5. ANALISA PENAMPANG TERHADAP LENTUR 5.1 Perjanjian Tanda Negatif untuk tegangan tekan dan positif untuk tegangan tarik.
5.2 Tegangan Dalam Beton Akibat Prategang Tegangan dalam beton akibat gaya prategang selalu dihitung dengan teori elastis. Fi
Fi
Sebelum Transfer BULKHEAD BULKHEAD
Ac
Fi
Fi
As
Saat transfer
Gambar 5-1 Transfer Prategang Konsentris Pada Balok Pretension
Tegangan dalam beton: f c
=
F i Ac
+ nAs
=
F i
(5-1)
At
Tegangan dalam baja:
Δ f s = nf c = Δ f s
nF i Ac
+ nAs
=
nF i
(5-2)
At
menyatakan pengurangan gaya prategang akibat transfer. Meskipun cara ini benar
menurut teori elastis, tetapi untuk praktisnya dapat digunakan pendekatan sebagai berikut:
sumargo
Page 1
11/10/2007
Δ f s =
nF i Ac
atau
Δ f s =
nF i Ag
dengan alasan: - n tidak dapat dihitung secara akurat. - Pada beton prategang dipakai A s yang lebih kecil dibandingkan dengan A s pada beton bertulang, jadi A c dan Ag tidak berbeda jauh. Setelah transfer prategang, kehilangan tegangan berikutnya adalah akibat rangkak dan susut beton yang secara teoritis harus dihitung berdasarkan transformasi penampang dengan memperhitungkan luas baja. Tetapi cara perhitungan ini tidak praktis sehingga sebagai pendekatan dapat dipakai luas bruto. Hal yang sama berlaku untuk beton posttension dengan penarikan kabel bertahap. Karena penarikan bertahap, maka pada setiap tahap akan mempunyai luas transformasi yang berbeda. Jadi untuk praktisnya, tegangan dapat dihitung dengan rumus f = F/A, dimana F adalah gaya prategang sesaat setelah transfer. Contoh 5-1: Suatu balok pretension pada Gambar 5-1 mempunyai dimensi penampang 8 in x 12 in (203 mm x 305 mm). Balok ditarik secara konsentris dengan kabel baja tegangan tinggi 2 2 seluas 0,8 in (516 mm ) dan diangkur ke bulkhead dengan tegangan 150.000 psi (1034 2 N/mm ). Anggap n = 6, hitung tegangan beton dan baja sesaat setelah transfer. Solusi: 1. Solusi eksak dengan teori elastis. f c
=
f c
=
F i Ac
+ nAs
=
F i Ag
0,8 x150.000 12 x8 + 5 x 0,8
+ (n − 1) As
= 1200 psi (8,3 N/mm 2 ) 2
nf c = 6 x 1200 = 7200 psi (49,6 N/mm ) 2
Tegangan dalam baja setelah transfer = 150.000 – 7200 = 142.800 psi (985 N/mm ). 2. Solusi pendekatan Kehilangan prategang dalam baja akibat perpendekan elastis beton, dengan asumsi 20% kehilangan tegangan akibat transfer:
sumargo
Page 2
11/10/2007
n
F i Ag
=6
0,80 x150.000 8 x12
= 7500 psi (51,7 N/mm 2 )
Tegangan pada baja setelah kehilangan tegangan: 150.000 – 7500 = 142.500 psi 2 (983 N/mm ) Tegangan dalam beton: f c
=
142.500 x0,80 96
= 1190 psi (8,2 N/mm 2 )
Catatan: Pada solusi ke-2, dilakukan pendekatan perhitungan sebagai berikut: a) Menggunakan luas beton bruto. b) Menggunakan tegangan awal, bukan tegangan reduksi akibat transfer. Karena perbedaan hasil tidak jauh, maka cara ke-2 lebih sering dipakai. Jika gaya prategang F bekerja dengan eksentrisitas e, maka prategang dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu gaya terpusat F melalui c.g.c dan momen F.e. F F
e
F
F
Gambar 5-2 Prategang eksentris
Dengan teori elastis, tegangan pada setiap titik akibat momen F.e: f =
My I
=
Fey I
Tegangan total akibat prategang eksentris: f =
F A
±
Fey I
Dalam menghitung A, e, dan I penapang mana yang harus dipakai, apakah: penampang bruto, netto, atau transformasi. Dan gaya yang harus dipakai apakah tegangan awal atau tegangan reduksi setelah transfer.
sumargo
Page 3
11/10/2007
Tinjau Gambar 5-3. Baja telah terikat dalam beton. Dengan melepaskan gaya dari bulkhead sama dengan memberikan gaya eksentris pada balok komposit, sehingga gaya total Fi yang harus digunakan, dan I haruslah momen inersia dari penampang transformasi dan e harus diukur dari c.g.c penampang transformasi dan e harus diukur dari c.g.c penampang transformasi. Tapi dalam prakteknya lebih sering digunakan penampang bruto atau netto dan gaya prategang awal atau gaya prategang reduksi.
