ACARA I
KARBOHIDRAT
Tujuan
Tujuan dari praktikum Acara I. Karbohidrat adalah :
Mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap sukrosa.
Mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap glukosa.
Mengetahui proses gelantinisasi pati pada tepung tapioka dan tepung meizena.
Tinjauan Pustaka
Tinjauan Teori
Karbohidrat adalah komponen bahan pangan yang tersusun oleh tiga unsur utama, yaitu karbon C, hidrogen H dan oksigen O. Susunan atom-atom tersebut dan ikatannya membedakan karbohidrat satu dengan yang lainnya, sehingga ada karbohidrat yang masuk kelompok struktur sederhana seperti monosakarida dan disakarida dan dengan struktur kompleks atau polisakarida seperti pati, glikogen, selulosa dan hemiselulosa. Analisis kualitatif karbohidrat umumnya didasarkan atas reaksireaksi warna yang dipengaruhi oleh produkproduk hasil penguraian gula dalam asam-asam kuat dengan berbagai senyawa organik, sifat mereduksi dari gugus karbonil dan sifat oksidasi dari gugusan hidroksil yang berdekatan. Reaksi dengan asam-asam kuat seperti asam sulfat, hidroklorat dan fosfat pada karbohidrat menghasilkan pembentukan produk terurai yang berwarna. Beberapa analisis kualitatif karbohidrat yang sering dilakukan adalah uji Molish, uji Seliwanof, uji Antrone, dan uji Fenol (Kusbandari, 2015).
Karbohidrat merupakan proporsi utama makanan yang dikonsumsi sehari-hari dan sebagai sumber energi utama yang menyediakan sekitar 40-80% dari total kebutuhan energi harian pada manusia. Namun, pati merupakan sumber karbohidrat utama dalam berbagai diet. Karbohidrat harus terdiri 55-70% dari asupan energi harian. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui lebih lanjut tentang makronutrien. Kontrol sangat baik dengan respon glikemik yang berperan dalam mencegah penyakit bervariasi secara tidak langsung (Shanita et al, 2011).
Karbohidrat merupakan sumber energi kalori utama dan merupakan sumber kalori yang murah. Jumlah kalori yang dapat dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat adalah 4 Kal (kkal). Beberapa golongan karbohidrat menghasilkan serat-serat yang berguna bagi pencernaan. Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Dalam tubuh, karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral dan membantu metabolisme lemak dan protein, serta dapat dibentuk dari beberapa asam amino dan sebagian dari gliserol lemak. Sebagian besar karbohidrat diperoleh dari bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (Yusrin, 2010).
Beberapa molekul pati, khususnya amilosa yang dapat terdispersi dalam air panas, meningkatkan granula-granula yang membengkak dan masuk ke dalam cairan yang ada di sekitarnya. Pati yang berikatan dengan iodin (I2) akan menghasilkan warna biru. Sifat ini dapat digunakan untuk menganalisis adanya pati. Hal ini disebabkan oleh struktur molekul pati yang berbentuk spiral, sehingga akan mengikat molekul iodin dan terbentuklah warna biru. Bila pati dipanaskan, spiral merenggang, molekul-molekul iodin terlepas sehingga warna biru hilang (Winarno, 1991).
Gelatinisasi pati adalah proses memecah obligasi antar molekul- molekul pati dengan air dan juga panas, yang memungkinkan situs ikatan hidrogen (hidrogen hidroksil dan oksigen). Suhu gelatinisasi pati tergantung pada jenis tanaman dan jumlah air yang ada. Kemudian tergantung dengan pH, jenis dan konsentrasi garam, gula, lemak dan protein dalam bahan, tingkat silang amilopektin tersebut, jumlah granula pati yang rusak serta teknologi derivatisasi yang digunakan (Ubwa et al, 2012).
Hidrolisis pati dapat dilakukan oleh asam atau enzim. Jika pati dipanaskan dengan asam akan terurai menjadi molekul-molekul yang lebih kecil secara berurutan dan hasil akhirnya adalah glukosa.
(C6H10O5)n + nH2O nC6H12O6
pati air glukosa
hidrolisis pati dapat juga dilakukan oleh kegiatan enzim. Dalam pencernaan, enzim amilase memecah pati menjadi maltosa. Amilase juga terdapat pada tepung dan biji yang berkecambah. Pada produk-produk tersebut enzim ini biasanya dikenal dengan enzim diastase (Gradjito dkk., 1992).
