BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Anak Usia Prasekolah
1. Definisi Anak Usia Prasekolah Anak prasekolah adalah anak yang usianya 3 sampai 6 tahun, periode ini yang berasal dari waktu anak-anak dapat bergerak sambil berdiri sampai mereka masuk sekolah. Anak-anak pada usia ini membutuhkan bahasa dan hubungan sosial yang lebih luas, mempelajari standar peran, memperoleh kontrol dan penguasaan diri, semakin menyadari sifat ketergantungan dan kemandirian, dan mulai membentuk konsep diri. Kontrol mereka terhadap fungsi tubuh, pengalaman periode perpisahan yang pendek dan panjang, kemampuan berinteraksi secara kerja sama dengan anak lain dan orang dewasa, penggunaan bahasa dan simbolisasi mental, meningkatnya rentang perhatian dan memori mempersiapkan untuk periode masa sekolah (Wong, 2009). 2. Ciri Umum Usia Anak Prasekolah Ciri-ciri anak usia prasekolah meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak menurut Snowman yang dikutip oleh Dewi, dkk tahun (2015). a.
Ciri Fisik Anak Usia Prasekolah Anak usia prasekolah umumnya sangat aktif. Mereka telah memiliki penguasaan terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri. Setelah anak melakukan berbagai kegiatan, anak
12
13
membutuhkan istirahat yang cukup. Otot – otot otot besar pada anak usia prasekolah lebih berkembang dari kontrol terhadap jari dan tangan. Anak masih sering mengalami kesulitan apabila harus memfokuskan pandangannya pada objek-objek obje k-objek yang kecil ukurannya, itulah sebabnya kordinasi tangan dan matanya masih kurang sempurna. Rata-rata kenaikan berat badan pertahun sekitar 16,7-18,7kg dan tinggi sekitar 103-110cm. Mulai terjadi erupsi gigi permanen. b.
Ciri Sosial Anak Usia Prasekolah Anak usia prasekolah biasanya mudah bersosialisasi dengan orang yang disekitarnya. Biasanya mereka mempunyai sahabat yang berjenis kelamin sama. Kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak terlalu terorganisasi secara baik, oleh karena itu kelompok tersebut cepat berganti-ganti. Anak menjadi sangat mandiri, agresif secara fisik dan verbal, bermain secara asosiatif, dan mulai mengeksplorasi seksualitas.
c.
Ciri Emosional Anak Usia Prasekolah Anak cenderung mengekpresikan emosinya dengan bebas dan terbuka. Sikap sering marah dan iri hati sering diperlihatkan.
d.
Ciri Kognitif Anak Usia Prasekolah Anak usia prasekolah umumnya telah terampil dalam bebahasa. Sebagian
besar
dari
mereka
senang
bicara,
khususnya
dalam
kelompoknya. Sebaiknya anak diberi kesempatan untuk berbicara. Sebagian dari mereka perlu dilatih untuk menjadi pendengar yang baik.
14
3. Karakteristik Tumbuh Kembang Anak Prasekolah a. Perkembangan Fisik Anak Usia Prasekolah Menurut Wong tahun (2009) pertumbuhan fisik pada anak prasekolah melambat dan semakin stabil selama usia prasekolah. Proporsi fisik tidak lagi menyerupai anak toodler dalam posisi jongkok dan perut yang gembung. Postur anak prasekolah lebih langsing tetapi kuat, anggun, tangkas dan tegap. Akan lebih dijelaskan fisik anak prasekolah secara lebih rinci sebagai berikut: 1) Perkembangan Fisik Anak Usia 3 tahun Bertambahnya berat badan biasanya 1,8-2,7 kg per tahun, rata-rata berat badan 14,6 kg. Penambahan tinggi badan 7,5 cm per tahun. Rata-rata tinggi badan 95cm. 2) Perkembangan Fisik Anak Usia 4 tahun Rata-rata berat badan 16,7 kg. Rata-rata tinggi 103 cm. 3) Perkembangan Fisik Anak Usia 5 tahun Rata-rata berat badan 18,7 kg. Rata-rata badan 110 cm. Erupsi gigi sudah mulai, dominasi tangan sudah tercapai (sekitar 90% tidak kidal). 4) Perkembangan Fisik Anak Usia 6 tahun Laju pertambahan berat badan dan tinggi melambat. Berat badan1623,6 kg. Tinggi badan 106,6-123,5 cm. Gigi seri dibagian tengah mandibularis muncul.
15
b. Perkembangan Motorik Usia Prasekolah Menurut Wong tahun (2009) perkembangan motorik baik motorik kasar maupun motorik halus adalah sebagai berikut : 1)
Motorik Kasar a)
Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 3 tahun Dapat mengendarai sepeda roda tiga, melompat dari anak tangga terbawah, berdiri dengan satu kaki selama beberapa detik, menaiki tangga dengan kaki kanan dan kiri secara bergantian mungkin masih menggunakan dua kaki tiap tingkat untuk turun, melompat
jauh
mungkin
mencoba
untuk
menari
tetapi
keseimbangan mungkin belum adekuat. b)
Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 4 tahun Lompat tali dan melompat dengan satu kaki, menangkap bola dengan baik, berjalan menuruni tangga dengan kaki kanan-kiri secara bergantian
c)
Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 5 tahun Lompat tali dan melompat dengan kaki kanan-kiri secara bergantian, melempar dan menangkap bola dengan baik, bermain papan luncur dengan keseimbangan yang baik, berjalaan mundur dengan tumit ke jari, melompat dari ketingggian 30cm dan mendarat pada jari kaki, keseimbangan berjalan dengan kaki kanan-kiri secara bergantian dengan mata tertutup.
