Analisa Kasus Korupsi Dana Haji Surya Dharma Ali Oleh : Daniel Maringan Tua
Korupsi secara etimologis berasal dari bahasa latin corumpere yang bermakna busuk, rusak, menyogok, dan menggoyahkan. 1 Dalam hal ini kata korupsi merujuk pada tindakan yang berupaya untuk menyalahgunakan kepercayaan publik guna mendapatkan keuntungan tertentu secara sepihak. Dalam Bahasa Inggris, korupsi berasal dari kata corrupt, corruption corruption yang diartikan sebagai kecurangan yang bersifat merusak.2 Hal ini menggambarkan bahwa korupsi mencakup pada penyalahgunaan wewenang oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, intervensi kebijakan, kebijakan, dan penipuan. penipuan. Dengan mengacu pada corumpere, corrupt, dan corruption, corruption, maka dapat diketahui bahwa korupsi merupakan sebuah aktivitas menyimpang yang bersifat merusak dengan menyalahgunakan kepercayaan publik untuk mendapatkan keuntungan tersendiri. Namun demikian hal menarik yang patut untuk dikaji secara mendalam adalah keterikatan penyimpangan dengan manuver yang dilakukan oleh aktor politik untuk menjatuhkan lawan politiknya dalam sebuah konstelasi politik masyarakat. Hal ini menjadi menarik ketika melihat lebih lanjut keterlibatan Surya Dharma Ali selaku aktor pemerintahan dan aktor politik pada saat penetapan pasangan calon peserta pemili han presiden. Surya Dharma Ali (SDA) merupakan seorang politikus asal Jakarta yang pernah dipercaya untuk memimpin lembaga negara sebesar Kementrian Agama Republik Indonesia. 3 SDA sendiri lahir tepat pada tanggal 19 September 1956, dalam perkembangannya perkembangannya SDA tercatat sebagai anggota Alumni Alumni Institute Agama Agama 1
Hamzah, Andi. 2005. Pemberantasan 2005. Pemberantasan Korupsi melalui Hukum Pidana Nasional Nasional dan Internasional . Jakarta : Grafindo Persada 2 Echols, John dan Hassan Sadily. 2007. Kamus Inggris-Indonesia (an English-Indonesia Dictionary). Dictionary). Jakarta : Gramedia Pustaka Utama 3 Taufiqurrochman. 2013. Taufiqurrochman. 2013. Sang Nakhoda : Biografi Surya Dharma Ali. Malang : UIN-Maliki
Islam Negeri Syarief Hidayatullah. Pada tahun 2001 SDA diketahui tercatat sebagai Ketua Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat hingga tahun 2004. Dalam karir politiknya SDA juga diketahui terlibat dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sebelum menduduki sebagai Menteri Agama Indonesia, Suryadharma menjabat sebagai Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah di Kabinet Indonesia Bersatu Bers atu masa kepemimpinan pasangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla. Sebelumnya jabatan tersebut diduduki oleh Alimarwan Hanan yang konon merasa belum berhasil mengangkat Kementerian Negara KUKM menjadi Departemen Koperasi. Saat ini posisi tersebut diduduki oleh Mari Elka Pangestu. Suryadharma menduduki sebagai menteri Agama tertanggal 22 Oktober hingga 2014. Beliau adalah orang ke 20 yang menjabat di kursi kementerian tersebut. Kementerian Agama Indonesia didirikan pada tanggal 19 Agustus 1945 yang diawali oleh K.H Wahid Hasyim. Sebagaimana diketahui bersama bahwa seorang Surya Dharma Ali ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tanggal 22 Mei 2014. 4 Dalam hal ini ketetapan tersebut disampaikan oleh Busyro Muqoddas selaku Wakil Ketua KPK pada publik. Hal ini tentu menjadi pemberitaan yang cukup mengejutkan, mengingat Kementrian Agama selama ini digolongkan sebagai tempat berkumpulnya orang-orang yang bersih dan suci karena senantiasa memperjuangkan penegakan moral dalam kehidupan beragama dan bernegara. KPK sendidi merupakan sebuah komisi yang dientuk pada taahun 2003 dengan merujuk pada UU No.30 Tahun 2002 yang menghendaki pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Dalam hal ini KPK memiliki tugas