Tinjauan Bahan
Semua bahan pangan pokok, misalnya beras, jagung, gandum, ketela, sagu dan lain-lain termasuk kedalam golongan makanan yang memiliki karbohidrat. Sebenarnya kalori yang dihasilkan oleh bahan pangan ini lebih kecil daripada kalori yang dihasilkan lemak dalam setiap gramnya. Tetapi karena dikonsumsi dalam jumlah banyak, maka bahan pangan ini dapat menjadi sumber energi utama dalam menu sehari-hari, hampir 60-90% total kalori diperoleh dari bahan pangan ini (Campbell, 2008).
Pada tepung ubi kayu, pati merupakan komponen terbesar sehingga upaya perbaikan karakteristik tepung dapat dilakukan melalui perbaikan karakteristik patinya. Salah satu metode untuk memperbaiki karakteristik pati adalah dengan proses pragelatinisasi parsial. Proses pragelatinisasi parsial adalah proses modifikasi pati secara fisik menggunakan metode pemanasan pada suhu di atas kisaran suhu gelatinisasi pati (Hidayat, 2009).
Tepung tapioka merupakan tepung yang berasal dari umbi yang banyak digunakan di Indonesia. Tepung ini diproduksi dari umbi tanaman singkong, mengandung 90% pati berbasis berat kering. Tepung tapioka banyak digunakan untuk membuat makanan tradisional, seperti ongol-ongol, pempek, tiwul dan tekwan (Imanningsih, 2012).
Glukosa sebagai monosakarida paling sederhana kebanyakan bertindak sebagai gula pereduksi, yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi. Senyawa pengoksidasi yang selalu direduksi oleh monosakarida adalah Fe(CN)2, H2O2 dan ion kupri (Cu2+). Gula akan dioksidasi pada gugus karbonilnya. Metode yang sering digunakan dalam analisa kadar gula suatu sampel, biasanya menggunakan reagen Benedict. Reagen Benedict mengandung ion Cu2+ yang akan direduksi oleh gula menjadi ion Cu+ melalui proses pemanasan sehingga menghasilkan endapan coklat atau merah bata (Indarti, 2011).
Sukrosa adalah pemanis alami, tradisional yang digunakan dalam campuran makanan manusia karena rasa menyenangkan dan bergizi. Tebu merupakan salah satu sebagian besar sumber sukrosa penting, mengandung sampai 20% wt sukrosa. Hidrolisis sukrosa menghasilkan fruktosa dan glukosa campuran equimolar bernama gula terbalik, yang memiliki kekuatan edulcorant lebih tinggi. Gula terbalik dimasukkan lebih mudah dalam industri persiapan dan memiliki nilai tambah yang lebih dari sukrosa (Almeida, 2005).
Metodologi
Alat
Gelas Beaker 100 ml
Kaca preparat
Kompor listrik
Mikroskop
Penangas air
Pengaduk kaca
Penjepit kayu
Pipet tetes
Pipet volume
Pro pipet
Sendok
Tabung reaksi
Termometer
Bahan
Aquades
HCl 0,1 N
Iodin encer
Larutan glukosa 0,1 N
Larutan sukrosa 5%
NaHCO3 (kristal)
NaOH 0,1 N
Pereaksi benedict
Tepung maizena
Tepung tapioka
Cara Kerja
Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Gula Sederhana
2 ml sakarosa murni 5% Pemasukan dalam 3 tabung reaksiTabung 3 : Penambahan aquades sebanyak 5 mlTabung 2 : Penamambahan HCl 0,1 N sebanyak 5 mlTabung 1 : Penambahan NaOH 0,1 N Sebanyak 5 ml2 ml sakarosa murni 5% Pemasukan dalam 3 tabung reaksiTabung 3 : Penambahan aquades sebanyak 5 mlTabung 2 : Penamambahan HCl 0,1 N sebanyak 5 mlTabung 1 : Penambahan NaOH 0,1 N Sebanyak 5 mlPengaruh Asam dan Alkali terhadap Sukrosa
2 ml sakarosa murni 5%
Pemasukan dalam 3 tabung reaksi
Tabung 3 : Penambahan aquades sebanyak 5 ml
Tabung 2 : Penamambahan HCl 0,1 N sebanyak 5 ml
Tabung 1 : Penambahan NaOH 0,1 N Sebanyak 5 ml
2 ml sakarosa murni 5%
Pemasukan dalam 3 tabung reaksi
Tabung 3 : Penambahan aquades sebanyak 5 ml
Tabung 2 : Penamambahan HCl 0,1 N sebanyak 5 ml