Fi
Fi Sebelum Transfer BULKHEAD BULKHEAD
c.g.c Fi
Fi
Saat transfer
c.g.s e
Gambar 5-3 Transfer Gaya Eksentris
Contoh 5-2 Balok pretension dalam Gambar 5-3 mempunyai penampang 8 in x 12 in (203 mm x 305 2 mm). Balok diberikan gaya prategang eksentris dengan kabel baja seluas 0,8 in (516 2 2 mm ) dan diangkur pada bulkhead dengan tegangan 150.000 psi (1034 N/mm ). C.g.s. berada pada 4 in (101,6 mm) diatas serat bawah. Asumsikan n =6, hitung tegangan beton sesaat setelah transfer akibat gaya prategang saja. Jawab: 1. Solusi eksak dengan teori elastis. Dari Gambar 5-4 (n-1)A s = 5 x 0,80 = 4 in yo
sumargo
=
4 x 2 96 + 4
2
= 0,08 in (2,032 mm)
Page 4
11/10/2007
8”
8”
6”
6,08” 12”
12” 5,92”
1,92”
4”
4”
Penampang Transformasi
Penampang balok
Gambar 5-4 Contoh 5-2 I t =
8 x123 12
+ 96 x0,082 + 4 x1,922
= 1152 + 0,6 + 14,7 = 1167,3 in 4 (485,9x10 6 mm4 ) Tegangan serat atas:
= =
F i At
+
F i ey I t
− 120.000 100
+
120.000 x1,92 x6,08 1167,3
= −1200 + 1200 = 0 Tegangan serat bawah:
=
− 120.000 100
−
120.000 x1,92 x5,92 1167,3
= −1200 − 1170 = 2370 psi (-16,34 N/mm 2 ) Solusi 2: Solusi pendekatan Kehilangan prategang dapat dihitung secara pendekatan seperti pada Contoh 5-1 yaitu sebesar 7500 psi. Prategang setelah reduksi menjadi 142.500 psi (114.000 lb). Tegangan pada serat ekstreem:
sumargo
Page 5
11/10/2007
f c
=
F A
=
±
Fey
I − 114.000
96
±
114.000 x 2 x6 (8 x123 ) / 12
= −1187 ± 1187 = 0 pada serat atas = −2374 psi (-16,37 N/mm 2 ) pada serat bawah. Catatan: Pada solusi ke-2 dilakukan pendekatan sebagai berikut. (a) Gaya prategang reduksi didapatkan dari pendekatan. (b) Menggunakan luas beton bruto. Cara ke-2 lebih sering digunakan karena hasil tidak berbeda jauh dengan cara eksak dan lebih sederhana. Sekarang tinjau balok lengkung pretension dalam Gambar 5-5. Jika transfer prategang dianggap sebagai gaya F i yang bekerja pada ujung batang, maka eksentrisitas e dan momen inersia I akan bervariasi pada setiap penampang. Jika analisa eksak dengan cara elastis digunakan, maka e dan I harus dihitung untuk setiap penampang yang ditinjau. Tetapi dengan cara pendekatan cukup dipakai luas penampang bruto dan e diukur dari c.g.c. Untuk balok posttension sebelum terikat, gaya prategang yang dipakai adalah gaya prategang awal dikurangi dengan perkiraan kehilangan tegangan. Nilai I yang benar dihitung dari luas netto, tetapi boleh juga dari luas bruto.
Fi
Fi
Sebelum Transfer BULKHEAD
BULKHEAD
Fi
Fi
Saat Transfer
Gambar 5-5 Transfer Prategang Pada Balok Lengkung Pretension
sumargo
Page 6
11/10/2007
Contoh 5-3: Balok posttension dengan penampang tengah bentang seperti pada Gambar 5-3. Ukuran 2 2 selongsong 2 in x 3in (50,8 mm x 76,2 mm). Luas prategang 0,8 in (516 mm ) 2 mempunyai tegangan awal 150.000 psi (1034 N/mm ). Sesaat setelah transfer, tegangan berkurang 5% akibat angkur slip dan perpendekan elastis beton. Hitung tegangan beton pada saat transfer. Solusi 1: Menggunakan penampang netto. 8”
5,8” 12” 2” 6,2”
c.g.s
3”
3”
Gambar 5-6 Contoh 5-3 2
3
2
Ac = 96 – 6 = 90 in (58,1 x 10 mm ) yo
=
I =
6 x3 96 − 6
3 8 x12
12
= 0,2 in (5,08 mm)
+ 96 x0,2 − 2
3 2 x3
12
− 6 x3,22 = 1152 + 3,8 − 4,5 − 61,5 = 1090 in 4
Tegangan total dalam baja: 150.000 x 0,80 x 95% = 114.000 lb (507 kN) Tegangan dalam beton: f c
=
− 114.000 90
±
114.000 x3,2 x5,8 1090
= −1270 + 1940 = +670 psi (+4,62 N/mm 2 ) pada serat atas. = −1270 − 2070 = −3340 psi (-23,03 N/mm2 ) pada serat bawah. Solusi ke-2: Menggunakan penampang bruto. Dalam kasus ini solusi pendekatan dengan penampang bruto tidak memberikan hasil yang mendekati solusi eksak (berbeda 11%).
sumargo
Page 7
11/10/2007
f c
=
− 114.000 96
±
114.000 x3 x6
(8 x12 ) / 12 3
= −1270 ± 1940 = + 596 psi (+4,11 N/mm 2 ) pada serat atas = - 2970 psi (-20,48 N/mm2 ) pada serat bawah. Jika eksentrisitas tidak terletak pada salah satu sumbu utama penampang maka momen harus diuraikan kedalam 2 sumbu utama, Gambar 5-7, dan tegangan pada setiap titik dinyatakan oleh: f =
F A
±
Fe x x I x
±
Fe y y I y
c.g.c
ey c.g.s
ex
Gambar 5-7 Eksentrisitas Prategang Dalam 2 Arah
Karena beton bukan mareterial yang elastis maka teori elastis diatas tidak eksak. Tetapi dalam batas beban servis (beban kerja), dianggap dapat diterima. Jika tegangan tinggi, teori elastis tidak lagi benar. Metoda diatas menganggap penampang beton belum retak. Jika penampang sudah retak, maka bagian yang retak harus diperkirakan dan diperhitungnya harus disesuaikan. Perhitungan dengan panampang retak sangat rumit. Tetapi hal ini jarang ditemui dalam desain prategang. Pada umumnya, tegangan tarik yang dihasilkan oleh prategang akan diimbangi oleh berat sendir balok, sehingga pada kenyataannya tidak akan ada retak. Jadi seluruh penampang dapat dianggap efektif, meskipun pada perhitungan terjadi tegangan tarik yang tinggi. Pada saat penarikan posttension, beton dapat menerima beban abnormal. Misalnya ada satu tendon pada setiap sudut dari penampang beton. Jika semua tendon ditarik, seluruh
sumargo
Page 8
11/10/2007
penampang akan mendapat tegangan tekan yang seragam. Tetapi jika hanya ada 1 tendon yang ditarik penuh maka pada penampang beton akan terjadi tegangan tarik dan tekan yang cukup tinggi. Lebih baik jika 2 tendon dalam arah diagonal ditarik bersamaan. Atau penarikan tendon dilakukan bertahap, yaitu menarik tendon secara parsial dan menahannya, kemudian menarik tendon yang lain. Perhitungan tegangan selama proses penarikan didasarkan pada teori elastis. Teori elastis cukup akurat untuk perhintungan sampai terjadinya retak rambut pertama, meskipun tidak dapat untuk menghitung kekuatan ultimate.
