1
An. R, 8 tahun diantar ibunya ke dokter. Sekujur tubuhnya bentol-bentol merah, terasa gatal dan panas sejak dua hari yang lalu. Walaupun sudah ditaburkan bedak/talk, namun gatal belum juga hilang. Keluhan dirasakan semakin memberat. Dari anamnesis diketahui, siang hari ari sebel ebelu umny mnya An. R maka makan n udan udang. g. An. R belu belum m minu minum m obat obat apap apapu un untuk ntuk menghilangkan keluhan. Keluhan serupa juga pernah dirasakan sekitar 3 bulan yang lalu setelah An. R makan sea food . Saat masih bayi, An. R juga pernah menderita kemerahan di kulit ketika diberikan susu formula, kemerahan hilang setelah ASI dilanjutkan dan susu formula dihentikan. Dokter juga memperoleh informasi bahwa ibu An. R memiliki riwayat penyakit asma dan terkadang juga mengalami hal yang sama seperti An. R setelah makan makanan tertentu. Apa yang terjadi dengan An. R?
2
1
1. Bentol
: pembengkakan kecil
2. Gatal
: sensasi berbagai gangguan kulit yang ciri khasnya adalah perasaan ingin
menggaruk
1
3. Bedak/talk: bentuk serbuk magnesium silikat hidrat, kadang-kadang mengandung sedikit aluminium silikat 1 4. Anamnesis:
riwayat
kasus
mempergunakan ingatan pasien 5. Obat
pasien,
medis
atau
psikiatrik,
terutama
dengan
1
: semua senyawa kimia yang digunakan pada atau diberikan pada manusia
atau hewan sebagai alat bantu diagnosis, pengobatan, atau pencegahan penyakit atau keadaan abnormal lain, untuk menghilangkan rasa sakit atau penderitaan, atau mengendalikan atau memperbaiki setiap keadaan fisiologik atau patologik 6. Asma
1
: serangan berulang dispnea paroksismal, disertai dengan peradangan jalan
napas dan mengi akibat kontraksi spasmodic bronkus 1
3
1. Bagaimana mekanisme terjadinya gatal, bentol, dan panas? 2. Mengapa bedak tidak bisa menghilangkan rasa gatal? 3. Bagaimana hubungan udang dengan keluhan yang dialami An. R? 4. Apa tujuan anamnesis dan apa saja jenis-jenis anamesis? 5. Apa hubungan ASI dengan hilangnya kemerahan pada An. R? 6. Mengapa susu formula dapat menimbulkan kemerahan pada An. R? 7. Apa perbedaan ASI dengan susu formula? 8. Apa hubungan asma ibu dengan alergi pada anaknya? 9. Bagaimana mekanisme terjadinya alergi makanan? 10. Apa saja klasifikasi dari alergi makanan? 11. Apa saja faktor yang dapat menyebabkan asma? 12. Apa saja faktor yang dapat menyebabkan alergi? 13. Apa hubungan riwayat penyakit anak terdahulu dengan sekarang? 14. Bagaimana terapi alergi pada An. R?
4
1. Terjadinya gatal, bentol dan panas itu semua merupakan gejala dari alergi. Alergi terjadi karena hipersensitivitas segera (tipe 1), akibat dari aktivasi subset T H2 dari sel T penolong CD4+ oleh antigen lingkungan, yang menyebabkan produksi antibodi IgE, yang akan berikatan dipermukaan sel mast. Apabila molekul IgE tersebut mengikat antigen (alergen) maka sel mast akan dipicu untuk melepaskan mediator (histamine) yang akan mengakibatkan kontraksi otot polos visera, meningkatkan pemeabilitas
kapiler,
meningkatkan
aktivitas
kelenjar
mukosa
respirasi,
menimbulkan sensasi gatal dan panas, berkembangnya bentol-bentol dan kemerahan 2
kulit.
2. Bedak tidak dapat menghilangkan gatal karena bedak tidak mengandung antihistamine. Bedak/talk mengandung asam salsilat 2% dan talk 98%. Asam salsilat mengandung bakteriostatik, fungsida, keratolitik, dan mengandung sensasi menthol yang nantinya akan mengalihkan reseptor. Sifat dari bedak/talk ini adalah obat pemakaian luar yang hanya bias untuk mengatasi biang keringat atau gangguan kulit tertentu, bukan karena alergi makanan.
3
3. Udang mengandung protein (kitosan) yang dapat membuat IgE merangsang sel mast untuk mensekresikan histamine sehingga menimbulkan keluhan (gatal, bentol, panas). Kitosan sebenarnya tidak berbahaya tetapi pada pasie hipersensitivitas, kitosa akan mensekresi IgE sehingga menyebabkan alergi.