Tabung 1 : Penambahan NaOH 0,1 N Sebanyak 5 ml
Pemanasan sampai mendidih 2-3 menit (pemanasan I)Pemanasan sampai mendidih 2-3 menit (pemanasan I)
Pemanasan sampai mendidih 2-3 menit (pemanasan I)
Pemanasan sampai mendidih 2-3 menit (pemanasan I)
Pengamatan perubahan warnanyaPengamatan perubahan warnanya
Pengamatan perubahan warnanya
Pengamatan perubahan warnanya
NaHCO3 (kristal)NaHCO3 (kristal)
NaHCO3 (kristal)
NaHCO3 (kristal)
Penambahan pada tabung 2Penambahan pada tabung 2
Penambahan pada tabung 2
Penambahan pada tabung 2
Pemindahan sebanyak 2 ml dari masing-masing larutan dalam 3 tabung reaksiPemindahan sebanyak 2 ml dari masing-masing larutan dalam 3 tabung reaksi
Pemindahan sebanyak 2 ml dari masing-masing larutan dalam 3 tabung reaksi
Pemindahan sebanyak 2 ml dari masing-masing larutan dalam 3 tabung reaksi
2 ml preaksi benedict2 ml preaksi benedictPenambahkan pada setiap tabung lalu pemanasan dalam penangas air selama 5 menit (pemanasan II)Penambahkan pada setiap tabung lalu pemanasan dalam penangas air selama 5 menit (pemanasan II)
2 ml preaksi benedict
2 ml preaksi benedict
Penambahkan pada setiap tabung lalu pemanasan dalam penangas air selama 5 menit (pemanasan II)
Penambahkan pada setiap tabung lalu pemanasan dalam penangas air selama 5 menit (pemanasan II)
Pengamatan perubahan warna atau endapanPengamatan perubahan warna atau endapan
Pengamatan perubahan warna atau endapan
Pengamatan perubahan warna atau endapan
Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Glukosa
5 ml Glukosa 0,1 M5 ml Glukosa 0,1 M
5 ml Glukosa 0,1 M
5 ml Glukosa 0,1 M
Pemasukkan dalam 3 tabung reaksiPemasukkan dalam 3 tabung reaksi
Pemasukkan dalam 3 tabung reaksi
Pemasukkan dalam 3 tabung reaksi
Tabung 3 : penambahan aquades sebanyak 3 mlTabung 3 : penambahan aquades sebanyak 3 mlTabung 2 : penambahan HCl 0,1 N sebanyak 3mlTabung 2 : penambahan HCl 0,1 N sebanyak 3mlTabung 1 : penambahan NaOH 0,1 N sebanyak 3 mlTabung 1 : penambahan NaOH 0,1 N sebanyak 3 ml
Tabung 3 : penambahan aquades sebanyak 3 ml
Tabung 3 : penambahan aquades sebanyak 3 ml
Tabung 2 : penambahan HCl 0,1 N sebanyak 3ml
Tabung 2 : penambahan HCl 0,1 N sebanyak 3ml
Tabung 1 : penambahan NaOH 0,1 N sebanyak 3 ml
Tabung 1 : penambahan NaOH 0,1 N sebanyak 3 ml
Pemanasan sampai mendidih Pemanasan sampai mendidih
Pemanasan sampai mendidih
Pemanasan sampai mendidih
Pengamatan perubahan warna larutanPengamatan perubahan warna larutan
Pengamatan perubahan warna larutan
Pengamatan perubahan warna larutan
Gelatinisasi Pati
Sebanyak ½ sendok kecil pati tepung tapioka dan tepung maizenaPemasukan dalam 4 beaker gelas 100 ml dan penambahan aquadest hingga membentuk pasta kentalPerataan pada gelas bendaLarutan iod 2 tetesPengamatan dibawah mikroskop pembesaran 10 x 10 Sebanyak ½ sendok kecil pati tepung tapioka dan tepung maizenaPemasukan dalam 4 beaker gelas 100 ml dan penambahan aquadest hingga membentuk pasta kentalPerataan pada gelas bendaLarutan iod 2 tetesPengamatan dibawah mikroskop pembesaran 10 x 10
Sebanyak ½ sendok kecil pati tepung tapioka dan tepung maizena
Pemasukan dalam 4 beaker gelas 100 ml dan penambahan aquadest hingga membentuk pasta kental
Perataan pada gelas benda
Larutan iod 2 tetes
Pengamatan dibawah mikroskop pembesaran 10 x 10
Sebanyak ½ sendok kecil pati tepung tapioka dan tepung maizena
Pemasukan dalam 4 beaker gelas 100 ml dan penambahan aquadest hingga membentuk pasta kental
Perataan pada gelas benda
Larutan iod 2 tetes
Pengamatan dibawah mikroskop pembesaran 10 x 10