5.3 Tegangan Dalam Beton Akibat Beban Tegangan dalam beton akibat momen luar yang disebabkan oleh berat sendiri balok atau beban luar, dihitung dengan teori elastis sebagai berikut: f =
My
(5-6)
I
Untuk balok pretension, baja selalu terikat pada beton sebelum momen luar bekerja. Jadi penampang yang menahan momen luar adalah penampang gabungan. Artinya nilai y dan I harus dihitung berdasarkan penampang transformasi dengan memperhitungkan baja dan beton. Tetapi sebagai pendekatan, dapat digunakan penampang bruto atau netto beton saja dengan tingkat kesalahan yang tidak besar kecuali dalam kasus tertentu. Pada balok posttension dan bonded, semua beban yang bekerja setelah terjadi ikatan harus dihitung berdasarkan penampang transformasi seperti halnya balok pretension. Tetapi jika beban atau berat sendiri balok bekerja sebelum terjadi ikatan, maka dasar perhitungan tegangan harus pada penampang netto. Pada balok posttension unbonded, semua perhitungan tegangan harus didasarkan pada penampang beton netto. Jika balok unbonded, setiap lentur pada balok akan merubah gaya prategang yang pengaruhnya dapat dihitung secara terpisah. Tegangan akibat prategang dan gaya luar, didapat dari gabungan Pers. (5-5) dan (5-6): f =
F
=
F
±
Fey
±
My
A I I F ey ⎞ My = ⎛ ⎜1 ± 2 ⎟ ± A ⎝ r ⎠ I A
± ( Fe ± M )
y I
y dan I harus dihitung berdasarkan penampang aktual pada saat gaya tersebut bekerja. Seringkali F bekerja pada penampang netto, sedangkan gaya luar bekerja pada penampang transformasi.’
sumargo
Page 9
11/10/2007
Jika eksentrisitas prategang dan momen luar terjadi pada 2 sumbu utama, maka rumus elastis yang digunakan: f =
=
F A F A
±
Fe x x I x
±
Fe y y I y
± (Fe x ± M x )
x
I x
±
M x x I x
±
M y y I y
± (Fe y ± M y )
(5-8)
y
I y
Contoh 5-4 Suatu balok beton posttension bonded pada Gambar 5-8 mendapat prategang 350 kips (1557 kN). Setelah transfer berkurang menjadi 300 kips (1334 kN). Balok memikul 2 beban hidup sebesar 10 kips (44,48 kN) selain berat sendiri sebesar 300 plf (4,377 kN/m). Hitung (a) tegangan serat ekstreem ditengah bentang pada kondisi awal akibat prategang penuh tanpa beban hidup, dan (b) kondisi akhir, setelah kehilangan tegangan terjadi, dengan beban hidup. 10 k 15 ft
10 k 10 ft
15 ft
12”
24”
7”
40 ft
Gambar 5-8 Contoh 5-4
Solusi: Teori eksak mengharuskan penggunaan penampang netto sampai dilakukan grouting dan setelah itu digunakan transformasi penampang. Hal ini tidak perlu dilakukan, cukup dengan pendekatan luas penampang beton bruto untuk setiap kondisi. I =
1
3
x12 x 24 12
= 13.800 in 4 (5744x10 6 mm4 )
1. Kondisi awal Momen tengah bentang akibat beban mati dengan asumsi bahwa tumpuan balok sederhana setelah penarikan:
sumargo
Page 10
11/10/2007
2
M =
f =
=
wL
8 F
±
=
300 x 402 8
= 60.000 ft - lb (81.360 N - m)
Fey My
±
A I I − 350.000 350.000 x5 x12
±
288
13.800
±
60.000 x12 x12 13.800
= −1215 + 1520 − 625 = −320 psi (2,21 N/mm2 ) pada serat atas = −1215 − 1520 + 625 = −2110 psi (-14,55 N/mm 2 ) pada serat bawah 2. Kondisi Akhir Momen ditengah bentang akibat beban hidup = 150.000 ft-lb (203.400 N-m). Momen luar total = 210.000 ft-lb (284.760 N-m), sedangkan prategang berkurang menjadi 300.000 lb (1334 kN), jadi: f =
− 300.000 288
±
300.000 x5 x512 13.800
±
210.000 x12 x12 13.800
= −1040 + 1300 − 2190 = −1930 psi (13,31 N/mm 2 ) pada serat atas. = −1040 − 1300 + 2190 = −150 psi (-1,03 N/mm2 ) pada serat bawah. Coontoh 5-4 adalah metoda konvensional dalam menganalisa tegangan pada beton prategang. Cara lain adalah dengan meninjau pusat tekanan C dalam beton dengan jarah a dari pusat prategang T, sehingga: Ta = Ca = M
(5-9)
Dalam metoda ini, tegangan dalam beton tidak diperlakukan sebagai hasil prategang dan momen luar secara terpisah, tetapi ditentukan oleh besar dan lokasi pusat tekanan C, Gambar 5-9. Pada umumnya, balok tidak memikul gaya aksial, maka C akan sama dengan T dengan jarak a dari T: a = M/T
Jika pusat tekanan C telah ditentukan lokasinya, maka distribusi tegangan dapat dihitung dengan teori elastis atau teori plastis. Dengan teori elastis: C=T=F C Cey f = ± A I
sumargo
=
F A
±
Fey
(5-10)
I
Page 11
11/10/2007
dimana e adalah eksentrisitas C bukan F. Dalam pendekatan ini, balok prategang ditinjau hampir sama dengan balok bertulang dengan baja memberikan gaya tarik T dan beton memberi gaya tekan C. Nilai C dan T membentuk momen kopel yang akan menahan momen luar. Nilai A dan I yang harus dipakai pada Pers. (5-10) adalah penampang beton netto, bukan penampang transformasi. Tapi untuk menyederhanakan dapat digunakan penampang bruto, kecuali pada saat menghitung tegangan sebelum grouting harus menggunakan penampang netto. Jika dalam balok ada selongsong yang akan digrout sebagai pengikat, tegangan dalam grout akan berbeda dengan beton sekelilingnya. Untuk kondisi ini, penyederhanaan dapat dipakai yaitu dengan menggunakan luas penampang netto. Persamaan (5-10) hanya bentuk lain dari Pers. (5-7) dengan e diukur dari C, jadi menggabungkan pengaruh M dengan eksentrisitas dari F.
P
C a
e
T
Gambar 5-9 Momen Kopel C-T dengan Lengan a
Pada pendekatan ke dua ini, ketidaktepatan terjadi pada perhitungan prategang efektif yang akan mempunyai kesalahan ±5%. Setelah F ditentukan, lokasi C dapat ditentukan dengan mudah secara statika. Contoh 5-5: Soal yang sama dengan Contoh 5-4, hitung tegangan beton akibat kondisi beban final dengan cara menempatkan pusat tekanan C pada penampang beton. Jawab: Lihat Gambar 5-10, a dihitung dari: a
sumargo
=
210 x12 300
= 8,4 in (213 mm)
Page 12
11/10/2007
10 k 15 ft
5 ft -1930 psi C c.g.c
3,4”
8,4” T=300 k -150 psi
½ balok
Distribusi tegangan pada tengah bentang Gambar 5-10 Contoh 5-5
Jadi e untuk C adalah: e = 8,4 – 5 = 3,4 in
Karena C = F = 300.000 lb (1334 kN) f =
=
C Cey A
±
I
− 300.000 288
±
300.000 x3,4 x12 13.800 2
f = -1040-890 = -1930 psi (-13,31 N/mm ) pada serat atas. 2
= -1040 + 890 = -150 psi (-1,03 N/mm ) pada serat bawah. Dapat dilihat dari perhitungan diatas, karena pusat tekanan dekat dengan 1/3 tinggi penampang, maka distribusi tegangan mendekati segitiga. Cara kedua ini lebih sederhana dibandingkan dengan cara pertama yaitu cara konvensional.
