INDUSTRI KREATIF DAN EKONOMI KREATIF Dr. Kuntari Eri Murti, MM Widyaiswara Madya PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta NIP 19580109 198603 2 002
PENGANTAR Saat ini, tantangan terbesar dunia adalah pengangguran angkatan kerja produktif. The International Labour Organization (ILO) baru-baru ini melaporkan bahwa secara global 75 juta orang berusia 15 sampai 24 adalah pengangguran, atau setara 12,7% total populasi anak muda produktif (ILO, Global Employment Trends: Recovering from a second jobs dip, 2013 in www.adaptinternational.it). Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja pada Februari 2013 adalah 121,19 juta, sedangkan jumlah pekerja adalah 114,02 juta. Dengan demikian ada 7,17 juta angkatan kerja yang tercatat tidak bekerja secara formal, dan data BPS tidak menyebutkan lebih detail kemungkinan mereka bekerja pada sektor informal. Pada kenyataannya, angkatan kerja produktif banyak yang bekeja secara informal di lingkungan industri kreatif, seperti periklanan, desain web, permainan elektronik (online game) dan karya kreatif cinderamata. Perkembangan teknologi, peningkatan permintaan akan produk kreatif dan peningkatan pariwisata merupakan faktor utama tumbuhnya ekonomi kreatif. Pertumbuhan ekonomi kreatif ini akan meningkatkan ekonomi rakyat secara umum, pengembangan sosial, budaya, dan pengembangan berkelanjutan (sustainable development).
INDUSTRI KREATIF Konsep Industri kreatif, merujuk pada seperangkat sektor industri yang saling mengunci (interlocking) dan smerupakan bagian yang sedang tumbuh di era ekonomi global. Industri kreatif sering dikaitkan dengan cultural industries, namun sebenarnya Cultural Industries adalah sektor tambahan (adjunct-sector) dari industri kreatif, termasuk di dalamnya (a) Cultural tourism & Heritage, (b) Museums & Libraries dan (c) Sports & Outdoor activities. Cultural Industries lebih mengarah pada menyampaikan nilai selain nilai moneter kepada masyarakat, antara lain kesejahteraan sosial, studi budaya dan pendidikan budaya. Industri kreatif merupakan industri yang fokus pada kegiatan mengkreasikan dan mengeksploitasi produk kekayaan intelektual (intellectual property) seperti seni, film, games atau desain fesyen, atau layanan kreatif untuk business-to-business misalnya iklan. Sektor kreatif di Indonesia yang sudah diidentifikasi yaitu:
Artikel Industri Kreatif
|1
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Periklanan Arsitektur Pasar barang seni Kriya Desain Fesyen Film, video dan fotografi Permainan Interaktif Musik Seni Pertunjukan Penerbitan dan percetakan Layanan komputer dan piranti lunak Radio dan televisi Riset dan pengembangan
Perusahaan di subsektor industri kreatif menduduki peringkat ke enam dari sepuluh sektor lapangan usaha utama, dengan jumlah rata-rata sebesar 1,2 juta perusahaan dari total 42 juta perusahaan yang ada di Indonesia. Jumlah perusahaan subsektor industri kreatif tumbuh sebesar 10,52 persen per tahun, lebih besar daripada pertumbuhan jumlah perusahaan rata-rata yang hanya mencapai 7,7 persen per tahun. Data tahun 2012 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki 55.510.746 usaha. Dari jumlah tersebut, sektor ekonomi kreatif berada di posisi ketiga dari sepuluh sektor ekonomi dengan 5.398.162 usaha dan menyumbang 9,72 persen dari total jumlah usaha. Studi tahun 2006 menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja ratarata selama periode 2002 – 2006 mencapai 3,7 juta (3,97 persen dari total 93,3 juta) tenaga kerja Indonesia. Sedangkan studi tahun 2012 menunjukkan bahwa sektor ekonomi kreatif berada pada posisi ke empat dari sepuluh sektor ekonomi dalam kategori jumlah tenaga kerjanya. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2006 tercatat 80,9 juta pekerja di sektor usaha mikro dan kecil dan 4,5 juta di sektor usaha menengah, merupakan 96,18 persen dari seluruh tenaga kerja Indonesia (Ika dan Kuntari, 2007: 97). Fakta menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan UMKM pada umumnya adalah by default artinya kegiatan produksi di UMKM dilakukan secara tradisional dan turun temurun dan sangat sedikit yang mampu mengelola kegiatannya dengan manajemen yang lebih efisien dan inovatif atau by design. Salah satu cara untuk mengubah by default menjadi by design adalah dengan mengelola pengetahuan yang harus dan layak dimiliki oleh para pelaku industri kreatif yang disebut dengan sistem manajemen pengetahuan atau knowledge management system/KMS. Salah satu metode KMS yang digunakan untuk mempercepat arus pengetahuan kepada para pekerja industri kreatif adalah meningkatkan penggunaan saluran telekomunikasi seluler untuk menerima dan negosiasi order, serta transaksi melalui mobile banking, dan memanfaatkan teknologi internet untuk mencari informasi desain baru dan melakukan transaksi global.