4
4. Tujuan anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan. Jenis-jenis anamnesis adalah : a. Autoanamnesis : komunikasi dengan pasien langsung b. Alloanamnesis : komunikasi dengan wali pasien karena suatu keadaan tertentu Hal-hal yang ditanyakan dalam anamnesis: ⦁
Identitas pasien
⦁
Keluhan utama
⦁
Keluhan penyakit sekarang
⦁
Keluhan penyakit dahulu
⦁
Riwayat obstetric dan ginekologi (pada pasien wanita) 5
⦁
Riwayat penyakit keluarga 5
5. Air susu tidak hanya menyediakan zat gizi bagi bayi baru lahir, namun juga menyediakan perlindungan yang oenting melawan infeksi. Contohnya, beragam jenis antibodi dan agen anti-infeksi disekresikan dalam air susu bersama zat-zat gizi. Demikian juga, beberapa jenis sel darah putih juga ikut disekresi, termasuk neutrofil dan makrofag, beberapa di antara sel darah putih tersebut terutama bersifat mematikan bagi bakteri, yang dapat menyebabkan infeksi mematikan pada bayi baru lahir.6
6. Kandungan dalam susu formula, yaitu protein dianggap sebagai benda asing oleh antibody bagi penderita hipersensitifitas.
7
7. Konsentrasi laktosa pada Air Susu Ibu (ASI) kira-kira lebih banyak 50% daripada susu formula. Tetapi, konsentrasi protein di dalam susu formula 2 kali lebih besar daripada ASI. ASI tidak hanya memberikan zat gizi pada bayi baru lahir, tetapi j uga memberikan perlindungan penting terhadap antibody yang beberapa jenis sel darah putih (leukosit) disekresi. Termasuk neutrofil dan makrofag yang mempunyai sifat mematikan bakteri yang mengancam infeksi.
8
8. Ibu dari An. R adalah seseorang yang memiliki hipersensitif sel terhadap lingkungan yang
manifestasi
klinisnya
adalah
asma.
Sedangkan,
An.
R
memiliki
hipersensitivitas sel terhadap suatu zat yang manifestasi klinisnya adalah alergi terhadap makanan, seperti sitokin yang terdapat pada makanan berupa seafood , seperti udang. Hal tersebut dikarenakan faktor mutasi genetik pada kromosom yang meregulasi mekanisme alergi Ibu diturunkan pada An. R. 9
9. Kegagalan untuk melakukan toleransi oral pada An. R memicu produksi berlebihan antibody IgE yang spesifik terhadap epitop yang terdapat pada alergen makanan. Antibodi tersebut berikatan kuat dengan reseptor IgE pada basofil dan sel mast , juga berikatan dengan kekuatan lebih rendah pada makrofag, monosit, limfosit, eosinofi, dan trombosit. Ketika protein makanan melewati sawar mukosa, terikat dan bereaksi silang dengan antibody tersebut, akan memicu IgE yang telah berikatan dengan sel
6
mast . Kemudian sel mast akan melepaskan berbagai mediator (histamine, prostaglandin, dan leukotrien) yang akan menyebabkan vasodilatasi, sekeresi mucus, kontraksi otot polos, dan influks sel inflamasi lain sebagai bagian reaksi hipersensitivitas cepat. Sel mast yang teraktivasi tersebut juga mengeluarkan berbagai sitokin lain yang dapat menginduksi reaksi tipe lambat. Selama 4-8 jam pertama, neutrofil dan eosinofil akan dikeluarkan ke tempat reaksi alergi. Neutrofil dan eosinofil akan dikeluarkan ke tempat reaksi alergi. Neutrofil dan eosinofil yang teraktivasi akan mengeluarkan berbgaia mediator seperti platelet activating factor, peroksidase, eosinophil major basic protein dan eosinophil cationic protein. Sedangkan pada 24-48 jam berikutnya, limfosit dan monosit menginfiltrasi lokasi tersebut dan memicu reaksi inflamasi kronik.1 0
10. Reaksi simpang makanan dibagi menjadi dua yaitu Reaksi Toksis dan Reaksi Non Toksis. Reaksi Toksis merupakan reaksi keracunan makanan, sedangkan Reaksi Non Toksis dibagi menjadi dua yaitu : Reaksi Imunologis dan Reaksi Non Imunologis. Reaksi Imunologis dibagi menjadi dua menurut adanya alergi atau tidak. Reaksi Non Imunologis dibagi menjadi dua, yaitu Reaksi Psikologi dan Intoleransi Makanan.
11
11. Faktor lingkungan: asap rokok, tungau debu rumah, jenis kelamin, binatang peliharaan, jenis makanan, perubahan cuaca. Faktor dari pasien: aspek genetik, allergen, saluran nafas yang memang mudah terangsang, jenis kelamin.
12
12. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan alergi adalah autoimunitas, reaksi terhadap mikroba, reaksi terhadap lingkungan, faktor hereditas (genetik), dan faktor psikis. 10
13. Hubungan riwayat penyakit An. R saat ini dengan 3 bulan yang lalu adalah kedua alergi An. R tersebut sama-sama disebabkan oleh makanan, keluhan yang dirasakan juga serupa antara riwayat penyakit terdahulu dengan sekarang. Riwayat penyakit sekarang merupakan fase lanjutan dari alergi yang dirasakan terdahulu.
13
14. Terapi alergi dengan diberikannya antihistamin supaya dapat mengurangi alergi pada alergi yang ringan. Serta memberikan obat golongan steroid atau kortikosteroid pada alergi sedang, dan memberikan epinefrin pada syok anafilaksis.
