PEMBANGUNAN INDUSTRI PERBENIHAN DAN PERBIBITAN SWASTA NASIONAL1) (DEVELOPMENT OF NATIONAL SEED AND SEEDLING INDUSTRIES OF PRIVATE SECTOR)
Achmad Baihaki 2)
Motto (1) “Who ever could make two ears of corn or two blades of grass to grow upon a spot of ground where only one grew before, would deserve better of mankind, and do more essential service to his country than the whole race of politicians put together” Jonathan Swift, 1726
(2) “At the head of all sciences and arts, at the head of civilization and progress, stands not militerism, militerism, the science that kills, not commerce, the art of accumulating wealth, but agriculture, the mother of industry and the maintainer of human life” James A. Garfield, 1881 Presiden AS ke-20
Abstract 1) Guru Besar Emeritus UNPAD. 2) Ketua Dewan Dewan Pakar MPPI.
Seed industries is an important upstream industry in agricultural development.
Pembangunan Industri Perbenihan dan Perbibitan Swasta Nasional
1
Plant variety protection is aiming to support and to develop seed industries through utilization, the challenger and its possible solution to seed industrial development in Indonesia will be discussed.
Sari Industri perbenihan merupakan salah satu industri bibit yang sangat penting di sektor pertanian. Perlindungan varietas tanaman (PVT) bertujuan untuk membangun industri perbenihan dan perbibitan nasional melalui pemanfaatan potensi sumber daya manusia dan alam di Indonesia. Beberapa kendala belum bangkitkan industri perbenihan di Indonesia maupun uraian solusi pemecahannya akan didiskusikan.
Pendahuluan Salah satu tujuan terpenting dalam pembentukan Undang-undang No. 29 Th. 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman adalah membangun industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional, yang mampu memanfaatkan potensi bangsa secara keseluruhan, yaitu potensi keanekaragaman biogeofisik dan sosial budaya bangsa bagi terciptanya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan khususnya masyarakat tani di pedesaan dan di kota. Sudah barang tentu undang-undang tersebut mendorong tumbuhnya kreativitas bangsa dalam menghasilkan terciptanya varietas-varietas unggul baru berbagai komoditi pertanian berdaya saing tinggi, baik di pasar dalam negeri maupun di luar negeri untuk tanaman pangan, holtikultura, kehutanan, perikanan dan peternakan, serta tanaman perkebunan. Undang-undang tersebut juga memberikan suasana kondusif bagi investasi di bidang industri perbenihan dan pembibitan swasta nasional. Sektor pertanian, sebagaimana telah terbukti, merupakan sektor penopang stabilitas perekonomian makro kita. Sektor pertanian pun sebenarnya merupakan sektor penciptaan nilai yang besar dan
2
Zuriat, Vol. 19, No. 1, Januari-Juni 2008
apabila diupayakan sebagaimana mestinya akan terwujud terjadinya pertanian nasional yang maju dengan produk-produk berdaya saing tinggi. Visi pembangunan pertanian yang dibangun oleh Departemen Pertanian sampai dengan tahun 2025, bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat pertanian melalui sistem pertanian industrial. Industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional merupakan salah satu industri hulu di sektor pertanian praproduksi, yang berperan sangat menentukan keberhasilan sektor pertanian secara keseluruhan, termasuk industri pasca panen, seperti industri pangan dan lain-lain. Yang dimaksud dengan industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional adalah seluruh kegiatan dalam menghasilkan benih/bibit unggul baru berproduktivitas tinggi dan berkualitas tinggi dengan daya saing tinggi, memperbanyaknya, mengedarkannya dan memasarkannya, baik dalam satu kelembagaan usaha ataupun bagiannya, seperti: penangkar benih dan lain-lain, yang memanfaatkan potensi sumber daya hayati nasional secara bijak dan lestari. Membangun industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional merupakan upaya mendasar dalam pembangunan sektor pertanian keseluruhan. Sebab benih dan bibit varietas unggul bermutu merupakan penentu batas atas produktivitas dan kualitas produk suatu usaha tani, baik itu usaha tani besar maupun usaha tani kecil. Membangun industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional merupakan landasan yang baik bagi proses produksi dan industri pangan dan industri lainnya yang berbasis produk pertanian. Produk industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional yang unggul dan berkualitas tinggi serta murah akan menjamin keuntungan dan memperkecil resiko bagi petani produsen, baik itu dari usaha tani kecil ataupun besar (komoditi pangan dan komoditi lainnya). Bagi petani tanaman pangan penggunaan benih/bibit unggul yang spesifik wilayah
