5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Proses Pengolahan Udang Windu Mentah Beku Tanpa Kepala (headless)
Alur proses pengolahan udang windu mentah beku tanpa kepala
(headless) di PT. Indokom Samudera Persada Lampung mulai dari penerimaan
bahan baku hingga penyimpanan beku adalah sebagai berikut:
5.1.1 Penerimaan Bahan Baku
Bahan baku yang diterima oleh PT. Indokom Samudera Persada adalah
jenis udang Windu (Panaeus monodon) dan udang Vannamei (Litopenaeus
vannamei). Udang tersebut berasal dari daerah Kalianda, Padang Cermin,
Labuan Maringgai, Pantai Selatan Lampung, dan daerah-daerah lain di sekitar
Lampung. Udang diterima berupa udang utuh (head-on) dari laut maupun dari
tambak.
Penerimaan udang di unit pengolahan dilakukan pada jam kerja karyawan
dari pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 08.00 WIB. Udang didatangkan
dengan kendaraan seperti truck dengan menggunakan box plastik, box
styrofoam, dan blong plastik berisikan udang dengan diberi es di dalamnya
untuk mempertahankan mutu udang. Udang dan es dalam box fiber disusun
dengan bagian dasar diberi es sampai merata dan menutupi seluruh permukaan
udang pada bagian luar. Menurut Moeljanto (1992), pemberian es sangat
penting untuk menjaga mutu udang agar tetap dalam kondisi baik pada saat
tiba di perusahaan, menghindari bau dan timbulnya bercak pada udang. Bahan
baku udang yang diterima setiap harinya berkisar 3-6 ton atau lebih
(Lampiran 13).
Pengecekan suhu udang dilakukan dengan menggunakan thermometer digital
sebelum dibongkar yang dilakukan diatas mobil yang memuat udang. Pengecekan
suhu berkisar antara 2,40C-4,50C. Udang dibongkar di atas meja pembongkaran
kemudian diambil beberapa udang sebagai contoh dan dilakukan pengujian
organoleptik dan pengujian laboratorium PT. Indokom Samudera Persada yang
meliputi uji ALT, E. Coli, Salmonella, dan V. Cholera dengan tetap
memberikan es pada permukaan udang. Udang yang akan diuji kemudian dibawa
oleh petugas penguji untuk di uji sedangkan udang yang lainnya kemudian
dimasukkan kedalam keranjang–keranjang plastik untuk dicuci dan ditimbang.
Pembongkaran dilakukan dengan mendahulukan udang dengan kualitas paling
bagus kemudian dilanjutkan dengan udang kualitas sedang sampai kualitas
rendah, hal ini bisa dilakukan karena pihak pemasok sudah memisahkan
kualitas bahan baku per box yang berisikan udang tersebut. Udang kemudian
dicek kembali sesuai nilai mutunya dengan cara udang ditampung dengan
menggunakan keranjang berkapasitas ± 30kg (mutu FQ/First Quality, SQ/Second
Quality, BS/Below Standar dan Broken atau Aval). Tujuan pengecekan ini
adalah untuk mengecek kebenaran mutu dan size udang dan juga untuk
menentukan harga beli udang dari pemasok. Sistem pembelian bahan baku di
PT. Indokom Samudera Persada ini adalah sesuai dengan ukuran, adapun ukuran
yang diterima di perusahaan ini yaitu:
1. Fresh Quality (FQ) : bau khas udang, tidak terjadi perubahan warna,
kulit keras, tidak patah punggung
2. Second Quality (SQ) :ada patah punggung, kulit lembut, ekor keras
3. Below Standard (BS) : kulit dan ekor lembek, perubahan warna yang
sudah menyeluruh dan parah
4. Broken/aval : terdapat cacat pada tubuh udang misalnya patah
punggung.
Pengelompokkan udang diatas dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok
yang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengelompokkan Kualitas Udang
"No."Parameter "Penjelasan "
"1 "Udang kualitas pertama " "
"1a "Lika ringan "Beberapa saja jumlahnya, sepanjang"
" " "masih berukuran kecil,tipis, "
" " "seperti rambut, tidak jelas "
" " "kelihatannya "
"1b "Ekor sumbing "Ringan, terdapat pada kedua sirip,"
" " "ekornya tetap normal "
"1c "Kelainan bentuk sirip "Ringan, ujung sirip ekor tidak "
" "ekor "normal bentuknya, tetapi warnanya "
" " "tetap normal dan lebih panjang "
" " "dari jumlah ekor terdapat hanya "
" " "1-2 sirip "
"2 "Udang kualitas kedua " "
"2a "Ekor geripis "Bagian yang terkena bergerigi dan "
" " "menghitam, hanya satu ekor sirip, "
" " "sirip ekor tersebut masih lebih "
" " "panjang dari jarum "
"No."Parameter "Penjelasan "
"2b "Bintik putih "Ringan, bintik-bintik warna putih "
" " "terdapat pada kulit namun "
" " "jumlahnya tidak banyak "
"2c "Kulit keropos seperti "Dua ruas pertama daging udang "
" "daging "lunak tapi bila ditekan kembali "
" " "seperti semula "
"2d "Luka "Luka kecil yang berukuran 3-5 mm, "
" " "berwarna hitam, mudah terlihat, "
" " "tidak lebih dari dua ruas kulit "
" " "udang "
"2e "Kulit sobek "Pecah/sobek pada bagian mana saja "
" " "kulit udang, besarnya tidak lebih "
" " "dari 5 mm sepanjang kulit tidak "
" " "lepas dari dagingnya dan dagingnya"
" " "tidak ikut sobek "
"2f "Bintik hitam pada kaki "Ringan, terdapat bintik hitam pada"
" "renang "kaki renang tapi tidak terlihat "
" " "dengan jelas "
"2g "Udang kotor "Kotoran ringan terdapat pada "
" " "bagian sisi atau perut udang yang "
" " "mudah dibersihkan dengan pencucian"
" " "atau penyikatan "
"2h "Kulit longgar "Ringan terdapat jarak atau rongga "
" " "antara kulit dan daging udang "
"3 "Udang below standar " "
"3a "Udang cacat bentuk "Udang yang bentuknya tidak normal,"
" "tidak normal "mengembang pada sisinya, tidak "
" " "terdapat lekukan atau lengkungan "
