Adapun obat yang akan dibahas adalah obat antimuskarinik, antimuskarinik, obat penyekat ganglionik dan obat penyekat neuromuskular.
1. Obat Antimuskarinik
Obat golongan ini seperti atropin dan skopolamin bekerja menyekat reseptor muskarinik yang menyebabkan hambatan semua fungsi muskarinik. Selain itu, obat ini menyekat sedikit perkecualian neuron simpatis yang juga kolinergik, seperti saraf simpatis yang menuju ke kelenjar keringat. Bertentangan dengan obat agonis kolinergik yang kegunaan terapeutiknya terbatas, maka obat penyekat kolinergik ini sangat menguntungkan dalam sejumlah besar situasi klinis. Karena obat ini tidak menyekat reseptor nikotinik, maka obat antimuskarinik ini sedikit atau tidak mempengaruhi sambungan saraf otot rangka atau ganglia otonom. Antimuskarinik ini bekerja dialat persarafi serabut pascaganglion pascaganglion kolinergik. Pada ganglion otonom dan otot rangka, tempat asetilkolin juga bekerja penghambatan oleh atropin hanya terjadi pada dosis sangat besar. Kelompok obat ini memperlihatkan kerja yang hampir sama tetapi dengan afinitas yang sedikit berbeda terhadap berbagai alat; pada dosis kecil sekitar !,"# mg$ misalnya, atropin hanya menekan sekresi airl iur, mukus, bronkus dan keringat. Sedangkan dilatasi pupil, gangguan akomodasi dan penghambatan nasofagus terhadap jantung baru terlihat pada dosis yang lebih besar !,# % &,!mg$. 'osis yang lebih besar lagi diperluka diperlukan n untuk untuk menghamb menghambat at peristals peristalsis is usus dan sekresi sekresi kelenjar kelenjar di lambung. lambung. Beberapa Beberapa subtipe subtipe reseptor reseptor muskarini muskarinik k telah diidentifikasi saat ini. Penghambatan pada reseptor muskarinik ini mirip dener(asi serabut pascaganglion kolinergik dan biasanya efek adrenergik menjadi lebih nyata.
Antimuskarinik memperlihatkan efek sentral terhadap susunan saraf pusat, yaitu merangsang pada dosis kecil dan mendepresi pada dosis toksik.
Banyak sekali antikolinergik disintesis dengan maksud mendapatkan obat dengan efek selektif terhadap gangguan tertentu disertai efek samping yang lebih ringan. Saat ini terdapat antimuskarinik yang digunakan untuk ) &$ mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral sentral misalnya misalnya,, antispasm antispasmodik; odik; "$ penggunaa penggunaan n lokal lokal pada mata sebagai sebagai midriatik midriatikum; um; *$ memperol memperoleh eh efek sentral misalnya, obat untuk penyakit Parkinson; +$ efek bronkodilatasi; dan #$ memperoleh efek hambatan pada sekresi lambung dan gerakan saluran cerna.
a. Atropin
Atropin alkaloid belladonna, memiliki memiliki afinitas kuat terhadap reseptor muskarinik, di mana obat ini terikat secara kompetitif, sehingga mencegah asetilkolin terikat pada tempatnya di reseptor muskarinik. Atropin menyekat reseptor muskarinik baik di sentral maupun di saraf tepi. Kerja obat ini berlangsung sekitar + jam kecuali bila diteteskan ke dalam mata, maka kerjanya bahkan sampai berharihari.
FARMAKODINAMIK
-ambatan oleh atropin bersifat re(ersible dan dapat diatasi dengan pemberian asetilkolin dalam jumlah berlebihan atau pemberian antikolinesterase. antikolinesterase. Atropin memblok asetilkolin endogen maupun eksogen, tetapi hambatannya jauh lebih kuat terhadap yang eksogen.