untuk
melakukan
kordinasi,
supervise,
penyelidikan,
penyidikan,
penuntutan, dan pengawasan terhadap instansi penyelenggara negara sebagai bentuk pencegahan terhadap tindak pidana korupsi. Meskipun demikian KPK juga juga memiliki kewenanangan untuk mengkordinasikan penyelidikan, penyidikan, 4
Dwi, Inggried. 2014. “KPK Tetapkan Menteri Agama Suryadharma Ali Tersangka” Tersangka ” (http://nasional.kompas.com/read/2014/05/22/1832203/KPK.Tetapkan.Menteri.Agama.Suryadhar ma.Ali.Tersangka), ma.Ali.Tersangka), diakses pada tanggal tanggal 15 Juni 2014 Pukul 19:00 WIB
penuntutan, penyerapan informasi dsb sebagai wujud pemberantasan tindak pidana korupsi dalam instansi pemerintahan selaku penyelenggara. Keterlibatan Surya Dharma Ali dalam kasus pengelolaan dana haji di Kementrian Agama itu sendiri pada dasarnya menunjukan bahwa ada aktivitas menyimpang
yang
dilakukan
di
Kementrian
Agama
(khususnya
dalam
pengelolaan dana haji Indonesia) sebagai aparatur pemerintahan. Thompson sendiri dalam menyikapi sebuah kasus korupsi sebagai sebuah nilai privatisasi dalam kehidupan masyarakat yang melewati proses keterwakilan melalui debat dan pilihan.5 Hal ini tentu mengisyaratkan bahwa korupsi bukan hanya sekedar bicara materi atau berpindah tangannya sebuah kemanfaatan serta motif aktor itu sendiri, melainkan menekankan pada privatisasi nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat yang berhasil melewati proses perdebatan pilihan dalam mewakili kepentingan masyarakat itu sendiri. Apa yang dikatakan Johan GL ini pada dasarnya bisa dijadikan sebagai pedoman karena dalam upaya mengkaji tentang tindakan menyimpang lebih menekankan pada adanya upaya privatisasi nilai publik yang dilakukan setelah melewati perdebatan dalam institusi selaku penyelenggara pemerintahan. Apa yang dikatakan Johan GL menjadi menarik manakala kita melihat sebuah fenomena yang menimpa Surya Dharma Ali selaku Menteri Agama yang ditetapkan KPK telah melakukan tindak pidana korupsi dalam hal pengelolaan dana haji masyarakat. Bagi Johan, tidak penting bagi kita untuk membicarakan materi yang dipindah-tangankan oleh seroang aktor ataupun motifnya, tapi menjadi lebih penting bagi kita untuk membicarakan bagaimana terjadi privatisasi nilai publik itu sendiri sekaligus mengetahui dinamika perdebatan hingga kebijakan tersebut bisa lolos untuk dilaksanakan Berkaitan dengan apa yang dikatakan oleh Johan GL dari Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) diketahui ada informasi kepada KPK bahwa terdapat transaksi keuangan yang dianggap mencurigakan dengan melibatkan Surya Dharma Ali. Hal ini kemudian ditegaskan oleh Wakil Kepala
5
Graff, Johan Lambdorff. 2002. Corruption and rent-seeking . Belanda : Kluwer Academic Publishers
PPATK Agus Santoso yang mengatakan adanya indikasi tindak pidana pencucian uang kepada SDA selaku pejabat negara dalam jumlah yang besar. Dalam hal ini hasil audit PPATK dijelaskan bahwa nilai transaksi mencurigakan tersebut mencapai Rp 230 Milliar. Hal ini menjadi semakin jelas ketika Johan Budi menggambarkan
posisi
SDA
sebagai
aktor
yang
diduga
melakukan
penyalahgunaan wewenang ataupun perbuatan melawan hukum yang merugikan negara
itu
sendiri.