" " "pada ruas mana saja "
"3b "Ekor geripis "Bagian yang terkena bergerigi dan "
" " "berwarna hitam, terdapat pada dua "
" " "atau lebih sirip ekor "
"3c "Luka "Berat, lebih dari tiga luka yang "
" " "berukuran besar, lebar, goresannya"
" " "mudah terlihat, meliputi lebih "
" " "dari separuh ruas tempat luka itu "
" " "terdapat "
"3d "Teritip "Terdapat tritip yang menempel pada"
" " "bagian kulit badan udang mana saja"
"3e "Udang kotor "Parah, kotoran yang tebal, "
" " "terdapat sisi pada samping atau "
" " "sisi perut kadang tidak dapat "
" " "dibersihkan dengan penyikatan "
"No."Parameter "Penjelasan "
"3f "Udang sobek "Pecah atau sobek pada kulit dengan"
" " "ukuran lebih dari 5 mm pada ruas "
" " "kulit udang mana saja sepanjang "
" " "kulitnya tidak terlepas dan tidak "
" " "mengenai daging "
"3g "Sobek pada ruas kulit "Pecah antar ruas kulit mana saja, "
" " "hingga terdapat kerenggangan lebih"
" " "dari 3 mm "
"3h "Kulit sangat lunak "Kulit sangat tipis atau baru ganti"
" " "kulit namun menutupi seluruh tubuh"
" " "udang "
"3i "Daging lunak atau "Lebih dari tiga ruas daging udang "
" "keropos "lembek, dagingnya lunak dan tidak "
" " "kenyal "
"3j "Bintik hitam pada kaki "Parah, terdapat bintik hitam pada "
" "renang "kaki renang dan dapat dilihat "
" " "dengan mudah "
"3k "Bintik putih "Parah, bintik-bintik yang berwana "
" " "putih dan dapat dilihat dengan "
" " "mudah "
"3l "Udang teklek "Kepala hampir lepas dari badan "
" " "udang "
"3m "Udang yang berwarna "Sudah utuh warna pucat "
" "pucat " "
"3n "Kaki hilang separuh "Udang dengan kondisi kaki tinggal "
" " "setengah dari udang normal "
Sumber : PT. Indokom Samudera Persada, 2013
Udang dalam keranjang disemprotkan air dingin dengan suhu berkisar ± 5
0C untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih menempel pada udang.
Udang dilewatkan pada besi penyangga untuk kemudian masuk kedalam tahapan
selanjutnya. Proses penerimaan bahan baku dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Proses Penerimaan Bahan Baku
Perlakuan terhadap bahan baku yang masuk tersebut telah sesuai dengan
SNI 01-2705.3-2006, yang menyatakan bahwa bahan baku setelah sampai di unit
pengolahan harus segera diperiksa suhu internalnya dan nilai sensorinya,
serta menolak udang yang tidak sesuai dengan standar atau udang yang
mengandung bahan berbahaya, busuk dan mengandung benda asing yang tidak
dapat dihilangkan melalui prosedur normal penyortiran, udang yang telah
diperiksa dan segera diolah dicuci menggunakan air klorin yang memenuhi
persyaratan yang bersuhu antara 0 – 5oC, begitu pula dengan udang yang
menunggu proses pengolahan lebih lanjut. Penanganan udang pada proses
penerimaan bahan baku ini harus dilakukan dengan cermat dan cepat serta
hati-hati (Moelyanto, 1992).
5.1.2 Pencucian I
Udang kemudian di cuci dengan air dingin dengan suhu 5 oC
guna menghilangkan kotoran – kotoran yang terdapat pada udang dan
ditiriskan diatas pallet selama 1-3 menit lalu diberi label size yang
berisikan kode supplier, nomor keranjang, partai dan jenis udang. Proses
pencucian udang yaitu udang dimasukkan dalam bak penampungan yang sudah
berisi air yang telah ditambahkan es agar suhunya tetap dingin, apabila
airnya sudah kotor maka akan diganti lagi dengan air baru supaya tidak
mengkontaminasi udang yang akan dicuci selanjutnya akan tetapi karena
kurangnya kesadaran dari beberapa orang karyawan sehingga air tersebut
walaupun sudah kotor tidak diganti sampai menunggu teguran dari karyawan
QC, sehingga disarankan agar dalam proses ini digunakan sistem sirkulasi
air. Proses pencucian udang dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Proses Pencucian Udang
Menurut Hariadi (1994), bahwa pencucian bertujuan untuk membersihkan
sisa-sisa kotoran yang masih ada sekaligus mengurangi jumlah bakteri dan
patogen.
5.1.3 Penimbangan I
Udang yang diterima kemudian ditimbang dengan berat setiap keranjang
±30 kg menggunakan timbangan digital berkapasitas 80 kg. Tujuan penimbangan
untuk menghitung harga udang yang dibeli dengan harga yang sudah ditetapkan
menurut mutu dan size. Proses penimbangan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Proses Penimbangan Bahan Baku
5.1.4 Pemotongan Kepala
Udang yang telah dicuci diletakkan diatas meja potong kepala
untuk dilakukan proses pemotongan kepala udang dan diberi es pada bagian
atas tumpukan udang. Pemotongan kepala dilakukan satu persatu dengan
menggunakan tangan (manual). Cara pemotongan kepala adalah dengan
mematahkan kepala dari arah bawah ke atas dan bagian yang dipotong mulai
dari bagian karapas sampai ke leher. Pemotongan kepala harus dilakukan
secara cepat dan hati-hati agar udang tetap segar dan jengger udang tidak
hilang karena berpengaruh pada bobot udang dan rendemen udang. Proses
pemotongan kepala dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Pemotongan Kepala
Udang yang telah dipotong kepalanya ditampung dalam keranjang
berisi air dingin dan es untuk mempertahankan suhu maksimal 80 C. Limbah
kepala udang ditempatkan dalam wadah khusus yang kemudian ditampung
ditempat sampah khusus untuk limbah padat. Keranjang yang berisi udang
tanpa kepala selanjutnya dicuci dengan cara disiram air dingin dengan suhu
sekitar kurang dari 5 0C.
