Teras Jurnal, Vol.1, No.2, Juni 2011
ISSN 2088-0561
KARAKTERISTIK PENGGUNAAN SERBUK BAN BEKAS PADA CAMPURAN CAMPURA N PANAS ASPHALT ASPHALT CONCRETE CON CRETE BINDER COURSE (AC-BC) Herman Fithra Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh email:
[email protected]
Abstrak Pada perkerasan lentur ( flexible pavement ) ikatan antara butir-butiran agregat sangat ditentukan oleh kualitas dan volume aspal. Kualitas aspal yang buruk perlu diimbangi dengan penggunaan material lain pada campuran aspal panas untuk menaikkan kinerja perkerasan lentur, misalnya dengan penggunaan serbuk ban bekas. Tujuan penelitian untuk mengetahui karateristik campuran aspal panas AB-BC dengan penggunaan serbuk ban bekas yang lolos saringan #30 dan tertahan #50. Karakteristik penggunaan serbuk ban bekas pada campuran panas AC-BC dilihat berdasarkan parameter Marshall dengan pemeriksaan meliputi density, stabilitas, flow, MQ, VMA, VITM, VFWA, dan BFT. Untuk memperolah kadar aspal optimum (KAO) pembuatan benda uji dengan variasi kadar aspal 4,0%; 4,5%; 5,0%; 5,5%; dan 6,0% dengan gradasi agregat kasar 60%, agregat halus 34%, dan filler 6%. 6%. Ban karet yang digunakan adalah lolos saringan #30 dan tertahan #50. Variasi serbuk ban karet 25%, 50%, 75%, dan 100% dari berat agregat yang lolos saringan #30 dan tertahan saringan #50. Diperoleh KAO sebesar 5,5% dari berat total agregat dengan nilai VMA sebesar 15,07%, VITM sebesar 5,83%, VFWA sebesar 61,39%, stabilitas 1040 kg, flow 4,3 mm, dan MQ 243 kg/mm. Penggunaan serbuk ban bekas sebesar 50% dari berat agregat yang lolos saringan #30 dan tertahan saringan #50 dengan kadar aspal 5,5% diperoleh nilai VMA sebesar 17,33%, VITM sebesar 8,34%, VFWA sebesar 52,06%, stabilitas 1119 kg, flow 4,3 mm, dan MQ 261 kg/mm adalah yang paling optimum bila dibandingkan dengan serbuk ban bekas 25%, 75%, dan 100%. Kata kunci: KAO, Stabilitas, Flow dan Serbuk ban bekas
1.
Pendahuluan Konstruksi Jalan di Indonesia sebahagian besar merupakan konstruksi lapisan perkerasan lentur, di mana aspal berfungsi sebagai bahan pengikat agregat berkisar antara 4-10% berdasarkan berat dan 10-15% berdasarkan volume dari campuran antara agregat dan aspal, sehingga kualitas aspal sangat menentukan keawetan dari suatu perkerasan lentur. Aspal yang berasal dari residu minyak bumi semakin hari semakin menipis persediaannya dengan harga yang cenderung terus naik, sehingga dibutuhkan bahan lain yang dapat menaikkan kualitas aspal dan perkerasan lentur. Salah satunya adalah penggunaan serbuk ban bekas untuk mengurangi penggunaan aspal dan menggantikan batu sebagai agregat halus pada campuran panas aspal beton.
Penggunaan ban bekas sebagai bahan tambah ( additive) aspal telah diteliti oleh US Department of Transportation Federal Highway Administration di Amerika sejak tahun 1986. Hasilnya penggunaan ban hasil parutan ban bekas mampu mereduksi kerusakan pada perkerasan lentur yang diakibatkan oleh faktor cuaca dan lalulintas (Sugiyanto, 2008 dikutip dari AASHTO, 1982). Penggunaan Karakteristik Penggunaan Serbuk Ban Bekas Pada Campuran Panas Asphalt Concrete Binder Coarse AC-BC – Herman Fithra
145
Teras Jurnal, Vol.1, No.2, Juni 2011
ISSN 2088-0561
parutan ban bekas sangat cocok digunakan pada daerah beriklim panas (Sugiyanto, 2008 dikutip dari Kennedy, 2000). Road Research Centre, Ministry of Public Work di Kuwait menyatakan penambahan 2% latek dan 5% parutan ban bekas terhadap aspal dapat mencegah terjadinya retak-retak, bleeding dan memperkecil terjadinya pelepasan butir pada permukaan perkerasan lentur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari penggunaan serbuk ban bekas pada kadar aspal optimum (KAO) berdasarkan parameter Marshall, sehingga dapat memberikan hasil yang baik untuk perkerasan lentur dimasa yang akan datang. Mengingat harga dari serbuk ban bekas relatif murah dibandingkan dengan aspal dan agregat. 2.