Misalnya
Johan
Budi
menjelaskan
bahwa
bentuk
penyalahgunaan wewenang dan upaya memperkaya diri sendiri orang lain, maupun korporaasi termanifestasikan dalam tindakannya untuk memanfaatkan dana setoran awal haji untuk membiayai pejabat Kementrian Agama beserta keluarganya untuk dapat naik haji. Hal ini menjadi menarik manakala KPK menduga adanya penggelembungan nominal harga terkait biaya catering, biaya pemondokan, dan biaya transportasi jemaah haji. Dalam konsep ekonomi politik neo-klasik, hal ini masuk dalam kategori rent seeking beuaucrat model dan power seeking politician. Disini rent seeking beuraucrat model menjelaskan bahwa pada pada dasarnya birokrat adalah makhluk hidup yang memiliki rasa yang memiliki emosi dan tata nilai, dimana mereka juga memiliki tujuan tertentu. Sedangkan power seeking politician memandang dari perspektif politisi, dimana ia merupakan individu yang rasional yang tidak ti dak lepas dari kalkulasi untung-rugi dalam sebuah pengambilan keputusan. Dalam hal ini Delianov (2006 : 68) bahwa model para birokrat pemburu rente merujuk pada perilaku birokrat itu sendiri, dimana ia memiliki emosi, tata nilai, dan tujuan pribadi yang tidak selalu sel alu sejalan se jalan dengan kepentingan birokrasi itu sendiri s endiri sebagai sebuah organisasi. Hal ini secara tidak langsung menjelaskan bahwa peranan dan campur tangan pemerintah (elit birokrat) pada dasarnya tidak akan selalu sejalan untuk melayani kepentingan publik, melainkan ada peluang pendayagunaan untuk kepentingan individu, badan badan usaha, ataupun golongan golongan tertentu. Hal ini senada dengan pandangan Bates (1994) yang melihat adanya kecenderungan untuk menciptakan intensif dikalangan birokrat itu sendiri, dimana akan tercipta pola hubungan patron-client yang mengarah pada terbentuknya political machine
dalam kehidupan bernegara. Dalam hal ini pemerintah (birokrat) terkait akan melakukan pengorganisiran kelompok-kelompok yang mendukung kebijakannya. Jika kita kembali pada permasalahan awal yang melibatkan Surya Dharma Ali yang menyalahgunakan kewenangannya untuk kepentingan instansi dan dirinya sendiri. Hal ini tentu menjadi ironi ketika kita dihadapakan pada Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) dari Kementrian Agama yang menjamin terpenuhinya kebutuhan publik terkait pengelolaan dana haji yang dihimpun. Disini jelas ada pertentangan yang cukup mendasar manakala Surya Dharma Ali sebagai seorang elit birokrat yang seharusnya memiliki tugas dan fungsi untuk melayani kepentingan publik bertolak belakang dengan tindakannya yang memberangkatkan keluarga instansi Kementrian Agama (Kemenag) untuk naik haji, serta melakukan penggelembungan dana kordinasi, transportasi, dan akomodasi untuk kepentingan privat. Padahal jika memang Surya Dharma Ali memiliki pemikiran rasional dan berupaya melayani masyarakat maka hal-hal semacam aktivitas yang menguntungkan diri sendiri ataupun kelompok tertentu tidak perlu dilakukan karena bertentangan dengan prinsip pelayanan publik sebagaimana diamanatkan oleh UU. Dengan tetap mengacu pada penjelasan tersebut maka diketahui bahwa secara umum ada perwujudan kepentingan privat dari pribadi seorang Surya Dharma Ali sebagai seorang birokrat (dan politisi) , dimana hal ini menunjukan adanya gambaran akumulasi keuntungan ekonomi yang diperoleh Surya Dharma Ali dalam rentang waktu jangka pendek. Disini tampak jelas bahwa birokrat akan memanfaatkan berbagai sumber daya putusan untuk memaksimalkan kepentingan privat guna dialokasikan pada pihak-pihak yang ia suka. Padahal pembangunan ekonomi itu sendiri tentu tidak dapat dipisahkan dari peran-sertanya dalam mengatur perekonomian guna menciptakan kesejahteraan sosial bagi masyarakat itu sendiri. Surya Dharma Ali sendiri dapat dikatakan memiliki peranan strategis, dimana ia menjalin komunikasi dengan pihak lain (dalam satu instansi) dan aktor politik lainnya dalam legislatif maupun eksekutif demi keuntungan sepihak. Hal ini dikarenakan pada pokoknya mereka mencari peluang untuk menjadi penerima