2
7
1. Terjadinya gatal, bentol dan panas itu semua merupakan gejala dari alergi. Alergi terjadi karena hipersensitivitas segera (tipe 1), akibat dari aktivasi subset T H2 dari sel T penolong CD4+ oleh antigen lingkungan, yang menyebabkan produksi antibodi IgE, yang akan berikatan dipermukaan sel mast. Apabila molekul IgE tersebut mengikat antigen (alergen) maka sel mast akan dipicu untuk melepaskan mediator (histamine) yang akan mengakibatkan kontraksi otot polos visera, meningkatkan pemeabilitas
kapiler,
meningkatkan
aktivitas
kelenjar
mukosa
respirasi,
menimbulkan sensasi gatal dan panas, berkembangnya bentol-bentol dan kemerahan 2
kulit.
Gambar 01. Mekanisme terjadinya gatal, bentol, dan panas
2
2. Bedak tidak dapat menghilangkan gatal karena bedak tidak mengandung antihistamine. Bedak/talk mengandung asam salsilat 2% dan talk 98%. Asam salsilat mengandung bakteriostatik, fungsida, keratolitik, dan mengandung sensasi menthol
8
yang nantinya akan mengalihkan reseptor. Sifat dari bedak/talk ini adalah obat pemakaian luar yang hanya bias untuk mengatasi biang keringat atau gangguan kulit tertentu, bukan karena alergi makanan. 3
3. Di dalam udang terdapat senyawa chitosan yaitu senyawa protein penyebab alergi yang diproduksi secara masal dibagian kulit udang. Chitosan memicu produksi immunoglobulin E untuk menetralisir chitosan, kemudian menempel pada permukaan sel mast yang kemudian berintraksi dan mengeluarkan histamin atau mediator – mediator lain sehingga menyebabkan timbulnya keluhan yang dialami oleh dina yaitu bentol – bentol merah, terasa gatal dan panas. 4
4. Tujuan anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan. Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial serta lingkungan pasien. Informasi yang didapat dari wawancara dengan pasien biasanya akan memberikan kontribusi yang lebih untuk suatu pemecahan masalah daripada informasi yang didapat dari pemeriksaan jasmani atau uji diagnostik. Ada dua jenis anamnesis, yaitu autoanamnesis dan alloanamnesis. a. Autoanamnesis merupakan anamnesis terhadap pasien itu sendiri. b. Alloanamnesis adalah anamnesis terhadap keluarga/relasi terdekat atau yang membawa pasien tersebut ke rumah sakit. Data anamnesis terdiri dari: 1. Identitas pasien 2. Keluhan utama 3. Riwayat Penyakit Sekarang 4. Riwayat Penyakit Dahulu 5. Riwayat Kesehatan Keluarga 6. Anamnesis Sistem 7. Riwayat Pribadi, Psikologis, Sosial Ekonomi dan Budaya 5
5. Selain nutrien, susu mengandung sejumlah sel imun, antibodi, dan bahan senyawa lain yang membantu melindungi bayi terhadap infeksi sampai ia dapat membentuk sendiri respons imun yang efektif beberapa bulan setelah lahir.
susu yang 9
diproduksi selama lima hari pertama setelah persalinan, mengandung sedikit lemak dan laktosa tetapi dengan komponen-komponen imunoprotektif yang tinggi. Semua bayi manusia memerlukan imunitas pasif selama gestasi oleh antibodi yang menembus plasenta dari ibu kepada janinnya. Namun, antibodi-antibodi ini berumur pendek dan tidak dapat menetap hingga bayi dapat membentuk sendiri pertahanan imunologis. Bayi yang mendapat air susu ibu (ASI) memperoleh keuntungan selama periode rentan ini melalui berbagai mekanisme : ASI mengandung banyak sel imun – baik limfosit T dan B, makrofag, maupun neutrofil- yang menghasilkan antibodi dan langsung menghancurkan mikroorganisme patogenik. Sel-sel ini sangat banyak terdapat dalam kolostrum. IgA sekretorik , suatu jenis khusus antibodi, terdapat dalam sejumlah besar di ASI. IgA sekretorik membantu melindungi antibodi dan destruksi oleh getah lambung bayi yang asam dan enzim-enzim pencernaan. Antibodi-antibodi ini melindungi bayi dari mikroba infeksi yang kemungkinan besar dijumpai oleh bayi tersebut. Sebagian
komponen
dalam
ASI,
misalnya mukus ,
melekat
ke
mikroorganisme yang berpotensi menjadi patogen, mencegahnya melekat ke dan menembus mukosa usus. Lactoferin adalah konstituen ASI yang menghambat pertumbuhan bakteri berbahaya dengan mengurangi ketersediaan besi, suatu mineral yang dibutuhkan untuk perkembangbiakan patogen. Faktor bifidus pada ASI, berbeda dari laktoferin, mendorong multipikasi mikroorganime non patogen Lactobacillus bifidus di saluran cerna bayi. Pertumbuhan bakteri tak berbahaya ini membantu mendesak pertumbuhan bakteri yang berpotensi merugikan. Komponen-komponen lain dalam ASI mendorong pematangan sistem pencernaan bayi sehingga bayi lebih tahan terhadap bakteri dan virus penyebab diare. Masih ada faktor-faktor lain dalam ASI yang belum diketahui yang memperceapt perkembangan kemampuan sistem imun bayi. Karena itu, ASI membantu melindungi bayi dari penyakit melalui berbagai cara. Sebagian studi mengisyaratkan bahwa selain manfaat ASI selama masa bayi,