Tinjauan Kepustakaan Sjahdanulirwan (2009), berdasarkan NAPA (1996) yang dicuplik dari Epps, J.A (1986) mengatakan bahwa aspal yang ideal adalah dapat memperbaiki atau meningkatkan sifat karakteristik campuran beraspal dan kemudahan kerja, yaitu aspal yang memiliki karakteristik sebagai berikut: (a) kekakuan rendah atau viskositas yang relatif tinggi sehingga tidak memerlukan temperatur tinggi untuk pemompaan aspal, pencampuran dan pemadatan, (b) kekakuan tinggi pada saat temperatur tinggi (musim panas) untuk menghindari alur dan sungkur, (c) kekakuan rendah pada saat temperatur rendah (musim hujan) untuk menghindari retak, (d) kelekatan terhadap agregat yang tinggi untuk menghindari pengelupasan. Asphalt Institute MS-2 (1997) analisis gradasi dan kombinasi agregat untuk menghasilkan gradasi sesuai keinginan adalah langkah penting untuk perancangan aspal campuran panas. Gradasi agregat harus sesuai dengan gradasi yang dibutuhkan dalam spesifikasi dan menghasilkan rancangan campuran sesuai kriteria metode rancangan campuran, juga akan menghemat agregat dalam jumlah yang sangat banyak. Kandungan agregat kira-kira 95% dari berat campuran beton aspal dan hampir mensuplai keseluruhan dari kemampuan perkerasan, kualitas agregat dan daya gunanya adalah penting untuk kinerja perkerasan. Bila agregat digunakan sedikit, maka konstruksi akan kehilangan daya tahannya. Tolak ukur yang baik atau mengharapkan beban lalulintas dapat ditahan oleh perkerasan, maka harus mempertimbangkan jumlah dan daya guna agregat.
Totomihardjo (2004) menyatakan filler adalah suatu bahan berbutir halus yang lewat ayakan No. 30 (595 µ) US Standard Sieve dan 65% lewat ayakan No. 200 (75 µ) bahan filler dapat berupa debu batu, kapur, portland cement atau bahan lainnya. Filler memiliki parameter butiran ukuran kecil, bentuk butiran cubical/ round , gradasi terbuka, dan memiliki permukaan yang luas. Efek dan kadar filler terhadap karakteristik campuran beton aspal akan mempengaruhi karakteristik beton aspal tersebut, dalam proses pencampuran, penggelaran, dan pemadatan. Selain itu kadar dan jenis filler akan berpengaruh terhadap sifat elastis campuran dan sensitivitas terhadap air. Pembuatan campuran benda uji diawali dengan menentukan kadar aspal tengah (Pb), yang dapat dihitung berdasarkan persamaan: Pb
=
0 ,035(%CA ) + 0 ,045(% FA ) + 0 ,18 (% Filler ) + K
Karakteristik Penggunaan Serbuk Ban Bekas Pada Campuran Panas Asphalt Concrete Binder Coarse AC-BC – Herman Fithra
(1) 146
Teras Jurnal, Vol.1, No.2, Juni 2011
ISSN 2088-0561
di mana: Pb CA FA Filler = K
= kadar aspal tengah, persen terhadap berat campuran = persen agregat tertahan saringan No.8 = persen agregat lolos saringan No.8 dan tertahan saringan No. 200 persen agregat minimal 75% lolos No. 200 = konstanta 0,5–1 untuk lapis AC ( Asphalt Concrete).