Artikel Industri Kreatif
|2
Peran Kreativitas dan Desain Hijau di Lingkungan Industri Kreatif Didalam bisnis, menggunakan kreativitas adalah cara yang paling efektif untuk mencapai keunggulan kompetitif. Berkompetisi hanya pada harga, bukan merupakan strategi yang berhasil, dibandingkan dengan berkompetisi dengan menciptakan produk dan jasa yang orijinal dan inventif. Di sektor industri kreatif, kreativitas dapat menjadi akar untuk menciptakan produk yang lebih inovatif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Kreativitas bukan merupakan hadiah yang datang begitu saja untuk seorang jenius atau desainer. Kreativitas adalah sesuatu yang setiap orang bisa lakukan. Kreativitas adalah tentang menghasilkan gagasan baru dan menemukan solusi untuk mengatasi masalah dengan melakukan pemikiran yang berbeda. Kreativitas penting bagi desainer, apalagi setelah mereka menemukan informasi yang ‘kering’ tentang konsumen, menjadi produk dan jasa yang aktual (terkini). Pekerjaan desainer pada umumnya akan lebih mudah dan bekerja lebih efektif ketika mereka mengandalkan orang-orang yang mengadopsi pemikiran dari oranglain secara kolaboratif, dibandingkan dengan jika memperlakukan desainer terisolasi dan bekerja sendiri. Saat ini, kreativitas dalam desain sangat erat korelasinya dengan konsep pengembangan berkelanjutan yang menghasilkan desain hijau (green design). Desain hijau mengasumsikan bahwa dampak suatu produk terhadap lingkungan harus memperhitungkan seluruh tahap sepanjang daur hidup produk (product life cycle). Tahapan ini termasuk pengolahan bahan dasar, proses pembuatan (manufacturing), pemasaran dan distribusi, penggunaan dan pembuangan produk. Prinsip-prinsip desain hijau terdiri dari lima aspek (Schiavone et al, 2008) yaitu: 1. Solusi muncul dari masyarakat industri kreatif. Eco-design dimulai dengan pengetahuan yang sangat erat berkaitan dengan lingkungan sekitarnya. Memiliki karakteristik berskala kecil, langsung, responsif terhadap kondisi dan masyarakat lokal. 2. Manfaatkan alam apa adanya. Dengan membuat siklus alam dan proses pembuatan produk apa adanya, akan mengembalikan lingkungan yang di desain kembali ke alam. Desain yang efektif membantu memahamkan kita tentang lingkungan disekitar kita sesuai dengan alam sekitarnya. 3. Desainlah produk secara alamiah. Bekerja dengan proses yang alamiah, kita akan menghargai kebutuhan berbagai spesies di bumi ini, yang akan melakukan regenerasi bukan penghancuran lingkungan, maka kita akan menjadi lebih hidup. 4. Desain mempertimbangkan dampak lingkungan. Lakukan analisis dampak lingkungan dari desain yang kita buat, dan gunakan informasi ini untuk menentukan kemungkinankemungkinan pelestarian lingkungan. 5. Setiap orang adalah desainer. Dengarkan setiap suara di dalam proses desain. Ketika orang bekerja bersama-sama untuk menyembuhkan lingkungan yang rusak, mereka juga akan menyembuhkan diri sendiri Produk hijau ini fleksibel, handal, jangka panjang, adaptif, moduler, de-materialisasi dan dapat digunakan kembali (re-usable), karena mendasarkan penciptaan desain produk berbasis Triple “R”. Triple “R” atau dalam bahasa Indonesia Tiga “R” merupakan slogan yang digunakan untuk mendesain suatu produk yang berwawasan lingkungan. R yang pertama adalah REDUCE yaitu mengurangi energi yang digunakan untuk memproduksi atau menggunakan suatu produk, R kedua adalah REUSE yaitu menggunakan kembali produk yang sudah usang untuk fungsi lain Artikel Industri Kreatif
|3
