BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1 Bagian-bagian model alat pengering
Keterangan :
1. Cerobong 2. Dinding 3. Ruang pengering 4. Ruang pembakaran 5. Rak pengering 6. Jendela pengarah
Universitas Sumatera Utara
7. Saluran awal 8. Thermometer
Pada perancangan model alat pengering ini perlu digunakan bahan dasar untuk pembuatannya, bahan pelat seng, bahan penyekat panas, bahan bakar dan bahan penyambungan, Adapun bahan-bahan yang diperlukan adalah
2.1 Bahan Pelat Seng (Zn)
Pelat seng yang digunakan sebagai bahan alat model pengering ini adalah jenis pelat seng rata dengan tebal pelat 1 mm, Dimana plat seng digunakan dalam perancangan ini dengan ukuran 1580 x 870 mm.
Gambar 2.2 pelat Seng
Universitas Sumatera Utara
Pelat seng ini memiliki konduktifitas thermal yang cukup tinggi, yaitu 112,2 W/m ºC. (Tabel Konduktivitas thermal pada seng dapat dilihat pada lampiran).
Bahan ini pelat seng ini dipilih sebagai bahan dasar pembuatan karena merupakan alat penghantar panas yang baik dan harganya relatif lebih murah untuk menghemat dana.
Seng adalah logam yang kedua setelah Cu yang diproduksi secara besar sebagai logam bukan besi. Kekuatannya rendah, tetapi titik cairnya juga rendah 419°C dan hampir tidak rusak diudara biasa, yang dipergunakan untuk pelapisan pada besi. Juga dipergunakan sebagai bahan pelat batere kering dan untuk keperluan percetakan.
Paduan 4%Al-1%Cu-Mg-Zn terutama dipergunakan untuk pengecoran cetak. Dengan paduan ini dapat menghasilkan paduan coran berbentuk rumit, yang umumnya dipakai untk penggunaan yang praktis dan perhiasan pada komponen mobil, perkakas listrik untuk dapur, pegangan untuk mesin-mesin kantor dan sebagainya.
•
Massa jenis seng : 7140 kg/m 3
•
Titik Lebur seng : 419
0
C
Sifat – sifat mekanisnya tidak begitu baik, tetapi seng memberikan permukaan yang sangat bagus, umur pakai dari matres – matres tuang semprot sangat panjang, dan dapat dikerjakan dengan kecepatan produksi yang tinggi. Juga
Universitas Sumatera Utara
pekerjaan yang rumit dan berdinding tipis dapat dengan baik dibuatnya. Lebih dari setengah dari produksi tuang semprot seng dipakai di industri mobil
(
seperti pompa bensin, panel instrumen, tombol pintu dan sebagainya ).
Contoh-contoh selanjutnya : siku – siku bagian mesin cuci, pengisap debu, mesin tik, aparatur foto, termasuk dalam proses pembuatan Alat Pengering Kunyit dan lain –lain. Selanjutnya seng itu sebanyak 20 – 30 % dipakai sebagai unsur paduan di dalam logam – logam lain.
Sebagai bahan murni seng banyak dipakai dalam bentuk pelat, untuk talang atap, penutup atap, dan selubung baterai. Untuk penerapan sebagai tutup atap, seng mudah dpakai,karena seng itu mudah untuk disolder atau dipatri. Suatu sifat lain dari seng ialah, bahwa ia merupakan bahan tuang yang baik sekali : terutama untuk penuangan, seng merupakan paduan ringan,
dengan 4 %
alumunium dan 1 % tembaga.
2.2 Bahan Isolasi (Bahan Penyekat)
Pada perancangan alat pengering digunakan triplek sebagai bahan penyekat panas, karena bahan penyekat triplek memiliki konduktivitas yang o
cukup (0.048 W/m C) dan tidak terlalu berat untuk dipasangkan pada sisi-sisi dinding alat pengering. Dengan ukuran 540 mm x 870 mm, tebal 3 mm, Alat penyekat ini digunakan agar panas yang dihasilkan dari pembakaran tidak terbuang. Penyekat panas ini diletakkan di bagian samping kiri dan kanan alat pengering.
Universitas Sumatera Utara
Bahan isolasi adalah bahan yang menyekat, yang artinya yang tidak mengantar. Bahan isolasi dibedakan menjadi beberapa bahan (penyekat) sebagai berikut.
•
Bahan isolasi (penyekat) listrik.
•
Bahan isolasi (penyekat) suara.
•
Bahan isolasi (penyekat) getaran.
•
Bahan isolasi (penyekat) panas.
