1
Berpindah (Self-Care Assistance : Transfer) Aktivitas perawat : - Mereview kembali aktivitas yang dibolehkan. - Menentukan kemampuan pasien untuk berpindah diri. - Memilih teknik pemindahan yang sesuai untuk pasien. Anjurkan pasien di semua teknik yang sesuai dengan tujuan mencapai tingkat kemandirian tertinggi. - Menginstruksikan individu tentang teknik untuk transfer dari satu daerah ke daerah lain (misalnya, tempat tidur ke kursi, kursi roda untuk kendaraan). - Menginstruksikan individu menggunakan alat bantu jalan (misalnya, (misalnya, kruk, kruk, kursi roda, roda, walker, walker, trapeze bar, tebu). tebu). - Mengidentifikasi Mengidentifikasi metode untuk mencegah cedera saat berpindah. 23 - Menyediakan perangkat bantu (misalnya, bar melekat dinding, tali yang melekat pada headboard atau footboard bantuan dalam bergerak ke pusat atau tepi tempat tidur) untuk membantu mentransfer individu secara mandiri, sesuai kebutuhan. - Pastikan peralatan berfungsi sebelum digunakan. - Mendemonstrasikan teknik, yang sesuai. - Menentukan jumlah dan jenis bantuan yang diperlukan. - Membantu pasien dalam menerima semua perawatan yang diperlukan (misalnya, kebersihan pribadi, mengumpulkan barang-barang) sebelum melakukan transfer, yang sesuai. - Menggunakan mekanika tubuh yang tepat saat memindahkan pasien. - Menjaga tubuh pasien dalam keselarasan selama perpindahan. - Meningkatkan dan memindahkan pasien dengan mengangkat hydraulic, jika diperlukan. - Memindahkan pasien menggunakan papan pemindah, jika diperlukan. - Menggunakan sabuk untuk membantu pasien bisa berdiri dengan bantuan, sesuai kebutuhan. - Membantu pasien untuk ambulasi menggunakan tubuh Anda sebagai penopang, sesuai kebutuhan. Mempertahankan perangkat traksi saat beraktivitas, sesuai kebutuhan. 24 Memberikan dorongan kepada pasien karena agar dia belajar untuk berpindah secara mandiri. - Dokumentasikan kemajuan, sesuai kebutuhan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Ambulasi dan Mobilisasi
2
1. Konsep Dasar Ambulasi Definisi Ambulasi
Hal ini harusnya menjadi bagian dalam perencanaan latihan untuk semua lansia. Ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibelitas. Keuntungan dari latihan berangsur-angsur dapat di tingkatkan seiring dengan pengkajian data pasien menunjukkan tanda peningkatan toleransi aktivitas. 2. Tindakan-tindakan Ambulasi a. Duduk diatas tempat tidur
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan 2) Tempatkan klien pada posisi terlentang 3) Pindahkan semua bantal 4) Posisi menghadap kepala tempat tidur 5) Regangkan kedua kaki perawat dengan kaki paling dekat ke kepala tempat tidur di belakang kaki yang lain. 6) Tempatkan tangan yang lebih jauh dari klien di bawah bahu klien, sokong kepalanya dan vetebra servikal. 7) Tempatkan tangan perawat yang lain pada permukaan tempat tidur. 8) Angkat klien ke posisi duduk dengan memindahkan berat badan perawat dari depan kaki ke belakang kaki. 9) Dorong melawan tempat tidur dengan tangan di permukaan tempat tidur. b. Duduk di tepi tempat tidur
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan 2) Tempatkan pasien pada posisi miring, menghadap perawat di sisi tempat tidur tempat ia akan duduk. 3) Pasang pagar tempat tidur pada sisi 2. yang berlawanan. 4) Tinggikan kepala tempat tidur pada ketinggian yang dapat ditoleransi pasien. 5) Berdiri pada sisi panggul klien yang berlawanan. 6) Balikkan secara diagonal sehingga perawat berhadapan dengan pasien dan menjauh dari sudut tempat tidur.
3
7) Regangkan kaki perawat dengan kaki palingdekat ke kepala tempat tidur di depan kaki yang lain 8)
Tempatkan lengan yang lebih dekat ke kepala tempat tidur di bawah bahu pasien, sokong kepala dan lehernya
9)
Tempat tangan perawat yang lain di atas paha pasien.
10) Pindahkan tungkai bawah klien dan kaki ke tepi tempat tidur. 11) Tempatkan poros ke arah belakang kaki, yang memungkinkan tungkai atas pasien memutar ke bawah. 12) Pada saat bersamaan, pindahkan berat badan perawat ke belakan g tungkai dan angkat pasien. 13) Tetap didepan pasien sampai mencapai keseimbangan. 14) Turunkan tinggi tempat tidur sampai kaki menyentuh lantai c. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Kursi
1) Bantu pasien ke posisi duduk di tepi tempat tidur. Buat posisi kursi pada sudut 45 derajat terhadap tempat tidur. Jika menggunakan kursi roda, yakinkan bahwa kusi roda dalam posisi terkunci. 2) Pasang sabuk pemindahan bila perlu, sesuai kebijakan lembaga. 3) Yakinkan bahwa klien menggunakan sepatu yang stabil dan antislip. 4) Regangkan kedua kaki perawat. 5) Fleksikan panggul dan lutut perawat, sejajarkan lutut perawat dengan pasien 6) Pegang sabuk pemindahan dari bawah atau gapai melalui aksila pasien dan tempatkan tangan pada skapula pasien. 7) Angkat pasien sampai berdiri pada hitungan 3 sambil meluruskan panggul dan kaki, pertahankan lutut agak fleksi. 8) Pertahankan stabilitas kaki yang lemah atau sejajarkan dengan lutut perawat. 9) Berporos pada kaki yang lebih jauh dari kursi, pindahkan pasien secara langsung ke depan kursi 10) Instruksikan pasien untuk menggunakan penyangga tangan pada kursi untuk menyokong. 11) Fleksikan panggul perawat dan lutut saat menurunkan pasien ke kursi.
4
12) Kaji klien untuk kesejajaran yang tepat. 13) Stabilkan tungkai dengan selimut mandi 14) Ucapkan terima kasih atas upaya pasien dan puji pasien untuk kemajuan dan penampilannya. d. Membantu Berjalan
1) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badan atau memegang telapak tangan perawat. 2) Berdiri di samping pasien dan pegang telapak dan lengan bahu pasien. 3) Bantu pasien berjalan e. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Brancard
Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memindahkan pasien yang tidak dapat atau tidak boleh berjalan sendiri dari tempat tidur ke branchard. 1) Atur posisi branchard dalam posisi terkunci 2) Bantu pasien dengan 2 – 2 – 3 3 perawat 3) Berdiri menghadap pasien 4) Silangkan tangan di depan dada 5) Tekuk lutut anda, kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh pasien. 6) Perawat pertama meletakkan tangan di bawah leher/bahu dan bawah pinggang, perawat kedua meletakkan tangan di bawah ba wah pinggang dan pinggul pasien, sedangkan perawat ketiga meletakkan tangan di bawah pinggul dan kaki. 7) Angkat bersama-sama dan pindahkan ke branchard f.