16
d)
Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 6 tahun Ketangakasan meningkat secara bertahap, usia 6 tahun usia yang aktif, menggunakan jari untuk mengambil makanan, menyadari bahwa tangan merupakan alat.
2) Motorik Halus a)
Perkembangan Motorik Halus Anak Usia 3 tahun ta hun Membangun menara dari 9 atau 10 kubus, membangun jembatan dengan tiga kubus, dengan mahir memasukkan pellet kecil ke dalam botol berleher sempit, dalam menggambar, menjiplak lingkaran, menirukan gambar silang, menamakan apa yang telah digambarkannya, tidak mampu menggambar figur yang tepat tetapi dapat membuat lingkaran dengan karakteristik wajah.
b)
Perkembangan Motorik Halus Anak Usia 4 tahun ta hun Menggunakan gunting dengan berhasil untuk memotong gambar mengikuti garis, dapat mengikat tali sepatu tetapi tidak dapat membuat simpul, dalam menggambar menjiblak sebuah segi empat, mengikuti gambar silang dan wajik, tambahan tiga bagian untuk membentuk suatu suatu gambar.
c) Perkembangan Motorik Halus Anak Usia 5 tahun ta hun Mengikat tali sepatu, menggunakan gunting dan peralatan sederhana, atau pensil dengan sangat baik, dalam menggambar menjiplak sebuah gambar wajik dan segitiga; tambahkan tujuh
17
sampai sembilan bagian untuk membentuk suatu gambar cetak beberapa surat, nomor atau kata-kata; sepeti nama pertama. d) Perkembangan Motorik Halus Anak Usia 6 tahun ta hun Senang menggambar, mencetak, mewarnai. c.
Perkembangan Bahasa Usia Prasekolah Menurut Huttenlocker dan Wong pada 2009 Perkembangan bahasa pada usia anak prasekolah lebih canggih dan lebih kompleks dibanding dengan usia toodler. Bahasa menjadi model komunikasi dan interaksi sosial yang utama. Peningkatan perbendaharaan kata sangat dramasis dari 300 kata menjadi lebih dari 2100 kata. 1)
Perkembangan Bahasa Anak usia 3 tahun Anak usia 3 tahun membentuk kalimat yang terdiri atas sekitar 3 sampai 4 kata dan hannya memasukan kata-kata terpenting dalam menyampaikan telegrafik karena kalimatnya yang singkat. Anak berusia 3 tahun banyak sekali bertanya dan menggunakan bentuk jamak, kata ganti yang benar, dan bentuk lampau dari kata kerja mereka dapat menyebutkan nama objek yang dikenal seperti binatang, bagian tubuh, kerabat dan teman. Mereka berbicara berulang-ulang tanpa, tanpa memperhatikan apakah ada orang yang mendengarkan atau menjawabnya. Mereka menikmati musik atau berbicara dengan mainan atau boneka serta meniru menggunakan kata kata baru yang fasih.
18
2)
Perkembangan Bahasa Anak Usia 4 tahun Anak prasekolah menggunakan kalimat lebih panjang yang terdiri atas empat sampai lima kata dan menggunakan lebih banyak kata untuk memyampaikan pesan seperti kata depan, kata sifat, dan macam-macam kata kerja. Mereka mematuhi perintah arahan sederhana, seperti seperti “Letakan bola di kursi”, tetapi hanya dapat melakukan sebuah permintaan pada satu waktu. Mereka bisa menjawab pertanyaan seperti “Apa yang kamu lakukan bila lapar?” dengan menjelaskan tindakan yang benar.
3)
Perkembangan Bahasa Anak Usia 5 tahun Usia 5 tahun anak menggunakan semua bentuk percakapan dengan benar. Mereka dapat mendefinisikan hal-hal sederhana dengan menjelaskan kegunaan, bentuk, atau kategori klasifikasi yang umum, daripada hanya menjelaskan penampilan luarnya. Misalnya, mereka mendefinisikan mendefinisikan bola sebagai “bulat”, sesuatu yang dapat memantul atau sebuah mainan. Mereka dapat menyebutkan lawan kata, seperti” Apabila ibu wanita maka ayah adalah pria.”
4) Perkembangan Bahasa Anak Usia 6 tahun Ketika mencapai 6 tahun, mereka dapat menjelaskan suatu benda sesuai ses uai dengan komposisinya, seperti “Sendok dibuat dari logam”.
19
d. Perkembangan Sosial Usia Prasekolah Menurut Wong tahun (2009) anak prasekolah telah mengatasi banyak ansietas yang berhubungan dengan orang asing dan ketakutan akan perpisahan pada tahun-tahun sebelumnya. Mereka dapat berhubungan dengan orang yang tidak dikenal dengan mudah dan menoleransi perpisahan singkat dari orang tua dengan sedikit atau tanpa prostes. Namun mereka masih membutuhkan keamanan dari orang tua, penerangan, bimbingan, dan persetujuan, terutama ketika memasuki masa prasekolah atau sekolah dasar. 1) Perkembangan Sosial Anak Usia 3 tahun. Berpakaian sendiri hampir sempurna jika dibantu memasang kancing dibelakangnya dan diajari tentang mana sepatu kanan dan kiri, memasang sepatu, memiliki rentan perhatian yang lebih luas, makan sendiri dengan sempurna, dapat menyiapkan makanan sederhana seperti sereal dan susu dingin, dapat membantu menata meja seperti dapat mengeringkan tanpa memecahkan
piring,
memiliki
ketakutan
terutama
pada
kegelapan untuk pergi tidur, mengetahui jenis kelamin sendiri dan orang lain, bermain bersifat pararel dan asosiatif seperti mulai mempelajari permainan sederhana tetapi sering kali mengikuti aturannya sendri dan mulai berbagi.