Bahan penyekat panas harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Koefisien panas harus rendah b. Daya tahan lembab (air) yang baik c. Daya tahan suhu yang tinggi d. Massa jenis rendah.
Gambar 2.3 Bahan Penyekat Panas Triplek pada sisi kiri dan kanan
Universitas Sumatera Utara
Untuk bahan penyekat pada bagian belakang alat pengering dibutuhkan triplek dengan ukuran 500 mm x 870 mm, tebal 3 mm.
Gambar 2.4 Bahan penyekat panas Triplek pada sisi bagian belakang
2.3 Bahan Bakar
Bahan bakar terbagi atas tiga jenis diantaranya, bahan bakar padat, bahan bakar cair, bahan bakar gas. Pada proses pengeringan ini bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar batu bara j enis briket. Dengan komposisi
Carbon = 58,8 %
H 2 = 6.0
O 2 = 29,6
N 2 = 1.3
Universitas Sumatera Utara
S = 0.3
Ash = 7.0
(Komposisi bahan briket ini dapat dilihat pada table 3.1)
Briket dibuat dari batu bara halus. butir halus itu berturut-turut diberi pengerjaan sebagai berikut: pengeringan, pencampuran dengan pek, pemanasan sampai 80 - 90°C, lalu ditempa dalam cetakan. Briket ini sesuai pula dipakai untuk keperluan rumah tangga.
2.4 Alat Perpindahan Kalor
Pemindah panas yang khas adalah alat yang dapat memindahkan panas atau energi dari suatu fluida ke fluida yang lain melalui suatu permukaam yang padat. Analisis perubahannya dan perancangannya melibatkan konveksi dan konduksi. Dengankata lain, alat pemindah panas di industrui, terutama industri proses, kebanyakan hanya melibatkan peristiwa konduksi dan konveksi.
Alat pemindah panas tersebut adalah panas penukar ( Heat Exchanger = HE).penukar panas dibedakan beberapa jenis yaitu :
•
HE untuk memanasi ( contoh pemanas = heater)
•
HE untuk mendinginkan ( contoh pendingin = cooler )
•
HE untuk menguapkan ( contoh penguap = evaporator, ketel uap = boiler)
•
HE untuk mengembunkan ( contoh pengembun = condensor)
Di dalam HE selalu melibatkan dua fluida melalui batasan dibawah ini :
Universitas Sumatera Utara
•
Fluida pendingin dan yang didinginkan
•
Fluida pemanas dan yang dipanaskan
2.5 Mekanisme Perpindahan Kalor
Mekanisme Perpindahan Kalor dibagi menjadi tiga , yaitu :
•
Perpindahan Kalor Konduksi
•
Perpindahan Kalor Konveksi
•
Perpindahan Kalor Radiasi
a. Perpindahan Kalor Konduksi
Adanya gradient temperatur akan terjadi perpindahan panas. Dalam benda padat perpindahan panas timbul karena gerakan antar atom pada temperatur yang tinggi, sehingga atom-atom tersebut dapat memindahkan panas. Didalam cairan atau gas, panas dihantar oleh tumbukan antar molekul.
Persamaan Dasar Konduksi :
q
= -k A
dT dX
Keterangan :
q = laju perpindahan panas
Universitas Sumatera Utara
k = konduktifitas termal
A = luas penampang
b. Perpindahan Kalor Konveksi
Perpindahan panas terjadi secara konveksi dari pelat ke sekeliling atau sebaliknya. Perpindahan panas konveksi dibedakan menjadi dua yaitu konveksi bebas dan konveksi paksa.
Gambar 2.5 Perpindahan Panas Konveksi
Universitas Sumatera Utara
Pada konveksi pelat akan mendingin lebih cepat
Gambar 2.6 Konveksi Paksa
Adapun persamaan dasar konveksi, adalah :
TW > T ∞
q = h A (Tw – T ∞ )
Keterangan :
q = laju perpindahan panas
h = koefisien perpindahan panas konveksi
A= luas permukaan
Tw = temperatur dinding
T ∞ = temperatur sekeliling
Universitas Sumatera Utara
Prinsip Perpindahan kalor Secara Konveksi
Panas yang dipindahkan pada peristiwa konveksi dapat berupa panas laten dan panas sensible. Panas laten adalah panas yang menyertai proses perubahan fasa, sedang panas sensible adalah panas yang berkaitan dengan kenaikan atau penurunan temperatur tanpa perubahan fasa.