Melatih Berjalan dengan menggunakan Alat Bantu Jalan
Kruk dan tongkat sering diperlukan untuk meningkatkan mobilitas pasien. Melatih berjalan dengan menggunakan alat bantu jalan merupakan kewenangan team fioterapi. Namun perawat tetap bertanggungjawab untuk menindaklanjuti dalam menjamin bahwa perawatan yang tepat dan dokumentasi yang lengkap dilakukan. 2. Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan ambulasi
5
a. Kruk adalah adalah alat yang terbuat dari logam atau kayu dan digunakan permanen untuk meningkatkan mobilisasi serta untuk menopang tubuh dalam keseimbangan pasien. Misalnya: Conventional, Adjustable dan lofstrand b. Canes (tongkat) Canes (tongkat) yaitu alat yang terbuat dari kayu atau logam setinggi pinggang yang digunakan pada pasien dengan lengan yang mampu dan sehat. Meliputi tongkat berkaki panjang lurus ( single single stight-legged ) dan tongkat berkaki segi empat (quad (quad cane). cane). c. Walkers yaitu Walkers yaitu alat yang terbuat dari logam mempunyai empat penyangga yang kokoh digunakan pada pasien yang mengalami kelemahan umum, lengan yang kuat dan mampu menopang tubuh. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi
a. Kesehatan Umum Penyakit, kelemahan, penurunan aktivitas, kurangnya latihan fisik dan lelah kronik menimbulkan efek yang tidak nyaman pada fungsi musculoskeletal. b. Tingkat Kesadaran Pasien dengan kondisi disorienrtasi, bingung atau mengalami perubahan tingkat kesadaran tidak mampu melakukan ambulasi dini pasca operasi. c. Nutrisi Pasien yang kurang nutrisi sering mengalami atropi otot, penurunan jaringan subkutan yang serius, serius, dan gangguan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pasien juga akan mengalami defisisensi protein, keseimbangan nitrogen dan tidak ada kuatnya asupan vitamin C. d. Emosi Perasaan nyaman, kebahagiaan, kepercayaan dan penghargaan pada diri sendiri akan mempengaruhi pasien untuk melaksanakan prosedur ambulasi. e. Tingkat Pendidikan Pendidikan menyebabkan perubahan pada kemampuan intelektual, mengarahkan pada ketrampilan yang lebih baik dalam mengevaluasi informasi. Pendidikan dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengatur kesehatan mereka, untuk mematuhi saran-saran kesehatan.
6
f. Pengetahuan Hasil penelitian mengatakan bahwa perilaku yang di dasari oleh pengetahuan
akan bertahan lama dari pada
yang tidak didasari oleh
pengetahuan.(Kozier, 2010) 4. Konsep Dasar Mobilisasi Definisi Mobilisasi
1) Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan bebas (Kosier, 2010) 2) Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi. aktu alisasi. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam (Asmadi, 2008) Definisi Imobilisasi
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu yangmengalami atau beresiko mengalami keterbatsan gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik (kehilangan fungsi motorik,klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gipsatau traksi), dan pembatasan gerakan volunteer (Potter, 2005). Tujuan Mobilisasi
a. Memenuhi kebutuhan dasar manusia b. Mencegah terjadinya trauma c. Mempertahankan derajat kesehatan d. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari - hari
7
e. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh Batasan karakteristik
a. Penurunan waktu reaksi b. Kesulitan membolak-balik posisi c. Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (mis., meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan perilaku, fokus pada ketunadayaan/aktivitas sebelum sakit) d. Dispnea setelah beraktifitas e. Perubahan cara berjalan f. Gerakan bergetar g. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus h. Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar i.
Keterbatasan rentang pergerakan sendi
j.
Tremor akibat pergerakan
k. Ketidakstabilan postur l.
Pergerakan lambat
m. Pergerakan tidak terkoordinasi (NANDA, 2012) Jenis Mobilitas dan Imobilitas a. Jenis Mobilitas
1) Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penu h dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang 2) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak secara sec ara bebas karena k arena dipengaruhi dipen garuhi oleh gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena
8
kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu: a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada system musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang b) Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya system saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik. (Potter, 2010) b. Jenis Imobilitas
1) Imobilisasi fisik Imobilisasi fisik merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan 2) Imobilisasi intelektual Imobilisasi intelektual merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir 3) Imobilitas emosional Imobilitas emosional merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri 4) Imobilitas sosial Imobilitas sosial merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial. (Potter, 2010) 5. Etiologi Imobilisasi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada
9
demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit (Kozier, 2010). Penyebab secara umum:
Kelainan postur
Gangguan perkembangan otot
Kerusakan system saraf pusat
Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
Kekakuan otot
6. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang be kerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi k ontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
10
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah. (Potter, 2010) 7. Tanda Dan Gejala
a. Dampak fisiologis dari imobilitas, antara lain: EFEK Penurunan
konsumsi
HASIL
oksigen toleransi ortostatik
maksimum
b.
Penurunan fungsi ventrikel kiri
eningkatan denyut jantung, sinkop
Penurunan volume sekuncup
enurunan kapasitas kebugaran
Perlambatan fungsi usus
onstipasi
Pengurangan miksi
enurunan evakuasi kandung kemih
Gangguan tidur
ermimpi pada siang hari, halusinasi
Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ ORGAN / SISTEM PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT IMOBILISASI Muskuloskeletal
Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya kekuatan otot, penurunan area potong lintang otot, kontraktor, degenerasi rawan sendi, ankilosis, peningkatan tekanan intraartikular, berkurangnya volume sendi
Kardiopulmonal dan
Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi
pembuluh darah
miokard, intoleran terhadap ortostatik, penurunan ambilan oksigen maksimal (VO2 max), deconditioning jantung, penurunan volume plasma, perubahan uji fungsi paru, atelektasis paru, pneumonia, peningkatan stasis vena, peningkatan agresi trombosit, dan hiperkoagulasi
Integumen
Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi kulit
Metabolik dan
Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria, natriuresis
endokrin
dan deplesi natrium, resistensi insulin (intoleransi glukosa), hiperlipidemia, serta penurunan absorpsi dan metabolisme vitamin/mineral (Potter, 2010)
11
8.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi
a. Gaya hidup Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk. b. Proses penyakit dan injuri Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untukobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler. c. Kebudayaan Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya. d. Tingkat energi Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, o rang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari. e. Usia dan status perkembangan Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan an ak yang sering sakit. f. Faktor resiko
12
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. (Kozier, 2010) B. Manajemen Keperawatan 1. Pengkajian Keperawatan
a. Aspek biologis 1) Usia Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur tubuh yang sesuai dengan tahap pekembangan individu. 2) Riwayat keperawatan Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain 3) Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan dampak imobilisasi terhadap sistem tubuh. b. Aspek psikologis Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain. c. Aspek sosial kultural Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor maupun sosial dan lain-lain. d. Aspek spiritual Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti
13
apakah klien menunjukan keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain. e. Kemunduran musculoskeletal Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan intervensi. f. Kemunduran kardiovaskuler Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyaknkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop. g. Kemunduran Respirasi Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung. Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi. h. Perubahan-perubahan integument Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan. i.