20
2) Perkembangan Sosial Anak Usia 4 tahun Sangat mandiri, cenderung egois dan tidak sabar, agresif secara fisik dan mental, merasa bangga akan keberhasilan, mood mudah berubah, suka memperlihatkan sesuatu secara dramatis, suka menghibur orang lain, menceritakan riwayat keluarga kepada orang lain tanpa beban, masih memiliki banyak ketakutan, permainan asosiatif,
teman
main
imaginer
adalah
biasa,
menggunakan peralatan dramatis, imaginatif, dan imitatif, eksplorasi
dan
keingintahuan
seksual
ditunjukan
melalui
permainan seperti menjadi “dokter” atau “perawat”. 3) Perkembangan Sosial Anak Usia 5 tahun Sifat pemberontak, dan menyukai percekcokan lebih jarang dari usia 4 tahun, lebih mapan dan memiliki hasrat besar dalam menjalankan kesibukan, pikiran dan perilaku tidak sama terbuka dan terjaukaunya dengan tahun-tahun sebelumnya, mandiri tetapi dapat dipercaya seperti tidak keras kepala dan lebih tanggung jawab, ketakutannya lebih sedikit seperti percaya pada otoritas di luar
untuk
megontrol
dunia,
sangat
berkeinginan
untuk
melakukan sesuatu dengan benar dan menyenangkan orang lain, seperti berusaha hidup dalam aturan, perilakunya lebih baik, mengasuh diri sendiri secara total tetapi terkadang perlu supervisi dalam berpakaian atau higiene, tidak siap untuk berkonsentrasi pada pekerjaan dekat atau cetakan kecil karena
21
agak rabun dekat dan koordinasi mata-tangannya masih belum halus, bermain bersifat sosiatif dengan mencoba mengikuti aturan tetapi mungkin bermain curang untuk menghindari kekalahan. 4) Perkembangan Sosial Anak Usia 6 tahun Dapat berbagi dan bekerja sama dengan lebih baik, memiliki kebutuhan yang besar untuk anak-anak seusianya, untuk menang akan melakukan kecurangan, sering melakukan permainan yang kasar, sering merasa cemburu terhadap adiknya, melakukan tindakan yang sering dilihat dilakukan oleh orang dewasa, memiliki perilaku yang kadang-kadang suka marah ( temper tantrum), tantrum), anak menjadi pembohong besar, anak lebih mandiri kemungkinan dipengaruhi oleh sekolah, mempunyai cara sendri dalam melakukan sesuatu, dan peningkatan sosialisasi. e. Perkembangan Psikososial Usia Prasekolah Menurut Erikson Erikson yang dikutip oleh Dewi, dkk dkk tahun (2015) (2015) anak usia prasekolah berada dalam tahap ke-3 inisiatif vs kesalahan. Tahap ini dialami pada anak usia 4-5 tahun. Antara usia 3 dan 6 tahun,
anak
menghadapi
krisis
psikososial
dimana
Erikson
mengistilahkannya sebagai inisiatif melawan rasa bersalah (initiative (initiative versus guilt ). ). Pada usia ini, anak secara normal telah menguasai rasa otonomi dan memindahkan untuk menguasai rasa inisiatif. Anak prasekolah adalah anak seseorang pembelajar yang energik,
22
antusiasme
dan
pengganggu
dengan
imajinasi
yang
aktif.
Perkembangan rasa bersalah terjadi pada waktu anak dibuat merasa bahwa imajinasi dan aktivitasnya tidak dapat diterima. Anak prasekolah mulai menggunakan lasana sederhana dan dapat bertoleransi terhadap keterlambatan pemuasan dalam periode yang lama. f.
Perkembangan Kognitif Usia Prasekolah Menurut Piaget yang dikutip oleh Dewi, dkk tahun (2015), perkembangan kognitif anak usia prasekolah masih termasuk pada tahap pra oprasional. Tahap ini ditandai oleh adanya pemakaian kata-kata lebih awal dan memanipulasi simbol-simbol yang menggambarkan objek atau benda dan keterikatan atau hubungan diantara mereka. Tahap pra-oprasional ini juga ditandai oleh beberapa hal, antara lain : egosentrisme, ketidakmatangan pikiran/ ide/ gagasan tentang sebab-sebab dunia di fisik, kebingungan antara simbol dan objek yang mereka wakili, kemampuan untuk fokus pada satu dimensi pada satu waktu dan kebingungan tentang identitas orang dan objek. g. Perkembangan Moral Usia Prasekolah Perkembangan moral menurut Kohlberg yang dikutip oleh Dewi, dkk tahun (2015) anak prasekolah berada pada tahap pre konvensional pada tahap perkembangan moral yang berlangsung sampai usia 10 tahun. Pada fase ini, kesadaran timbul dan
23
penekanannya pada kontrol eksternal. Standar moral anak berada pada orang lain dan ia mengobservasi mereka untuk menghindari hukuman dan mendapatkan ganjaran. h. Perkembangan Spiritual Usia Prasekolah Pengetahuan anak tentang keyakinan dan agama dipelajari dari orang lain yang bermakna dalam lingkungan mereka, biasanya dari orang tua dan praktik keagamaan mereka. Namun, pemahaman anak kecil mengenai spiritualitas dipengaruhi oleh tingkat kognitifnya. Anak prasekolah memiliki konsep konkret menganai Tuhan dengan karakteristik fisik, sering kali menyerupai teman imaginer mereka. Mereka mengerti kisah sederhana dari kitab suci dan menghapal doa-doa yang singkat, tetapi pemahaman mereka mengenai makna ritual ini masih terbatas. Mereka memperoleh manfaat dari penjelasan konkret yang diberikan oleh pemuka agama, seperti gambar kitab suci dan cerita tentang kelahiran utusan Tuhan mereka. Perkembangan kesadaran sangat terkait dengan perkembangan spiritual. Pada usia ini anak mempelajari kebenaran dari kesalahan dan perilaku dengan benar untuk menghindari hukuman. Perbuatan salah menimbulkan perasaan bersalah, dan anak prasekolah sering kali mengartikan penyakit sebagai hukuman akibat pelanggaran mereka yang nyata atau khayalan. Penting bagi anak untuk memandang Tuhan sebagai pemberi cinta tanpa syarat, bukan
24
sebagai hakim dari perilaku baik atau buruk. Berdoa kepada Tuhan dan mengobservasi tradisi keagamaan. Misalnya berdoa sebelum makan atau tidur dapat membantu anak melalui periode stres (Wong, 2009). i.