Perlakuan terhadap bahan baku yang masuk tersebut telah sesuai dengan
SNI 01-2705.2-2006, yang menyatakan bahwa untuk pengolahan udang beku tanpa
kepala (headless) bahan baku yang masih berkepala harus segera dilakukan
pemotongan kepala selanjutnya dilakukan pencucian dengan air dingin,
sedangkan kepalanya harus ditampung ditempat khusus. Bahan baku yang masih
dalam keadaan utuh dilkukan pemotongan kepala guna mengurangi kandungan
bakteri. Menurut (Moelyanto, 1992) mengatakan bahwa pada bagian kepala
udang terdapat ingsang, otak, dan isi perut yang merupakan sumber bakteri
pembusuk dan enzim pencernaan. Untuk pemotongan kepala udang terlebih
dahulu di persiapkan peralatan yang terdiri dari keranjang plastic dan
tempat pembuangan limbah padat, air dingin dan es.
5.1.5 Penimbangan II
Udang kemudian ditimbang kembali untuk pendataan hasil harian dari
berat udang tanpa kepala (headless) serta untuk mengetahui rendemen udang.
5.1.6 Pencucian II
Proses selanjutnya dilakukan pencucian kembali untuk memastikan tidak
terdapat kotoran pada udang akibat tahap yang dilakukan sebelumnya.
Pencucian dilakukan dengan cara mencuci dengan air dingin steril yang
suhunya 50C secara hati-hati agar tidak merusak udang. Air dingin steril
yang dimaksud dalam proses pencucian ini yaitu air yang digunakan pada
semua proses produksi di perusahaan ini bersumber dari air tanah yang telah
mendapat perlakuan lebih lanjut yaitu penyaringan dengan sistem membran
reverse osmosis, sehingga air yang dihasilkan setara dengan kualitas air
minum. Proses pencucian ini dilakukan untuk memastikan bahwa udang tersebut
bersih dari kotoran-kotoran sebelum dilakukan sortasi. Proses pencuciannya
yaitu udang yang telah dipotong kepalanya ditampung dalam keranjang
kemudian disemprotkan air yang berasal dari kran ataupun disiram dengan
menggunakan gayung.
5.1.7 Sortasi
Udang selanjutnya dilakukan sortasi untuk memilih mutu, ukuran, dan
warna yang dilakukan secara manual dan mesin sortir. Penyortiran dilakukan
menggunakan mesin sortir yang sudah dilengkapi dengan bandul/pemberat yang
telah disesuaikan dengan ukuran udang. Udang diletakkan dalam mangkuk mesin
sortir, sesuai dengan ukuran udang, udang akan masuk ke dalam wadah berisi
tampungan air dan es. Sortasi dilakukan dengan cara manual yang dilakukan
oleh karyawan borongan maupun karyawan harian dengan cepat dan tepat dalam
menempatkan size udangnya. Proses sortasi dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Sortasi
Sesuai dengan spesifikasinya, udang dikelompokkan menjadi beberapa
size (ukuran) berdasarkan jumlah udang per pan. Spesifikasi udang windu
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Spesifikasi Ukuran (size) Udang Windu Untuk Produk headless
"No "Size / "Jumlah udang/nampan "
" "ukuran udang "(pcs) "
"1 "U-5 "19-20 "
"2 "6-8 "30-32 "
"3 "8-12 "45-48 "
"4 "13-15 "55-59 "
"5 "16-20 "75-79 "
"6 "21-25 "95-99 "
"7 "26-30 "116-119 "
"8 "31-40 "~ "
Sumber : PT. Indokom Samudera Persada, Lampung, 2013
5.1.8 Pencucian III
Proses pencucian dilakukan untuk memastikan bahwa udang
tersebut harus dalam keadaan bersih dari kotoran-kotoran yang menempel pada
tubuh udang seperti rumput ataupun benda asing lainnya. Pencucian dilakukan
dengan menggunakan air mengalir dengan suhu 5 oC dengan cara menyiramkan
air pada udang agar menghilangkan kotoran udang yang masih menempel.
5.1.9 Penimbangan III
Penimbangan dilakukan untuk pendataan hasil harian (tally) dari berat
udang tanpa kepala (headless), untuk mengetahui rendemen udang dan untuk
pendataan upah untuk karyawan borongan yang dalam hal ini karyawan borongan
mendapat upah senilai Rp 2000, 00 per satu kg udang.
5.1.10 Final Product
Udang di cek kembali sesuai dengan ukuran, warna dan mutu untuk
menghindari kesalahan pada tahap sortasi dan juga untuk mengecek adanya
kotoran dari benda – benda asing lainnya. Proses ini dilakukan untuk
mengoreksi hasil sortasi yang belum seragam, baik mengenai mutu, ukuran
maupun warna (Purwaningsih, 1995).
5.1.11 Penimbangan IV
Penimbangan dilakukan sesuai ukuran masing-masing ukuran, kemudian
dimasukkan kedalam keranjang ukuran kecil untuk mempermudah dalam tahap
penyusunan. Standar penimbangan IV di PT. Indokom Samudera Persada adalah
1,8 kg dan ini merupakan berat udang dalam kemasan untuk tiap produk.
5.1.12 Pencucian IV
Udang di cuci kembali dengan air dingin dengan cara menyiramkan air
ke udang. Pencucian ini dilakukan untuk memastikan produk tersebut bersih
dari kotoran seperti sisa-sisa genjer atau kepala yang ikut tercampur dalam
tumpukan udang, sekam padi, rumput, ataupun benda-benda asing lainnya.