Beaker 1 : penambahan 50 ml air suhu kamar pada tepung tapioka dan tepung maizenaBeaker 2 : penambahan 50 ml air suhu 400C pada tepung tapioka dan maizenaBeaker 3 : penambahan air bersuhu 750C pada tepung tapiokaBeaker 4 : penambahan 50 ml air suhu 600C pada tepung maizenaBeaker 4 : penambahan 50 ml air suhu 850C pada tepung maizenaBeaker 1 : penambahan 50 ml air suhu kamar pada tepung tapioka dan tepung maizenaBeaker 2 : penambahan 50 ml air suhu 400C pada tepung tapioka dan maizenaBeaker 3 : penambahan air bersuhu 750C pada tepung tapiokaBeaker 4 : penambahan 50 ml air suhu 600C pada tepung maizenaBeaker 4 : penambahan 50 ml air suhu 850C pada tepung maizena
Beaker 1 : penambahan 50 ml air suhu kamar pada tepung tapioka dan tepung maizena
Beaker 2 : penambahan 50 ml air suhu 400C pada tepung tapioka dan maizena
Beaker 3 : penambahan air bersuhu 750C pada tepung tapioka
Beaker 4 : penambahan 50 ml air suhu 600C pada tepung maizena
Beaker 4 : penambahan 50 ml air suhu 850C pada tepung maizena
Beaker 1 : penambahan 50 ml air suhu kamar pada tepung tapioka dan tepung maizena
Beaker 2 : penambahan 50 ml air suhu 400C pada tepung tapioka dan maizena
Beaker 3 : penambahan air bersuhu 750C pada tepung tapioka
Beaker 4 : penambahan 50 ml air suhu 600C pada tepung maizena
Beaker 4 : penambahan 50 ml air suhu 850C pada tepung maizena
Pengambilan masing-masing 1 tetes Pengambilan masing-masing 1 tetes
Pengambilan masing-masing 1 tetes
Pengambilan masing-masing 1 tetes
Perataan dan penutupan dengan gelas bendaPerataan dan penutupan dengan gelas benda
Perataan dan penutupan dengan gelas benda
Perataan dan penutupan dengan gelas benda
Hasil dan Pembahasan
Tabel 1.1.1 Data Percobaan Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Sukrosa
Kel
Perlakuan
Pemanasan I
Pemanasan II
Warna Awal
Warna Akhir
Warna
Endapan
1
2
NaOH 0,1 N 5 ml + benedict
Bening
Bening
Biru
Tidak ada endapan
3
4
7
HCL 0,1 N 5 ml + NaHCO3 Kristal+ 2ml benedict
Bening
Bening
Merah Bata
Ada endapan
5
6
Aquades 5 ml + benedict
Bening
Bening
Biru
Tidak ada endapan
8
9
NaOH 0,1 N 5 ml + benedict
Bening
Bening
Biru
Tidak ada endapan
10
11
12
HCL 0,1 N 5 ml + NaHCO3 Kristal+ 2ml benedict
Bening
Bening
Merah Bata
Ada endapan
13
14
Aquades 5 ml + benedict
Bening
Bening
Biru
Tidak ada endapan
Sumber: Laporan Sementara
Disakarida merupakan jenis dari karbohidrat yang terdiri dari unit monosakarida. Disakarida ini terdiri dari proses kondensasi dua molekul monosakarida. Contoh yang paling umum dari disakarida ini adalah sukrosa atau sakarosa. Mono dan disakarida pada umumnya disebut gula-gula atau sugars. Sifat dari mono dan disakarida memiliki rasa manis, oleh sebab itu golongan ini disebut gula. Rasa manis dari gula-gula ini disebabkan oleh gugus hidroksinya (Sudarmadji dkk, 1996).
Disakarida merupakan jenis karbohidrat yang banyak dikonsumsi oleh manusia di dalam kehidupan sehari-hari. Setiap molekul disakarida akan terbentuk dari gabungan 2 molekul monosakarida. Contoh disakarida yang umum digunakan dalam konsumsi sehari-hari adalah sukrosa yang terbentuk dari gabungan 1 molekul glukosa dan fruktosa dan juga laktosa yang terbentuk dari gabungan 1 molekul glukosa dan galaktosa. Di dalam produk pangan, sukrosa merupakan pembentuk hampir 99% dari gula pasir atau gula meja (table sugar) yang biasa digunakan dalam konsumsi sehari-hari sedangkan laktosa merupakan karbohidrat yang banyak terdapat di dalam susu sapi dengan konsentrasi 6.8 gr / 100 ml (Irawan, 2007).
