DAMPAK INDUSTRI TERHADAP LINGKUNGAN (INDUSTRI SEMEN)
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Lingkungan merupakan tempat dimana manusia hidup dan melakukan aktivitas selama hidupnya. Kecenderungan manusia hidup berkelompok untuk saling berinteraksi satu sama lain dalam memenuhi kebutuhannya baik itu kebutuhan yang bersifat jasmani maupun rohani. Oleh karena itu, manusia memiliki kewajiban untuk menjaga serta melindungi lingkungan hidup atau alam sekitarnya. Hal ini bukanlah tanpa tujuan tetapi dilakukan agar manusia dan mahluk hidup lainnya itu bisa hidup dengan baik dan layak sehingga bisa mempertahankan hidupnya. Kegiatan industri merupakan salah satu unsur penting dalam menunjang pembangunan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kegiatan industri selain berdampak positif juga menimbulkan dampak negatif. Dampak negatif dari kegiatan industri salah satunya yaitu menghasilkan limbah yang yang dapat mencemari lingkungan sekitar kegiatan industri. Badan usaha yang tentu tidak dapat terpisahkan dari peran manusia juga memiliki kewajiban untuk menjaga lingkungan dari kerusakan dan ketidakseimbangan melalui apa yang disebut dengan corporate social responsibility seperti bagaimana cara pengolahan limbah yang baik serta pembuangannya jangan sampai menyebakan kerusakan pada lingkungan. Pembahasan makalah ini yaitu mengenai pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas pabrik semen. Keberadaan pabrik yang sangat dekat dengan tempat tinggal penduduk menimbulkan banyak spekulasi terutama pencemaran lingkungan dan akibat yang akan diterima oleh masyarakat di sekitar pabrik. Permasalahan lingkungan dalam kaitan dengan keadaan ekonomi dan lingkungan sosial, menuntut agar siapa saja yang memiliki cara terbaik dikemukakan dalam bentuk gagasan rasional yang disampaikan untuk menjadi masukan masukan
bagi aparat fungsional serta serta tindak
kebijaksanaan nyata dari berbagai pihak dalam upaya menanggulangi masalah bahkan bahaya pencemaran lingkungan hidup.
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Penjelasan
Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku: batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras m engeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Industri semen merupakan salah satu penyumbang polutan yang cukup besar pada pencemaran udara seperti emisi gas dan partikel debu. Dalam proses produksi industri semen sebagian besar menggunakan bahan bakar fosil, jadi menimbulkan dampak gas rumah kaca. Disamping itu, dalam proses produksi industri semen juga memberikan dampak fisik secara langsung baik pada Pekerja dan Masyarakat sekitar, yaitu dampak tingkat kebisingan serta getaran mekanik dari rangkaian proses poduksi semen. Paparan dan dampak dari industri semen ini bila melampaui nilai ambang batas yang ditentukan oleh MNLH dan Kep.Bapedal, akan membawa
dampak
potensial
bagi
kesehatan,
baik
pekerja
dan
masyarakat.
Limbah yang terbesar dari industri semen atau pabrik semen adalah debu dan partikel, yang termasuk limbah gas dan limbah B3. Udara adalah media pencemar untuk limbah gas. Limbah gas atau asap yang diproduksi pabrik keluar bersamaan dengan udara. Secara alamiah udara mengandung unsur kimia seperti O2, N2, NO2,CO2, H2 dan Jain-lain. Penambahan gas ke dalam udara melampaui kandungan alami akibat kegiatan manusia akan menurunkan kualitas udara.
2.2
Pengolahan
Secara umum proses produksi semen terdiri dari beberapa tahapan :
a. Tahap penambangan bahan mentah (quarry (quarry). ). Bahan dasar semen adalah batu kapur, tanah liat, pasir besi dan pasir silica. Bahan-bahan ini ditambang dengan menggunakan alat-alat berat kemudian dikirim ke pabrik semen. b. Bahan mentah ini diteliti di laboratorium, kemudian dicampur dengan proporsi yang tepat dan dimulai tahap penggilingan awal bahan mentah dengan mesin penghancur sehingga berbentuk serbuk. c. Bahan kemudian dipanaskan di preheater di preheater d. Pemanasan dilanjutkan di dalam kiln sehingga bereaksi membentuk kristal klinker e. Kristal klinker ini kemudian didinginkan di cooler dengan bantuan angin. Panas dari proses pendinginan ini di alirkan lagi ke preheater ke preheater untuk menghemat energi f.
Klinker ini kemudian dihaluskan lagi dalam tabung yang berputar yang bersisi bola-bola baja sehingga menjadi serbuk semen yang halus.
g. Klinker yang telah halus ini disimpan dalam silo (tempat penampungan semen mirip tangki minyak pertamina) h. Dari silo ini semen dipak dan dijual ke konsumen.
Gambar 1. Proses Produksi Semen
2.3
Dampak Positif dan Negatif
Proses pengolahan ataupun pembungkusan semen, akan terjadi berbagai dampak bagi lingkungan maupun masyarakat. Adapun dampak tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. A. 1.
Dampak positif yang dapat dihasilkan pabrik semen tersebut yaitu :
Menghasilkan devisa atau pendapatan bagi Negara, Pemerintah daerah, dan pemilik saham. 2.
Menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.
B.
Dampak negatif yang dapat dihasilkan pabrik semen tersebut yaitu : Salah satu dampak negatif dari industri semen adalah pencemaran udara oleh debu. Debu
yang dihasilkan oleh kegiatan industri semen terdiri dari debu yang dihasilkan pada waktu pengadaan bahan baku, debu selama proses pembakaran, dan debu yang dihasilkan selama pengangkutan bahan baku ke pabrik serta bahan jadi ke luar pabrik, termasuk pengantongannya. Selain itu, pabrik semen juga meningkatkan suhu udara dan suara yang ditimbulkan mesin-mesin dalam pabrik juga menimbulkan kebisingan. Debu semen memiliki banyak dampak negatif bagi kesehatan maupun lingkungan hidup. Selain debu, berikut contoh dampak negatif dari pabrik semen bagi lingkungan. a.
Lahan
Penurunan kualitas dari segi kesuburan tanah akibat penambangan tanah liat. Perubahan ini dari segi waktu akan meluas ke arah menurunnya kapasitas penampungan air yang pada akhirnya akan berpengaruh juga terhadap kuantitas air sungai. Sedangkan dari segi ruang akan mempengaruhi keseimbangan atau keselarasan lingkungan setempat. b.
Air
Kualitas air bertambah buruk akibat limbah cair dari pabrik dalam bentuk minyak dan sisa air dari kegiatan penambangan, yang menimbulkan lahan kritis yang mudah terkena erosi, yang akan mengakibatkan pendangkalan dasar sungai, yang pada akhirnya akan menimbulkan masalah banjir pada musim hujan. c.
Flora dan Fauna
Berkurangnya keanekaragaman flora karena berubahnya pola vegetasi dan jenis endemic, dan pembentukkan klorofil serta proses fotosintesis, Sedangkan berkurangnya keanekaragaman fauna (burung, hewan tanah dan hewan langka) disebabkan karena berubahnya habitat air dan habitat tanah tempat hidup hewan-hewan tersebut.
2.4
Kecelakaan Kerja
Pembahasan mengenai kecelakaan didapat berdasarkan data dari PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. PT. Semen Gresik (Persero) Tbk merupakan pabrik semen terbesar di Indonesia yang memiliki dua anak perusahaan, yaitu PT. Semen Padang (Persero) dan PT. Semen Tonasa (Persero). Berdasarkan laporan tahunan 2010, PT. Semen Gresik (Persero) Tbk ini masih
mendominasi pangsa pasar semen nasional sekitar 43% dengan kapaitas produksi sebesar 19,0 juta ton semen pertahun. Perusahaan ini telah banyak mendapatkan sertifikasi terkait dengan program K3 antara lain Sistem Manajemen K3 Sertifikasi tahun 1999, Sistem Manajemen Lingkungan ISO 140001:2004, dan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) OHSAS 18001:2007. Meskipun telah mendapat sertifikasi namun setiap tahun mengalami kecelakaan kerja. Jenis kecelakaan kerja yang sering terjadi pada tahun 2010 adalah pertolongan pertama. Pertolongan pertama merupakan kondisi yang menyebabkan cidera sangat ringan dan dapat ditangani dengan perawatan P3K serta tidak menyebabkankehilangan hari kerja. Contoh kecelakaan kerja pada kategori pertolongan pertama yaitu luka lecet pada punggung, luka sobek pada permukaan tangan dan jari, patah tulang jari telunjuk kanan, luka sobek jari telunjuk +/- 2 cm dan memar pada telapak tangan kanan. Sedangkan pada tahun 2011 kecelakaan kerja yang sering terjadi adalah luka ringan. Luka ringan merupakan cidera yang memerlukan perawatan medis atau mengakibatkan hilangnya fungsi anggota tubuh untuk sementara waktu dan menyebabkan hilangnya hari kerja kurang dari 2 hari. Contoh kecelakaan kerja pada kategori luka ringan yaitu patah tulang tertutup lengan tangan kiri, luka terkoyak, luka bakar pada muka, telinga kanan kiri 6%, luka bakar pada tangan kanan 3%, luka bakar tangan 5%, dan luka robek pada telunjuk tangan.
2.5
Pencemaran dan Penyakit yang Timbul
Dampak negatif dari industri semen utamanya adalah pencemaran udara oleh debu. ongannya. Selain itu, pabrik semen juga meningkatkan suhu udara dan suara yang ditimbulkan mesin-mesin dalam pabrik juga menimbulkan kebisingan. Berikut ini adalah dampak negatif bagi kesehatan. a.
Iritasi pada kulit, hal ini dapat terjadi akibat sifat semen yang abrasive kontak dengan kulit. Prosesnya pun bisa secara langsung maupun tidak langsung (terlindung maupun oleh keringat).
b.
Alergi, hal ini dapat terjadi bergantung pada tingkat kesensitifan seseorang, alergi yang dapat timbul akibat debu semen diantaranya: bersin-bersin, susah bernafas bagi penderita asthma, gatal-gatal.
c.
Iritasi pada mata, hal ini dapat terjadi tergantung pada banyaknya paparan debu, iritasi yang timbul mulai gangguan mata merah sampai cidera mata serius.
d.
Gangguan pernafasan, hal-hal yang bisa menjadi faktor penyebab diantaranya saat mengosongkan kantong semen sehingga debu semen terhirup. Saat megaduk, menghaluskan atau memotong material campuran semen juga dapat melepaskan sejumlah debu semen. Untuk jangka pendek dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, sedangkan untuk jangka panjang dapat menyebabkan gangguan pernafasan.
2.6
Upaya Penanggulangan
Hal yang perlu dilakukan untuk menanggulangi pencemaran yang diakibatkan oleh aktivitas pabrik semen yaitu adanya kesadran dari masyarakat itu sendiri dan upaya pemilik industry serta pemerintah dalam mengatasi dampak akibat aktivitas industri semen. Dalam mengatasi limbah hasil industry, kita harus mengetahui jenis limbah yang akan kita tangani. Untuk limbah dari industry pabrik semen limbahnya berupa limbah gas. Limbah seperti ini dapat ditanggulangi dengan cara diminimalisasi. Artinya pihak perusahaan atau pabrik lebih memberlakukan bahan-bahan yang berpotensi menghasilkan
limbah non ekonomis dengan
meminimalisasi penggunaannya atau memberikan zat yang mampu menetralisasi munculnya limbah yang melimpah ruah. Selain itu, kesadaran manusia untuk menanggulangi limbah hasil industry sangat penting. Para pemilik serta pengolah industry adalah pihak pertama yang seharusnya memiliki kesadaran tersebut tanpa kesadaran dari mereka limbah hasil industri tidak akan berkurang begitu saja. Berbagai tindakan dan upaya perlu dilakukan agar pabrik-pabrik di Negara kita bisa menghasilkan produk yang berkualitas tinggi tanpa menimbulkan limbah yang berbahaya bagi masyarakat serta lingkungan sekitar.
Referensi http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/1063/0 http://www.antaranews.com/print/33811/ http://www.semenpadang.co.id/?mod=profil&kat=&id=4 http://ellinjuniarti.blogspot.com/2013/11/dampak-pencemaran-lingkungan-akibat-pt.html http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._KIMIA/196802161994022SOJA_SITI_FATIMAH/Kimia_industri/PRODUKSI_SEMEN.pdf http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-22704-2508100017-Chapter1.pdf http://winnyalna.com/2013/04/19/proses-pembuatan-semen-secara-singkat/
source: http://tjlnhkk.blogspot.com/2014/06/dampak-industri-terhadap-lingkungan.html (akses 21okt14 pk.12.22)
DAMPAK KEMAJUAN TEKNOLOGI INDUSTRI TERHADAP DEGRADASI LINGKUNGAN HIDUP
VALUASI DAMPAK KEMAJUAN TEKNOLOGI INDUSTRI TERHADAP DEGRADASI LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA
Oleh : Bachtiar Aminuddin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama tiga dasawarsa terakhir perekonomian dunia tertuju pada bagaimana mempercepat tingkat pertumbuhan pendapatan nasional dan pertumbuhan ekonomi (economic growth) masing-masing negara. Sehingga tak menutup kemungkinan tiap negara, baik negara maju atau negara berkembang masing-masing berusaha bersaing untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya dan menjadikannya sebagai fokus atau sasaran utama dalam pembangunan negara. Menurut Prof. Simon Kuznets dalam karya tulis Budiono, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan output jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya dan kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, penyesuaian kelembagaan dan idiologis yang diperlukanya. Faktor-faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi meliputi tiga aspek yaitu akumulasi modal atau semua bentuk investasi baru, pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi. Sedangkan faktor-faktor utama yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi negaranegara industri dan negara-negara berkembang di kawasan Asia adalah kemajuan teknologi di bidang industri khususnya yang dilakukan pihak swasta tanpa mengabaikan faktor dan sektor
yang lain. Perkembangan industri dengan adanya kemajuan teknologi telah memberikan sumbangan besar terhadap perekonomian Indonesia. Di lain pihak hal tersebut juga memberi dampak pada lingkungan akibat limbah industri maupun eksploitasi sumber daya yang semakin intensif dalam pengembangan industri. Lebih lanjut dinyatakan harus ada transformasi kerangka kontekstual dalam pengelolaan industri, yakni keyakinan bahwa: operasi industri secara keseluruhan harus menjamin sistem lingkungan alam berfungsi sebagaimana mestinya dalam batasan ekosistem lokal hingga biosfer. Efisiensi bahan dan energi dalam pemanfaatan, pemrosesan dan daur ulang, akan menghasilkan keunggulan kompetitif dan manfaat ekonomi (Hambali, 2003). Berdasarkan hal di atas pengembangan industri harus dibarengi dengan upaya pengelolaan lingkungan dalam bentuk penanganan limbah yang dilepaskan. Hal tersebut disertai dengan kegiatan penilaian terhadap resiko lingkungan akibat kegiatan maupun hasil buangan industri untuk mendapatkan tingkat resiko dan bahaya dari kegiatan industri tersebut. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas, yaitu: 1. Bagaimana cara pengelolaan dampak kemajuan teknologi industri terhadap degradasi lingkungan hidup? 2. Bagaimana cara menyikapi masalah degradasi lingkungan akibat dampak teknologi industri? C. Tujuan Tujuan dari valuasi dampak lingkungan oleh kemajuan teknologi industri ini, yaitu: 1. Memberikan solusi tentang cara pengelolaan yang tepat dari dampak kemajuan teknologi industri terhadap degradasi lingkungan hidup 2. Memahami apa saja cara yang bisa ditempuh guna menyikapi masalah degradasi lingkungan akibat dampak teknologi industri
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Lingkungan Hidup Lingkungan hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dengan prilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perilaku kehidupannya dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya (Soerjani, dalam Sudjana dan Burhan, 1996). Elemen-elemen yang membentuk lingkungan hidup meliputi makluk hidup (manusia, tumbuhan, binatang dan mikroorganisme), batuan, air, atmosfer, daratan dan fenomena alam yang terjadi di wilayah tersebut. Masalah lingkungan hidup yang terjadi sebagai dampak dari aktivitas manusia yang meliputi masalah perusakan lingkungan hidup akibat pembangunan gedung, penebangan hutan, kepunahan spesies flora dan fauna karena kerusakan habitat dan perburuan, polusi air dan udara akibat limbah industri, penghancuran terumbu karang, pembuangan sampah tanpa pengelolaan, penipisan lapisan ozon, polusi udara di kota, dan pemanasan global. B. Pengertian Polusi Polusi menurut SK Menteri Kependudukan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/1988 adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam air/udara dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Dalam perjalanannya istilah polusi meluas menjadi kontaminasi yang menyebabkan gangguan atau kerusakan pada manusia dan makhluk hidup atau pada suatu lingkungan hidup. Polutan atau benda/zat yang mengakibatkan polusi bisa berupa zat kimiawi atau energi (suara, cahaya atau panas). Polusi udara adalah kehadiran satu atau lebih subtansi fisik, kimia atau biologi di dalam atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan. Sumber utama polusi udara adalah pembakaran bahan bakar dan emisi. C. Kualitas Lingkungan Soerjani (1996) mengemukakan bahwa kualitas lingkungan yaitu derajat kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia di tempat dan waktu tertentu. Melihat definisi di atas kita tidak bisa beranggapan bahwa apa yang asli dan alamiah selalu mempunyai
kualitas lingkungan yang tinggi. Tindakan yang bijaksana dalam waktu, tempat, dan skala bahkan sering diperlukan untuk menaikkan kualitas lingkungan daerah yang asli dan alamiah. Perkembangan kualitas lingkungan hidup dapat terjadi tanpa campur tangan manusia, artinya secara alamiah atau tanpa intervensi manusia, kualitas lingkungan juga dapat berubah. Terjadinya peristiwa alam, seperti longsor dan banjir akan menyebabkan perubahan kualitas lingkungan. Apakah perubahan ini dapat pulih atau tidak tergantung pada daya lenting lingkungan. Daya lenting lingkungan adalah kemampuan lingkungan itu untuk memulihkan diri secara alamiah. Misalnya, pencemaran ringan suatu perairan oleh bahan organik dengan jumlah terbatas. Pencemaran ini tidak akan menimbulkan masalah karena perairan itu mampu memulihkan kualitasnya secara alamiah. Sebagai akibat peristiwa alam, ada tiga kemungkinan perkembangan kondisi kualitas lingkungan hidup, yaitu : 1. Relatif tetap (stabil)
Kualitas lingkungan relatif tetap, jika daya lenting lingkungan relatif sama dengan tingkat kerusakan. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan hanya mampu memulihkan kerusakan yang diakibatkan gangguan alam, sehingga kondisi lingkungan kembali seperti semula. Contoh kebakaran hutan yang luasnya terbatas atau gempa bumi berskala kurang dari 4.0 skala richter. 2. Makin buruk atau menurun.
Kualitas lingkungan makin buruk apabila daya lenting lingkungan lebih kecil dari tingkat kerusakan. Dalam hal ini lingkungan tidak lagi mampu memulihkan kerusakan yang terjadi sehingga kualitas lingkungan menurun dibandingkan dengan sebelum terjadi peristiwa alam. Contoh terjadinya gempa bumi berskala lebih dari 6.0 skala richter dan letusan gunung berapi. 3. Makin baik
Kualitas lingkungan makin baik jika daya lenting lingkungan lebih besar dari tingkat kerusakan. Di sini lingkungan tidak hanya mampu memulihkan, tapi lebih dari itu mampu menjadikan kondisi lingkungan lebih baik. Contoh banjir di daerah rendahan sepanjang sungai yang tidak ada penduduknya. Dengan adanya kegiatan pembangunan tingkat kerusakan lingkungan hidup bergantung pada upaya pengendalian yang dilakukan oleh pelaku pembangunan, yaitu: 1. Kualitas lingkungan buruk atau menurun
Hal ini terjadi karena sejak awal pembangunan sampai kegiatan berjalan, upaya pengendalian dampak lingkungan tidak direncanakan/dilakukan oleh pemrakarsa. Jadi selama kegiatan berjalan kualitas lingkungan akan menurun. 2. Kualitas lingkungan mula-mula buruk kemudian menjadi baik
Kondisi ini terjadi karena sejak awal sampai tahap operasional, pengendalian dampak lingkungan tidak dilakukan oleh pemrakarsa, namun seiring dengan meningkatnya kepedulian masyarakat dan diterapkannya peraturan/undang-undang lingkungan hidup, pemrakarsa terpaksa mencegah perusakan lingkungan. 3. Kualias lingkungan baik
Hal ini terjadi karena dalam perencanaan kegiatan (proyek), biaya lingkungan sudah dimasukkan dalam anggaran pembangunan. Jadi sejak awal pembangunan sampai selama proyek beroperasi, dampak lingkungan ditangani dengan serius dan dilakukan secara terus-menerus. D.Daya Dukung Lingkungan Hidup Pada mulanya konsep Daya Dukung dipergunakan dalam sistem ternak satwa liar. Pada suatu lingkungan alamiah tanpa subsidi dari luar, seperti pemupukan atau penggunaan teknologi lainnya. Sehingga daya dukung itu menurut Soemarwoto (1985) dalam makalah Dahlan (2011) diartikan untuk menunjukkan besarnya kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan hewan yang dinyatakan dalam jumlah ekor persatuan luas lahan. Pada perkembangan selanjutnya daya dukung telah diterapkan juga pada populasi manusia sehingga Mustadji dan Silalahi (1983) dalam makalah Dahlan (2011) mendefinisikan Daya Dukung sebagai kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan manusia dan makluk hidup lainnya. Hal ini diperkuat oleh Soemarwoto (1985) dalam makalah Dahlan (2011) yang mengartikan Daya Dukung sebagai kemampuan sebidang lahan untuk mendukung kehidupan. Dari dua konsep tadi dapat ditarik persamaan bahwa daya dukung itu berkenaan dengan kemampuan suatu lingkungan atau sebidang lahan untuk mendukung kehidupan sesuatu jenis makhluk hidup secara umum dan lebih terukur. Daya dukung lingkungan itu tidak lain adalah ukuran kemampuan suatu lingkungan mendukung sejumlah populasi jenis tertentu untuk dapat hidup dengan wajar dalam lingkungan tersebut. Dalam hal ini lingkungan dapat berupa sebidang lahan, suatu wilayah geografi tertentu atau suatu ekosistim tertentu. Kelompok
atau sejumlah individu tertentu dalam hal ini bisa berupa tumbuh- tumbuhan, binatang atau manusia. Secara khusus hubungannya dengan manusia Sumaatmadja (1989) mengemukakan daya dukung yaitu ukuran kemampuan suatu lingkungan mendukung sejumlah populasi manusia untuk dapat hidup dengan wajar dalam lingkungan tersebut. Daya dukung lingkungan tersebut tidak mutlak, melainkan berkembang sesuai dengan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Dengan demikian, lingkungan yang berbeda memiliki daya dukung yang berbeda pula. Sedangkan suatu lingkungan daya dukungnya dapat berkembang sesuai dengan kondisi faktor sumber daya yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor almiah yaitu iklim, cuaca, kesuburan tanah, dan lain- lain, serta faktor sosial budaya seperti prilaku manusia, serta ilmu pengetahuan, dan teknologi yang dimilikinya. Penggunaan teknologi dalam proses industrialisasi baik industri primer (pertambangan dan pertanian), industri sekunder (manufaktur dan konstruksi) serta industri tersier (jasa dan telekomunikasi), dapat menaikkan daya dukung ataupun menurunkan, tetapi secanggih apapun daya dukung itu pada suatu tingkat akan mencapai suatu batas maksimum. Daya dukung suatu daerah telah mendekati tingkat daya dukung maksimum ditandai dengan timbulnya gejalagejala atau fenomena yang terdapat di daerah tersebut, baik secara fisik maupun sosial. Gejalagejala tersebut biasanya berupa kondisi lahan yang sudah tidak memberikan hasil yang maksimal bagi sektor pertanian, terjadinya bencana alam, dan lain-lain. Berbagai kasus menunjukkan bahwa kualitas lingkungan masih akan terpelihara baik apabila manusia mengelola lingkungan pada batas diantara daya dukung minimum dan daya dukung optimum, di bawah daya dukung minimum berarti bahwa sumber daya itu tidak berfungsi dengan baik, sementara keadaan yang mendekati daya dukung maksimum akan mengundang resiko (pencemaran dan sebagainya, disamping diperlukan biaya yang tinggi). Bahkan ada bahaya kalau batas itu sampai dilampaui maka akan timbul krisis lingkungan berupa ketidak seimbangan yang makin berat. E. Konsep Umum Untuk Memahami Masalah Lingkungan dan Pencemaran Oleh Industri Seringkali ditemukan pernyataan yang menyamakan istilah ekologi dan lingkungan hidup, karena permasalahannya yang bersamaan. Inti dari permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan mahluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya. IImu tentang hubungan timbal balik mahluk hidup dengan lingkungan hidupnya di sebut ekologi (Soemarwoto, 1991). Dalam pengertian yang telah dikemukakan diatas, bahwa lingkungan
hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dengan prilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perilaku kehidupannya dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya (Soerjani, dalam Sudjana dan Burhan, 1996). Dari definisi diatas tersirat bahwa mahluk hidup khususnya merupakan pihak yang selalu memanfaatkan lingkungan hidupnya, baik dalam hal respirasi, pemenuhan kebutuhan pangan, papan dan lain-lain. Manusia sebagai mahluk yang paling unggul di dalam ekosistemnya, memiliki daya dalam mengkreasi dan mengkonsumsi berbagai sumber-sumber daya alam bagi kebutuhan hidupnya. Di alam terdapat berbagai sumber daya alam yang merupakan komponen lingkungan dengan sifatnya berbeda-beda, dimana dapat digolongkan atas : 1. Sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable natural resources) 2. Sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable natural resources).
Berbagai sumber daya alam yang mempunyai sifat dan perilaku yang beragam tersebut saling berinteraksi dalam bentuk yang berbeda-beda pula (Suratmo, dalam Sudjanan dan Burhan, 1996). Sesuai dengan kepentingannya maka sumber daya alam dapat dibagi atas: (1) fisiokimia seperti air, udara, tanah, dan sebagainya, (2) biologi, seperti fauna, flora, habitat, dan sebagainya, dan (3) sosial ekonomi seperti pendapatan, kesehatan, adat-istiadat, agama, dan lain-lain. Interaksi dari elemen lingkungan yaitu antara yang tergolong hayati dan non-hayati akan menentukan kelangsungan siklus ekosistem, yang didalamnya didapati proses pergerakan energi dan hara (material) dalam suatu sistem yang menandai adanya habitat, proses adaptasi dan evolusi. Dalam memanipulasi lingkungan hidupnya, maka manusia harus mampu mengenali sifat lingkungan hidup yang ditentukan oleh macam-macam faktor. Berkaitan dengan pernyataan ini, Soemarwoto (1991) mengkategorikan sifat lingkungan hidup atas dasar: (1) Jenis dan jumlah masing-masing jenis unsur lingkungan hidup tersebut, (2) hubungan atau interaksi antara unsur dalam lingkungan hidup tersebut, (3) kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup, dan (4) faktor-faktor non-materil, seperti cahaya dan kebisingan. Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya, yang dapat mempengaruhi dan mempengaruhi oleh lingkungan hidupnya, membentuk dan dibentuk oleh lingkungan hidupnya.
Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya adalah sirkuler, berarti jika terjadi perubahan pada lingkungan hidupnya maka manusia akan terpengaruh. Uraian ini dapat menjelaskan akibat yang ditimbulkan oleh adanya pencemaran lingkungan, terutama terhadap kesehatan dan mutu hidup manusia. Misalnya, akibat polusi asap kenderaan atau cerobong industri, udara yang dipergunakan untuk bernafas oleh manusia yang tinggal di lingkungan itu akan tercemar oleh gas CO (karbon monoksida). Berkaitan dengan paparan ini, perlakuan manusia terhadap lingkungan akan mempengaruhi mutu lingkungan hidupnya. Konsep
mutu
lingkungan
berbeda
bagi
tiap
orang
yang
mengartikan
dan
mempersepsikannya. Soemarwoto (1991) secara sederhana menerjemahkan bahwa mutu lingkungan hidup diukur dari kerasannya manusia yang tinggal di lingkungan tersebut, yang diakibatkan oleh terjaminnya perolehan rejeki, iklim dan faktor alamiah lainnya yang sesua
BAB III PEMBAHASAN A. Pengelolaan Dampak Kemajuan Teknologi Industri Terhadap Degradasi Lingkungan Hidup Hampir setiap rencana usaha yang berpotensi dan menggunakan teknologi industri menimbulkan dampak terhadap lingkungan, oleh karena itu diperlukan upaya pengelolaan sehingga dampak yang timbul dapat ditoleransi lingkungan. Untuk itu, pihak yang terkait wajib melakukan pengelolaan lingkungan pada setiap tahap kegiatannya, sesuai dengan jenis dampak yang terjadi. Dampak
teknologi
industri
terhadap
pencemaran
dapat
diklasifikasikan
dalam
bermacam-macam bentuk menurut pola pengelompokannya : 1. Pengelompokan menurut bahan pencemar yang menghasilkan bentuk pencemaran biologis, kimiawi, fisik, dan budaya 2. Pengelompokan menurut medium lingkungan menghasilkan bentuk pencemaran udara, air, tanah, makanan, dan sosial
3. Pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran dalam bentuk primer dan sekunder Namun apapun klasifikasi dari pencemaran lingkungan, pada dasarnya terletak pada esensi kegiatan manusia yang mengakibatkan terjadinya kerusakan yang merugikan masyarakat banyak dan lingkungan hidupnya. Manusia memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya, secara hayati ataupun kultural, misalnya manusia dapat menggunakan air yang tercemar dengan rekayasa teknologi (daur ulang) berupa salinisasi, bahkan produknya dapat menjadi komoditas ekonomi. Tetapi untuk mendapatkan mutu lingkungan hidup yang baik, agar dapat dimanfaatkan secara optimal maka manusia diharuskan untuk mampu memperkecil resiko kerusakan lingkungan. Dalam memperkecil resiko kerusakan lingkungan,
pengelolaan dilakukan dengan
pendekatan aspek sosial ekonomi, kelembagaan dan teknologi. Pendekatan sosial ekonomi menjelaskan aspek sosial ekonomi. Pendekatan kelembagaan menentukan lembaga yang terkait.
Pendekatan
teknologi
menguraikan
pilihan
teknologi
yang
digunakan
dalam
upaya pengendalian dampak lingkungan. Dari ketiga aspek tersebut dikombinasikan dalam satu perencanaan pembangunan, biaya lingkungan sudah dimasukkan dalam anggaran pembangunan. Jadi sejak awal pembangunan sampai selama proyek beroperasi, dampak lingkungan ditangani dengan serius dan dilakukan secara terus-menerus, supaya kualitas lingkungan yang baik dapat terwujud. Dalam
UU
RI
No
23
tahun
1997
dijelaskan
bahwa
sasaran
pengelolaan
lingkungan hidup, yaitu: 1.
Tercapainya
keselarasan,
keserasian,
dan
keseimbangan
antara
manausia
dan
lingkungan hidup. 2. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup 3. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan. 4. Terjaminnya kelestarian fungsi lingkungan hidup. 5. Terkendalinya kelestarian fungsi lingkungan hidup.
6. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha atau kegiatan di luar wilayah Negara yang menyebabkan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Dengan demikian, pengelolaan lingkungan dilakukan bertujuan agar manusia tetap bertahan hidup (suvival ). Hakekatnya manusia telah bertahan sejak awal peradaban hingga kini, tetapi peralihan dan revolusi besar yang melanda umat manusia akibat kemajuan pembangunan, teknologi, iptek, dan industri, serta revolusi sibernitika, menghantarkan manusia untuk tetap mampu menggoreskan sejarah kehidupan, akibat relasi kemajuan yang bersinggungan dengan lingkungan hidupnya. Karena jika tidak mampu menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari permasalahan lingkungan, maka kemajuan yang telah dicapai terutama berkat daya tarik teknologi akan mengancam kelangsungan hidup manusia. B. Cara Menyikapi Masalah Degradasi Lingkungan Akibat Dampak Teknologi Industri Dalam menyikapi terjadinya pencemaran atau degradasi lingkungan akibat teknologi industri, perlu adanya itikad yang kuat dan kesamaan persepsi dalam lingkungan hidup sebagai upaya-upaya yang dilakukan dalam pembangunan ekonomi (Hastuti, 2011). Pengelolaan lingkungan hidup dapatlah diartikan sebagai usaha secara sadar untuk memelihara atau memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi dengan sebaikbaiknya. Menurut Eka Puji Hastuti (2011), pada umumnya permasalahan kerusakan lingkungan hidup yang terjadi dapat diatasi dengan cara sebagai berikut: 1.
Menerapkan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan pada pengelolaan sumber daya alam
2.
Memberikan kewenangan dan tanggung jawab secara bertahap terhadap pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
3. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara bertahap dapat dilakukan dengan cara membudayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi. 4. Ikut serta dalam rangka menanggulangi permasalahan lingkungan global. 5.
Untuk mengurangi aliran permukaan serta untuk meningkatkan resapan air sebagia air tanah, maka diperlukan pembuatan lahan dan sumur resapan.
6. Reboisasi di daerah pegunungan, dimana daerah tersebut berfungsi sebagai reservoir air, tata air, peresapan air, dan keseimbangan lingkungan.
7. Mengelolaan limbah dengan menggunakan konsep daur ulang dengan cara sebagai berikut: a. Melakukan pengelompokan dan pemisahan limbah terlebih dahulu. b. Pengelolaan limbah menjadi barang yang bermanfaat serta memilki nilai ekonomis. c. Dalam pengolahan limbah juga harus mengembangkan penggunaan teknologi. BAB IV SIMPULAN Adapun yang menjadi kesimpulan dari pemaparan di atas, sebagai berikut: 1. Pencemaran dapat diklasifikasikan dalam bermacam-macam bentuk menurut pola
pengelompokannya : a. Pengelompokan menurut bahan pencemar b. Pengelompokan menurut medium lingkungan c. Pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran 2. Dalam memperkecil resiko kerusakan lingkungan,
pengelolaan dilakukan dengan
pendekatan aspek sosial ekonomi, kelembagaan dan teknologi, supaya kualitas lingkungan yang baik dapat terwujud. 3. Jika kita ingin menyelamatkan lingkungan hidup akibat teknologi industri, maka perlu
adanya itikad yang kuat dan kesamaan persepsi pada pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya-upaya yang dilakukan dalam pembangunan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, Sri. 2009. “Pembangunan Berkelanjutan Ditinjau dari Aspek Ekonomi”, Artikel Kepala Pusat Studi Asia Pasifik UGM. Yogyakarta. Al-Rasyd H., dan T. Samingan. 1980. Pendekatan Pemecahan Masalah Kerusakan Sumberdaya Tanah dan Air Daerah Aliran Sungai Dipandang dari Segi Ekologi . Laporan No. 300. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor Anonim. 2011. Undang Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang : Pengelolaan Lingkungan Hidup . Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.
http://landspatial.bappenas.go.id/peraturan/the_file/UU-2397.pdf . Diakses tanggal 26 juni pukul 16.06 WIB Boediono. 2011. Pertubuhan Ekonomi . http://www.pdfwindows.com/goto?=http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16387/4/Ch apter%20II.pdf . Diakses tanggal 26 juni pukul 15.33 WIB. Dahlan. 2011. Lingkungan Hidup. http://www.scribd.com/doc/35708892/LINGKUNGAN-HIDUP . Diakses tanggal 26 juni pukul 15.22 WIB. Hastuti, Eka Puji. 2011. Peran Masyarakat Dalam Menyikapi Kerusakan Lingkungan Akibat Limbah Industri. http://www.atbbatam.com/site/download/juara_1_MHS.pdf . Diakses tanggal 26 juni pukul 14.23 WIB. Kuncoro, Mudrajad. 2006. Ekonomi Pembangunan :Teori, Masalah dan Kebijakan . UPP STIM YKPN. Yogyakarta. Mankiw, N.Gregory. 2007. Makroekonomi . Edisi 6. PT Erlangga. Jakarta Notohadiprawiro, Tejoyuwono. 2006. Pengelolaan Sumber Daya Tanah Untuk Pengembangan Sektor Industri . Prasaran dalam Seminar Sumber Daya Alam. PAU Studi Ekonomi UGM. Yogyakarta. Purwaningsih, Yunastiti. 2009. “Metodologi Penelitian”. Modul Kuliah Staff Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Raharjo, Mugi. 2008. Valuasi Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan . CakraBooks. Solo Sitorus, Henry. 2004. Analisis Resiko Lingkungan Dari Pengelolaan Limbah Pabrik Tahu Dengan Kayu Apu. http://www.its.ac.id/personal/files/pub/2090-ali-masduqi-arl_limbah_tahu.pdf . Diakses tanggal 26 juni pukul 15.18 WIB. Sitorus, Henry. 2004. Kerusakan Lingkungan Oleh Limbah Industri Adalah Masalah Itikad. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3836/1/ssiologi-henry.pdf . Diakses tanggal 26 juni pukul 14.11 WIB. Soemarwoto, Otto. 1991. Jakarta.
Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan . Penerbit Djambatan.
Soemarwoto, Otto. 1992. Analisis Dampak Lingkungan. Penerbit Djambatan. Jakarta. Soerjani, Mohammad. 1996. Permasalahan lingkungan hidup dalam tinjauan Filosofis ekologis dalam Sudjana, Eggi dan Burhan, Latif (ed.). Upaya Penyamaan Persepsi, Kesadaran dan Penataan terhadap pemecahan Masalah Lingkungan Hidup. CIDES. Jakarta. Soeryono, R. 1979. Kegiatan dan Masalah Kehutanan Dalam DAS . Dalam Proceedings Pertemuan Diskusi Pengelolaan DAS DITSI. Jakarta. Sukanto. 1996. Lingkungan Sistem Alami dan Pembangunan, Pedoman Penilaian Ekonomi . BPFE. Yogyakarta.
Source: http://infopedia-van.blogspot.com/2012/01/valuasi-dampak-kemajuan-teknologi.html (akses 21okt14 pk.21.25)
MAKALAH Pengaruh Industri Terhadap Perubahan sosial Pada Masyarakat Pinggiran kota dan Pedesaan
MAKALAH Pengaruh Industri Terhadap Perubahan sosial Pada Masyarakat Pinggiran kota dan Pedesaan Untuk memenuhi tugas mata kuliah Geografi Sosial yang dibina oleh Ibu Dra. Yuswanti Ariani wirahayu, M.Si
Oleh : Mila Lishowabi Off/NIM: K/120721435413
Universitas Negeri Malang
Fakultas Ilmu Sosial Pendidikan Geografi November 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah sebagai tugas akhir mata kuliah geografi sosial.
Ungkapan terimakasih kami ucapkan kepada Ibu Dra. Yuswanti Ariani Wirahayu M.Si yang telah membina kami dalam mata kuliah geografi sosial. Juga kepada kedua orang tua kami yang te lah memberikan dukungan materi serta memberikan do’a kepada kami. Tak lupa kepada teman-temanku yang selalu ada dalam kondisi apapun.
Makalah ini kami buat dengan tujuan agar bermanfaat untuk para pembaca, khususnya bermanfaat bagi kami. Apabila pembaca menemukan kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf dan kami mengharap para pembaca bersedia untuk melakukan perbaikan. Karena kami hanyalah manusia biasa.
Sekian dan terimakasih.
Malang, 20 November 2012
Penyusun
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Titik berat pembangunan nasional menekankan pada sektor industri, dengan harapan sektor ini dapat mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi nasional. Pengembangan industri, selain menaikkan nilai ekonomi suatu komoditi, juga dapat membuka kesempatan ekonomi bagi masyarakat, yaitu memberikan alternatif lapangan kerja baru. Semua orang menyadari bahwa masyarakat hidup dan bekerja dalam suatu
lingkungan senantiasa mengalami perubahan. Perubahan di suatu bidang
secara langsung akan mengakibatkan perubahan di bidang lain. Perubahan dalam
peningkatan taraf hidup (pembangunan) akan dapat mempengaruhi dan mengubah
sikap, nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Nilai-nilai yang selama ini menjadi
pedoman mulai mengalami benturan yang diakibatkan masuknya pengaruh nilai dari luar. Pe rubahan itu dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola prilaku, o rganisasi sosial, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat, kekuasaaan wewenang, interaksi sosial dan yang lainnya.
Perubahan sosial merupakan gejala yang melekat disetiap masyarakat. Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat akan menimbulkan ketidaksesuaian antara unsur-unsur sosial yang ada didalam masyarakat, sehingga menghasilkan suatu pola ke hidupan yang tidak sesuai fungsinya bagi masyarakat yang bersangkutan.
Suatu masyarakat yang telah mencapai peradaban tertentu, berarti te lah mengalami evolusi kebudayaan yang lama dan bermakna sampai tahap tertentu yang diakui tingkat IPTEK dan unsur budaya lainnya. Dengan demikian, masyarakat tadi telah mengalami proses perubahan sosial yang berarti, sehingga taraf kehidupannya makin kompleks. Proses tersebut tidak terlepas dari berbagai perkembangan, perubahan, dan pertumbuhan yang meliputi aspek-aspek demografi, ekonomi, organsisasi, politik, IPTEK dan lainnya.
Oleh karene itu, penulis akan mengangkat judul “Pengaruh Industri Terhadap Perubahan Sosial Pada Masyarakat Pinggiran Kota dan Pedesaan”.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat di ambil rumusan masalah, sebagai ber ikut:
1.Bagaimanakah pengertian perubahan sosial?
2. Bagaimana perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat pinggiran
kota akibat adanya industri?
3. Bagaimanakah Perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat desa
akibat adanya industri di pedesaan?
4.Bagaimanakah respon masyarakat terhadap perubahan sosial yang ada?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.Mengetahui pengertian perubahan sosial.
2. Mengetahui perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat pinggiran
kota akibat adanya industri.
3. Mengetahui perubahan sosial pada masyarakat desa akibat adanya
industri di pedesaan.
4.Mengetahui respon masyarakat terhadap perubahan sosial yang ada.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perubahan Sosial
Wilbert moore memandang perubahan siosial sebagai “perubahan struktur sosial, pola prilaku dan intraksi sosial”. Setiap perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat atau perubahan dalam organisasi sosial disebut perubahan sosial. Perubahan sosial berbeda dengan perubahan kebudayaan. Perubahan kebudayaan mengarah pada unsur-unsur kebudayaan yang ada. Contoh perubahan sosial: perubahan peranan seorang istri dalam keluarga modern, perubahan kebudayaan contohnya: adalah penemuan baru sepeti radio, televisi, komputer yang dapat mempengaruhi lembaga-lembaga sosial. William F. ogburn mengemukakan bahwa ruang lingkup perubahan-perubahan sosial mencangkup unsur-unsur kebudayaan yang materil maupun immater il dengan menekankan bahwa pengaruh yang besar dari unsur-unsur immaterial. Kingsley Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan yang terjadi dalam fungsi dan struktur masyarakat. Perubahan-perubahan sosial dikatakannya sebagai perubahan dalam hubungan sosial (social re lationship) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial tersebut.
Gilin dan Gilin mengarakan bahwa perubahan-perubahan sosial untuk suatu variasi cara hidup yang lebih diterima yang disebabkan baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan materil, kompetensi penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi atau pun perubahan-perubahan baru dalam masyarakat tersebut.
Menurut Selo Soemardjan, perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosial, termasuk didalamnya nilai-nilai sikap-sikap dan pola prilaku diantara kelompok dalam masyarakat menurutnya, antara perubahan sosial dan perubahan kebudayaan memiliki satu aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut
paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan cara masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya.
Perubahan sosial itu bersifat umum me liputi perubahan berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat, sampai pada pergeseran persebaran umur, tingkat pendidikan dan hubungan antar warga. Dari perubahan aspek-aspek tersebut terjadi perubahan struktur masyarakat serta hubungan sosial.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat di ambil kesimpulan bahwa perubahan sosial adalah perubahan dalam hubungan interaksi antar or ang, organisasi atau komunitas.
Faktor-Faktor Pendorong Perubahan antara lain:
a. Adanya Kontak dengan Kebudayaan Lain
b.Sistem Pendidikan Formal yang Maju c. Nilai Bahwa Manusia Harus Senantiasa Berikhtiar untuk Memperbaiki Hidupnya
d. Sistem Terbuka Masyarakat ( Open Stratification )
e. Heterogenitas Penduduk
2.2 Perubahan sosial pada masyarakat pinggiran kota akibat industri di
pinggiran kota
Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa.
Untuk berlangsungnya kegiatan industri di butuh kan lokasi stratetgis agar industri dapat memperoleh keuntungan melimpah. Peletakkan Lokasi industri di suatu wilayah, akan mengakibatkan perubahan sosial pada wilayah tersebut. Pada awalnya, “… suatu industri ditempatkan di luar kota serta dekat kepada sumber tenaga dan bahan mentah” (Schneider, 1993: 430). Akan tetapi pada perkembangan setanjutnya, pendirian industri tidak lagi harus dekat dengan sumber bahan mentah. “Lokasi pabrik akan ditentukan mengingat pengeluaran biaya minimal. Faktor faktor yang diperhatikan adalah: bahan mentah, minyak, air, modal, tenaga listrik, tanah untuk mendirikan pabrik dan fasilitas lainnya, serta masalah pengangkutan. Loksi pabrik dapat dijumpai di tiga daerah, yaitu: (1) Di daerahdaerah pada tepian kota (periphery of the c ity), (2) Di dekat daerah-daereh perdagangan (trade district), (3) Di sepanjang jalan dengan lalu-lintas untuk angkutan berat (heavy freight mtreffic).” (Bintarto, 1980: 68-69)
Untuk penentuan lokasi industri Ginsburg (dalam Weiner, 1981:81) mengemukakan bahwa: “… dalam hal pengangkutan maupun pembangkit serta penyaluran tenaga sangat memperluas kemungkinan pilihan tempat Industri sehingga tidak lagi terikat pada tempat-tempat dimana terdapat sumber alam tertentu…. Bersaman dengan itu, luasnya kemungkinan untuk memilih tempat di atau dekat daerah-daerah metropolitan semakin bertambah karena perbaikan-perbaikan teknologi pengangkutan, sedangkan industri-industri yang makan tempat cenderung untuk diletakkan di daerehdaerah yang kurang padat penduduknya, yang terletak di pinggiran kota besar atau m alah lebih jauh lagi dari pada itu. Hal ini pada gilirannya mengakibatkan makin cepatnya suburbanisasi daerah-daerah pedesaan yang letaknya di dekat kota-kota besar.”
Tampak bahwa faktor sarana transportasi dan tanah/lahan cukup dominan dalam penentuan lokasi Industri. Harga tanah di pinggiran kota yang relatif lebih murah dari tanah di dalam kota, dan kemudahan transportasi yang dapat memperlancar arus barang-barang produksi menyebabkan
pinggiran kota cukup tepat untuk dijadikan daerah industri. Menurut Parker (1990:93): bahwa “Munculnya industri-industri baru dalam suatu wilayah akan memberikan pengaruh besar terhadap jumlah tenaga kerja.” Schneider (1993:430) berpendapat: “Salah satu akibat yang terpenting dari timbulnya industrialisme adalah terbentuknya komunitas-komunitas baru, atau perubahan serta pertumbuhan yang cepat dan komunitas yang sudah ada.” Peningkatan jumlah tenaga kerja dan pertumbuhan komunitas di sekitar industri yang cepat disebabkan oleh masuknya para pekerja pendatang dalam jumlah yang banyak dan menetap di daerah tersebut. Pertumbuhan komunitas ini dikarenakan “Industri membutuhkan tenaga kerja yang dapat diandalkan dan dapat masuk kerja setiap hari dan pada waktu yang tepat” (Schneider, 1993:430), sehingga para pekerja pendatang memilih bermukim di sekitar industri. “Seringkali orangorang ini berasal dari daerah, ras, suku, atau agama yang berbeda-beda” (Schneider, 1993:437) yang mempunyai nilai-nilai yang berbeda dengan masyarakat setempat. Komunitas masyarakat setempat yang dimaksud adalah komunitas masyarakat pinggiran kota y ang mempunyai sifat dan karakter tertentu. Masyarakat pinggiran kota, menurut Cholil Mansyur (tanpa tahun:134), mempunyai ciri-ciri yang tidak jauh berbeda dengan masyarakat desa, di antaranya: “Hubungan persaudaraan erat, saling mengenal satu sama lain, hidupnya sederhana, mereka sangat menjaga tingkah laku sehari-hari dan mempunyai rasa hormat-menghormati terhadap masyarakat lain.” Ciri lainya. yang membedakan masyarakat pinggiran kota dari masyarakat desa. “…yang paling menonjol dari m asyarakat pinggiran adalah kehidupannya cepat berubah dan mudah terpengaruh, karena lokasinya yang berada di dekat kota, sehingga arus informasi dan pengaruhpengaruh dari kota cepat sampai kepada masyarakat pinggiran. Masyarakat pinggiran juga mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap segi paedagogis daripada saling mempengaruhi dan saling mempererat hubungan untuk menuju kesejateraan dan kemajuan dalam masalah apa pun, t erutama
untuk mempengaruhi dalam pendidikan sebagai hal yang pokok untuk memupuk perasaan sosial dan kecakapan untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat.” (Mansyur, tanpa tahun:137-139).
Jadi, Perubahan sosial masyarakat pinggiran kota (transisi) yang dipicu oleh pembangunan industri di daerah tersebut meliputi berbagai aspek kehidupan, yang salah satunya adalah aspek ketenagakerjaan. Masyarakat pinggiran kota memiliki karakter yang cepat berubah dan mudah terpengaruh, sehingga perubahan yang terjadi dalam lingkungan cepat diadaptasi. Namun dalam hal perubahan mental bekerja, ternyata belum dapat mengikuti perubahan yang terjdai dalam teknologinya.Pertumbuhan masyarakat pinggiran diwarnai pula dengan tumbuhnya berbagai alternatif lapangan usaha, selain industri itu se ndiri, yang dapat dimanfaatkan oleh warga m asyarakat. Diferensiasi dan segmentasi dalam masyarakat didorong ke arah homogenitas, yang membuat diferensiasi dalam masyarakat tetap fungsional
2.3 Perubahan sosial pada masyarakat pedesaan akibat adanya industri di
pedesaan
Pembangunan industri yang pada awalnya ditujukan untuk mendorong
kemajuan perekonomian, berpengaruh pula secara sosial terhadap perkembangan
masyarakat. Hadirnya industri di pedesaan dengan cepat membangun komunitas di sekitarnya. Tumbuhnya industri di daerah pedesaan akan memunculkan perubahan bagi masyarakat lokal setempat.
Perubahan Sosial sebagaimana dikemukakan oleh Gillin & Gillin
(Soemardjan dan Soemardi, 1964) “Suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah
diterima baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis kebudayaan materil,
komposisi penduduk, ideology maupun karena adanya difusi atau penemuan penemuan baru dalam masyarakat tersebut”. Perubahan sosial itu sendiri terjadi
dalam masyarakat, maupun terjadi karena faktor-faktor yang datang dari luar. Kalau dilihat saat ini, terjadinya suatu perubahan dalam masyarakat desa, kebanyakan datang dari luar masyarakat.
Komunitas yang ada disekitar industri, baik yang pada awalnya adalah komunitas pedesaan maupun komunitas diciptakan setelah adanya industri, mengembangkan karakteristik tertentu yang sesuai dengan kebutuhan industri.
Industri memiliki pengaruh yang besar terhadap komunitas untuk
menimbulkan terjadinya perubahan di dalam masyarakat. Dampak industri terhadap masyarakat sangat banyak, misalnya dampak positifnya: terbukanya kesempatan kerja yang besar yang menyerap penganguran, munculnya prasarana dan sarana ekonomi seperti jalan dan transportasi, pasar, tokotoko, telekomunikasi, bank, perkreditan, perdagangan pergudangan, penginapan, rumah makan. Sedangkan dampak negatif dapat pula terasa seperti polusi air bersih, dan udara, pemukiman semakin sesak, meningginya temperature, kenaikan harga barang-barang, dan perbedaan y ang menyolok dalam kehidupan dalam kawasan industri tersebut.
Industri memiliki pengaruh yang menimbulkan akibat fisik di dalam
masyarakat. Akibat yang dirasakan oleh masyarakat bisa dalam bentuk yang berbeda. Bila suatu wilayah sangat tergantung sangat tergantung hanya kepada satu je nis industri atau perusahaan, perkembangan industri atau perusahaan tersebut akan menentukan apakah wilayah tersebut akan berkembang atau hancur.
Munculnya industri-industri baru dalam suatu wilayah akan memberipengaruh besar terhadap jumlah tenaga kerja. Menurut Glaeser (Miguel, et al. 2002) hadirnya Industri akan menjadikan suatu daerah menjadi tujuan daerah urbanisasi karena dengan hadirnya industri membutuhkan tenaga kerja yang banyak sehingga banyak orang memutuskan untuk bertransmigrasi ke daerah yang
memiliki lapangan pekerjaan seperti industri. Pertambahan penduduk dan
pengurangan penduduk ini pada gilirannya memperlemah g otong royong dalam
masyarakat di daerah yang dekat dengan industri dan berubahnya pola pemukiman dan juga bangunan rumah masyarakat.
Industri tidak melulu pada sektor barang saja, yang produksinya membutuhkan lokasi strategis dan bangunan untuk berlangsungnya proses produksi yang biasa kita kenal dengan istilah pabrik.
Industri juga bisa langsung mengambil potensi dari keindahan alam, seperti industri pariwisata. Industri pariwisata kebanyakan di letakkan pada daerah pedesaan yang potensi alamnya sangat bagus untuk di jadikan obyek wisata, dalam industri pariwisata, juga memberikan pengaruh terhadap perubahan sosial dalam masyarakat.
Adanya i pariwisata di tengah-tengah masyarakat secara langsung pastinya membawa pengaruh terhadap kehidupan.pariwisata selalu mempertemukan dua atu lebih kebudayaan yang berbeda. Pertemuan manusia atau masyarakat dengan latar belakang sbudaya yang akan menghasilkan berbagai proses perubahan seperti akulturasi, dominasi, asimilasi, adopsi, adaptasi dan sebagainya.
Berkembangya pariwisata sebagai suatu industri ternyata menimbulkan masalah sebagai akibat dari pemanfaatan seni dan budaya yang dijadikan sebagai daya tarik untuk konsumsi wisatawan. Perubahan Sosial masyarakat dalam nilai, sikap, dan pola perilaku disebabkan karena proses adaptasi terhadap tuntutan kondisi lingkungan yang ada. Maksudnya disini wisatawan mancanegara yang
berkunjung pasti secara langsung membawa pengaruh terhadap masayarakat lokal didaerah sekitar objek wisata. Sehingga mudah sekali terjadi perubahan-perubahan dan hal-hal baru muncul pada tatanan kehidupan masyarakat sekitarnya. Perubahan Sosial adalah perubahan pola perilaku, hubungan sosial, lembaga dan struktur sosial pada waktu tertentu. Local Community atau masyarakat lokal adalah sekelompok orang yang berada di suatu wilayah geografis yang sama dan memanfaatkan sumber daya alam lokal yang ada di sek itarnya. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai saat itu. Wisatawan adalah orang yang sedang tidak bekerja, atau sedang berlibur, dan secara sukarela mengunjungi daerah lain untuk mendapatkan sesuatu yang lain.
Industri Pariwisata adalah kumpulan dari macam-macam perusahaan yang secara bersamasama menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa (goods and service) yang dibutuhkan wisatawan pada khususnya dan traveller pada umumnya, selama dalam perjalannnya.
Adapun bentuk-bentuk perubahan sosial masyarakat akibat interaksi antar wisatawan yaitu, Perubahan struktur sosial masyarakat lokal yaitu beralihnya pekerjaan masyarakat dari agraris ke sektor industri pariwisata dan berkurangnya tingkat pe ndidikan masyarakat yang tidak bersekolah. Perubahan pola budaya masyarakat lokal yaitu terjadinya perkawinan dua unsur kebudayaan yang berbeda, perubahan pada penggunaan bahasa, perubahan cara berpakaian dan perubahan pola konsumsi. Perubahan gaya hidup komersil masyarakat lokal dan perubahan perilaku dalam keluarga. Serta perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat ada faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu pola pikir masyarakat lokal yang sudah maju, sikap masyarakat lokal yang terbuka dan adanya kontak dengan kebudayaan lain.
2.4 Respon masyarakat terhadap perubahan sosial
Perubahan sosial budaya yang terjadi dalam masyarakat, ada masyarakat yang dapat menerima dan ada yang tidak dapat menerima. Masyarakat yang tidak dapat menerima perubahan biasanya masih memiliki pola pikir yang tradisional. Pola pikir masyarakat yang tradisional mengandung unsur-unsur dibawah ini: 1. bersifat sederhana, 2. memiliki daya guna dan produktivitas rendah, 3. bersifat tetap atau monoton, 4. memiliki sifat irasional, yaitu tidak didasarkan pada pikiran tertentu.
Sedangkan perilaku masyarakat yang tidak bisa menerima perubahan sosial budaya, di antaranya sebagai berikut. 1. Perilaku masyarakat yang bersifat tertutup atau kurang mem buka diri untuk berhubungan dengan masyarakat lain; 2. Masih memegang teguh tradisi yang sudah ada; 3. Takut akan terjadi kegoyahan dalam susunan/struktur masyarakat, jika ter jadi integrasi kebudayaan; 4. Berpegang pada ideologinya dan beranggapan sesuatu yang baru bertentangan dengan idielogi masyarakat yang sudah ada
Masyarakat tradisional cenderung sulit menerima budaya asing yang masuk ke lingkungannya, namun ada juga yang mudah menerima budaya asing dalam kehidupannya. Hal ini disebabkan unsur budaya asing tersebut membawa kemudahan bagi kehidupannya. Pada umumnya, unsur budaya yang membawa perubahan sosial budaya dan mudah diterima masyarakat adalah, jika: 1. unsur kebudayaan tersebut membawa manfaat yang besar, 2. peralatan yang mudah dipakai dan memiliki manfaat,
3. unsur kebudayaan yang mudah menyesuaikan dengan keadaan masyarakat yang menerima unsur tersebut.
Unsur budaya yang tidak dapat diterima oleh masyarakat adalah: 1. unsur kebudayaan yang menyangkut sistem kepercayaan, 2. unsur kebudayaan yang dipelajari taraf pertama proses sosialisasi.
Sebaliknya, masyarakat modern yang memiliki pola pikir yang berbeda. Unsur yang terkandung dalam pola pikir masyarakat modern adalah: 1. bersifat dinamis atau selalu berubah mengikuti perkembangan zaman, 2. berdasarkan akal pikiran manusia dan senantiasa mengembangkan efisiensi dan efektivitas, serta 3. tidak mengandalkan atau mengutamakan kebiasaan atau tradisi masyarakat.
BAB III
PENUTUP
Semua orang menyadari bahwa masyarakat hidup dan bekerja dalam suatu
lingkungan senantiasa mengalami perubahan. Perubahan di suatu bidang
secara langsung akan mengakibatkan perubahan di bidang lain. Perubahan dalam
peningkatan taraf hidup (pembangunan) akan dapat mempengaruhi dan mengubah
sikap, nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Nilai-nilai yang selama ini menjadi
pedoman mulai mengalami benturan yang diakibatkan masuknya pengaruh nilai dari luar. Pe rubahan itu dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola prilaku, o rganisasi sosial, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat, kekuasaaan wewenang, interaksi sosial dan yang lainnya.
Perubahan masyarakat pinggiran kota diwarnai dengan tumbuhnya berbagai alternatif lapangan usaha, selain industri itu sendiri, yang dapat dimanfaatkan oleh warga masyarakat. Diferensiasi dan segmentasi dalam masyarakat didorong ke arah homogenitas, yang membuat diferensiasi dalam masyarakat tetap fungsional.
Sedang, perubahan sosial masyarakat pada daer ah pedesaan akibat adanya industri misalnya dampak positifnya: terbukanya kesempatan kerja yang besar yang menyerap penganguran, munculnya prasarana dan sarana ekonomi Sedangkan negatif dapat pula terasa seperti perbedaan yang menyolok dalam kehidupan dalam kawasan industri tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
http://studentresearch.umm.ac.id/index.php/department_of_sociology/article/view/7596
Sumber: http://www.beli-buku.com/perubahan-sosial-dan-pembangunan-p-3080.html
http://blogs.unpad.ac.id/rsdarwis/?p=3
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23078/4/Chapter%20II.pdf
Source: http://mila-wahib.blogspot.com/2013/01/makalah-pengaruh-industri-terhadap.html (akses 21okt14 pk.12.26)
Dampak Keberadaan Industri Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Batung Taba Kecamatan Lubuk Begalung Padang (Studi Kasus PT. Batang Hari Barisan, PT. Teluk Luas dan PT. Inkasi Raya di Kelurahan Batung Taba Kecamatan Lubuk Begalung Padang) BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam kehidupan terdapat suatu unsur yang saling menguntungkan antara satu elemen dengan elemen yang lain. Salah satu sektor yang dikembangkan dalam rangka pelaksanaan pembangunan ekonomi adalah sektor industri. Pembangunan industri mempunyai dampak positif terhadap ekonomi wilayah, terutama sekali dalam menciptakan kesempatan dan peluang kerja. Pembangunan industri ini dapat memberikan tetesan manfaat (trickle down effect), sehingga dapat memper luas daya penyebaran (power of dispersion) pada masyarakat sekitarnya. Pembangunan industri merupakan suatu kegiatan yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yaitu mencapai kualitas kehidupan yang lebih baik. Sehingga pembangunan industri tidak hanya mencapai kegiatan mandiri saja, tetapi mempunyai tujuan pokok untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Keberadaan suatu perusahaan akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, perusahaan adalah suatu manifestasi dari suatu investasi yang mengharapkan pengembalian di masa datang. Perkembangan kota demikian sesuai dengan fungsi kota itu sendiri berupa pusat perekonomian, teknologi, pendidikan maupun pusat pemerintahan yang menjadi daya tarik kota. Hal ini dikatakan oleh seorang ahli bahwa orang yang tidak menemukan profesinya di desa dan sempitnya ruang hidup di desa maka mereka akan termotivasi pindah ke kota (Sumitro, 1976: 33). Peningkatan penduduk yang cepat di kawasan perkotaan mempunyai implikasi pada berbagai bidang. Peningkatan penduduk yang cepat tersebut mengakibatkan tekanan pada sektor penyediaan fasilitas tenaga kerja yang tidak mungkin dapat ditampung dari sektor pertanian. Maka untuk perluasan kesempatan kerja pemerintah berusaha mengembangkan sektor industri baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif, hal ini dilakukan untuk memperbesar jumlah tenaga kerja yang dapat diserap oleh sektor ini. Dengan adanya pembangunan kawasan industri diharapkan dapat menjadi lapangan kerja bagi tenaga kerja tersebut (Soepardi, 1994). Kota Padang terletak di pesisir barat Pulau Sumatera. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional tealah ditetapkan Kota Padang sebagai Pusat Kegiatan Nasional. Berdasarkan PP No. 17 t ahun 1980 luas Kota Padang adalah 694,96 km2 atau 1 ,65 % luas Provinsi Sumatera Barat. Lebih dari 60% merupakan daerah perbukitan yang ditutupi hutan lindung, sementara lebihnya merupakan daerah efektif perkotaan. Kota Padang memiliki daya tarik bagi daerah sekitarnya baik sebagai kota pariwisata, kota pendidikan maupun kota perdagangan dan jasa sehingga Kota Padang terpilih sebagai tempat tinggal dan beraktivitas (BPS Kota Padang, 2012).
Kecamatan Lubuk Begalung merupakan salah satu diantara sebelas Kecamatan di Kota Padang. Se cara astronomis Kecamatan Lubuk Begalung berada pada 00.58’ Lintang Selatan dan 1000.21’.11” Bujur Timur, dengan luas wilayah sekitar 30,91 km2 atau setara dengan 4,62% dari luas daratan wilayah Kota Padang dengan jumlah Kelurahan lima belas Kelurahan. (BPS Kota Padang, 2012) Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian di Kelurahan Batung Taba Kecamatan Lubuk Begalung Padang. Ketertarikan peneliti di daerah ini sebagai lokasi penelitian karena di Ke lurahan Batung Taba ini terdapat tiga industri besar yang se cara langsung maupun tidak langsung memberikan peluang kerja terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar industri tersebut. Industri yang dimaksud adalah industri pengolahan karet (crumb rubber) yaitu PT. Batang Hari Barisan yang telah berdiri sejak tahun 1980 sampai sekarang dan PT. Teluk Luas yang telah berdiri sejak t ahun 1982 sampai sekarang dan industri pengolahan minyak sawit kasar (CPO) menjadi minyak goreng yaitu PT. Inkasi Raya yang mulai beroperasi 1992 sampai sekarang. Keberadaan industri yang dibangun juga de kat dengan permukiman penduduk sehingga berpengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang berada di sekitar industri tersebut. Hal ini dapat dilihat dari perubahan langsung maupun tidak langsung. Perubahan langsung dilihat dari terjadinya penyerapan tenaga kerja yang dilakukan oleh industri terhadap masyarakat setempat yang tinggal di Kelurahan Batung Taba yang bekerja langsung sebagai tenaga kerj a di industri. Sedangkan perubahan tidak langsung timbulnya beberapa usaha seperti usaha rumah makan, warung minuman, rumah sewa/kontrakan, bengkel dan lain sebagainya yang secara tidak langsung menunjang kelancaran aktivitas tenaga industri yang bekerja tersebut. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan keberadaan industri banyak terjadi kasus aktivitas sosial ekonomi masyarakat yang berhubungan dengan k eberadaan industri dalam rangka meningkatkan sosial ekonomi masyarakat. Oleh karena itu peneliti tertarik meneliti daerah ini dalam bidang sosial ekonomi dengan judul yaitu “Dampak Keberadaan Industri Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Batung Taba Kecamatan Lubuk Begalung Padang (Studi Kasus PT. Batang Hari Barisan, PT. Teluk Luas dan PT. Inkasi Raya di Kelurahan Batung Taba Kecamatan L ubuk Begalung Padang)” B. Fokus Penelitian Agar tidak terjadi simpang siur data dalam penelitian dan penelitian lebih terarah, maka peneliti memfokuskan penelitan tentang Dampak Keber adaan Industri Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Batung Taba Kecamatan Lubuk Begalung Padang (Studi Kasus PT. Batang Hari Barisan, PT. Teluk Luas dan PT. Inkasi Raya di Kelurahan Batung Taba Kec amatan Lubuk Begalung Padang). Sehingga hasil penelitian lebih mudah untuk dipahami. C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan fokus penelitian tentang Dampak Keberadaan Industri Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Batung Taba Kecamatan Lubuk Begalung Kota Padang (Studi Kasus PT. Batang Hari Barisan, PT. Teluk Luas dan PT. Inkasi Raya di Kelurahan Batung Taba Kec amatan Lubuk Begalung Padang) maka pertanyaan peneliti dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah kondisi sosial ekonomi (pendapatan, pendidikan dan kondisi tempat tinggal) tenaga kerja yang bekerja pada industri? 2. Bagaimanakah kondisi sosial ekonomi (pendapatan, pendidikan dan kondisi t empat tinggal) masyarakat yang melakukan aktivitas dan mem iliki usaha di sekitar industri? D. Tujuan penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan data atau informasi menganalisis dan membahas tentang: 1. Kondisi sosial ekonomi (pendapatan, pendidikan dan kondisi tempat tinggal) tenaga kerja yang bekerja pada industri. 2. Kondisi sosial ekonomi (pendapatan, pendidikan dan kondisi tempat tinggal) masyarakat yang melakukan aktivitas dan memiliki usaha di sekitar industri. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan bermanfaat untuk: 1. Menambah ilmu pengetahuan serta pengalaman bagi peneliti dalam bidang penelitian ini. 2. Untuk sumbangan kepustakaan, informasi dan bahan studi terutama yang berkaitan dengan geografi sosial. 3. Untuk mengetahui sejauh mana dampak keberadaan industri terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di Kelurahan Batung Taba Kecamatan Lubuk Begalung Padang. 4. Untuk persyaratan memperoleh gelar Sarjana P endidikan Geografi (SI) di Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang.
BAB II KERANGKA TEORITIS A. Kajian Teori Kajian teori merupakan bahasan yang berisi tentang teori, asumsi atau hasil penelitian sebagai hasil dari studi kepustakaan. Dalam kajian teori dibahas tentang variabel penelitian yang berhubungan antar variabel. Adapun variabel yang akan dibahas dalam kajian teori ini adalah: 1. Industri Industri adalah semua perusahaan atau usaha yang melakukan kegiatan merubah bahan dasar atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya. Termasuk kedalam sektor ini adalah perusahaan yang melakukan kegiatan jasa industri dan perakitan (assembling) dari suatu industri (BPS, 2002). Menurut G. Kartasapoetra (1987) “Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan-bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bernilai tinggi”. Definisi lain menyatakan industri adalah sebagai suatu untuk memproduksi barang jadi melalui proses penggarapan dalam jumlah besar sehingga barang tersebut dapat diperoleh dengan harga se rendah mungkin tetapi dengan mutu setinggi mungkin (Sade, 1985). Menurut Abdurachmat dan Maryani (1998: 27) Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi manusia yang penting. Ia mengasilkan berbagai kebutuhan hidup manusia dari mulai makanan, minuman, pakaian, dan perlengkapan rumah tangga sampai perumahan dan kebutuhan hidup lainnya. (http://repository.upi.edu/operator/upload/s_geo_056667_chapter2.pdf).
