan jumlah biaya tetap dan biaya variabel, dan garis penghasilan penjualan.
Besarnya volume produksi/penjualan dalam unit nampak pada sumbu horizontal (sumbu X) dan besarnya biaya dan penghasilan penjualan akan nampak pada sumbu ventikal (sumbu Y).
Dalam gambar break-even tersebut break-even point dapat ditentukan, yaitu pada titik di mana terjadi persilangan antara garis penghasilan penjualan dengan garis biaya total. dan Apabila titik tersebut kita tarik garis lurus vertikal ke bawah sampai sumbu X akan nampak besarnya break-even dalam unit. dan Kalau titik itu ditarik garus lurus horizontal ke samping sampai sumbu Y, akan nampak besarnya break-even dalam rupiah.
Dalam menggambarkan garis biaya tetap dalam gambar break-even itu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggambarkan garis biaya tetap secara horizontal sejajar dengan sumbu X, atau dengan menggambarkan garis biaya tetap sejajar dengan garis biaya variabel. Pada cara yang kedua, besarnya "contribution margin" akan nampak pada gambar break-even tersebut.
Untuk jelasnya dapatlah diberikan contoh di bawah
Contoh 22.1
Suatu perusahaan bekerja dengan biaya tetap sebesar Rp300.000.OO. Biaya variabel per unit Rp40,00. Harga jual per unit Rpl00,00. Kapasitas produksi maksimal 10.000 unit. Dengan dua cara dalam menggambarkan garis biaya tetap, atas dasar data tersebut, kita dapat membuat dua gambar break-even seperti nampak di bawah ini.
Dari kedua gambar tersebut di atas nampak bahwa break-even point tecapai pada volume penjualan sebesar Rp500.000,00 atau dinyatakan dalam unit sebanyak 5.000 unit. Pada gambar 22.1.b. adalah lebih baik karena pada gambar tersebut nampak konsep "contribution margin". Dalam gambar tersebut break-even point tercapai pada volume kegiatan di mana contribution margin (yaitu penghasilan penjualan minus biaya variabel) tepat sama besarnya dengan biaya tetap, yaitu pada volume penjualan Rp500.000,00 atau dalam unit sebanyak 5.000 unit.
Perhitungan break-even point yang lebih tepat dapat dilakukan dengan cara "trial and error" (serba coba-coba) atau dengan menggunakan rumus-rumus aljabar.
Perhitungan Break-Even Point dengan Cara "Trial and Error"
Perhitungan break-even point dapat dilakukan dengan cara coba-coba, yaitu dengan menghitung keuntungan operasi dan suatu volume produksi/penjualan tertentu. Apabila perhitungan tersebut menghasilkan keuntungan maka diambil volume penjualan/produksi yang lebih rendah. Apabila dengan mengambil suatu volume penjualan tertentu, perusahaan menderita kerugian maka kita mengambil volume penjualan/produksi yang lebih besar, Demikian dilakukan seterusnya hingga dicapai volume penjualan/produksi di mana penghasilan penjualan tepat sama dengan besarnya biaya total. Misalkan dari contoh 22.1. diambil volume produksi 6.000 unit. Dengan volume produksi 6.000 unit maka dapat dihitung keuntungan operasi sebagai berikut:
= (6.000 x Rp100,00) Rp300.000,00 + (6.000 x Rp40,00))
= Rp600.000.00 (Rp300.000,00 + Rp240.000,00) = Rp60.000,00
Pada volume produksi 6.000 unit perusahaan masih mendapatkan keuntungan. Ini berarti bahwa break-even pointnya terletak di bawah 6.000 unit. Misalkan diambil 4.000 unit, dan hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
(4.000 x Rp100.00) — Rp300.000.00 + (4.000 x Rp40,00)
= Rp400.000,00 — (Rp300.000,00 + Rp160.000,00) = Rp- 60.000,00
Pada volume 4.000 unit ternyata diderita kerugian sebesar Rp60.000,00. Ini beranti bahwa break-even pointnya lebih besar dan 4.000 unit. Misalkan kita ambil 5.000 unit, dan hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
(5.000 x Rp100,00) — (Rp300.000,00 + Rp200.000,00)) =
Rp500.000,00 — (Rp300.000,00 + Rp200.000,00) = Rp0,00.
Ternyata pada volume produksi penjualan 5.000 unit tercapai break-even point yaitu yang di mana keuntungan netonya sama dengan nol.
Perhitungan Break-Even Point dengan Menggunakan Rumus Aljabar
Perhitungan break-even point dengan menggunakan rumus aijabar dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
atas dasar unit
atas dasar sales dalam rupiah.
a) Perhitungan break-even point atas dasar unit dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:
BEP Q= FCP-V
Dimana :
P = hargajual per unit
V = biaya variabel per unit
FC = biaya tetap
Q = jumlah unit/kuantitas produk yang dihasilkan dan dijual.