Perkembangan Citra Tubuh Usia Prasekolah Masa
prasekolah
memainkan
peranan
penting
dalam
perkembangan citra tubuh. Dengan menigkatnya pemahaman bahasa, anak prasekolah mengenali bahwa individu memiliki penampilan yang diinginkan. Mereka mengenali perbedaan warna kulit dan identitas rasial serta rentan mempelajari prasangka dan bias. Mereka menyadari makna kata seperti “cantik” atau “buruk”, dan penampilan mereka mencerminkan pendapat orang lain. Pada usia 5 tahun anak mulai membandingkan ukuran tubuhnya dengan teman sebaya dan bisa menjadi sadar bahwa mereka tinggi atau pendek, terutama jika orang lain mengatakan mereka “sangat besar” atau “sangat kecil” untuk usia mereka. Meskipun perkembangan citra tubuh telah maju, anak prasekolah tidak dapat mendefinisikan ruang lingkup tubuhnya dengan baik dan mereka hanya memiliki sedikit pengetahuan megenai
anatomi
internalnya.
Pengalaman
tertusuk
sangat
menakutkan, terutama yang mengganggu integritas kulit, seperti injeksi dan pembedahan. Ada ketakutan bahwa jika kulit “terluka”, semua darah dan bagian “dalam tubuh” mereka dapat bocor ke luar.
25
Oleh karena itu balutan menjadi sangat penting untuk menjaga segala sesuatu supaya tidak ke luar (Wong, 2009). j.
Perkembangan Seksualitas Usia Prasekolah Perkembangan seksual selama masa ini merupakan fase yang sangat penting untuk identitas dan kepercayaan seksual individu secara menyeluruh. Anak prasekolah membentuk kelekatan yang kuat
dengan
orang
tua
yang
berlawanan
jenis
kelamin
mengidentifikasi orang tua yang berjenis kelamin sama. Saat indentitas seksual berkembang melebihi pengenalan gender, maka kerendahan hati menjadi perhatian, begitu juga ketakutan adanya mutilasi. Terjadi peran seks, dan “berdandan seperti ibu atau ayah” merupakan aktivitas penting. Perilaku dan respons orang lain terhadap permainan peran dapat mengondisikan anak untuk memandang dirinya sendiri atau orang lain. Misalnya Misalnya komentar seperti “Anak lelaki tidak boleh bermain boneka” dapat mempengaruhi konsep diri anak lelaki mengenai maskulinitas. Eksplorasi seksual mungkin kini lebih menonjol dari sebelumnya, terutama dalam hal eksplorasi dan manipulasi genital. Pertanyaan mengenai reproduksi seksual bila sampai ke bagian depan pencarian pemahaman anak prasekolah (Wong, 2009).
26
k. Perkembangan Bermain Usia Prasekolah Usia anak prasekolah dapat dinyatakan sebagai masa bermain, karena setiap waktunya diisi dengan kegiatan bermain yang dimaksud dengan kegiatan bermain disini adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan kebebasan batin untuk memperoleh kesenangan. Terdapat beberapa permainan anak, yaitu sebagai berikut : 1) Permainan fungsi (permainan gerak), seperti meloncat-loncat, naik dan turun tangga berlari-larian, nermain tali dan bermain bola. 2) Permainan fisik, seperti menjadikan kursi sebagai kuda, main sekolah-sekolahan
dagang-dagangan,
perang-perangan,
dan
masak-masakan. 3) Permainan reseptif atau apresiatif, seperti membuat kue dari tanah liat, membuat gunung pasir, membuat kapal-kapalan dari kertas, membuat gerobak dari kulit jeruk, membentuk bangunan rumah-rumahan dari potong-potongan kayu (plastik) dan membuat senjata dari pelepah daun pisang. 4) Permainan prestasi, seperti sepak bola, bola voli tenis meja dan bola basket. Secara psikologis bermain mempunyai nilai-nilai yang sangat berharga bagi anak, diantaranya: 1) Anak memperoleh perasaan senang, puas, bangga.
27
2)
Anak dapat mengembangkan sikap percaya diri, tanggung jawab dan koopertif (mau bekerja sama).
3)
Anak dapat mengembangkan daya fantasi, atau kreativitas (terutama permainan fiksi).