Sedangkan pengertian industri menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.5 Tahun 1984 tentang perindustrian. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi me njadi barang dengan nilai tinggi untuk pengunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan pe rekayasaan industri. Dalam sektor industri dibedakan atas tiga jenis industri yakni industri besar, industri sedang atau menengah, industri kecil dan rumah tangga. Dilihat dari segi jumlah tenaga ker ja yang dimiliki, maka yang dimaksud dengan industri besar adalah yang memiliki tenaga kerja lebih dari 100 orang, industri sedang adalah industri yang memiliki tenaga kerja 20 hingga 90 orang, industri kecil yang memiliki jumlah tenaganya 5 sampai 19 orang dan industri yang memiliki tenaga kerja kurang dari 5 oarang disebut industri rumah tangga atau kerajinan rumah tangga. Dari definisi di atas maka dapat diperoleh pengertian industri adalah suatu kegiatan produksi yang menggunakan bahan tertentu sebgai bahan baku untuk diproses menjadi hasil lain yang lebih berdaya guna bagi masyarakat. Jadi yang dimaksud dengan industri dalam penelitian ini adalah suatu kegiatan memproduksi barang atau jasa melalui proses tertentu. 2. Sosial Ekonomi Sosiologi ekonomi adalah studi tentang bagaimana cara orang atau masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap barang dan jasa yang me nggunakan sosiologi (Damzar 2002 : 7). Kondisi sosial ekonomi adalah tatanan kehidupan sosial material maupun spiritual yang meliputi rasa keselarasan, kesusilaan, ketentraman lahirnya dan batin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha untuk pemenuhan ke butuhan sosial lainnya yang sebaik mungkin bagi diri sendiri keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak- hak asasi manusia serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila (Adi, 1996: 20). Sosial ekonomi adalah kondisi kependudukan yang ada tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat kesehatan, tingkat konsumsi, perumahan, dan lingkungan masyarakat (Kusnadi 1993: 6). Sedangkan menurut Soekanto (2003) sosial ekonomi adalah posisi seseorang dalam masyarakat berkaitan dengan orang lain dalam arti lingkungan pergaulan, prestasinya, dan hak – hak serta kewajibannya dalam hubungannya dengan sumber daya. Berdasarkan pendapat di atas maka sosial ekonomi adalah posisi seseorang atau kelompok orang dalam masyarakat yang kondisinya memungkinkan bagi setiap individu m aupun kelompok untuk mengadakan usaha guna pemenuhan kebutuhan hidupnya yang sebaik mungkin bagi diri sendiri, keluarga serta masyarakat dan lingkungannya. a. Kondisi Pendidikan Pendidikan memberikan peluang dan melahirkan lapisan elite sosial yang dapat menjadi motor penggerak pembangunan ke arah kemajuan dan menjadikan masyarakat bersifat terbuka. BPS tentang pendidikan (2010: 52) pendidikan mempunyai peranan penting bagi suatu bangsa dan merupakan suatu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia, kualitas sumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan. Menurut Tilaar (2002) mengemukakan pendidikan memilik nilai fungsi pada kehidupan masyarakat dan bernegara sebagai berikut: a) Pendidikan merupakan investasi manusia yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi. b) Pendidikan merupakan usaha untuk meningkatkan kece rdasan, kualitas, keahlian dan keunggulan suatu bangsa.
Selanjutnya Mangunwijaya (2008: 11), m engemukakan pendidikan sebagai upaya mempengaruhi manusia dalam usaha membimbingnya menjadi dewasa. Usaha mem bimbing yang dimaksud disini adalah usaha yang didasari dan dilaksanakan dengan sengaja. Pendidikan akan membentuk pola pikir dan meningkatkan sumber daya manusia. Pendidikan merupakan sarana meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan memberikan sumbangan besar dalam merubah perilaku manusia sehingga wawasan semakin meningkat yang pada gilirannya memberikan nilai tambah yang besar untuk memperbaiki kehidupan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah sarana meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan memberikan sumbangan besar dalam memperbaiki kehidupan manusia di segala aspek kehidupan. b. Kondisi Pendapatan Pengertian pendapatan yang dikemukakan dalam kamus bahasa Indonesia (1990: 185) Pendapatan adalah hasil kerja atau usaha. Sedangkan pendapatan rumah tangga adalah harta yang diterima sebuah rumah tangga sebagai hasil usahanya. Ensiklopedi Indonesia (1989: 169) mendefinisikan mengenai pendapatan adalah uang yang diberikan untuk tiap sumbangan itu berupa tenaga. Pengertian pendapatan menurut Evers (1985: 94) bahwa pendapatan adalah keseluruhan pendapatan rill rumah tangga yang diperoleh melalui pendapatan formal, pendapatan informal dan penerimaan bukan pendapatan. Pendapatan formal yakni segala penghasilan baik berupa uang atau barang yang bersifat reguler dan diterima biasanya sebagai balas jasa atau prestasi dari sektor pendapatan ini berupa pendapatan berupa uang dan pendapatan berupa barang. Pendapatan sektor informal yaitu segala penggunaan baik berupa balas jasa dari sektor informal. Pendapatan ini berupa: a) pendapatan dari usaha sendiri, b) pendapatan dari hasil investasi, c) pendapatan dari keuntungan sosial. Penerimaan bukan pendapatan seperti warisan penjualan yaitu hak milik seperti tanah dan bangunan. Mangdeska (2012) mengemukakan Pendapatan menunjukan jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu. Pendapatan terdiri dari upah, penerimaan tenaga kerja dan pendapatan dari kekayaan. Pendapatan ada dua yaitu : a) pendapatan perorangan merupakan pendapatan yang dihasilkan atau dibayarkan kepada perorangan sebelum dikurangi pajak penghasilan perorangan, sebagian dibayarkan terhadap pajak dan sebagian ditabung oleh rumah tangga. b) pendapatan disposible, jumlah pendapatan yang saat ini dapat dibelanjakan atau ditabung oleh rumah tangga. Pendapatan diperoleh sesorang dalam setiap masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan apapun. Pendapatan berhubungan dengan suatu usaha y ang dilakukan untuk mendapatkan suatu balasan dari hasil usaha yang dilakukannya. Kebutuhan ekonomi sebuah keluarga menuntut kepala keluarga maupun anggota keluarga berusaha dalam memenuhinya untuk kepuasan dan kebutuhan hidup. Jadi dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah jumlah kese luruhan uang atau barang yang diter ima sebagai hasil kerja yang dilakukan oleh masing-masing pekerja. Pendapatan adalah suatu hal yang penting dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin bagus tingkat kehidupan seseorang dan begitu sebaliknya semakin rendah pendapatan seseorang maka semakin kurang bagus tingkat kehidupan seseorang, karena saat ini segala yang m enyangkut tentang
kehidupan dinilai dengan materi. c. Kondisi Tempat Tinggal Pada awalnya fungsi rumah hanya untuk bertahan diri. namun lama kelamaan berubah menjadi tempat tinggal keluarga. Selain kebutuhan sandang dan pangan, rumah dikategorikan juga sebagai bagian kebutuhan primer. Dikatakan kebutuhan primer karena rumah sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, rumah biasanya berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga (BPS, 2010:62). Menurut Otman ( 1988 : 21) rumah adalah kebutuhan mutlak bagi kehidupan keluarga disamping kebutuhan primer yang lain yaitu makanan dan pakaian. Dalam membangun rumah haruslah memenuhi syarat – syarat estetis maupun psikis, kenyamanan dan ketenangan psikis manusia sangat ditentukan oleh faktor tersebut antara lain peredaman suara bising, cukupnya masuk cahaya matahari dan ventilasi yang memadai. Menurut Undang-Undang Dasar No 1 Tahun 1964, dalam tata masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan pancasila, perumahan merupakan unsur pokok dari kesejahteraan rakyat disamping sandang dan pangan. Dalam UU No 4 tahun 1992, rumah berfungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana prasarana lingkungan. Menurut WORD Health Organization (2013), rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk ke sehatan jasmani dan rohani dan ke adaan sosialnya baik demi kesehatan keluarga maupun individu. Berdasarkan pendapat - pendapat diatas, dalam penelitian ini rumah adalah kebutuhan primer yang mutlak dimiliki oleh manusia dalam upaya sosialisasi dan melindungi diri dari ancaman yang mengganggu kelangsungan hidup anggota ke luarganya. 3. Dampak Keberadaan Industri Terhadap Sosial Ekonomi Dampak adalah suatu perubahan yang disebabkan oleh suatu kegiatan, suatu usaha investasi dalam kegiatan pembangunan memilki kemampuan potensial menimbulkan dampak. Konsep dampak diartikan sebagai pengaruh munculnya aktifitas manusia dalam pembangunan te rhadap lingkungan termasuk manusia. Sehubungan dengan itu Soemartono (2011) menjelaskan bahwa pada dasarnya sasaran pembangunan adalah menaikkan tingkat kesejahteraan rakyat, akan tetapi aktifitas pembangunan yang menimbulkan efek samping yang tidak direncanakan di luar sasaran yang disebut dampak. Dampak dapat bersifat biofisik, sosial, ekonomi dan budaya yang berpengaruh terhadap sasaran yang ingin dicapai. Adapun menurut Soedharto (1995) dampak sosial adalah konsekuensi sosial yang menimbulkan akibat dari suatu kegiatan pembangunan ataupun penerapan suatu kebijakan dan program merupakan perubahan yang terjadi pada manusia dan masyarakat yang diakibatkan oleh aktifitas pembangunan. Dalam keputusan pemerintah No.14 Menteri Lingkungan Hidup 1994 tentang “penetapan dampak penting” terhadap aspek sosial ekonomi yaitu: 1. Aspek sosial a. Pranata sosial/lembaga-lembaga yang tumbuh dikalangan masyarakat, adat istiadat dan kebiasaan yang berlaku. b. Proses sosial/kerjasama, akumulasi konflik di kalangan masyarakat. c. Akulturasi, asimilasai dan integrasi dari berbagai kelompok masyarakat. d. Kelompok-kelompok dan organisai sosial.
e. Pelapisan sosial di kalangan masyarakat. f. Perubahan sosial yang berlangsung di kalangan masyarakat. g. Sikap dan persepsi masyarakat terhadap rencana usaha dan pekerj aan. 2. Aspek ekonomi a. Kesempatan bekerja dan berusaha. b. Pola perubahan dan penguasaan lahan dari sumber daya alam. c. Tingkat pendapatan. d. Sarana dan prasarana infrastruktur. e. Pola pemanfaatan sumber daya alam. Menurut Soemarwoto (2001) untuk dapat melihat dan menjelaskan bahwa suatu dampak dan perubahan telah terjadi pada suatu kawasan, maka kita harus mempunyai perbandingan sebagai bahan acuan, salah satu bahan acuan adalah keadaan sebelum terjadinya perubahan. Keberadaan industri di Kelurahan Batung Taba ini memberikan pengaruh positif bagi masyarakat yang bermukim di sekitar industri tersebut. Pengaruh sosial yang ter lihat adanya pembangunan fasilitas umum seperti mushalla atas partisipasi industri terhadap masyarakat, kesejahteraan masyarakat meningkat sehingga menentukan status keluarga masyarakat disekitar industri. Selain itu juga berpengaruh terhadap kondisi ekonomi yang terjadi pada individu atau pada keluarga pekerja yang berada dekat dengan industri, pengaruh yang ditimbulkan bisa meliputi pendapatan kepala keluarga, perubahan jenis usaha dan tingkat kesejahteraan keluarga. Pe ngaruh yang ditimbulkan secara eksternalitas dari keberadaan industri adalah pengaruh yang ditimbulkan pada individu atau keluarga yang sebenarnya tidak memanfaatkan keberadaan industri tersebut secara langsung. 4. Tenaga Kerja Tenaga kerja/manpower adalah penduduk dalam usia kerja berusia 15 tahun 64 tahun atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika me reka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut (Mulyadi S, 2003: 59). Tenaga kerja adalah mereka yang melakukan pekerj aan untuk memperoleh pendapatan dan lama bekerja paling sedikit satu jam secara perorangan dalam seminggu. Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yaitu 15 tahun keatas, yang bekerja, sementara tidak bekerja, dan yang sedang mencari pekerjaan (Basir Barthos: 2009). Berdasarkan UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 1 ayat 2 menyatakan “bahwa ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerj a pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.” Menurut pasal 3 menyatakan “bahwa pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.” Bekerja adalah melakukan kegiatan dengan maksud memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam dalam satu minggu (Basir Barthos: 2009). Menurut Soedarso dalam Tesa (2010 ), tenaga kerja adalah manusia yang digunakan dalam proses produksi, pengertian tenaga kerja me liputi keadaan fisik jasmani, keahlian, kemampuan, berfikir yang dimiliki oleh tenaga kerja, keadaan tenaga kerja dipengaruhi beberapa hal yaitu keuletan, kekuatan, kesehatan, ke terampilan, daya cipta, pendidikan, intelegensi dan sebagainya. Berdasarkan pendapat di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa tenaga ke rja merupakan faktor penting dalam proses produksi karena tenaga kerja mampu menggerakkan faktor -faktor industri yang lain untuk
mernghasilkan suatu barang dan jasa. 5. Penyerapan Tenaga Kerja Penyerapan tenaga kerja merupakan jumlah tertentu dari tenaga kerja yang digunakan dalam suatu unit usaha tertentu atau dengan kata lain penyerapan te naga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang be kerja dalam suatu unit usaha. Menyerap tenaga kerja maknanya adalah menghimpun orang atau tenaga kerj a di suatu lapangan usaha, untuk dapat sesuai dengan kebutuhan usaha itu sendiri. Dalam ilmu ekonomi seperti kita ketahui faktor-faktor produksi yang terdiri dari: tanah, modal, tenaga ke rja, skill. Salah satu faktor tersebut adalah tenaga kerja y ang sesuai dengan keahlian dan keterampilan yang dimiliki agar tenaga kerja yang dimiliki dalam sektor industri, modal utama yang dibutuhkan adalah sumber daya manusia. Penyerapan tenaga kerja yang ada dalam penelitian ini ada yang berasal dari tenaga kerja industri dan tenaga kerja di luar industri. Maksudnya adalah tenaga kerja industri merupakan tenaga kerja yang diserap dan bekerja langsung di industri. Sedangkan tenaga kerja di luar industri adalah tenaga kerja bukan industri yang memiliki usaha dan melakukan aktivitas di sekitar industri namun memberikan kontribusi terhadap aktivitas dalam kelangsungan kegiatan perindustrian. 6. Pola Aktivitas Menurut W.J.S Poewadarminto (2013), aktivitas adalah kegiatan atau kesibukan. Pola aktivitas bagi masyarakat khususnya yang memiliki usaha atau yang berjualan di sekitar industri ini dimulai pukul 6 pagi sampai jam 6 sore. Sedangkan bagi peker ja industri aktivitasnya dimulai dari jam 7 pagi sampai jam 4 sore. Jadi dapat disimpulkan pola aktivitas Masyarakat dilakukan pada pagi hari sampai sore hari yaitu pada jam 6 sampai jam 6 sore baik yang bekerja sebagai tenaga kerja di industri maupun yang memiliki usaha di sekitar industri. B. Kajian Penelitian Yang Relevan Penelitian tentang kondisi sosial ekonomi telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, baik dalam indikator maupun dalam variabel lain dalam rangka mengungkapkan bagaimana kondisi yang telah dilakukan di suatu tempat. Kajian penelitian yang relevan merupakan bagian yang menguraikan tentang beberapa pendapat atau hasil penelitian yang terbaik dengan permasalahan yang akan diteliti. Dibawah ini dikemukakan hasilhasil penelitian yang dirasa relevan dengan penelitian yang akan diteliti, yaitu: Osnela (2009) “Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Petani Padi di Kenagarian Tepi Selo Kecamatan Lintau Buo Kabupaten Tanah Datar” dengan menggunakan metode deskriptif menemukan bahwa: 1) kondisi pemenuhan kebutuhan keluarga petani padi belum memadai, 2) pendidikan formal keluarga petani padi adalah SD, 3) kondisi kesehatan responden adalah penyakit yang mereka derita satu tahun terakhir yaitu flu dan demam, 4) kondisi pendapatan keluarga petani padi dihitung dari pengeluaran rata-rata adalah Rp. 859.600 dan hanya sedikit dari mereka yang mempunyai pekerjaan sampingan. Ade Shervia Kasra (2011) “Kondisi Sosial Ekonomi Petani Kelapa Sawit Non Kolektif di Kenagarian Kinali Kabupaten Pasaman Barat” menyatakan kondisi pemenuhan kebutuhan pokok petani kelapa sawit non kolektif mampu memenuhi kebutuhan pokok, dengan pendapatan meningkat dan pendidikan keluarga tani tergolong cukup baik. Fina Adriani (2011) “Dampak Pembangunan Jalan Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Suka Maju Kecamatan Bagan Sinembah Kabupaten Rokan Hilir” dari hasil penelitian menyatakan dampak
pembangunan jalan terhadap sosial ekonommi berpengaruh positif terhadap masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan, mata pencaharian, tingkat konsumsi dan biaya distribusi. C. Kerangka Berfikir Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka berpikir ini sebagai penjelasan sementara terhadap gejala-gejala yang menj adi objek permasalahan (Suriasumantri dalam Sugiyono,2009:92). Dalam penelitian ini akan diungkapkan bagaimana dampak keberadaan industri (PT. Batang Hari Barisan, PT. Teluk Luas dan PT. Inkasi Raya) terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di Kelurahan Batung Taba Kecamatan Lubuk Begalung Padang dilihat dari kondisi pendapatan, pendidikan dan tempat tinggal. Untuk lebih jelas dapat dilihat kerangka berfikir di bawah ini.
Gambar 1. Bagan kerangka berfikir
BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Jenis penelitian Sesuai dengan pembahasan dan tujuan penelitian yang telah dijelasakan, maka penelitian ini tergolong pada penelitian Deskriptif Kualitatif, yaitu suatu bentuk penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik serta dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan metode alamiah (Moleong, 2011:6) Menurut Denzin dan Lincoln dalam Moleong (2011:5) Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada baik wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen. Jadi dalam penelitian ini lebih menekankan pada pengamatan secara langsung. Pengambilan data dilakukan secara natural dan alami. Untuk itu dalam penelitian ini di tuntut keterlibatan peneliti langsung di lapangan. B. Lokasi Penelitian dan Teknik Pemilihan Informan 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini di lakukan di Kelurahan Batung Taba Nan XX Kecamatan Lubuk Begalung Kota P adang.
2. Teknik Pemilihan Informan Subjek penelitian dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai narasumber atau informan. Dalam penelitian ini te knik pengambilan sampel menggunakan teknik Nonprobability Sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah Purposive Sampling, yaitu teknik pengambilan sam pel sumber data dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan (Sugiyono, 2012:218). Informan yang di ambil merupakan informan yang banyak mengetahui tentang tema penelitian ini. Informan tersebut terdiri dari masyarakat Kelurahan Batung Taba yang diserap sebagai t enaga kerja dan bekerja langsung di industri dan masyarakat yang melakukan aktivitas di sekitar industri terutama yang memiliki usaha dekat dengan industri. C. Tahap-tahap Penelitian Penelitian ini dilaksanakan melalui empat tahap penelitian yaitu studi kepustakaan, pra lapangan (persiapan), tahap kerja lapangan, dan tahap pasca lapangan. 1. Studi kepustakaan Studi kepustakaan adalah menentukan literatur-literatur yang berkaitan, dengan tujuan melandasi variabel-variabel penelitian agar lebih relevan dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai. 2. Tahap Pra lapangan a) Menyusun rancangan penelitian b) Mengurus perizinan c) Menjajaki dan menilai keadaan lapangan d) Memilih dan menentukan informan e) Menyiapkan perlengkapan penelitian 3. Tahap kerja lapangan a) Memahami latar penelitian dan persiapan diri b) Memasuki lapangan c) Berperan serta dan mengumpulkan data 4. Tahap pasca lapangan / analisis data a) Konsep dasar analisis data b) Memberikan penafsiran data c) Melakukan pencatatan dan analisis data D. Sumber Data dan Alat-alat Penelitian 1. Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung melalui observasi/ pengamatan langsung, wawancara, perekaman, atau pemotretan. Sedangkan data sekunder adalah data atau informasi relevan berkaitan dengan penelitian yang dilakukan dan diperoleh dari Kantor Camat, Kantor Lurah, BPS, buku-buku hasil penelitian, internet dan bahan bacaan yang digunakan sebagai pelengkap teori dalam penelitian. 2. Alat-alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Kamera dan tape recorder, sebagai alat untuk mengambil dan menyimpan sampel penelitian. b. Pena, buku catatan, dan lain-lain c. Data sekunder yang dihimpun dari Kantor BPS, Kantor Camat Lubuk Begalung, Kantor Lurah Batung Taba dan lembaga-lembaga yang terkait lainnya. E. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi partisipatif Menurut Sugiyono (2009) pada observasi partisipatif, peneliti terlibat langsung dengan kegiatan orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, mendengarkan apa yang mereka ucapkan, berpartisipasi dalam aktivitas mereka dan ikut merasakan suka dukanya. 2. Wawancara / interview Wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara bertatap muka langsung dengan informan dengan maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang obyek yang diteliti. Wawancara mendalam dilakukan secara intensif dan berulang-ulang. (Bungin, 2007). a. Wawancara terstruktur, bertujuan memperoleh keter angan khusus yang berkaitan dengan masalah penelitian yang telah disusun. b. Wawancara bebas, bertujuan memperoleh keterangan yang sifatnya tidak formal yang t erwujud dalam pembicaraan ringan, namun keterangan yang diarahkan kepada data yang diinginkan. 3. Dokumentasi Menurut Moleong (2011) ada lima alasan mengapa dokumen digunakan sebagai sumber data dalam penelitian, yaitu : 1) selalu tersedia dan dapat digunakan kapan saja, 2) mer upakan informasi yang stabil, 3) merupakan sumber informasi yang lebih lengkap, 4) bersifat resmi dan me nyeluruh, dan 5) tidak ada sangsi terhadap penelitian. Seperti pemotretan berupa foto-foto sesuai dengan data pene litian. F. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis data model Miles dan Huberman yang terdiri dari beberapa tahap yaitu: 1) Catatan Lapangan (Fild notes) Catatan lapangan dibuat oleh peneliti sewaktu mengadakan pengamatan, wawancara, atau menyaksikan suatu kejadian tertentu. Biasanya catatan lapangan di buat dalam bentuk kata-kata kunci, singkatan, pokok-pokok utama saja, kem udian dilengkapi dan disempurnakan apabila sudah pulang ke tempat tinggal. 2) Reduksi Data (Data Reduction) Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, di cari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. 3) Penyajian Data (Display Data) Penyajian data akan mempermudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. 4) Kesimpulan dan Verifikasi (conclution) Kesimpulan di harapkan memberikan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. G. Teknik Keabsahan Data 1. Perpanjangan pengamatan
Berarti peneliti memeriksa kembali apakah data yang telah diberikan selama penelitian awal adalah data yang sudah benar atau tidak. Bila terbukti tidak benar, maka peneliti melakukan pengamatan lagi yang lebih luas dan mendalam sehingga diperoleh data yang pasti kebenarannya. Lama perpanjangan penelitian ini tergantung kedalaman, keluasan dan kepastian data (Sugiyono, 2012) 2. Meningkatkan ketekunan Berarti melakukan pengamatan atau penelitian secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dapat direkam secara pasti dan sistematis. (Sugiyono, 2012) 3. Triangulasi Triangulasi adalah suatu teknik untuk memeriksa keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu di luar data untuk melakukan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang telah diperoleh. Menurut Sugiyono (2012) Triangulasi dilakukan untuk menguji kredibilitas data pada sumber yang sama dan dengan teknik yang berbeda, seperti de ngan wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi atau kuisioner. Triangulasi terbagi atas tiga bagian, di antaranya: a. Triangulasi Sumber Triangulasi Sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang t elah diperoleh melalui beberapa sumber . b. Triangulasi Teknik Triangulasi Teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang yang berbeda. c. Triangulasi waktu Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. 4. Diskusi dengan teman sejawat Diskusi dengan teman sejawat bertujuan untuk melihat sisi kekuatan dan kelemahan tentang hasil akhir sementara yang diperoleh dari penelitian. Hal ini dilakukan dalam bentuk diskusi analitik dengan temateman sejawat.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Penelitian 1. Gambaran Umum Keadaan Fisik Daerah Penelitian a. Letak Geografis, Luas dan Batas Kelurahan Batung Taba merupakan salah satu dari 15 Kelurahan di Kecamatan L ubuk Begalung Kota Padang. Secara geografi Kecamatan Lubuk Begalung terletak antara 00.58’ LS dan 100021’11” BT dengan luas 30,91 Km2. Kelurahan Batung Taba memiliki luas 1,55 Km2 atau 1.550 Ha. Wilayah Kelurahan Batung Taba berbatasan dengan : Sebelah utara : S. Batang Arau Kel. Tanjung Saba Pitameh
Sebelah selatan : Kelurahan Pangambiran Ampalu Sebelah Barat : Kelurahan Parak Laweh Sebelah Timur : Kelurahan Kampung Jua Secara administrasi Kelurahan Batung Taba meemiliki 7 RW (Rukun Warga) dengan jumlah RT (Rumah Tangga) 33 RT. Kelurahan Batung Taba dulunya merupakan kawasan persawahan karena adanya pembangunan wilayah Kelurahan Batung Taba termasuk ke dalam kawasan industri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2 (Peta Adminstrasi Kecanatan Lubuk Begalung Padand dan Peta Lokasi penelitian Kelurahan Batung Taba). b. Temperatur Curah Hujan Topografi Kecamatan Lubuk Begalung khususnya Kelurahan Batung Taba mempunyai iklim tropis dan temperatur rata-rata 22,0ºC- 31,7ºC. Curah hujan rata-rata di Kecamatan Lubuk Begalung yaitu 384 ,88 mm/bulan. Topografi adalah tinggi rendahnya suatu daerah dari permukaan bumi. Kecamatan Lubuk Begalung pada umumnya merupakan wilayah daratan yang sebagian berbukit dan bergelombang bukit, dan sawah dengan ketinggian tempat adalah 8-400 m/dpl (BPS, Kot a Padang). Kelurahan Batung Taba terbilang aman karena perkiraan jangkauan potensi Tsunami tidak lebih dari 7 m/dpl. 2. Gambaran Umum Masyarakat Kelurahan Batung Taba a. Keadaan Penduduk Menurut data yang diperoleh dari kantor lurah bahwa jumlah penduduk Kelurahan Batung Taba adalah sebanyak 7.947 orang yang terdiri dari 4.034 laki-laki dan 3.913 perempuan dengan kepadatan penduduk 5.127 jiwa/Km2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui tabel berikut ini: Tabel IV.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kelurahan Batung Taba Tahun 2012 No. Kelurahan Jenis kelamin Jumlah Penduduk K epadatan Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) 1. Batung Taba 4.034 3.913 7.947 5.127 Sumber: Data Kelurahan Batung Taba 2012 b. Mata Pencaharian Mata pencaharian sebagian besar penduduk Kelurahan Sungai Batung Taba adalah berdagang serta bertani di ladang dan di sawah. Selain padi, hasil pertaniannya adalah buah-buahan seperti bengkuang dan sayur-sayuran. Masyarakat yang tinggal di sekitar jalur By-Pass juga mengembangkan mata pencaharian dengan berwiraswasta dan mendirikan kedai, rumah makan, ruko, dan lain sebagainya. Tabel IV.2 Data mata pencaharian masyarakat di Batung Taba No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) 1 PNS 291 2 TNI/POLRI 8 3 Wiraswasta / Swasta 72 4 Petani 21 5 Pedagang 35
6 Buruh 43 7 Pensiunan PNS/TNI/POLRI 16 8 Dokter / Tenaga Medis 11 9. Pertukangan 5 Sumber: Data Kelurahan Batung Taba 2012 c. Agama Masyarakat Batung Taba merupakan masyarakat religius yang masih memegang teguh nilai-nilai agama islam dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini me ngingat hampir seluruh penduduk setempat memeluk agama islam. Para pemeluk agama selain islam umumnya pendatang dari berbagai daerah lainnya atau kelompok etnis tertentu. Pemerintah daerah bersama dengan tokoh masyarakat berupaya dalam berbagai kegiatan untuk mendukung pembangunan agama dalam bentuk pembinaan kadar keimanan dan ketaqwaan kepada tuhan yang maha Esa oleh majelis taklim, pengajian bulanan, safari jum'at serta m engadakan penyuluhan narkoba dan kenakalan remaja. d. Fasilitas Umum Berikut digambarkan keberadaan beberapa fasilitas umum yang terdapat di Kelurahan Batung Taba pada tahun 2012. Tabel IV.3 Distribusi Fasilitas Umum di Kelurahan Batung Taba No Jenis Fasilitas Jumlah (unit) 1 Fasilitas Pendidikan a. Playgroup / TK b. SD c. SLTP d. SLTA dan SMK 4 3 2 Fasilitas Kesehatan a. Puskesmas Pembantu (Pustu) b. Posyandu 1 1 3 Fasilitas Ibadah (Mesjid dan Mushalla) 12 4 Fasilitas Pemerintahan 1 5 Sarana Olahraga 3 Jumlah 24 Sumber : Data Kelurahan Batung Taba 2012 3. Profil Industri a. PT. Batang Hari Barisan
PT. Batang Hari Barisan merupakan salah satu perusahaan industri yang memproduksi Crumb Rubber yang ada di kota Padang. Perusahaan ini berdiri pada tahun 1980 y ang dulunya bernama PT. Batang Hari Baru, mulai berproduksi komersial pada bulan Februari 1983. PT. Batang Hari berlokasi dijalan Padang By Pass, Kelurahan Batung Taba, Kecamatan Lubuk Begalung. Lahan milik sendiri sehingga tidak memerlukan lagi pembebasan lahan. Total luas tanah berdasarkan sertifikat hak milik (HM) adalah 16.000 m2. Dimana total luas lahan yang tersedia berupa bangunan adalah 8.648 m2 dan luas lahan terbuka 7.352 m2. Pabrik PT. Batang Hari Barisan beroperasi dalam satu Minggu 6 hari kerja dengan jumlah shift kerja sebanyak 1 shift dengan jam kerja 8 jam per hari dimulai dari pukul 07.00-15.00 WIB. Adapun jumlah tenaga kerja adalah sebanyak 281 orang dan untuk lebih jelasnya dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel IV.4 Kualifikasi Tenaga Kerja Pabrik PT. Batang Hari Bar isan Padang No. Kualifikasi Jenis Kelamin Laki-Laki Wanita Jumlah 1. Manager ke atas 1 - 1 3. Staff 42 10 52 3. Karyawan 205 23 228 Jumlah 248 33 281 Sumber: Data Tenaga Kerja PT. Batang Hari Barisan 2013 b. PT. Teluk Luas PT. Teluk luas juga merupakan salah satu perusahaan industri yang memproduksi Crumb Rubber yang ada di kota Padang. Pabrik ini beroperasi pada tanggal 22 Januari 1952 yang berlokasi di jalan Mangunsarkoro Padang, kemudian pada tahun 1982 pabrik ini pindah di jalan By Pass Km 6 Lubuk Begalung Padang dan beroperasi sampai sekarang. Letaknya sangat srategis karena dekat dengan pelabuhan Teluk Bayur tempat membawa hasil produksi ke luar negeri untuk di Ekspor. Lahan dulunya milik orang lain kemudian dibeli dan menjadi hak milik. Total luas tanah berdasarkan sertifikat hak milik adalah 18.642 m2. Pabrik PT. Teluk Luas beroperasi dalam satu Minggu 6 hari kerja dengan jumlah shift kerja sebanyak 1 shift dengan jam kerja 9 jam per hari dimulai dari pukul 08.00-16.00 WIB. Adapun jumlah tenaga kerja saat ini adalah sebanyak 273 orang. Untuk lebih jelasnya dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel IV.5 Jumlah Tenaga Kerja Pabrik PT. Teluk Luas Berdasarkan Bagian dan Penempatan No. Bagian dan Penempatan Jumlah Pekerja 1. Kantor 15 2. Labor 12 3. Pengawas 8 4. Kontaminasi 13 5. Timbangan 15 6. Gudang 10 7. Lapangan 193 8. Satpam 7 Jumlah 273 Sumber: Data Tenaga Kerja PT. Teluk Luas 2013 c. PT. Inkasi Raya
PT. Inkasi Raya Group didirikan di Padang pada tanggal 18 Juli 1948 yang beralamat di jalan Diponegoro No. 7 Padang. PT. Inkasi Raya Group awalnya bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit beralih ke agro industri. Pada tahun 1991 berdirilah sebuah anak perusahaan PT. Inkasi Raya Group yaitu PT. Inkasi Raya Edible Oils (IREO). Dimana pabrik ini mengolah sawit kasar (CPO) menjadi minyak goreng (olein). PT. IREO mulai beroperasi pada tahun 1992, pabrik ini terletak di jalan By Pass Km 6 Kelurahan Batung Taba, Lubuk Begalung Padang dengan luas lahan pabrik seluas 23.064 m2. Jam kerja pada staff/karyawan dan pekerja pabrik dimulai dari jam 07.00 WIB s.d 11.00 WIB istirahat dari jam 11.00 WIB s.d 13.00 WIB dan masuk kembali jam 13.00 WIB s.d 16.00 WIB. Jumlah hari kerj a aktif jam kerja normal dalam seminggu sebanyak 6 hari yaitu Senin-Sabtu. Berdasarkan data yang diperoleh jumlah tenaga kerja yang terdapat pada PT. Inkasi Raya berjumlah 295 orang yang merupakan lulusan dari berbagai tingkat pendidikan yaitu mulai dari tingkat SD sampai dengan tingkat perguruan tinggi atau sarjana.