c. Perpindahan Kalor Radiasi
Perpindahan panas oleh perjalanan foton yang tak terorganisasi. Setiap benda-benda terus-menerus memancarkan foton secara serampangan didalam arah,waktu, dan energi netto yang dipindahkan oleh foton tersebut, diperhitungkan sebagai panas. Persamaan Dasar Radiasi :
q =
α A
(T 1 4 - T 2 4 )
Keterangan : q = laju perpindahan panas A = luas permukaan α =
tetapan Stefan boltzman
T 1 ,T 2 = temperatur permukaan
Universitas Sumatera Utara
Gabungan Konduksi, Konveksi & Radiasi
Aliran, T∞
qkonv = hA (T w - T∞)
Gambar 2.7 Gabungan Konveksi, Konduksi, Dan Radiasi
2.6 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dan Peralatan Pengering
Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau penguapan kadar air oleh udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara sekeliling dan bahan yang dikeringkan. Penguapan ini terjadi karena kandungan air diudara mempunyai kelembapan yang cukup rendah.
Pada saat proses pengeringan, akan berlangsung beberapa proses yaitu: -
Proses perpindahan massa, proses perpindahan massa uap air atau pengalihan kelembapan dari permukaan bahan kesekeliling udara.
-
Proses perpindahan panas, akibat penambahan (perpindahan) energi panas terjadilah proses penguapan air dari dalam bahan ke permukaan bahan atau proses perubahan fasa cair menjadi fasa uap.
Universitas Sumatera Utara
Kedua proses tersebut diatas dilakukan dengan cara menurunkan Kelembapan relatif udara dengan mengalirkan udara panas disekeliling bahan sehingga tekanan uap air bahan lebih besar dari tekanan uap air di udara sekeliling bahan yang di keringkan.perbedaan tekanan ini meneyebabkan terjadinya aliran uap air dari bahan keudara luar. Untuk meningkatkan perbedaantekanan udara antara permukaan bahan dengan udara sekelilingnya dapat dilakukan dengan memanaskan udara yang dihembuskan ke bahan. Makin panas udara yang dihembuskan mengelilingi bahan, maka banyak pula uap air yang dapat di ttarik oleh udara panas pengering.
Energi panas yang berasal dari hasil pembakaran menyebabkan naiknya temperature ruang pembakaran. Karena adanya perbedaan temperatur antara ruang pembakaran dengan lemari pengering, maka terjadi perpindahan panas konveksi alamiah didalam alat pengering. Udara panas didalam lemari pengering mempunyai densitas yang lebih kecil dari udara panas diruang pembakaran sehingga terjadi aliran udara.
Cara perpindahan panas konveksi erat kaitannya dengan gerakan atau aliran fluida. Salah satu segi analisa yang paling penting adalah mengetahui apakah aliran fluida tersebut laminar atau turbulen. Dalam aliran laminar, aliran dari garis aliran (streamline) bergerak dalam lapisan-lapisan, dengan masingmasing partikel fluida mengikuti lintasan yang lancar serta malar (kontiniu). Partikel fluida tersebut tetap pada urutan yang teratur tanpa saling mendahului. Sebagai kebalikan dari gerakan laminar, gerakan partikel fluida dalam aliran
Universitas Sumatera Utara
turbulen berbentuk zig-zag dan tidak teratur. Kedua jenis aliran ini memberikan pengaruh yang besar terhadap perpindahan panas konveksi.
Bila suatu fluida mengalir secrara laminar sepanjang suatu permukaan yang mempunyai suhu berbeda dengan suhu fluida, maka perpindahan panas terjadi dengan konduksi molekulardalam fluida maupun bidang antara (interface) fluida dan permukaan. Sebaliknya dalam aliran turbulen mekanisme konduksi diubah dan dibantu oleh banyak sekali pusaran-pusaran (eddies) yang membawa gumpalan fluida melintasi garis aliran. Partikel-partikel iniberperan sebagai pembawa energy dan memindahkan energi dengan cara bercampur dengan partikel fluida tersebut. Karena itu, kenaikan laju pencampuran (atau turbulensi) akan juga menaikkan laju perpindahan panas dengan cara konveksi
Untuk menganalisa distribusi temperatur dan laju perpindahan panas pada peralatan pngeringan, diperlukan neraca energi disamping analisis dinamika fluida dan analisi lapisan batas yang terjadi. Setelah kiat melakukan neraca energi terhadap sistem aliran itu, dan kita tentukan pengaruh aliran itu tehadap beda temperatur dalam fluida maka distribusi temperature dan laju perpindahan panas dari permukaan yang dipanaskan ke fluida yang ada diatasnya dapat diketahui.