4)
Anak mengenal aturan aturan ataun norma yang berlaku dalam kelompok serta belajar untuk menaatinya.
5)
Anak dapat memahami bahwa baik dirinya maupun orang lain sama-sama mempunyai kelebihan dan kekurangan.
6)
Anak dapat mengembangkan sikap sportif, tenggang rasa atau toleran terhadap orang lain (LN Yusuf, 2015)
4. Tugas Perkembangan Usia Prasekolah Menurut LN Yusuf tahun (2015) tugas-tugas perkembangan ini berkaitan dengan sikap, perilaku atau keterampilan yang seyogianya dimiliki oleh individu, sesuai dengan usia atau fase perkembangannya. a. Pada fase usia prasekolah dimulai sebelum usia 4 tahun tugas perkembangannya belajar buang air kecil dan buang air besar. Anak
pada
mengompol
umumnya karena
belum
dapat
perkembangan
mengatasi
syaraf
yang
(menahan) mengatur
pembuangan belum sempurna. Untuk memberikan pendidikan kebersihan, cukup dengan pembiasaan saja, yaitu setiap kali mau buang air, bawalah anak ke WC tanpa banyak memberikan penerangan kepadanya.
28
b. Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin. Melalui observasi (pengamatan) anak dapat melihat tingkah laku, bentuk fisik dan pakaian yang berbeda antara jenis kelamin yang satu s atu dengan yang lainnya. Dengan cara tersebut, anak dapat mengenal perbedaan anatomis pria dan wanita. Agar pengenalan terhadap jenis kelamin itu berjalan normal, maka orang tua memperlakukan anaknya baik dalam memberikan alat mainan, pakaian, maupun aspek lainnya sesuai dengan jenis kelamin anak. c. Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis. Keadaan jasmani anak sangat stabil dibanding dengan orang dewasa. Anak cepat sekali merasakan perubahan suhu sehingga temperatur badannya mudah berubah. Untuk mencapai kestabilan jasmaniah, bagi anak diperlukan waktu sampai usia 5 tahun. d. Membentuk konsep-konsep (pengertian) sederhana kenyataan sosial, alam. Anak belajar bahwa benda-benda khusus di kelompokandan diberi satu nama seperti ayam, kambing, kucing dapat disebut binatang.untuk mencapai kemampuan tersebut (mengenal pengertian- pengertian) diperlukan kematangan sistem syaraf, pengalaman dan bimbingan dari orang dewasa. e. Belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang tua, saudara, dan orang lain. Misalnya apabila anak anak memperoleh pergaulan dengan orang tuanya itu menyenangkan, maka cenderng akan bersikap ramah dan ceria.
29
f. Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk, yang berarti mengembangkan kata hati. Pada mulanya anak belajar apa yang dilarang itu berati buruk atau salah dan apa yang diperbolehkan itu baik atau benar. Perkembangan selanjutnya terjadi te rjadi melalui nasihat, bimbingan, buku-buku buku-buku bacaan dan analisis pikiran sendiri.
B. Konsep Tumbuh Kembang Anak
1. Definisi Tumbuh Kembang Anak Istilah tumbuh kembang sebenernya mencangkup 2 peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan per definisi adalah sebagai berikut : a.
Pertumbuhan ( growth) growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound , kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).
b.
Perkembangan (development (development ) adalah bertambahnya kemampuan ( skill skill ) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel sel -sel tubuh,
jaringan
berkembang memenuhi
tubuh,
sedemikian fungsinya.
organ-organ rupa
dan
sehingga
Termasuk
juga
sistem
organ
yang
masing-masing
dapat
perkembangan
emosi,
30
intelektual
dan
tingkah
laku
sebagai
hasil
interaksi
dengan
lingkungan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai dampak terhadap
aspek
fisik,
sedangkan
perkembangan
berkaitan
dengan
pematangan fungsi organ/ individu. Walaupun demikian, kedua peristiwa itu terjadi secara sinkron pada setiap seti ap individu (Soetjiningsih, 2012). 2.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak Menurut Riyadi dan Intarti tahun (2012) Setiap orang tua akan mengaharapkan anaknya tumbuh dan berkembang secara sempurna tanpa mengalami hambatan apapun. Namun ada banyak faktor yang dapat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan
anak
tersebut dimana ada sebagian anak yang tidak selamanya tahapan tumbuh kembangnya sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orang tua. a. Faktor Herediter Herediter atau keturunan merupakan faktor yang tidak dapat untuk dirubah ataupun dimodifikasi, ini merupakan modal dasar untuk mendapatkan hasil akhir dari proses tumbuh kembang anak. Melalui intruksi genetic yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi dapatlah ditentukan kualitasndan kuantitias pertumbuhan. Termasuk dalam factor genetik ini adalah jenis kelamin dan suku bangsa atau ras. Misalnya, anak keturunan bangsa Eropa akan lebih tinggi dan lebih besar jika dibandingkan dengan keturunan Asia termasuk Indonesia, pertumbuhan postur tubuh wanita akan berbeda dengan laki-laki.