Perubahan-perubahan fungsi urinaria Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas
14
kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah j.
Perubahan-perubahan Gastrointestinal Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
k. Faktor Lingkungan Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien. Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan mobilitas. Pengkajian
Masalah
Sistem Muskuloskeletal
Mengukur lingkar lengan dan tungkai
Penurunan
lingkar
otot
akibat
Mempalpasi dan mengamati sendi tubuh penurunan massa otot Melakukan
pengukuran
goniometrik Kekauan atau nyeri sendi
pada rentang pergerakan sendi Penurunan rentang pergerakan sendi, kontraktur sendi Sistem Kardiovaskuler
Mengauskultasi jantung
Peningkatan frekuensi jantung
Mengukur tekanan darah
Hipotensi ortostatik
Mempalpasi
dan
mengobservasi Edema
sakrum, tungkai, dan kaki
peningkatan
tergantung
perifer,
pembengkakan
vena
15
perifer Mempalpasi perifer
Kelemahan denyut nadi perifer
Mengukur lingkar otot betis
Edema
Mengamati
otot
kemerahan,
betis
nyeri
apakah tekan,
ada Tromboflebitis dan
pembengkakan
Sistem Pernafasan
Mengamati pergerakan dada
Pergerakan dada asimetris, dispnea
Mengauskultasi dada
Penurunan bunyi napas, ronki basah, mengi, dan peningkatan frekuensi pernapasan
Sistem Metabolisme
Mengukur tinggi dan berat badan
Penurunan berat badan akibat atrofi otot dan kehilangan lemak subkutan
Mempalpasi kulit
Edema umum akibat penurunan kadar protein darah
Sistem Perkemihan
Mengukur asupan dan haluaran cairan
Dehidrasi
Menginspeksi urine Urine pekat, keruh; berat jenis urine Mempalpasi kandung kemih
tinggi Distensi
kandung
kemih
retensi urine Sistem Pencernaan
Mengamati feses Mengauskultasi bising usus
Feses kering, kecil, keras
akibat
16
Penurunan
bising
usus
karena
penurunan motilitas usus Sistem Integumen
Menginspeksi kulit
Kerusakan integritas kulit (Kozier, 2010)
Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang. b. Mengkaji tulang belakang
Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
c. Mengkaji sistem persendian Pemeriksaan fisik sendi terdiri dari inspekstang pergerakan aktif, dan jika pergerakan aktif tidak memungkinkan, kaji rentang pergerakan pasif. pasif. Perawat harus mengkaji hal-hal berikut:
Apakah ada pembengkakan atau kemerahan sendi, yang dapat menunjukan keberadaan cedera atau inflamasi.
Apakah ada deformitas, seperti pembesaran atau kontraktur tulang, dan simetrisitas tulang yang terkena.
Perkembangnan otot yang berhubungan dengan tiap sendi dan ukuran relatif serta simetrisitas otot di setiap sisi tubuh.
Apakah ada nyeri tekan tekan yang dilaporkan atau yang dipalpasi.
Krepitasi (teraba atau terdengar sensasi krek atau gesekan yang dihasilkan oleh pergerakan sendi).
17
Peningkatan suhu pada sendi. Palpasi sendi dengan menggunakan bagian punggung jari dan bandingkan dengan suhu pada sendi simetrisnya.
Derajat pergerakan sendi. Minta klien menggerakkan bagian tubuh tertentu. Jika diindikasikan, ukur besarnya pergerakan dengan menggunakan goniometer, sebuah peralatan yang mengukur sudut sendi dalam ukuran derajat. Pengkajian rentang gerak tidak boleh menyebabkan terlalu letih dan pergerakan
sendi perlu dilakukan secara halus, pelan dan berirama. Tidak ada sendi yang harus digerakkan secara paksa. Pergerakan yang tidak sama dan tersentak-sentak dan pemaksaan dapat menyebabkan menyebabk an cedera pada sendi dan otot serta ligamen yang ada di sekitarnya. d. Mengkaji sistem otot Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk memantau adanya edema atau atropfi, nyeri otot. e. Mengkaji cara Mengkaji cara berjalan berjalan Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – bergetar – penyakit penyakit Parkinson). f.
Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien
(Kozier, 2010)
Kategori tingkat kemampuan aktivitas TINGKAT AKTIVITAS/ MOBILITAS
KATEGORI
0
Mampu merawat sendiri secara penuh
1
Memerlukan penggunaan alat
18
2
Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
3
Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan peralatan
4
Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan Rentang gerak ( r ange of moti motio on-ROM) GERAK SENDI
Bahu
DERAJAT RENTANG NORMAL
Adduksi: gerakan lengan ke lateral dari
180
posisi samping ke atas kepala, telapak tangan menghadap ke posisi yang paling jauh. Siku
Fleksi: angkat lengan bawah ke arah
150
depan dan ke arah atas menuju bahu. Pergelangan Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah tangan
80-90
bagian dalam lengan bawah. Ekstensi: luruskan pergelangan tangan
80-90
dari posisi fleksi Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke
70-90
arah belakang sejauh mungkin Abduksi: tekuk pergelangan tangan ke
0-20
sisi ibu jari ketika telapak tangan menghadap ke atas. Adduksi: tekuk pergelangan tangan ke arah
kelingking
telapak
30-50
tangan
menghadap ke atas. Tangan dan jari
Fleksi: buat kepalan tangan
90
Ekstensi: luruskan jari
90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke
30
belakang sejauh mungkin Abduksi: kembangkan jari tangan
20
Adduksi: rapatkan jari-jari tangan dari
20
posisi abduksi
19
Derajat kekuatan otot SKALA
PERSENTASE KEKUATAN
KARAKTERISTIK
NORMAL (%)
0
0
Paralisis sempurna
1
10
Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau dilihat
2
25
Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan
3
50
Gerakan yang normal melawan gravitasi
4
75
Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan tahanan minimal
5
100
Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan tahanan penuh KATZ INDEX
AKTIVITAS
KEMANDIRIAN
KETERGANTUNGAN
(1 poin)
(0 poin)
TIDAK ADA pemantauan, perintah
Dengan pemantauan,
ataupun didampingi
pendampingan
perintah,
personal
atau
perawatan total MANDI
(1 poin) Sanggup
(0 poin) mandi
sendiri
tanpa
Mandi dengan bantuan lebih dari
bantuan, atau hanya memerlukan
satu bagian tuguh, masuk dan keluar
bantuan pada bagian tubuh tertentu
kamar mandi. Dimandikan dengan
(punggung, genital, atau ekstermitas bantuan total lumpuh) BERPAKAIAN
(1 poin)
(0 poin)
Berpakaian lengkap mandiri. Bisa
Membutuhkan
bantuan
dalam
jadi membutuhkan bantuan unutk berpakaian, atau dipakaikan baju
TOILETING
memakai sepatu
secara keseluruhan
(1 poin)
(0 poin)
20
PINDAH POSISI
KONTINENSIA
MAKAN
Mampu ke kamar kecil (toilet),
Butuh bantuan menuju dan keluar
mengganti pakaian, membersihkan
toilet, membersihkan sendiri atau
genital tanpa bantuan
menggunakan telepon
(1 poin)
(0 poin)
Masuk dan bangun dari tempat tidur
Butuh bantuan dalam berpindah dari
/ kursi tanpa bantuan. Alat bantu
tempat tidur ke kursi, atau dibantu
berpindah posisi bisa diterima
total
(1 poin)
(0 poin)
Mampu mengontrol secara baik
Sebagian atau total inkontinensia
perkemihan dan buang air besar
bowel dan bladder
(1 poin)
(0 poin)
Mampu memasukkan makanan ke
Membutuhkan
mulut tanpa bantuan. Persiapan
atau
makan bisa jadi dilakukan oleh
memerlukan makanan parenteral
total
bantuan
dalam
sebagian
makan,
atau
orang lain. Total Poin : 6 = Tinggi (Mandiri); 4 = Sedang; <2 = Ganggaun fungsi fungsi berat; 0 = Rendah (Sangat tergantung)
Indeks ADL ADL BARTHEL (BAI) FUNGSI SKOR KETERANGAN
NO
1
Mengendalikan
0
rangsang pembuangan tinja
Tak terkendali/ tak teratur (perlu pencahar).