10
menyusui juga dapat mengurangi risiko timbulnya penyakit tertentu pada kehidupan selanjutnya. Contohnya adalah alergi misalnya asma, penyakit otoimun misalnya diabetes melitus tipe I, dan kanker misalnya limfoma. 7
6. Sama halnya dengan udang yang mengandung chitosan yang merupakan golongan protein. Susu formula juga mengandung tinggi protein. Komponen protein susu sapi dapat berbentuk predominasi kasein atau whey. Umumnya rasio whey:kasein pada susu formula yang beredar di pasaran adalah 60:40. Formula ini dapat menunjang kebutuhan kalsium hingga usia satu tahun. Kandungan protein yang disarankan pada susu formula ini adalah 1,8 sampai 2 g/100kkal. Bagi beberapa orang yang mengonsumsi protein terlalu tinggi dapat menyebabkan hipersensitivitas yang memacu IgE dan dalam reaksinya dapat mengeluarkan histamin yang timbul sebagai keluhan pasien. 14
7. Konsentrasi laktosa pada ASI kira-kira 50% lebih banyak daripada susu formula, tetapi konsentrasi protein dalam susu formula biasanya dua kali lebih besar daripada dalam ASI. ASI tidak hanya memberikan zat gizi bagi bayi baru lahir, namun juga memberikan perlindungan penting terhadap infeksi. Contohnya, berbagai jenis antibody dan agen anti-infeksi disekresi dalam ASI bersama za-zat gizi. Beberapa jenis sel darah putih (leukosit) disekresi, termasuk neutrofil maupun makrofag, beberapa di antaranya terutama bersifat mematikan bakteri yang dapat menyebabkan infeksi mematikan pada bayi baru lahir. Antibody dan makrofag terutama penting untuk menghancurkan bakteri Eschrichia coli , yang kerap menyebabkan diare mematikan pada bayi baru lahir. Jika susu formula digunakan untuk mencukupi nutrisi bayi menggantikan ASI, agen pelindung di dalamnya biasanya tidak berarti karena dihancurkan dalam beberapa menit di dalam tubuh manusia.
8
KONSTITUEN
ASI (%)
SUSU FORMULA (%)
AIR
88,5
87,0
LEMAK
3,3
3,5
LAKTOSA
6,8
4,8 11
KASEIN LAKTALBUMIN
0,9
2,7
& 0,4
0,7
0,2
0,7
PROTEIN LAIN ABU
Tabel 01. Perbedaan komposisi Air Susu Ibu (ASI) dan Susu Formula
8
8. Faktor genetik dan lingkungan berkontribusi pada reaksi alergi pada Ibu dan pada An. R. Dalam studi yang dilakukan oleh para oleh ilmuwan telah diketahui bahwa masyarakat pada negara-negara maju mempunyai kecenderungan memproduksi IgE dalam jumlah besar terhadap paparan bahan alergen. Kondisi demikian ini disebut atopi, yang sangat dipengaruhi oleh kekerabatan dan dipengaruhi oleh banyak lokus gen. Individu atopi mempunyai kerentanan terhadap penyakit alergi seperti halnya asma dan alergi serbuk bunga. Hal tersebut menjadi alergen bagi Ibu yang manifestasi klinisnya adalah asma. Pada penelitian genom manusia telah ditemukan sejumlah gen kerentanan yang berbeda pada penyakit alergi tersbut. Umumnya setiap etnik mempunyai ketahanan yang berbeda terhadap suatu penyakit. Beberapa bagian kromosom yang berasosiasi dengan alergi atau asma juga berasosiasi dengan penyakit inflamsi psoriasis dan penyakit autoimun. Gen yang mengkode kerentanan terhadap asma dan atopi dermatitis berada pada kromosom 11q12-13. Gen tersebut mengkode pembentukan reseptor subunit β IgE (FcεRI). Gen lain yang terlibat pada asma dan dermatitis atopi terletak pada kromosom 5q31-33. Kromosom 5q31-33 paling tidak membawa empat gen yang menyebabkan terjadinya kerentanan pada penyakit dermatitis dan asma atopi. Kelompok gen ini meliputi gen yang mengode pembentukan IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-13,
dan
GM-CSF
(granulocyte-macrophage
colony
stimulating
factor).
Kromosom yang meregulasi manifestasi klinik alergi pada Ibu diturunkan secara herediter kepada An. R. An. R menunjukkan manifestasi hipersensitivitas sel, namun tidak terhadap zat pada lingkungan, melainkan pada makanan. Pada manusia variasi gen TIM berhubungan dengan kepekaan respon saluran pernafasan terhadap bahan-bahan irritant . Dalam hal ini otot polos bronkus dari individu tertentu akan mengalami kontraksi sebagaimana yang terlihat pada asma. 12
Gen yang ditengarai terkait dengan kerentanan terhadap reaksi alergi adalah gen penyandi p40. Protein p40 merupakan salah satu subunit dari dua subunit IL-12. IL-12 mempunyai peran meningkatkan respon TH1. Bagian kecil genom yang diketahui dapat mengubah kepekaan terhadap suatu penyakit akan mempunyai arti yang sangat penting jika telah diketahui efek fisiologinya.