Dari contoh 22.1. dapat dihitung secara Iangsung dalam unit dengan menggunakan rumus tersebut di atas dan hasilnya adalah sebagai berikut.
BEP=Rp.300.000,00Rp.100,00-Rp.40,00=5.000 unit
b) Perhitungan break-even point atas dasar sales dalam rupiah dapat dilakukan dengan menggunakan rumus aljabar sebagai berikut:
BEP=FC1-VCS
di mana:
PC = biaya tetap
VC = biaya variabel
S = volume penjualan.
Dari contoh 22.1. di muka, Sales pada break-even dinyatakan dalam rupiah dapat dihitung dengan menggunakan rumus tersebut sebagai berikut:
BEP=Rp.300.000,001-Rp.400.000,00Rp.1.000.000,00=Rp.500.000,00
Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa volume penjualan pada break-even dinyatakan dalam rupiah adalah sebesar Rp500.000,00. Apabila volume penjualan tersebut dibagi dengan harga jual per unit, hasilnya menunjukkan break-even point dalam unit yaitu:
=Rp.500.000,00Rp.100,00=5.000 unit
Dalam analisa BEP perlu pula dipahami konsep "Margin of Safety".Besarnya margin of safety dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
margin of safety=penjualan yang direncanakan-penjualan pada break evenpenjualan yang direncanakan×100%
Margin of Safety menupakan angka yang menunjukkan jarak antara penjualan yang direncanakan atau dibudgetkan (budgeted Sales) dengan penjualan pada break-even. Dengan demikian maka margin of safety adalah juga menggambarkan batas jarak, di mana kalau berkurangnya penjualan melampaui batas jarak tersebut, perusahaan akan menderita kerugian. Dari contoh 22.1. besamya margin of safety dapat dihitung sebagai berikut:
margin of safety=Rp.1.000.000,00-Rp.500.000,00Rp.1.000.000,00×100%=50%
Angka margin of safety sebesar 50% menunjukkan kalau jumlah penjualan yang nyata berkurang atau menyimpang lebih besar dari 50% (dari penjualan yang direncanakan) perusahaan akan menderita kerugian. Kalau berkurangnya penjualan hanya 40% dan yang direncanakan, perusahaan belum mendenita kerugian.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makin kecilnya margin of safety berarti makin cepat perusahaan menderita kerugian dalam hal ada penurunan jumlah penjualan yang nyata. Untuk membedakan batas penyimpangan yang dapat menimbulkan kerugian dinyatakan dalam angka absolut dan dalam angka relatif, kadang-kadang digunakan dua macam istilah. Untuk batas penyimpangan yang absolut digunakan istilah "margin of Safety" dan untuk batas penyimpangan dalam angka yang relatif (dalam persentase dari sales) digunakan istilah "margin of safety ratio". Untuk contoh tersebut di atas besarnya "margin of safety' adalab Rp500.000,00 dan besarnya "margin of safety ratio" adalah 50%.
V. Peraturan Pertambangan yang terbaru Undang - Undang No.4 Tahun 2009
1. Kekayaan tambang disebut Mineral dan Batubara- Dikuasai negara, diselenggarakan oleh pemerintah dan /atau pemerintah daerah (pasal 4)- Pemerintah dan DPR menetapkan kebijakan pengutamaan mineral dan Batubara untuk kepentingan nasional. Pemerintah berwenang menetapkan produksi setiap pro-vinsi untuk mengendalikan produksi dan ekspor (pasal 5)
2. Penggolongan Usaha Pertambangan:- Pertambangan Mineral- Pertambangan Batubara
Penggolongan komoditas tambang terdiri dari :
- Mineral radio aktif
- Mineral logam
- Mineral bukan logam
-Batuan
- Batubara
3. Kewenangan Pengelolaan- Kebijakan dan pengelolaan skup nasional oleh Pemerintah, ada 21 kewenangan (pasal 6)- Kebijakan dan pengelolaan skup wilayah provinsi oleh Pemerintah Provinsi, ada 14 kewenangan (pasal 7). Kebijakan dan pengelolaan skup kabupaten/kota oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, ada 12 kewenangan (pasal 8)
4. Wilayah Pertambangan :- Wilayah Pertambangan (WP) adalah bagian dari tata ruang nasional, ditetapkan Pemerintah setelah berkoordinasi dengan pemda dan DPR RI (pasal 10)- Wilayah Pertambangan terdiri atas wilayah usaha pertambangan (WUP), wilayah pertambangan rakyat (WPR), dan wilayah pencadangan nasional (WPN), pasal 13. WUP, WPR dan WPN diatur terperinci (pasal 14-33)
5. Bentuk Izin Usaha Pertambangan- Izin Usaha Pertambangan (IUP)- Izin Pertambangan Rakyat (IPR) Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)