1
Kadang-kadang tak terkendali (1x seminggu).
2
2
Terkendali teratur.
Mengendalikan
0
Tak terkendali atau pakai kateter
rangsang berkemih
1
Kadang-kadang tak terkendali (hanya 1x/24 jam)
3
Membersihkan (seka
muka,
rambut, sikat gigi) sikat gigi)
2
Mandiri
diri
0
Butuh pertolongan orang lain
sisir
1
Mandiri
21
4
Penggunaan masuk
5
6
jamban,
0
Tergantung pertolongan orang lain
keluar
1
Perlu
dan
pertolongan
pada
beberapa
(melepaskan, memakai
kegiatan tetapi dapat mengerjakan
celana, membersihkan,
sendiri beberapa kegiatan yang lain.
menyiram)
2
Mandiri
Makan
0
Tidak mampu
1
Perlu ditolong memotong makanan
2
Mandiri
0
Tidak mampu
1
Perlu banyak bantuan untuk bias
2
duduk
3
Bantuan minimal 1 orang.
Berubah
sikap
dari
berbaring ke duduk
Mandiri 7
8
9
10
Berpindah/ berjalan
Memakai baju
Naik turun tangga
Mandi
Skor BAI : 20
: Mandiri
12 - 19 : Ketergantungan ringan 9 - 11 : Ketergantungan sedang 5-8
: Ketergantungan berat
0-4
: Ketergantungan total
0
Tidak mampu
1
Bisa (pindah) dengan kursi roda.
2
Berjalan dengan bantuan 1 orang.
3
Mandiri
0
Tergantung orang lain
1
Sebagian dibantu (mis: memakai baju)
2
Mandiri.
0
Tidak mampu
1
Butuh pertolongan
2
Mandiri
0
Tergantung orang lain
1
Mandiri
22
Pemeriksaan Penunjang
1) Sinar – X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang. 2) CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi. 3) MRI
(Magnetik
Resonance
Imaging)
adalah
tehnik
pencitraan khusus, pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, gelombang radio, dan dan computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. dll. 4) Pemeriksaan Laboratorium:Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilis asi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot. (Potter, 2010) 2. Diagnosis Keperawatan
Adapun diagnosis keperawatan yang muncul pada gangguan pemenuhan kebutuhan ambulasi dan mobilisasi yaitu: a. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan sensori persepsi b. Nyeri akut yang berhubungan dengan cedera fisik c. Kerusakan intergritas kulit yang berhubungan dengan imobilisasi fisik d. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan umum e. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan ganggaun muskuloskeletal f.
Konstipasi yang berhubungan dengan: penurunan aktivitas, penurunan motilitas kolon sekunder akibat peningkatan produksi adrenalin
g. Ketidakefektifan koping yang berhubungan dengan: P ribadi yang rentan dalam krisis situasi, ketidakmampuan untuk melaksanakan fungsi peran yang biasa dilakukan, ketergantungan pada orang lain, harga diri rendah (kronik, situasional) h. Risiko disuse syndrome yang berhubungan dengan paralisis, imobilisasi mekanis, anjuran imobilisasi, nyeri hebat, dan perubahan tingakt kesadaran
23
i.
Defisiensi aktivitas pengalihan yang berhubungan dengan: Tirah baring dalam waktu yang lama
j.
Disrefleksia otonom yang berhubungan dengan: Cedera medulla spinalis T7 atau diatasnya
k. Inkontenensia Urine:fungsional/total yang berhubungan dengan: gangguan neurologis l.
Insomnia yang berhubungan dengan; kurang aktivitas fisik, nyeri dan ketidaknyamanan, ketidakmampuan untuk mengubah posisi secara mandiri atau mengambil posisi tidur yang biasa dilakukan
m. Retensi urine yang berhubungan dengan: Penurunan tonus otot kandung kemih, ketidakmampuan untuk merelaksasi otot perineal, malu menggunakan pispot, kurang privasi, posisi yang tidak alami untuk berkemih. (NANDA, 2012) 3. Intervensi Keperawatan No.
1
Diagnosa Keperawatan
Tujuan Keperawatan
Rencana Tindakan
(NANDA)
(NOC)
(NIC)
Hambatan Mobilitas
Tujuan/Kriteria Evaluasi:
Promosi Mekanika
Fisik yang berhubungan
Memperlihatkan
Tubuh: memfasilitasi
dengan gangguan sensori
penggunaan alat bantu
penggunaan postur dan
persepsi
secara benar dengan
pergerakan dalam
pengawasan
aktivitas sehari-hari
Meminta bantuan untuk
untuk mencegah
aktivitas mobilisasi, jika
keletihan dan ketegangan
diperlukan
atau cedera
Melakukan aktivitas
muskuloskeletal.
kehidupan sehari-hari
Promosi Latihan Fisik:
secara mandiri dengan
Latihan
alat bantu.
Kekuatan:Memfasilitasi
Menyangga berat badan
pelatihan otot resistif
secara rutin untuk
24
Berjalan dengan
mempertahankan atau
menggunakan langkah-
meningkatkan kekuatan
langkah yang benar
otot.