dari produk industri benih, akan memberikan jaminan keuntungan bagi usaha taninya. Dengan demikian upaya tersebut meningkatkan taraf hidup dan kese jahteraan para petani di desa-desa, serta membantu mengentaskan kemiskinan di desa-desa. Namun demikian, khusus untuk komoditi tanaman, sekalipun UU No. 29 Th. 2000 Tentang PVT telah diundangkan 7(tujuh) tahun yang lalu dan Kantor Pusat Perlindungan Varietas Tanaman telah bertugas selama kurang lebih 4 tahun terakhir, kenyataan menunjukkan jumlah varietas unggul yang diusulkan untuk dilindungi di Kantor Pusat PVT relatif masih sedikit, sekalipun dalam tahun yang sedang berjalan ini tendensinya menunjukkan adanya peningkatan dalam jumlah varietas yang didaftarkan untuk dilindungi. Sebagian besar varietas yang akan dilindungi tersebut bersal dari industri benih multinasional. Industri perbenihan swasta nasional nampaknya belum bangkit seperti yang diharapkan. Demikian juga varietas unggul produk kelembagaan penelitian milik Pemerintah masih sedikit yang diajukan untuk dilindungi. Kondisi tersebut tidak menguntungkan bagi pembangunan pertanian dan khususnya para petani produsen, serta menghambat upaya pengentasan kemiskinan di kalangan petani produsen usaha tani kecil. Pembangunan dan pengembangan usaha industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional tingkat menengah dan kecil perlu dipacu. Sementara itu impor benih cenderung meningkat dan industri benih multinasional berupaya mendominasi pasar benih dalam negeri. Belum bangkitnya industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional perlu dicari kendalanya. Demikian juga penyebab masih sedikitnya produk pemuliaan lembaga penelitian pemerintah yang didaftarkan untuk dilindungi.
Kendala Kendala belum bangkitnya industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional antara lain, adalah : (1) lemahnya pemahaman tentang manfaat UU No. 29 Th. 2000 Tentang PVT, baik di kalangan para pengusaha maupun di kalangan para pejabat, (2) masih lemahnya permodalan, karena belum adanya skema perkreditan untuk usaha penelitian pembuatan varietas unggul dalam industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional, (3) pemahaman tentang industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional, baik pengertian maupun perannya dalam pembangunan pertanian yang mensejahterakan dan langgeng, masih lemah dan beragam, (4) Nasionalisme dan patriotisme di kalangan industriawan perbenihan dan perbibitan masih perlu dibangkitkan, (5) belum ada kelembagaan pemerintah dan swasta yang fokus, terarah dan konsisten membangun dan mengembangkan industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional, (6) hambatan struktural dalam proses perlindungan varietas, (7) dirasakan masih kurangnya minat para pemulia dan teknolog perbenihan untuk terjun ke dalam industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional. Kendala-kendala tersebut harus dicarikan pemecahannya dan dilaksanakan dengan baik sehingga industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional tumbuh dan bangkit, serta menghasilkan varietas/jenis unggul baru dengan cepat dan sebanyak-banyaknya untuk berbagai komoditi di berbagai wilayah yang spesifik, terjangkau dan disukai oleh produsen produk pertanian, disukai konsumen industri yang lebih hilir dan disukai oleh konsumen masyarakat pengguna. Apabila hal tersebut terwujud, maka kesejahteraan petani akan meningkat secara keseluruhan. Kondisi tersebut akan membantu dalam pemerataan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan.