Untuk
mengidentifiaksi
gen
penyebab
penyakit
memerlukan
pelaksanaan studi pada pasien dengan popolasi dan kontrol yang besar. Sebagai contoh adalah pengetahuan pada kromosom 5q31-33. Sejauh perkembangan ilmu pengetahuan saat ini, terlalu awal untuk menarik kesimpulan terhadap pentingnya perbedaan polimorfisme pada kompleksitas gen pada atopi. Perbedaan kepekaan seseorang pada IgE terkait dengan region HLA kelas II (MHC kelas II manusia) dan mempengaruhi respon individu tersebut terhadap alergen yang spesifik dan tidak terhadap kepekaan pada semua atopi. Para ilmuwan menduga ada gen-gen yang secara khusus hanya berhubungan dengan masalah alergi. Sebagai contoh adalah penyakit asma. Pada penyakit ini telah ditemukan bukti ada beberapa gen bekerja minimal pada tiga aspek yakni, produksi IgE, respon inflmasi, dan respon terhadap perlakuan klinik tertentu. Polimorfisme gen pada kromosom 20 yang menyandi ADAM33, yang diekspresikan oleh sel-sel otot polos dari bronkus dan juga diekspresikan oleh fibroblas paru mempunyai kaitan erat dengan asma dan hiperreaktif bronkus. Hal ini merupakan contoh variasi gen pada kasus inflamasi paru dan perubahan anatomi-patologi pada saluran pernafasan, sehingga menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap asma. Faktor genetik dapat menjelaskan hubungan antara polusi dan alergi secara moderat, karena hanya berlaku bagi individu dengan genotip yang sensitif. 9
9. Reaksi-reaksi klinis hipersensitivitas cepat (diperantarai-antibodi) atau lambat sebelumnya satu individu pernah kontak dengan agen khusus yang mempunyai karakteristik kimia tertentu, yang menyebabkan individu tersebut sensitive terhadap partikel tertentu. Terpajannya kembali dengan antigen tertentu dapat menyebabkan sel yang sudah tersensitisasi, seperti halnya beberapa tipe imunoglobin (antibody), menghasilkan respons “pertahanan” yang khusus. Reaksi klinis hipersensitivitas pada manusia seringkali memnunjukkan ada lebih dari satu proses imunologis, masing-masing dengan system amplifikasinya yang khusus.
13
Setelah pajanan dengan antigen tunggal, respons imun humoral (bergantung pada antibody) atau respons imun yang diperantarai sel dapat timbul secara bersamaan atau terpisah. Selain ukuran, bentuk antigen dan cara pajanan, usia, kesehatan responden dan pengalaman sebelumnya dengan bahan yang membuat sensitive, juga akan mempengaruhi respons imunologik (Ig). Misalnya, pemajanan pertama dengan agen yang disuntikkan (missal, vaksin) biasanya menimbulkan respons IgM, yang dalam beberapa hari berubah menjadi sintesis IgG. Pajanan ulang hanya menimbulkan produksi IgG yang berkadar tinggi. Kadar antigen yag sangat rendah
seringkali
menimbulkan
sintesis
IgE,
sedangkan
pajanan
mukosa
menimbulkan respons IgA, yang seringkali terlokalisir pada organ yang terkena. Interaksi antigen-antibodi tunggal dapat menimbulkan pengaruh yang berlainan, bergantung pada system indicator yang mengobservasi interaksi tersebut. Molekul IgG manusia yang spesifik untuk suatu antigen dapat memisahkan antigen dari larutan, mengendapkan partikel-partikel tidak larut yang dilapisi antigen, atau mengaktifkan protein komplemen setelah mengadakan interaksi dengan antigen dalam bentuk lain. Pengaruh yang ditemukan sebagian besar bergantung pada konsentrasi antigen-antibodi, proporsi relative reaktan, dan adanya komponen tambahan yang bereperan sebagai “indicator” dalam tes laboratorium. Jika interaksi seperti ini terjadi in vivo, pengaruhnya menggambarkan factor-faktor yang serupa serta respons jaringan local terhadap reaksi primer antigen-antibodi dan aktivasi mekanisme amplifikasi sekunder. 3 Alergi makanan pada orang dewasa dapat merupakan reaksi yang memang sudah terjadi saat kanak-kanak atau reaksi yang memnag baru terjadi pada usia dewasa. Secara umum patofisioogi alergi makanan dapat diperantarai IgE maupun tidak diperantari IgE.