31
b. Faktor Lingkungan 1) Lingkungan Internal Hal yang berpengaruh diantaranya adalah hormon dan emosi. Ada tiga hormon yang mempengaruhi pertumbuhan anak, hormon somatotropin merupakan hormon yang mempengaruhi jumlah sel tulang,
merangsang
sel
otak
pada
masa
pertumbuhan,
berkurangnya hormon ini dapat menyebabkan gigantisme menyebabkan gigantisme.. Hormon tiroid akan mempengaruhi pertumbuhan tulang, kekurangan hormon ini kretinesme kretinesme dan hormon gonadotropin gonadotropin yang berfungsi untuk merangsang perkembangan seks laki-laki dan memproduksi spermatozoa, spermatozoa, sedangkan estrogen merangsang perkembangan seks sekunder wanita dan memproduksi sel telur, jika kekurangan hormon gonatropin gonatropin ini
akan
manyebabkan
terhambatnya
perkembangan seks. Terciptanya hubungan seks yang hangat dengan orang lain seperti ayah, ibu, saudara, teman sebaya, guru dan sebagainya akan berpengaruh besar terhadap perkembangan emosi, sosial, dan intelektual anak. Cara seorang anak dalam berinteraksi denha orang tua akan mempengaruhi interaksi anak diluar rumah. Pada umumnya
anak
yang
tahap
perkembangannya
baik
akan
mempunyai intelegensi yang tinggi dibandingkan dengan anak yang tahap perkembangannya terhambat.
32
2) Lingkungan Eksternal Dalam
lingkungan
ekternal
ini
banyak
sekali
yang
mempengeruhinya, diantaranya adalah kebudayaan, kebudayaan suatu daerah akan mempengaruhi kepercayaan, adat kebiasaan dan tingkah laku dalam bagaimana orang tua mendidik anaknya. Status sosial ekonomi keluarga juga berpengaruh, orang tua yang ekonomi menengah ke atas dapat dengan mudah menyekolahkan anaknya di sekolah-sekolah yang berkualitas, sehingga mereka dapat menerima atau mengadopsi cara-cara baru bagaimana cara merawat anak dengan baik. Status nutrisi pengaruhnya juga sangat besar, orang tua dengan ekonomi lemah bahkan tidak mampu memberikan makanan tambahan buat bayinya, sehingga bayi akan kekurangan asupan nutrisi yang akibat selanjutnya daya tahan tubuh akan menurun dan akhirnya anak akan jatuh sakit.Olahraga yang teratur dapat meningkatkan sirkulasi darah dalam tubuh, aktivitas fisiologis dan stimulasi terhadap perkembangan otot-otot, posisi anak dalam keluarga ditengarai juga berpengaruh, anak pertama akan menjadi pusat perhatian orang tua, sehingga semua kebutuhan dipenuhi baik itu kebutuhan fisik, emosi maupun sosial. c. Faktor Pelayanan Kesehatan Adanya pelanyanan kesehatan yang memadai yang ada di sekitar lingkungan dimana anak tumbuh dan berkembang, diharapkan tumbuh
33
kembang anak di pantau. Sehingga apabila terdapat sesuatu hal yang sekiranya
meragukan
atau
terdapat
keterlambatan
dalam
perkembangannya, anak dapat segera mendapat pelayanan kesehatan dan diberikan solusi pencegahannya.
C. Konsep Ibu Bekerja
1. Definisi Ibu Bekerja Menurut Encyclopedia of Child’s Health, Health, ibu bekerja adalah seorang ibu yang bekerja diluar rumah untuk mendapatkan penghasilan disamping membesarkan dan mengurus anak di rumah (Putri, 2013). Menurut Haryani, (2014) Ibu bekerja adalah seorang ibu yang bekerja untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Ibu bekerja adalah ibu yang melakukan suatu kegiatan di luar rumah dengan tujuan untuk mencari nafkah tambahan untuk keluarga (Santrock ,2007 dalam Imaniah, 2013). Jadi, dapat disimpulakan bahwa Ibu yang bekerja adalah dimana seorang wanita yang telah menikah dan mempunyai anak yang berperan serta dalam mencari nafkah dengan bekerja di luar rumah. Tujuan ibu bekerja, salah satunya adalah suatu bentuk aktualisasi diri guna menerapkan ilmu yang telah dimiliki ibu dan menjalin hubungan sosial dengan orang lain dalam bidang pekerjaan yang dipilihnya (Santrock, 2007 dalam Imaniah, 2013). Semakin puas seorang ibu dengan status pekerjaannya, semakin efektif ia sebagai orang tua. Kerena pada dasarnya bukanlah pekerjaannya yang mempengaruhi sang anak tetapi
34
tergantung kepada seberapa banyak waktu dan energi yang dia sia-siakan untuk anak mereka dan model peran apa yang di hadirkan untuk anak mereka (Papalia, 2010). 2. Dampak Ibu Bekerja Terhadap Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Status ibu bekerja tentu saja memilki dampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, khususnya anak prasekolah. Dampak tersebut dibagi menjadi dua yaitu dampak positif dan dampak negatif. a. Dampak positif ibu bekerja Pada saaat ini banyak Ibu yang bekerja, disamping bertujuan untuk membantu perekonomian keluarga juga untuk mengembangkan kariernya (Soetjiningsih, 2012). Ibu yang bekerja akan memiliki penghasilan yang dapat menambah pendapatan rumah tangga. Ibu bekerja akan lebih memiliki akses dan kuasa dari pendapatan yang dihasilkan untuk keperluan anak mereka (UNICEF, 2007 dalam Mifta Dwi Imaniah, 2013). 2013). Anak dari ibu yang bekerja sebagian sebagian diawasi oleh ayah mereka, kakek, keluarga lain, pengasuh anak atau di titipkan di tempat penitipan anak. Anak yang berada di tempat penitipan anak memiliki interaksi sosial yang baik, kemampuan kognitif yang baik, dan lebih aktif di bandingkan anak yang hanya berada di rumah (Imaniah, 2013). Sebagaimana
penitipan
anak
prasekolah
program
pendidikan
pascasekolah yang baik, anak-anak terutama anak laki-laki dalam program lepas sekolah yang terorganisir yang ditandai dengan
35