Penentuan kerapatan ( density) Density merupakan tingkat kerapatan campuran setelah campuran dipadatkan, biasanya digunakan untuk membandingkan nilai kepadatan rata-rata di lapangan dengan kepadatan di laboratorium, biasanya ≥ 96%. Kerapatan ini dipengaruhi temperatur pemadatan, kadar aspal, kualitas dan jenis fraksi agregat. Besarnya kerapatan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: 2.1
Density =
Berat Kering Benda Uji ( gr ) 3 Volume Benda Uji ( cm )
(2)
Stabilitas (Stability) Pengujian nilai stabilitas adalah kemampuan maksimum beton aspal padat menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis. Stabilitas merupakan kemampuan lapis perkerasan untuk menahan beban lalulintas tanpa mengalami deformasi atau perubahan bentuk permanen ( permanent deformation) seperti gelombang (washboarding), alur (rutting) dan bleeding. Nilai stabilitas dipengaruhi oleh bentuk butir, kualitas, tekstur permukaan, gradasi agregat yaitu pada gesekan antar butiran agregat ( internal friction) dan penguncian antar butir agregat (interlocking), daya lekat, dan kadar aspal dalam campuran. Nilai stabilitas diperoleh langsung dari pembacaan arloji pada alat uji Marshall. 2.2
2.3
Pengujian kelelehan ( flow) Flow adalah besarnya perubahan bentuk plastis dari beton aspal padat akibat adanya beban sampai batas keruntuhan. Nilai flow dipengaruhi oleh kadar aspal, viskositas aspal, gradasi agregat, dan temperatur pemadatan. Besarnya nilai flow diperoleh dari pembacaan arloji flowmeter saat melakukan pengujian Marshall. 2.4 Marshall Quotient ( MQ) Marshall Quotient adalah perbandingan antara nilai stabilitas dan flow, yang dipakai sebagai pendekatan terhadap tingkat kekakuan campuran. Bila campuran aspal agregat mempunyai angka kelelehan rendah dan stabilitas tinggi menunjukkan sifat kaku dan getas ( brittle), sebaliknya bila nilai kelelehan tinggi dan stabilitas rendah maka campuran cenderung plastis. MQ =
Nilai Stabilitas ( kg ) Nilai Flow ( mm )
(3)
2.5
Volume Pori Volume pori dalam beton aspal padat meliputi: (a) VMA yaitu Volume pori diantara butir agregat didalam beton aspal padat, (b) VITM yaitu Volume pori beton aspal padat, (c) VFWA yaitu Volume pori beton aspal padat terisi oleh aspal, (d) Gmm yaitu Berat jenis maksimum teorities, (e) G mb yaitu Berat Jenis Bulk Beton Aspal Padat, (f) Kadar aspal terabsorsi ke dalam pori agregat (P ab) dan (g) Kadar aspal efektif yang menyelimuti agregat (P ae) Karakteristik Penggunaan Serbuk Ban Bekas Pada Campuran Panas Asphalt Concrete Binder Coarse AC-BC – Herman Fithra
147
Teras Jurnal, Vol.1, No.2, Juni 2011
ISSN 2088-0561
2.6
Tebal Selimut atau Film Aspal Tebal lapisan film aspal ( bitument film thickness) pada suatu campuran beton aspal sangat menentukan durabilitas beton aspal. Semakin tebal lapisan film aspal maka campuran akan lebih tahan terhadap oksidasi. Ketebalan lapisan aspal dipengaruhi oleh besarnya kadar aspal, untuk kepentingan durabilitas dan kemudahan pekerjaan kadar aspal dapat ditambahkan sampai dengan 1% dari kadar aspal optimum (Nicholls, 1998). Tebal lapisan film aspal tidak boleh kurang dari 5 micron untuk beton aspal campuran panas (Whiteoak, 1990). Tabel 1 Faktor luas permukaan agregat Saringan No. ≥4 8 16 30 50 100 200
Faktor Luas Permukaan (FLP) mm 4,75 2,36 1,18 0,60 0,30 0,15 0,075
2
m /kg 0,41 0,82 1,64 2,87 6,14 12,29 32,77
Sumber: Asphalt Institute MS-2 Catatan: untuk semua ukuran saringan diatas No.4 diperhitungkan sebagai 0,41 m 2 /kg.