5.1.13 Penyusunan
Penyusunan udang dilakukan di dalam inner pan yang sudah dicuci
terlebih dahulu, dan diberi label size pada bagian bawah inner pan kemudian
udang disusun berdasarkan standar perusahaan yaitu ekor bertemu dengan
ekor dan potongan kepala menghadap ke arah pinggir kemudian diberi label
ukuran lagi pada bagian atasnya. Cara ini bertujuan agar susunan udang
terlihat rapi. Penyusunan udang dalam inner pan dapat dilihat pada Gambar
8.
Gambar 8. Penyusunan Udang Dalam Inner Pan
Udang yang telah disusun kemudian diberi air dingin sebagai media
pembekuan dan diberi penutup yang terbuat dari stainless stell yang
dilapisi dengan plastik hal ini bertujuan agar setelah dilakukan
pembongkaran nantinya dapat dengan mudah dilepas. Pemberian air dilakukan
secepat mungkin setelah udang disusun dalam inner pan. Pemberian air
dilakukan dengan saringan dan air yang digunakan adalah air yang sudah
ditreatment dan diberi es curah (flake). Air harus memenuhi inner pan agar
dihasilkan pembekuan yang bagus dan merata. Hal ini sesuai dengan pendapat
Purwaningsih (1995) bahwa jumlah udang pada setiap lapis tergantung pada
ukuran udang yang disusun, setelah itu susunan udang diberi air dingin
suhu 5oC yang bertujuan untuk menjaga kekeringan (dehidrasi) yang akan
mempengaruhi kenampakan pada udang.
5.1.14 Pembekuan
Alat yang digunakan untuk membekukan produk adalah Contact Plate
Freezer (CPF). Prinsip pembekuan udang ini merupakan proses pengambilan/
pemindahan panas dari tubuh udang ke bahan lain (refrigerant). Refrigerant
yang digunakan untuk proses pembekuan adalah amoniak. Pembekuan dengan CPF
dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Contact Plate Freezer (CPF)
Unit CPF pada pabrik pengolahan udang beku ini memiliki kapasitas 420
inner pan (7,5 ton udang) untuk setiap kali proses pembekuan dengan waktu
yang diperlukan untuk proses pembekuan adalah 2 jam dengan suhu -35o C. CPF
yang terdapat di PT. Indokom Samudera Persada ini ada tiga buah yang
semuanya berfungsi dengan baik. Adapun proses pembekuan udang sendiri
adalah dengan cara memasukkan long pan yang telah berisi 3 inner pan ke
dalam plat-plat CPF kemudian plat-plat tersebut akan menjepit setiap inner
pan secara hidrolik, proses pembekuan pada produk terjadi melalui plat-plat
CPF yang bersinggungan dengan inner pan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Murniyati dan Sunarman (2000) bahwa untuk membekukan produk yang berbentuk
blok dapat digunakan Contact Plate Freezer (CPF) dan diperjelas oleh
Hadiwiyoto (1993) bahwa untuk lamanya pembekuan tergantung dari besarnya
kapasitas pembekuan.
Perlakuan in jugai sesuai dengan SNI 01-2705.2-2006, yang
menyatakan bahwa apabila digunakan pan pembekuan untuk udang beku dalam
bentuk blok, selesai penyusunan ditambahkan air dingin yang memenuhi
persyaratan air minum. Pengisian dapat dilakukan didalam alat pembeku
(freezer) atau diluar sebelum dimasukan ke dalam alat pembeku. Pembekuan
sebaiknya digunakan pembekuan cepat sehingga suhu pusat thermal udang dapat
mencapai -18oC dalam waktu 4 jam.
5.1.15 Penggelasan
Penggelasan dilakukan setelah proses pembekuan selesai dengan
mengeluarkan setiap inner pan dari CPF dan diletakkan di atas lori kemudian
tutup inner pan dibuka dan diletakkan di dalam keranjang. Inner pan dibawa
ke tempat penggelasan di sebelah ruangan CPF yang berhubungan langsung
dengan ruang pengemasan. Inner pan dilepaskan dengan mencelupkan blok-blok
udang kedalam air penggelasan yang suhunya ( 2–5 oC. Blok udang kemudian
di lihat dan di cek satu persatu untuk memastikan tidak terjadi kerusakan
fisik ataupun terdapat benda-benda asing dalam blok udang sebelum dilakukan
pengemasan dan pengecekan logam berat. Seleksi akhir ini dilakukan untuk
memastikan tidak terdapatnya benda-benda asing yang tidak terdeteksi oleh
metal detektor. Tujuan dari penggelasan ini adalah untuk menutup permukaan
atau bagian-bagian produk beku yang masih terbuka atau tidak rata agar
dehidrasi dapat dihindari pada saat penyimpanan serta memperbaiki
penampakan permukaan produk. Proses penggelasan dapat dilihat pada Gambar
10.
Gambar 10. Proses Penggelasan Udang
Perlakuan ini sesuai dengan SNI 01-2705.2-2006, yang menyatakan bahwa
setelah dibekukan, udang yang dibekukan dengan menggunakan blok harus
dilepaskan dari pan pembekuan, setelah itu dilakukan penggelasan dengan
cara memasukan blok udang kedalam air dingin dengan suhu kurang lebih 2-3
oC. Hal ini juga sesuai dengan Purwaningsih (1995) bahwa glazing
dilakukan dengan cara menyiram dan mencelupkan udang beku dalam air
bersuhu antara 0-5oC, dan tujuan utama dari glazing ini adalah mencegah
pelekatan antar bahan baku, melindungi produk dari kekeringan selama
penyimpanan, mencegah ketengikan akibat dari oksidasi dan memperbaiki
kenampakan permukaan yang lebih menarik, juga sebagai pencegah terjadinya
oksidasi lemak oleh oksigen dari udara selama penyimpanan.