sejauh
Terapi latihan fisik:
Berpindah dari dan ke
Ambulasi: Meningkatkan
kursi atau kursi roda
dan membantu dalam
Menggunkan kursi roda
berjalan untuk
secara efektif
mempertahankan atau mengembalikan fungsi tubuh autonom dan volunter selama pengobatan dan pemulihan dari kondisi sakit atau cedera. Terapi Latihan Fisik:Keseimbangan:
Menggunakan aktivitas, postur dan gerakan tertentu untuk mempertahankan, meningkatkan atau memulihkan keseimbangan. Terapi Latihan Fisik: Mobilitas Sendi:
Menggunakan gerakan tubuh aktif dan pasif untuk mempertahankan
25
atau mengembalikan fleksibiltas sendi. Terapi Latihan Fisik: Pengendalian Otot:
Menggunakan aktivitas tertentu atau protokol latihan yang sesuai untuk meningkatkan atau mengembalikan gerakan tubuh yang terkendali. Pengaturan Posisi:
Mengatur posisi pasien atau bagian tubuh pasien secara hati-hati untuk meningkatkan kesejahteraan fisiologis dan psikologis. Pengaturan Posisi: Kursi Roda: Mengatur
posisi pasien dengan benar di kursi roda pilihan untuk mencapai rasa nyaman, meningkatkan integritas kulit, dan menumbuhkan kemandirian pasien. Bantuan Perawatan Diri:Berpindah:
Membantu individu
26
untuk mengubah posisi tubuhnya. 2
Nyeri akut yang berhubungan dengan
cedera fisik
Tujuan/Kriteria evaluasi
Pemberian
Memperlihatkan teknik
Analgesik: Menggunakan
relaksasi secara individual
agens-agens farmakologi
yang efektif untuk
untuk mengurangi atau
mencapai kenyamanan
menghilangkan nyeri
Mempertahankan tingkat
Manajemen Medikasi:
nyeri dengan skala 0-10
Memfasilitasi
Melaporkan kesejahteraan penggunaan obat resep fisik dan psikologis
atau obat bebas secara
Mengenali faktor
aman dan efektif
penyebab dan
Manajemen Nyeri:
menggunakan tindakan
Meringankan atau
untuk memodifikasi faktor
mengurangi nyeri sampai
tersebut
pada tingkat kenyamanan
Melaporkan nyeri kepada
yang dapat diterima oleh
penyedia layanan
pasien
kesehatan
Bantuan Analgesia
Menggunakan tindakan
yang dikendalikan oleh
meredakan nyeri dengan
pasien PCA(Pateint-
analgesik dan
C ontrolled ntrolled Analgesia):
nonanalgesik secara tepat
Memudahkan
Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, atau tekanan darah
pengendalian pemberian dan pengaturan analgesik oleh pasien Manajemen sedasi:
Memberikan sedatif, memantau respons pasien
27
Mempertahankan selera
dan memberikan
makan yang baik
dukungan fisiologis yang
Melaporkan pola tidur
dibutuhkan selama
yang baik
prosedur diagnostik atau
Melaporkan kemampuan
terapeutik.
untuk mempertahankan perfoma peran dan hubungan interpersonal 3
Kerusakan intergritas
Tujuan/Kriteria evaluasi
kulit yang berhubungan
dengan imobilisasi fisik
Pemeliharaan akses
Pasien/keluarga
dialisis: memelihara area
menunjukkan rutinitas
akses pembuluh darah
perawatan kulit atau
arteri
perawatan luka yang
Kewaspadaan Lateks:
optimal
Menurunkan resiko
Drainase purulen atau bau
reaksi sistematik
luka minimal
terhadap lateks
Tidak ada lepuh atau
Pemberian Obat:
maserasi pada kulit
Mempersiapkan,
Nekrosis, selumur, lubang, memberikan dan perluasan luka ke jaringan
mengevaluasi keefektifan
di bawah kulit atau
obat resep dan obat
pembentukan saluran
nonresep
sinus berkurang atau tidak
Perawatan Area Insisi:
ada
Membersihkan,
Eritema kulit dan eritema
memantau dan
di sekitar luka minimal
meningkatkan proses penyembuhan pada luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau staples
28
Manajemen Area Penekanan:
Meminimalkan penekanan pada bagian tubuh Perawatan Ulkus Dekubitus:
Memfasilitasi penyembuhan ulkus dekubitus Manajemen Pruritus:
Mencegah dan mengobati gatal Surveilans Kulit:
Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mempertahankan integritas kulit dan membaran mukosa Perawatan Luka:
Mencegah komplikasi luka dan meningkatkan penyembuhan luka. 4
Intoleran Aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan umum
Tujuan/kriteria evaluasi
Terapi Aktivitas:
Mengidentifikasi aktivitas
Memberi anjuran tentang
atau situasi yang
dan bantuan dalam
menimbulkan kecemasan
aktivitas fisik, kognitif,
yang dapat mengakibatkan sosial, dan spritual yang intoleran aktivitas
spesifik untuk
29
Berpartisipasi dalam
meningkatkan rentang,
aktivitas fisik yang
frekuensi, atau durasi
dibutuhkan dengan
aktivitas individu atau
peningkatan normal
kelompok
denyut jantung, frekuensi
Manajemen Energi:
pernafasandan tekanan
Mengatur penggunaan
darah serta memantau pola energi untuk mengatasi
dengan batas normal
atau mencegah kelelahan
Mengungkapkan secara
dan mengoptimalkan
verbal pemahaman
fungsi
tentang kebutuhan
Manajemen
oksigen, obat dan atau
Lingkungan:
peralatan yang dapat
Memanipulasi
meningkatkan toleransi
lingkungan sekitar pasien
terhadap aktivitas
utnuk memperoleh
Menampilkan aktivitas
manfaat terapeutik,
kehidupan sehari-hari
stimulasi sensorik, dan
(AKS) dengan beberapa
kesejahteraan psikologis
bantuan (misalnya
Terapi Latihan Fisik:
eliminasi dengan bantaun
Mobilitas Sendi:
ambulasi untuk ke kamar
Menggunakan gerakan
mandi)
tubuh aktif atau pasif
Menampilkan manajemen
untuk mempertahankan
pemeliharaan rumah
atau memperbaiki
dengan beberapa bantuan
fleksibilitas sendi
(misalnya, membutuhkan
Terapi Latihan Fisik:
bantuan untuk kebersihan
Pengendalian Otot:
setiap minggu)
Menggunakan aktivitas atau protokol latihan
30
yang spesifik untuk meningkatkan atau memulihkan gerakan tubuh yang terkontrol Promosi Latihan Fisik:Latihan Kekuatan: Memfasilitasi
latihan otot resistif secara rutin untuk mempertahankan meningkatkan kekuatan otot Bantuan Pemeliharaan Rumah: Membantu
pasien dan keluarga untuk menjaga rumah sebagai tempat tinggal yang bersih, aman dan menyenangkan Manajemen Alam Perasaan: Memberi rasa
keamanan, stabilitas, pemulihan dan pemeliharaan pasien yang mengalami disfungsi alam perasaan baik depresi maupun peningkatan alam perasaan
31
Bantuan Perawatan Diri: Membantu individu
untuk melakukan AKS Bantuan Perawatan diri: AKSI: Membantu
dan mengarahkan individu untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari instrumental (AKSI) yang diperlukan untuk berfungsi di rumah atau di komunita. 5
Defisit Perawatan Diri
Tujuan/kriteria evaluasi
yang berhubungan
Mandi: Membersihkan
Menerima bantuan atau
tubuh yang berguna
dengan ganggaun
perawatan total dari
untuk relaksasi,
muskuloskeletal
pemberi asuhan, jika
kebersihan dan
diperlukan
penyembuhan
Mengungkapkan secara
Pemeliharaan
verbal kepuasan tentang
Kesehatan Mulut:
kebersihan tubuh dan
Pemeliharaan dan
higiene oral
promosi hgiene oral dan
Mempertahankan
kesehatan gigi untuk
mobilitas yang diperlukan
pasien yang berisiko
untuk ke kamar mandi dan
mengalami lesi mulut
menyediakan
dan gigi
perlengkapan mandi
Perawatan Ostomi:
Pemeliharaan eliminasi melalui stoma dan
32
Mampu menghidupkan
perawatan jaringan
dan mangatur pancaran
sekitar
dan suhu air
Bantuan Perawatan
Membersihkan dan
Diri, Mandi/Hygine:
mengeringkan tubuh
Membantu pasien untuk
Melakukan perawatan
memenuhi hygine pribadi
mulut
Menggunakan deodoran
4. Implementasi
a. Terapi 1) Penatalaksanaan Umum a) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan pramuwerdha. b) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama, pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien. c) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai target terapi. d) Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi penyetara lainnya. e) Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau dihentkan bila memungkinkan. f) Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
33
g) Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan, dan ambulasi terbatas. h) Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri dan ambulasi. i) Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet. 2) Tata laksana Khusus a) Tatalaksana faktor risiko imobilisasi b) Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi. c) Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter spesialis yang kompeten. d) Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien – pasien yang mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha u ntuk mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut la njut yang mengalami disabilitas permanen. 3) Penatalaksanaan lain yaitu: a) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu: 1) Posisi fowler (setengah duduk) 2) Posisi litotomi 3) Posisi dorsal recumbent 4) Posisi supinasi (terlentang) 5) Posisi pronasi (tengkurap) 6) Posisi lateral (miring) 7) Posisi sim 8) Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki) b) Ambulasi dini
34
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan lain-lain. c) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. d) Latihan isotonik dan isometrik Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan otot dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan curah jantung dan denyut nadi. e) Latihan ROM Pasif dan Aktif Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot. Latihan-latihan itu, yaitu : 1) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan 2) Fleksi dan ekstensi siku 3) Pronasi dan supinasi lengan bawah 4) Pronasi fleksi bahu 5) Abduksi dan adduksi 6) Rotasi bahu 7) Fleksi dan ekstensi jari-jari 8) Infersi dan efersi efersi kaki 9) Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki 10) Fleksi dan ekstensi lutut 11) Rotasi pangkal paha 12) Abduksi dan adduksi pangkal paha f) Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif
35
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak terjadinya imobilitas. g) Melakukan Postural Drainase Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan menggunakan gaya berat (gravitasi) dari sekret itu sendiri. Postural drainase dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran napas tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis, sehingga dapat meningkatkan fungsi respirasi. Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak, postural drainase lebih efektif bila diikuti dengan perkusi dan vibrasi dada. h) Melakukan komunikasi terapeutik Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu dengan cara berbagi perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk mengekspresikan kecemasannya, memberikan dukungan moril, dan lain-lain. (Potter, 2010) 5. Evaluasi
Tujuan yang diterapkan selama fase perencanaan dievaluasi sesuai dengan hasil tertentu yang diharapkan, dan juga diterapkan pada fase tersebut. Saat hasil yang diharapkan tidak terpenuhi, pertimbangkan pertanyaan berikut ini: 1) Beritahu saya mengapa Anda tidak mampu menigkatkan aktivitas yang telah kita rencanakan. 2) Aktivitas apa yang menghambat Anda melakukan tugas tersebut saat ini. 3) Beritahu saya bagaimana perasaan Anda terkait ketidakmampuan berpakaian sendiri dan membuat makanan sendiri. 4) Latihan apa yang Anda rasakan paling membantu 5) Tujuan apa yang Anda inginkan untuk disusun pada aktivitas Anda. (Potter, 2010) 6. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupakan tindakan mencatat setiap data yang didapat oleh perawat dalam sebuah dokumen yang sisitematis. Proses mencatat
36
tidak hanya menulis data pada format yang tersedia. Dokumentasi keperawatan menitikberatkan pada proses dan hasil pencatatan (Potter & Perry, 2006). Hal tersebut berarti bahwa mulai dari proses mencatat sampai mempertahankan kualitas catatan harus diperhatikan, karena dokumen keperawatan memegang perannan yang sangat penting. Selama
fase
implementasi,
perawat
mendokumentasikan
tindakan
keperawatan seperti: pemberian obat, perawatan luka, pengaturan posisi, infus IV, kateterisasi urine, dll. (Iyer, 2004)
37
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Masyarakat sering kali mendefinisikan kesehatan dan kebugaran fisik mereka berdasarkan aktivitas mereka karena kesejahteraan mental dan efektivitas fungsi tubuh sangat bergantung pada status mobilitas mereka. Misalnya, saat seseorang berdiri tegak, paru lebih muda untuk mengembang, aktivitas usus (peristaltik) menjadi lebih efektif, dan ginjal mampu mengosongkan kemih secara komplet. Selain itu, pergerakan sangat penting agar tulang dan otot befungsi sebagaimana mestinya. Mobilitas, kemampuan untuk bergerak dengan bebas, mudah , berirama, dan terarah di lingkungan adalah bagian yang sangat penting dalam kehidup an. Individu harus bergerak untuk melindungi diri dari trauma dan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Mobilitas amat penting bagi kemandirian individu yang tidak mampu bergerak secara total sama rentan dan bergantungnya dengan seorang bayi. Kemampuan untuk bergerak juga mempengaruhi harga diri dan citra tubuh. Bagi sebagian besar orang, harga diri bergantung pada rasa kemandirian atau perasaan berguna atau merasa dibutuhkan. Orang yang mengalami gangguan mobilitas dapat merasa tidak berdaya dan membebani orang lain. Citra tubuh dapat terganggu akibat paralisis, amputasi, atau kerusakan motorik lain. Reak si orang lain terhadap gangguan mobilitas dapat juga mengubah atau mengganggu h arga diri dan citra tubuh secara bermakna. Ambulais adalah salah satu cara untuk mencegah terjadinya gangguan mobilitas karena dengan ambulasi dapat memperbaiki sirkulasi, mencegah flebotrombosis (thrombosis (thrombosis vena profunda/DVT). profunda/DVT). Mengurangi
38
komplikasi immobilisasi pasca operasi, mempercepat pemulihan peristaltic usus, mempercepat pasien pasca operasi. (kozier, 2010). B. Saran
Segala usaha telah kami lakukan. Namun dalam pembuatan makalah ini terdapat kekurangan . Oleh karena itu, kami sangat memerlukan kritik dan saran saudara(i) demi kesempurnaan kedepannya. DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry. 2005. Buku 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawaran. Edisi Keperawaran. Edisi 4. Jakarta: EGC Potter& Perry. 2006. Buku 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC. Potter & Perry. 2010. Fundamental keperawatan. ke perawatan. Edisis 7. Jakarta: Elsevier Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi Keperawatan. Edisi 7. Jakarta: EGC Asmadi. 2008. Konsep 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. klien. Jakarta : Salemba Medika. Herdman, T.H. 2012. Diagnosis 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA. Jakarta: EGC Wilkinson, M. Judith, Ahern, R. Nanchy. 2011. Buku 2011. Buku Saku Diagnosis ------------------- Keperawatan Keperawatan Diagnosis NANDA Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. --------Edisi 9. Jakarta: EGC Iyer, P.W, Camp, N.H. 2004. Dokumentasi 2004. Dokumentasi Keperawatan. Edisi Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
TEKNIK AMBULASI A. TEKNIK AMBULASI
1. Teknik Mengangkat Kebanyakan cedera punggung yang terjadi adalah ketegangan pada kelompok otot lumbar termasuk otot di sekitar vertebra lumbar (Owen dan Garg, 1991). Ceder a otot di area ini berpengaruh pada kemampuan membungkuk ke depan, ke belakang, ke samping. Selain itu kemampuan memutar pinggul dan punggung bagian bawah menurun. Perawat beresiko mengalami cedera otot lumbal ketika mengangkat, memindahkan, atau mengubah posisi
39
pasien imobilisasi. Sebelum mengangkat, perawat harus mengkaji kemampuan mengangkat pasien atau objek yang akan diangkat dengan menentukan kriteria dasar cara mengangkat sebagai berikut ini: a.