Tabel IV. 6 Klasifikasi Tenaga Kerja Ber dasarkan Pendidikan No. Pendidikan Jumlah(orang) 1. 2. 3. 4. PT SLTA SLTP SD 17 199 67 12 Jumlah Total 295 Sumber: Data Tenaga Kerja PT. Inkasi Raya 2013 B. Deskripsi Data Dalam mendeskripsikan data hasil penelitian, peneliti m elihat satu persatu variabel yang mendukung data untuk menyelesaikan permasalahan penelitian yang t elah diajukan dalam penelitian ini. Wawancara yang dilakukan dengan informan yang ditemui dilapangan dan sesuai dengan kebutuhan data penelitian. Wawancara tersebut dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif guna mengungkapkan atau catatan orang itu sendiri atau tingkah laku mereka yang t ergambar dari hasil wawancara. Berdasarkan temuan dilapangan tentang dampak keberadaan industri terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di Kelurahan Batung Taba Kecamatan Lubuk Begalung Padang diuraikan sebagai berikut ini: 1. Pendapatan Keberadaan industri di Kelurahan Batung Taba memberikan dampak terhadap pendapatan masyarakat di Kelurahan Batung Taba itu sendiri, hal ini dapat dilihat dari perluasan lapangan pekerjaan dan perubahan pola mata pencaharian masyarakat. Karena mata pencaharian merupakan salah satu faktor
perkembangan perekonomian di suatu daerah. Sebelum adanya industri mata pencaharian utama masyarakat di Kelurahan Batung Taba adalah berdagang di pasar raya yang menjadi tumpuan utama mereka untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Mata pencaharian lainnya seperti beternak, tukang bangunan, tukang gali pasir di sungai dan peker jaan lainnya. Semenjak dibangunnya industri di Ke lurahan Batung Taba berdampak pada per luasan lapangan pekerjaan yang lain seperti karyawan/buruh pabrik, pedagang yang awalnya berjualan di pasar sekarang berjualan di sekitar industri. Dengan keberadaan ketiga industri di Kelurahan Batung Taba te lah banyak menyerap tenaga kerja dari dalam Ke lurahan Batung Taba maupun di Kelurahan lainnya dan diharapkan dengan adanya industri di Kelurahan Batung Taba akan meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitar. Berdasarkan informasi yang didapat dari informan penelitian keberadaan industri ini berdampak positif terhadap pendapatan masyarakat di Kelurahan Batung Taba. Berikut hasil wawancara dengan Bapak Alwardi (karyawan PT. BHB) pada tanggal 18 Maret 2013 mengatakan bahwa: “Samanjak adonyo pabrik disiko sabagian dari masyarakaik disiko banyak nan baralih karajo, tamasuk apak surang. Dulu apak karajo jadi kuli bangunan, kini apak lah karajo manjadi karyawan di pabrik BHB ko, dibandingkan kuli bangunan labiah rancak j adi karyawan gajinyo labiah tinggi. Manjadi kuli gajinyo hanyo Rp. 700.000/bula, sadangkan menjadi karyawan gaji apak berkisar Rp. 1.200.00 – Rp. 1.500.00/bulan. Mangkonyo apak labiah mamilih karajo disiko daripado karajo kuli bangunan”. “Semenjak adanya pabrik sebagian masyarakat disini beralih pekerjaan, salah satunya termasuk saya sendiri. Dulu saya bekerja sebagai kuli bangunan, sekarang saya menjadi karyawan di pabrik ini, dibandingkan kuli bangunan lebih baik menjadi karyawan gajinya lebih tinggi. Menjadi kuli gajinya hanya sebesar Rp. 700.000/bulan, sedangkan menjadi karyawan gaji saya berkisar Rp. 1.200.00 – Rp. 1.500.00 per bulan. Jadi saya lebih memilih pekerjaan ini daripada kuli bangunan”. Hal senada juga di ungkapkan oleh ibuk Nurmaini (pedagang makanan) wawancara pada tanggal 20 Maret 2013: Sabalum manggaleh di mungko pabrik ko ambo dulu manggaleh di pasa raya padang, manggaleh kebutuhan sehari-hari, pendapatan ambo tagantuang banyak seketeknyo pambali kadang tinggi kadang randah. Disiko ambo manggaleh hampia tiok hari, dari pukua anam pagi sampai pukua limo sore. Dulu sabalum manggaleh disiko pendapatan ambo hanyo Rp. 1.500.000 sabulan kini pendapatan ambo ratorato Rp. 2.000.000 – 3.000.000 sabulan”. “Sebelum berjualan di depan pabrik ini saya berjualan di pasar menjual kebutuhan pokok, pendapatan saya tergantung banyak sedikitnya pembeli kadang tinggi kadang rendah. Disini saya berjualan hampir tiap hari mulai pukul enam pagi sampai pukul lima sore. Dulu sebelum berjualan disini pendapatan saya rata-rata Rp. 1.500.000 sebulan sekarang pendapatan saya rata-rata Rp. 2 .000.000 – Rp 3.000.000 sebulan”. Kemudian Pak Iskandar (karyawan PT. Teluk Luas) wawancara pada tanggal 19 Maret 20 13 juga menjelaskan: “Dulu awak karajo manjadi sopir truk pangangkuik kasiak. Gajinyo hanyo cukuik untuk biaya sahari-hari
sajo. Kadang-kadang untuak balanjo mingguan sajo bahutang dulu, pendapatan awak indak manantu dari karajo sabagai sopir truk, paliang gadang penghasilan awak Rp. 500.000/bulan karano awak indak tiok hari mambaok truk. Jikok awak indak mambaok truk awak mangumpuan batu di sungai, penghasilan dari mangumpuan batu ko hanyo Rp. 35.000/hari. Tapi samanjak lah ado pabrik disiko awak karajo manjadi karyawan, pendapatan awak sabulan Rp. 1.800.000. Kini ekonomi keluarga lah elok sajak karajo di pabrik ko. Awak lah bisa manabuang saketek-saketek. Jam karajo awak 8 jam sahari jadi karyawan, salain tu karajo sampingan awak masih mangumpuan batu di sungai dan manggaleh ketek-ketek j uo di rumah”. “Dulu saya kerja menjadi sopir truk pengangkut pasir. Gaji hanya cukup untuk biaya sehari-hari. Kadangkadang untuk belanja mingguan saja saya berhutang dulu, pendapatan saya tidak menentu dari pekerjaan sebagai sopir truk, paling besar penghasilan saya Rp 500 .000/bulan karena saya tidak tiap hari membawa truk. Jika saya tidak bawa truk saya mengumpulkan batu di sungai, penghasilan dari mengumpul batu hanya Rp. 35.000/hari. Tapi semenjak berdirinya pabrik saya kerja menjadi karyawan, pendapatan saya mencapai Rp. 1.800.000/bulan. Sekarang perekonomian saya lebih baik semenjak bekerja di pabrik, saya sudah bisa menabung sedikit-sedikit. Jam kerja saya 8 jam sehari jadi karyawan, selain itu kerja sampingan saya juga masih mengumpulkan batu di sungai dan juga dagang kecil-kecilan di rumah”. Bapak Suhendri (karyawan PT. Inkasi Raya) wawancara pada tanggal 18 Maret 2013 juga menambahkan: “Sebelum bekerja sebagai operator mesin di pabrik ini saya merantau ke P. Jawa berjualan kain. Gaji saya rendah berkisar antara 100 – 250 ribu sehari ditambah dengan biaya kebutuhan sehari-hari disana yang lumayan besar, jadi uang yang dapat sekarang juga habis se karang. Tahun 1995 saya pulang dan bekerja disini sebagai operator mesin, sekarang pendapatan saya lebih tinggi dibandingkan di rantau. Pendapatan saya sekarang Rp. 2.000.000 sebulan termasuk uang lembur”. Ibuk Hartati (pedagang makanan) wawancara pada tanggal 20 Maret 2013 berpendapat: “Sajak dibangunnyo pabrik ko awak lah manggaleh juo tapi di rumah se nyo, dulunyo yang manggaleh urang gaek awak. Awak manggaleh dari pukua anam pagi sampai pukua anam sore. Pambalinyo kebanyakan urang nan karajo di pabrik ko buruh jo karyawan pabrik tapi ado juo urang nan lewat sekedar malapeh litak. Hampia tiok hari kadai ko dibukak kecuali hari libur atau hari r ayo gadang sabab urang ndak karajo. Pendapatan dari usaho ko sahari-hari bisa mencapai 1 juta atau 2 juta tagantuang banyaknyo nan datang balanjo ka kadai kok dihituang sabulan ado sekitar 3,5 juatalah”. “Sejak dibangunnya pabrik saya sudah berjualan juga tapi di rumah saja, dulunya yang berjualan orang tua saya. Saya berjualan dari pukul 6 pagi sampai jam 6 sore. Pembelinya kebanyakan orang yang bekerja di pabrik ini, kadang-kadang ada orang yang lewat sekedar melepas lapar. Hampir setiap hari warung ini dibuka kecuali hari libur atau hari raya besar. Pe ndapatan dari usaha ini sehari-hari bisa mencapai 1 juta atau 2 jutaan tergantung banyaknya pembeli kalau dihitung sebulan ada sekitar 3,5 juta”. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Bapak Syafrizal (pemilik rumah kontrakan) wawancara pada
tanggal 22 Maret 2013: “Semenjak dibangunnya pabrik saya sudah terniat untuk membangun rumah petak, tahun 1993 daerah sini sudah mulai ramai didatangi pendatang terutama yang bekerja di pabrik. Rumah petak yang sudah saya bangun ada 12 rumah petak dan itupun sudah dihuni. Saat ini ada 5 r umah petak yang saya tambah sekarang masih dalam tahap pengerjaan. Sebelum adanya rumah petak, saya menggantungkan kebutuhan sehari-hari dari gaji saya sebagai pegawai negeri. Sekarang pe rekonomian keluarga saya sudah mulai meningkat, semenjak memiliki rumah petak pendapatan saya bertambah. Rata-rata dalam satu bulan pendatan saya bisa mencapai 4 juta – 7 juta rupiah”. Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak Zaidin (pemilik rumah kontrakan) wawancara pada tanggal 22 Maret 2013: “Sabalum apak punyo usaho rumah kontrakan ko apak dulu punyo heller, manjua makanan ternak (dadak). Samanjak dibangunnyo pabrik apak mangganti heller ko kebetulan apak punyo tanah warisan dari urang tuo apak. Daripado tanah tu kosong, apak bangun sajo r umah kontrakan kok batanam ndak bara bana depek hasilnyo. Apak caliak keadaan wakatu itu, lah mulai rami mungkin dek banyak nan karajo di pabrik ko mangkonyo apak mambangun usaho rumah kontrakan ko salain mampamudah urang rantau tu mancari tampek tingga, perumahan dulunyo ndak sabanyak kini itupun jauah ka ateh. Sebelumnyo penghasilan dari manjua pangan ternak ko hanyo Rp. 700.000 – Rp. 1.000.000 per bulan, kini penghasilan apak sabulan ado sekitar 4 juta”. “Sebelum saya punya usaha rumah kontrakan ini saya dulu memiliki heller, menjual makanan ternak (dedak). Semenjak dibangunnya pabrik saya mengganti heller ini kebetulan saya juga memiliki tanah warisan dari orang tua saya. Daripada tanah itu kosong, saya bangun saja r umah kontrakan kalau bertanam hasilnya tidak seberapa. Saya lihat keadaan waktu itu sudah mulai rame mungkin karena banyak yang bekerja di pabrik sini. Makanya saya membangun usaha rumah kontrakan ini selain mempermudah orang rantau itu mencari tempat tinggal, per umahan dulunya tidak sebanyak yang sekarang itupun jauh ke atas. Sebelumnya penghasilan dari menjual pangan ternak ini hanya berkisar Rp 700.000 – Rp. 1.000.000 per bulan, sekarang penghasilan saya sebulan ada sekitar 4 j uta”. Dari hasil wawancara dengan informan diatas maka dapat disimpulkan bahwa dengan dibangunnya industri di Kelurahan Batung Taba membawa perubahan yang positif bagi pendapatan masyarakat dengan adanya perluasan lapangan pekerjaan dan perubahan pola mata pencaharian. Sebelum adanya industri pendapatan mereka masih rendah namun setelah adanya industri berdampak pada peningkatan masyarakat di Kelurahan Batung Taba sehingga perekonomian masyarakat makin membaik. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini jumlah pendapatan informan menurut pekerjaan/bulan:
Tabel IV. 7 Jumlah Pendapatan Menurut Pekerjaan/bulan No. Nama Informan Pekerjaan sebelum Pekerjaan sekarang Rata -rata pendapatan perbulan Sebelum Sekarang 1. Alwardi Kuli Bangunan Karyawan PT. BHB ≥ Rp. 700.000 ≤ Rp. 1.500.000 2. Nurmaini Dagang di pasar raya Pedagang makanan ≥ Rp. 1.500.000 ≤ Rp. 3.000.000 3. Iskandar Sopir truk pasir Karyawan PT. Teluk L uas ≥ Rp. 500.000 ≤ Rp. 1.800.000 4. Suhendri Dagang kain Karyawan PT. Inkasi Raya ≥ Rp. 250.000 ≤ Rp. 2.000.000 5. Hartati Berjualan makanan Berjualan makanan ≥ Rp. 900.000 ≤ Rp. 3.500.000 6. Syafrizal PNS PNS/Pemilik rumah kontrakan ≥ Rp. 1.500.000 ≤ Rp. 7.000.000 7. Zaidin Menjual makanan ternak Pemilik rumah kontrakan ≥ Rp. 1.000.000 ≤ Rp. 4.000.000 2. Pendidikan Pendidikan merupakan suatu unsur yang penting bagi kehidupan seseorang, karena de ngan pendidikan ini dapat meningkatkan derajat hidup orang tersebut. Sebelum berdirinya industri tahun 1980 keatas tingkat pendidikan di Kelurahan Batung Taba masih tergolong rendah, rata-rata tingkat pendidikan anak sampai SMP dan SMA, hanya sedikit orang tua yang mampu melanjutkan pendidikan anaknya keperguruan tinggi. Ini dipengaruhi oleh perekonomian masyarakat yang masih rendah sehingga orang tua anak tidak mampu membiayai pendidikan anak mereka tingi-tinggi. Semenjak dibangunnya industri dan dengan adanya peran aktif masyarakat dalam keberadaan dan kehadiran pabrik tersebut sehingga perekonomian mereka makin membaik. Dengan makin membaiknya perekonomian tingkat pendidikan anak akan ikut membaik juga (hasil wawancara dengan Ketua RW 04 Kelurahan Batung Taba, Bapak Afrizal). Berdasarkan keterangan tersebut, diperkuat dengan hasil wawancara dengan masyarakat. Bapak Sabaruddin M. (karyawan PT. Teluk Luas) pada tanggal 19 Maret 2013, menjelaskan: “Awalnyo ambo mambiayai sakolahnyo dari penghasilan sopir hoyak, sahari -hari ambo mangaluaan pitih untuk sekolahnyo sekitar Rp. 50.000 – Rp. 70.000, waktu bakarajo sabagai sopir hoyak ambo acok kasulitan mancukuik an biaya pendidikan anak-anak ko, soalnyo penghasilan sopir hoyak tu hanyo Rp. 75.000/hari. Samamjak manjadi karyawan di pabrik ko untuk biaya sekolah anak alah bisa ambo atasi. Penghasilan ambo sabulan Rp. 1.200.000 jikok ambo lembur lai mancapai Rp. 1.500.000. Kalau dipikiapikia untuak saat ko karajo ambo kini ko cukuiklah untuk membiayai pendidikan anak-anak ambo”. “Awalnya saya membiayai sekolahnya dari penghasilan sopir angkot, sehari-hari saya mengeluarkan uang untuk sekolah mereka sekitar Rp. 50.000 – Rp. 70.000, waktu bekerja sebagai sopir angkot saya sering kesulitan mencukupi biaya pendidikan anak-anak saya, karena penghasilan dari sopir angkot hanya Rp. 75.000/hari. Semenjak menjadi karyawan di pabrik ini untuk biaya sekolah anak-anak sudah bisa saya atasi. Penghasilan saya sebulan Rp. 1.200.000 jika saya lembur bisa mencapai Rp. 1.500.000. Untuk saat ini cukuplah pekerjaan saya sekarang untuk membiayai pendidikan anak saya”. Sedangkan menurut Ibuk Asniwati (pemilik warung makanan, minuman dan rokok) wawacara pada
tanggal 20 Maret 2013 diperoleh informasi sebagai berikut: “Dulu etek membiayai anak-anak sekolah dari hasil jualan talua ayam buras, kadang-kadang etek menitipkan kue ka kadai urang, dari sinan etek membiayai sekolah anak-anak etek. Se dangkan penghasialan etek waktu tu indak manantu dalam sahari paliang gadang Rp. 200.000, pitih hasil manjua tu dimodalkan untuak mambali bahan kue, sadangkan biaya sehari-hari untuak sekolahnyo membutuhkan biaya 50.000/hari. Kadang urang gaek sato lo manolongan membiayai sekolah anak-anak ko. Sajak adonyo pabrik gatah ko etek jo suami mambangun kadai di sampiang pabrik ko, kebetulan rumah kami di belakang pabrik BHB ko. Samanjak manggaleh disiko etek ndak maraso ke sulitan dalam membiayai sekolah anak-anak ko”. “Dulu saya membiayai anak-anak sekolah dari hasil jualan telur ayam buras, kadang-kadang saya menitipkan kue ke warung orang dari sanalah saya membiayai sekolah anak-anak saya. Sedangkan penghasilan saya dulunya tidak menentu dalam sehari paling besar Rp. 200.000 belum lagi uang hasil penjualan ini dimodalkan untuk bahan kue, sedangkan biaya sehari-hari untuk sekolahnya membutuhkan biaya Rp. 50.000/hari. Kadang orang tua saya membantu membiayai sekolah mereka. Semenjak adanya pabrik karet ini saya dengan suami saya membangun warung disini kebetulan rumah kami di belakang pabrik. Semenjak berjualan disini saya tidak merasa kesulitan lagi dalam membiayai sekolah anak-anak saya sehari-hari”. Hal senada juga di ungkapkan oleh Ibuk Muldevita (Karyawan PT. BHB) wawancara pada t anggal 20 Maret 2013 di tempat kerjanya: “Selama bekerja jadi karyawan di pabrik ini saya membiayai sekolah anak saya dari gaji saya sebagai karyawan disini. Selain itu saya juga kerja sampingan kredit pakaian. Anak saya yang pertam a dan kedua sudah tamat kuliah dan sekarang sudah bekerja. Dulu sebelum mereka tamat sekolah saya membiayai pendidikan mereka sebulan ada berkisar Rp. 1.000.000 – Rp. 2.500.000. Sekarang tinggal anak saya yang paling bungsu yang duduk di bangku SMA kelas dua, rata-rata biaya sekolahnya Rp. 500.000 – Rp. 700.000 per bulan. Tanggungan saya dan suami cuma satu orang anak j adi saya dan suami bisa menyisihkan uang untuk ditabung. Kalau tidak ada pabrik ini, mungkin anak saya hanya tamat SMA sama seperti saya ini”. Sedangkan Bapak Dasrial (Satpam PT. Inkasi Raya) wawancara pada tanggal 22 Mare t 2013 mengungkapkan: “Sebelum bekerja menjadi satpam, saya dulu bekerja di pasar Bandar Buat membantu kakak saya berjualan barang pecah belah dan grosiran, dari sanalah saya membiayai sekolah anak saya, biaya sehari-harinya berkisar Rp. 20.000 – 35.000. Gaji saya waktu itu sebulan Rp. 650.000 hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja untuk membeli buku pelajaran mereka saya pinjam ke saudara, kadang saya ngutang dulu demi pendidikan anak. Tapi semenjak saya sudah bekerja sebagai keamanan di pabrik ini penghasilan saya sebulan Rp. 1.500.000 dan sudah bisa menyisihkan uang untuk biaya mereka nanti sampai mereka kuliah”. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Bapak Zaidin (pemilik rumah kontrakan) wawancara pada tanggal 22 Maret 2013:
“Sabalum mempunyai usaha rumah kontrakan, apak agak saketek paniang membiayai sakolah anakanak apak tu, soalnyo apak hanyo mengandalkan penghasilan dari heller sajo untuak biaya sakolahnyo. Anak apak yang paliang gadang hanyo tamat SMP, nomor duo, tigo, jo ampek tamat SMA sajo dek karano apak ndak mampu membiayai se kolahnyo. Dalam satu bulan apak harus mangalua an pitih sampai Rp. 700.000 labiah. Samantaro penghasilan apak waktu tu cukuik untuk sahari-hari sajo. Kini anak apak nomor limo lah bisa kuliah nan suarang lae ka masuak kuliah pulo, apak mambiayai pendidikan anak-anak tu jo hasil usaho rumah sewa kini ko”. “Sebelum mempunyai usaha rumah kontrakan, saya sedikit pusing membiayai sekolah mereka karena saya hanya mengandalkan uang hasil penjualan makanan ternak saja, untuk biaya mereka. Anak saya yang pertama hanya tamat SMP, nomor dua, tiga dan empat hanya tamat SMA karena saya tidak sanggup membiayai pendidikan mereka. Dalam satu bulan saya harus mengeluarkan uang sampai Rp. 700.000 lebih. Sementara penghasilan saya waktu itu hanya pas-pasan. Dan sekarang anak saya yang nomor lima sudah kuliah dan mau kuliah satu orang lagi, saya membiayai pendidikan mereka dari hasil usaha sewa rumah ini”. Bapak Yanto (karyawan PT. Inkasi Raya) juga mengungkapkan, wawancara pada tanggal 22 Maret 2 013: “Sebelum saya bekerja sebagai pengawas gudang di pabrik ini saya dulu beker ja sebagai buruh bangunan. Penghasilan saya tidak tentu karena saya hanya buruh kontrakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja tidak cukup apalagi membiayai sekolah anak-anak saya. Anak saya yang paling besar waktu itu SMP kelas 3 sedangkan yang nomor dua dan tiga kelas 5 dan 2 SD biaya seharihari untuk kebutuhan mereka ada sekitar 30 at au 50 ribu rupiah sementara gaji saya sebulan hanya Rp. 700.000. Semenjak saya bekerja di pabrik ini tahun 2001 saya sudah bisa menyuliahkan anak saya. Penghasilan saya sekarang sebulan berkisar Rp. 2.200.000 untuk biaya pendidikan anak saya yang paling kecil saat ini ada sekitar Rp. 800.000/bulan”. Ditambahkan pula oleh Bapak Muchlis (karyawan PT. Teluk Luas) wawancara pada tanggal 20 maret 2013 : “Dulu apak karajo sabagai sopir truk mambaok semen, panghasilan waktu tu indak sabarapo anak apak yang patamo hanyo tamat SMP lalu nyo ikuik apak jadi kernet, biaya pendidikan tigo urang anak apak yang lainnyo sahari-hari bisa mancapai Rp. 350.000, samantaro gaji apak waktu tu hanyo Rp. 500 .000 – Rp. 8500.000. Sajak bakarajo jadi karyawan tet ap di perusahaaan ko pengahasilan apak tamasuak lembur kiro-kiro Rp. 2.000.000 sabulan, kini apak ndak susah membiayai pendidikan anak-anak ko”. “Dulu saya bekerja sebagai sopir truk membawa semen, penghasilan waktu itu tidak seberapa anak saya yang pertama hanya menamatkan pendidikannya sampai SMP kemudian dia ikut saya menjadi kernet, biaya pendidikan tiga orang anak saya yang lainnya sehari-hari bisa mencapai Rp. 350.000, sementara gaji saya waktu itu hanya sebesar Rp. 500.000 – Rp. 850.000. Semenjak saya bekerja sebagai karyawan tetap di perusahaan ini penghasilan saya termasuk lembur kira-kira Rp 2.000.000 sebulan, sekarang untuk membiayai pendidikan anak saya, saya tidak mengalami kesulitan lagi”. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari informan diatas dapat disimpulkan bahwa setelah adanya industri di Kelurahan Batung Taba, tingkat pendidikan anak-anak masyarakat makin meningkat.
Dengan adanya industri, perekonomian masyarakat membaik sehingga anak-anak mereka bisa melanjutkan pendidikan ketingkat yang lebih tinggi. Jadi keberadaan industri di Kelurahan Batung Taba memberikan sumbangan yang besar bagi keluarga masyarakat terutama yang bekerja langsung di industri dan keluarga masyarakat yang memilki usaha dan berkegiatan di sekitar industri tersebut. Yang mana dulu ekonomi masyarakat yang rendah dan pas-pasan, sehingga anak-anak mereka tidak bisa mengecap pendidikan yang lebih tinggi dan sekarang semenjak dibangunnya industri di Kelurahan Batung Taba anak-anak mereka telah bisa mengecap pendidikan yang lebih tinggi dan biaya y ang ditanggung kepala keluarga untuk biaya pendidikan tidak begitu sulit untuk mereka penuhi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini kondisi pendidikan anak-anak informan:
Tabel IV. 8 Kondisi Pendidikan Anak-anak Informan No. Nama Informan Pekerjaan Rata-rata biaya pendidikan anak per bulan Tingkat Pendidikan Sebelum Sesudah 1. Sabaruddin Karyawan PT. Teluk Luas ≥ Rp. 500.000 SMP SMA 2. Asniwati Pedagang makanan,minuman & rokok ≥ Rp. 900.000 SMA Kuliah 3. Muldevita Karyawan PT. BHB ≥ Rp. 2.500.000 Kuliah Kuliah 4. Dasrial Satpam PT. Inkasi Raya ≥ Rp. 500.000 SMP SMA 5. Zaidin Pemilik rumah kontrakan ≥ Rp. 2.000.000 SMP SMA dan Kuliah 6. Yanto Karyawan PT. Inkasi Raya ≥ Rp. 800.000 S MA Kuliah 7. Muchlis Karyawan PT. Teluk Luas ≥ Rp. 1.00.000 SMP SMA dan Kuliah 3. Tempat Tinggal Tempat tinggal merupakan kebutuhan yang mutlak bagi kehidupan keluarga, selain pendapatan dan pendidikan dampak keberadaan industri/pabrik berdampak juga terhadap kondisi tempat tinggal masyarakat. Jika pendapatan masyarakat meningkat tingkat kesejahteraan akan meningkat pula dan konsumeritas masyarakat cenderung tinggi. Orang yang berkecukupan akan mengubah pola konsumsinya dan akan menunjukkan keadaan tempat tinggal, bentuk rumah dan perabotan rumah yang dipakai. Berdasarkan temuan peneliti di lapangan, keberadaan industri berdampak positif terhadap tempat tinggal mereka, hal ini diperkuat hasil wawancara dengan masyarakat tentang kondisi tempat tinggal mereka sebelum dan sesudah dibangunnya pabrik. Berikut wawancara dengan Bapak Iskandar (karyawan PT. Teluk luas) pada tanggal 19 Maret 2013: “Dulu rumah awak ketek, sakarek papan, sakarek semen, ukurannyo 6mx8m, ado duo tampek lalok, ciek ruang keluarga dan ciek dapua. Pitiah wak indak cukuik untuak mambangun rumah nan labiah gadang, untuak mambangun rumah sajo awak manyalang pitiah ka sanak. Sajak awak karajo di Teluk Luas ko, pendapatan lah mualai tetap awak mulai membangun rumah permanen ukuran 11mx14m, kamar lalok
ado ampek, ado ruang tamu, ruang keluarga, dapua, kamar mandi, listrik dan perabotan lah mulai langkok. Samanjak bakarajo jadi karyawan ko lah bisa mambangun rumah permanen yang labiah rancak dibandiangkan yang lamo”. “Dulu rumah saya kecil berbentuk semi permanen, berukuran 6mx8m, memiliki dua kamar tidur, satu ruang keluarga dan satu dapur. Saya tidak cukup biaya untuk membangun rumah yang lebih besar , untuk membangun rumah ini saya meminjam uang family dulu. Setelah saya bekerja di Teluk Luas, pendapatan sudah tetap saya membangun rumah permanen berukuran 11mx14m, kamar tidur ada empat, memiliki ruang tamu, ruang keluarga, dapur, kamar mandi, listrik dan perabotan mulai lengkap. Semenjak saya bekerja jadi karyawan di pabrik saya sudah bisa membangun rumah permanen yang lebih bagus dibandingkan dengan yang dulu”. Bapak Rusman (karyawan PT. BHB) wawancara pada tanggal 23 Maret 2013 mengungkapkan: “Dulu kami sakaluargo tingga di rumah mintuo, soalnyo alun mampu mambangun rumah waktu tu awak baru karajo, penghasilan awak hanyo cukuik untuak mancukuik an balanjo mingguan sajo. Kemudian kami pindah ka rumah kontrakan tahun 2001 masih di daerah siko jo, awak ngontrak dakek siko supayo jarak tampek karajo ka rumah indak jauah jadi waktu jam istirahat awak bisa pulang ka rumah untuak makan siang. Kini awak lah bisa mambangun rumah, kini masih dalam tahap penyelesaian, manunggu mamasang pintu jo jendela, kondisi masih balantai kasar, ukuran 7mx9m, dapur alun ado, re ncana nyo tahun bisuak ko kami pindah”. “Dulu kami sekeluarga tinggal di rumah orang tua istri saya, karena belum mampu membangun rumah waktu itu saya baru menjadi karyawan, penghasilan saya hanya cukup untuk untuk mencukupi belanja mingguan saja. Kemudian kami pindah ke rumah kontrakan tahun 2001 masih di daerah sini, saya ngontrak dekat sini agar jarak t empat kerja ke rumah tidak jauh jadi pas jam istirahat saya bisa pulang ke rumah untuk makan siang. Sekarang saya sudah bisa membangun rumah, sekarang masih dalam tahap penyelesaian, menunggu memasang pintu dan jendela dengan kondisi berlantai dasar kasar, ukurannya 7mx9m dapur belum ada, rencananya tahun besok ini kami pindah”. Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak Jalius (karyawan PT. BHB) wawancara pada tanggal 23 Maret 2013: Sabalumnyo apak mangontrak rumah tampek tingga, setelah 14 tahun, apak bakarajo manjadi karyawan baru bisa apak mambali rumah di perumahan Tarok Indah Permai Kelurahan Batung Taba ko jarak nyo jo tampek karajo lai indak jauah bana masih di daerah siko j uo. Rumah tu apak bali jo hasil tabungan salamo ko dari gaji sabagai karyawan. Sabalumnyo rumah nan apak bali tu nyicia dulu salamo 6 tahun sampai akhirnyo rumah tu lunas. Ukurannyo 8mx10m dengan kamar tidur duao, ruang tamu ciek, ruang keluarga ciek, dapua, kamar mandi dan wc c iek, aia berasal dari PDAM, lah bakaramik dan atapnya seng, untuak sahari-hari apak manggunoan listrik”. “Sebelumnya saya mengontrak rumah untuk tempat tinggal, setelah 14 tahun saya bekerja menjadi karyawan baru bisa saya membeli rumah di perumahan Tarok Indah Permai Kelurahan Batung Taba. Rumah itu saya beli dengan hasil tabungan selama ini dari gaji sebagai karyawan. Sebelumnya rumah
yang saya beli itu nyicil dulu selama 6 tahun sampai akhirnya rumah itu lunas. Rumah yang saya tempati berukuran 8mx10m dengan kamar tidur dua, ruang t amu satu, ruang keluarga satu, dapur, kamar mandi dan wc satu, air berasal dari PDAM, sudah berkeramik dan atapnya dari seng, untuk sehari-hari saya menggunakan listrik”. Kemudian pendapat lain juga diungkapkan oleh ibuk Reni (pedagang makanan) wawancara pada tanggal 20 Maret 2013: “Sabalum manggaleh, awak alun punyo tampek tingga soalnyo alun cukuik kepeang ko untuak mambangun rumah. Awak sakeluarga tingga di rumah urang gaek. Sajak adonyo pabrik ko awak manggaleh disiko setelah limo tahun manggaleh baru awak bisa mambangun rumah surang dengan kondisi rumah badindiang semen ukurannyo 7mx10m lantai dasar halus, duo kamar tidur, aia dari sumua, alah ado listrik, atok seng, ado kamar mandi jo wc”. “Sebelum berdagang saya belum mepunyai tempat tinggal sendiri, karena belum cukup uang untuk membangun rumah. Saya sekeluarga tinggal di rumah orang tua saya. Semenjak adanya pabrik saya berjualan disini setelah lima tahun berjualan baru saya bisa membangun rumah sendiri dari hasil jualan ini. Sekarang saya sudah menempati rumah sendiri dengan kondisi rumah permanen ukuran 7mx10m lantai dasar halus, dua kamar tidur, air berasal dari sumur, sudah ada listrik, atap seng, mempunyai kamar mandi dan wc”. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Bapak Nurzon (karyawan PT. Teluk Luas) wawancara pada tanggal 25 Maret 2013 di rumahnya: “Sebelum bekerja saya belum punya rumah sendiri, saya dan keluarga tinggal di rumah orang tua istri saya. Saya tidak punya biaya untuk membangun rumah karena anak-anak masih sekolah, sedangkan pekerjaan saya waktu itu memperbaiki alat-alat elektronik yang rusak, pendapatan saya tidak menentu. Semenjak saya bekerja di pabrik, baru saya pindah dari rumah mertua untuk saat ini saya dan keluarga mengontrak rumah sebelum tabungan saya cukup untuk membangun rumah, walau kontrakan saya ini kecil tetapi sudah permanen dan layak untuk ditempati”. Bapak Haris (karyawan PT. Inkasi Raya) juga menambahkan, wawancara pada tanggal 25 Maret 2013: “Sebelum saya bekerja di perusahaan, kami sekeluarga tinggal di rumah orang tua saya, rumah orang tua saya terbuat dari papan. Saya belum bisa membangun rumah karena pekerjaan saya t idak menentu. Semenjak saya bekerja di pabrik ini selama 9 tahun, saya sudah bisa membeli rumah dekat dengan tempat saya bekerja di perumahan Jala Utama Ke l. Batung Taba tahun 2010. Saya membeli rumah dari hasil tabungan saya selama bekerja jadi karyawan ditambah dengan tabungan istri yang berprofesi sebagai guru.untuk perabotan rumah sudah ada, rumah yang saya tempati ini berukuran 8mx10m, dua kamaar tidur, satu ruang tamu, ruang keluarga, dapur, kamar mandi dan tempat sholat. Sumber air di tempat saya umumnya dari PDAM, untuk sehari-hari saya menggunakan listrik. Kalau tidak bekerja di pabrik mungkin sampai sekarang saya belum punya rumah.” Hal yang sama juga dijelaskan oleh Bapak Beni. S (karyawan PT. Inkasi Raya) wawancara pada tanggal 25 Maret 2013:
“Sajak karajo di perusahaan ko untuak rumah lah ado perubahannyo, dulu rumah awak iyo ketek dari papan sajo, listrik masih manumpang jo tetangga. Penghasilan sabulan dari karajo ko awak sisiah an untuak biaya mambangun rumah ko, tahun 2008 ko lah salasai rumah ko ukurannyo 9mx11m ado ampek untuak kamar lalok, ruang tamu, ruang keluarga, dapua, k amar mandi, wc, kini lah mamakai listrik atoknyo seng dan lantainyo lah berkeramik pulo. Kebetulan saya masih mengguanakan aia sumua galian karano aia PDAM alun juo masuak. Tapi dari dulu aia sumua kami disiko lai barasiah, janiah, indak pernah kuniang. Aman digunoan untuak memasak dan minum”. “Semenjak kerja di pabrik ini untuk rumah sudah ada perubahannya, dulu rumah saya memang kecil, listrik masih numpang sama tetangga. Penghasilan sebulan dari bekerja saya sisihkan untuk biaya membangun rumah ini, tahun 2008 baru selesai rumah saya ukurannya 9mx11m ada tiga kamar tid ur, ruang tamu, ruang keluarga, dapur, kamar mandi, wc, sekarang sudah menggunakan listrik atapnya seng dan lantainya sudah berkeramik. Kebetulan saya masih menggunakan air sumur galian karena air PDAM masih belum juga masuk. Tetapi dari dulu air sumur kami di sini bersih, jernih, tidak pernah kuning. Aman digunakan untuk memasak dan minum”. Berdasarkan hasil wawancara dari informan diatas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa keberadaan pabrik di Kelurahan Batung Taba berdampak terhadap terjadinya perubahan kondisi tempat tinggal mereka yang bekerja maupun yang memiliki usaha di sekitar industri setelah keberadaan industri. Hal ini dapat terlihat rata-rata informan penelitian membangun dan merenovasi rumah tempat tinggal mereka, karena mereka telah memiliki kemampuan semenjak adanya industri. Sebelum keberadaan industri di Kelurahan Batung Taba, bentuk perumahan masih banyak semi permanen dan dari papan. Tapi meningkatnya perekonomian masyarakat dampak dari keberdaan pabrik sudah banyak rumah penduduk yang permanen. Untuk lebih jelas kondisi tempat tinggal informan di di atas dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel IV. 9 Status/Keadaan Tempat Tinggal Informan Menurut Pekerjaan No. Nama Informan dan Pekerjaan Status Tempat Tinggal Kondisi Tempat Tinggal Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah 1. Iskandar / karwayan PT. Teluk Luas Milik pribadi Milik pribadi Semi permanen Permanen / 2003 2. Rusman / karyawan PT. BHB Rumah orang tua Ngontrak Permanen Permanen / 2001 3. Jalius / karyawan PT. BHB Ngontrak Milik Pribadi Permanen Pe rmanen / 2006 4. Reni / Pedagang Rumah orang t ua Milik pribadi Semi permanen Permanen / 2010 5. Nurzon / karyawan PT. Teluk Luas Rumah orang tua Ngontrak P ermanen Permanen / 2008 6. Haris / karyawan PT. Inkasi Raya Rumah orang tua Milik pribadi Papan Permanen / 2010 7. Beni / karyawan PT. Inkasi Raya Milik pribadi Milik pribadi Papan Permanen / 2008 C. Pembahasan Setelah diproses hasil penelitian, baik yang diperoleh melalui observasi maupun wawancara dapat diketahui bahwa keberadaan industri di Kelurahan Batung Taba memberikan dampak terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di Kelurahan Batung Taba, terutama masyarakat yang bekerja langsung sebagai tenaga kerja di industri dan masyarakat yang me lakukan aktifitas di sekitar industri yang berdampak tidak langsung terhadap kondisi sosial ekonomi mereka. Untuk lebih jelasnya bagaimana
dampak tersebut terhadap sosial ekonomi masyarakat, dibahas lebih lanjut dalam bentuk uraian sebagai berikut. 1. Pendapatan Dengan adanya industri di Kelurahan Batung Taba, berdampak terhadap pendapatan masyarakat baik yang bekerja sebagai karyawan/buruh dan masyarakat yang melakukan aktivitas khususnya yang memiliki usaha seperti, warung makanan dan pemilik rumah sewa. Dilihat dari setelah adanya industri berpengaruh pada pendapatan masyarakat di sekitar industri baik yang bekerja di industri maupun yang memiliki usaha. Hal ini terlihat dari perluasan lapangan kerja yang mana akan membuka lapangan kerja baru dan akan menambah pendapatan masyarakat, perubahan mata pencaharian untuk meningkatkan pendapatan. Rahmaneli (1987) menyatakan bahwa implikasi dari perubahan mata pencaharian akan membawa perubahan pula kepada penghasilan yang bersangkutan, perubahan disini baik yang diakibatkan oleh perubahan mata pencaharian atau perubahan pendapatan yang disebabkan oleh adanya pekerjaan lainnya. 2. Pendidikan Pendidikan mempunyai peran penting bagi suatu bangsa dan merupakan suatu untuk me ningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia, kualitas SDM sangat tergantung dari kualitas pendidikan ini dibutuhkan sarana pendidikan dan penyedia guru yang memadai (BPS tentang pendidikan 2005). Dampak keberadaan industri terhadap pendidikan masyarakat di Kelurahan Batung Taba, terlihat dari tingkat pendidikan anak masyarakat yang bekerja di industri dan masyarakat yang melakukan aktivitas di sekitar industri. Karena pendidikan anak merupakan tanggung jawab orang tua. Hal ini sesuai dengan penjelasan Soentoro, 1983 dalam Yayuk Y dan Mangkupurnomo, 2002:58) mengemukakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin terbuaka kesempatan mereka untuk memilih pekerjaan dari alternatif pekerjaan. Dan kini banyak masyarakat berkeinginan untuk meningkatkan pendidikan anak-anak mereka. Sebelum adanya industri, orang tua merasa kesulitan dalam membiayai pendidikan anak-anak mereka dan mereka hanya sedikit yang mampu membiayai pendidikan anak sampai tingkat kuliah, setelah adanya industri masyarakat yang bekerja di industri ini menjelaskan pendididikan anak-anak mereka meningkat, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan mereka meningkat yang mempengaruhi kemauan untuk meningkatkan pendidikan anak. 3. Tempat tinggal Dampak keberadaan industri terhadap kondisi tempat tinggal masyarakat yang tinggal di sekitar industri di Kelurahan Batung Taba, terlihat dari pembangunan tempat tinggal, perubahan bentuk atau je nis tempat tinggal. Dengan meningkatnya pendapatan maka berpengaruh terhadap kesejahteraaan keluarga itu sendiri. Kemiskinan akan hilang sedikit demi sedikit. Menurut Soesarsono (1996) dalam Karsidi (2003:42) yang dimaksud dengan hidup berkemampuan adalah hidup berkecukupan, sedangkan hidup ber kecukupan lebih cenderung tingkat konsumeritasnya tinggi. Po la konsumsinya akan menunjukkan bagaimana keadaan rumah tempat tinggal, jenis dinding dan perabotannya. Berdasarkan pernyataan tersebut hasil penelitian di Kelurahan Batung Taba berdampak positif terhadap tempat tinggal masyarakat yang bekerja di industri dan masyarakat yang melakukan aktivitas terutama yang memiliki usaha di sekitar industri. Sebelum adanya industri di Kelurahan Batung Taba masih banyak masyarakat yang belum memiliki tempat tinggal sendiri, kebanyakan dari mereka masih mengontrak,
rumah masih banyak yang sederhana dan belum permaaen, namun setelah adanya industri berdampak pada kondisi tempat tinggal masyarakat, yang mana sudah banyak rumah masyarakat yang permanen dengan kondisi yang cukup bagus dan telah memiliki rumah sendiri. BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan dengan deskripsi data, hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana dikemukakan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Dengan adanya industri di Kelurahan Batung Taba, berdampak positif terhadap perekonomian masyarakat dengan meningkatnya pendapatan dengan adanya per ubahan mata pencaharian sebagian masyarakat ke sektor industri, terbukanya perluasan lapangan kerja, kesempatan kerja mengakibatkan makin banyak pendapatan masyarakat menggantungkan perekonomian pada ke beradaan industri. 2. Makin membaiknya perekonomian masyarakat akibat dari dampak keberadaan industri, sehingga masyarakat mampu meningkatkan pendidikan formal anak-anak mereka kejenjang yang lebih tinggi. 3. Semakin sejahteranya masyarakat yang bergantung pada keberadaan industri berdampak pada tingkat konsumeritas masyarakat terhadap tempat tinggal yang lebih layak. B. Saran Sesuai dengan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti mencoba memberikan saransaran sebagai berikut : 1. Diharapkan kepada masyarakat Kelurahan Batung Taba agar selalu menjaga hubungan baik dan bersosialisasi dengan perusahaan karena dengan ke beradaan industri itulah kondisi sosial ekonomi mereka meningkat. 2. Diharapkan kepada masyarakat khususnya masyarakat asli setempat yang bekerja sebagai tenaga kerja di industri untuk lebih meningkatkan kualitas dan kinerjanya saat bekerja. 3. Diharapkan kepada perusahaan terutama perhatian pabrik terhadap lingkungannya (masyarakat) meredam gejolak masyarakat entah itu berupa bau atau bising dari kegiatan pabrik tersebut. Perhatian dari pihak perusahaan dapat berupa bantuan dalam bentuk perbaikan jalan, bantuan kesejahteraan kepada masyarakat yang kurang mampu, bantuan untuk kegiatan pemuda, PKK dan lain-lain yang berguna bagi masyarakat sekitar.