Banyaknya aspal yang berfungsi menyelimuti permukaan setiap butir agregat dinyatakan dengan kadar aspal efektif. Semakin tinggi kadar aspal efektif semakin tebal selimut atau film aspal pada masing-masing butir agregat. Tebal film aspal ditentukan oleh luas permukaan butir agregat pembentuk beton aspal. Luas total permukaan agregat campuran ditentukan oleh gradasi. Asphalt Institute MS-2 menghitung luas total permukaan agregat dengan mempergunakan data persentase lolos 1 set saringan dan faktor luas permukaaan (FLP). Satu set saringan terdiri dari No. 4, 8, 16, 30, 50, 100, dan 200. FLP merupakan luas permukaan permukaan agregat sesuai ukuran saringan untuk setiap 1 kg agregat. 2 Jadi FLP dinyatakan dalam m /kg. Nilai FLP untuk satu set ukuran saringan menurut Asphalt Institute berdasarkan Tabel 1. FLP dipakai jika seluruh urutan saringan digunakan. Tebal selimut aspal dihitung dengan persamaan berikut: Pae 1 Tebal Selimut Aspal = x x1000 µ m (4) Ga LPxPs di mana : Pae = kadar aspal efektif yang menyelimuti butir-butir agregat, % terhadap berat beton aspal padat. Ga = berat jenis aspal LP = kadar agregat, % terhadap berat beton aspal padat Ps = luas permukaan total agregat campuran didalam beton aspal padat
3.
Metode Penelitian Kegiatan utama yaitu pengujian properties material, perancangan campuran (mix design) dengan metoda Marshall dan pemeriksaan karakteristik campuran. 3.1
Sifat Aspal dan Agregat Aspal yang digunakan jenis aspal keras AC 60/70 produksi Pertamina, pengujian dilakukan meliputi: penetrasi asphal (SNI 06-2456-1991), berat jenis asphal (SNI 06-2441-1991), titik lembek (SNI 06-2434-1991), titik nyala (SNI 06Karakteristik Penggunaan Serbuk Ban Bekas Pada Campuran Panas Asphalt Concrete Binder Coarse AC-BC – Herman Fithra
148
Teras Jurnal, Vol.1, No.2, Juni 2011
ISSN 2088-0561
2433-1991), kehilangan berat dengan Thin oven test (SNI 06-2440-1991), kelarutan asphal (AASHTO T-44-90), daktilitas (AASHTO T-51-74), dan penetrasi setelah kehilangan berat (AASHTO T-96-74). Pengujian karakteristik agregat menggunakan spesifikasi SNI, AASHTO. Jenis pengujian dan spesifikasi yang digunakan: analisa saringan (SNI 1968-1990-F), berat jenis dan penyerapan agregat kasar (SNI 1969-1990-F), berat jenis dan penyerapan agregat halus (SNI 1970-1990-F), keausan/abrasi agregat (AASTHO T-96-74), pelapukan agregat (AASHTO T-104-1975), dan kelekatan terhadap aspal (AASTHO PB 0205-76). Perancangan campuran ( mix design) metoda Marshall Metoda Marshall digunakan untuk menganalisis stabilitas, flow, Marshall Qoutient , dan analisis volumetrik. Untuk mendapatkan kadar aspal optimum (KAO) disiapkan benda uji dengan variasi kadar aspal 4,0% sampai 6,0% dengan interval 0,5% dari total berat agregat. 3.2
3.3
Pengujian parameter Marshall Pengujian karakteristik dengan parameter Marshall dilakukan dengan cara mengantikan agregat halus yang lolos saringan #30 dan tertahan saringan #50 dengan serbuk ban bekas sebanyak 25%, 50%, 75%, dan 100% dengan kadar aspal optimum sebesar 5,5%, selanjutnya dilakukan pengujian Marshall 4.
Hasil dan Pembahasan Hasil pengujian terhadap bahan untuk beton aspal campuran panas pada lapisan (AC-Binder Course) seperti pada Tabel 2 sampai dengan Tabel 5. Tabel 2 Hasil pemeriksaan bahan aspal AC 60/70 pertamina No.
1 2 3 4 5 6 7 8
Persyaratan Min Mak o Penetrasi 25 C (5 detik) 60 79 Titik lembek (ring & ball) 45 58 Titik nyala (clev. Open cup ) 200 o Kehilangan berat 163 C (5 jam) 0,4 Kelarutan (CCL4) 99 o Daktalitas 25 C ( 5 cm/menit) 100 Penetrasi setelah kehilangan berat 75 o Berat jenis (25 C) 1 Sumber: Depkimpraswil, (2002) Sifat aspal
Hasil
Satuan
67,2 50,3 341 0,076 99,77 > 100 78,21 1,040
0,1 mm o C o C % berat % berat cm % semula -
Tabel 3 Resume hasil pemeriksaan bahan agregat kasar, halus, dan filler No.