5.1.16 Pengecekan Logam dan Pengepakan
Udang dimasukan kedalam polybag transparan dengan hati-hati agar
plastik tidak sobek dan memeriksa kembali label sizenya. Label size yang
tertutup dengan es diberi label size tambahan atau baru sesuai dengan size
dan jenis udang dengan tujuan agar tidak salah pada waktu pemberian kode
pada inner cartoon (IC). Blok udang yang telah diberi polybag dilewatkan
pada mesin metal detector, yang mendeteksi apakah setiap udang blok
terdapat benda–benda logam atau tidak sebelum dilakukan pengepakan. Caranya
yaitu dengan melewatkan produk tersebut pada lubang pendeteksi melalui
conveyor, dan apabila produk tersebut terdeteksi terdapatnya logam maka
conveyor akan berhenti dan terdengar bunyi alarm. Blok-blok udang apabila
terdeteksi oleh metal detector maka harus di defrost dan di cek kembali per
ekor udang untuk mencari logam yang ada. Pengecekan logam dapat dilihat
pada Gambar 11.
Gambar 11. Pengecekan Logam Oleh Karyawan QC
Proses ini setelah dipastikan tidak terdapat logam berat seperti
jarum, kemudian dikemas lagi dengan pengemas inner cartoon. Pemberian check
list kemudian dilakukan pada inner cartoon sesuai dengan spesifikasi, jenis
dan size udang. Inner cartoon harus terdapat keterangan mengenai nama dan
alamat unit pengolahan, sarana penyimpanan produk, serta merek dagang dari
produk. Merek dagang untuk produk beku di PT. Indokom Samudera Persada
adalah Soematra.
Produk dalam inner cartoon dimasukkan ke dalam master cartoon (MC)
yang terbuat dari WK 150/M125 x3/K125 yang berukuran (367 x 296 x 188) mm3
yang dilapisi dengan plastik, kemudian ditimbang sesuai dengan permintaan.
Pelabelan dilakukan dengan hati-hati dengan mencantumkan keterangan sesuai
dengan permintaan. MC diikat dengan mesin pengikat. Kondisi pengemasan
dalam MC dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Pengemasan Master Cartoon
Menurut Purwaningsih (1995), menjelaskan bahwa bahan pengemas yang
digunakan harus cocok dengan bahan yang dikemas, tidak bersifat racun, dan
menarik konsumen. Bahan kemasan dalam industri pembekuan udang dibedakan
menjadi tiga macam: Kemasan Primer, yang berupa bahan plastik polly bag.
Kemasan ini langsung membungkus blok udang beku. Kemasan Sekunder, kemasan
ini berupa inner cartoon. Fungsi utama kemasan ini selain untuk melindungi
blok udang beku juga digunakan untuk melindungi kemasan primer. Kemasan
Tersier, kemasan ini berupa master cartoon. Kemasan ini digunakan untuk
melindungi kemasan sekunder.
5.1.17 Penyimpanan Beku (Cold storage)
Master cartoon yang berisi produk disimpan dalam gudang penyimpanan
beku dengan suhu operasi sekitar –250C, suhu dicatat setiap jam. Pintu cold
storage dalam keadaan tertutup kecuali pada saat memasukkan produk. Cold
storage yang kosong palet kayu dicuci dan dikeringkan. Kondisi penyimpanan
produk dalam cold storage yaitu disusun secara rapi pada jarak tertentu
dengan ketinggian alas 10 cm agar master cartoon tidak secara langsung
menyentuh lantai yang akan mempengaruhi produk. Penyimpanan produk beku
dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Penyimpanan Produk di Cold Storage
Penyimpanan produk dalam gudang penyimpanan beku menggunakan sistem
FIFO (First In and First Out) yaitu produk beku yang masuk ruang
penyimpanan terlebih dahulu merupakan produk yang akan dikeluarkan terlebih
dahulu. Menurut Moeljanto (1992), sistem pengeluaran dan pemantauan produk
beku dari ruang penyimpanan beku sampai ke dalam kontainer hendaknya
megikuti sistem FIFO (First In First Out) sehingga tidak ada produk lama
tersimpan dalam ruang penyimpanan beku.
Suhu cold storage sudah dianggap baik jika masih berkisar antara
-200C sampai -300C. Hal terpenting dalam susunan cold storage adalah
bagaimana menjaga kestabilan suhu tersebut, karena fluktuasi di dalam cold
storage akan merusakkan produk (Hariadi, 1994).
2. Penerapan Sistem Rantai Dingin
Pengamatan sistem rantai dingin pengolahan dilakukan pada
setiap tahapan proses mulai dari tahap penerimaan bahan baku (raw material)
selama proses sampai dengan penyimpanan beku produk akhir dengan
menggunakan thermometer digital. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui
perubahan suhu udang selama proses pengolahan.
Hasil pengukuran suhu dapat diketahui suhu pada tahap penerimaan
bahan baku diperoleh hasil >50C. Penimbangan 1 suhu udang berkisar antara
3,1-3,6 0C, penimbangan dilakukan secara cepat sehingga dapat
mempertahankan suhu udang, karena pada proses penimbangan es tidak ikut
tercampur dengan udang. Suhu pusat udang potong kepala berkisar 3,1-3,6 0C,
potong kepala dilakukan diatas meja stainless steel dan ditambahkan es
dengan perbandingan 2:1 untuk mempertahankan suhu udang. Suhu penyusunan
rata-rata 3,20. Hasil dari pengamatan suhu udang pada proses tersebut telah
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh SNI yaitu < 50 C hal ini
dikarenakan pemberian es yang cukup baik sehingga suhunya masih tetap
terjaga.