&. Susunan Saraf Pusat
Atropin merangsang medula oblongata oblongata dan pusat lain di
otak. 'alam dosis !,# mg untuk orang ndonesia mungkin mungkin / !,*
mg$ atropin merangsang 0.1agus dan frekuensi jantung berkurang. 2fek penghambatan sentral pada dosis ini belum terlihat. 'epresi
yang timbul khusus dibeberapa pusat motorik dalam otak, dapat menghilangkan tremor yang terlihat pada parkinsonisme. Perangsangan respirasi terjadi sebagai akibat dilatasi bronkus, tetapi dalam hal depresi respirasi oleh sebab tertentu, atropin tidak berguna merangsang respirasi. Bahkan pada dosis yang besar sekali, atropin menyebabkan depresi nafas, eksitasi, disorientasi, delirium, halusinasi dan perangsangan lebih jelas dipusatpusat lebih tinggi. 3ebih lanjut terjadi depresi dan paralisis medulla oblongata.
". 4ata
Alkaloid belladonna menghambat 4.constrictor pupilae dan 4.5iliaris lensa mata, sehingga menyebabkan midriasis dan siklopegia paralisis mekanisme akomodasi$. 4idriasis mengakibatkan fotofobia, sedangkan siklopegia menyebabkan hilangnya daya melihat jarak dekat.
Sesudah pemberian !,6 mg atropine SK pada mulanya terlihat efek terhadap kelenjar eksokrin, terutama hambatan sal(ias, serta brakikardi sebagai hasil perangsangan 0.1agus, midriasis baru terlihat dengan dosis yang lebih tinggi 7& mg$. 4ula timbulnya midriasis tergantung dari besarnya dosis, dan hilangnya lebih lambat daripada hilangnya efek terhadap kelenjar liur. Pemberian lokal pada mata menyebabkan perubahan yang lebih cepat dan berlangsung lama sekali 8&" hari$. -al ini disebabkan atropin sukar dieliminasi dari cairan bola mata. 4idriasis oleh alkaloid belladonna dapat diatasi oleh pilokarpin, eserin atau '9P. :ekanan intraokular pada mata yang normal tidak banyak mengalami perubahan.tetapi pada penderita glaukoma, penyeluran dari cairan intraokular akan terhambat, terutama pada glaukoma sudut sempit, sehingga dapa meningkatkan tekanan intraokular. -al ini disebabkan karena dalam keadaan midriasis muara saluran schlemm yang terletak disudut bilik depan mata menyempit, sehingga terjadi bendungan cairan bola mata.
*.
Saluran 0afas
Alkaloid belladonna mengurangi sekret hidung, mulut, faring dan bronkus. Pemakaiannya adalah pada medikasi preanastetik untuk mengurangi sekresi lender pada jalan nafas. Sebagai bronkodilator, atropin tidak berguna dan jauh lebih lemah daripada epinefrin atau aminofilin. pratropium bromida merupakan antimuskarinik yang memperlihatkan bronkodilatasi berarti secara khusus.
+. Sistem kardio(askular
Pengaruh atropin terhadap jantung bersifat bifastik. 'engan dosis !,"#!,# mg yang biasa digunakan, frekuensi jantung berkurang, mugkin disebabkan karena perangsangan nukleus 0.1agus. Brakikardi biasanya tidak nyata dan tidak disertai perubahan tekanan darah atau curah jantung. Pada dosis lebih dari " mg, yang biasanya hanya digunakan pada keracunan insektisida organosfat, terjadi hambatan 0.1agus dan timbul suatu takikardi. Atropin dalam hal ini lebih efektif daripada skopolamin. Obat ini juga dapat menghambat brakikardi yang ditimbulkan oleh obat kolinergik. Atropin tidak mempengaruhi pembuluh darah maupun tekanan darah secara langsung, tetapi menghambat (asodilatasi oleh asetikolin atau ester kolin yang lain. Atropin tidak berefek terhadap sirkulasi darah bila diberikan sendiri, karena pembuluh darah hampir tidak dipersarafi parasimpatik. 'ilatasi kapiler pada bagian muka dan leher terjadi pada dosis yang besar dan toksik. Kelainan ini mungkin dapat dikacaukan dengan penyakit yang menyebabkan kemerahan kulit didaerah tersebut, (asodilatasi ini disertai dengan naiknya suhu kulit, -ipotensi ortostatik kadangkadang dapat terjadi setelah pemberian dosis " mg.