Sifat Agregat
Agregat Kasar 1 Keausan pada 500 putaran 2 Kelekatan dengan aspal 3 Penyerapan air 4 Berat jenis curah (bulk ) 5 Berat jenis semu Agregat Kasar 1 Penyerapan air 2 Berat jenis curah (bulk ) 3 Berat jenis semu 4 Sand equivalent Filler 1 Berat jenis
Persyaratan
Hasil
Satuan
40 3 -
33,9 98 2,469 2,532 2,700
% % % -
2,5 2,5 40
3 -
1,958 2,731 2,885 79,66
% %
2,5
-
2,697
-
Min
Maks
95 2,5 2,5
Karakteristik Penggunaan Serbuk Ban Bekas Pada Campuran Panas Asphalt Concrete Binder Coarse AC-BC – Herman Fithra
149
Teras Jurnal, Vol.1, No.2, Juni 2011
ISSN 2088-0561
Hasil pengujian karakteristik Marshall untuk mencari kadar aspal optimum (KAO) dan memenuhi spesifikasi teknik berdasarkan spesifikasi Depkimpraswil (2002) ditunjukkan pada Tabel 3 Tabel 4 Parameter Marshall beton aspal (AC-BC) VMA (%) Kadar Density Aspal (gr/cm3) Spek (%) hasil **) 4,0 2,149 20,45 4,5 2,238 17,58 5,0 2,314 15,19 ≥14 5,5 2,328 15,07 6,0 2,344 14,87
Stabilitas Flow (mm) MQ (Kg/mm) (Kg) Spek Spek Spek Spek Spek hasil hasil hasil hasil hasil **) **) **) **) **) 12,54 40,02 723 4,0 180 10,68 39,30 763 4,1 186 4,9≥ 2 7,01 53,84 ≥ 63 785 ≥ 800 4,2 189 ≥ 200 5,9 5,83 61,39 1040 4,3 243 4,55 69,43 894 4,3 210 VITM (%)
VFWA (%)
Karakteristik campuran aspal beton AC-BC dengan menggunakan serbuk ban bekas sebagai pengganti agregat yang lolos saringan #30 dan tertahan saringan #50 ditunjukkan pada Tabel 5 Tabel 5 Nilai stabilitas pada berbagai kadar aspal dan rendaman air laut Kadar VMA (%) Serbuk Density Ban Bekas (gr/cm3) Spek hasil (%) **) 25 2,283 16,71 50 2,266 17,33 75 2,252 17,85 100 2,209 19,42
Stabilitas MQ Flow (mm) (Kg) (Kg/mm) Spek Spek Spek Spek Spek hasil hasil hasil hasil hasil **) **) **) **) **) 7,65 54,26 844 4,2 203 8,34 52,06 1119 4,3 261 8,91 50,10 963 4,3 226 10,66 45,27 780 4,1 191 VITM (%) VFWA (%)
KAO pada campuran adalah kondisi di mana suatu campuran dengan jumlah kadar aspal tertentu mempunyai karakteristik Marshall yang memenuhi persyaratan campuran dan memiliki nilai karakteristik yang paling optimum. Berdasar metode narrow range Asphalt Institute , (1993) nilai-nilai kadar aspal untuk setiap parameter diplotkan dalam bar chart didapat rentang kadar aspal yang memenuhi persyaratan teknik, dengan pertimbangan densifikasi akibat beban lalu lintas, cukup menyediakan rongga bila terjadi densifikasi dan pemuaian aspal akibat meningkatnya temperatur, nilai kadar aspal optimum (KAO) ditetapkan sebesar 5,5% terhadap total agregat. Analisis berdasarkan parameter Marshall meliputi density, VMA, VITM, VFWA, Stability, Flow, dan MQ sebagai berikut:
Gambar 1 Hubungan Antara Nilai Density dengan Variasi Serbuk Ban Bekas
Besarnya nilai density dari campuran aspal panas dengan variasi serbuk ban bekas dari 25% sampai dengan 100% lebih kecil dari nilai density campuran aspal panas tanpa menggantikan agregat halus dengan serbuk ban bekas sebesar 2,328 Karakteristik Penggunaan Serbuk Ban Bekas Pada Campuran Panas Asphalt Concrete Binder Coarse AC-BC – Herman Fithra
150
Teras Jurnal, Vol.1, No.2, Juni 2011
ISSN 2088-0561
3
gr/cm . Gambar 1 memperlihatkan bahwa penambahan serbuk ban bekas pada campuran aspal panas akan menyebabkan nilai density semakin berkurang. Hal ini disebabkan sifat dari serbuk ban bekas yang elastis ti dak keras dan kuat.