rente yang didapat dari kewenangannya sebagai pemerintah dengan menyerahkan sumber daya, menawarkan proteksi, atau memberikan wewenang untuk jenis-jenis kegiatan tertentu yang diaturnya. Menurut Soewartojo (2005 : 20) ada beberapa bentuk tindak pidana korupsi, yakni pertama yakni pertama korupsi uang negara, menghindari pajak dan bea cukai, pemerasan dan penyuapan, kedua pungutan liar yang sulit untuk dibuktikan (komisi kredit bank, komisi proyek tender, imbalan jasa pemberian pembe rian izin, kenaikan pangkat, uang transportasi), ketiga pungutan ketiga pungutan liar yang tidak sah (pungutan yang dilakukan tanpa ketetapan peraturan yang berlaku).6 Jika melihat kembali pada apa yang dilakukan oleh Surya Dharma Ali terkait penyalahgunaan kewenangan pengelolaan ibadah haji, instansi terkait justru menyatakan mereka tidak melakukan penyimpangan dalam mengelola dana haji. Misalnya soal pengelolaan bunga Ongkos Naik Haji (ONH) yang dituding PPATK tidak transparan. PPATK mencatat, ONH calon jemaah haji yang mencapai Rp80 triliun menghasilkan bunga sebesar Rp2,3 triliun. Bunga sebesar itu, menurut PPATK, sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk membeli apartemen sebagai tempat tinggal jemaah selama menjalankan ibadah haji. Kemenag mengatakan, bunga Rp2,3 triliun itu adalah nilai manfaat dari ONH yang memang akan dialokasikan dalam bentuk pelayanan kepada jemaah haji. “Outstanding “Outstanding dana setoran awal BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji) hingga 19 Desember 2012 berjumlah Rp48,7 triliun, termasuk nilai manfaat – -bunga, -bunga, bagi hasil, dan imbal hasil sebesar Rp2,3 triliun,” kata Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Anggito Abimanyu, dikantor Kemenag, Kamis 3 Januari 2013. Nilai manfaat ini nantinya dialokasikan mengurangi BPIH seperti biaya pemondokan di Mekkah, Madinah, dan Jeddah, biaya pelayanan umum di Saudi Arabia, biaya katering dan transportasi, biaya pengurusan paspor, pelayanan embarkasi, bimbingan, buku manasik, asuransi, serta biaya operasional haji dalam dan luar negeri. Soal pendapat PPATK untuk menggunakan nilai manfaat itu guna membeli apartemen demi kepentingan 6
Hartanti, Evi. 2005. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta : Sinar Grafika
jemaah haji, Anggito mengatakan me ngatakan hal itu tidak bisa dilakukan karena pemerintah Arab Saudi tidak membolehkan pemilikan aset berupa properti. “Yang bisa dilakukan adalah menyewa perumahan untuk jangka panjang (sebagai tempat tinggal jemaah selama beribadah haji), dan saat ini kami sedang menjajaki hal tersebut,” ujar Anggito. Sementara penjajakan dilakukan, kata mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal
Kementerian
Keuangan
itu,
hasil
efisiensi
dari
operasional
penyelenggaraan ibadah haji setiap tahunnya dimasukkan ke rekening rekening Dana Abadi Umat (DAU). “Hingga hari ini akomodasi DAU Rp2,2 triliun,” ujar Anggito. Kedua, soal pilihan bank untuk menyimpan ONH yang juga dinilai PPATK tidak transparan. Masing-masing bank mempunyai besaran bunga ONH yang berbeda, sehingga PPATK menuntut penjelasan Kemenag soal pemilihan bank bagi calon jemaah haji ini. “Kami tidak melihat parameter pemilihan bank. Jadi J adi kami minta standarisasi, kenapa misalnya pilih Bank X dan bukan Bank Y,” kata Kepala PPATK, Muhammad Yusuf, Selasa 2 Januari 2013. Kemenag mengatakan, pilihan bank yang digunakan untuk menyimpan ONH sepenuhnya ditentukan oleh masing-masing calon jemaah haji tanpa intervensi dari Kemenag. Setelah bank ditetapkan, barulah setoran jamaah haji itu disetorkan ke rekening Menteri Agama. Ketiga, Ketiga, soal penggunaan dana haji untuk rehabilitasi kantor Kemenag dan pembelian mobil operasional kementerian yang dianggap PPATK tidak pada tempatnya. Dana haji yang merupakan tabungan calon jemaah haji, menurut PPATK, seharusnya digunakan untuk kepentingan para jemaah sendiri, bukan melayani Kementerian Agama. “Kenapa merehabilitasi kantor dan membeli kendaraan operasional menggunakan dana haji, bukannya uang kementerian sendiri?” kata Yusuf. Atas pertanyaan PPATK ini, Kemenag memberi jawaban singkat. “Pengadaan dana untuk rehabilitasi kantor dan pembelian kendaraan operasional dilakukan pada 2009 dan 2011 dengan sumber dana dari Biaya Perjalanan Ibadah Haji atas persetujuan DPR,” ujar Anggito.