Pembangunan Industri Perbenihan dan Perbibitan Swasta Nasional
3
Kendala pertama tentang lemahnya pemahaman manfaat UU No. 29 Th. 2000 Tentang PVT. Nampaknya perlu adanya perubahan strategi dalam sosialisasi PVT. Lebih diarahkan ke simpul-simpul penentu, sehingga akan berdampak lebih cepat, yaitu sosialisasi di kalangan pejabat dan pengusaha, serta organisasiorganisasi profesi yang terkait dengan industri perbenihan/perbibitan. Kendala kedua, lemahnya permodalan. Tidak dapat disangkal bahwa industri perbenihan/perbibitan merupakan industri pertanian hulu yang paling beresiko dan bersifat khusus karena menyangkut benda hidup, yaitu tanaman dan hewan ternak, serta sifatnya sangat spesifik. Berlainan sifatnya dengan industri pangan dan industri manufaktur, serta pada taraf produksi komoditi. Industri perbenihan/perbibitan yang utuh, tidak parsial, membutuhkan taraf penelitian dalam membentuk varietas unggul baru yang bermutu, memakan waktu lama untuk memperoleh “return” dan beresiko tinggi, serta peluang sukses tidak terlampau besar. Oleh karena itu dalam sistem perbankan nasional belum pernah atau jarang yang memberikan kredit pada usaha ini. Padahal dewasa ini Bank Indonesia sedang kerepotan memikirkan bagaimana menyalurkan dana yang tersimpan 150–160 triliun rupiah di dalam perbankan nasional kita. Sebaiknya dana tersebut sebagian disalurkan ke sektor riil di bidang pertanian, yaitu investasi dalam industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional. Untuk itu Bank Indonesia diharapkan dapat merekayasa skema (scheme) perkreditan khusus untuk industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional, baik untuk tanaman (semusim, tahunan, tanaman kehutanan, hortikultura), maupun untuk hewan ternak. Kendala ketiga, pemahaman dan beragamnya pengertian industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional. Harus ada pemahaman yang sama tentang industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional. Saya menawarkan pengertian
4
Zuriat, Vol. 19, No. 1, Januari-Juni 2008
tersebut seperti apa yang dituliskan pada halaman pertama, saya ulang kembali : Industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional adalah seluruh kegiatan dalam menghasilkan benih/bibit unggul baru berproduktivitas tinggi dan berkualitas tinggi dengan daya saing tinggi, memperbanyaknya, mengedarkannya dan memasarkannya, baik dalam satu wadah kelembagaan usaha yang utuh, ataupun kelembagaan usaha parsialnya, seperti penangkar dan lain-lain, yang mampu memanfaatkan potensi sumber daya hayati nasional secara bijak dan lestari. Kendala keempat, nasionalisme dan patriotisme di kalangan industriawan perbenihan dan perbibitan masih lemah untuk membangun ekonomi negara melalui pembangunan industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional. Daya juang dan spirit berkorban dalam membangun industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional perlu dibangkitkan. Tanpa membangkitkan nasionalisme dan patriotisme di kalangan industriawan benih/bibit, sulit untuk membangun pertanian nasional Indonesia yang mampu memberi makan bangsa dan dunia, maupun pensuplai bahan-bahan produk pertanian untuk industri nasional dan dunia. Kecenderungan kegiatan mereka untuk impor benih adalah besar. Berlainan dengan para industriawan kedelai di Amerika Serikat, mereka dalam tahun 1980 bertekad untuk menguasai kedelai dunia dan produk-produk kedelai yang dihasilkan oleh industri mereka. Kebijakan impor benih dan bibit harus bertumpu kepada kepentingan nasional dalam membangkitkan dan menumbuhkan industri benih nasional. Industri benih/bibit multinasional digandeng dan diajak turut serta dalam membangun industri perbenihan swata nasional. Dalam kaitan ini pembatasan impor benih padi hibrida selama dua tahun, seyogyanya dibarengi dengan menumbuhkan
kerjasama antara pengusaha benih padi hibrida asing dengan pengusaha perbenihan padi hibrida nasional dengan cara, selama menunggu dua tahun, mereka membina usaha nasional dengan mengalihkan teknologi dan setelah dua tahun padi hibrida tersebut harus diproduksi di dalam negeri. Kendala kelima, adalah belum ada kelembagaan pemerintah dan swasta yang fokus, terarah dan konsisten membangun dan mengembangkan industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional. Selama ini yang sangat gencar ditangani oleh pemerintah adalah bagaimana memproduksi benih dan bibit dan bagaimana mengedarkannya sampai kepada petani produsen. Pengaturan dan aturan mengenai hal ini sangat lengkap dan komprehensif. Akan tetapi kelembagaan yang menangani secara khusus dan komprehensif dan konsisten dalam pembentukan dan pengembangan usaha industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional swasta nasional, belum ada, kalaupun ada amat terbatas, masih dalam taraf sub dinas, itupun belum merata di seluruh Direktorat Jenderal. Mengingat peran kelembagaan industri benih/bibit swasta yang sangat vital dalam urutan kegiatan pembangunan pertanian, maka seyogyanya Pemerintah menanganinya seperti seriusnya dalam penanganan perbenihan. Demikian juga organisasi profesi seperti MPPI harus dengan giat bekerjasama dengan Pemerintah mendorong tumbuh dan berkembangnya industri perbenihan/perbibitan swasta nasional. Kendala keenam, yaitu hambatan struktural dalam proses perlindungan varietas tanaman. Dalam kaitan ini karena Kantor Pusat PVT masih baru dan masih menghadapi banyak kendala-kendala dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya menghadapi, misalnya, mahalnya biaya proses pemeriksaan uji BUS, sehingga daya tarik untuk mendaftar menjadi terkendala.