DAFTAR PUSTAKA Adi.1996. Psikologi pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan Sosial sebagai Dasar Pemikiran. Jakarta. Rajawali
Grafindo Persada. Adriani, Fina. 2011. “Dampak Pembangunan Jalan Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat”. Padang: FIS UNP. Albone, Abdul Aziz, Marnis Nawi & Khairani. 2009. Panduan Penyusunan Proposal dengan Mudah. Padang: Yayasan Jihadul Khair Center. Badan Pusat Statistik. 2011. Profil Daerah Kota Padang. Padang. BPS. Badan Pusat Statistik. 2012. Lubuk Begalung dalam Angka 2012. Padang: BPS. Barthos, Basir. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Damzar. 2002. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Evers, ed. Sumardi, Mulyanto, & Dieter, Hans. 1985. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta: Rajawali Pers. Kertasapoetra G. 1987. Pembentukan Perusahaan Industri. Jakarta: Bina A ksara. Kusnadi. 1993. Potret Kesejahteraan Rakyat ( bagian 1). Jakarta: Opini Gerakan Nasional. Mangdeska. 2012. Pendapatan juga didefinisikan. ( online ) (http:// Mangdeska.com, 25 November 2012 ) Mangunwijaya. 2008. Kurikulum yang Mencerdaskan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Moleong, 2011. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosda Karya. Osnela, Yezi. 2009. Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga Petani Padi di Kenagarian Tepi Selo Kec amatan Lintau Buo Utara Kabupaten Tanah Datar. Padang: FIS U NP. Poewadarminto, W.J.S. 2013. Definisi / Pengertian Aktifitas. (online) blogger diakses tanggal 20 Februari 2013. Tilaar. 2002. Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: Grafindo Baru. Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagaker jaan. Shervia Kasra, Ade. 2011. “Kondisi Sosial Ekonomi Petani Kelapa Sawit Non Kolektif Di Kenagarian Kinali Kabupaten Pasaman”. Padang: FIS UNP. Soekanto, Soedjono.2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Gr afindo Persada. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Jakarta: CV Alpabeta Sumitro, Maskun. 1976. Urbanisasi Sosial Ketenagaan dan Profesi. Jakarta: Prisma.
Source: http://reanggraini31.blogspot.com/2013/03/dampak-keberadaan-industri-terhadap.html (akses 21okt14 pk.12.29)
Solusi Dalam Pembangunan Industri Oktober 25, 2011 mrsolusi Tinggalkan komentar Go to comments
Masalah lingkungan MASALAH LINGKUNGAN DALAMPEMBANGUNAN INDUSTRI Pertambahan penduduk yang cepat mempunyai implikasi pada berbagai bidang. Bertambahnya penduduk yang cepat ini mengakibatkan tekanan pada sektor pen yediaan fasilitas tenaga kerja yang tidak mungkin dapat ditampung dari sektor pertanian. Maka untuk perluasan kesempatan kerja, sektor industri perlu ditingakatkan baik secara kualitas maupun kuantitas. Peningkatan secara bertahap di berbagai bidang industri akan menyebabkan secara beransur-ansur tidak akan lagi tergantung kepada hasil produksi luar negeri dalam memenuhi kebutuhan hidup. Walau telah ditentukan oleh pemerintah bahwa dalam peningkatan pembangunan industri hendaknya jangan sampai membawa akibat rusaknya lingkungan hidup, dalam kenyataannya yang lebih banyak diperhatikan dalam pendirian industri sekarang adalah keuntungankeuntungan dari hasil produksinya. Sedikit sekali perhatian terhadap masalah lingkungan, sehingga pendirian industri tersebut akan mengakibatkan pencemaran lingkungan oleh hasil pembuangan limbah industri yang kadang-kadang diabaikan. Oleh karena itu perlu adanya perencanaan yang matang pada setiap pembangunan industri agar dapat diperhitungkan sebelumnya segala pengaruh aktivitas pembangunan industri tersebut terhadap lingkunganyang lebih luas. Dalam mengambil keputusan pendirian suatu perindustrian, selain keuntungan yang akan diperoleh harus pula secara hati-hati dipertimbangkan kelestarian lingkungan. Berikut ini ada beberapa perinsip yang perlu diperhatikan dalam pembangunan proyek industri terhadap lingkungan sekitarnya : 1. Evaluasi pengaruh sosial ekonomi dan ekologi baik secara umum maupun khusus. 2. Penelitian dan pengawasan lingkungan baik untuk jangkapendek maupun jangka panjang. Dari sini akan didapatkan informasi mengenai jenis perindustrian yang cocok dan menguntungkan. 3. Survey mengenai pengaruh-pengaruh yang mungkin timbul pada lingkungan. 4. Berdasarkan petunjuk-petunjuk ekologi dibuat formulasi mengenai kriteria analisa biaya, keuntungan proyek, rancangan bentuk proyek dan pengelolaan proyek. 5. Bila penduduk setempat terpaksa mendapat pengaruh negatif dari pembangunan proyek industri ini, maka buatlah pembangunan alternatif atau dicarikan jalan untuk kompensasi kerugian sepenuhnya. Yang dimaksud dengan idustri adalah pengelolaan bahan baku menjadibahan jadi atau setengan jadi. Dan dalam pelaksanaannya mulai dari bahan baku, proses pengolahan maupun h asil akhir yang berupa hasil produksi dan hasil buangannya (sampah) banyak di antaranya terdiri dari bahan-bahan yang dapat mencemari lingkungan seperti bahan logam, baha n organis, bahan korosif, bahan-bahan gas dan lain-lain bahan yang berbahaya baik untuk pekerja maupun masyarakat di sekitar proyek. PERLINDUNGAN MASYARAKAT SEKITAR PERUSAHAAN INDUSTRI
Masyarakat sekitar suatu perusahaan industri harus dilindungi dari pengaruh -pengaruh buruk yang mungkin ditimbulkan oleh industrialisasi dari kemungkinan p engotoran udara, air, makanan, tempat sekitar dan lain sebagainya yang mungkin dapat tercemari oleh limbah perusahaan industri. Semua perusahaan industri harus memperhatikan kemungkinan adanya pencemaran lingkungan dimana segala macam hasil buangan sebelum dibuang harus betul-betul bebas dari bahan yang bisa meracuni. Untuk maksud tersebut, sebelum bahan-bahan tadi keluar dari suatu industri harus diolah dahulu melalui proses pengolahan. Cara pengolahan ini tergantung dari bahan apa yang dikeluarkan. Bial gas atau uap beracun bisa dengan cara pembakaran atau dengan cara pencucian melalui peroses kimia sehingga uadara/uap yang keluar bebas dari bahan-bahan yang berbahaya. Untuk udara atau air buangan yang mengandung partikel/bahan-bahan beracun, bisa dengan cara pengendapan, penyaringan atau secara reaksi kimia sehingga bahan yang keluar tersebut menjadi bebas dari bahan-bahan yang berbahaya. Pemilihan cara ini pada umunya didasarkan atas faktor-faktor a. Bahaya tidaknya bahan-bahan buangan tersebut b. Besarnya biaya agar secara ekonomi tidak merugikan c. Derajat efektifnya cara yang dipakai d. Kondisi lingkungan setempat Selain oleh bahan bahan buangan, masyarakat juga harus terlindungi dari bahaya-bahaya oleh karena produk-produknya sendiri dari suatu industri. Dalam hal ini pihak konsumen harus terhindar dari kemungkinan keracunan atau terkenanya penyakit dari hasil-hasil produksi. Karena itu sebelum dikeluarkan dari perusahaan produk-produk ini perlu pengujian telebih dahulu secara seksama dan teliti apakah tidak akan merugikan masyarakat. Perlindungan masyarakat dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh produk-produk industi adalah tugas wewenang Departeman Perindustrian, PUTL, Kesehatan dan lain-lain. Dalam hal ini Lembaga Konsumen Nasional akan sangat membantu masyarakat dari bahaya bahaya ketidakbaikan hasil-hasil produk khususnya bagi para konsumen umumnya bagi kepentingan masyarakat secara luas. SOURCE: http://mrsolusi.wordpress.com/2011/10/25/dalam-pembangunan-industri/ (akses 21okt14 pk.13.50)
Senin, 12 Maret 2012 dampak pembangunan dan industrialisasi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Akar intelektual kebijakan industrialisasi yang dikendalikan negara dimulai pada abad ke-19. Antusiasme terhadap usulan –usulan untuk industrialisasi selanjutnya melanda Jepang dan dunia Barat, yang mendorong seorang ahli ekonomi mengatakan bahwa apa yang semula tidak lebih dari tujuan kebijakan telah berubah menjadi “ideologi independensi ekonomi”, yang menghendaki “peningkatan posisi negara serta titik berat pada industrialisasi sebagai wahana bagi integrasi nasional” (Claire, 1980;139). Indonesia, sebagai mata rantai negara berkembang,
juga tidak luput terkena demam industrialisasi tersebut. Semenjak pembangunan ekonomi dimulai secara terencana sejak tahun 1969, sesungguhnya pendekatan yang digunakan Indonesia adalah strategi industrialisasi. Makna praktis industrialisasi adalah memajukan tenaga produktif menjadi lebih modern, dapat diakses secara massal, dan tinggi kualitas. Tanpa kemajuan tenaga produktif, negeri ini tidak akan punya ketahanan ekonomi menghadapi gempuran neo-liberalisme. Tanpa ketahanan ekonomi, kedaulatan negeri ini - terutama kedaulatan rakyatnya - berhenti sebatas cita-cita. B. Ruang lingkup pembahasan Ruang lingkup pembahasan makalah ini adalah berkaitan dengan masalah pembangunan dan industrialisasi C. Tujuan pembuatan makalah Tujuan Pembuatan makalah ini adalah untuk membahas, memahami dan mengetahui dampak pembangunan dan industrisiliasi,kesenjangan sosial,krisis demokrasi,masalah primordialisme,tantangan ideologi dan solidaritas sosial
BAB 2 PEMBAHASAN
DAMPAK PEMBANGUNAN DAN INDUSTRIALISASI Dampak Pembangunan Industri
Dampak Positif
Industrialisasi merupakan suatu gejala yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pembangunan karena merupakan mesin dalam peningkatkan pertumbuhan ekonomi. Industrialisasi merupakan proses peralihan dari satu bentuk masyarakat tertentu, menuju masyarakat industrial modern. Wield (1983:80) mengemukakan tiga jenis definisi untuk memahami industrialisasi antara lain: 1. Residual, industri berarti semua hal yang bukan pertanian. 2. Sektoral, yang mengatakan bahwa industri adalah energi, pertambangan, dan usaha manufaktur. 3. Bersifat mikro dan makro, yaitu sebagai proses produksi, dan yang lebih luas lagi sebagai proses sosial industrialisasi Proses industrialisasi bisa dipahami melalui konsep pembangunan, karena arti pembangunan dan industrialisasi seringkali dianggap sama. Konsep pembangunan bersifat dinamik, karena konsep itu bisa berubah menurut lingkupnya. Apabila pembangunan itu dihubungkan pada setiap usaha pembangunan dunia, maka pembangunan akan merupakan usaha pembangunan dunia. Industrialisasi sebagai proses dan pembangunan industri berada pada satu jalur kegiatan, yaitu pada hakekatnya berfungsi meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan rakyat. Industrialisasi tidaklah terlepas dari upaya peningkatan mutu sumber daya manusia, dan pemanfaatan sumber daya alam. Secara umum kaitan antara pembangunan dengan industrialisasi dijelaskan oleh Garna (1997:17-18), yakni: 1.
Bahan untuk proses industrialisasi dan pembangunan industri merupakan satu jalur kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. 3. 4.
Pembangunan industri merupakan upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia dan kemampuan memanfaatkan sumber daya alam. Pembangunan industri akan memacu dan menyangkut pembangunan sektor lainnya, yang dapat memperluas lapangan kerja yang diharapkan akan meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat. Dalam pembangunan industri akan terjadi ketimpangan yang merugikan, yang bersifat ekonomi ataupun non ekonomi. Pembangunan itu senantiasa harus melalui lima tahapan yang berkaitan satu sama lainnya yakni; 1. 2. 3. 4. 5.
Masyarakat tradisional. Prakondisi lepas landas. Lepas landas. Bergerak ke kedewasaan. Zaman konsumsi masal yang tinggi.
Prasyarat untuk bisa menuju perkembangan ekonomi adalah tahapan kedua, yang ciri-ciri masyarakat tradisional sudah mulai berganti. Dalam tahap kedua produktivitas pertanian meningkat pesat, munculnya mentalitas baru dan juga kelas sosial baru – wiraswasta (Hagen, 1966). Tahap ketiga adalah tahap yang kritis atau penting sekali guna pembangunan lebih lanjut. Di sinilah munculnya industrialisasi, di mana beberapa sektor tertentu akan berperan dalam menumbuhkan perekonomian. Tumin (dalam Lavner, 1989:430-431) melukiskan jenis-jenis perubahan sistem stratifikasi sosial ketika masyarakat menuju industrialisasi antara lain: 1. Pembagian kerja semakin rumit sejalan dengan meningkatnya spesialisasi; 2. Status cenderung berdasarkan atas prestasi sebagai pengganti status berdasarkan atas asal usul (ascription); 3. Alat yang memadai untuk mengukur pelaksanaan pekerjaan orang yang terlibat dalam produksi menjadi perhatian umum; 4. Pekerjaan bergeser dari kegiatan yang memberikan kepuasan hakiki, keperanan sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan artinya, mendapat ganjaran itu sendiri; 5. Ganjaran yang tersedia untuk didistribusikan meningkat; 6. Ganjaran didistribusikan atas dasar yang agak lebih kecil; 7. Terjadi pergeseran dalam peluang hidup di berbagai status sosial; 8. Terjadinya pergeseran dalam distribusi gengsi sosial meskipun keuntungan masyarakat modern dibanding masyarakat tradisional dan;
Pergeseran
dan
masalah
serupa
terdapat
juga
dalam
distribusi
Huntington (1986:37),menjelaskan mengenai perubahan masyarakat tradisional ke masyarakat industri.
Ciri masyarakat tradisional antara lain: 1.
Tidak menjaga waktu
kekuasaan.
7.
2. Orientasi pada masa lalu 3. Status terikat pada tempat asal 4. Fanatik 5. Tertutup 6. Orientasi status otomatis (ascriptive) Loyalitas primordial seperti agama, golongan, suku, keluarga, organisasi keluarga atau ikatan bersifat pribadi 8. Bergantung pada nasib 9. Hubungan dengan alam penyesuaian 10. Kebudayaan ekspresif Ciri masyarakat modern antara lain
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Menjaga waktu Orientasi pada masa depan Dinamik, mobilitas Toleran Terbuka Orientasi status berdasarkan prestasi (achievement) Loyalitas pelingkup (negara, kedinasan dan profesi) Organisasi non pribadi (ikatan kepentingan, atau berorientasi tujuan), Organisasi besar atau efisiensi Hubungan non pribadi atas dasar masalah (lugas) Persoalan ditimbulkan manusia dapat diatasi oleh manusia Hubungan dengan alam menguasai atau setidak-tidaknya mengatur
Kebudayaan progresif Secara rinci disebutkan bahwa ciri-ciri orang modern menurut Inkeles (1973:342) antara lain: 1. Terbuka pada pengalaman baru; 2. Peningkatan kemandirian dan otoritas figur tradisional. 3. Kepercayaan terhadap kualitas ilmu pengetahuan dan pengobatan. 4. Memiliki ambisi untuk dirinya sendiri maupun anak-anaknya untuk mencapai pekerjaan dan pendidikan yang tinggi. 5. Menyukai kecepatan waktu dan perencanaan dan hati-hati. 6. Menunjukkan minat yang kuat dalam kegiatan komunitas dan politik lokal, serta berperan aktif. 7. Selalu mengikuti berita-berita hangat.
UNSUR-UNSUR INDUSTRIALISASI a) Masyarakat yang melakukan proses produksi dengan menggunakan mesin b) Berskala besar c) Pembagian kerja teknis yang relatif kompleks dan Menggunakan tenaga kerja yang keterampilannya
d)
bermacam-macam.
Industrialisasi pada suatu masyarakat berarti pergantian teknik produksi dari cara yang masih tradisional ke cara modern, yang terkandung dalam revolusi industri. Dalam hal ini terjadi proses transformasi, yaitu suatu perubahan masyarakat dalam segala segi kehidupannya (Dharmawan). Secara umum dampak positif dari adanya pembangunan industri adalah: 1. 2. 3. 4.
Meningkatkan devisa Negara Menyerap tenaga kerja Meningkatkan pendapatan masyarakat Terbukanya usaha-usaha di sector informal
Dampak negatif
Namun selain memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi, industrialisasi mempunyai dampak negatif baik terhadap manusia maupun lingkungannya. Dampak negatifnya antara lain: 1. Berkurangnya lahan pertanian 2. Pencemaran lingkungan
3. Terjadinya arus urbanisasi yang terlalu besar 4. Terjadinya perubahan prilaku masyrakat 5. Berkurangnya ketergantungan dari produk luar negeri.
Industrialisasi adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi yang merubah sistem pencaharian masyarakat
agraris menjadi masyarakat industri. Industrialisasi juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan dimana masyarakat berfokus pada ekonomi yang meliputi pekerjaan yang semakin beragam (spesialisasi), gaji, dan penghasilan yang semakin tinggi. Industrialisasi adalah bagian dari proses modernisasi dimana perubahan sosial dan perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan inovasi teknologi. Dalam Industrialisasi ada perubahan filosofi manusia dimana manusia merubah pandangan lingkungan sosialnya menjadi lebih kepada rasionalitas (tindakan didasarkan atas pertimbangan, efisiensi, dan perhitungan, tidak lagi mengacu kepada moral, emosi, kebiasaan atau tradisi). Menurut para peniliti ada faktor yang menjadi acuan modernisasi industri dan pengembangan perusahaan. Mulai dari lingkungan politik dan hukum yang menguntungkan untuk dunia industri dan perdagangan, bisa juga dengan sumber daya alam yang beragam dan melimpah, dan juga sumber daya manusia yang cenderung rendah biaya, memiliki kemampuan dan bisa beradaptasi dengan pekerjaannya. Industrialisasi di Indonesia
Industrialisasi di Indonesia semakin menurun semenjak krisis ekonomi tahun 1998. Kemunduran ini bukanlah berarti Indonesia tidak memiliki modal untuk melakukan investasi pada industri dalam negeri, tetapi lebih kepada penyerapan barang hasil produksi industri dalam negeri. Membuka pasar dalam negeri adalah kunci penting bagi industri Indonesia untuk bisa bangkit lagi karena saat ini pasar Indonesia dikuasai oleh produk produk asing. Faktor-faktor pembangkit Industri Indonesia
Adapun faktor-faktor pembangkit industri di Indonesia, antara lain. 1. Struktur organisasi Dilakukan inovasi dalam jaringan institusi pemerintah dan swasta yang melakukan impor. Sebagai pihak yang membawa ,mengubah ,mengembangkan dan menyebarluaskan teknologi. 2. Ideologi
Perlu sikap dalam menentukan pilihan untuk mengembangkan suatu teknologi apakah menganut tecnonasionalism,techno-globalism, atau techno-hybrids. 3. Kepemimpinan Pemimpin dan elit politik Indonesia harus tegas dan cermat dalam mengambil keputusan. Hal i ni dimaksudkan untuk mengembalikan kepercayaan pasar dalam negeri maupun luar negeri.
Faktor penghambat Industri Indonesia
Faktor-faktor yang menjadi penghambat industri di Indonesia meliputi : 1. Keterbatasan teknologi
Kurangnya perluasan dan penelitian dalam bidang teknologi menghambat efektifitas dan kemampuan produksi. 1. Kualitas sumber daya manusia
Terbatasnya tenaga profesional di Indonesia menjadi penghambat untuk mendapatkan dan mengoperasikan alat alat dengan teknologi terbaru. 2. Keterbatasan dana pemerintah
Terbatasnya dana pengembangan teknologi oleh pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur dalam bidang riset dan teknologi Dampak Industrialisasi di Indonesia
Teknologi memungkinkan negara tropis seperti Indonesia untuk memanfaatkan kekayaan hutan untuk meningkatkan devisa negara dan pembangunan infrastruktur. Hilangnya hutan di Indonesia berarti hilang juga tanaman - tanaman yang memiliki khasiat sebagai obat dan juga fauna langka yang hidup di ekosistem hutan tersebut. Dibalik kesuksesan Indonesia dalam pembangunan sebenarnya ada kemerosotan dalam cadangan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan. Pada kota kota yang sedang berkembang seperti Gresik, Medan, Jakarta, Surabaya, Bandung, Lhoksumawe, bahkan hampir seluruh kota kota di pulau Jawa sudah mengalami peningkatan suhu udara, Walaupun daerah tersebut tidak pesat perkembangan industrinya. Pencemaran dapat diklasifikasikan dalam bermacam-macam bentuk menurut pola pengelompokannya. mengelompokkan pecemaran atas dasar .
1. Bahan pencemar yang menghasilkan bentuk pencemaran biologis, kimiawi, fisik, dan budaya. 2. Pengelompokan menurut medium lingkungan menghasilkan bentuk pencemaran udara, air, tanah, makanan, dan sosial. 3. Pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran dalam bentuk primer dan sekunder. a. Kesenjangan sosial
Kesenjangan Sosial Adanya kesenjangan sosial yang semakin hari semakin memprihatinkan membuat banyak orang makin amburadul,khususnya di lingkungan perkotaan. Orang-orang desa yang merantau dikotapun ikut terkena dampak dari hal ini,memang benar kalau dikatakan bahwa “ Yang kaya makin kaya,yang miskin makin miskin”.
Adanya ketidak pedulian terhadap sesama ini dikarenakan adanya kesenjangna yang terlalu mencolok antara yang “kaya” dan yang “miskin”. Banyak orang kaya yang memandang rendah kepada golongan bawah,apalagi jika ia
miskin dan juga kotor,jangankan menolong,sekedar melihatpun mereka enggan. Disaat banyak anak-anak jalanan yang tak punya tempat tinggal dan tidur dijalanan, namun masih banyak orang yang berleha-leha tidur di hotel berbintang ,banyak orang diluar sana yang kelaparan dan tidak bisa memberi makan untuk anak-anaknya tapi lebih bnyak pula orang kaya sedang asyik menyantap berbagai makanan enak yang harganya selangit. Disaat banyak orang-orang miskin kedinginan karena pakaian yang tidak layak mereka pakai,namun banyak orang kaya yang berlebihan membeli pakaian bahkan tak jarang yang memesan baju dari para designer seharga 250.000 juta,dengan harga sebnyak itu seharusnya sudah dapat memberi makan orang-orang miskin yang kelaparan. Pemerintah harusnya lebih memperhatikan masalah yang seperti ini,pembukaan UUD 45 bahkan telah memberi amanat kepada pemerintah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan bangsa,harusnya orang-orang yang berada di pemerintahan lebih serius untuk memikirkan kepentingan bangsa yang memang sudah menjadi tanggung jawab mereka,tapi dari kasus-kasus yang sekarang ini tentang para anggota pemerintahan yang melakukan korupsi dapat menunjukan bahwa tidak sedkit dari mereka masih memikirkan kepentingannya masing-masing,uang dan biaya yang seharusnya untuk kemakmuran masyarakat dimakan oleh mereka sendiri.Kalaupun pada akhirnya mereka mendapatkan hukuman itu bukanlah “hukuman” yang sebenarnya,banyak dari mereka masih tetap hidup mewah
walaupun mereka dalam kurungan penjara yang seharusny memebuat mereka jera.Islam mengajarkan agar masingmasing dari kita memiliki kepekaan sosial. Agar mau memanfaatkan rezeki dari pendapatan,kekayaan,kepintaran dan kemampuannya untuk kepentingan bersama. Bahkan kita sebagai manusia juga diharuskan untuk saling tolong menolong kepeda sesamanaya. Namun dalam kenyataanya,semua itu hanyalah mimpi semu dan kenyataan yang tak pernah menjadi nyata…..Karena sampai sekarang disekitar kita masih banyak anak-anak terlantar,pengemis,dan
kelaparan yang merajalela. Masih segudang orang miskin yang mengaharapkan bantuan dari tangan orang yang berhati dermawan,bukan hanya bantuan materil semata tapi juga keadilan,kemakmura,perlakuan baik dan segudang hak-hak mereka sebagai manusia dan warga Negara Indonesia yang pantas mereka dapatkan seperti layaknya orang lain,bukan hanya memandang sebelah mata kepada mereka.
Kesenjangan sosial dipengaruhi beberapa faktor yaitu : a.
kemiskinan
Menurut Robert Chambers bahwa inti kemiskinan terletak pada kondisi yang disebut deprivation trap atau perangkap kemiskinan. Perangkap itu terdiri dari: 1. Kemiskinan itu sendiri 2. Kelemahan fisik 3. Keterasingan atau kadar isolas 4. Kerentaan 5. Ketidakberdayaan. Ciri-ciri kebudayaan kemiskinan atau pemikiran kemiskinan: 1. 2. 3. 4. 6. 7. 8. 9.
Fatalism rendahnya tingkat aspirasi rendahnya kemauan mengejar sasaran kurang melihat kemajuan pribadi 5. perasaan ketidak berdayaan/ketidakmampuan Perasaan untuk selalu gagal Perasaan menilai diri sendiri negative Pilihan sebagai posisi pekerja kasar, dan Tingkat kompromis yang menyedihkan. Kemiskinan merupakan penyebab utama dari terjadinya kesenjangan sosial yang banyak di dalam masyarakat. b. Sempitnya lapangan pekerjaan
Sempitnya lapangan pekerjaan menjadi foktor kesenjangan karena dengan lapangan pekerjaan yang sempit sehingga banyak pengangguran serta berdampak pada perekonomian yang rendah.Pemecahan dan Solusi Kesenjangan Sosial Di Indonesia. Meminimalis (KKN) dan memberantas korupsi dalam upaya meningkatan kesejahter masyarakat. Pemerintah telah membentuk suatu lembaga yang bertugas memberantas (KKN) di Indonesia. Indonesia telah mulai berbenah diri namun dalam beberapa kasus soal korupsi KPK dinilai masih tebang pilih dalam menindak masalah korupsi. Misalnya kasus tentang bank century belum menemukan titik terang dan seolah-olah mengakiri kasus itu. Pemerintah harus selalu berbenah diri karena dengan meminimaliskan (KKN) yang terjadi mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan dana yang ada.Meningkatkan system keadilan di Indonesia serta melakukan pengawasan yang ketat terhadap mafia hukum. Masih banyak mafia hukum merajarela di Indonesia itu yang semakin membuat kesenjangan sosial di Indonesia makin mencolok. b. Krisis Demokrasi Pengertian Demokratisasi Demokratisasi adalah suatu perubahan baik itu perlahan maupaun secara cepat kearah demokrasi. Demokratisasi
ini menjadi tuntutan global yang tidak bisa dihentikan. Jika demokratisasi tidak dilakukan, maka bayaran yang harus diterima adalah balkanisasi, perang saudara yang menumpahkan darah, dan kemunduran ekonomi dengan sangat
parah
(BJ
Habibie
2005).
Demokratisai disuatu system pemerintahan memerlukan proses yang tidaklah mudah. Pada saat perubahan terjadi, selalu ada orang yang tidak ingin melakukan perubahan terus menerus, atau ada manusia yang tidak mampu menyesuaikan diri.Dalam kontes demokratisasi, peran individu yang mampu menerima perubahan itu sangat penting. Untuk itulah, individu harus punya tanggung jawab. Apalagi globalisasi yang terus mendorong perubahan yagn tidak bisa ditahan oleh Negara manapun. Demokratisasi biasanya terjadi ketika ekspektasi terhadap demokrasi muncul dari dalam Negara sendiri, karna warga negaranya melihat system politik yang lebih baik, seperti yang berjalan dinegara demokrasi lain yang telah mapan, akan bisa juga dicapai oleh Negara tersebut. Dengan kata lain, pengaruh internasional dating sebagai sebuah inpirasi yang kuat bagi warga Negara didalam Negara itu. c. Masalah Primordialisme
Primordialisme adalah sebuah pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya. Etimologi
Primordialisme berasal dari kata bahasa Latin primus yang artinya pertama dan ordiri yang artinya tenunan atau ikatan.Ikatan seseorang pada kelompok yang pertama dengan segala nilai yang diperolehnya melalui sosialisasi akan berperan dalam membentuk sikap primordial. Di satu sisi, sikap primordial memiliki fungsi untuk melestarikan budaya kelompoknya. Namun, di sisi lain sikap ini dapat membuat individu atau kelompok memiliki sikap etnosentrisme, yaitu suatu sikap yang cenderung bersifat subyektif dalam memandang budaya orang lain. Mereka akan selalu memandang budaya orang lain dari kacamata budayanya. Hal ini terjadi karena nilai-nilai yang telah tersosialisasi sejak kecil sudah menjadi nilai yang mendarah daging (internalized value) dan sangatlah susah untuk berubah dan cenderung dipertahankan bila nilai itu sangat menguntungkan bagi dirinya. Terdapat 2 jenis etnosentris yaitu: 1. etnosentris infleksibel yakni suatu sikap yang cenderung bersifat subyektif dalam memandang budaya atau tingkah laku orang lain, 2. Etnosentris fleksibel yakni suatu sikap yang cenderung menilai tingkah laku orang lain tidak hanya berdasarkan sudut pandang budaya sendiri tetapi juga sudut pandang budaya lain. Tidak selamanya primordial merupakan tindakan salah. Akan tetapi bisa disaja dinilai sebagai sesuatu yang mesti dipertahankan. Dalam sudut pandang ajaran (ritual) misalnya. Perilaku primordialisne merupakan unsur terpenting, saat memberlakukan ajaran intinya. Primordialisme
Salah satu konsekuensi dari kenyataan adanya kemajemukan masyarakat atau diferensiasi sosial adalah terjadinya primordialisme, yaitu pandangan atau paham yang menunjukkan sikap berpegang teguh pada hal-hal yang sejak
semula melekat pada diri individu, seperti suku bangsa, ras, dan agama. Primordialisme sebagai identitas sebuah golongan atau kelompok sosial merupakan faktor penting dalam memperkuat ikatan golongan atau kelompok yang bersangkutan dalam menghadapi ancaman dari luar. Namun, seiring dengan itu, primordialisme juga dapat membangkitkan prasangka dan permusuhan terhadap golongan atau kelompok sosial lain.Primordialisme dapat terjadi karena faktor-faktor berikut : a. Adanya sesuatu yang dianggap istimewa oleh individu dalam suatu kelompok atau perkumpulan sosial b. Adanya suatu sikap untuk mempertahankan keutuhan suatu kelompok atau kesatuan sosial dari ancaman luar c. Adanya nilai-nilai yang berkaitan dengan sistem keyakinan, seperti nilai keagamaan dan pandangan hidup.