6. Tahapan Usaha Pertambangan1. Eksplorasi, meliputi :- penyelidikan umum
- eksplorasi
- studi kelayakan (pasal 36)
* Operasi Produksi
- konstruksi
- penambangan
- pengolahan dan pemurnian
- pengangkutan dan penjualan (pasal 36)
7. Pelaku Usaha:- IUP diberikan pada badan usaha, koperasi dan perseorangan (pasal 38)- IPR diberikan pada penduduk setempatm baik perseorangan maupun kelompok masyarakat, dan atau koperasi (pasal 67), dengan luas yang terperinci (pasal 68). IUPK diberikan pada badan usaha berbadan hukum Indonesia, baik BUMN, BUMD, maupun swasta. BUMN dan BUMD mendapat prioritas (pasal 75)
8. Prosedur Pemberian Izin- Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) mineral logam diberikan kepada pengusaha tambang dengan cara lelang (pasal 51)- Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) batubara diberikan kepada pengusaha tambang dengan cara lelang (pasal 60). Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) mineral non logam dan batuan diberikan kepada pengusaha tambang dengan cara pengajuan permohonan kepada pemberi izin (pasal 54 dan 57)
9. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha- Keuangan :- Membayar pendapatan negara dan daerah : Pajak, PNBP, iuran (pasal 128 – 133).
- Lingkungan :
- Good mining practices (pasal 95)
- Reklamasi, pasca tambang dan konservasi yang telah direncanakan, beserta dana yang disediakan (pasal 96 – 100)
- Nilai tambah. Pemegang IUP Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil tambang di dalam negeri(pasal 103 – 104)
- Mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat (pasal 106)
- Saat tahap operasi produksi, wajib mengikutsertakan pengusaha lokal (pasal 107)
- Menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (pasal 108)
- Wajib menggunakan perusahaan jasa pertambangan lokal dan/atau nasional seperti konsultasi dan perencanaan (pasal 124)
10. Divestasi :Setelah 5 tahun beroperasi, badan usaha pemegang IUP dan IUPK yang sahamnya dimiliki asing, wajib melakukan divestasi pada Pemerintah, pemda, BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta nasional (pasal 112)
11. Pembinaan dan Pengawasan- IUP (Menteri, Bupati/Walikota – sesuai kewenangan) – pasal 139-142. Bentuk pengawasan sangat terinci.- IPR (Bupati/Walikota) - pasal 143
12. Perlindungan MasyarakatMasyarakat yang terkena dampak negatif langsung berhak mendapat ganti rugi yang layak, atau mengajukan gugatan (pasal 145)
13. Penyidikan (pasal 149)- Penyidik Polri- Penyidik PPNS
14. Ketentuan Pidana- Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota – sesuai kewenangannya berhak memberi sanksi administratif pada pemegang IUP, IPR dan IUPK. Sanksi mulai dari peringatan hingga pencabutan ijin (pasal 151).- Sanksi cukup keras. Misalnya, setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK dihukum maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp. 10 Miliar
- Setiap orang yang mengeluarkan IUP, IPR, atau IUPK yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dan menyalahgunakan kewenangannya diberi sanksi pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). (pasal 165)
VI. PP 46 2013
Kategori Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu dikenakan Pajak Penghasilan Final senilai 1% dari Peredaran Bruto. Adapun kriterianya adalah :
a. Wajib Pajak Orang Pribadi / Wajib Pajak Badan tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap.
b. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
VII. Area Produktif Dan Area Eksplorasi
Perusahaan PT. A mempunyai tanah produktif seluas 50 hektar dan hanya mengksplorasi seluas 20 hektar dengan nilai jual per-hektar Rp 100.000.000 berikut perhitungannya :
a. Area Eksplorasi : 20 ha x Rp 100.000.000,- = Rp 2.000.000.000,-
DPP : Rp 2.000.000.000,-
NJOPTKP :(Rp 12.000.000,-)
NJOPKP : Rp 1.988.000.000,-
Tarif PBB : 40% x Rp 1.988.000.000,- = Rp 795.200.000
PPh terutang : 0.3% x Rp 1.988.000.000,- = Rp 5.964.000
b. Area Tidak Produktif : 30 ha x Rp 100.000.000,- = Rp 3.000.000.000,-
DPP : Rp 3.000.000.000,-
NJOPTKP : (Rp 12.000.000,-)