Gambar 2. Hubungan Antara Nilai VMA dengan Variasi Serbuk Ban Bekas
Volume pori dalam agregat campuran ( VMA) adalah banyaknya pori diantara butir-butir agregat dalam beton aspal padat atau volume pori dalam beton aspal padat jika seluruh selimut aspal ditiadakan. VMA akan meningkat jika selimut aspal lebih tebal, atau agregat yang digunakan bergradasi terbuka, dari gambar 2 terlihat bahwa nilai VMA pada campuran aspal panas akan terus naik seiring bertambahnya kadar serbuk ban bekas, hal ini disebabkan serbuk ban karet yang elastis dan kenyal tidak dapat mendesak masuk diantara pori-pori yang ditinggalkan oleh ikatan antar agregat. Semakin banyak kadar serbuk ban bekas akan semakin banyak rongga yang ada pada campuran aspal panas tersebut.
Gambar 3. Hubungan Antara Nilai VITM dengan Variasi Serbuk Ban Bekas
Banyaknya pori yang berada dalam beton aspal padat ( VITM ) adalah banyaknya pori diantara butir-butir agregat yang diselimuti aspal yang masih tersisa setelah campuran beton aspal dipadatkan. Sebanding dengan nilai VMA yang semakin besar seiring dengan bertambahnya kadar serbuk ban bekas, maka nilai VITM juga semakin besar dengan bertambahnya serbuk ban bekas ini. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai VITM sebesar 7,65% untuk serbuk ban bekas 25% sampai 10,66% untuk serbuk ban bekas 100% (Gambar 3). Nilai ini tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan (Depkimpraswil,2002) untuk campuran yang bernilai 4,9–5,9 untuk lalulintas kategori tinggi. VITM yang dibutuhkan untuk tempat bergesernya butir-butir agregat, akibat pemadatan tambahan yang terjadi oleh repetisi beban lalulintas, atau tempat aspal jika aspal menjadi lunak akibat meningkatnya temperatur, tetapi pada kondisi campuran AC-BC dengan serbuk ban bekas akan mengakibatkan beton aspal berkurang kekedapan airnya (bersifat porous), sehingga air dan udara mudah memasuki rongga-rongga dalam campuran yang menyebabkan mudah teroksidasi dan akan mengurangi keawetannya atau berakibat meningkatnya proses oksidasi aspal yang dapat mempercepat penuaan aspal dan menurunkan sifat durabilitas Karakteristik Penggunaan Serbuk Ban Bekas Pada Campuran Panas Asphalt Concrete Binder Coarse AC-BC – Herman Fithra
151
Teras Jurnal, Vol.1, No.2, Juni 2011
ISSN 2088-0561
Gambar 4 Hubungan Antara Nilai VFWA dengan Variasi Serbuk Ban Bekas
Volume pori beton aspal padat (setelah mengalami proses pemadatan) yang terisi oleh aspal atau volume film/selimut aspal ( VFWA=voids filled with asphalt ), adalah bagian dari VMA terisi oleh aspal. Berdasarkan penelitian ini terdapat ternyata VMA yang besar tidak otomatis akan mengakibatkan nilai VFWA yang besar. Nilai VMA 16,71% - 19,42% tidak mengakibatkan naiknya nilai VFWA, malah mengakibatkan turunnya aspal yang mengisi rongga-rongga yang ada. Hal ini dikarenakan sifat serbuk ban karet yang seprti aspal, sehingga rongga-rongga yang terisi oleh serbuk ban bekas tidak akan terisi oleh aspal.