Primordialisme muncul dalam diri setiap orang. Karena sangat manusiawi sekali dan tidak akan terlepas dari rasa tersebut. Primordialisme yang tinggi biasanya muncul kepada seseorang yang tengah melakukan suatu perantauan ke kota besar. Contohnya, seseorang merantau dari Sumatra ke Jakarta. Seseorang tersebut pastinya akan tetap memiliki rasa cinta terhadap daerahnya meskipun sudah berada di Jakarta. Salah satu faktornya adalah adanya semangat seperti ini, meskipun jauh-jauh dari desa, tetapi bisa menaklukkan ibu kota. Apalagi jika seseorang yang tengah merantau tersebut sukses dan berhasil di ibu kota. Primordialisme pun semakin tertanam dalam diri. Seakan menampik pribahasa kacang lupa akan kulitnya. Pastinya mereka tidak melupakan daerah kelahirannya. Bahkan akan semakin bangga dan ingin menunjukkan bahwa putra daerah pun bisa maju dan berhasil. Ragam cara orang mengejawantahkan sikap dari primordialisme itu sendiri. Contoh nyata seperti halnya di kalangan mahasiswa. Apalagi jika berada di kampus yang terdiri dari banyak mahasiswa dari berbagai daerah. Bisa kita bayangkan pula jika semangat fanatik dalam primordialisme muncul dalam pemilihan presiden. Misalnya, presiden terpilih adalah berasal dari Kalimantan. Maka orang non-Kalimantan tidak akan menerima presiden tersebut, karena bukan berasal dari daerahnya. Bahkan tidak menutup kemungkinan menekan habis-habisan terhadap kinerja presiden dan bersikap radikal. Selalu menganggap salah dan salah, tidak ada benarnya dalam roda pemerintahan. Semua itu dilatarbelakangi karena tadi. Presiden tersebut bukan berasal dari daerahnya.Primordialisme fanatik mengajak orang untuk bagaimana caranya agar daerahnya tetap eksis. Sebuah doktrin untuk mau tidak mau daerahnya yang mesti muncul dan terdepan. Ego yang memang sangat tidak baik bagi membina suatu persatuan bernegara. Bagaimana negara bisa sukses di mata dunia (eksternal), di internalnya pun belum sukses. Sibuk sikut sana, sikut sini. Padahal jika setiap daerah/suku adalah keluarga.
d. Tantangan Ideologi
Nama ideologi berasal dari kata ideas dan logos. Idea berarti gagasan,konsep,sedangkan logos berarti ilmu. Pengertian ideologi secara umum adalahsekumpulan ide, gagasan, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dansistematis dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan keagamaan.Ciri-ciri ideologi adalah sebagai berikut :1. Mempunyai derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dankenegaraan.2. Oleh karena itu,
mewujudkan suatu asas kerohanian, pandanagn dunia,pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara diamalkandilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankandengan kesediaan berkorban.Fungsi ideologi menurut beberapa pakar di bidangnya : 1. Sebagai sarana untuk memformulasikan dan mengisi kehidupan manusiasecara individual. (Cahyono, 1986) 2. Sebagai jembatan pergeseran kendali kekuasaan dari generasi tua (foundingfathers) dengan generasi muda. (Setiardja, 2001) 3 Sebagai kekuatan yang mampu member semangat dan motivasi individu,masyarakat, dan bangsa untuk menjalani kehidupan dalam mencapai tujuan. (Hidayat, 2001) e. Solodaritas Sosial
Solidaritas adalah integrasi, dan tingkat dan jenis integrasi, yang ditunjukkan oleh masyarakat atau kelompok dengan orang dan tetangga mereka.Hal ini mengacu pada hubungan dalam masyarakat yang mengikat orang kepada sesamanya. Istilah ini umumnya digunakan dalam sosiologi dan yang lain ilmu-ilmu sosial Menurut Émile Durkheim , jenis-jenis solidaritas sosial berkorelasi dengan jenis masyarakat. Durkheim memperkenalkan istilah "mekanik" dan "solidaritas organik" sebagai bagian dari teorinya tentang perkembangan masyarakat di Divisi Perburuhan dalam Masyarakat (1893). Dalam masyarakat menunjukkan solidaritas mekanik, kohesi dan integrasi berasal dari homogenitas orang-orang merasa terhubung melalui kerja sama, pelatihan pendidikan dan agama, dan gaya hidup. Mesin solidaritas biasanya beroperasi dalam masyarakat skala "tradisional" dan kecil. Dalam masyarakat sederhana (misalnya, suku ), solidaritas biasanya didasarkan pada kekerabatan ikatan jaringan keluarga. Organik solidaritas berasal dari saling ketergantungan yang timbul dari spesialisasi kerja dan saling melengkapi antara orang-perkembangan yang terjadi pada "modern" dan "industri" masyarakat. Definisi: adalah kohesi sosial berdasarkan individu telah ketergantungan satu sama lain dalam masyarakat yang lebih maju. Meskipun individu melakukan tugas yang berbeda dan sering memiliki nilai yang berbeda dan bunga, ketertiban dan solidaritas masyarakat sangat tergantung pada ketergantungan mereka pada satu sama lain untuk melakukan tugas tertentu mereka. Organik di sini adalah mengacu pada saling ketergantungan dari bagian komponen. Jadi, solidaritas sosial dipertahankan dalam masyarakat yang lebih kompleks melalui saling ketergantungan bagian komponennya (misalnya, petani memproduksi makanan untuk memberi makan para pekerja pabrik yang memproduksi traktor yang memungkinkan petani untuk memproduksi makanan).
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Industrialisasi merupakan suatu gejala yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pembangunan karena merupakan mesin dalam peningkatkan pertumbuhan ekonomi. Industrialisasi merupakan proses peralihan dari satu bentuk masyarakat tertentu, menuju masyarakat industrial modern. Industrialisasi pada suatu masyarakat berarti pergantian teknik produksi dari cara yang masih tradisional ke cara modern, yang terkandung dalam revolusi industri. Dalam hal ini terjadi proses transformasi, yaitu suatu perubahan masyarakat dalam segala segi kehidupannya (Dharmawan). Kesenjangan Sosial Adanya kesenjangan sosial yang semakin hari semakin memprihatinkan membuat banyak orang makin amburadul,khususnya di lingkungan perkotaan. Orang-orang desa yang merantau dikotapun ikut terkena
dampak dari hal ini,memang benar kalau dikatakan bahwa “ Yang kaya makin kaya,yang miskin makin miskin”. Demokratisasi adalah suatu perubahan baik itu perlahan maupaun secara cepat kearah demokrasi. Demokratisasi
ini menjadi tuntutan global yang tidak bisa dihentikan. Jika demokratisasi tidak dilakukan, maka bayaran yang harus diterima adalah balkanisasi, perang saudara yang menumpahkan darah, dan kemunduran ekonomi dengan sangat parah (BJ Habibie 2005). Primordialisme adalah sebuah pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat-istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertamanya. Nama ideologi berasal dari kata ideas dan logos. Idea berarti gagasan,konsep,sedangkan logos berarti ilmu. Pengertian ideologi secara umum adalahsekumpulan ide, gagasan, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dansistematis dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan keagamaan.Ciri-ciri ideologi adalah sebagai berikut Solidaritas adalah integrasi, dan tingkat dan jenis integrasi, yang ditunjukkan oleh masyarakat atau kelompok dengan orang dan tetangga mereka.Hal ini mengacu pada hubungan dalam masyarakat yang mengikat orang kepada sesamanya. Istilah ini umumnya digunakan dalam sosiologi dan yang lain ilmu-ilmu sosial
B. Daftar Pustaka link-geo.blogspot.com/2009/08/ dampak - pembangunan pembangunan-industri.html
http://link-geo.blogspot.com/search/label/Industri http://id.wikipedia.org/wiki/Industrialisasi
http://www.scribd.com/doc/24582045/Pengertian-dan-Fungsi-Ideologi http://didietpratama.blogspot.com/2011/02/pengertian-demokratisasi-dan.html http://id.wikipedia.org/wiki/Primordialisme http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Solidarity
source: http://ibrahim-sulaiman.blogspot.com/2012/03/dampak-pembangunan-dan-industrialisasi.html (akses 21okt14 pk.13.52)
tentang konversi lahan pertanian
Konversi lahan daerah Tol Trans-Jawa Barat
Nama: Yeni Agustien Harahap NRP : I34090029 Dosen: 1. Dr. Ekawati Sri Wahyuni 2. Ir. Murdianto, MS.
Asisten: Dyah Ita Mardiyaningsih, S.P., M Si DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRAK
Konversi lahan pertanian yang mengakibatkan masalah terhadap petani dalam kasus Tol TransJawa Menggerus Lahan Pertanian. Akan mengonversi 655.400 hektar lahan pertanian. Pembangunan jalan tol trans-Jawa sepanjang 652 kilometer dari Cikampek, Jawa Barat sampai Surabaya, Jawa Timur memakan 4.264 lahan di luar lahan perkebunan dan kehutanan yang sebagian besar sawah. Padahal pulau Jawa yang luas daratannya hanya 6,5 persen dari daratan Indonesia memasok 43 persen kebutuhan pangan nasional. Tingkat konversi lahan pertanian dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Pengaruh dari faktor internal adalah ketergantungan lahan, sedangkan faktor eksternal adalah berupa pengaruh dari
pembangunan fasilitas jalan dan industry. Pengalokasian lahan juga berakibat pada lingkungan lahan pertanian. Akan mengakibatkan berkurangnya lahan sawah untuk ditanami padi dan mempersempit daerah pertanian. Menjadikan beras Nasional semakin berkurang dan mengakibatkan penghasilan petani menjadi berkurang.
Kata kunci: konversi, lahan pertanian, petani
ABSTRACT
Conversion of agricultural land resulting in problems of farmers in the case of Trans-Java Toll Agricultural Land eroded. Will convert 655,400 hectares of agricultural land. Development of the Trans Java highway along the 652 kilometers from Cikampek, West Java to Suraba ya, East Java 4264-consuming land outside the plantation and forestry land, mostly rice fields. Though the island of Java’s land area is only 6.5 percent of Indonesia’s land to supply 43 percent of national food requirement. Farmland conversion rate is influenced by external and internal factors. The influence of internal factors is the dependen ce of land, while external factors are of influence from the construction of roads and industrial facilities. The alloca tion of land also results in farmland environments. Will result in reduced paddy fields for rice and n arrow the area of agriculture. National rice makes less and less and resulted in farmers’ income to be reduced. Keyword: conversion, agricultural land, farmer. RINGKASAN
YENI AGUSTIEN HARAHAP. Konversi lahan daerah Tol Trans-Jawa Barat. Makalah ahir. Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan Dosen: Dr. Ekawati S ri Wahyuni dan Ir. Murdianto, MS. Beserta asisten praktikum: Dyah Ita Mardiyaningsih, S.P., M Si). Sesuai dengan permasalahan yang telah marak terjadi di sekitar kita tentang pertanian, kon versi lahan yang menjadi hal yang paling sering dihadapi. Konversi lahan pertanian daerah tol transJawa menggerus lahan pertanian. Alih fungsi lahan yang terjadi saat ini pada dasarnya terjadi akibat politik pembangunan yang tidak jelas arahnya dan tidak terintegrasi sehingga kebijakan pembangunannya cenderung pragmatis. Sering kali pembangunan di satu sektor mengorbankan sektor lain. Prinsipnya, apa yang menguntungkan saat ini, itulah yang dilakukan, tanpa pertimbangan jangka panjang. Oleh karena itu, wajar jika lahan-lahan subur kelas I, bahkan beririgasi, dengan cepat beralih fungsi menjadi kompleks industri, perumahan, atau hotel sebab dalam perhitungan jangka pendek, bisa jadi hal itu jauh menguntungkan secara ekonomis ketimbang untuk usaha pertanian. Di daerah Jawa Barat, laju konversi sawah irigasi rata-rata
5.000-7.000 hektar per tahun. Itu terjadi di Karawang, Bandung, Garut, dan Cianjur. Sementara sekitar 8.000 hektar sawah beririgasi di Bekasi berubah jadi areal industri dan perumahan. Perlu diketahui bahwa persyaratan-persyaratan kondisi tanah yang diperlukan untuk pengembangan pertanian, khususnya tanaman pangan, jauh lebih “rigid” dari pada untuk nonpertanian. Artinya, untuk keperluan pertanian tanaman pangan, alternatif lahan yang tersedia lebih sedikit dibandingkan untuk nonpertanian. Kalau ada yang cocok untuk pertanian, hampir dipastikan cocok pula untuk perumahan dan yang lainnya. Tapi, belum tentu sebaliknya. Konversi lahan pertanian untuk keperluan nonpertanian dapat dikatakan bersifat irreversible (tidak dapat balik). Artinya, jika ada lahan yang awalnya digunakan untuk pertanian, lalu dialihfungsikan untuk kompleks industri atau perumahan, lahan tersebut tidak dapat dialihfungsikan kembali untuk pertanian seperti pada awalnya. Di sinilah perlunya upaya-upaya serius untuk menjaga lahan yang cocok untuk pengembangan pertanian pangan agar tetap berfungsi sebagai lahan pertanian. Jangan sampai lahan-lahan yang cocok itu terus digusur untuk penggunaan nonpertanian, sementara usaha pertanian justru dialihkan ke tempat lain yang tandus. Terkait hal ini, gagasan untuk menetapkan adanya lahan pertanian abadi atau lahan pertanian pangan berkelanjutan sangatlah tepat. Berhubungan den gan permasalahan yang terjadi, mengakibatkan permintaan terhadap beras Nasional semakin berkurang dan masyarakat petani memperoleh imbas dari hal tersebut. Penghasilan petani semakin berkurang dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka akan semakin sulit. Kurangnya lahan pertanian dan sempitnya lahan menyebabkan taraf hidup petani akan berubah menjadi lebih buruk. Karena penghasilan masyarakat Jawa sebagian besar diperoleh dari bersawah dan ladang. Dari hal tersebut, sangat dibutuhkan peranan dari pemerintah untuk senantiasa bersikap tegas terhadap konversi lahan pertanian. Lebih menerapkan Undang-undang Agraria dan hukuman yang sesuai bagi pelaku konversi lahan. DAFTAR ISI
ABSTRAK.. i ABSTRACT. i DAFTAR ISI. iii DAFTAR TABEL.. iv DAFTAR GAMBAR.. v BAB I PENDAHULUAN.. 1 1.1 Latar Belakang. 1 1.2 Perumusan Masalah. 2 1.3 Tujuan. 3
1.4 Kegunaan. 3 BAB II PEMBAHASAN.. 4 2.1 Konsep Agraria. 4 2.2 Konversi Lahan. 5 2.3. Dampak Negatif konversi lahan pertanian. 6 2.4.Pengaturan/ Pengendalian Konversi Lahan Pertanian ke Non Pertanian. 8 BAB III. 8 PENUTUP. 8 3.1. Kesimpulan. 8 DAFTAR PUSTAKA.. 9
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Alih fungsi lahan sawah di Jawa yang terus berlangsung dan sulit dihindari, berdampak serius terhadap penyediaan beras nasional. Lahan pertanian yang semulanya berfungsi sebagai sektor pertanian berubah fungsi menjadi lahan nonpertanian, seperti kompleks perumahan, kawasan industri, kawasan perdagangan, dan sarana publik dapat menimbulkan dampak negatif secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Bagi ketahanan pangan nasional, konversi lahan sawah merupakan ancaman yang serius, mengingat konversi lahan tersebut sulit dihindari, sementara dampak yang ditimbulkan terhadap masalah pangan bersifat permanen, kumulatif, dan progresif. Di Indonesia, angkanya memang sangat mencengangkan. Selama tahun 2000-2002, luas konversi lahan sawah yang ditujukan untuk pembangunan nonpertanian, seperti kawasan perumahan, industri, perkantoran, jalan, dan sarana publik lainnya rata-rata sebesar 110.160 hektar per tahun (Sutomo, 2004). Ini berarti, terdapat sekitar 3000 hektar sawah per hari yang beralih fungsi ke nonpertanian. Di daerah Jawa Barat, laju konversi sawah irigasi rata-rata 5.0007.000 hektare per tahun. Itu terjadi di Karawang, Bandung, Garut, dan Cianjur. Sementara sekitar 8.000 hektare sawah beririgasi di Bekasi berubah jadi areal industri dan perumahan. Konversi lahan dapat diartikan sebagai perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri (Utomo dkk, 1992).
Menurut Kustiawan (1997), alih fungsi lahan berarti alih fungsi atau mutasi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Sejalan dengan itu Sinaga (2006), mengartikan alih fungsi lahan sebagai transformasi dalam bentuk pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya, namun secara terminology dalam kajian land economic, pengertiannya terutama difokuskan pada proses dialihfungsikannya lahan dari lahan pertanian ke bentuk penggunaan lainnya, khususnya dalam sektor industri. Menurut Zarmawis Ismail (2000:8), ”Sebagaimana diketahui, bahwa problema kemiskinan bersifat multi dimensional, karena pada umumnya kondisi kemiskinan selain berhubungan dengan persoalan-persoalan struktural (seperti ketersediaan sarana dan prasarana) dan ekonomi, juga berkaitan dengan masalah-masalah non ekonomi, seperti masalah sosio-kultural”. Konversi lahan merupakan konsekuensi logis dari peningkatan aktivitas dan jumlah penduduk serta proses pembangunan lainnya. Menurut statistika BPS (1989) setiap tah un kita kehilangan sampai sekitar 10.000 hektar sawah yang berpengairan.[1] Tahun 2008, luas lahan pertanian yang tersisa di Indonesia adalah sebesar 7,7 juta hektar dengan laju konversi 110.000 hektar sawah pertahun.[2] Konversi lahan pada dasarnya merupakan hal yang wajar terjadi, namun pada kenyataannya konversi lahan menjadi masalah karena terjadi di atas lahan pertanian yang masih produktif. Berbagai peraturan telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk membatasi terjadinya fenomena alih fungsi lahan, namun upaya ini tidak banyak berhasil karena adanya kemudahan untuk merubah kondisi fisik lahan sawah, peraturan yang bertujuan untuk mengendalikan konversi lahan secara umum hanya bersifat himbauan dan tidak dilengkapi sanksi yang jelas, serta ijin konversi merupakan keputusan kolektif sehingga sulit ditelusuri pihak mana yang bertanggung jawab atas pemberian ijin konversi lahan (Irawan et. al., 2000).[3] 1.2 Perumusan Masalah
Lahan pertanian semakin tergusur. Rencana proyek pembangunan jalan tol trans-Jawa dalam kontek kebutuhan nasional merupakan sebuah rencana pembangunan yang sembrono dan cenderung serampangan. Di dalamnya seolah tidak dibuat skala prioritas dahulu mana kebutuhan primer dan mana yang sekunder. Pola pembangunan semacam ini jelas menyalahi sistem dan etika pembangunan. Sebab, dengan tidak dipetakannya kebutuhan dan prioritas kepentingan, pembangunan justru akan menimbulkan dampak negatif yang sangat destruktif. Ahli-ahli hendak membangun, tetapi justru merusak. Dengan adanya konversi lahan persawahan di daerah Jawa untuk dijadikan jalan tol-trans Jawa, akan mengakibatkan lahan sawah di Indonesia berkurang, menyebabkan pendapatan petani berkurang dan berdampak serius terhadap penyediaan beras Nasional. Barangkali ini sebuah ancaman bagi kelangsungan pangan di Indonesia. Lahan pertanian, yang merupakan ujung tombak bagi ketahanan pan gan dalam negeri, kini mulai tergerus. Seperti yang diberitakan Kompas (17/11/2008) menerangkan bahwa pembangunan jalan tol trans-Jawa sepanjang 652 kilometer dari Cikampek, Jawa Barat sampai Surabaya, Jawa Timur memakan 4.264 lahan di luar lahan perkebunan dan kehutanan yang sebagian besar sawah. Padahal pulau Jawa yang luas daratannya hanya 6,5 persen dari daratan Indonesia memasok 43 persen kebutuhan pangan nasional. Alih fungsi lahan yang terjadi saat ini pada dasarnya terjadi akibat politik pembangunan yang tidak jelas arahnya dan tidak terintegrasi sehingga kebijakan pembangunannya cenderung pragmatis. Dalam hal ini sangat diperlukan
ketegasan dari pemerintah dan perencanaan dalam membuat peta penggunaan lahan yang sesuai dengan potensi dan daya dukungnya, yang selanjutnya bisa dijadikan dasar dalam bagi Rencana Umum Tata Ruang (RUTR). Dengan adanya RUTR tersebut akan lebih memudahkan pemerintah dalam mengetahui lahan yang cocok untuk pengemban gan pertanian. Pembangunan jalan tol trans-Jawa akan menimbulkan perubahan-perubahan tersendiri bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Berdasarkan hal tersebut, maka masalah yang akan dikaji dalam makalah ini adalah: 1. Bagaimana konsep pendekatan untuk mengatasi konversi lahan di daerah yang teralokasi? 2. Apakah perlu kebijakan berupa undang-undang terhadap konversi lahan di daerah-daerah yang teralokasi?
1.3 Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk : 1) Mengetahui dan menganalisis resiko terhadap konversi sawah yang berakibat kepada masyarakat petani di daerah Jawa yang di sekitar pembangunan trans-Jawa. 2) Mengetahui cara mengatasi masalah tersebut. memandang prosfek masa depan pertanian ke depannya tanpa harus memikirkan keadaan sesaat saja. Dan lebih mengerti dengan kebutuhan wilayah Jawa dengan menggunakan akal sehat yang dapat memikirkan kebutuhan masyarakat banyak. 1.4 Kegunaan
Kegunaan penelitian ini yaitu sebagai masukan dan pertimbangan bagi pemerintah dan perusahaan, pada saat menghadapi risiko dan mengambil suatu keputusan. Sebagai masukan bagi pembaca untuk memperluas wawasan dan menambah informasi sekaligus untuk membantu petani-petani yang selalu menjadi imbas dari semua masalah ini. Serta tulisan ini bertujuan untuk memenuhi tugas ahir saya di semester tiga dalam mata kuliah Berfikir Menulis Ilmiah. Kiranya tulisan saya ini memberikan manfaat bagi setiap kalangan yang membacanya.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Konsep Agraria
Sitorus (2002) mengemukakan bahwa konsep agraria merujuk pada berbagai hubungan antara manusia dengan sumber-sumber agraria serta hubungan antar manusia dalam rangka penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria. Sitorus (2002) juga mengemukakan bahwa subjek agraria dapat dibedakan menjadi tiga yaitu komunitas, pemerintah dan swasta. Masing-masing subjek agraria tersebut memiliki hubungan yang d apat dilihat melalui gambar berikut: Gambar. 1. Lingkup Hubungan-Hubungan Agraria (Sumber: Sitorus 2002)
Keterangan: Hubungan teknis agraria Hubungan sosio agrarian 2.2 Konversi Lahan
Utomo dkk (1992) mendefenisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan berarti perubahan/ penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Sihaloho (2004) membagi konversi lahan kedalam tujuh pola atau tipologi, yaitu: 1. Konversi gradual berpola sporadis; dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu lahan yang kurang/ tidak produktif dan terdesakan ekonomi pelaku konversi. 2. Konversi sistematik berpola ‘enclave’ dikarenakan lahan kurang produktif, sehingga konversi dilakukan secara serempak untuk meningkatkan nilai tambah. 3. Konversi lahan sebagai respon atas pertumbuhan penduduk (population growth driven land conversion); lebih lanjut disebut konversi adaptasi demografi, dimana dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, lahan terkonversi untuk memenuhi kebutiuhan tempat tinggal. 1. Konversi yang disebabkan oleh masalah so cial (social problem driven land conversion); disebabkan oleh dua faktor yakni keterdesakan ekonomi dan perubahan kesejahteraan. 2. Konversi tanpa beban; dipengaruhi oleh faktor keinginan untuk mengubah hidup yang lebih baik dari keadaan saat ini dan ingin keluar dari kampung 1. Konversi adaptasi agraris; disebabkan karena keterdesakan ekonomi dan keinginan untuk berubah dari masyarakat dengan tujuan meningkatkan hasil pertanian. 2. Konversi multi bentuk atau tanpa bentuk; konversi dipengaruhi oleh berbagai faktor, khususnya faktor peruntukan untuk perkantoran, sekolah, koperasi, perdagangan, termasuk sistem waris yang tidak dijelaskan dalam konversi demografi.
Sumaryanto (1994) dalam Furi (2007) memaparkan bahwa jika suatu lokasi terjadi konversi lahan pertanian, segera lahan-lahan disekitarnya akan terkonversi dan sifatnya cenderung progresif. Kegunaan dari lahan itu sendiri dapat dianalisis dalam tiga aspek yaitu (1) Kesesuaian, (2) Kemampuan, dan (3) Nilai Lahan. Kesesuaian menyangkut satu penggunaan tertentu/ penggunaan khusus. Sebagai contoh, kesesuaian untuk lapangan golf, perkebunan kelapa sawit, padi, dan sebagainya. Kemampuan menyangkut serangkaian/ sejumlah penggunaan. Sebagai contoh, untuk pertanian, kehutanan, atau rekreasi. Jadi ruang lingkupnya lebih luas. Gambar 1.1 Pentahap an dalam Evaluasi Lahan Secara Tidak Langsun g (Dimodif ikasi dari Mc Rae dan Burnham , 1981) 2.3. Dampak Negatif konversi lahan pertanian
Pembangunan jalan tol trans-Jawa sepanjang 652 kilometer dari Cikampek hingga Surabaya dianggap kunci perkembangan ekonomi di Pulau Jawa, khususnya sektor industri. Para perencana dan pengambil keputusan menganggap, saat ini prasarana transportasi jalan raya tidak mendukung perkembangan industri untuk bersaing global. Kondisi jalan raya di Pulau Jawa dianggap penghambat daya saing sektor industri. Namun, apakah pembangunan jalan tol transJawa menjadi solusi terbaik perkembangan ekonomi di Pulau Jawa? Tol trans-Jawa akan mengonversi 655.400 hektar lahan pertanian. Di titik ini, kebijakan mengenai konversi lahan pertanian dan kehutanan menjadi berhenti sebagai macan kertas saja. Membangun Tanpa Arah. Di daerah Jawa Barat, laju konversi sawah irigasi rata-rata 5.000 -7.000 hektar/ tahun. Terjadi di Karawang, Bandung, Garut, dan Cianjur. Sementara sekitar 8.000 hektar sawah beririgasi di Bekasi berubah jadi areal industri dan perumahan. Membangun pabrik, rumah, jalan, pasar, dan fasilitas lainnya sudah pasti membutuhkan lahan. Di sini, penting sekali adanya kebijakan politik
pembangunan yang terarah, terpadu, dan konsisten. Saat ini, ilmu perencanaan pengembangan wilayah sudah maju pesat. Kalau ada yang cocok untuk pertanian, hampir dipastikan cocok pula untuk perumahan dan yang lainnya. Tapi, belum tentu sebaliknya. Sangat logis bahwa semakin tinggi produktivitas lahan sawah yang terkonversi, semakin tinggi pu la kerugian yang terjadi. Berdasarkan data empiris selama ini, kerugian itu berupa hilangnya kesempatan kapasitas untuk memproduksi padi antara 4,5 – 12,5 ton hektar/ tahun, tergantung pada kualitas lahan sawah yang bersangkutan. Angka-angka ini merupakan kerugian yang sifatnya langsung. Dampak negatif lain akibat konversi lahan lahan sawah merupakan akibat lanjutan dari rusaknya ekosistem sawah. Mengakibatkan pendapatan petani akan semakin sedikit dan akan mengalami kesulitan untuk membiayai kebutuhan sehari-harinya. Pada saat yang sama, terjadi pula perubahan budaya dari masyarakat agraris ke budaya urban. Yang mengakibatkan peningkatan kriminalitas. Oleh karena kriminalitas pada hakekatnya juga merupak an biaya social yang harus ditanggung oleh komunitas yang bersangkutan maka hal itu berarti net social benefit turun. Sampai saat ini memang belum ada suatu penelitian yang secara komprehensif mengkaji persoalan ini. Tabel 1. Perkiraan Luas Sawah di Pulau Jawa Beralih Fungsi ke Penggunaan Lain Propinsi
Periode
Total (Ha)
Hektar/ tahun
Jawa Barat
1987-1991
37 033
7 046
Jawa Tengah
1981-1986
40 327
6 721
Yogyakarta
1986-1990
2 910
224
Jawa Timur
1987-1993
57 996
8 285
Sumber: Sumaryanto dan Suhaeti, 1997. Tabel 2. Konversi Lahan Sawah Selama Periode 2000 – 2002 Berdasarkan Hasil Sensus Pertanian 2003
Jawa
Konversi lahan sawah
Alokasi penggunaan
(000
% thd luas sawah
Non pertanian
ha/th)
2002
55.72
1.68
(29.68) Luar Jawa
132.01
2.98
Pertanian bukan sawah
43.60
12.12
(78.25)
(21.75)
66.56
65.45
(70.32) Indonesia
187.73
2.42
(100.00)
(50.42)
(49.58)
110.16
77.57
(58.68)
(41.32)
Keterangan: ( ) = persentase Sumber: Sutomo, 2004 (diolah)
2.4.Pengaturan/ Pengendalian Konversi Lahan Pertanian ke Non Pertanian
Dalam konversi lahan pertanian terdapat beberapa aturan, antara lain: 1. Peraturan Menteri Dalam Negeri no.5 Tahun 1974 t entang Ketentuan – ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah untuk Kepe rluan Perusahaan. 2. Keppres No. 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri, antara lain ditegaskan bahwa untuk kawasan industri tidak boleh menggunakan tanah sawah dan tanah pertanian subur lainnya. Dalam pelaksanaannya, larangan ini telah diberlakukan pula untuk perumahan, jasa dan lain sebagainya. 3. Keppres No. 33 Tahun 1990 tentang Penggunaan Tanah Kawasan Industri 4. Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Penyediaan Tanah Untuk Pembangunan bagi Ke pentingan Umum
BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan
Setelah terjadinya konversi lahan, akan mengakibatkan banyaknya lahan pertanian yang berubah fungsi dan semakin sedikitnya lahan yang dapat digunakan untuk bersawah. Seperti di daerah Jawa Barat, laju konversi sawah irigasi rata-rata 5.000-7.000 hektar/ tahun. Itu terjadi di Karawang, Bandung, Garut, dan Cianjur. Sementara sekitar 8.000 hektar sawah beririgasi di Bekasi berubah jadi areal industri dan perumahan. Membangun pabrik, rumah, jalan, pasar, dan fasilitas lainnya sudah pasti membutuhkan lahan. Di sini, penting sekali adanya kebijakan politik pembangunan yang terarah, terpadu, dan konsisten. Hal ini juga mengakibatkan taraf hidup rumahtangga petani yang diukur melalui tingkat pendapatan rumahtangga, kondisi tempat
tinggal, tingkat pendidikan, kondisi kesehatah, dan tingkat kepemilikan asset mengalami perubahan.
DAFTAR PUSTAKA
Furi, D.R. 2007. Implikasi Konversi Lahan Terhadap Aksebilitas Lahan dan Kesejahteraan Masyarakat Desa. [Sripsi] Fkultas Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Pasandaran, Effendi. 2006. Alternatif Kebijakan Pengendalian Konversi Lahan Sawah Beririgasi di Indonesia dalam Jurnal Litbang Pertanian 25(4) 2006. Irawan, B. 2005. Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya, dan Faktor Determinan. Forum Agro Ekonomi 23(1): 1-18. Sihaloho, Martua. 2004. Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria. [Tesis] Fakultas Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sitorus, MT. F. 2002: Lingkup Agraria dalam Menuju Keadilan Agraria: 70 Tahun Gunawan Wiradi, Penyunting Endang, Suhendar et al. Yayasan AKATIGA, Bandung. Ismail Z.2000.Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Perkampungan Kumuh Di Yogyakarta: Kasus Kelurahan Keparakan.Jakarta: Puslitbang Ekonomi dan Pembangunan-LIPI (PEP-LIPI). Pakpahan, A. Sumaryanto, S. Friyatno. 1994. Analisis Kebijaksanaan Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian. Laporan Penelitian Tahun I, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian – Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Utomo, M., Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir. 1992. Pembangunan dan Alih Fungsi Lahan. Lampung: Universitas Lampung.
Aldrich, F. T. (1981). Land use data and their acquisition. In Lounsbury, J.F., Sommers, L.M. and Fernald, E.A. (Eds). Land Use. A Spatial Approach. Kendall/ Hunt Publ. Co. Dubuque, lowa, USA. Pp. 79-95.