Secara imunologis, antigen protein utuh masuk ke dalam sirkulasi dan disebarkan ke seluruh tubuh. Untuk mencegah respons imun terhadap semua makanan yang dicerna, diperlukan respons yang ditekan secara selektif yang disebut toleransi atau hiposensitisasi. Kegagalan untuk melakukan toleransi oral ini memicu produksi berlebihan antibody IgE yang spesifik terhadap epitop yang terdapat pada alergen makanan. Antibodi tersebut berikutan kuat dengan reseptor IgE pada basofil
14
dan sel mast , juga berikatan dengan kekuatan lebih rendah pada makrofag, monosit, limfosit, eosinofi, dan trombosit. Ketika protein makanan melewati sawar mukosa, terikat dan bereaksi silang dengan antibody tersebut, akan memicu IgE yang telah berikatan dengan sel mast . Kemudian sel mast akan melepaskan berbagai mediator (histamine, prostaglandin, dan leukotrien) yang akan menyebabkan vasodilatasi, sekeresi mucus, kontraksi otot polos, dan influks sel inflamasi lain sebagai bagian reaksi hipersensitivitas cepat. Sel mast yang teraktivasi tersebut juga mengeluarkan berbagai sitokin lain yang dapat menginduksi reaksi tipe lambat. Selama 4-8 jam pertama, neutrofil dan eosinofil akan dikeluarkan ke tempat reaksi alergi. Neutrofil dan eosinofil akan dikeluarkan ke tempat reaksi alergi. Neutrofil dan eosinofil yang teraktivasi akan mengeluarkan berbgaia mediator seperti platelet activating factor, peroksidase, eosinophil major basic protein dan eosinophil cationic protein. Sedangkan pada 24-48 jam berikutnya, limfosit dan monosit menginfiltrasi lokasi tersebut dan memicu reaksi inflamasi kronik. Belakangan ini alergi pada orang dewasa seringkali dihubungkan dengan sensitasi alergen lain sebelumnya (terutama inhalan) yang berhubungan dengan jenis alergi lainnya. Manifestasinya seringkali disebut menggunakan istilah sindrom, seperti sindrom alergi oral, dan sindrom polen-alergi makanan. Diduga terjadi reaksi silang IgE antar beberapa alergen makanan dengan alergen lainnya.
Patogenesis reaksi makanan yang tidak diperantarai IgE berjumlah diketahui dengan jelas. Reaksi hipersensitivitas tipe II (reaksi sitotoksik), tipe III (reaksi kompleks imun), dan tipe IV (reaksi hipersensitivitas diperantarai sel T) pernah dilaporkan terjadi pada pasien yang mengalami alergi makanan, walaupun belum cukup bukti
untuk
membuktikan perannya pada alergi
makanan.
Reaksi
hipersensitivitas non Ig-E akibat makanan umumnya bermanifestasi sebagai gangguan saluran cerna dengan berbagai variasi, mulai dari mual, muntah, diare , steatorea , nyeri abdomen, berat badan menurun. Berlawanan dengan reaksi hipersensitivitas yang diperantarai IgE, beratnya reaksi yang terjadi bergantung pada jumlah alergen yang dikonsumsi dan awitannya sangat bervariasi, mulai dari beberapa menit sampai beberapa jam kemudian.
15
Pada umumnya
pasien dengan hipersensitivitas menunjukkan
reaksi
berlebihan terhadap makanan atau aditif. Sebagai contoh reaksi terhadap kafein, yang menimbulkan kesulitan tidur setelah pasien mengonsumsi kopi dalam jumlah sedikit. Banyak bahan kima yang dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas dapat dikaburkan dengan reaksi alergi melalui IgE.
10
Jenis reaksi hipersensitivitas terlihat pada table 2.
Gambar 01. Jenis Reaksi Hipersensitivitas 10 Manifestasi alergi makanan dapat juga berupa manifestasi local dan sistemik. Manifestasi local biasanya karena kontak langsung dengan makanan. Pada kulit berupa urtikaria kontak, pada saluran napas berupa rhinitis setelah inhalasi partikel makanan, dan pada saluran cerna misalnya sindrom alergi oral. Manifestasi sistemik terjadi setelah menelan makanan. Faktor penentu terjadinya reaksi sistemik maupun local adalah reaksi biokimia protein makanan tersebut, absorbs dan proses dalan saluran cerna, respons imun individu, dan hipereaktivitas target organ. Berbagai macam manifestasi alergi makanan pada target organ tersebut dapat dilihat pada table 3.10
16
Gambar 02. Manifestasi Alergi Makanan pada Berbagai Organ 10
10. Alergi makanan adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap makanan. Dalam beberapa kepustakaan alergi makanan dipakai untuk menyatakan suatu reaksi terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV. Tidak semua reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan merupakan reaksi alergi murni, tetapi banyak dokter atau masyarakat awam menggunakan istilah alergi makanan untuk semua reaksi yang tidak diinginkan dari makanan, baik yang imunologik atau non imunologis. Batasan lebih jelas dibuat oleh American Academy of Allergy and immunology dan The National Institute of Allergy and infections disease yaitu :
17
Gambar 03. Reaksi Simpang Makanan 11 Istilah umum untuk reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan yang ditelan. Reaksi ini dapat merupakan reaksi sekunder terhadap alergi makanan atau intoleransi makanan. Alergi makanan adalah reaksi imunologis (kekebalan tubuh) yang menyimpang karena masuknya bahan penyebnab alergi dalam tubuh. Sebagian besar reaksi ini melalui reaksi hipersensitifitas tipe 1. Intoleransi makanan adalah reaksi makanan nonimunologik dan merupakan sebagian besar penyebab reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan. Reaksi ini dapat disebabkan oleh zat yang terkandung dalam makanan karena kontaminasi toksik (misalnya toksin yang disekresi oleh Salmonella, Campylobacter dan Shigella, histamine pada keracunan ikan), zat farmakologik yang terkandung dalam makanan misalnya tiramin pada keju, kafein pada kopi atau kelainan pada pejamu sendiri seperti defisiensi lactase, maltase atau
18
respon idiosinkrasi pada pejamu. Menurut cepat timbulnya reaksi maka alergi terhadap makanan dapat berupa reaksi cepat (Immediate Hipersensitivity/rapid onset reaction) dan reaksi lambat (delayed onset reaction).