Gambar 5 Hubungan Antara Nilai Stability dengan Variasi Serbuk Ban Bekas
Nilai VFWA pada campuran aspal panas adalah sangat kecil 45,27% untuk serbuk ban bekas 100% sampai dengan 54,26% untuk serbuk ban bekas 25% (Gambar 4), tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan (Depkimpraswil, 2002) untuk campuran AC-BC nilai VFWA adalah minimal 63%. Aspal yang seharusnya berfungsi untuk menyelimuti butir-butir agregat didalam beton aspal padat tidak akan tercapai, sehingga campuran aspal panas ini akan bersifat poreos dan mudah teroksidasi. Hal ini akan mengurangi keawetan dari campuran aspal panas AC-BC yang menyebabkan akan cepat terjadinya kerusakan-kerusakan perkerasan jalan nantinya. Stabilitas terjadi dari hasil gesekan antar butir, penguncian antar partikel, daya ikat yang kuat dari aspal dan kemampuan mempertahankan ikatannya (kohesi ). Stabilitas tinggi diperoleh dengan menggunakan agregat dengan gradasi rapat, agregat permukaan kasar, aspal penetrasi rendah, dan kadar aspal optimum untuk mengikat antara butir agregat. Stabilitas sangat berkaitan dengan jumlah rongga pada agregat dan kadar aspal. Kebutuhan stabilitas setingkat dengan jumlah lalulintas dan beban kendaraan yang akan memakai jalan tersebut. Jalan dengan volume lalulintas tinggi dan sebagian besar merupakan kendaraan berat menuntut stabilitas yang tinggi, dibandingkan dengan jalan yang hanya terdiri dari kendaraan penumpang saja. Karakteristik Penggunaan Serbuk Ban Bekas Pada Campuran Panas Asphalt Concrete Binder Coarse AC-BC – Herman Fithra
152
Teras Jurnal, Vol.1, No.2, Juni 2011
ISSN 2088-0561
Nilai stabilitas berdasarkan spesifikasi Depkimpraswil (2002) minimum adalah sebesar 800 kg. Kadar aspal 5,5% dan kadar serbuk ban bekas 50% menunjukkan nilai stabilitas tertinggi sebesar 1119 kg, hal ini disebabkan kadar serbuk ban bekas bersifat kohesi, sehingga bidang kontak antar agregat meningkat pada beton aspal campuran panas. Nilai stabilitas ditunjukkan pada gambar 5
Gambar 6 Hubungan Antara Nilai Flow dengan Variasi Serbuk Ban Bekas Flow adalah besarnya perubahan bentuk plastis dari beton aspal padat akibat adanya beban sampai batas keruntuhan. Nilai flow dipengaruhi oleh kadar aspal, viskositas aspal, gradasi agregat, dan temperatur pemadatan. Besarnya nilai flow diperoleh dari pembacaan arloji flowmeter pada pengujian Marshall. Besar dan kecilnya nilai kelelehan ( flow) sangat ditentukan oleh kadar aspal. Semakin besar kadar aspal pada campuran maka nilai kelelehan akan makin besar, begitu juga sebaliknya. Kadar aspal yang besar membuat aspal menjadi pelicin bagi campuran. Hasil penelitian menunjukkan nilai flow seperti pada gambar 6
Gambar 6 Hubungan Antara Nilai Flow dengan Variasi Serbuk Ban Bekas
Nilai flow berdasarkan spesifikasi Depkimpraswil (2002) minimum adalah sebesar 2 mm. Kadar aspal 5,5% dan kadar serbuk ban bekas 50% sebagai pengganti agregat halus menunjukkan nilai flow tertinggi yaitu sebesar 4,3 mm, hal ini disebabkan serbuk ban bekas yang ada berfungsi sebagai pelicin yang membuat campuran lebih kuat tidak cepat lelah, hal ini menaikkan nilai flow. Marshall Quotient berupa hasil bagi dari stabilitas dengan nilai kelelehan ( flow), yang dapat dipakai sebagai pendekatan terhadap tingkat kekakuan beton aspal campuran panas. Beton aspal campuran panas yang memiliki stabilitas tinggi dan flow rendah menunjukkan sifat beton aspal campuran panas kaku dan getas (brittle), sebaliknya beton aspal campuran panas yang memiliki stabilitas rendah dan flow tinggi menunjukkan sifat beton aspal campuran panas cenderung plastis. Hasil penelitian menunjukkan nilai Marshall Quotient seperti pada gambar 6 diatas. Nilai Marshall Quotient berdasarkan spesifikasi Depkimpraswil (2002) minimum adalah sebesar 200 kg. Kadar aspal 5,5% dan kadar serbuk ban bekas 50% sebagai pengganti agregat halus menunjukkan nilai MQ tertinggi yaitu sebesar 261 kg/mm, hal ini disebabkan nilai stabilitas yang sangat tinggi. Pada kadar asp-al 5,5% dan kadar serbuk ban bekas 100% sebagai pengganti agregat Karakteristik Penggunaan Serbuk Ban Bekas Pada Campuran Panas Asphalt Concrete Binder Coarse AC-BC – Herman Fithra
153
Teras Jurnal, Vol.1, No.2, Juni 2011
ISSN 2088-0561
halus menunjukkan nilai MQ terendah yaitu sebesar 191 kg/mm (tidak memenuhi spesifikasiDepkimpraswil, 2002). 5.