5.4 Tegangan Baja Akibat Beban Dalam beton prategang, gaya prategang diukur pada saat penarikan kemudian kehilangan tegangan dihitung. Jika beban mati dan hidup bekerja akan terjadi perubahan tegangan baja. Dalam beton bertulang, tegangan baja dianggap berbanding lurus dengan momen luar. Jika tidak ada momen, maka tegangan juga tidak ada. Hal ini tidak berlaku pada beton prategang dimana tahanan terhadap momen luar dilakukan dengan memperpanjang jarak antara gaya C dan T dimana besar gaya ini relatif tidak berubah.
sumargo
Page 13
11/10/2007
Variasi tegangan baja terhadap beban ditengah bentang dari suatu balok diatas 2 tumpuan sederhana dapat dilihat pada Gambar 5-11. Pada saat gaya prategang bekerja pada baja, tegangan dalam baja berubah dari A ke B pada tingkat tegangan f o yaitu gaya prategang setelah kehilangan tegangan akibat slip angkur dan perpendekan elastis beton. Sesaat setelah transfer, akibat berat sendiri balok akan terjadi kenaikan tegangan dari B ke C. Sebenarnya, balok sudah mulai memikul beban pada saat tegangan baja rata-rata mencapai B’ kemudian beban naik mencapai C’. Tegangan pada C’ lebih kecil dari f o karena adanya pengurangan tegangan yang disebabkan oleh lentur keatas dari balok. Jika terjadi kehilangan tegangan pada baja sehingga tegangan baja turun dari C atau C’ ke D yang menyatakan tegangan efektif f e. Asumsikan semua kehilangan tegangan terjadi sebelum bekerja beban mati dan beban hidup superimpose. Jika semua beban hidup diberikan pada balok hingga mencapai desain beban kerja penuh, balok akan berdefleksi ke bawah dan tegangan baja bertambah. Untk balok bonded, kenaikan tegangan tersebut dapat dihitung dengan teori elastis sebagai berikut: My
Δ f c = nf c = n
I
Nilai I dan y dihitung terhadap penampang transformasi dan n adalah modulus ratio. Umumnya perubahan tegangan beton pada level baja lebih kecil dari 2000 psi (13,79 2 N/mm ), dan perubahan tegangan dalam baja akan lebih kecil dari 2000 n. Tahapan ini dinyatakan oleh garis DE. Perlu diketahui bahwa dalam beton prategang, perubahan 2 tegangan baja untuk beban kerja dibatasi sampai dengan 12.000 psi (82,74 N/mm ) 2 meskipun gaya prategang dapat mencapai 150.000 psi (1034 N/mm ).
sumargo
Page 14
11/10/2007
Gambar 5-11 Variasi Tegangan Baja Terhadap Beban
Jika balok dibebani diatas beban kerja hingga terjadi retak, tegangan baja masih mengikuti teori elastis, jadi garis DE akan berlanjut ke F. Ini menyatakan gaya tarik 2 sekitar 500 psi (3,45 N/mm ) dalam beton pada elevasi tendon dan tegangan baja sebesar 2 6 x 500 = 3000 psi (20,68 N/mm ) dari E ke F. Jika penampang retak, maka akan terjadi kenaikan tegangan baja secara mendadak dari F ke F’ untuk balok bonded. Setelah retak, tegangan baja akan naik cepat dengan bertambahnya beban. Jika beban terus ditambah, penampang akan mencapai kekuatan ultimate dan lengan momen kopel C-T tidak dapat bertambah lagi. Hal ini terus berlanjut hingga keruntuhan terjadi. Tegangan digambarkan sebagai garis F ke G sedikit dibawah kekuatan tarik ultimate baja, f pu. Jika balok unbonded, tegangan dalam baja akan berbeda dengan balok bonded. Mulai dari titik D, jika bekerja beban pada balok, balok akan melentur dan terjadi geseran baja terhadap beton sehingga metoda penampang komposit baja-beton tidak lagi dapat digunakan. Sebelum beton retak, tegangan beton akibat momen M: f =
My
I I dan y dihitung terhadap penampang netto.
Pada penampang dengan momen maksimum, tegangan pada tendon unbonded akan naik lebih perlahan dibandingkan dengan tendon bonded. Hal ini disebabkan regangan dalam tendon unbonded terdistribusi sepanjang tendon. Sehingga dengan naiknya beban hingga mencapai beban kerja atau beban retak, tegangan baja akan naik dari D ke E 1, F1, dan F1’ Dibawah D, F, dan F’. Untuk menghitung tegangan rata-rata dalam kabel, perlu dihitung total perpanjangan tendon akibat momen. Hal ini dapat dilakukan dengan mengintegrasi regangan sepanjang balok. Jika M adaalah momen pada sembarang titik dari suatu balok unbonded, maka regangan beton disembarang titik dihitung dari: δ =
f
=
My
E E c I
Regangan total sepanjang kabel: My
Δ = ∫ δ dx = ∫
dx E c I
Regangan rata-rata:
Δ L
My
= ∫
dx LE c I
Tegangan rata-rata:
sumargo
Page 15
11/10/2007
f s
= E s
Δ L
MyE s
= ∫
LE c I
dx
=
n My L
∫ I dx
(5-10)
Jika y dan I konstan dan M dapat diintegrasi dalam bentuk x, maka Pers. (5-10) mudah diselesaikan. Setelah terjadi retak pada balok unbonded, tegangan baja naik lebih cepat dengan naiknya beban, tetapi kenaikan ini tidak secepat pada balok bonded. Dalam balok unbonded, umumnya tidak mungkin mencapai kekuatan ultimate baja pada saat balok hancur. Jadi kurva tegangan naik dari F 1’ ke G1, dimana G1 berada di bawah G cukup jauh. Jadi jelas bahwa beban ultimate balok unbonded lebih kecil dari pada balok bonded meskipun beban retak hanya berbeda sedikit. Balok unbonded cenderung mempunyai retak yang besar sebelum hancur. Retak yang besar ini menimbulkan konsentrasi regangan sehingga menurunkan kekuatan ultimate. Kekuatan balok unbonded dapat ditambah dengan memberikan tulangan non-prategang sehingga retak akan terdistribusi dan terbatas. Contoh 5-6: Suatu balok posttension diatas tumpuan sederhana mempunyai bentang 12,2 m (40 ft), 2 Gambar 5-13. Tegangan awal baja 951,5 N/mm (138.000 psi) dan berkurang menjadi 2 827,4 N/mm (120.000 psi) setelah semua kehilangan tegangan dan dianggap tidak ada pengaruh lentur balok pada gaya prategang. Berat sendiri balok 4,337 kN/m (300 plf) dan 2 2 beban superimpose 10,94 kN/m (750 plf). Luas kabel parabola 1613 mm (2,5 in ), n =6. Hitung tegangan baja ditengah bentang dengan asumsi: (1) baja bonded dengan grouting. (2) baja unbonded dan bebas bergerak.