, reaksi terjadi berdasarkan reaksi kekebalan
tubuh tipe tertentu. Terjadi beberapa menit sampai beberapa jam setelah makan atau terhirup pajanan alergi. penyebab alergi.
, terjadi lebih dari 8 jam setelah makan bahan
11
11. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan asma:
A. Asap rokok Asap rokok dapat menyebabkan asma , baik pada perokok itu maupun yang terkena asap rokok tersebut.suatu penelitian di finlandia menunjukan bahwa orang dewasa berpeluang dua kali lipat terkena asma dibandingkan orang yang tidak terkena asap rokok(jaaakkola et al, 2001). Pada anak-anak, asap rokok akan memberikan efek yang lebih parah dibandingkan orang dewasa.selain itu juga sistem pertahanan tubuh anak yang belum berkembang (Ramaiah, 2006). B. Tungau Debu Rumah Tungau debu rumah adalah penyebab paling umum diseluruh dunia. Asma bronkial dikaitkan oleh masuknya suatu allergen minsalnya tungau debu. Tungau debu akan mengeluarkan fese yang di lapisi protein pada setiap butir partikelnya. Ketika tungau ini mati, maka tubuhnya yang membusuk bercampur dengan debu rumah
tangga.minsalnya
debu
yang
terdapat
pada
jok
kursi,karpet
(Danusaputr,2000). C. Jenis Kelamin Jumlah kejadian asma pada laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan anak perempuan (Sundaru, 2006). Penyebab asma juga tergantung dari umur. D. Binatang Peliharaan Binatang berbulu seperti anjing, kucing,hamster,burung dapat menjadi sumber allergen inhalan. Sumber utama penyebabnya adalah bulu binatang di bagian muka dan ekskresi. Alergen tersebut memiliki ukuran yang sangat kecil dan dapt terbang di udara sehingga menyebabkan serangan asma, terutama dari burung 19
dan hewan yang menyusui karena bulu akan rontok dan terbang mengikuti udara (Sundaru, 2006). E. Jenis makanan Beberapa makanan penyebab alergi makana seperti susu sapi, ikan laut, udang dan lain-lain. Dikarenakan ada kandungan zat tertentu yang menyebabkan seseorang bisa terkena asma.dan makanan produksi industri bisa menyebabkan asma. Minsalnya makanan yang mengansung bahan pengawet, pewarnaan, vetsin.(Handayani, 2004). F. Perubahan cuaca Kondisi
cuaca
seperti
temperatur
dingin,
tingginya
kelenbaban
dapat
menyebabkan asma menjadi lebih parah berhubungan dengan badai dan meingkatnya konsentrasi partikel alergenik. Udara yang dingin menyebabkan sesak di saluran pernafasan (Ramaiah,2006).
Faktor genetik adalah faktor yang dibawa dari keturunan. Baik dari ayah maupun dari ibunya yang pernah mengalami riwayat penyakit asma. Faktor penyebab asma juga diklasifikasikan menjadi dua yaitu: ⦁
Asma ekstrinsik : adalah bentuk asma paling umum yang disebabkankarena reaksi alergi penderita terhadap alergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
⦁
Asma instrinsik : adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari allergen. Asma ini di sebabkan oleh sters, infeksi dan kondisi lingkungan yang buruk seperti kelembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan. 12
12. Faktor yang dapat menyebabkan alergi: 1) Autoimunitas: reaksi terhadap antigen diri (self). Pada keadaan normal, sistem imun tidak bereaksi terhadap antigen yang dihasilkan oleh badan sendiri yang disebut toleransi diri (sel tolerance), yang berarti bahwa tubuh bersifat toleran terhadap antigen diri. Dan terkadang toleransi diri gagal sehingga menyebabkn autoimunitas. 2) Reaksi terhadap mikroba. Ada berbagai jenis reaksi terhadap antigen mikroba
20
yang dapat menyababkan penyakit. Pada sebagian kasus, reaksi imun terlalu kuat
atau biasanya karena antigen mikroba berada terus-menerus (menetap).
Apabila antibodi diproduksi terhadap terhadap antigen semacam itu, maka antibodi akan bergabung dengan antigen mikroba dan membentuk kompleks imun yang dapat diendapkandi dalam jaringan dan memicu terjadinya inflamasi. Sel T yang bereaksi terhadap mikrobayang persisten dapat menyebabkan reaksi inflamasi yang parah, kadang-kadang disertai pembentukan granuloma. Jarang terjadi , antibodi atau sel T bereaksi terhadap mikroba yang bereaksi silang dengan jaringan tuan rumah.
Pada beberapa keadaan, reaksi imun mungkin
berjalan normal, tetapi dalam rangka membasmi mikroba, jaringan tuan rumah mengalami jejas. 3) Reaksi terhadap
antigen lingkungan. Sebagian besar individu sehat tidak
bereaksi kuat terhadap zat-zat yang biasa terdapat dilingkungan (contoh serbuk sari, bahan dari binatang, atau debu rumah yang mengandung ngengat), tetapi hampir
20%
populasi
mengalami
alergi
terhadap
zat-zat
tersebut.