Posisi beban. Beban yang akan di angkat berada sedekat mungkin dengan pengangkat. Posisikan objek pada keadaan seperti di atas ketika perawat menggunakan gaya mengangkat dikarenakan objek berada dalam potongan sama (Stamps,1989)
b. Tinggi objek. Tinggi yang paling baik untuk mengangkat vertical adalah sedikit di at as jari tengah seseorang dengan lengan tergantung di samping (Owen & Garg, 1991 )
c.
Posisi tubuh. ketika posisi tubuh pengangkat bervariasi dengan tugas mengangkat yang berbeda, maka petunjuk umum berikut mampu di pakai untuk sebagian besar keadaan. Tubuh diposisikan dengan batang tubuh tegak sehingga kelompok otot-otot multiple bekerja sama dengan cara yang sinkron.
d. Berat maksimum. Setiap perawat harus mengetahui berat maksimun yang aman untuk diangkat-aman bagi perawat dan pasien. Objek yang terlalu berat adalah jika beratnya sama dengan atau lebih dari 35% berat badan orang yang mengangkat. Oleh karena itu, perawat yang beratnya 59,1 kg tidak mencoba mengangkat pasien imobilisasi yang beratnya 45,5 kg. meskipun nampaknya perawat mungkin mampu melakukannya, hal ini akan beresiko pasien jatuh yang menyebabkan cedera punggung perawat.
40
Tabel 1.1 Teknik Mengangkat Langkah
Rasional
. Kaji berat posisi, tinggi objek, posisi tubuh, dan
Menentukan apakah anda dapat melakukannya
berat maksimum.
sendiri atau membutuhkan bantuan (Stamps, 1989).
Angkat objek dengan benar dari bawah pusat gravitasi: Dekatkan pada objek yang akan dipindahkan. Perbesar
dasar
dukungan
anda
dengan
menempatkan kedua kaki agak sedikit terbuka. Turunkan pusat gravitasi anda ke objek yang akan diangkat.
Memindahkan pusat gravitasi lebih dekat ke objek. Mempertahankan keseimbangan tubuh lebih baik, sehingga mengurangi resiko jatuh. Meningkatkan
keseimbangan
tubuh
dan
memungkinkan kelompok otot-otot bekerja sama dengan cara yang sinkron.
Pertahankan kesejajaran yang tepat pada kepala
Mengurangi resiko cedera vertebar lumbar dan
dan leher dengan vertebrae, jaga tubuh tetap tegak.
kelompok otot (Owen dan Garg,1991).
Angkat objek dengan benar dari atas pusat gravitasi tempat tidur: Gunakan alat melangkah yang aman dan stabil. Jangan berdiri di atas tangga teratas. Berdiri sedekat mungkin ke tempat tidur.
Mencapai pusat gravitasi lebih dekat ke objek. Meningkatkan mengangkat.
keseimbangan
tubuh
selama
41
Pindahkan berat objek dari tempat tidur dengan
Mengurangi bahaya jatuh dengan memindahkan
cepat pada lengan dan di atas dasar dukungan.
objek yang di angkat dengan pusat gravitasi di atas dasar dukungan
Mengangkat objek dari tempat tidur tinggi meningkatkan resiko karena lebih sulit mempertahankan keseimbangan tubuh. Untuk meraih objek yang berada di atas kepala, orang sering berdiri berjinjit dengan kakinya bersamaan sehingga menurunkan dasar dasar topangan, menaikkan pusat gravitasi dan pada akhirnya menurunkan keseimbangan mereka. 2. Teknik mengubah posisi Pasien yang mengalami gangguan fungsi system skeletal, saraf atau otot dan peningkatan kelemahan serta kekakuan biasanya membutuhkan bantuan perawat untuk memperoleh kesejajaran tubuh yang tepat ketika selama berada di tempat tidur atau duduk. Banyak alat bantu dapat dipakai perawat untuk mempertahankan kesejajaran tubuh pasien yang baik selama diposisikan. a.
Bantal siap dipakai di rumah sakit juga fasilitas perawatan yang diberikan. Padahal ketika pasien di rumah, persediaan terbatas. Sebelum menggunakan sebuah bantal, perawat harus menentukan apakah ukurannya tepat. Bantal tebal di bawah kepala pasien meningkatkan fleksi servikal. Bantal tipis di bawah bagian tubuh yang menonjol tidak adekuat melindungi melindungi kulit dan jaringan dari kerusakan akibat tekanan. Ketika bantal tam bahan tidak dapat dipakai atau ukurannya tidak tepat perawat dapat me lipat seprai, selimut atau handuk sebagai ganti bantal.
b.
Papan kaki ( footboard) diletakkan tegak lurus dengan matras, sejajar se jajar dan menyentuh permukaan bawah kaki pasien. Papan kaki mencegah footdrop dengan mempertahankan kaki dalam posisi dorsifleksi. Setelah menempatkan di atas tempat tidur, perawat perlu menentukan apakah penempatannya benar, dengan kaki pasien berada di papan dengan pas. Posey footguard merupakan footguard merupakan alat bantu yang menggunakan struktur busa untuk mempertahankan posisi kaki pasien dorsifleksi. Cara lain yang umum adalah menggunakan teknik high-top tennis shoes. shoes .
42
c.
Trochanter roll, Mencegah rot asi luar pada tungkai ketika pasien berada posisi supine. Untuk membentuk trochanter roll, selimut mandi katun dilipat panjang kain untuk lebar yang akan melebar dari tronchanter femur terbesar sampai batas bawah popliteal. Selimut diletakkan di bawah bokong dan kemudian digulung berlawanan dengan jarum jam sampai paha berada posisi netral atau rotasi dalam. Jika kesejajaran pinggul yang tepat tercapai, maka patella langsung menghadap ke atas.
d.
Bantal pasir (sandbags) adalah tabung-tabung plastik berisi pasir yang dapat membentuk sesuai bentuk tubuh. Sandbag dapat digunakan ditempatnya atau sebagai tambahan untuk trochanter roll. Alat-alat tersebut mengimobilisasi ekstermitas atau mempertahankan kesejajaran tubuh.
e.
Gulungan tangan (hand rolls). Mempertahankan ibu jari sedikit adduksi dan berada berlawanan dengan jari-jari. Hand roll mempertahankan tangan, ibu jari, dan jari-jari dalam posisi fungsional. Perawat mengevaluasi hand rolls untuk rolls untuk meyakinkan bahwa tangan benarbenar berada dalam fungsi fungsional.