[1] Sediono M.P. Tjondronegoro. 1998. Keping-Keping Sosiologi dari Pedesaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. [2] Hermas E. Prabowo. Penyusunan Lahan Isu Utama Ketahanan Pangan.KOMPAS, 4 Oktober 2008. http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/10/04/0145356/penyusunan.lahan.isu.utama.ketahanan. pangan. [diakses tanggal 21 Desember 2010] [3] Fahmuddin Agus. 2004. Konversi dan Hilangnya Multifungsi Lahan Sawah. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Source: http://yeniagustienhrp.wordpress.com/2011/05/25/makalah-tentang-konversi-lahanpertanian/ (akses 21okt14 pk.13.55)
Penerapan industri hijau minimalisir dampak negatif pembangunan industri
Sumber: Antaranews.com Jakarta (ANTARA News) - Penerapan industri hijau dapat meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan pembangunan industri baik dari skala makro maupun mikro. "Tuntutan industri berwawasan lingkungan menjadi isu pen ting dan mutlak untuk segera dilaksanakan guna tercapainya efisiensi produksi serta mengasilkan produk ramah lingkungan," kata Kepala Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI) Kementerian Perindustrian Arryanto Sagala dalam acara Launching Penghargaan Industri Hijau 2014 di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa. Arryanto menjelaskan, meskipun pembangunan industri berdampak positif terhadap pembangunan nasional, namun sektor industri juga berdampak negatif terhadap lingkungan. Dari skala makro, pembangunan industri ini menyebabkan ketimpangan dan tergesernya lahan pertanian, hingga eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan sehingga menyebabkan investor enggan berinvestasi. "Ketimpangan ini terlihat dari mayoritas kawasan industri yang terlampau besar berkemban g di Pulau Jawa. Sedangkan beralihnya lahan pertanian bisa dilihat dari kota Karawang yang awalnya lumbung beras saat ini menjadi kawasan industri," kata dia. Sedangkan dari skala mikro, pembangunan sektor industri ini menyebabkan degradasi kualitas lingkungan sebagai akibat pemanfaatan sumber daya yang tidak efisien dan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah industri. "Apalagi dengan kondisi semakin terbatasnya sumber daya alam terutama sumber daya alam tidak terbarukan, krisis energi dan menurunnya daya dukung lingkungan," kata dia. Arryanto mengatakan saat ini penerapan industri h ijau masih bersifat sukarela. Namun pada akhirnya ketika seluruh infrastruktur pendukung industri hijau dan p elaku industri telah siap, maka standar industri hijau akan diberlakukan secara wajib. Kementerian Perindustrian sendiri secara rutin memberikan penghargaan industri hijau kepada perusahaan yang bisa menerapkan praktik industrialisasi ramah lingkungan seperti mengurangi emisi gas rumah kaca dan pengolahan limbah yang aman. Pemberian penghargaan industri hijau yang telah dilakukan sejak 2010 itu sebagai langkah persiapan bagi pelaku industri ke depan untuk dapat menerapkan standar industri hijau yang saat ini sedang disusun pemerintah. Editor: Fitri Supratiwi
Source: http://www.kemenperin.go.id/artikel/8803/Penerapan-industri-hijau-minimalisir-dampaknegatif-pembangunan-industri (akses 21okt14 pk.13.56)
10/04/2012
Mari belajar ‘Bertani’ Aloha! Jumpa lagi dengan saya…. R.i.e.z.k.a T.i.n.g T.i.n.g, di jendela website kesayangan anda! riezka135.wordpress.com *kedip kedip mata* ;)
Wilayah Kabupaten Karawang, yang dikenal sebagai Kota Lumbung Padi kali ini topiknya agak berbeda, karena saya ingin membahas yang lain dari biasanya! hmm, coba saya mau tanya.. Apa kabupaten yang mendapat julukan sebagai kota Lumbung Padi ? Yap! Karawang. Bangga sekali rasanya menjadi salahsatu bagian dari kota Lumbung Padi. Dan amat menyenangkan bila saya bisa berkontribusi lebih banyak disana, home sweet home, home, tanah kelahiran sekaligus tempatku tumbuh dan belajar selama 14tahun (karena setelah itu saya sekolah dan kuliah bandung). n_n bandung). n_n check this out! :) out! :)
1. Intensifikasi Pertanian
Intensifikasi pertanian adalah pengolahan lahan pertanian yang ada dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan berbagai sarana. Intensifikasi pertanian banyak dilakukan di Pulau Jawa dan Bali yang memiliki lahan pertanian sempit. Pada awalnya intensifikasi pertanian ditempuh dengan program panca usaha tani, tani, meliputi kegiatan sebagai berikut : Panca Usaha Tani :
1. Pengolahan tanah yang baik 2. Pengairan/irigasi yang teratur 3. Pemilihan bibit unggul 4. Pemupukan 5. Pemberantasan hama dan penyakit tanaman Seiring dengan perkembangan, perkembangan, Panca Usaha Tani kemudian berubah menjadi Sapta Usaha Tani: dengan penambahan 6. Pasca Panen dan Panen dan 7. Pemasaran. Pemasaran.
pengairan yang teratur menyemprot hama 2. Ekstensifikasi Pertanian
Adalah usaha meningkatkan hasil pertanian dengan cara memperluas lahan pertanian baru,misalnya membuka hutan dan semak belukar, daerah sekitar rawa-rawa, dan daerah pertanian yang belum dimanfatkan. Selain itu, ekstensifikasi juga dilakukan dengan membuka persawahan pasang surut. Ekstensifikasi pertanian banyak dilakukan di daerah jarang penduduk seperti di luar Pulau Jawa, khususnya di beberapa daerah tujuan transmigrasi, seperti Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. 3. Diversifikasi Pertanian
Adalah usaha penganekaragaman jenis usaha atau tanaman pertanian untuk menghindari ketergantungan pada salah satu hasil pertanian. Diversifikasi pertanian dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : Memperbanyak jenis kegiatan pertanian, misalnya seorang petani selain bertani juga beternak ayam dan beternak ikan. Memperbanyak jenis tanaman pada suatu lahan, misalnya pada suatu lahan selain ditanam jagung juga ditanam padi ladang. 4. Mekanisasi Pertanian
penggunaan mesin pertanian modern Adalah usaha meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan mesin-mesin pertanian modern. Mekanisasi pertanian banyak dilakukan di luar Pulau Jawa yang memiliki lahan pertanian luas. Pada program mekanisasi pertanian, tenaga manusia dan hewan bukan menjadi tenaga utama. 5. Rehabilitasi Pertanian
Adalah usaha memperbaiki lahan pertanian yang semula tidak produktif atau sudah tidak berproduksi menjadi lahan produktif atau mengganti tanaman yang sudah tidak produktif menjadi tanaman yang lebih produktif. Sebagai tindak lanjut dari program-program tersebut, pemerintah menempuh langkah-langkah sebagai berikut: Memperluas,memperbaiki dan memelihara jaringan irigasi yang meluas di seluruh wila yah Indonesia Menyempurnakan sistem produksi pertanian pangan melalui penerapan berbagai paket program yang diawali dengan program Bimbingan Masal (Bimas) pada tahun 1970. Kemudian disusul dengan program intensifikasi Masal (Inmas), Intensifikasi Khusus (Insus) dan Supra Insus yang bertujuan meningkatkan produksi pangan secara berkesinambungan. Membangun pabrik pupuk serta pabrik insektisida dan pestisida yang dilaksanakan untuk menunjang proses produksi pertanian. Usaha-usaha meningkatkan hasil pertanian dapat dilakukan antara lain dengan cara : Membangun gudang-gudang, pabrik penggilingan padi dan menetapkan harga dasar gabah Memberikan berbagai subsidi dan insentif modal kepada para petani agar petani dapat meningkatkan produksi pertaniannya. Menyempurnakan sistem kelembagaan usaha tani melalui pembentukan kelompok tani, dan Koperasi Unit Desa (KUD) di seluruh pelosok daerah yang b ertujuan untuk memberikan motivasi produksi dan mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi para petani. DAMPAK POSITIF REVOLUSI HIJAU
Produksi padi dan gandum meningkat sehingga pemenuhan pangan (karbohidrat) meningkat. Sebagai contoh: Indonesia dari pengimpor beras mampu swasembada. PERMASALAHAN DAN DAMPAK NEGATIF 1. Penurunan produksi protein, dikarenakan pengembangan serealia (sebagai sumber karbohidrat) tidak diimbangi pengembangan pangan sumber protein dan lahan peternakan diubah menjadi sawah. 2. Penurunan keanekaragaman hayati. 3. Penggunaan pupuk terus menerus m enyebabkan ketergantungan tanaman pada pupuk. 4. Penggunaan peptisida menyebabkan munculnya hama strain baru yang resisten.
daftar pustaka : BahanEdukasi.net, Biologi-Revolusi Hijau. ~*~ Baca Juga: Riezka, Salahsatu Finalis Puteri Padi Karawang
Source: https://riezka135.wordpress.com/tag/intensifikasi-pertanian-adalah/ (akses 21 okt 14 pk.14.15)
Rabu, 21 Mei 2014 LAPORAN ILMIAH
Eksternalitas Proyek Pembangunan Bandara di Karawang
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Saat ini pemerintah sedang gencar untuk membuat proyek dalam rangka untuk me ningkatkan laju pembangunan nasional. Maka perekonomian nasional secara otomatis akan meningkat. Dalam rangka membuat sebuah proyek kita membutuhkan faktor produksi yang terdiri dari modal, tenaga kerja, enterpreneurship dan Sumber Daya Alam. Be rdasarkan faktor produksi yang dibutuhkan tersebut diharapkan bisa mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Tetapi disisi lain sumber daya alam yang tersedia lama-kelamaan akan berkurang yang akhirnya bisa menjadi langka. Ini akan terj adi apabila pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia tidak dikelola dengan bijaksana, oleh karena itu kita memerlukan Manajemen Sumber Daya Alam. Dalam membuat sebuah proyek hal yang harus diperhatikan adalah kita harus menganalisa terlebih dahulu dampak apa saja yang akan diakibatkan dari diadakannya proyek tersebut atau bisa dibilang eksternalitasnya terhadap lingkungan. Karena apabila suatu lingkungan tercemar maka akan berpengaruh pada kegiatan manusia dan berdampak negatif terhadap keseimbangan ekosistem. Berarti biaya yang akan dikeluarkan oleh perusahaan menjadi bertambah. Hal ini menjadikan proyek tersebut tidak efisien dan apabila perusahaan sudah mengetahui solusi untuk mengendalikan eksternalitas yang dihasilkan, diharapkan perusahaan bisa melaksanakannya sebaik mungkin dan tidak menjadi sebuah teori analisa semata. Salah satu proyek yang akan dikembangkan oleh pemerintah adalah proyek pembangunan bandara. Karena saat ini perkembangan mobilitas masyarakat Indonesia dan kemajuan teknologi semakin meningkat menyebabkan kebutuhan bandar udara menjadi semakin penting. Apalagi dengan bertambahnya daerah-daerah baru (provinsi/kabupaten/kotamadya) hasil pemekaran, kebutuhan transportasi antarpulau, antardaerah, atau antarpropinsi menjadi hal yang sangat diperlukan. Salah
satunya sudah muncul wacana dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dengan mengisyaratkan akan dibangun dua bandara baru di Jawa Barat. Di Jabodetabek memang sudah ada Bandara S oekarnoHatta, namun bandara tersebut hanya memiliki dua landas pacu. Jika dilihat dari peningkatan jumlah penumpang, maka sudah saatnya bandara di Jabodetabek harus bersifat multi-airport, yang pada akhirnya dipilih lokasinya di Karawang. Untuk itu dalam makalah ini saya mencoba untuk mengkaji dan mengumpulkan beberapa hasil informasi kecil yang mampu memberikan gambaran eksternalitas dari pembangunan sebuah bandara. Berikut kami sajikan sebuah makalah yang saya beri judul “Eksternalitas Proyek Pembangunan Bandara di Karawang”.
1.2 Rumusan Masalah Masalah yang dirumuskan adalah eksternalitas positif dan negatif yang dihasilkan dari proyek pembangunan bandara.
1.3 Maksud dan Tujuan Penulisan Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada pembaca agar mengetahui dampak yang diakibatkan dari sebuah proyek pembangunan bandara.
1.4 Manfaat Penulisan 1. Menyediakan informasi dan data dasar mengenai sumber dan eksternalitas proyek pembangunan bandara terhadap kelestarian alam. 2. Memberikan sumbangan informasi bagi bahan mata kuliah Manajemen Sumber Daya Alam khususnya topik eksternalitas. 3. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam berpikir dan bekerja secara ilmiah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Eksternalitas Eksternalitas adalah suatu dampak yang harus diterima oleh suatu pelaku ekonomi karena kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi lainnya. Eksternalitas yang dihasilkan bisa positif atau negatif. Dengan kata lain eksternalitas adalah dampak dari tindakan satu pihak te rhadap pihak lain atau biasa disebut dalam ekonomi adalah net cost atau benefit. Eksternalitas positif terjadi saat kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok memberikan manfaat pada individu atau ke lompok lainnya (Sankar, 2008). Misalnya, pendidikan akan meningkatkan produkstivitas sehingga akan meningkatkan pendapatan. Adapun eksternalitas negatif terjadi saat kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok memberikan dampak yang membahayakan bagi orang lain. Misalnya polusi pabrik alumunium yang mengakibatkan resiko kesehatan bagi yang menghirup.
2.1.1
Jenis Eksternalitas Eksternalitas itu dapat terjadi dari empat interaksi ekonomi berikut ini (Pearee dan Nash, 1991; Bohm, 1991) :
1. Efek atau dampak satu produsen terhadap produsen lain (effects of producers on other producers). 2. Efek atau dampak samping kegiatan produksi terhadap konsumen (effects of producers on consumers). 3. Efek atau dampak dari suatu konsumen terhadap konsumen lain (effects of consumers on other consumers). 4. Efek atau dampak suatu konsumen terhadap produsen (effects of consumers on producers). Menurut Hartwick dan Olewiler (1998) eksternalitas terbagi menjadi : 1. Eksternalitas Private Eksternalitas yang melibatkan beberapa individu dan tidak melimpahkan kepada orang lain. 2. Eksternalitas Publik Eksternalitas yang terjadi ketika barang publik dikonsumsi tanpa pembayaran yang tepat.
2.1.2
Hubungan antara Eksternalitas dan Sumber Daya Alam Eksternalitas dianggap bermanfaat apabila menyebabkan barang dan jasa yang dihasilkan terlalu sedikit dan dianggap berbiaya ketika menyebabkan barang dan jasa yang dihasilkan terlalu banyak. Dalam kaitannya dengan Sumber Daya Alam, apabila eksternalitas cenderung negatif maka eksternalitas yang akan menyebakan alokasi Sumber Daya yang tidak efisien.
Teorema Coase Suatu pendapat bahwa jika pihak-pihak swasta dapat melakukan tawar-menawar mengenai alokasi sumber-sumber daya tanpa harus mengeluarkan biaya, mereka dapat menyelesaikan masalah eksternalitas mereka sendirinya. Pada ke nyataannya solusi yang dilakukan oleh pihak swasta terkadang tidak mampu menyelesaikan masalah akibat ekster nalitas karena adanya biaya transaksi.
2.1.3
Efisiensi alokasi Sumber Daya dan minimalisasi eksternalitas Memperbaiki hak kepemilikan Sumber Daya Alam dari yang bersama jadi private. Maka mempunyai kecenderungan untuk terawat dan terpelihara.
Internalisasi upaya untuk internalkan dampak jadi lebih memikirkan apa yang akan terjadi.
Koreksi dengan pajak jika mencemarkan lingkungan harus membayar pajak.
Memfungsikan pasar, suatu produk yang tidak berhubungan langsung dengan konsumen tolak.
Memberikan insentif untuk pengelolaan lingkungan yang baik pemberian penghargaan/perlombaan (kelipatan).
2.1.4
Kompleksitas Eksternalitas
Masalah ini memang rumit.
Masalah ini rumit dan banyak yang terlibat maka semakin rumit.
Masalah yang menyangkut publik perlu intervensi publik (pemerintah) melalui pengaturan publik.
2.1.5
Kebijakan Publik Mengenai Eksternalitas Regulasi Pemerintah dapat mengatasi eksternalitas dengan melarang atau mewajibkan perilaku tertentu dari pihak-pihak tertentu. Misalnya saja untuk mengatasi kebiasaan membuang limbah beracun ke sungai, yang biaya sosialnya lebih besar daripada keuntungan yang didapat, pemerintah dapat menyatakannya sebagai tindakan kriminal dan akan mengadili ser ta menghukum pelakunya. Dalam kasus ini pemerintah menggunakan regulasi atau pendekan komando dan kontrol untuk melenyapkan eksternalitas tadi.
Pajak Pigovian dan subsidi. Pajak pigovian adalah pajak yang diberlakukan untuk memperbaiki dampak-dampak dari suatu eksternalitas negatif, dan sebaliknya memberi subsidi untuk kegiatan-kegiatan yang memunculkan eksternalitas positif.
2.2 Pesawat Udara Pesawat terbang adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara, bersayap tetap, dan dapat terbang dengan tenaga sendiri. Secara umum istilah pesawat te rbang sering juga disebut dengan pesawat udara atau kapal terbang atau cukup pesawat dengan tujuan pendefenisian yang sama sebagai kendaraan yang mampu terbang di atmosfer atau udara. Namun dalam dunia penerbangan, istilah pesawat terbang berbeda dengan pesawat udara, istilah pesawat udara jauh lebih luas pengertiannya karena telah mencakup pesawat terbang dan helikopter.
2.2.1
Kategori dan klasifikasi pesawat udara
1. Lebih berat dari udara Pesawat udara yang lebih berat dari udara disebut aer odin, yang masuk dalam kategori ini adalah autogiro, helikopter, girokopter dan pesawat ter bang/pesawat bersayap tetap. Pesawat bersayap tetap umumnya menggunakan mesin pembakaran dalam yang ber upa mesin piston (dengan baling-baling) atau mesin turbin (jet atau turboprop) untuk menghasilkan dorongan yang menggerakkan pesawat, lalu pergerakan udara di sayap menghasilkan gaya dorong ke atas, yang membuat pesawat ini bisa terbang. Sebagai pengecualian, pesawat bersayap tetap juga ada yang t idak menggunakan mesin, misalnya glider, yang hanya menggunakan gaya gravitasi dan arus udara panas. Helikopter dan autogiro menggunakan
mesin dan sayap berputar untuk menghasilkan gaya dorong ke atas, dan helikopter juga menggunakan mesin untuk menghasilkan dorongan ke depan. 2. Lebih ringan dari udara Pesawat udara yang lebih ringan dari udara disebut aerostat, y ang masuk dalam kategori ini adalah balon dan kapal udara. Aerostat menggunakan gaya apung untuk terbang di udara, sepe rti yang digunakan kapal laut untuk mengapung di atas air. Pesawat udara ini umumnya menggunakan gas seperti helium, hidrogen, atau udara panas untuk menghasilkan gaya apung tersebut. Perbedaaan balon udara dengan kapal udara adalah balon udara lebih mengikuti arus angin, sedangkan kapal udara memiliki sistem propulsi untuk dorongan ke depan dan sistem kendali.
2.2.2
Jenis pesawat
1. Berdasarkan desain
Balon udara
Kapal udara
Pesawat bersayap tetap Pesawat bersayap satu
o
Pesawat bersayap delta
Pesawat bersayap lipat
Sayap terbang
o
Pesawat bersayap dua
o
Pesawat bersayap tiga
Pesawat sayap berputar
o
Helikopter
o
Autogiro
2. Berdasarkan propulsi
Pesawat terbang layang (Glider)
Pesawat bermesin piston
Pesawat bermesin turbo propeler
Pesawat bermesin turbojet
Pesawat bermesin turbofan
Pesawat bermesin ramjet
3. Berdasarkan penggunaan
Pesawat eksperimental
Pesawat penumpang sipil
Pesawat angkut
Pesawat militer
2.3 Bandar Udara Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, se rta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.
Bandar udara memiliki peran sebagai: 1. Simpul dalam jaringan transportasi udara yang digambarkan sebagai titik lokasi bandar udara yang menjadi pertemuan beberapa jaringan dan rute penerbangan sesuai hierarki bandar udara; 2. Pintu gerbang kegiatan perekonomian dalam upaya pemerataanpembangunan, pertumbuhan dan stabilitas ekonomi sertakeselarasan pembangunan nasional dan pembangunan daerah yang digambarkan sebagai lokasi dan wilayah di sekitar bandar udara yang menjadi pintu masuk dan keluar kegiatan perekonomian; 3. Tempat kegiatan alih moda transportasi, dalam bentuk interkoneksi antar moda pada simpul transportasi guna memenuhi tuntutan peningkatan kualitas pelayanan yang terpadu dan berkesinambungan yang digambarkan sebagai tempat perpindahan moda transportasi udara ke moda transportasi lain atau sebaliknya; 4. Pendorong dan penunjang kegiatan industri, perdagangan dan/atau pariwisata dalam menggerakan dinamika pembangunan nasional, serta keterpaduan dengan se ktor pembangunan lainnya, digambarkan sebagai lokasi bandar udara yang memudahkan transportasi udara pada wilayah di sekitamya; 5. Pembuka isolasi daerah, digambarkan dengan lokasi bandar udara yang dapat membuka daerah terisolir karena kondisi geografis dan/atau karena sulitnya moda transportasi lain; 6. Pengembangan daerah perbatasan, digambarkan dengan lokasi bandar udara yang memperhatikan tingkat prioritas pengembangan daerah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia di kepulauan dan/atau di daratan; 7. Penanganan bencana, digambarkan dengan lokasi bandar udara yang memperhatikan kemudahan transportasi udara untuk penanganan bencana alam pada wilayah sekitarnya; 8. Prasarana memperkokoh Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara, digambarkan dengan titik-titik lokasi bandar udara yang dihubungkan dengan jaringan dan rute penerbangan yang mempersatukan wilayah dan kedaulatan Negara K esatuan Republik Indonesia. Bandar udara terdiri atas:
Bandar udara umum yaitu bandar udara yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umum.
Bandar udara khusus bandar udara yang hanya digunakan untuk melayani kepentingan sendiri untuk menunjang kegiatan usaha pokoknya. Berdasarkan rute penerbangan yang dilayani maka bandar udara dibagi menjadi 2 yaitu:
Bandar Udara Domestik adalah bandar udara yang ditetapkan sebagai bandar udara yang melayani rute penerbangan dalam negeri.
Bandar Udara Internasional adalah bandar udara yang ditetapkan sebagai bandar udara yang melayani rute penerbangnan dalam negeri dan rute pe nerbangan dari dan ke luar negeri.
2.4 Izin penetapan lokasi bandar udara Dasar Hukum :
Undang-Undang nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan;
Peraturan Pemerintah nomor 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan;
Peraturan Pemerintah nomor 70 Tahun 2001 Te ntang Kebandarudaraan;
Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 11 Tahun 2010 Tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional;
Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 48 Tahun 2002 Te ntang Penyelenggaraan Bandar Udara;
Peraturan Pemerintah nomor 6 Tahun 2009 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Departemen Pe rhubungan Penetapan lokasi dilakukan dengan memperhatikan :
1. Rencana induk nasional bandar udara; 2. Keselamatan dan keamanan penerbangan; 3. Keserasian dan keseimbangan dengan budaya setempat dan kegiatan lain terkait di lokasi bandar udara; 4. Kelayakan ekonomis, finansial, sosial, pengembangan wilayah, teknis pembangunan, dan pengoperasian; serta 5. Kelayakan lingkungan. Persyaratan : 1. Pembangunan bandar udara pusat penyebaran dan bandar udara bukan pusat penyebaran yang ruang udara di sekitarnya dikendalikan hanya dapat dilakukan setelah ditetapkan keputusan pelaksanaan pembangunan oleh Menteri; 2. Pembangunan bandar udara baru bukan pusat penyebaran yang ruang udara di sekitarnya tidak dikendalikan hanya dapat dilakukan setelahditetapkan keputusan pelaksanaan pembangunan oleh Bupati/Walikota; 3. Penyelenggaraan bandar udara melaksanakan pekerjaan pembangunan bandar udara opaling lambat 1 tahun sejak keputusan pelaksanaan pembangunan ditetapkan. Prosedur pengajuan permohonan : 1) Untuk memperoleh keputusan pelaksanaan pembangunan bandar udara mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan melampirkan :
Salinan keputusan penetapan lokasi;
Rencana induk bandar udara;
Bukti penguasaan tanah;
Dokumen rancangan teknis bandar udara yang meliputi rancangan awal dan rancangan teknis te rinci sesuai dengan standar yang berlaku;
Studi analisi mengenai dampak lingkungan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang.
2) Untuk memperoleh keputusan pelaksanaan pembangunan penyelenggara bandar udara mengajukan permohonan kepada Bupati/Walikota setempat dengan melampirkan : 1. Salinan keputusan penetapan lokasi; 2. Rencana induk bandar udara; 3. Bukti penguasaan tanah; 4. Pertimbangan teknis dari Gubernursebagai tugas dekonsentrasi; 5. Dokumen rancangan teknis bandar udara yang meliputi rancangan awal dan rancangan teknis te rinci sesuai dengan standar yang berlaku; 6. Studi analisi mengenai dampak lingkungan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang
3) Direktur Jenderal menyampaikan hasil evaluasi kepada Menteri selambat-lambatnya 30 hari kerja setelah dookumen diterima secara lengkap; 4) Menteri menetapkan pelaksanaan pembangunan dengan memper hatikan hasil evaluasi Direktur Jenderal selambat-lambatnya 14 hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap; 5) Bupati/Walikota menetapkan pelaksanaan pembangunan selambat-lambatnya 30 hari kerja setelah dokumen diterima secara lengkap.
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kasus Indonesia National Air Carriers Association (INACA), sebagai wadah asosiasi pengangkutan udara nasional, mendukung rencana pemerintah untuk membangun bandara baru untuk mengantisipasi lonjakan penumpang di masa depan. Menurut INACA, memang sudah waktunya ada bandara baru di Jabodetabek. Didorong oleh pertumbuhan penumpang rata-rata 15% per tahun dan ekonomi I ndonesia yang bertumbuh rata-rata 6% lebih, maka dalam waktu yang tidak lama lagi Bandara Soekarno-Hatta tidak bisa menampung lagi lonjakan penumpang meskipun sudah diadakan pe ngembangan. Jadi pembangunan bandara baru ini tepat untuk menjawab kebutuhan akan infrastruktur penerbangan. Jakarta sebagai salah satu kota tersibuk di dunia memang sudah sepantasnya memiliki lebih dari satu bandara. Dengan pertumbuhan penumpang seperti sekarang, diperkirakan pada tahun 2020 Bandara Soekarno-Hatta sudah tak mampu menampung penumpang lagi. Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono pada acara Indonesia Internatioanal Infrastructure Conference And Exhibition 2012 di Jakarta menawarkan, pengembangan proyek bandara Soekarno-Hatta di sekitar wilayah timur Jakarta yang direncanakan akan dibangun di Kabupaten Karawang. Untuk mendukung Bandara Soekarno-Hatta, kehadiran bandara baru di Karawang yang merupakan wilayah timur Jakarta diharapkan bisa mengimbangi arus perjalanan menuju bandara yang selama ini terpusat ke wilayah barat Jakarta. Besar kemungkinan pengerjaan proyek ini nantinya akan menggandeng pihak swasta dalam skema Public Private Partnership (PPP). Pemerintah akan membangun prasarana dari sisi udara (air side), sedangkan untuk swasta akan mengerjakan dari sisi darat (land side). Harapannya, proyek ini bisa segera ditender pada 2013 sehingga pada tahun 2015 bisa mulai dilakukan groundbreaking atau peletakan batu per tama.
Berdasarkan studi yang dilakukan pemerintah daerah Jawa Barat untuk membangun bandara tersebut dibutuhkan luas lahan 1.800 hektare dengan estimasi dana sebesar Rp5,8 triliun. Untuk pembangunan fasilitas lanjutan dibutuhkan lahan seluas 5.000 ha dengan estimasi dana mencapai Rp8,29 triliun dan diharapkan bisa segera rampung dalam jangka lima tahun dan bisa beroperasi mulai 2017. Bandara itu akan dibangun di atas 4.000 hektare hutan milik Perhutani.
3.2 Hasil Tinjauan Setelah saya mencari informasi mengenai proyek pembangunan bandar udara ini, saya telah menemukan bahwa sebenarnya rencana ini belum disetujui sepenuhnya oleh pemerintah daerah setempat. Menurut tata ruang daerah Jawa Barat menyatakan bahwa Karawang sebenarnya difungsikan sebagai lahan pertanian dan bukan untuk dialihfungsikan sebagai daerah industri. Kita semua telah mengetahui bahwa Karawang terkenal dengan julukan “Lumbung Padi”. Selain itu lahan yang akan digunakan sebagai tempat membangun bandara ini merupakan lahan milik Perhutani yang mempunyai fungsi sebagai lahan hijau tepatnya di Kecamatan Ciampel, Telukjambe Barat, Pangkalan, dan Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Karawang. Hal ini sangat berdampak terhadap lingkungan sekitar, secara ekonomis memang hal ini sangat berdampak baik untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.
3.2.1
Eksternalitas Negatif Dengan rencana pembangunan bandar udara ini ada beberapa eksternal negatif yang dihasilkan sebuah bandar udara khususnya terhadap sumber daya alam. Bandar udara menghasilkan beberapa polusi yang mencemarkan lingkungan. Polusi yang dihasilkan dari sebuah bandar udara diantaranya adalah :
A. Polusi Suara Kebisingan yang berpotensi menjadi polutan baik itu dilingkungan internal maupun eksternal bandar udara merupakan sesuatu yang dominan tidak disadari karena fungsinya yang begitu penting. Suara yang dihasilkan oleh suatu bandara dihasilkan dari setiap kegiatan yang menjadi rutinitas diantaranya : 1. Hold speaker (pengeras suara) Alat yang biasa digunakan untuk menyampaikan informasi, biasanya para pengunjung bandara merasa terganggu dari suara bising yang ditimbulkan alat ini, karena tingkat volume yang tidak stabil, akan lebih baik jika pihak bandara bisa menyesuaikan volume yang agar nyaman untuk didengar dan diterapkan konsisten. 2. Towbar Alat khusus yang dioperasikan saat pesawat hendak tinggal landasa atau take off. Alat ini menghasilkan suara yang sangat bising disebabkan oleh mesin yang menjadi power. 3. Engine pesawat terbang Mesin yang dihidupkan disaat pesawat terbang mem persiapkan kelengkapan untuk melakukan take off. Selain itu pesawat melakukan warming up te rhadap kesiapan mesin. Kebisingan yang ditimbulkan relatif besar dibandingkan dengan aktifitas bandara yang lain.
4. Suara sirine mobil operasional Suara yang dibunyikan ketika pesawat hendak melakukan persiapan take off. Suara yang sangat kencang dapat mengganggu orang yang tinggal di sekitar lingkungan tersebut. Akibatnya karena suara pesawat tersebut, orang yang tinggal di sekitar lingkungan tersebut dapat mengidap suatu penyakit atau dapat mengalami gejala stress,bahkan gila dan mengalami perubahan tekanan darah secara drastis, dan gangguan pada sistem pendengaran. Stress yang di derita karena orang yang tinggal di lingkungan tersebut merasakan ketidaknyamanan dan ketidaktenangan.Tingkat kebisingan yang di derita mereka sangatlah tinggi. Sehingga dampak yang paling nyata dari pencemaran suara tersebut adalah banyaknya orang yang mengalami tekanan darah tinggi dan gangguan pada sistem pendengaran. Dampak ini yang biasanya paling banyak di temui di kehidupan sehari – hari. Menurut penelitian, musik berirama keras, hingga 'berlimpah ruah' berdampak dramatik pada psikologi. Selain berakibat merusak gendang pendengaran, menurut Dr. Luther Te rry, mantan peneliti di Badan Bedah AS, yang melakukan penelitian adanya akibat negatif terkait suara yang bising, proses pendengaran melibatkan: kontruksi jantung, peredaran darah, meningkatkan kerja hati, pernafasan yang meningkat, menghambat penyerapan kulit dan tekanan kerangka otot, sistem pence rnaan berubah, aktivitas yang berhubungan dengan kelenjar yang memberi pertanda pada zat-zat kimia dalam tubuh termasuk darah dan air seni, efek keseimbangan organ. Juga keseimbangan efek perasa dan perubahan kimia di otak. Itu semua merupakan sebagian dari efek suara bising pada manusia. Terry juga mengungkapkan adanya efek negatif suara gaduh dalam perkembangan janin. Penelitian menemukan pula, kalau setelah terpapar suara berkekuatan tinggi, seperti suara pesawat yang tinggal landas atau tempat kerja y ang sangat ramai, tekanan darah meningkat hingga 30%. Pengaruh negatif bertambah dengan adanya kenyataan tekanan darah meningkat dalam tingkat yang tinggi, bahkan saat paparan suara bising berakhir. Cara menanggulangi polusi suara: 1. Mengatasi sumber kebisingan tersebut. 2. Untuk mengatasi kebisingan dikota, khususnya dijalan raya hendaknya para produsen kendaraan mengeluarkan standar kebisingan pada produknya.3. Memberikan peredam suara dan alat pelindung telinga. 4. Menanam tanaman berdaun rimbun di halaman rumah untuk meredam kebisingan. Tabel ambang batas kebisingan Tingkat Peruntukan kawasan/lingkungan kegiatan
kebisingan (A)
Peruntukan Kawasan
Perumahan dan pemukiman
55
Perdagangan dan jasa
70
Perkantoran dan perdagangan
65
Ruang terbuka hijau
50
Industri
70
Pemerintahan dan fasilitas umum
60
Rekreasi
70
Khusus : Bandar Udara-Stasiun Kerta api-
60 – 70
Pelabuhan laut-Cagar budaya Lingkungan Kegiatan Rumah sakit atau sejenisnya
55
Sekolah dan sejenisnya
55
Tempat ibadah dan sejenisnya
55
Sumber : KepMenLH No.48 Tahun 1996
Ukuran kebisingan Tingkat kebisingan No.
Kebisingan (dB)
1.
Batas pendengaran manusia
0
2.
Suara daun bergerak tertiup angin
20
3.
Bisikan lembut sejauh 3 feet
30
4.
Percakapan normal
5.
Suara mobil sejauh 15 feet
70
6.
Suara vakum cleaner
80
7.
Mesin pemotong rumput
90
55 – 60
8.
Suara mesin mobil pembersih salju
100
9.
Gergaji mesin
110
10.
Konser musik rock
120
11.
Pesawat terbang take off
12.
Petasan
150
13.
Shotgun ditembakan
170
130 – 150
B. Polusi Tanah dan air Banyak indikator yang dapat menunjukkan tingkat polusi atau pencemaran tanah dan air yang ada disekitar bandara. Berikut ini beberapa hal yang berpotensi menjadi sebuah polutan, diantaranya : 1. Limbah Padat
Sampah Organik yaitu limbah padat semi basah, berupa bahan-bahan organik yang mudah terurai oleh mikroorganisme.
Sampah Anorganik yaitu limbah padat anorganik atau organik cukup kering yang sulit terurai oleh mikroorganisme.
Sampah Dead Animal (binatang busuk) yaitu semua limbah yang berupa bangkai binatang yang tidak sengaja atau sengaja.
Sampah Abu yaitu limbah padat yang berupa abu, biasanya hasil pembakaran.
Sampah sapuan yaitu limbah padat hasil sapuan jalanan yang berisi berbagai sampah yang tersebar di jalanan.
Sampah industri yaitu semua limbah padat yang berasal dari buangan rumah tangga Bandara.
2. Limbah Cair
Sisa bahan bakar yaitu hasil tumpahan bahan bakar avtur yang merembes kedalam tanah.
Limbah cair domestik bandara yaitu limbah cair hasil buangan dari restiran, cafe, dan alat elektronik yang menghasilkan output limbah cair seperti AC dan lain-lain.
Air hujan yaitu limbah cair yang berasal dari aliran air hujan di atas permukaan tanah.
Limbah Oli alat operasional bandara yaitu hasil dari pembuangan setelah mesin dari alat operator bandara setelah diservis secara berkala.
a.
Pencemaran tanah Pencemaran tanah adalah keadaan dimana bahan kimia buatan manusia masuk dan mengubah lingkungan tanah alami. Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun ditanah. Zat beracun ditanah te rsebut dapat
berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya. Ambang batas (baku mutu) pencemaran tanah: 1. Indicator fisik Contoh indicator fisik yang menunjukan kualitas tanah, antara lain warna tanah, kedalaman lapisan atas tanah, kepadatan tanah, porositas dan tekstur tanah, dan endapan pada tanah. Berbagai polutan tanah dapat mer ubah sifat-sifat fisik tanah sehingga menurunkan kualitasnya. 2. Indicator kimia Nilai pH, salinitas, kandungan senyawa kimia organic, fosfor, nitrogen, logam berat, dan radio aktif merupakan contoh indicator kimia bagi tingkat polusi tanah. Nilai pH yang terlalu tinggi atau rendah dan salinitas serta kandungan berbagai senyawa kimia yang terlalu tinggi mengindikasikan telah terjadi polusi tanah.
Tabel ukuran standar pencemaran tanah
3. Indicator biologi Cacing tanah merupakan salah satu indicator biologi pada pengukuran tingkat polusi tanah keberadaan cacing tanah dapat meningkatkan kandungan nutrisi pada tanah yang akan menyuburkan tanah. Populasi cacing tanah dipengaruhi oleh kondisi tanah habitatnya, seperti kondisi suhu, kelembapan, pH, salinitas, aerasi dan tekstur tanah.