Individu-individu tersebut mempunyai faktor genetik yang terkait kerentanan menimbulkan reaksi imun yang tidak lazim terhadap berbagai antigen yang tidak bersifat infektif dan justru tidak berbahaya, dan semua orang terpajan pada antigen semacam terapi hanya sebagian besar yang bereaksi.
2
13. Terdapat 3 fase urutan kejadian reaksi alergi adalah sebagai berikut: 1) Fase sanitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik (Fce-R) pada permukaan sel mast/basofil 2) Fase aktifasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan alergen yang spesifik dengan IgE yang terdapat di sel mast/basofil, yang kemudian akan melepaskan isinya yang berisikan granula yang akan menimbulkan reaksi. 3) Fase efektor yaitu waktu terjadi respon yang kompleks (aniflaksis) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas oleh sel mast/basofil dengan aktifitas farmakologik.
14.
13
Pada reaksi alergi makanan ringan hanya perlu diberikan anti histamin, dan jika perlu titambahkan kortikosteroid pada reaksi sedang. Sedangkan pada serangan syok anafilaksis terapi utamanya dengan diberikannya epinefrin/adrenalin. 11 21
Terapi reaksi alergi tipe cepat terlokalisasi dengan anti histamin sering hanya menghasilkan penyembuhan parsial gejala karena sebagian dari manifestasi ditimbulkan oleh mediator kimiawi lain yang tidak dihambat oleh obat golongan ini. Sebagai contoh, antihistamin tidak terlalu efektif dalam mengobati asma, yang gejala paling seriusnya dipicu oleh SRS-A. Obat adrenergenik bermanfaat melalui efek vasokonstriktor-bronkodilatornya dalam melawan efek histamin dan SRS_A. Obat antiinflamasi seperti turunan kortisol sering digunakan sebagai terapi primer bagi peradangan yang disebabkan oleh alergi, misalnya berkaitan dengan asma. Obat-obat baru seperti singulair yang menghambat leukotrien, termasuk SRS-A, juga menjadi salah satu pilihan untuk mengatasi alergi tipe cepat. 3
22
An. R
Udang (Seafood)
Implementasi Alergi
Susu formula
Mekanisme Alergi
Alergi
(Gatal, bentol, panas)
Penyebab
Klasifikasi
Klasifikasi
Terapi
Hubungan asma ibu dengan alergi An. R
23
TOPICS
Alergi
WHAT
I’VE WHAT I DON’T WHAT I HAVE TO HOW WILL I
KNOWN
KNOW
PROVE
LEARN
- Definisi alergi
Mekanisme
- Definisi alergi
-Guyton
- Penyebab
alergi
- Mekanisme alergi
Hall 12 th ed,
- Penyebab alergi
-Fisiologi
- Terapi alergi
Sherwood.
alergi - Terapi alergi
and
-Patofisiologi Sylvia -Patology Robbin ASI
dan
Formula
Susu - Perbedaan ASI
-
dan susu formula
ASI
Kandungan - Perbedaan ASI dan sehingga susu formula
dapat
- Kandungan ASI
menyembuhkan
sehingga
kemerahan
menyembuhkan
dapat
- Kandungan susu kemerahan formula sehingga - Kandungan susu dapat
formula
sehingga
menyebabkan
dapat menyebabkan
alergi
alergi
24
1. Dorland, W. A. Newman. 2012. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31 . Jakarta: EGC. 2. Kumar, Vinay. 2009. Robbins &Cotran Pathologic Basis of Disease , 9thEd, Jakarta: EGC. Hal. 105-106 3. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta: EGC. Hal. 163-164 4. Candra, yolanda.2011. Gambaran Sensitivitas Terhadap Alergi Makanan, (Online), ( journal.ui.ac.id/index.php/health/article/.../797/759. Diakses 15 Juni 2016) 5. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009. Pedoman Rekam Medis Berorientasi
Masalah ,
(Online)
(http://kurfak2005.fk.ui.ac.id/Catatan_Medik.....2009.pdf. Diakses 19 Juni 2016) 6. Guyton, Arthur C., Hall, John E.. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 1094 7. Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia, dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 865, 478 8. Hall, John E. 2014. Guyton and Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12 . Singapura: Elsevier. Hal. 1100 9. Rifa’i,
Muhaimin.
2011. Alergi
dan
Hipersensitif ,
(Online),
(http://files/2011/Alergi-dan-Hipersensitif.pdf. Diakses 13 Juni 2016) 10. Setiati, Siti dkk. 2014. Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI . Jakarta: Interna Publishing. Hal. 83-85, 512 11. Judarwanto, Widodo dr. SpA. 2005. Alergi Makanan, Diet, dan Autisme , (Online), (http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/alergi-autisme.pdf . Diakses 9 Juni 2016) 12. GINA. 2006. Faktor Penyebab Asma , (Online), (http://library.upnvj.ac.id.pdf. Diakses pada 18 Juni 2016) 13. Bratawidjaja, Garna, Karnen dan Iris Renggani. 2014. Imunologi Dasar edisi 11: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. 14. Susanto.
2014.
Penyakit
Alergi .,
(Online)
(http://eprints.undip.ac.id/44889/3/TimothyGS_22010110120063_Bab2KTI.pdf. Diakses 16 Juni 2016)
25