Kesimpulan dan Saran Dari hasil analisis dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Kadar aspal optimum ditetapkan sebesar 5,5% dari berat agregat, karena mempunyai nilai parameter Marshall yang paling optimum. 2. Penggunaan serbuk ban bekas sebesar 50% sebagai pengganti agregat halus dari batu pecah yang lolos saringan #30 dan tertahan #50 adalah yang paling baik, dikarenakan nilai stability, flow, MQ, VMA memenuhi spesifikasi Depkimpraswil 2002. 3. Penggunaan serbuk ban bekas sebagai pengganti agregat halus belum dapat digunakan karena nilai VITM dan VFWA yang ditentukan berdasarkan spesifikasi Depkimpraswil 2002 belum terpenuhi.
Dari penelitian ini dapat diberikan beberapa saran sebagai bentuk rekomendasi sebagai berikut: 1. Perlu kiranya dilakukan penelitian terus menerus tentang penggunaan serbuk ban bekas sebagai pengganti agregat halus dari batu, sehingga diperoleh formula yang paling optimum untuk menggantikan agregat halus dengan serbuk ban bekas. 2. Perlu kiranya dilakukan penelitian-penelitian lain tentang spesifikasi Depkimpraswil 2002, agar dimungkinkan untuk menggunakan material lain untuk pengganti batu pecah. 3. Perlu kiranya dilakukan penelitian tentang susunan kimia dari serbuk ban bekas setelah dicampur dengan aspal dan agregat batu pecah. Daftar Kepustakaan
1. AASHTO, 1986, Guide for Design of Pavement Structures, 444n. Capital Street, N.W., Suite 225, Washington, D. C. 20001 2. Anonim, 2002, Spesifikasi Campuran Beraspal Panas, Badan Penelitian dan Pengembangan Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Prasarana Transportasi, Depkimpraswil 3. Asphalt Institute, 1997, Mix Desig Methodes For Asphalt Concrete and Other Hot-Mix Types , Manual Series No.2 (MS-2), Sixth Edition, Lexington, Kentucky, USA. 4. Fithra, 2008, Pengaruh Rendaman Air laut Terhadap Durabilitas Beton Aspal Campuran Panas , Jurnal Samudra Vol.2 Nomor 1, Mei 2008, LPPM, Universitas Malikussaleh. 5. Sjahdanulirwan, 2009, Kelebihan Serta kekurangan Perkerasan Beraspal dan Beton , Jurnal Jalan dan Jembatan, Penerbit Puslitbang Jalan dan Jembatan, Bandung. 6. Sugiyanto G, 2008, Kajian Karakteristik Campuran Hot Rolled Asphalt Akibat Penambahan Limbah Serbuk Ban Bekas, Jurnal Teknik Sipil UNSOED Volume 8 Nomor 2, halaman 91–104, Purwokerto. 7. Totomihardjo, S., 2004, Bahan dan Struktur Jalan Raya, Biro Penerbit KMTS FT UGM, Yogyakarta. Karakteristik Penggunaan Serbuk Ban Bekas Pada Campuran Panas Asphalt Concrete Binder Coarse AC-BC – Herman Fithra
154