Keempat, soal
proses penukaran proses penukaran valuta asing di mana Kemenag memerintahkan oknum tertentu t ertentu
untuk membeli valas dalam jumlah besar. “Kenapa orang ini terus yang membeli valas? Kapan waktu dia membeli valas? Jangan-jangan beli valasnya lebih murah,” kata Yusuf.
Menanggapi kecurigaan itu, Anggito Anggito mengatakan proses
penukaran valas dilakukan melalui pelelangan terbuka. “Pengadaan valuta asing dilakukan bank devisa peserta LPS (Lembaga (Lembaga Penjamin Simpanan) dengan metode pelelangan terbatas berdasarkan prinsip efisiensi beban jemaah,” ujarnya. Pada akhirnya Anggito menyatakan, penyelenggaraan dan pengelolaan dana haji sudah dilakukan sesuai aturan, dan pengawas internal Kemenag tidak menemukan adanya penyimpangan seperti yang disebutkan dalam hasil audit PPATK. Kemenag pun akan melayangkan surat resmi ke PPATK untuk meminta penjelasan atas berbagai tudingan lembaga lemba ga itu. i tu. Fenomena korupsi tersebut diatas menurut Baswir (1996) pada dasarnya berakar pada bertahannya jenis birokrasi patrimonial di negeri ini. Dalam birokrasi ini, dilakukannya korupsi oleh para birokrat memang sulit dihindari. Sebab kendali politik terhadap kekuasaan dan birokrasi memang sangat terbatas. Penyebab lainnya karena sangat kuatnya pengaruh integralisme di dalam filsafat kenegaraan bangsa ini, sehingga cenderung masih mentabukan sikap oposisi. Karakteristik negara kita yang merupakan birokrasi patrimonial dan negara hegemonik tersebut menyebabkan lemahnya fungsi pengawasan, sehingga merebaklah budaya korupsi i tu. Sebagaimana dikatakan oleh Mauzelis, kepentingan individu dari para birokrat tidak dapat dihindari sehingga akan cenderung ikut untuk mempengaruhi struktus, mekanisme dan fungsi dari birokrasi itu sendiri. 7 Dalam hal ini Maozelis mencoba menitikberatkan pada perilaku birokrasi untuk menjelaskan perilaku dari individu yang berada didalam birokrasi itu sendiri. oleh karena itu birokrat harus dapat dilihat sebagai bagian dari makhluk hidup yang memiliki emosi, tata nilai, dan orientasi sebagai individu yang terkadang tidak sejalan dengan tujuan dari birokrasi itu sendiri sebagai sebuah organisasi pemerintahan. Bagi Mauzelis perjuangan dari pencapaian kepentingan individu tentu berkaitan dengan masalah
7
Mashyuri dan Syarif Hidayat. 2001. Menyingkap Akar Persoalan Ketimpangan Ekonomi di Daerah. Jakarta : PT.Pamator
distribusi sumber daya itu sendiri. dalam hal ini interaksi pertukaran akan terjadi ketika individu membutuhkan sumber daya yang tidak dimiliki dan tidak dapat ia produksi sendiri. hal inilah yang menyebabkan munculnya motivasi untuk mengakumulasi sumber daya tersebut . Sebagai lembaga negara yang mengurusi urusan terkait agama sudah sepantasnya Kementerian Agama menjadi teladan bagi lembaga negara lainnya sebagai lembaga yang amanah, bersih dan benar-benar mencerminkan orang yang tahu aturan agama. Kasus korupsi yang berkali-kali menimpa tubuh Kementerian Agama seolah menjadi semacam „borok‟ yang sangat berbahaya dan menular dari satu generasi ke generasi lainnya. Terhitung sejak terbongkarnya kasus korupsi dana haji oleh Said Agil Al-Munawar di tahun 2004, kemudian dilanjutkan kasus korupsi dalam pengadaan Al-Quran di tahun 2012, kemudian kini berlanjut dugaan kuat korupsi dana haji dan Dana Abadi Umat (DAU) membuat wajah Kementerian Agama tercoreng dan penuh borok. Langkah yang ditempuh oleh Menteri Agama Suryadarma Ali menantang KPK dan PPATK untuk membongkar borok korupsi yang ada di Kementerian Agama patut dijadikan titik tolak pembersihan Kementerian Agama dari borok korupsi yang bersarang. Harus dibersihkan sebersih-bersihnya. Menurut Inspektur