Pengamatan suhu dilakukan dengan mengukur suhu pusat udang pada
masing-masing tahapan proses. Hasil pengamatan suhu disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Pengamatan Suhu Produk Pada Setiap Tahapan Proses
"No "Tahapan "Pengamatan "
" " "I "II "III "IV "V "VI "
"1 "Penerimaan BB "3,3 "2,7 "3,7 "3,6 "3,1 "4,1 "
"2 "Pencucian I "4,0 "3,7 "4,4 "3,8 "3,3 "3,1 "
"3 "Penimbangan I "3,2 "3,6 "3,4 "3,2 "3,1 "3,3 "
"4 "Pemotongan "3,4 "3,5 "3,2 "3,1 "3,6 "3,5 "
" "kepala " " " " " " "
"5 "Penimbangan II "3,6 "3,7 "3,4 "3,2 "3,8 "3,7 "
"6 "Pencucian II "3,3 "3,4 "3,4 "3,4 "3,4 "3,2 "
"7 "Sortasi "4,0 "4,8 "5,1 "4,7 "3,3 "3,5 "
"8 "Pencucian III "3,7 "3,5 "3,8 "3,3 "3,4 "3,3 "
"9 "Penimbangan III"3,2 "3,3 "3,1 "3,3 "3,2 "3,2 "
"10 "Final product "2,9 "3,2 "3,0 "3,2 "3,0 "3,0 "
"11 "Penimbangan IV "3,2 "3,3 "3,1 "2,9 "3,3 "3,2 "
"12 "Pencucian IV "3,1 "3,3 "3,2 "3,1 "3,2 "2,9 "
"13 "Penyusunan "3,1 "3,2 "3,1 "3,2 "3,0 "3,2 "
"14 "Pembekuan "-32 "-33 "-36 "-34 "-33 "-36 "
Kenaikan suhu terjadi pada proses sortasi pada pengamatan
ketiga yang suhu udangnya 5,10C dimana hal ini disebabkan oleh antrian pada
saat seleksi dilakukan karena kurangnya karyawan yang melakukan proses
seleksi dan juga pemberian es yang kurang. Tingginya suhu ini harus menjadi
perhatian bagi petugas pengawas mutu karena, kecepatan pertumbuhan bakteri
pembusuk tergantung pada suhu, dimana pengaruh suhu pada pertumbuhan
bakteri akan nampak jelas pada siklus pertumbuhannya, terutama perpanjangan
atau perpendekan fase adaptasinya tergantung pada tinggi rendahnya suhu
(Hadiwiyoto,1993).
Pengamatan terhadap kondisi air pencucian dilakukan pada empat
tahapan proses yaitu tahap pencucian I, pencucian II, pencucian III dan
pencucian IV. Dari hasil pengamatan suhu air yang berkisar antara 2,3 0C -
3,7 0C secara keseluruhan masih memenuhi standar karena adanya penambahan
es secara terus menerus untuk mempertahankan suhu air tetap dibawah 5 0C.
Pengamatan suhu air pencucian ini dilakukan dengan cara mencelupkan ujung
termometer tersebut kedalam air pencucian I, II, III dan IV. Hasil
Pengamatan suhu air pada proses pencucian disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Pengamatan suhu Air Pada Tahapan Pencucian.
"No "Tahapan "Pengamatan "
" " "I "II "III "IV "V "VI "
"1 "Pencucian I "2,3 "2,3 "2,5 "2,3 "2,5 "2,4 "
"2 "Pencucian II "3,4 "3,4 "3,4 "3,1 "3,4 "3,7 "
"3 "Pencucian III"3,4 "3,2 "3,5 "3,2 "3,4 "3,2 "
"4 "Pencucian IV "3,5 "3,3 "3,2 "3,2 "3,3 "3,3 "
Hasil pengamatan suhu air diatas masih sesuai dengan standar karena
keseluruhan pengamatan masih berada dibawah 5 0C, hal ini disebabkan
karyawan melakukan penambahan es secara terus-menerus untuk mempertahankan
agar suhu air tetap dingin dan juga pergantian air apabila telah berwarna
keruh. Menurut Purwaningsih (1995), selama proses pengolahan udang harus
direndam dalam air dengan suhu maksimum 5 0C untuk menjaga kesegarannya.
Pengamatan juga dilakukan pada suhu ruangan proses, hasil pengamatan suhu
ruangan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Pengamatan Suhu Ruangan.
"No "Tahapan "Pengamatan "
" " "I "II "III "IV "V "VI "
"1 "R. Penerimaan"26,3 "24,1 "24,0 "24,8 "23,6 "24,8 "
"2 "R. Proses "22,5 "22,6 "22,8 "21,9 "21,9 "23,2 "
"3 "R. Packing "20,6 "19,6 "20,1 "20,4 "20,3 "19,9 "
"4 "R. Pembekuan "-33,9 "-34,3 "-33,7 "-37,3 "-34,2 "-34,2 "
"5 "R. "-22 "-22,1 "-23,1 "-22,9 "-22,3 "-23,2 "
" "Penyimpanan " " " " " " "
Hasil pengamatan suhu ruangan diatas masih sesuai dengan standar. Suhu
ruangan juga berpengaruh terhadap suhu produk sehingga suhu ruangan
pengolahan harus disesuaikan dengan standar yang sudah ada. Menurut
Moeljanto (1992) suhu ruangan yang rendah sangat efektif untuk menghambat
pertumbuhan bakteri-bakteri psikofilik yaitu bakteri-bakteri yang senang
pada suhu rendah dan hidup pada suhu 00C sampai 300C dengan suhu optimum
150C.
3. Pengujian Mutu
1. Pengamatan Mutu Organoleptik
5.3.1.1 Mutu Organoleptik Bahan Baku Udang Segar
Hasil Penilaian mutu organoleptik terhadap bahan baku udang segar
dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Penilaian Mutu Organoleptik Terhadap Bahan Baku Udang Segar
"Pengamatan "Simpangan Baku "Nilai Organoleptik "
"1 " 8,49 µ 8,71 "8 "
"2 "8,46 µ 8,74 "8 "
"3 "8,35 µ 8,65 "8 "
"4 "8,03 µ 8,37 "8 "
"5 "8,37 µ 8,65 "8 "
"6 "8,68 µ 8,72 "9 "
Mutu udang segar mempunyai nilai organoleptik berkisar 8-9 sehingga dapat
disimpulkan bahwa bahan baku udang windu yang diterima PT. Indokom Samudera
Persada sangat baik, karena berada di atas standar minimal nilai
organoleptik udang segar yaitu 7 (SNI 01-2728.1-2006). Hal ini disebabkan
karena cara penanganan udang dilaksanakan dengan baik oleh supplier –
supplier udang sehingga waktu udang diterima diruang penerimaan masih dalam
kondisi segar dan suhu pusat bahan baku udang segar yang diterima masih
rendah juga memperhitungkan komposisi atau perbandingan udang dengan es
(1:2) berkaitan dengan waktu yang dibutuhkan selama pendistribusian.