#. Saluran 5erna.
Karena bersifat menghambat peristaltis lambung dan usus, atropin juga disebut obat antispasmodik. Penghambatan terhadap asetkolin eksogen atau ester kolin$ terjadi lengkap, tetapi terhadap asetikolin endogen hanya terjadi parsial. Atropin
menyebabkan berkurangnya sekresi liur dan sebagian juga sekresi lambung. Pada tukak pektik, atropin sedikit saja mengurangi sekresi -5l, karena sekresi asam ini lebih dibaah control fase gaster daripada oleh 0.1agus.
Antimuskarinik yang lebih selektif ialah piren=epin yang afinitasnya lebih jelas pada reseptor 4&, konstante disosiasi piren=epin pada 4&, kirakira # kali konstante disosiasi pada 4".
Piren=epin bekerja lebih selektif menghambat sekresi asam lambung dan pepsin pada dosis yang kurang mempengaruhi organ lain. Sekresi asam lambung pada malam hari dapat diturunkan sampai ++>. 'engan dosis &!! mg sehari, sekresi sali(a dan motilitas kolon berkurang. Pengosongan lambung dan faal pankreas tidak dipengaruhi obat ini.
6. Otot polos lain
Saluran kemih dipengaruhi oleh atropin dalam dosis agak besar kirakira & mg$. Pada piolegram akan terlihat dilatasi kaliks, pel(is, ureter dan kandung kemih. -al ini dapat mengakibatkan retensi urin. ?etensi urin disebabkan urin disebabkan relaksasi 4. destrusor konstriksi sfingter uretra. Bila ringan akan berupa kesulitan miksi yaitu penderita harus mengejan seaktu miksi. 2fek antispasmodik pada saluran empedu, tidak cukup kuat untuk menghilangkan kolik yang disebabkan oleh batu dalam saluran empedu. Pada uterus yang iner(asi otonomnya berbeda dari otot polos lainnya, tidak terlihat relaksasi, sehingga atropin hampir tidak bermamfaat untuk pengobatan nyeri haid.
8. Kelenjar eksokrin
Kelenjar eksokrin yang paling jelas dipengaruhi oleh atropin ialah kelenjar liur dalam mulut serta bronkus. @ntuk menghambat akti(itas kelenjar keringat diperlukan dosis yang lebih besar; kulit menjadi kering, panas dan merah terutama dibagian muka dan leher. -al ini menjadi lebih jelas lagi pada keracunan yaitu seluruh suhu badan meningkat. 2fek terhadap kelenjar air mata dan air susu tidak jelas.
FARMAKOKINETIK
Alkaloid belladonna mudah diserap dari semua tempat, kecuali kulit. Pemberian atropin sebagai obat tetes mata, terutama pada anak dapat menyebabkan absorbsi dalam jumlah yang cukup besar leat mukosa nasal, sehingga menimbulkan efek sistemik dan bahkan keracunan. @ntuk mencegah hal ini perlu dilakukan penekanan kantus internus mata setelah penetesan obat agar larutan atropin tidak masuk ke rongga hidung, terserap dan menyebabkan efek sistemik. 'ari sirkulasi darah, atropin cepat memasuki jaringan dan kebanyakan mengalami hidrolisis en=imatik oleh hepar. Sebagian diekskresi melalui ginjal dalam bentuk asal.
Atropin mudah diserap, sebagian dimetabolisme di dalam hepar dan dibuang dari tubuh terutama melalui air seni. 4asa paruhnya sekitar + jam.