Kendala ketujuh, masih kurangnya minat para pemulia dan teknolog perbenihan/perbibitan untuk terjun kedalam praktek industri perbenihan/perbibitan swasta nasional, terutama tenaga pemulia senior, baik yang ada di perguruan tinggi, apalagi yang ada di kelembagaan penelitian pemerintah. Sebenarnya sudah cukup banyak lulusan Sarjana S 1 dan S2 yang dihasilkan oleh Perguruan Tinggi Nasional, yang cukup baik untuk membantu melaksanakan kegiatan industri perbenihan/perbibitan swasta nasional. Namun terkendala oleh sistem insentif yang belum memadai dibanding bila bekerja pada industri perbenihan/perbibitan swasta multinasional.
Pembangunan Industri Benih Motivasi dan sosialisasi kepada mereka dan tenaga-tenaga senior untuk bergerak di bidang industri perbenihan/perbibitan swasta nasional perlu dilakukan secara intensif, disertai dengan investasi permodalan yang besar untuk menumbuhkan industri perbenihan/perbibitan swasta nasional tingkat menengah dan kecil. Perlu dikembangkan pula “participatory plant breeding” untuk menun jang pengembangan industri perbenihan/perbibitan oleh Perguruan Tinggi dan kelembagaan penelitian milik negara yang memiliki tenaga-tenaga senior pemuliaan. Selain dari pada hal-hal yang diuraikan tadi, perlu pula ditekankan bahwa sejalan dengan pengembangan industri perbenihan/perbibitan swasta nasional, diarahkan pula agar industri tersebut dalam menghasilkan varietas/jenis unggul baru yang bermutu lebih didorong menghasilkan varietas/jenis yang sesuai dengan daya dukung wilayah spesifik (Interaksi Genotip × Lingkungan, atau G × E harus diperhatikan). Varietas/jenis unggul spesifik wilayah akan memiliki daya saing yang tinggi di pasar dalam negeri dibanding benih impor dan akan lebih terjangkau oleh para petani produsen.
Pembangunan Industri Perbenihan dan Perbibitan Swasta Nasional
5
Satu hal yang perlu dicermati dan difikirkan secara seksama adalah mengenai keanggotaan Negara Republik Indonesia dalam organisasi dunia UPOV. Banyak keuntungan yang bisa diraih dari keanggotaan UPOV dan juga kerugian yang perlu diwaspadai bila Indonesia menjadi anggota UPOV. Sejak awal penyusunan RUU PVT telah digariskan agar undang-undang yang tersusun “in conformity” dengan perundangan UPOV, namun tetap mendahulukan kepentingan negara dan bangsa. Salah satu pasal dalam UU No. 29 Th. 2000 Tentang PVT, yaitu Pasal 7 dengan seluruh ayat-ayatnya, melindungi varietas lokal milik masyarakat, sebagai milik negara, dan peraturan UPOV tidak menghendaki adanya pasal tersebut. Keanggotaan Indonesia dalam organisasi UPOV sebaiknya menunggu sampai produk industri perbenihan/perbibitan swasta nasional mampu bersaing di pasar, terutama di pasar dalam negeri. Untuk sampai ke titik tersebut perlu dilakukan pengka jian aspek sosial, ekonomi dan peraturan perundangan yang seksama. Perlu waktu untuk sampai ke sana dan harus dikaji secara seksama.
Penutup UU No. 29 Tahun 2000 Tentang PVT memberi landasan yang kuat dalam menunjang pembangunan industri perbenihan swasta nasional dan menumbuhkan/mendorong kreativitas bangsa, serta menciptakan suasana kondusif bagi investasi di bidang industri perbenihan swasta nasional. Industri perbenihan/perbibitan merupakan industri hulu yang paling hulu, yang keberhasilannya memberikan dasar bagi keberhasilan rentetan kegiatan produksi pertanian dan industri pasca panen (a.l. industri pangan). Pembangunan industri perbenihan/perbibitan swasta nasional masih dalam taraf perlu dipacu lebih cepat.