Menurut Purwaningsih (1995), prinsip penanganan udang adalah
mempertahankan kesegaran udang selama mungkin dengan cara memperlakukan
udang dengan cermat dan hati-hati. Udang segera didinginkan sampai
mencapai suhu sekitar 0 0C.
5.3.1.2 Mutu Organoleptik Produk Akhir Udang Beku
Pengujian organoleptik produk akhir udang beku sesuai SNI 01-2705.1-2006
diuji sebelum dilakukan proses pengepakan dengan kriteria penilaian dari
segi kenampakan, dehidrasi dan diskolorisasi sedangkan setelah dilelehkan
dengan kriteria penilaian adalah kenampakan, bau, dan tekstur. Adapun hasil
dari pengujian organoleptik produk akhir udang beku pada Tabel 12.
Tabel 12. Nilai Mutu Organoleptik Produk Akhir Udang Beku
"Pengamatan "Simpangan Baku "Nilai Organoleptik "
"1 "8,35 µ 8,45 "8 "
"2 "8,35 µ 8,45 "8 "
"3 "8,2 µ 8,4 "8 "
"4 "8,17 µ 8,43 "8 "
"5 "8,22 µ 8,38 "8 "
"6 "8,18 µ 8,22 "8 "
Mutu udang beku dan setelah dilelehkan mempunyai nilai organoleptik
rata-rata 8 sehingga dapat disimpulkan bahwa produk akhir yang dihasilkan
masih berada di atas standar minimal nilai organoleptik udang beku yaitu 7
(SNI 01-2705.1-2006). Hal ini disebabkan karena pembekuan udang dilakukan
dengan baik sehingga blok udang yang dihasilkan tampak mengkilat. Menurut
Ilyas (1993), semakin rendah suhu pembekuan akan semakin halus kristal es
yang terbentuk dan semakin kurang perusakan serat jaringan. Menurut
Purwaningsih (1995), penggelasan memberikan penampakan yang lebih menarik
pada udang beku dan lapisan es tipis akan tampak transparan, bercahaya dan
menampilkan warna asli udang. Menurut Ilyas (1993), hanya udang terbaik
yang boleh dibekukan dan udang segar beku setelah dilelehkan mempunyai
rupa, citarasa dan tekstur seperti udang yang baru ditangkap. Bahan baku
yang mempunyai mutu dan kesegaran tinggi akan menghasilkan produk akhir
yang tinggi mutunya (Hariadi, 1994).
5.3.2 Pengamatan Mutu Mikrobiologi
PT. Indokom Samudera Persada membatasi pengujian mikrobiologinya pada
pengujian ALT, E. Coli, Salmonella dan Vibrio cholera pada bahan baku dan
produk akhir. Pengujian dilakukan oleh analis di laboratorium perusahaan.
Pengujian mikrobiologi ini bertujuan untuk mengetahui jumlah bakteri yang
terkandung dalam produk serta untuk mengetahui ada atau tidaknya bakteri
pathogen yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia. Hasil
pengujian mikrobiologi bahan baku dan produk akhir dapat dilihat pada Tabel
13 dan 14.
Tabel 13. Hasil Pengujian Mutu Mikrobiologi Bahan Baku Udang Segar.
"Pengamatan "ALT "E.coli "Salmonella "V.cholera "
" "(Koloni/gram)"(APM/gram) " " "
"1 "2,6x 105 "< 3 "Negatif "Negatif "
"2 "4,8 x 104 "< 3 "Negatif "Negatif "
"3 "3,1 x 104 "< 3 "Negatif "Negatif "
"4 "4,2x 103 "< 3 "Negatif "Negatif "
"5 "3,3 x 103 "< 3 "Negatif "Negatif "
"6 "3,4 x 103 "< 3 "Negatif "Negatif "
"Standar SNI"5 x 105 "< 2 "Negatif "Negatif "
Sumber : PT.Indokom Samudra Persada (2013)
Hasil pengujian mikrobiologi bahan baku telah sesuai dan memenuhi
persyaratan dimana nilai ALT untuk bahan baku berkisar antara 3,3 x 103 -
2,6 x 105 koloni/gram, hal ini dikarenakan selama pengangkutan sampai
penerimaan bahan baku di perusahaan telah menerapkan rantai dingin secara
baik. Menghambat atau menghentikan kegiatan bakteri adalah dengan pemberian
es. Menurut Moeljanto (1992), pemberian es sangat penting untuk menjaga
mutu udang agar tetap dalam kondisi baik pada saat tiba di perusahaan,
menghindari bau dan timbulnya bercak pada udang.
Pengujian E.coli menggunakan metode sesuai dengan prosedur yang
terdapat pada SNI 01-2332.1-2006. Hasil pengujian untuk E.coli pada bahan
baku yaitu < 3. Pengujian E.coli bahan baku memenuhi persyaratan
mikrobiologi karena perusahaan telah menstandarkan air yang digunakan untuk
pencucian dan pengolahan produk harus standar air minum. Menurut Harsojo
(2008) kontaminasi E.coli berasal dari kontaminasi air yang digunakan pada
saat proses produksi yang biasanya sering lupa diganti oleh karyawan.