EFEK SAMPING / TOKSIK
2fek samping antimuskarinik hampir semuanya merupakan efek farmakodinamik obat. Pada orang muda efek samping mulut kering, gangguan miksi, meteorisme sering terjadi, tetapi tidak membahayakan. Pada orang tua efek sentral terutama sindrom demensia, dapat terjadi. 4emburuknya retensi urin pada pasien dengan hypertrofi prostat dan penglihatan pada pasien glaukoma,
menyebabkan obat ini kurang diterima. 2fek samping sentral kurang pada pemberian antimuskarinik yang bersifat ammonium kuartener. alaupun demikian selektifitas hanya berlaku pada dosis rendah dan pada dosis toksik semuanya dapat terjadi.
4uka merah setelah pemberian atropin bukan alergi melainkan efek samping sehubungan (asodilatasi pembuluh darah di ajah. Alergi terhadap atropin tidak sering ditemukan.
Atropin kadangkadang menyebabkan keracunan, terutama pada anak, karena kesalahan dalam menghitung dosis, atau seaktu meracik obat kombinasi, karena itu atropin tidak dianjurkan diberikan pada anakanak di baah + tahun. :elah dijelaskan di atas baha kadangkadang obat tetes matapun dapat menyebabkan keracunan bila tidak dilakukan tindakan untuk mengurangi absorpsinya. Keracunan terjadi akibat makan buah dari tanaman yang mengandung alkaloid belladonna, misalnya kecubung. alaupun gejala keracunan obat ini sangat mengejutkan, kematian dapat terjadi. :elah dilaporkan baha dosis #!!%&!!! mg masih belum merupakan dosis fatal. Sebaliknya pada anak, dosis &! mg mungkin menyebabkan kematian. Perbedaan dalam dosis fatal ini mungkin berdasarkan reaksi idiosinkrasi dan kepekaan seseorang. Karena itu, tiap keracunan alkaloid belladonna tidak boleh dianggap tidak berbahaya.
Atropin dapat menyebabkan mulut kering, penglihatan mengabur, mata rasa berpasir, takikardia dan konstipasi. 2feknya terhadap SSP termasuk rasa capek, bingung, halusinasi, delinium, yang mungkin berlanjut menjadi depresi, kolaps sirkulasi dan sistem pernapasan dan kematian. Pada indi(idu yang lebih tua, pemakaian atropine dapat menimbulkan midriasis dan sikloplegi dan keadaan ini cukup gaat karena dapat menyebabkan serangan glaukoma berulang setelah menjalani kondisi tenang.
'iagnosis keracunan atropin tidak akan meleset, asal saja kemungkinan keracunan ini diingat pada tiap keadaan toksik dengan gejala sentral ditambah dengan midriasis, kulit merah dan kering serta takikardi. :eoritis diagnosis dapat ditegakkan bila sesudah suntikan &! mg metakolin, tidak terlihat gejalagejala kolinergik yaitu sal(ias, berkeringat, lakrimasi dan lainlainnya, namun hal ini jarang dibutuhkan.
Pengobatannya ialah dengan bilas lambung bila obat baru saja ditelan dan pemasangan klisma untuk mempercepat pengeluaran obat ini dari usus. 2ksitasi dapat dikurangi dengan barbiturat kerja singkat, kloralhidrat atau dia=epam dengan dosis secukupnya saja. Bila ada depresi napas perlu dilakukan napas buatan. Bila penderita tidak sadar untuk aktu yang lama, keseimbangan elektrolit perlu dimonitor dan diperbaiki. Kateterisasi perlu dikerjakan bila penderita mengalami retensi urin. Kamar perlu digelapkan untuk melindungi retina dari cahaya yang berlebihan.
DOSIS
'osis atropin umumnya berkisar antara seperempat sampai & mg. @ntuk keracunan antikolinesterase digunakan dosis " mgkali. 'osis untuk mengatasi keracunan kolinergik pada anak adalah !,!+ mgkgBB per kali.