Jenderal Kementerian Agama M. Jasin bahwasanya dana haji yang diduga dikorupsi oleh oknum di kementerian Agama diduga dipakai beli mobil. Dan ia menyatakan pelakunya yang diduga korupsi itu berasal dari lingkungan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) yang memiliki akses mengurusi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dan ia berinisiatif menyebutkan inisial nama-nama yang diduga menyelewengkan dana haji yaitu HWH, AR dan FR (dikutip dari tempo.co tanggal 15 Mei 2014). Meskipun demikian, penyalahgunaan kepentingan publik untuk kepentingan privat merupakan salah
satu
perwujudan penyimpangaan di instansi
pemerintahan. Hal ini cenderung terjadi karena tidak adanya mekanisme pengawasan dari civil society terhadap society terhadap aktivitas Surya Dharma Ali dan instansinya i nstansinya guna menuntut akuntabilitas pelayanan publik. Praktik penggelembungan dana
biaya pengelolaan haji itu sendiri pada dasarnya
membawa dampak negatif
karena menyerap anggaran dana pemerintah yang bersumber dari masyarakat itu sendiri. Hal ini menjadi ironis manakala penggunaan kewenangan tersebut digunakan untuk memberangkatkan keluarga pejabat dan keluarga instansi di Kementrian Agama naik haji. Jadi semakin jelas bahwa telah terjadi penyalahgunaan kewenangan terhadap pengelolaan dana haji dan penyimpangan pengalokasian dana untuk kepentingan privat (termasuk golongan dan kelompok tertentu). Sebagaimana dikatakan oleh Baswir (1993) menjelaskan bahwa ada 7 pola korupsi yang dilakukan oleh pejabat peja bat pemerintahan, pemeri ntahan, antara lain pertama pola pertama pola konvensional, kedua pola kedua pola upeti, ketiga pola ketiga pola komisi, keempat pola pola menjegal order, kelima kelima pola perusahaan rekanan, keenam keenam pola kwitansi fiktif, dan terakhir pola penyalahgunaan kewenangan. kewenangan. Hal ini menjadi menarik ketika membahas penyimpangan yang dilakukan oleh Surya Dharma Ali dalam mengelola dana haji, dimana masing-masing klasifikaasi Baswir tersebut memiliki peranan yang cukup erat satu sama lain. Namun demikian pendalaman materiil persidangan juga harus dikedepankan dengan menjaga prinsip praduga prinsip praduga tak bersalah, bersalah, dengan demikian menarik bagi kita untuk mendapatkan penjelasan secara gambalang untuk mengetahui motif dan pola
sebenarnya
yang
dikembangkan
oleh
Surya
Dharma
Ali
dalam
menyalahgunakan kewenangannya sebagai Menteri Agama RI di Kementrian Agama itu sendiri. Semoga terungkap jelas bentuk penyimpangan yang dilakukan, sehingga pemerintah dapat memperketat pengawasan lewat regulasi yang dihasilkan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat itu sendiri, sehingga tidak ada lagi yang namanya ketimpangan ekonomi dalam hal pengelolaan dana haji itu sendiri.
Referensi :
Baswir Revrisond, 1993, Ekonomi, 1993, Ekonomi, Manusia dan dan Etika, Etika , Kumpulan Esai-esai Terpilih, BPFE, Yogyakarta.
Echols, John dan Hassan Sadily. 2007. Kamus 2007. Kamus Inggris-Indonesia (an EnglishEnglish Indonesia Dictionary). Dictionary). Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Hartanti, Evi. 2005. Tindak Pidana Korupsi. Jakarta : Sinar Grafika Graff, Johan Lambdorff. 2002. Corruption and rent-seeking . Belanda : Kluwer Academic Publishers Hamzah, Andi. 2005. Pemberantasan 2005. Pemberantasan Korupsi melalui Hukum Hukum Pidana Nasional dan Internasional . Jakarta : Grafindo Persada Mashyuri dan Syarif Hidayat. 2001. Menyingkap 2001. Menyingkap Akar Persoalan Ketimpangan Ketimpangan Ekonomi di Daerah. Jakarta : PT Pamator Taufiqurrochman. 2013. Taufiqurrochman. 2013. Sang Nakhoda Nakhoda : Biografi Surya Dharma Ali. Malang : UIN-Maliki