Kontaminasi bakteri Salmonella sering terjadi di perusahaan melalui
peralatan yang digunakan maupun kontaminasi dari tangan manusia. Pengujian
Salmonella pada bahan baku adalah negatif. Pengujian Salmonella pada bahan
baku dan produk akhir memenuhi persyaratan mikrobiologi karena perusahaan
menggunakan desinfektan untuk menginaktifkan bakteri dan menggunakan klorin
yang bersifat sanitizer. Menurut Hadiwiyoto (1993), perlakuan pencucian
dengan air bersih dan air yang telah mengalami klorinasi atau mengandung
antibiotik tertentu dapat menghilangkan kotoran dan mengurangi jumlah
bakteri yang ada, banyak bakteri yang mati bahkan bakteri-bakteri berbahaya
seperti Salmonella ikut terbunuh.
Pengujian V.cholera pada bahan baku yaitu negatif hal ini dikarenakan
air yang digunakan pada saat pengolahan produk telah disterilkan/treatment
oleh perusahaan sehingga tidak tercemar dan tidak mengkontaminasi produk.
Menurut Oktaviani (2013), vibrio merupakan jenis bakteri yang hidup
saprofit di air, air laut, dan tanah. Terdapatnya bakteri patogen ini
menandakan adanya kontak air dengan limbah industri dan rumah tangga
Tabel 14. Hasil PengujianMutu Mikrobiologi Produk Akhir Udang Beku
"Pengamatan "ALT "E.coli "Salmonella "V.cholera "
" "(Koloni/gram)"(APM/gram) " " "
"1 "2,4 x 104 "< 3 "Negative "Negative "
"2 "3,7 x 103 "< 3 "Negative "Negative "
"3 "1,3 x 104 "< 3 "Negative "Negative "
"4 "3,0 x 103 "< 3 "Negative "Negative "
"5 "2,9 x 103 "< 3 "Negative "Negative "
"6 "3,2 x 103 "< 3 "Negative "Negative "
"Standar SNI"5 x 105 "< 2 "Negative "Negative "
Sumber : PT. Indokom Samudra Persada (2013)
Hasil pengujian mikrobiologi produk akhir telah sesuai dan memenuhi
persyaratan dimana nilai ALT untuk produk akhir berkisar antara 3,0 x 103 -
2,4 x 104 koloni/gram, hal ini dikarenakan selama penanganan selalu
menerapkan rantai dingin dan pada pencucian diberi larutan klorin sehingga
dapat mengurangi jumlah bakteri pada udang. Setelah pembongkaran,
selanjutnya udang dicuci dengan air mengalir. Tujuan pencucian disini
adalah menghilangkan kotoran pada saat pembongkaran dan mencegah peluang
berkembangnya bakteri patogen (Deara, 2012).
Hasil pengujian untuk E.coli pada produk akhir yaitu < 3, hal ini
dikarenakan perusahaan telah menstandarkan air yang digunakan untuk
pencucian dan pengolahan produk sesuai dengan standar air minum dengan
penggunaan klorin sesuai dengan kadar yang ditentukan. Pertumbuhan E.coli
dapat dihambat menggunakan air panas atau dapat memperlakukan klorin (Syah,
2011).
Kontaminasi bakteri Salmonella sering terjadi di perusahaan melalui
peralatan yang digunakan maupun kontaminasi dari tangan manusia. Pengujian
Salmonella pada bahan baku dan produk akhir adalah negatif. Pengujian
Salmonella pada bahan baku dan produk akhir memenuhi persyaratan
mikrobiologi karena perusahaan menggunakan desinfektan untuk menginaktifkan
bakteri dan menggunakan klorin yang bersifat sanitizer. Menurut Hadiwiyoto
(1993), perlakuan pencucian dengan air bersih dan air yang telah mengalami
klorinasi atau mengandung antibiotik tertentu dapat menghilangkan kotoran
dan mengurangi jumlah bakteri yang ada, banyak bakteri yang mati bahkan
bakteri-bakteri berbahaya seperti Salmonella ikut terbunuh.
Pengujian V.cholera pada produk akhir yaitu negatif telah sesuai
dengan prosedur yang terdapat pada SNI 01-2332.4-2006
5.4 Pengamatan Rendemen
Hasil pengamatan terhadap rendemen udang yang dihasilkan dapat
dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Perhitungan Rendemen Tahap Potong Kepala
"Tahapan "Rendemen Potong Kepala (%) "
"Proses " "
" "I "
" "I "II "III "
"1 "Bangunan : lantai "Terdapat "Harus segera di "
" " "beberapa "perbaiki oleh pihak "
" " "retakan pada "perusahaan supaya "
" " "lantai di "tidak ada kotoran yang"
" " "bagian ruang "mengendap diantara "
" " "timbang dan "retakan lantai "
" " "ruang packing. "tersebut "
"2 "Air : persyaratan "Tidak tersedia "Pengadaan air panas "
" "air "air panas "oleh pihak perusahaan "
"3 "Kebersihan dan "Masih ada "Perlu diperiksa dan di"
" "kesehatan karyawan "karyawan yang "beri sangsi karena hal"
" ": pakaian kerja "menggunaka "tersebut dapat "
" " "kosmetik "mengkontaminasi produk"
"4 "Peningkatan "Karyawan yang "Perlu diadakan "
" "kemampuan/keterampi"kurang dalam "pelatihan tentang GMP "
" "lan SDM "penerapan "dan SSOP "
" " "tentang GMP dan" "
" " "SSOP yang baik " "
Keadaan unit pengolahan suatu perusahaan sangat mempengaruhi mutu dan
kelayakan produk yang dihasilkan. Menjamin lancarnya program pembinaan dan
pengawasan terhadap rancangan, penataan ruangan, gedung, lingkungan,
peralatan dan perlengkapan, sanitasi dan hygiene karyawan serta pengawasan
dan pembinaan terhadap operasi penanganan pengolahan maka dianjurkan bagi
perusahaan untuk menunjuk seorang petugas khusus yang bertanggung jawab
mengawasi setiap kegiatan dan memberikan laporan untuk menjamin pelaksanaan
program pembinaan dan pengawasan tersebut secara terencana (Ditjenkan,
1997).