Dampak pencemaran tanah terhadap kesehatan tergantung jalur masuk ke dalam tubuh dan kerentanan populasi yang terkena. Kromium , berbagai macam pestisida dan herbisida merupakan bahan karsinogenik untuk semua populasi. Timbal sangat ber bahaya pada anak-anak, karena dapat menyebabkan kerusakan otak serta kerusakan ginjal. Merkuri (air raksa) dan siklodiena dikenal dapat menyebabkan kerusakan ginjal, dan m ungkin tidak bisa diobati, PCB dan siklodiena terkait pada keracunan hati, Organofosfat dan karmabat menyebabkan ganguan pada saraf otot. Ada beberapa macam dampak pada kesehatan seperti sakit kepala, pusing, letih, iritasi mata dan ruam kulit. Zat kimia diatas bila dosis yang bayak, menimbulkan pencemaran tanah dapat menyebabkan kematian. Pencemaran tanah juga dapat memberikan dampak terhadap ekosistem. Perubahan kimiawi tanah yang radikal dapat timbul dari adanya bahan kimia beracun/berbahaya bahkan pada dosis yang rendah sekalipun. Perubahan ini dapat menyebabkan perubahan m etabolisme dari mikroorganisme endemik dan antropoda yang hidup di lingkungan tanah tersebut. Akibatnya bahkan dapat memusnahkan beberapa spesies primer dari rantai makanan, yang dapat memberi akibat yang be sar terhadap predator atau tingkatan lain dari rantai makanan tersebut. Bahkan jika efe k kimia pada bentuk kehidupan terbawah tersebut rendah, bagian bawah piramida makanan dapat menelan bahan kimia asing yang lama-kelamaan akan terkonsentrasi pada makhluk-makhluk penghuni piramida atas. Banyak dari efek-efek ini terlihat pada saat ini, seper ti konsentrasi DDT pada burung menyebabkan rapuhnya cangkang telur, meningkatnya tingkat kematian anakan dan kemungkinan hilangnya spesies tersebut. Untuk mengatasi pencemaran tanah ada dua cara yang bisa dilakukan : 1. Remediasi Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi. Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, t anah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit. 2. Bioremediasi Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Menurut Dr. Anton Muhibuddin, salah satu mikroorganisme yang berfungsi sebagai bioremediasi adalah jamur vesikular arbuskular mikoriza (vam). Jamur vam dapat berperan langsung maupun tidak langsung dalam remediasi tanah. Berperan langsung, karena kemampuannya menyerap unsur logam dari dalam tanah
dan berperan tidak langsung karena menstimulir pertumbuhan mikroorganisme bioremediasi lain seperti bakteri tertentu, jamur dan sebagainya. b. Pencemaran air Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya (PP.No.82 tahun 2001).
Beberapa literatur menuliskan ciri air tercemar ini, diantaranya (Djajadiningrat, 1992), menyatakan bahwa badan air yang tercemar ditandai dengan warna gelap, berbau, menimbulkan gas, mengandung bahan organik tinggi, kadar oksigen terlarut rendah, matinya kehidupan di dalam air umumnya ikan dan air tidak lagi dapat dipergunakan sebagai bahan baku air minum Sedangkan menurut Wardana (1999), indikator atau tanda air telah tercemar adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui : 1. Perubahan pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH yang lebih besar akan bersifat basa, Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke sungai akan mengubah pH air yang pada akhirnya dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air. 2. Perubahan Warna, Bau dan Rasa Air Bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industri yang berupa bahan anorganik dan bahan organik seringkali dapat larut di dalam air. Apabila bahan buangan dari air limbah dapat larut dan terdegradasi maka bahan buangan dalam air limbah dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna air. Bau timbul akibat aktifitas mikroba dalam air merombak bahan buangan organik terutama gugus protein, secara biodegradasi menjadi bahan mudah menguap dan berbau. 3. Perubahan Suhu Air. Air Sungai suhunya naik mengganggu kehidupan hewan air dan organisme lainnya karena kadar oksigen yang terlarut dalam air akan turun ber samaan dengan kenaikan suhu. Padahal setiap kehidupan memerlukan oksigen untuk bernafas, oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara yang
secara lambat terdifusi ke dalam air, semakin tinggi kenaikan suhu air m akin sedikit oksigen yang terlarut di dalamnya. 4. Timbulnya Endapan, Koloidal dan bahan terlarut Bahan buangan industri yang berbentuk padat kalau tidak dapat larut sempurna akan mengendap didasar sungai dan dapat larut sebagian menjadi koloidal, endapan dan koloidal yang melayang di dalam air akan menghalangi masuknya sinar matahari sedangkan sinar matahari sangat diperlukan oleh mikroorganisme untuk melakukan proses fotosintesis. 5. Mikroorganisme Bahan buangan industri yang dibuang ke lingkungan perairan akan di degradasi oleh mikroorganisme, berarti mikroorganisme akan berkembang biak tidak menutup kemungkinan mikroorganisme pathogen juga ikut berkembang biak. Mikroorganisme pathogen adalah penyebab timbulnya berbagai macam penyakit. Usaha pencegahan pencemaran air ini bukan merupakan proses yang sederhana, tet api melibatkan berbagai faktor sebagai berikut: a. Air limbah yang akan dibuang ke perairan harus diolah lebih dahulu sehingga memenuhi standar air limbah yang telah ditetapkan pemerintah. b. Menentukan dan mencegah terjadinya interaksi sinergisma antarpolutan pemerintah. c.
Menggunakan bahan yang dapat mencegah dan menyerap minyak yang tumpah di perairan
d. Tidak membuang air limbah rumah tangga langsung ke dalam perairan. Hal ini untuk mencegah pencemaran air oleh bakteri. e. Limbah radioaktif harus diproses dahulu agar tidak mengandung bahaya radiasi dan barulah dibuang di perairan. f.
Mengeluarkan atau menguraikan deterjen atau bahan kimia lain dengan menggunakan aktifitas mikroba tertentu sebelum dibuang ke dalam perairan umum
C. Polusi Udara Pencemaran udara berhubungan dengan pencemaran atmosfer bumi. Indikator adanya potensi yang mampu mencemari udara dapat kita lihat dalam lalu lintas bandara dan juga objek yang ada di bandara tersebut. 1. Gas freon Air Conditioner Freon atau dalam istilah kimianya CFC, HFC dan HCFC (C -Chloro, F-Fluor, C-Carbon, HHydro). Chlor adalah gas yang merusak lapisan ozon sedangkan Fluo adalah gas yang menimbuulkan efek rumah kaca. Global warming potential (GWP) gas fluor dari freon adalah 510, artinya freon dapat mengakibatkan pemanasan global 510 kali lebih berbahaya dibandingkan CO2, sedangkan Atmosfer Life Time (ALT) dari freon adalah 15, artinya freon akan bertahan di atmosfer selama 15 tahun sebelum akhirnya terurai. Sedangkan AC yang berada di Bandara jumlah sangat banyak, itu berarti secara tidak langsung akan menambah tingkat intensitas pencemaran udara di sekitar bandara. Tabel standar polutan menurut EPA
2. Asap industri pengolahan makanan Proses pengolahan dan pemanasan seperti pada proses pengolahan makanan, daging, ikan dan lainnya. Bahan pencemar yang dihasilkan terutama asap, debu dan bau. 3. Limbah buangan industri pengolahan makanan Limbah yang dihasilkan dari instalasi pengolahan air buangan oleh industri kecil yang ada di dalam ruang lingkup bandara. Bahan pencemaran yang dihasilkan salah satunya H2s y ang menimbulkan bau busuk. 4. Limbah pembangunan Limbah yang dihasilkan dari proses pembangunan gedung, fasilitas dan jalanan bandara adalah asap dan debu. 5. Limbah pembakaran Limbah pembakaran dari hasil pembakaran sampah, pembakaran pada ke giatan pembersihan disekitar lingkungan bandara, kendaraan bermotor, dan lainnya. Limbah yang dihasilkan adalah asap, debu, grit (pasir halus) dan gas (CO dan NO). 6. Asap buangan kendaraan operasional bandar udara Gas CO yang dominan dihasilkan oleh alat operasional bandara terhadap asap buangannya sangat berpotensi menghasilkan polutan lebih banyak dibandingkan gas buangan yang berada diluar Bandara. 7. Hasil pembakaran avtur Hal ini dihasilkan oleh pesawat ketika melakukan persiapan untuk take off, warming up dan bahkan ketika pesawat berada diudara. 8. Lingkungan sekitar Keadaan udara yang ada dilingkungan sekitar Bandar Udara. Hal ini ikut berpengaruh terhadap lalu lintas transportasi pesawat. Misalnya saja di daerah Kalimantan yang sering terjadi kebakaran hutan, ini mengakibatkan pesawat menunda keberangkatannya karena jarak pandang yang pendek dan menambah pencemaran udara. Dari semua penyebab ini mengakibatkan beberapa efek yang sangat berpengaruh bagi kesehatan manusia. Berikut ini beberapa mekanisme biologis bagaimana polutan udara mencetuskan gejala penyakit:
a.
Timbulnya reaksi radang/inflamasi pada paru, m isalnya akibat PM atau ozon.
b. Terbentuknya radikal bebas/stres oksidatif, m isalnya PAH(polyaromatic hydrocarbons). c.
Modifikasi ikatan kovalen terhadap protein penting intraselular seperti enzim-enzim yang bekerja dalam tubuh.
d. Komponen biologis yang menginduksi inflamasi/peradangan dan gangguan system imunitas tubuh, misalnya golongan glukan dan endotoksin. e.
Stimulasi sistem saraf otonom dan nosioreseptor yang mengatur kerja jantung dan saluran napas.
f.
Efek adjuvant (tidak secara langsung mengaktifkan sistem imun) terhadap sistem sistem imunitas tubuh, misalnya logam golongan transisi dan DEP/diesel e xhaust particulate.
g. Efek procoagulant yang dapat menggangu sirkulasi darah dan memudahkan penyebaran polutan ke seluruh tubuh, misalnya ultrafine PM. h. Menurunkan sistem pertahanan tubuh normal (misal: dengan menekan fungsi alveolar makrofag pada paru). Pengaruh polusi udara terhadap kesehatan jangka pendek dan jangka panjang
o
Pengaruh jangka pendek Perawatan di rumah sakit, kunjungan ke Unit Gawat Darurat atau kunjungan rutin dokter, akibat penyakit yang terkait dengan respirasi (pernapasan) dan kardiovaskular.
o
Berkurangnya aktivitas harian akibat sakit.
o
Jumlah absensi (pekerjaan ataupun sekolah)
o
Gejala akut (batuk, sesak, infeksi saluran pernapasan)
o
Perubahan fisiologis (seperti fungsi paru dan tekanan darah)
Pengaruh jangka panjang
o
Kematian akibat penyakit respirasi/pernapasan dan kardiovaskular
o
Meningkatnya Insiden dan prevalensi penyakit paru kronik (asma, penyakit paru osbtruktif kronis)
o
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin
o
Kanker Sumber: WHO dan ATS (American Thoracic Society) 2005 Upaya mengurangi penyebab Polusi Udara dan GRK yang berasal dari sektor Transportasi sebagian besar sama dan sejalan dengan upaya upaya membuat pelayanan sektor Transportasi lebih baik dan lebih efisien, yaitu :
Kurangi melakukan perjalanan yang tidak perlu
Kurangi dan batasi pemakaian kendaraan pribadi, pribadi, shift/pindah kepada pemakaian Transportasi Masal
Tata ruang kota/wilayah yang lebih baik. Bandara harus jauh dari lingkungan perumahan agar tidak mengganggu kesehatan masyarakat sekitar . Sebab akibat akibat dari mesin pesawat terbang terhadap global warming dapat diminimalisir dengan cara mengontrol emisi CO2 (dengan mengurangi efesiensi pembakaran).
Kemajuan dan kecanggihan Teknologi diharapkan akan menyumbang kesuksesan terhadap pengurangan dampak Polusi Udara yang keluar dari mesin pesawat terbang.
Tingkatkan efisiensi dan performance mesin kendaraan
Gunakan bahan bakar yang lebih baik
Khusus penggunaan bahan bakar perlu di cermati hal-hal sebagai berikut :
Penggunaan Natural Gas sebagai bahan bakar kendaraan sangat baik untuk mengurangi GRK maupun Polusi Udara (karena pembakarannya lebih bersih,sedikit gas buang, dan rendah CO2)
Penggunaan Bio-Ethanol dan Bio-Methanol sebagai Bio-Energi yang berasal dari tumbuhan yang ditanaman secara berkelanjutan, sangat baik bagi mengurangi GRK maupun Polusi Udara (lebih sedikit meng-emisi NOx,CO,HC,Partikel).
Bio-diesel yang berasal dari tumbuhan yang ditanam secara berkelanjutan, sangat baik untuk mengurangi GRK, dan juga Polusi Udara.
Upaya perbaikan BBM yang berasal dari Fossil Fuel yang digunakan saat ini seperti mengurangi kandungan Sulphur dan melarang penggunaan Timbal/Pb, sangat bermanfaat untuk mengurangi Polusi Udara , namun relatif tidak berdampak untuk pengurangan GRK.
Penggunaan peralatan Katalik pada system pembuangan gas pada kendaraan bermanfaat untuk mengurangi Polusi Udara, namun tidak untuk GRK. Dalam ruangan bandara lebih baik meminimalkan pemakaian AC, pilihlah AC non-CFC dan hemat energi. Selain masalah polusi yang dihasilkan masalah pemilihan tempat y ang berada di sekitar lahan milik perhutani yang notabene berfungsi sebagai hutan untuk daerah tangkapan tangkapan hujan. Apabila lahan ini dialihfungsikan maka daerah Karawang akan kekeringan ketika datangnya musim kemarau.
3.2.2
Eksternal Positif Dengan dibangunnya sebuah bandar udara selain terdapat eksternalitas negative maka terdapat pula eksternalitas positif yang dihasilkan. Secara langsung berdampak kepada meningkatnya perekonomian masyarakat sekitar. Selain itu terbukanya lapangan kerja semakin banyak maka bisa mengurangi tingkat pengangguran. Dampak pengganda (multiplier effect), khususnya bagi masyarakat setempat, akan mendatangkan perubahan ekonomi seperti gaya dan pola hidup yang dipengaruhi dipengaruhi oleh pendapatan masyarakat. Karena mungkin saja akan banyak masyarakat yang beralih profesi ataupun memanfaatkan bandara sebagai lahan untuk me ncari penghasilan. Hal itu tentunya menguntungkan bagi lembaga perbankan, karena akan banyak masyarakat yang membutuhkan dana untuk membuka usaha baru, memperluas usahanya maupun menitipkan dana. Pe rbankan harus lebih jeli dan pintar untuk dapat mengembangkan bisnisnya. Keuntungan lain dibangunnya bandara itu, yaitu semakin bertambahnya para investor apalagi bandar udara yang akan dibangun berskala internasional maka investor dari luar negeri bisa dengan mudah akses ke daerah ini. Maka kawasan industri di kawasan Karawang, Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat, dan sekitarnya akan semakin berkembang ke skala internasional. Tentunya, tumbuhkembangnya industri kreatif yang menjadi program pemerintah turut terpacu. Pariwisata yang ada ikut berkembang dan bisa meningkatkan wisatawan yang datang. Keberadaan bandara baru tentu akan memberikan dampak kepada kegiatan perekonomian sekitar lokasi bandara. Dengan demikian, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) juga akan terdongkrak karena volume kegiatan ekonomi melonjak. Yang lebih penting pemerintah bisa memecahkan masalah mobilitas dan volume kendaraan yang semakin meningkat. Selama ini warga wilayah timur Jakarta yang
hendak ke Bandara Internasional Soekarno Hatta harus melewati Jakarta. Diharapkan, setelah Bandara Karawang jadi, kendaraan terpecah dan arus ke ndaraan tidak semuanya ke Jakarta.
BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Eksternalitas adalah suatu dampak yang harus diterima oleh suatu pelaku ekonomi dari kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi lainnya. Eksternalitas yang dihasilkan bisa positif atau negatif. Dalam kaitannya dengan SDA eksternalitas cenderung dianggap negatif karena menyebabkan alokasi sumber daya yang tidak efisien. Kebijakan yang publik bisa lakukan untuk mengatasi eksternalitas dengan cara regulasi, pajak pigovian dan subsidi. Pesawat terbang adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara, bersayap tetap, dan dapat terbang dengan tenaga sendiri. Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya. Untuk menetapkan lokasi Bandar udara diperlukan izin yang berdasarkan Undang-Undang nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, Peraturan Pemerintah nomor 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan, Peraturan Pemerintah nomor 7 0 Tahun 2001 Tentang Kebandarudaraan, Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 11 Tahun 2010 Tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional, Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 48 Tahun 2002 Tentang Penyelenggaraan Bandar Udara, dan Peraturan Pemer intah nomor 6 Tahun 2009 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang B erlaku Pada Departemen Perhubungan. Dengan rencana pembangunan bandar udara ini ada beberapa eksternal negatif yang dihasilkan sebuah bandar udara khususnya terhadap sumber daya alam. Bandar udara menghasilkan beberapa polusi yang mencemarkan lingkungan. Polusi yang dihasilkan dari sebuah bandar udara adalah polusi suara, tanah dan air, serta udara. Polusi Suara yang dihasilkan oleh suatu bandara dihasilkan dari setiap kegiatan yang menjadi rutinitas. Suara yang sangat kencang dapat mengganggu orang yang t inggal di sekitar lingkungan
tersebut. Akibatnya karena suara pesawat tersebut, orang yang tinggal di sekitar lingkungan tersebut dapat mengidap suatu penyakit atau dapat mengalami gejala stress,bahkan gila dan mengalami perubahan tekanan darah secara drastis, dan gangguan pada sistem pendengaran. Cara menanggulangi polusi suara yaitu dengan mengatasi sumber kebisingan tersebut, memberikan peredam suara dan alat pelindung telinga, dan menanam tanaman berdaun rimbun di halaman rumah untuk meredam kebisingan. Polusi tanah dan air yang dihasilkan akibat limbah yang dihasilkan oleh bandara yang be rasal dari restoran, café, pertokoan, perkantoran dan setiap ke giatan yang ada dibandara. Limbah yang dihasilkan berbentuk padat dan cair. Untuk mengatasi pencemaran tanah ada dua c ara yang bisa dilakukan dengan remediasi dan bioremediasi dan usaha pencegahan pencemaran air bisa dilakukan salah satunya dengan mengolah terlebih dahulu air limbah yang akan dibuang agar bisa memenuhi standar. Polusi Udara berhubungan dengan pencemaran atmosfer bumi. Indikator adanya potensi yang mampu mencemari udara dapat kita lihat dalam lalu lintas bandara dan juga objek yang ada di bandara tersebut, diantaranya asap industri pengolahan makanan, asap buangan kendaraan operasional bandar udara, hasil pembakaran avtur dan keadaan lingkungan sekitar. Pencemaran udara ini juga mempengaruhi kesehatan manusia dan menimbulkan penyakit. Diantaranya mengakibatkan beberapa penyakit pada saluran pernafasan, menyebabkan kanker dan mengganggu perkembangan janin. Untuk mengurangi pencemaran udara yang berasal dari sektor transportasi agar lebih baik dan efisien dengan mengurangi perjalanan yang tidak perlu, kurangi pemakaian kendaraan pribadi dan beralih ke kendaraan massal, bandara harus jauh dari lingkungan perumahan agar tidak mengganggu kesehatan masyarakat sekitar, memanfaatkan kemajuan teknologi agar bisa mengurangi dampak polusi yang keluar dari mesin pesawat, dan meningkatkan efisiensi serta performance mesin kendaraan. Dalam ruangan bandara lebih baik meminimalkan pemakaian AC, pilihlah AC non-CFC dan hemat energi. Sedangkan eksternalitas positif yang dihasilkan adalah meningkatnya perekonomian masyarakat sekitar, terbukanya lapangan kerja, mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Para investor akan lebih tertarik karena aksesnya lebih mudah dijangkau maka industry didaerah ini akan semakin berkembang. Untuk daerahnya itu sendiri maka tingkat Produk Domestik Regional Bruto (PRDB) juga akan meningkat. Pariwisata daerah menjadi lebih tereksplorasi dan semakin dikenal oleh masyarakat luas. Untuk skala yang lebih besar lagi pemerintah bisa memecah mobilitas dan volume kendaraan di Jakarta. Karena selama ini warga wilayah timur Jakarta yang hendak bepergian dengan pesawat ter bang harus melewati Jakarta dan membuat macet.
4.2 Saran Dari eksternalitas yang dihasilkan dari proyek ini ternyata lebih banyak menimbulkan banyak hal yang negatif bila di hubungkan dengan sumber daya alam. Sedangkan hal yang positif lebih sedikit dari yang dihasilkan namun sebenarnya cukup besar dampaknya terhadap perekonomian skala besar (pemerintah). Maka dari itu perusahaan y ang akan membangun proyek ini sebaiknya menyeimbangkan keuntungan ekonomi yang akan didapat dengan kerusakan sumber daya alam yang akan dihasilkan.
Berdasarkan rencana lokasi yang akan digunakan adalah diatas lahan perhutani. Hal inilah yang membuat pemda Karawang dan LSM lingkungan belum menyetujui proyek ini. Hal ini yang mengakibatkan beberapa eksternalitas negative meskipun rencananya bandara ini akan dibangun dengan konsep eco airport. Maka dari itu ber dasarkan kajian yang saya buat sebaiknya lokasi proyek ini dibangun di daerah yang jauh dari pemukiman dan tidak mengganggu lahan hijau. Serta menjalankan semua solusi untuk mengurangii eksternalitas negative yang dihasilkan dan tidak menjadi sebuah wacana semata agar eksternalitas positif yang dihasilkan pun terealisasikan.
DAFTAR REFERENSI
http://id.wikipedia.org/wiki/Bandar_udara http://id.wikipedia.org/wiki/Pesawat_udara http://www.lontar.ui.a.id/file?file=digital/132637-T%2027842-AnalisiskeberadaanTinjauan%20literatur.pdf http://bebasbanjir2025.wordpress.com/04-konsep-konsep-dasar/eksternalitas/ http://nuraini.staff.umm.ac.id/files/2010/01/EKSTERNALITAS-EKSTERNALITY1.ppt http://www.hubud.dephub.go.id/?id+izin+detail+4+5 http://id.wikipedia.org/wiki/Polusi_suara http://id.wikipedia.org/wiki/Pencemaran_air http://id.wikipedia.org/wiki/Pencemaran_tanah http://www.1miliarpohon.com/gogreen/pencemaran-tanah http://io.ppijepang.org/v2/index.php?option=com_k2&view=item&id=268:dampak-polusiudara-terhadap-kesehatan http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2012/01/indikator-pencemaran-air.html http://lsmpelanginusantara.blogspot.com/2012/02/cara-pengelolaan-air-mencegah.html http://kumpulankaryasiswa.wordpress.com/2011/09/18/penyebab-dampak-negatif-serta-carapencegahan-polusi-udara-di-bandara/ https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:FkPN0uN1DREJ:eprints.undip.ac.id/27611/1/018 8-ba-ft2009.pdf+standar+polutan+air+oleh+bandara&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEEShUHK3nGjSse -EauHLTPizNM7KyncSwu1zyshzurFwCDrWRfRZiYhkshd6p7aOEWZlC7Z209S3EY2CA4YnBtKVpoQgD6v8FBKssWFEn8VFUPJO9uiKntVT1di7954fPaOPu90&sig=AHIEtbSr2xUEzCsvpv66iHhYiUQF7H0 V4A http://hend-learning.blogspot.com/2009/04/polusi-pencemaran-lingkungan.html http://diamondthatha.blogspot.com/2011/01/polusipenyebabdampakdan-pencegahannya.html http://www.businessnews.co.id/ekonomi-bisnis/dampak-pembangunan-bandar-udara-baru.php http://www.hd.co.id/info-kesehatan/polusi-suara http://finance.detik.com/read/2012/08/30/135452/2003276/4/80-lahan-perhutani-akandicaplok-untuk-bandara-karawang http://log.viva.co.id/news/read/264506-fokus-bandara-karawang
http://finance.detik.com/read/2012/08/29/195557/2002607/4/berdasarkan-tata-ruangkarawang-tak-disiapkan-untuk-lokasi-bandara http://www.pikiran-rakyat.com/node/202984 http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/90665 http://wendyaritenang.files.wordpress.com/2012/03/polusi-udara-dan-gas-rumah-kaca.doc
Diposkan oleh yunita zakiah Source: http://lacusza.blogspot.com/2014/05/laporan-ilmiah.html (akses 21okt14 pk.14.16)
Konversi Lahan Mengancam Ketahanan Pangan
(M. Anwar Iman, Direktur Agricultural Policy Watch dan Ketua DPP HTI) Seiring bertambahnya jumlah penduduk, bertambah pula kebutuhan pangan yang harus disediakan. Menurut Lembaga Demografi Universitas Indonesia, pada tahun 2015, jumlah penduduk Indonesia bisa mencapai 300 juta jiwa. Saat ini jumlah penduduk Indonesia tercatat 220 jiwa. Itu artinya selama tujuh tahun bisa terjadi peningkatan sebesar 80 juta jiwa. Dengan peningkatan sebesar itu, kebutuhan beras pun akan melonjak sebesar satu setengah kali lipat. Begitulah yang diungkapkan Dirjen Tanaman Pangan Deptan, Sutarto Alimoeso (Media Indonesia, 04/08/08). Untuk mencapai peningkatan produksi beras sebesar itu, diperlukan lahan pertanian seluas 15 juta hektar. Sementara saat ini, Indonesia hanya memiliki lahan pertanian sekitar 7 juta hektar. Karena itu, tegas Sutarto, “K onversi lahan pertanian harus distop. Kita harus pertahankan sekitar 7 juta hektar lahan yang ada sekarang ini.” Kekhawatiran Dirjen Tanaman Pangan Deptan ini tentu juga menjadi kekhawatiran semua pihak. Pasalnya, laju alih fungsi lahan pertanian di Indonesia angkanya memang sangat mencengangkan. Selama tahun 2000-2002, luas konversi lahan sawah yang ditujukan untuk pembangunan non-pertanian, seperti kawasan perumahan, industri, perkantoran, jalan, dan sarana publik lainnya rata-rata sebesar 110,16 ribu hektar per tahun (Sutomo, 2004). Ini berarti terdapat sekitar 3000 hektar sawah per hari yang beralih fungsi ke non-pertanian. Di daerah Jawa Barat, misalnya, yang sejak dulu dikenal sebagai lumbung padi nasional, laju konversi sawah irigasi rata-rata 5.000-7.000 ha per tahun. Sawahsawah yang berubah fungsi itu terdapat di Karawang, Bandung, Garut, dan Cianjur. Sementara itu, di Bekasi, sekitar 8.000 hektar sawah beririgasi berubah jadi areal
industri dan perumahan. Di Sumatera Selatan, yang memiliki lahan persawahan seluas 727.441 hektar, kecepatan lenyapnya sawah subur rata-rata 8% per tahun. Padahal sudah ada upaya pemda setempat mencetak sawah baru –dengan pertumbuhan 4-5 % per tahun,– namun sia-sia saja; karena sawah yang berubah fungsi jauh lebih luas. Di Bali lebih memprihatinkan lagi. Meskipun alih fungsi sawah beririgasi “hanya” sekitar 700 -1000 hektar per tahun, tapi sawah-sawah yang lenyap itu adalah bagian dari sistem irigasi subak yang dibangun sejak abad ke-8. Pada 1997 masih terdapat 3000 unit subak, mencakup 87.850 hektar sawah. Namun saat ini tinggal 1.612 unit subak, dengan areal sawah seluas 82.095. Kebanyakan sawah beririgasi di Bali dialihfungsikan menjadi areal pemukiman, perdagangan, dan pariwisata. Di kawasan wisata Kuta, konversi lahan besarbesaran terjadi pada 1999, “melahap” 487 hektar sawah yang disulap jadi areal hotel, pemukiman, usaha pariwisata dan jalan raya. Membangun Tanpa Arah
Alih fungsi lahan yang terjadi saat ini pada dasarnya terjadi akibat politik pembangunan yang tidak jelas arahnya dan tidak terintegrasi, sehingga kebijakan pembangunannya cenderung pragmatis. Sering kali pembangunan di satu sektor harus mengorbankan sektor lain. Prinsipnya, apa yang menguntungkan saat ini, itulah yang dilakukan, tanpa pertimbangan jangka panjang. Karena itu wajar jika lahan-lahan subur kelas-I, bahkan beririgasi, seperti di Karawang, Bekasi, dan Bali, misalnya, dengan cepat beralih fungsi menjadi komplek industri, perumahan, atau hotel. Sebab, dalam perhitungan jangka pendek, bisa jadi hal itu memang jauh menguntungkan secara ekonomis dari pada untuk usaha pertanian. Inilah salah satu penyebab mengapa Indonesia yang sejak dulu dikenal sebagai negara agraris, namun kemajuan sektor pertaniannya masih jauh dari harapan. Sektor pertanian Indonesia masih tertinggal dengan nagara-negara lain. Alih-alih mampu mengekspor berbagai produk pertanian yang ada, yang terjadi malah sebaliknya, pasar dalam negeri Indonesia justru dibanjiri produk-produk pertanian dari luar. Mayoritas rakyat yang berprofesi sebagai petani pun tidak tampak tandatanda perbaikan nasibnya. Kondisinya bahkan sebaliknya, lahan usaha petani semakin sempit dan posisi mereka semakin terjepit. Memang benar, setiap sektor pembangunan, sudah tentu membutuhkan lahan. Membangun pabrik, rumah, jalan, pasar, dan fasilitas-fasilitas lainnya, sudah pasti membutuhkan lahan. Di sinilah pentingnya kebijakan politik pembangunan yang terarah, terpadu, dan konsisten. Saat ini ilmu perencanaan pengembangan wilayah
sudah mencapai kemajuan yang pesat. Seluruh wilayah yang ada, bisa dipetakan potensinya masing-masing. Juga bisa dibuat prediksi dalam jangka panjang, seiring dengan pertambahan penduduk, berapa kebutuhan lahan untuk perumahan, perindustrian, perkantoran, pertanian, konservasi, dan sebagainya. Dengan teknologi yang ada, tidak sulit untuk dibuat peta pengguaan lahan yang sesuai dengan potensi dan daya dukungnya, yang selanjutnya bisa dijadikan dasar dalam pembuatan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR). Dengan acuan RUTR inilah seharusnya alokasi pengguaan lahan dikendalikan dan dikontrol. Hanya saja, masalah yang sering terjadi adalah, mesikpun RUTR sudah ditetapkan, dengan pertimbangan-pertimbangan pragmatis, hal itu dilanggar. Di sinilah diperlukan adanya political will untuk mengawal kebijakan politik pembangunan yang sudah dirumuskan secara terarah dan terpadu. Jadi, adanya rumusan politik pembangunan yang terarah dan terpadu merupakan suatu keharusan. Selanjutnya rumusan tersebut diimplementasikan dengan political will yang kuat dan konsisten. Dengan cara inilah alokasi pengguaan lahan dapat dikendalikan dan dikontrol sesuai daya dukung lahan dan peruntukannya secara tepat. Lahan Pertanian Abadi
Setiap jenis penggunaan lahan sudah tentu membutukan persyaratan-persyaratan kondisi lahan tertentu. Untuk pertanian pangan, misalnya, dibutuhkan lahan yang subur, iklim yang sesuai, tersedia sumber air, lereng yang relatif datar, dan sebagainya. Persyaratan tersebut tentu berbeda dengan jenis penggunaan untuk industri atau perumahan. Untuk bangunan pabrik atau rumah, tidak membutuhkan lahan yang subur, bahkan lahan yang berbatu atau berpasir bisa digunakan. Masalah semacam ini seringkali diabaikan atau setidaknya diremehkan. Seolah ada anggapan bahwa pertanian bisa dikembangkan di sembarang tempat. Sehingga bila ada sebidang lahan pertanian yang dialihfungsikan untuk non-pertanian, dianggap dengan mudah dapat dicarikan lahan penggantinya. Tentu anggapan ini salah dan bisa berakibat fatal. Perlu diketahui bahwa persyaratan-persyaratan kondisi tanah yang diperlukan untuk pengembangan pertanian, khususnya tanaman pangan, jauh lebih “rigid” dari pada untuk non-pertanian. Artinya, untuk keperluan pertanian tanaman pangan, alternatif lahan yang tersedia lebih sedikit dibandingkan untuk non-pertanian. Kalau ada lahan yang cocok untuk pertanian, hampir dipastikan cocok pula untuk perumahan dan yang lainnya. Tapi belum tentu sebaliknya. Masalah lain adalah, konversi lahan pertanian untuk keperluan non pertanian, dapat dikatakan bersifat irreversible (tidak dapat balik). Artinya, jika ada lahan yang awalnya digunakan untuk pertananian, lalu dialihfungsikan untuk komplek industri atau perumahan,
maka lahan tersebut tidak dapat dialihfungsikan kembali untuk pertanian seperti pada awalnya. Kalaulah hal itu bisa dilakukan, maka diperlukan perlakukan dan penanganan yang sulit dan memakan waktu. Di sinilah perlunya upaya-upaya serius untuk menjaga lahan yang cocok untuk pengembangan pertanian agar tetap berfungsi sebahgai lahan pertanian. Jangan sampai lahan-lahan yang cocok (sesuai) untuk pertanian pangan terus digusur untuk penggunaan non-pertanian; sementara usaha pertaniannya justru dialihkan ke tempat lain yang tandus. Terkait hal ini, gagasan untuk menetapkan adanya lahan pertanian abadi atau lahan pertanian pangan berkelanjutan sangatlah tepat. Dalam pandangan Islam, sah-sah saja bagi negara membuat kebijakan menetapkan lahan-lahan tertentu dengan jumlah luasan tertentu untuk dijadikan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan; baik lahan tersebut statusnya milik umum, milik negara, atau bahkan milik individu. Lahan tersebut, siapa pun pemiliknya, harus tetap difungsikan sebagai lahan pertanian dengan segala sarana penunjangnya. Dengan kata lain, lahan ini tidak boleh dialihfungsikan untuk keperluan non-pertanian. Sebab, negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk menjamin kebutuhan pangan bagi seluruh rakyatnya. Karena itu, politik pertanian harus diarahkan untuk mencapai produksi bahan pangan yang dapat memenuhi kebutuhan rakyat. Hal ini hanya mungkin terwujud bila tersedia lahan pertanian dalam jumlah (luasan) yang memadai. Untuk menjamin tersedianya lahan dalam jumlah yang memadai inilah, negara bisa menetapkan adanya lahan pertanian pangan berkelanjutan. Memang benar, jika produksi pangan tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri, bisa saja negara mengimpor bahan pangan dari luar negeri. Hanya saja, kebijakan ini bisa dilakukan jika kondisinya memang memaksa; misalnya karena musim paceklik, atau terjadi bencana alam yang menyebabkan kegagalan panen, dan sebagainya. Adapun dalam kondisi normal, maka negara harus mampu mewujudkan kemandirian pangan. Negara tidak boleh membuka peluang sedikit pun terciptanya ketergantungan dengan pihak luar, apalagi ketergantungan terhadap bahan pangan yang merupakan kebutuhan pokok bagi rakyat. Sebab, jika hal ini terjadi, negara akan mudah dilemahkan oleh pihak asing. Selain itu, mengimpor produk pertanian dari luar, berarti mengeluarkan devisa; dan ini merupakan pemborosan devisa.
Padahal, negara sangat membutuhkan devisa itu untuk membangun sektor industri, yang merupakan strategi pokok pembangunan, yaitu menjadikan negara menjadi negara industri yang kuat dan maju. Apabila ada individu rakyat yang memiliki lahan pertanian di wilayah yang ditetapkan negara sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan, lalu dia ingin mengalihfungsikan untuk perumahan, misalnya, maka negara bisa mengambil alih lahan tersebut dengan memberikan penggantian yang memuaskan dan tidak merugikan. Jadi, dalam hal ini, negara betul-betul konsisten dalam mengawal kebijakan politik pertaniannya, dengan tanpa merugikan rakyat.
Baca juga : 1. 2. 3. 4. 5.
Tata Ruang, Pembangunan dan Konversi Lahan Dalam Islam Krisis Pangan Mengancam? 33 Juta Hektar Lahan Kritis di Indonesia Irigasi Terabaikan Pangan Rapuh Lahan Subur RI Masuk Daftar 20 Incar an Asing
Tags: Ketahanan Pangan, Konversi Lahan, Pertanian Artikel ini diposting pada tanggal 12 August 2008 pukul 05:53 pada kategori Analisis, Pertanian.
Source: http://hizbut-tahrir.or.id/2008/08/12/konversi-lahan-mengancam-ketahanan-pangan/ (akses 21okt14 pk.14.17)