Jawab: 1. Momen di tengah bentang akibat beban mati dan beban hidup: 2
wL
8
=
(300 + 750) x 402 8
= +210.000 ft - lb (+284.760 N - m)
Momen ditengah bentang akibat gaya prategang: F.e 2,5 x 120.000 x 5/12 = -125.000 ft-lb (-169.500 N-m) Momen reduksi di tengah bentang: = 210.000 ft-lb – 125.000 ft-lb = 85.000 ft-lb (115.260 N-m) Tegangan beton pada elevasi kabel akibat momen dengan menggunakan I dari penampang bruto:
sumargo
Page 16
11/10/2007
My I
=
85.000 x12 x15 13.800
= 370 psi (2,55 N/mm 2 )
Tegangan pada kabel naik sebesar: f s
= nf c = 6 x370 = 2220 psi (15,31 N/mm 2 ) 2
Tegangan akhir pada baja = 122.220 psi (842,7 N/mm ) di tengah bentang.
750+300 plf
12”
5” 7”
Kabel parabola
Potongan di tengah bentang
40 ft
Mo
M
24”
Bidang Momen Akibat Beban Luar
x L/2
Trase Kabel y
yo
Gambar 5-13 Contoh 5-6
2. Jika balok unbonded dan bebas bergerak, rata-rata regangan dan tegangan harus dihitung untuk seluruh panjang balok dari rumus Pers. (5-10). f s
=
n My
∫
dx L I dengan menggunakan y o dan Mo di tengah bentang dan x diukur dari tengah bentang, maka y dan M dapat dinyatakan dalam x sebagai:
sumargo
Page 17
11/10/2007
⎡ ⎛ x ⎞2 ⎤ M = M o ⎢1 − ⎜ ⎟⎥ ⎢⎣ ⎝ L / 2 ⎠ ⎥⎦ ⎡ ⎛ x ⎞2 ⎤ y = yo ⎢1 − ⎜ ⎟⎥ ⎢⎣ ⎝ L / 2 ⎠ ⎥⎦ 2 ⎡ ⎛ x ⎞2 ⎤ n + L / 2 f s = M o yo ⎢1 − ⎜ ⎟ ⎥ dx LI ∫ − L / 2 ⎢⎣ ⎝ L / 2 ⎠ ⎥⎦ + L / 2 nM o yo ⎡ x 5 ⎤ 2 x 3 = + ⎢ x − 3 LI ⎣ ( L / 2)2 5( L / 2 )4 ⎥⎦ − L / 2 =
⎛ nM o yo ⎞ ⎜ ⎟ 15 ⎝ I ⎠ 8
yaitu 8/15 dari tegangan di tengah bentang dari balok bonded, atau 8/15(2220) = 1180 psi 2 (8,14 N/mm ). 2
Resultan tegangan baja adalah 120.000 + 1180 = 121.180 psi (835,5 N/mm ) pada seluruh kabel. Dalam perhitungan ini digunakan I penampang bruto dan pengaruh kenaikan tegangan baja pada tegangan beton juga diabaikan. Tetapi karena perubahan tegangan baja relatif kecil, perhitungan eksak jarang dipakai dalam perencanaan.
5.5 Momen Retak Momen yang menghasilkan retak rambut pertama dalam suatu balok prategang dihitung dengan teori elastis. Diasumsikan retak terjadi jika tegangan tarik dalam serat ekstreem beton mencapai modulus hancurnya (modulus of rupture). Beberapa pertanyaan yang muncul: a) Apakah teori elastis cukup akurat? b) Apakah tes lentur untuk modulus kehancuran dapat menyatakan kekuatan tarik beton prategang? Data menunjukkan bahwa teori elastis cukup akurat untuk perhitungan sampai batas retak rambut pertama. ACI menentukan nilai modulus hancur sebagai: f r = 7,5 f c'
f c' dan f r dalam psi
Perlu diingat bahwa f r hanya mengukur retak rambut yang sering tidak dapat dilihat oleh kasat mata. Jadi tegangan tarik yang lebih besar dari f r diperlukan untuk menghasilkan retak yang lebih besar sehingga dapat dilihat mata. Dari Pers. (5-7), jika f r adalah modulus hancur maka jika
sumargo
Page 18
11/10/2007
−
F A
−
Fec I
+
Mc I
= f r
retak akan terjadi. Momen retak didapat dari persamaan diatas, yaitu: M cr = M = Fe +
FI Ac
+
f r I
(5-11)
c
dimana f r I/c menyatakan momen tahanan dari modulus hancur, Fe momen tahan dari eksentrisitas kabel, dan FI/Ac momen tahanan akibat tekanan aksial prategang. Persamaan (5-11) dapat diturunkan dengan pendekatan lain. Jika pusat tekanan dalam beton berada pada titik teratas dari kern atas, maka tegangan serat bawah akan nol. Momen tahanan diberikan oleh gaya prategang F dikalikan dengan lengan momennya yang diukur ke kern atas, Gambar 5-14. Jadi:
⎛ r 2 ⎞ M 1 = F ⎜⎜ e + ⎟⎟ ⎝ c ⎠ K t =r 2 /c
f c
f c + f r
f r
C
c.g.c e
F
f ’
M 1=F(e+k t )
Tegangan akibat M 1
Tegangan akibat M 2= f’I /c
f ’
Tegangan akibar M 1 + M 2
Gambar 5-14 Momen Retak
Tahanan momen tambahan sampai mencapai modulus hancurnya adalah: M 2
I
= f t
c
Jadi momen total pada saat retak: M = M 1 + M 2
⎛ r 2 ⎞ f r I = F ⎜⎜ e + ⎟⎟ + ⎝ c ⎠ c
(5-12)
Terlihat bahwa Pers. (5-12) identik dengan Pers. (5-11).
sumargo
Page 19
11/10/2007
Untuk menghitung f r I/c, maka harus dipakai penampang transformasi untuk balok 2 bonded dan penampang netto untuk balok unbonded. Untuk suku F (e + r c ) , dapat dipakai penampang bruto ataupun netto tergantung dari perhitungan prategang efektif, F . Tetapi untuk praktis dan penyederhanaan, penampang bruto lebih sering digunakan. Jika luas lubang cukup besar maka gunakan penampang netto dan jika luas tulangan tinggi gunakan luas transformasi. Contoh 5-7: Untuk balok dalam Contoh 5-6, hitung beban mati dan hidup merata yang dapat dipikul balok: (1) untuk menghasilkan tegangan nol pada serat bawah. (2) untuk menghasilkan retak pada serat bawah sebesar modulus hancurnya yaitu 600 2 psi (4,14 N/mm ). Jawab: (1) Tinjau potongan kritis di tengah bentang dan dengan menggunakan penampang bruto untuk semua perhitungan, k t = 4 in (101,6 mm) di atas sumbu balok, Gambar 5-15. Untuk mendapatkan tegangan nol di serat bawah, pusat tekanan harus diletakan di titik teratas dari kern. Jadi momen tahanan adalah gaya prategang dikalikan dengan lengan momen. F(e+k t) = 300 (5 + 4)/12 = 225 k-ft (305,1 kN-m)
(2) Tambahan momen yang dipikul penampang sampai terjadi retak rambut pertama adalah: f r I c
=
600 x13.800 12
= 690.000 in - lb
Momen total pada saat retak = 225 + 57,6 = 282,6 k-ft (383,2 kN-m) Momen ini dapat juga dihitung langsung dari Pers. (5-11) dan (5-12). K t =4”
-600
-2080 psi
-2680
12” 300 k 24”
c.g.c e=5”
300 k 0 600
M 1=F(e+k t ) M=225 k-ft
M=57,6 k-ft
600
M=282,6 k-ft
Gambar 5-15 Contoh 5-7
sumargo
Page 20
11/10/2007
5.6 Momen Ultimate – Tendon Bonded Analisa eksak kekuatan ultimate dari penampang beton prategang akibat lentur merupakan masalah yang rumit, karena umumnya baja dan beton mendapat tegangan diatas batas elastis. Untuk keperluan praktis dimana ketelitian 5-10% sudah dianggap cukup, maka dapat dikembangkan suatu cara yang sederhana. Metoda sederhana tersebut diberikan dalam peraturan ACI dengan batasan sebagai berikut: 1. Keruntuhan dominan disebabkan oleh keruntuhan lentur, tanpa ikatan geser, atau kehancuran angkur yang dapat menurunkan kekuatan penampang. 2. Balok bonded. Balok unbonded mempunyai kekuatan ultimate berbeda. 3. Balok statis tertentu. 4. Beban yang ditinjau adalah beban ultimate sebagai hasil dari uji static. Beban kejut (impact), fatik dan pembebanan dalam waktu panjang tidak ditinjau. Metoda untuk menentukan kekuatan lentur ultimate dari penampang beton prategang didasarkan pada prinsip tahanan kopel, sama seperti halnya pad balok non-prestress. Pada beban ultimate, kopel terjadi karena 2 gaya T’ (gaya tarik dari baja) dan C’ (gaya tekan dari beton) dengan lengan momen a’. Sekarang akan ditinjau pola keruntuhan balok prategang. Keruntuhan penampang dapat dimulai dari baja atau beton, dan dapat berakhir pada baja, beton atau keduanya. Kasus yang paling umum adalah penampang underreinforced dimana keruntuhan dimulai dengan perpanjangan baja yang melampaui batas dan berakhir dengan kehancuran beton. Tipe kehancuran ini terjadi baik pada balok non-prategang maupun balok prategang. Sangat jarang terjadi kehancuran baja pada balok underreinforced, misalnya jika flens tekan ditahan sehingga mempunyai kekuatan aktual yang lebih tinggi. Ragam kehancuran yang jarang terjadi adalah overreinforced dimana beton hancur sebelum baja leleh. Hal ini menimbulkan defleksi yang kecil sebelum keruntuhan dan ragam kehancuran getas akan terjadi. Ragam keruntuhan lainnya adalah penampang dengan tulangan terlampau sedikit sehingga kehancuran baja terjadi sesat setelah terjadi retak beton. Hal ini terjadi jika gaya tarik beton ditransfer cepat ke tulangan dengan luas yang kecil. Tidak ada batasan yang jelas antara persentase tulangan balok overreinforced dengan balok underreinforced. Transisi dari tipe underreinforced ke overreinforced terjadi bertahap karena persentase tulangan bervariasi. Definisi tentang kondisi seimbang tidak dapat digunakan karena baja prategang tidak memperlihatkan titik leleh yang pasti. Indeks penulangan, ωp, yaitu pendekatan nilai batas untuk memastikan bahwa baja prategang (Aps) akan berada disekitar titik lelehnya dan diberikan oleh ACI sebagai berikut: ω p dimana ρ p
sumargo
= ρ p f ps / f c' ≤ 0,30
(5.13)
= A ps / bd
Page 21
11/10/2007
Adakalanya baja prategang ( A ps) dan tulangan biasa ( As) digunakan bersamaan dalam balok prategang. Dalam hal ini harus diperhitungkan seluruh tulangan tarik dan juga ’ tulangan tekan ( As ). Batas rasio tulangan: (ω + ω p
− ω ' ) ≤ 0,30
(5.14)
dimana ω = ρ f y / f c' dan ρ = As / bd ω '
= ρ ' f y / f c' dan ρ ' = As' / bd
Dengan ratio penulangan seperti ini hampir dipastikan akan berakhir dengan keruntuhan plastis dan disebut rasio underreinforced. Jika rasio dalam Pers. (5.14) lebih dari 1,0 maka kemungkinan besar akan terjadi kehancuran mendadak pada beton tanpa perpanjangan baja yang berarti. Jika kurang dari 0,1, maka putusnya kabel akan terjadi segera setelah terjadi retak beton. Suatu definisi persentase tulangan ρ yang tepat adalah hal penting untuk penampang prategang karena bentuknya yang tidak beraturan. Untuk kekuatan ultimate yang penting adalah luas beton dalam flens tekan, bukan luas beton total ataupun bentuk penampang. Jadi ρ akan lebih menyatakan kekuatan relatif beton dan tulangan jika dinyatakan dalam As / bd dimana b adalah lebar atau lebar rata-rata dari flens tekan dan d kedalaman efektif seperti yang dinyatakan dalam Pers. (5.14).
Peraturan ACI untuk Balok Bonded
Untuk balok bonded underreinforced, baja diberikan tegangan hingga mendekati kekuatan batas (ultimate) pada titik keruntuhan balok akibat lentur. Untuk tujuan praktis, sudah cukup akurat untuk mengasumsikan bahwa baja mendapat tegangan, f ps, yang rumusnya diberikan oleh ACI untuk balok bonded. Jika prategang efektif, f se, lebih kecil dari 0,5 f pu, nilai pendekatan untuk tegangan baja pada kapasitas momen ultimate dari balok bonded dapat dipakai rumus berikut. f ps
f ⎞ ⎛ = f pu ⎜⎜1 − 0,5 ρ p pu' ⎟⎟ f c ⎠ ⎝
(5.15)
Dengan menurunnya rasio tulangan ρ p maka balok semakin underreinforced dan tegangan baja f ps mendekati kekuatan ultimate. Perhitungan kapasitas momen ultimate adalah sebagai berikut. Dari Gambar 5.16, gaya ’ ’ tekan ultimate dalam beton C sama dengan gaya tarik ultimate dalam baja T , jadi:
sumargo
Page 22
11/10/2007
C '
= T ' = As f ps
’
’
’
Jika a adalah lengan momen antara gaya C dan T , maka kapasitas momen ultimate diberikan oleh ACI sebagai berikut: M n
= M ' = T 'a ' = As f ps a '
k’d/2
k 1 f c’ k’d
Peraturaan ACI: k’d = a k 1 = 0,85
C’
d a’
T’
Gambar 5.16 Penampang Dalam Kondisi Ultimate ’ ’ Untuk mendapatkan lengan momen a , hanya perlu menentukan pusat tekanan C . Banyak teori plastis untuk menentukan distribusi tegangan tekan dalam beton pada saat hancur, dengan asumsi blok tegangan berbentuk segiempat, trapezoidal, parabola, dan lain ’ sebagainya. Semua bentuk blok tegangan ini akan menghasilkan lengan momen a yang tidak berbeda lebih dari 5%.
Dengan memilih blok tegangan paling sederhana yaitu segiempat untuk tekanan ultimate ’ dalam beton, kedalaman terhadap sumbu netral k d dihitung dari: '
C
= k 1 f c'k 'd '
dimana k 1 f c adalah rata-rata tegangan tekan dalam beton pada saat runtuh. Jadi: 1
k d = '
'
k
sumargo
=
C
'
k 1 f c b
=
A ps f ps '
k 1 f c b
A ps f ps
(5.16)
'
k 1 f c bd
Page 23
11/10/2007
Rumus ini berlaku jika flens tekan mempunyai lebar seragam b pada saat runtuh. ’
Tempatkan C pada pusat blok tegangan segiempat, sehingga lengan momennya: a
'
= d − k 'd / 2 ⎛ k ' ⎞ = d ⎜⎜1 − ⎟⎟ ⎝ 2 ⎠
(5.17)
Jadi kapasitas momen batasnya adalah:
= M
'
M n
⎛ k ' ⎞ = A ps f ps d ⎜⎜1 − ⎟⎟ ⎝ 2 ⎠
(5.18)
Penentuan k1
Menurut teori plastis balok bertulang dari Whitney, k 1 = 0,85 berdasarkan kekuatan silinder. Menurut peneliti di Eropa, k 1 = 0,60 – 0,70 berdasarkan kekuatan kubus.Karena kubus mempunyai kekuatan 25% lebih tinggi dari pada silinder, maka k 1 = 0,75 – 0.88 berdasarkan kekuatan silinder. ’
Terlihat bahwa k 1 tidak berpengaruh banyak pada lengan momen a . Jadi dianggap cukup akurat mengambil k 1 = 0,85. Dari Pers. (5.16) didapat: '
k
=
A ps f ps
(5.19)
0,85 f c'bd ’
Substitusi nilai k ke dalam Pers. (5.18), didapat: '
M
A ps f ps ⎞ ⎛ ⎟⎟ = A ps f ps d ⎜⎜1 − ' 2 . 0 , 85 f bd ⎝ ⎠ c
(5.20)
Untuk penampang segiempat di daerah tekan, namakan ρ p
= A ps / bd ,
maka didapat
persamaan berikut: '
M
⎛ 0,59 ρ p f ps ⎞ ⎟⎟ = A ps f ps d ⎜⎜1 − ' f c ⎝ ⎠
(5.21)
’
atau dari Gambar 5.16 dengan k d = a, didapat: M n
sumargo
a ⎞ = A ps f ps ⎛ ⎜ d − ⎟ ⎝ 2 ⎠
(5.22)
Page 24
11/10/2007
ACI memberikan factor reduksi kekuatan , φ , dan menuliskan Pers. (5.21) dalam bentuk ω p untuk mendapatkan momen desain ultimate: M u
= φ A ps f ps d (1 − 0,59ω p )
(5.23) ’
’
Alternatif Pers. (5.22) yang dituliskan dalam gaya kopel T dan C menjadi momen desain ultimate sesuai dengan peraturan ACI: M u
a = φ ⎡⎢ A ps f ps (d − )⎤⎥ 2 ⎦ ⎣
(5.24)
ACI menggunakan φ = 0,9 untuk lentur dalam Pers. (5.23) dan (5.24). Persamaan ini berlaku untuk balok segiempat atau balok dengan bagian tekan segiempat.
Contoh 5.8 2
Suatu balok berbentuk I dengan luas tulangan prategang A ps = 2,75 in dan tegangan efektif, f se = 160 ksi. Pusat gaya prategang terletak 4,5 in di atas serat bawah, Gambar ’ 5.17. Properti material: f pu = 270 ksi, f c = 7000 psi. Cari kapasitas momen ultimate 2 2 penampang dengan peraturan ACI. ( A ps = 1774 mm , f se = 1103 N/mm , f pu = 1862 ’ 2 2 N/mm , dan f c = 48 N/mm ).