pemograman fleksibel f leksibel dan emosional positif, cenderung menyesuaikan men yesuaikan diri lebih baik (Papilia, 2010). Anak dengan Ibu yang bekerja kebanyakan mereka lebih percaya diri dan akan menunjukan efek yang sangat kecil terhadap adanya perpisahan, ini berarti anak dengan ibu yang bekerja lebih jauh mandiri dibandingkan dengan anak yang ibunya tidak bekerja (Riyadi, dkk., 2012). b. Dampak Negatif Ibu Bekerja Akibat ibu bekerja maka waktu kebersamaan antara ibu dan anak akan berkurang, sehingga perkembangan mental dan kepribadian anak dapat terganggu, mereka lebih sering mengalami cemas dan merasa di buang dan akan lebih cenderung mencari perhatian di luar rumah (Mehrota, 2011 dalam Imaniah, 2013). Menurunnya frekuensi waktu kebersamaan ibu dan anak juga disebabkan oleh tipe kerja ibu. Ibu yang memiliki pekerjaan yang dikategorikan berat dapat mengalami kelelahan fisik. Akibatnya sesampainya ibu di rumah terdapat kecenderungan mereka lebih memilih untuk berisitirahat daripada mengurus anaknya terlebih dahulu. Ibu yang bekerja juga tidak dapat mengatur pola makan anak, membiarkan anak-anak mereka makan makanan yang tidak sehat, selalu menghabiskan waktu di depan televisi, dan kurang beraktivitas di luar rumah. Hal ini berakibat status gizi anak menjadi lebih atau obesitas (Fertig et al., al., 2009 dalam Imainah, 2013).
36
D. Penilaian Perkembangan Anak dengan DDST
Pada saat ini berbagai metode deteksi dini untuk mengetahui gangguan perkembangan anak yang telah te lah dibuat. Metode skrining juga telah dibuat untuk menegtahui penyakit-penyakit yang potensial dapat mengakibatkan ganguan
perkembangan
anak.
Karena
deteksi
dini
kelaianan
perkembangan anak sangat berguna, agar diagnosis maupun pemulihannya dapat dilakukan lebih awal sehingga tumbuh kembang anak dapat berlangsung optimal sesuai dengan usianya. Salah satu metode skrining perkembangan adalah DDST (Soetjiningsih, 2012). 2012). DDST adalah salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak, dan tes ini bukan tes diagnostik atau tes IQ. DDST memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang baik. Tes ini juga mudah dan cepat (15-20 menit), dan menunjukkan validitas yang tinggi. Dari beberapa penelitian ternyata DDST efektif untuk mengidentifikasi mengalami
85-100%
keterlambatan
bayi
dan
anak-anak
perkembangan,
dan
prasekolah pada
yang
“ Follow “ Follow
up”selanjutnya up”selanjutnya menunjukkan 89% dari kelompok yang abnormal mengalami kegagalan di sekolah pada waktu 5-6 tahun kemudian (Soetjiningsih, 2012). 1. Aspek Perkembangan yang Dinilai. Menurut Soetjiningsih tahun (2012) pada DDST terdapat 125 tugas perkembangan yang dinilai. Setiap tugas perkembangan digambarkan dalam bentuk kotak persegi panjang horizontal yang berurutan
37
menurut umur dalam lembar DDST. Semua tugas perkembangan disusun berdasarkan urutan perkembangan dan di atur dalam 4 kelompok besar yang disebut sektor perkembangan, yang meliputi: a. Perilaku sosial ( personal personal social ) menilai aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. b. Gerakan motorik halus ( fine fine motor adaptive) adaptive) menilai aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian bagianmtubuh tertentu dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat. c. Bahasa (language) language) menilai kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan. d. Gerakan motorik kasar ( gross motor ) Menilai aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. 2. Alat yang digunakan Soetjiningsih (2012) menjelaskan dalam menilai perkembangan anak dengan DDST terdapat beberapa peralatan yang digunakan, yaitu: a. Alat peraga yang meliputi benang wol merah, manik-manik, kubus warna (merah, kuning, hijau, dan biru), permainan anak, botol kecil, bola tenis, bel kecil, kertas, dan pensil.
38
b. Lembar formulir DDST. c. Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes dan cara penilaiannya. 3. Prosedur DDST Prosedur DDST dalam Soetjiningsih tahun (2012) terdapat beberapa tahapan, meliputi: a. Tahap pertama: secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia 3-6 bulan, 9-12 bulan, 18-24 bulan, 3 tahun, 4 tahun, dan 5 tahun. b. Tahap kedua: dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan perkembangan pada tahap pertama dan kemudian dilanjutkan dengan evaluasi diagnostik yang lengkap. 4. Penilaian Pada lembar DDST dalam Soetjiningsih tahun (2012) terdapat petunjuk dalam melakukan penilaian apakah anak lulus ( Passed = = P), gagal ( Fail = F), manolak ( Refusal =R) =R) ataukah anak tidak mendapat kesempatan melakukan tugas ( No Opportunity Opportunity = N.O). Kemudian ditarik garis berdasarkan umur kronologis yang memotong garis horizontal tugas perkembangan pada formulir DDST. Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P berapa yang F, dan berapa
yang
R
selanjutnya
diklasifikasikan dalam 3 bagian:
berdasarkan
pedoman,
hasil
tes
39
a. Abnormal hasil tes dinyatakan abnormal apabila didapatkan dua atau lebih keterlambatan, pada dua sektor atau lebih. Apabila dalam satu sektor atau lebih didapatkan dua atau lebih keterlamabatan ditambah satu sektor atau lebih dengan satu keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia. b. Meragukan Hasil tes dinyatakan meragukan apabila pada satu sektor didapatkan dua keterlambatan atau lebih. Bila pada satu sektor atau lebih didapatkan satu keterlambatan dan pada sektor yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia. c. Tidak dapat dites apabila anak menolak ketika dites yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau meragukan. d. Normal Semua yang tidak tercantum dalam kriteria tersebut diatas.