43
f. Pembebat pergelangan tangan (hand wrist splints) adalah pembentuk individual bagi pasien untuk mempertahankan kesejajaran ibu jari yang tepat (sedikit adduksi) dan pergelangan tangan (sedikit dorsifleksi). Pembebat ini hanya digunakan oleh pasien dimana pembebat tersebuat dibuat untuknya
g.
Trapeze bar adalah alat bantu berbentuk segitiga yang dapat turun dengan aman di atas kepala yang di raih di tempat tidur. Hal ini memungkinkan pasien menarik dengan ekstremitas atasnya untuk meraih bagian bawah tempat tidur, membantu memindahkan dari tempat tidur ke kursi roda, atau melakukan latihan dengan lengan atas.
44
h.
Restrain adalah alat bantu yang digunakan untuk imobilisasi, terutama pada pasien bingung atau disorientasi. Jaket restrain umum yang digunakan adalah jaket posey. Ketika memakaikan jaket pada pasien, perawat menyusun satu sisi di atas sisi lain menyilang di punggung pasien. tali diletakkan di bawah ikatan jaket dan diikatkan ke pinggir tempat tidur, kursi, atau kursi roda.
i. Papan tempat tidur adalah papan tripleks yang ditempatkan di bawah keseluruhan matras.
Papan ini berguna untusk meningkatkan sokongan dan kesejajaran punggung, khususnya matras lunak.
j.
Pagar tempat tidur, pegangan di letakk an sepanjang tempat tidur, memungkinkan klien aman.
3. Teknik memindahkan Perawat biasa memberi perawatan pada pasien imobilisasi yang harus diubah posisi, dipindahkan dari tempat tidur dan harus dipindahkan dari tempat tidur ke kursi atau ke
45
brankar. Mekanika tubuh yang sesuai memungkinkan perawat untuk menggerakkan, mengangkat, atau memindahkan pasien dengan aman dan juga melindungi perawat dari cedera system musculoskeletal. Meskipun perawat menggunakan berbagai tek nik memindahkan, berikut ini merupakan petunjuk umum yang harus diikuti saat memindahkan pada setiap prosedur pemindahan: a. Naikkan sisi bergerak pada sisi tempat tidur pada posisi berlawanan dengan perawat untuk mencegah pasien jatuh dari tempat tidur. b. Tinggikan tempat tidur pada ketinggian yang nyaman. c. Kaji mobilisasi dan kekuatan pasien untuk menentukan bantuan pasien yang dapat digunakan saat memindahkan. d. Tentukan kebutuhan akan bantuan. e. Jelaskan prosedur dan gambarkan apa yang diharapkan dari pasien. f. Kaji kesejajaran tubuh yang benar dan area tekanan setelah setiap kali memindahkan. Pasien membutuhkan tingkat bantuan yang bervariasi untuk mengangkat dari tempat tidur, menggerakkan ke posisi miring, atau duduk di sisi tempat tidur. Contoh, wanita muda dan sehat membutuhkan sedikit dukungan untuk duduk pertama kali di sisi tempat tidur setelah melahirkan, sedangkan laki tua mungkin membutuhkan bantuan satu atau lebih perawat untuk melakukan hal yang sama 1 hari sete lah appendiktomi. Untuk menentukan apakah pasien mampu melakukan sendiri dan berapa banyak orang yang dibutuhkan untuk membantu dan mengangkat pasien di atas tempat tidur, perawat mengkaji pasien untuk menentukan apakah penyakit pasien ada kontraindikasi dalam pengerahan tenaga (seperti kardiovaskular). kardiovaskular). Kemudian, perawat menentukan apakah pasien memahami apa yang di harapkan. Contohnya, pasien yang baru saja mendapatkan pengobatan nyeri pascaoperasi mungkin terlalu lesu untuk mengerti instruksi, sehingga untuk menjamin keamanan, dibutuhkan dua perawat untuk menggerakkan pasien. 1) Memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi.
46
Memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi o leh perawat membutuhkan bantuan pasien dan tidak dilakukan pada pasien yang tidak dapat membantu. Perawat menjelaskan prosedur pada pasien sebelum pemindahan. Lingkungan juga dipersiapkan dengan memindahkan penghalang jalan. Kursi ditempatkan dekat tempat tidur dengan punggung kursi sejajar dengan bagian kepala tempat tidur. Penempatan kursi memungkinkan perawat berputar dengan pasien dan memindahkan berat badan pasien dengan cepat. Pemindahan yang aman adalah prioritas utama. Perawat yang ragu-ragu dengan kekuatannya ataupun kemampuan klien untuk membantu, harus meminta bantuan. Klien harus duduk dan menjuntaikan kakinya di sisi tempat tidur sebentar sebelum berdiri. Kemudian klien harus berdiri di sisi tempat tidur untuk beberapa menit sehingga klien dapat dengan cepat menurunkan punggungnya ke tempat tidur pada kasus pusing atau pingsan. Ketika memindahkan klien imobilisasi dari tempat tidur ke kursi roda perawat harus menggunakan mekanika tubuh yang tepat dan apabila memungkinkan kerja sama diperoleh sebanyak mungkin dari klien.
2) Memindahkan Pasien Dari Tempat Tidur Ke Brankar Pasien imobilisasi yang dipindahkan dari tempat tidur ke brankar atau dari tempat tidur harus membutuhkan tiga orang pengangkat. Teknik ini bagus dilakukan jika orang-orang yang memindahkan mempunyai kesamaan tinggi. Jika pusat gravitasi mereka sama, mereka mengangkat sebagai satu tim. Cara lain memindahkan pasien adalah dengan menggunakan kain pengangkat yang ditempatkan di bawah pasien. kain pengangkat berguna sebagai “ayunan” ketika pasien dipindahkan’ ke brankar. Pada teknik ini, perawat perlu berada di sisi berlawanan dari tempat tidur dan berpegang pada kain pengangkat ketika memindahkan pasien ke brankar. Brankar dan tempat tidur ditempatkan berdampingan sehingga pasien dapat dipindahkan dengan cepat dan mudah dengan menggunakan kain pengangkat. Hati-hati saat menggunakannya pada klien yang mengalami trauma medula spinalis. Jika klien harus dipindahkan maka papan pemindah harus ditempatkan dibawah klien untuk mempertahankan kesejajaran spinal sebelum memindahkan ke brankar. Klien harus dipersiapkan untuk pemindahan dan minta bantuan jika memungkinkan. Contoh, dengan
47
melipat lengan di atas dada. Lingkungan harus bebas dari penghalang dan alat-alat yang tidak dibutuhkan harus dipindahkan dari tempat tidur. Brankar harus ditempatkan sudut kanan tempat tidur sehingga pengangkat dapat berputar ke depan brankar dan mem indahkan klien dengan cepat.
REFERENSI :
Kozier, B., Erb, G., Berman A., Snyder S. 2004. Buku Ajar Keperawatan Klinis Eds 5. 5. Jakarta : EGC.
Potter perry. 2006. Fundamental keperawatan ed 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, C.S., Bare, G.B., (2001). Buku ajar keperawatan medical bedah Brunner& Suddarth, Edisi 8, Volume 3, Penerbit EGC, Jakarta.