Keseimbangan energi panas dapat dilihat dalam rumusan berikut:
Q udout = m ud C p dT = Q in = m air LH air
Perpindahn panas konveksi dinyatakan dalam bentuk:
Universitas Sumatera Utara
Q konveksi = hc.A.Dt
Pada sistem konveksi bebas dikenal suatu variable tak berdimensi baru yang sangat penting dalam penyelesaian semua persoalan konveksi alami, yaitu angka Grashof Gr yang peranannya sama dengan peranan angka Reynolds dalam sistem konveksi paksa, didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya apung dengan gaya viskositas di dalam sistem aliran konveksi alami.
Gr ƒ =
Dimana koefisien muai volume β untuk gas ideal, β = 1/T.
Koefisien perpindahan panas konveksi bebas rata-rata untuk berbagai situasi dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi:
ƒ
m
=
= C (Gr ƒ Pr ƒ )
dimana subscrip f menunjukkan bahwa semua sifat-sifat fisik harus di evaluasi pada suhu film,
Tƒ =
Produk perkalian antara angka grashof dan angka prandtl disebut angka Rayleigh:
Ra = Gr . Pr
Universitas Sumatera Utara
2.7 Konveksi Bebas pada Pelat Horizontal
Untuk permukaan vertical angka nussel dan grashof diberi bentuk dengan L, sehingga:
m
Nu L = C (Gr L Pr L ) ………... (JP.Holman, perpindahan panas; hal 302)
Dimana:
c dan m = konstanta (lihat pada table 3.2)
Gr L Pr L = angka grasof dan prandil
Sedangkan untuk menghitung Gr L Pr L adalah:
Gr L Pr L =
Dimana:
G = grafitasi (m/s)
β
= konstanta
ΔT = beda temperatur
L = panjang permukaan (m)
2
V = kecepatan aliran (m /s)
Untuk β dievaluasi dari Te
Universitas Sumatera Utara
Te = Tw – 0,25 (Tw - T∞)………(JP.Holman: perpindahan panas; hal 312)
Dimana:
Tw = suhu dinding rata-rata (K)
T∞ = suhu udara rata-rata (K)
2.8 Nilai kalor bahan bakar
Nilai kalor atas ( High Heating Value, HHV) merupakan nilai kalor yang diperoleh secara experimen menggunakan kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Besarnya nilai kalor atas (HHV) bahan bakar dapat dihitung dengan rumus Dulong sebagai berikut:
O HHV = 33950 C + 144200 H 2 − 2 8
+ 9400 S(kJ/kg) (Cup,Archiie,
W. , Prinsip-prinsip Konversi energy, hal : 46 )
dimana:
HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)
C
= Persentase karbon dalam bahan bakar
H2
= Persentase hidrogen dalam bahan bakar
O2
= Persentase oksigen dalam bahan bakar
Universitas Sumatera Utara
S
= Persentase sulfur dalam bahan bakar
Nilai kalor bawah ( Low Heating Value, LHV)
merupakan nilai kalor
bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya kandungan hidrogen dalam bahan bakar berkisar 15 %, yang berarti bahwa setiap satu satuan bahan bakar 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogennya.
Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat berasal dari kandungan air yang memang sudah ada dalam bahan bakar ( moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan 3
parsial 20 kN/m . Sehingga besarnya nilai kalor bawah dapat dihitung dengan rumus berikut:
LHV
= HHV - 2400 ( M + 9 H2 ) (kJ/kg) Cup,Archiie, W. , Prinsip-
prinsip Konversi energy, hal : 46 )
dimana:
LHV
= Nilai kalor bawah (kJ/kg)
M
= Kandungan air dalam bahan bakar ( moisture)
Perbandingan energi yang dibutuhkan untuk mengkeringkan kunyit hingga kadar air 8% dengan energi yang dihasilkan oleh bahan bakar disebut effesiensi thermal bahan bakar. Dan dapat dihitung dengan rumus dibawah ini :
Universitas Sumatera Utara
η =
q mf × LHV
Dimana :
q = Energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan kunyit (kJ)
m = massa bahan bakar (kg)
Sedangkan untuk menghitung massa bahan bakar adalah :
mf
=
n.mb
n = Banyak bahan bakar
m = massa bahan bakar (kg)
Energi yang dibutuhkan kunyit (kJ)
q
=
Hl ( mkb − mka)
Dimana :
Hl = Kalor laten (2257 kJ/kg)
m kb = Massa kunyit sebelum pengeringan (kg)
m ka = Massa kunyit sesudah pengeringan (kg)
Universitas Sumatera Utara