Bila dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah dan sama dengan atau lebih l ebih dari 15 hari har i dibulatkan keatas. keatas . Bila tugas-tugas yang gagal dikerjakan berada pada kubus yang terpotong oleh garis vertical umur, maka ini bukan suatu keterlambatan, karena pada kontrol lebih lanjut masih mungkin terdapat perkembangan lagi.
40
Pada ujung kotak sebelah kiri terdapat kode-kode R dan nomor. nomor. Kalau terdapat kode R maka tugas perkembangan cukup ditanyakan pada orang tuanya, sedangkan bila terdapat kode nomor maka tugas perkembangan dites sesuai petunjuk dibalik formulir. Pada hasil penilaian DDST, dikatakan tugas perkembangan tercapai apabila hasil penilaian normal, dan dikatakan tugas perkembangan tidak tercapai apabila hasil penilaian abnormal dan meragukan (Soetjiningsih, 2012).
E. Keterkaitan Perkembangan Anak Usia Prasekolah dengan Status Ibu Yang Bekerja
Perkembangan anak berawal dari keluarga serta dipengaruhi oleh keterlibatan ibu dalam kegiatannya. Peran ibu dalam mengasuh dan mendidik anak merupakan pekerjaaan yang paling terhormat dan membutukan ketrampilan. Terlaksananya tugas ini sangat penting bagi pemeliharaan dan perlindungan anak terutama di masa-masa awal pertumbuhannya. Dalam perkembangan
anak
terdapat
masa
stimulus/rangsangan agar potensi anak
kritis
yang
memerlukan
berkembang sehingga memerlukan
perhatian dari orang tua. Perkembangan psikososial anak sangat dipengaruhi oleh interaksi antara anak dengan orang tua (Soetjiningsih, 2012). Ibu yang tidak menjalankan perannya sebagai pendidik dan pembimbing anak, dapat menyebabkan anak yang terabaikan, karena ibu kurang meluangkan
waktunya.
Kuantitas
waktu
yang
diberikan
ibu
sangat
berhubungan langsung dengan kualitas hubungan antara ibu dan anak
41
(Ratnayati, 2012 dalam Imaniah, 2013). Status pekerjaan ibu berpengaruh terhadap tingkat kemandirian anak usia prasekolah. Gagalnya kemandirian anak merupakan faktor penentu perkembangan anak berikutnya. Ibu yang bekerja perlu memanfaatkan waktu yang relatif terbatas dengan memperbaiki mutu interaksi yang dilakukannya. Sebaiknya ibu lebih mementingkan kualitas hubungan yang baik bersama anak daripada kuantitasnya. lbu yang bekerja harus mempunyai kiat-kiat dalam membentuk lingkungan yang kondusif misalnya memanfaatkan waktu yang dimiliki ibu untuk melatih kemandirian anak, memberi perhatian penuh kepada anak dalam berbagai masalah, mengarahkan pola pikir anak agar lebih memahami situasi yang dihadapi (Apisah, 2008 dalam Imaniah, 2013).
42
F. Kerangka Teori Penelitian
Anak Usia Prasekolah
1. 2. 3. 4.
Ciri Umum Usia Anak Prasekolah Ciri Fisik Anak Usia Prasekolah Ciri Sosial Anak Usia Prasekolah Ciri Emosional Anak Usia Prasekolah Ciri Kognitif Anak Usia Prasekolah
Karakteristik Tumbuh Kembang Anak Prasekolah Perkembangan Fisik Anak Usia Prasekolah Perkembangan Motorik Usia Prasekolah a. Motorik Kasar b. Motorik Halus 3. Perkembangan Bahasa Usia Prasekolah 4. Perkembangan Sosial Usia Prasekolah 5. Perkembangan Psikososial Usia Prasekolah 6. Perkembangan Kognitif Usia Prasekolah 7. Perkembangan Moral Usia Prasekolah 8. Perkembangan Spiritual Usia Prasekolah 9. Perkembangan Citra Tubuh Usia Prasekolah 10. Perkembangan Seksualitas Usia Prasekolah 11. Perkembangan Bermain Usia Prasekolah
Tumbuh Kembang Anak
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang 1. 2.
3.
Faktor Herediter Faktor Lingkungan a. Internal b. Eksternal Faktor Pelayanan Kesehatan
1. 2.
Dampak Ibu Bekerja Terhadap Tumbuh Kembang Anak Usia Prasekolah
Keterkaitan Perkembangan Anak Usia Prasekolah dengan Status Ibu Yang Bekerja
Tugas Perkembangan Usia Prasekolah Sesuai Dengan Tahapan Tumbuh Kembangnya Kembangnya
Penilaian perkembangan perkembangan anak melaui test DDST Sumber : Modifikasi dari Dewi, dkk (2015), Imaniah (2013), LN Yusuf (2015), Riyadi, dkk (2012), Soetjiningsih (2012), Papilia (2010), Wong (2009).
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian