Polimerisasi ionik merupakan salah satu mekanisme yang termasuk dalam polimerisasi adisi. Beberapa jenis polimer diperoleh melalui mekanisme reaksi ini. Walaupun tahap reaksi sama dengan polimerisasi adisi pada umumnya (inisiasi, propagasi, terminasi), namun unit polimer yang tumbuh berupa ion (bukan dalam bentuk radikal). Jika suatu unit monomer bertumbuh menjadi polimer melalui polimerisasi adisi, distribusi elektron di sekeliling atom karbon dapat mengambil bentuk yang berbeda-beda.
Baik ion karbonium maupun ion karbanion dapat digunakan sebagai inti dalam proses pembentukan rantai polimer melalui mekanisme kationik dan anionik. Mekanisme reaksi ini relatif lebih sulit dipahami dibandingkan mekanisme radikal karena reaksi ini berlangsung dengan sangat cepat sebagai pengaruh dari adanya co-catalyst. Monomer yang memiliki electron-donating group yang terikat pada atom karbon dengan ikatan rangkap memiliki tendensi untuk membentuk ion karbonium dan akan mengalami mekanisme polimerisasi kationik. Sebaliknya untuk monomer dengan electron-withdrawing group akan mengalami mekanisme polimerisasi anionik.
Cationic Polymerization Metode ini digunakan untuk polimerisasi pada pembuatan poliformaldehid, poliisobutilen, dan butyl rubber.
Katalis (atau bisa juga disebut sebagai inisiator) yang digunakan adalah suatu asam Lewis (Friedel-Crafts agents) seperti aluminium klorida (AlCl 3), titanium tetraklorida (TiCl 4), dan boron trifluorida (BF3). Co-catalyst yang umum digunakan adalah air. Produk dengan berat molekul yang tinggi dapat diperoleh hanya dalam hitungan detik pada suhu -100 o C.
Tahap pertama diawali dengan reaksi antara katalis dengan cocatalyst menghasilkan asam kompleks
Asam kompleks tersebut mendonorkan proton ke monomer untuk menghasilkan ion karbonium. Kedua tahap ini merupakan tahap inisiasi.
Tahap selanjutnya adalah propagasi dimana ion karbonim bereaksi dengan monomer lainnya untuk menghasilkan ion karbonium baru. Reaksi terus berulang hingga menghasilkan rantai polimer yang panjang
Tidak seperti mekanisme radikal, pada mekanisme kationik, terminasi tidak dapat terjadi melalui kombinasi (coupling). Terminasi terjadi ketika ion positif bertemu dengan ion negatif.
Polimerisasi kationik biasanya dijalankan pada suatu larutan dan pada suhu yang rendah (tipikal -80 sampai -100 o C)
Anionic Polymerization Metode ini pertama kali digunakan sekitar tahun 1960-an untuk polimerisasi pada pembuatan polibutadiene (Buna Rubber).
Katalis atau inisiator yang digunakan dapat berupa nukleofil kuat, termasuk reagen Grignard dan senyawa organometalik seperti nbutyl(n-C4H9)litium dan bisa juga berupa sodium naphtalene. Mekanisme ini dapat terjadi ketika monomer memiliki electron withdrawing-group (misalnya –CN, -NO2, dan phenyl) . Inisiasi dapat terjadi dengan adisi anion ke monomer
Inisiasi dapat juga terjadi melalui adisi elektron menghasilkan radikal anion.
Tahap selanjutnya kurang lebih sama dengan polimerisasi kationik. Hanya saja untuk polimerisasi anionik, jika dapat dipastikan bahwa di dalam sistem reaksi tidak terdapat impurities (oksigen, karbon dioksida, methanol, atau air), tahap terminasi seringkali tidak terjadi. Polimerisasi akan terus terjadi hingga monomer habis. Karena alasan inilah, polimerisasi anionik kadang disebut juga sebagai ‘living polymerization’.
Co-ordination Polymerization Mekanisme ini melibatkan katalis yang dapat berperan sedemikian rupa sehingga melibatkan terbentuknya polimer stereoregular.
Katalis yang digunakan merupakan kompleks logam transisi yang umumnya berupa padatan atau yang diadsorb pada suatu padatan. Perkembangan mekanisme ini dimulai pada tahun 1954 ketika Giulio Natta (Italia) mengembangkan polipropilen isotaktik melalui proses stereokimia. Hasil dari reaksi memiliki kualitas yang kurang lebih sama dengan LDPE (Low-Density Poliethylene). Proses yang sama juga dikembangkan oleh Karl Ziegler di Jerman untuk membuat polietilen pada suhu dan tekanan yang lebih rendah menghasilkan HDPE (High-Density Poliethylene).