6
Zuriat, Vol. 19, No. 1, Januari-Juni 2008
Pembangunan industri perbenihan/perbibitan akan mampu memberikan dampak positif beruntun dalam sektor pertanian, baik kegiatan produksi komoditi pertanian, maupun industri pasca panen, serta mampu meningkatkan pendapatan petani produsen dan membantu pengentasan kemiskinan di pedesaan. Sosialisasi PVT lebih diarahkan kepada simpul-simpul penentu kebijakan dan seminar nasional secara periodik. Perlu adanya skema perkreditan bagi investasi dalam industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional. Perlu bahasa yang sama dalam mengartikan industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional. Membangun nasionalisme dan patriotisme di kalangan indistriawan perbenihan dan perbibitan. Kebijakan impor benih dan bibit harus bertumpu pada upaya menumbuhkan dan membangun industri perbenihan/perbibitan swasta nasional. Dibentuknya kelembagaan pemerintah dengan tugas membangun dan mengembangkan industri perbenihan/perbibitan swasta nasional. MPPI harus berpartisipasi sesuai dengan arahan anggaran dasarnya. Sosialisasi dan motivasi kepada para pemulia muda dan senior untuk terjun dan membantu membangun industri perbenihan/perbibitan swasta nasional dan dikembangkan “participatory plant breeding” yang lebih terarah. Industri diarahkan untuk menghasilkan varietas-varietas unggul spesifik wilayah. Perlu ditelaah secara nasional status industri perbenihan swasta nasional dewasa ini.
Daftar Pustaka Abdullah, B. 2007. Menuju Pembangunan Berbasis Industri Pangan. Pemikiran Me-
ngenai Revitalisasi Pertanian Yang Mensejahterakan. Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa Universitas Padjadjaran, 1 September 2007. Baihaki, A. 1996. Prospek Penerapan Breeder Rights di Indonesia. Simposium Pemuliaan IV.PERIPI. Surabaya, 24−25 Mei 1996. Baihaki, A. 1996. Mengembangkan Peran Industri Pertanian Dalam Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian Melalui Pembentukan Hak Pemulia. Lokakarya “Hak Kekayaan Intelektual dengan Fokus Pada Perlindungan Varietas Tanaman”. Jakarta 25−26 Maret 1996. Kerjasama ABSP, USAID, CRIFC. Baihaki, A. 1996. Upaya Mendorong dan Menciptakan Lingkungan Kondusif Bagi Tumbuhnya Industri Perbenihan, Seminar “Peran Pemuliaan Dalam Menumbuhkan Industri Perbenihan Memasuki Abad ke-21”. PERIPI KOMDA JABAR/PUSAT. Hotel Horison, Bandung. Baihaki, A., dan Meddy Rachmadi. 1997. Peningkatan Potensi Hasil, Produksi dan Produktivitas Kedelai Dengan Memanfaatkan Potensi Spesifik Wilayah Beragam Jawa Barat. Forum Perbenihan Dinas Pertanian Tanaman Pangan DT I Jabar. Bandung, 27 Oktober 1997. Baihaki, A., Abdul Bari, dan H. Soemardjan. 1997. Peningkatan Daya Saing Komoditi
Pertanian Melalui Peningkatan Peran Industri P erbenihan. Baihaki, A. 2005. Peran dan Partisipasi Peneliti dalam Pengembangan Participatory Breeding. Makalah disampaikan dalam Seminar Harteknas: Participatory Breeding dalam Pengembangan Buah Nasional, 12 Agustus 2005, Gedung II BPPT. IPB dan Kementrian Negara Ristek RI. Baihaki, A., dan N. Wicaksana. 2005. Interaksi Genotip × Lingkungan, Adaptabilitas dan Stabilitas Hasil Dalam Pengembangan Tanaman Varietas Unggul di Indonesia. ZURIAT 16 (1) : 1–8. Baihaki, A. 2006. Membumikan Pola Ilmiah Pokok Universitas Padjadjaran Dalam Perspektif Bidang Pertanian. Semiloka Lembaga Penelitian Unpad, 16−17 Februari 2006. Hotel Sumber Alam, Cipanas, Garut. Badan Benih Nasional, Deptan. 2004. Strategi Umum Pembangunan Perbenihan Nasional. Departemen Pertanian. 2006. Arah dan Strategi Sistem Perbenihan Tanaman Nasional. Departemen Pertanian. 2006. Visi dan Arah Pembangunan Pertanian Jangka Panjang. Undang-undang RI No. 29 Th. 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman.
Pembangunan Industri Perbenihan dan Perbibitan Swasta Nasional
7