w
0,85 f c’
7”
31,5”
c.g.s
5,5” 22”
7”
4,5”
C’
a
36”
d-a/2
T’
18”
Aps = 2,75 in 2 Gambar 5.17 Balok dan Penampang untuk Contoh 5.8
Solusi:
ρ p
sumargo
=
A ps bd
=
2,75 (18)(31,5)
= 0,00485
Page 25
11/10/2007
= 160 ksi (1103 N/mm2 ) > 0,5 f pu = 135 ksi (931 N/mm 2 )
f se
Karena f se > 0,5 f pu maka tegangan baja pada saat momen ultimate tercapai, dapat dihitung dari rumus ACI Pers. (5.15): f ⎞ ⎛ = f pu ⎜⎜1 − 0,5 ρ p pu' ⎟⎟ f c ⎠ ⎝ 270000 ⎞ = 27000⎛ ⎜1 - (0,5)(0,00 485) ⎟ = 245000 psi = 245 ksi (1689 N/mm 2 ) 7000 ⎠ ⎝
f ps
Kontrol indeks tulangan: ρ p f ps ω p = ≤ 0,30 ' f c
=
ω p
(0,00485)(245000 ) 7000
(5.13)
= 0,17 < 0,30
Lihat Gambar 5.17
= A ps f ps = (2,75)(245) = 674 kips (2998 kN)
T ' '
C
= 0,85 f c' (18)a = 674 kips
Jadi: a
=
674 (0,85)(7)(18)
= 6,29 in < 7 in
Penampang segiempat
M n
6,29 ⎞ a ⎞ ⎛ = T ' ⎛ ⎜ d − ⎟ = 674⎜ 31,5 − ⎟ = 19100 in - kips (2158 kN - m) 2 2 ⎝ ⎠ ⎝ ⎠
(5.22)
M u
= 0,9 M n = 17200 in - k (1944 kN - m)
(5.24)
Perlu dicatat bahwa meskipun penampang I tetapi perilaku balok segiempat karena daerah tekan seperti yang diarsir. Untuk penampang yang mempunyai flens (daerah tekan bukan segiempat), Pers. (5.15) masih dapat dipakai untuk menghitung tegangan baja pada saat momen ultimate tercapai, f ps. Luas tulangan total, A ps, dibagi 2 yaitu A pf untuk mengimbangi flens tekan dan A pw untuk web tekan, seperti terlihat dalam Gambar 5.18. Momen ultimate dibagi menjadi 2 yaitu: a. Bagian flens dengan gaya tekan pada h f /2 dan lengan momen kopel ( d-h f /2) b. Bagian web dengan gaya tekan bekerja pada a /2 dari atas balok dan momen kopel
sumargo
Page 26
11/10/2007
(d - a /2) Balok tegangan segiempat ekivalen diasumsikan sama seperti pada kasus penampang segiempat, Gambar 5.17. Nilai a ditentukan oleh gaya tekan total dan tarik pada kondisi ultimate tercapai. Peraturan ACI menyatakan:
M u
⎡ ⎛ h f ⎞⎤ a ⎞ = φ ⎢ A pw f ps ⎛ ⎜ d − ⎟ + 0,85 f c' (b − bw )h f ⎜⎜ d − ⎟⎟⎥ 2 ⎠⎦ ⎝ 2 ⎠ ⎝ ⎣
(5.25)
A pw
= A ps − A pf
(5.26)
A pf
= 0,85 f c' (b − bw )h f / f ps
(5.27)
Total (b-bw)
b h f
bw
d
h f
=
bw
a
+
bw
Aps
Apf
Apw
Penampang Total
Bagian Flens
Bagian Web
Gambar 5.18 Penampang Bukan Segiempat
Contoh 5.9 2
2
Penampang balok yang sama dengan Contoh 5.8 tetapi dengan A ps = 3,67 in (2368 mm ) dan f se tetap yaitu 160 ksi. Titik pusat penampang baja berada pada 4,5 in dari bawah balok seperti pada Gambar 5.19. Properti material sama dengan Contoh 5.8. Hitung momen ultimate penampang dengan Peraturan ACI.
sumargo
Page 27
11/10/2007
Solusi: 0,85 f c’
7”
C’
a
31,5”
c.g.s
36”
5,5” 22”
z
7”
4,5”
T’
18”
Aps = 3,67 in 2
Gambar 5.19 Balok dan Penampang untuk Contoh 5.9 ρ p
=
A ps bd
=
3,67 (18)(31,5)
= 0,00647
Dari Pers. (5.15), didapat: f ps
270000 ⎤ = 270000 ⎡⎢1 − (0,5)(0,0647) 7000 ⎥⎦ ⎣ = 236000 psi = 236 ksi (1627 N/mm2 )
Kontrol indeks tulangan setelah penampang non-segiempat dianalisa, dan dari Gambar 5.18 dan 5.19: '
T (total )
= A ps f ps = (3,67)(236) = 866 k (3852 kN)
Luas daerah tekan: '
C
= T ' =
866 ' c
0,85 f
= 145,5 in 2 (93870 mm2 ) 2
3
2
Luas flens: (18)(7) = 126,0 in (81,29 x 10 mm ) 2
3
2
Luas web tertekan di bawah flens: 145,5 – 126 = 19,5 in (12,58 x 10 mm )
sumargo
Page 28
11/10/2007
a
= 7+
19,5 5,5
= 10,55 in (26,80 mm)
a > 7 in (tebal flens), jadi penampang adalah bukan segiempat seperti dalam Gambar 5.18 dan selanjutnya menghitung M u. Dari Gambar 5.18 dan rumus ACI: A pf
= 0,85 f c' (b − bw )h f / f ps = (0,85)(7000)(18 − 5,5)(7) / 236000 = 2,21 in 2 (1426 mm2 )
A pw
= 3,67 − 2,2 = 1,46 in 2 (942 mm2 )
Kontrol indeks tulangan untuk penampang bukan segiempat: A pw
=
ω pw
= ρ pw f ps / f c' = (0,00843)(236000) / 7000 = 0,284 < 0,3
bwd
=
1,46
ρ pw
(5,5)(31,5)
⎛ ⎝
= 0,00843
M’ untk bagian web = A pw f ps ⎜ d −
'
M web
a ⎞
⎟
2 ⎠
10,55 ⎞ = (1,46)(236)⎛ ⎜ 31,5 − ⎟ = 9040 in - k (1021,5 kN - m) 2 ⎠ ⎝
⎛ ⎝
M untuk bagian flens = 0,85 f c (b − bw )h f ⎜⎜ d − ’
'
' M flens
M n
h f ⎞
⎟
2 ⎠⎟
= (0,85)(7,0)(18 − 5,5)(31,5 − 7 / 2) = 14580 in - k (1647,5 kN - m)
' ≡ M total = 900 + 14580 = 23620 in - k (2669 kN - m)
Persamaan (5.25) sesuai dengan Peraturan ACI dan ditulis sebagai: M u
' ' ' = φ M web + M flens = φ M total
Jadi, M u = (0,9)(23620) = 21260 in-k (2402 kN-m) Beberapa catatan penting dari hasil pembahasan diatas adalah: Dalam Contoh 5.9, tulangan prategang ditambah karena indeks tulangan hampir mendekati batasan ACI yaitu ω = 0,30.
sumargo
Page 29
11/10/2007