Uji Benedict bertujuan untuk mengetahui adanya gula pereduksi dalam larutan sampel. Prinsip dari uji ini adalah gugus aldehid atau keton bebas pada gula reduksi yang terkandung dalam sampel mereduksi ion Cu2+ dari CuSO4 5H2O dalam suasana alkalis menjadi Cu+ yang mengendap menjadi Cu2O. Suasana alkalis diperoleh dari Na2CO3 dan Na sitrat yang terdapat pada reagen Benedict. Pada uji ini menghasilkan endapan merah bata yang menandakan adanya gula pereduksi pada sampel. Endapan yang terbentuk dapat berwarna hijau, kuning atau merah bata tergantung pada konsentrasi gula reduksinya. semakin berwarna merah bata maka gula reduksinya semakin banyak. Fungsi reagen benedict digunakan untuk satu uji atas adanya gula reduksi. Ini meliputi semua monosakarida dan banyak disakarida, termasuk laktosa dan maltosa. Reagen Benedict mengandung ion tembaga (II) (Cu2+) biru yang direduksi menjadi ion tembaga (I) (Cu+). Ini diendapkan sebagai tembaga (I) oksidasi berwarna merah yang tidak larut dalam air. Warna dari endapan yang diperoleh memberikan satu ide tentang kuantitas gula yang ada dalam larutan. Suatu endapan kehijauan menunjukkan konsentrasi sekitar 0,5%; endapan kuning konsentrasi 1%; jingga menunjukkan konsentrasi 1,5% dan merah menunjukkan konsentrasi 2% atau lebih tinggi (Kusbandari, 2015).
Sukrosa yang ditambah asam (HCl) akan terhidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa. Penambahan NaHCO3 pada tabung ke dua berfungsi untuk menetralkan HCl dan menghentikan proses hidrolisis. NaHCO3 kristal hanya ditambahkan pada tabung kedua karena sesuai fungsinya NaHCO3 menetralkan asam, yaitu HCl yang terdapat di tabung kedua.
Pada Tabel 1.1.1 pengaruh asam dan alkali terhadap sukrosa, didapatkan hasil dengan perlakuan pertama yaitu sukrosa 5% ditambahkan dengan NaOH 0,1 N sebanyak 5 ml serta tabung reaksi dan tabung lain diisikan dengan HCL 0,1 N 5 ml dan tabung yang lain ditambah aquades 5 ml. Pada pemasan yang pertama warna awal diamati hasil warna awal dan akhir yaitu bening. Kemudian dilakukan pemanasan yang kedua, dimana pada setiap sampel diberi perlakuan masing-masing dengan penambahan benedict 2 ml dan NaHCO3 kristal. Saat dipanaskan selama 5 menit terdapat perubahan warna pada sampel dengan perlakuan menggunakan HCL 0,1 N sebanyak 5 ml + NaHCO3 kristal + benedict 2 ml yang menghasilkan warna merah bata terdapat endapan didalamnya. Sedangkan sampel dengan perlakuan NaOH 0,1 N sebanyak 5 ml + benedict 2 ml warna yang dihasilkannya setelah mengalami pemanasan 5 menit tetap berwarna biru dan tidak terdapat endapan didalamnya. Dari percobaan disimpulkan bahwa sukrosa stabil pada keadaan basa dan netral. Dan sukrosa tidak stabil pada keadaan asam hal ini sudah sesuai dengan teori (Wahyudi dkk, 2011).
Tabel 1.1.2 Data Percobaan Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Glukosa
Kelompok
Perlakuan
Perubahan Warna
Warna Awal
Warna Akhir
1, 2 dan 3
NaOH 0,1 N
Bening
Kuning Bening
4 dan 5
HCL
Bening
Bening
5 dan 7
Air Suling
Bening
Bening
8, 9, 10
NaOH 0,1 N
Bening
Kuning Bening
11 dan 12
HCL
Bening
Bening
13 dan 14
Air Suling
Bening
Bening
Sumber: Laporan Sementara
Monosakarida merupakan jenis karbohidrat sederhana yang terdiri dari 1 gugus cincin. Monosakarida larut di dalam air dan rasanya manis, sehingga secara umum disebut juga gula. Penamaan kimianya selalu berakhiran -osa. Contoh dari monosakarida yang banyak terdapat dalam sel tubuh manusia adalah glukosa, fruktosa dan galaktosa. Glukosa di dalam industri pangan lebih dikenal sebagai dekstrosa atau juga gula anggur. Di alam, glukosa banyak terkandung di dalam buah-buahan, sayuran dan juga sirup jagung. Fruktosa dikenal juga sebagai gula buah dan merupakan gula dengan rasa yang paling manis. Di alam fruktosa banyak terkandung di dalam madu (bersama dengan glukosa), dan juga terkandung diberbagai macam buah-buahan. Sedangkan galaktosa merupakan karbohidrat hasil proses pencernaan laktosa sehingga tidak terdapat di alam secara bebas. Selain sebagai molekul tunggal, monosakarida juga akan berfungsi sebagai molekul dasar bagi pembentukan senyawa karbohidrat kompleks pati (starch) atau selulosa (Irawan, 2007).
Percobaan kali ini dapat dilihat pada Tabel 1.1.2 dilakukan untuk mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap glukosa. Percobaan ini menggunakan sampel 5 ml larutan glukosa 0,1 M. Glukosa merupakan karbohidat yang termasuk kedalam jenis monosakarida. Tidak jauh berbeda dengan percobaan pada sukrosa, percobaan pada glukosa juga dilakukan dengan tiga perlakuan namun pemanasan hanya dilakukan satu kali. Perlakuan pertama yaitu larutan sampel ditambahkan dengan 2 ml NaOH 0,1 N warna awalnya bening dan setelah dilakukan pemanasan selama 5 menit warnanya berubah menjadi kuning bening karena mengalami dekomposisi dan menghasilkan pencoklatan non-enzimatis bila dipanaskan dalam suasana basa. Sedangkan perlakuan kedua, sampel ditambahkan dengan 2 ml HCl 0,1N. Pada perlakuan kedua tidak terjadi perubahan warna sebelum dan sesudah pemanasan, warna tetap bening. Perlakuan ketiga sampel ditambahkan dengan 2 ml aquades. Pada perlakuan ini juga didapatkan hasil yang sama dengan perlakuan kedua yaitu tidak terjadi perubahan warna awal dan akhir yaitu tetap warna bening, dimana tidak terjadi perubahan warna setelah pemanasan. Dari percobaan diatas sudah sesuai dengan teori dimana perlakuan dengan penambahan asam atau HCL yang merupakan asam yang sering digunakan sebagai katalis terutama untuk industri makanan karena sifatnya mudah menguap sehingga memudahkan pemisahan dari produknya. Selain itu asam tersebut dapat menghasilkan produk yang berwarna terang. Pada percobaan warna yang dihasilkan dengan penambahan HCL adalah bening terang hal ini sudah sesuai dengan teori, monosakarida akan mudah mengalami dekomposisi dan menghasilkan pencoklatan non-enzimatis bila dipanaskan dalam suasana basa. Tetapi pada disakarida dalam suasana sedikit basa akan lebih stabil terhadap reaksi hidrolisis. Monosakarida stabil terhadap asam mineral encer dan panas. Asam yang pekat akan menyebabkan dehidrasi menjadi furfural, yaitu suatu turunan aldehid. Dapat disimpulkan glukosa stabil pada keadaan asam dan netral namun tidak stabil pada keadaan basa (Wahyudi dkk, 2011).
Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Gelatinasi Pati pada Perbesaran 100 x
Kel
Perlakuan
Gambar
Keterangan
1
Tepung Tapioka Suhu Kamar
Granula pati masih memadat bergerombol belum pecah dan ukuran masih kecil
2
Tepung Mizena Suhu Kamar
Granula pati masih memadat bergerombol, belum pecah dan ukuran masih kecil
3
Tepung Tapioka Suhu 40oC
Granula pati sudah mulai pecah, dan ukurannya agak besar
4
Tepung Maizena Suhu 40oC
Granula pati sudah mulai pecah, dan ukurannya agak besar
5
Tepung Tapioka Suhu 75oC
Bentuk Granula ada yang bulat ada yang sudah tidak berbentuk, dan sudah pecah, terjadi gelatinisasi
6
Tepung Maizena Suhu 60oC
Granula pati sudah mulai pecah, ukran agak besar
7
Tepung Maizena Suhu 85oC
Granula pati berukuran besar dan sudah pecah (terjadi gelatinisasi)
8
Tepung Tapioka 50oC
Terdapat butir-butir pati yang masih teratur
9
Tepung Mizena 50oC
Terdapat butir-butir pati yang masih teratur, belum tergelatinisasi
10
Tepung Tapioka Suhu 60oC
Terdapat butir-butir pati yang masih tertutup
11
Tepung Maizena Suhu 70oC
Butir-butir pati pecah, sudah terjadi gelatinisasi
12
Tepung Tapioka Suhu 65oC
Terdapat butir-butir pati yang masih teratur, belum tergelatinisasi
13
Tepung Maizena 80oC
Terdapat butir-butir pati yang masih teratur
14
Tepung Mizena 50oC
Terdapat butir-butir pati yang masih teratur, belum tergelatinisasi
Sumber: Laporan Sementara
Gelatininasi pati merupakan proses penggelembungan dan disorganisasi granula pati. Peristiwa ini disebut sebagai retrogradasi yang ditandai dengan pembentukan gel oleh amilopektin secara lebih lambat dan gel yang terbentuk lebih lunak. Adapun satuan dasar dari pati adalah anhidroglukosa dengan rumus empiris C6H10O5 (Putera, 2005).
Gelatinisasi adalah suatu proses pemecahan bentuk kristalin granula pati, sehingga setiap lapisan permukaan molekulnya dapat menyerap air atau larut dan bereaksi dengan bahan lain, dan kondisinya tidak dapat kembali seperti semula. Dapat terjadi gelatinisasi karena, pati tergelatinisasi dengan adanya air akan membentuk struktur pasta pati. Pasta pati tersebut akan bercampur dengan granula pati yang belum tergelatinisasi. Semakin naik suhu gelatinisasi, maka konsentrasi pati tergelatinisasi semakin naik sehingga pasta pati yang terbentuk semakin tebal dan penghambatan panas semakin kuat, akibatnya dibutuhkan energi yang lebih besar untuk digunakan dalam proses gelatinisasi (Uhi, 2006).
Faktor-faktor yang mempengaruhi gelatinisasi pati adalah, suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh konsentrasi pati dan pH larutan. Konsentrasi pati 20 % dan pH larutan 4 sampai 7 akan membentuk gel dengan viskositas yang baik. Kemudian faktor lain adalah waktu, dengan adanya waktu yang tepat yang dibutuhkan tepung tapioka untuk tergelatinisasi sempurna yaitu ± 6,05 menit yaitu berbeda-beda pada setiap perlakuannya dan jenis tepungnya. Gelatinisasi dan sifat pembengkakan dari setiap jenis pati sebagian dikontrol oleh struktur amilopektin, komposisi pati, dan arsitektur granula. Ketika pati dipanaskan bersama air berlebih di atas suhu gelatinisasinya, granula pati yang memiliki kandungan amilopektin lebih tinggi akan membengkak lebih besar dibandingkan dengan yang memiliki kandungan yang lebih rendah. Jenis tepung yang berbeda memiliki distribusi pertikel yang berbeda. Ukuran partikel memegang peran penting dalam pembasahan tepung dan penyerapan air pada tepung. Semakin besar ukuran partikel, maka luas permukaannya akan semakin kecil, sehingga air memerlukan waktu yang lebih lama untuk diabsorpsi ke dalam partikel pati. Sebaliknya, ukuran partikel lebih kecil akan meningkatkan laju hidrasi tepung (Imanningsih, 2012).
Suhu gelatinisasi tergantung pada konsentrasi pati. Semakin kental larutan, suhu tersebut semakin lambat tercapai. Sampai suhu tertentu kekentalan tidak bertambah, bahkan mengalami penurunan. Suhu gelatinisasi berbeda-beda bagi setiap jenis pati dan merupakan suatu kisaran. Dengan viskosimeter suhu gelatinisasi dapat ditentukan, misalnya pada jagung 62–70oC, beras 68–78oC, gandum 54,5–64oC, kentang 58–66oC, dan tapioka 52 – 64oC (Winarno, 1991).
Pada Tabel 1.2 hasil percobaan didapatkan dengan menggunakan dua sampel yaitu tepung tapioka dan maizena. Kedua sampel tersebut diambil masing-masing setengah sendok teh kemudian memasukkannya kedalam gelas beaker. Sampel maizena dan tapioka dilakukan dengan 4 perlakuan pemanasan yaitu pengadukan pada suhu ruang, pengadukan suhu 40oC, pengadukan suhu 60oC dan pengadukan dengan suhu 85oC. Masing-masing sampel yang telah diberi perlakuan kemudian diambil 1 tetes dan diletakkan pada preparat, kemudian sampel tersebut diteteskan sebanyak 2 tetes larutan iod dan diratakan. Langkah selanjutnya yaitu pengamatan dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x10. Pada kelompok 5 sampel yang digunakan adalah tepung tapioka dengan suhu pemanasan yang digunakan adala 75oC. Keterangan setelah dilakukan pengukuran pada mikroskop perbesaran 10x10 untuk hasil gelatinisasi yaitu bentuk granula ada yang berbentuk bulat ada yang sudah tidak berbentuk, dan sudah pecah berarti sudah terjadi proses gelatinisasi. Pada tepung maizena dengan suhu 85oC terjadi gelatinisasi. Sedangkan menurut teori yang didapat jika dibandingkan dengan hasil praktikum suhu yang seharusnya dicapai untuk pati tergelatinisasi pada tepung tapioka yaitu 52-64oC dan suhu tergelatinisasi pada maizena yaitu 62-70oC. Hal ini berarti pada praktikum mengalami keterlambatan untuk mencapai suhu seharusnya pati tersebut mengalami gelatinisasi. Hasil pada praktikum tidak sesuai dengan teori (Winarno, 1991) dikarenakan kurangnya ketelitian dari praktikan.
Menurut teori Gallant (1972) and Sandstedt (1962) dalam Ebook Pangan (Koswara, 2009), pada pati yang mempunyai kadar amilosa tinggi, granulanya tahan terhadap α-amilase suhu gelatinisasi yang tinggi memperlihatkan beberapa struktur pati beramilosa tinggi tidak berubah setelah dimasak atau setelah dicerna oleh manusia, hal ini menunjukkan bahwa pati dengan amilosa tinggi mempunyai ketahanan terhadap panas dan enzim yang tinggi.
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum Acara. I Karbohidrat dapat disimpulkan bahwa:
Sukrosa stabil pada keadaan basa dan netral, namun sukrosa tidak stabil pada keadaan asam.
Glukosa pada suasana basa akan mengalami pencoklatan non enzimatis atau hidrolisis, sedangkan pada suasana asam dan netral akan tetap stabil.
Berdasarkan percobaan suhu gelatinisasi pada pati maizena adalah 70oC dan pada pati tapioka suhu tergelatinisasi adalah 75oC.
DAFTAR PUSTAKA
Almeida, Ana C. 2005. Sucrose hydrolysis catalyzed by auto-immobilized invertase into intact cells of Cladosporium cladosporioides. Electronic Journal of Biotechnology ISSN: 0717-3458 Vol.8 No.1.
Campbell, Caitlin., Diana Prince., Marlia Braun., Elizabeth Applegate and Gretchen A. Casazza. 2008. Carbohydrate-Supplement Form and Exercise Performance. International Journal of Sport Nutrition and Exercise Metabolism Vol. 18 Page : 179-190.
Gardjito, Murdijati., Sri Naruki., Agnes Murdiati dan Sardjono. 1992. Ilmu Pangan Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi Edisi Kedua. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.
Handayani, Sri., Novianingsih, Ika., Barkah, Awaliatul dan Hudiyono, Sumi. 2012. Enzymatic Synthesis Of Sucrose Polyester As Food Emulsifier Compound. Makara Journal Of Science Vol.16/3 Hal.141-148.
Hidayat, Beni., Nurbani Kalsum dan Surfiana. 2009. Karakterisasi Tepung Ubi Kayu Modifikasi Yang Diproses Menggunakan Metode Pragelatinisasi Parsial. Volume 14, No 2.
Imanningsih, Nelis. 2012. Profil Gelatinisasi Beberapa Formulasi Tepung-Tepungan Untuk Pendugaan Sifat Pemasakan. Penel Gizi Makan. Vol. 35 (1) Hal : 13-22.
Indarti, Dwi dan Asnawati. 2011. Karakterisasi Film Nata De Coco-Benedict secara Adsorpsi untuk Sensor Glukosa dalam Urine. Jurnal Ilmu Dasar Vol. 12 No. 2, Hal. 200 – 209.
Irawan, M. Anwari. 2007. Karbohidrat. Sport Science Brief Vol.1 No. 3.
Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Modifikasi Pati. Ebook Pangan.
Kusbandari, Aprillia. 2015. Qualitative Analysis Of Content Saccharide In The Powder And Starch Of Canna Tubers. Jurnal Pharmaciana Vol. 5 No. 1. Hal : 35-42.
Putera, Feri Surya. 2005. Cara Praktis Pembuatan Pempek Palembang. Kanisius. Yogyakarta.
Shanita, S. Nik, H. Hasanah and C. W. Khoo. 2011. Amylose And Amylopectin In Selected Malaysian Foods And Its Relationship To Glycemic Index. Sains Malaysiana 40 (8) : 865–870.
Sudarmadji, Slamet., Bambang Haryono dan Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty: Yogyakarta.
Ubwa, S T. 2012. Studies on the Gelatinization Temperature of Some Cereal Starches. International Journal of Chemistry Vol. 4 No. 6.
Uhi, Harry. T. 2006. Pemanfaatan Gelatin Tepung Sagu (Metroxylon sago). sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Jurnal Ilmu Ternak Vol. 6 No. 2 Hal : 108 – 111.
Wayudi, Jatmiko, Wusana A. Wibowo, Yulian A. Rais, Atika Kusumawardani. 2011. Pengaruh Suhu Terhadap Kadar Glukosa Terbentuk dan Konstanta Kecepatan Reaksi pada Hidrolisa Kulit Pisang. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia ISSN 1693 – 4393.
Winarno, W.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PANGAN
ACARA I
KARBOHIDRAT
Disusun Oleh :
Endah Lestari Yunusyah (H3114029)
Kelompok 5
PROGRAM STUDI D III TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015