yang lebih bermanfaat, dan R yang ketiga adalah RECYCLE yaitu mendaur ulang produk yang sudah tidak dipakai untuk diolah dan difungsikan sebagai produk baru. Dengan demikian Triple “R” berkaitan erat dengan prinsip desain hijau (green design) atau disebut juga dengan desain berbasis lingkungan (eco-design), bisa juga disebut dengan desain berkelanjutan (sustainability design). Desain hijau adalah filosofi yang digunakan untuk mendesain objek fisik berdasarkan prinsip sosial, ekonomi dan keberlangsungan lingkungan. Tujuan desain hijau adalah mengeliminasi dampak lingkungan secara lengkap melalui desain yang sensitif dan diolah dengan baik (McLellan, 2004) Konsep desain hijau Triple “R” adalah konsep mendesain produk yang mempertimbangkan dampak lingkungan. Proses ini lebih cenderung disebut dengan perilaku untuk mempertimbangkan kepedulian terhadap lingkungan ketika produsen memutuskan untuk membuat suatu produk. Produsen dan pembuat produk apapun, dengan konsep desain hijau ini, harus mempertimbangkan bagaimana sistem ekologi (ecosystem) dipengaruhi dan bagaimana perubahan lingkungan bisa terjadi karena terciptanya sebuah produk. Saat ini, di seluruh dunia sedang terjadi penghargaan terhadap produk yang dibuat dengan mempertimbangkan desain hijau yang ramah lingkungan. Di Amerika diselenggarakan penghargaan rumah ramah lingkungan, di Eropa ada penghargaan green good design yang ramah lingkungan, di Yogyakarta diproduksi kerajinan tas berbahan baku bekas kantong tempat sabun cair atau minyak goreng. Di Singapura mulai didesain rumah tinggal dan bangunan publik dengan mempertimbangkan energi nol (zero energy), artinya kegiatan di rumah dan bangunan tersebut menggunakan energi yang terbarukan. Listrik dperoleh dari turbin yang digerakkan oleh tenaga panas matahari, tenaga air (microhydro), dan tenaga angin. Beberapa jenis lampu hemat energi dan teknologi energi matahari sudah digunakan oleh masyarakat hingga kini. Masyarakat sudah mulai menikmati produk-produk ramah lingkungan, karena dinilai lebih menguntungkan, walaupun pada awalnya harus mengeluarkan biaya yang lebih mahal daripada produk konvensional. Sebagai kompensasi terhadap tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh produk hijau, maka produk hijau harus lebih handal, fleksibel, tahan lama dan adaptif terhadap lingkungan daripada produk konvensional yang tidak mempertimbangkan keramahan pada lingkungan, misalnya mengandung racun, atau material yang berbahaya. Saat ini, desain hijau sangat mempengaruhi para desainer di seluruh dunia. Desainer mempergunakan filosofi desain hijau untuk menunjukkan keunikan dan kreativitas mereka atas produk yang dibuatnya. Beberapa produk hijau yang mendunia antara lain produk-produk yang dikeluarkan oleh produsen komputer dan alat elektronik Apple, sepatu Clark, sepatu Timberland, perusahaan-perusahaan mobil seperti Honda, Toyota, Subaru, Audi, dan Mercedes yang telah mengeluarkan mobil hibrida yang lebih kecil menghasilkan emisi gas buang, dan bahkan mobil listrik dengan emisi nol. Produk-produk yang ditawarkan oleh perusahaan skala dunia tersebut tentu saja memiliki nilai yang lebih tinggi daripada produk konvensional pada lini produk serupa, meskipun konsumen harus membayar lebih mahal. Namun, karena kahandalan dan mutu produknya, konsumen justru merasa bertanggungjawab secara moral untuk ikut menjaga pelestarian alam. Konsumen dengan karakteristik demikian disebut dengan konsumen hijau (green consumer).
Artikel Industri Kreatif
|4
Para desainer individual juga berlomba-lomba untuk menghasilkan suatu produk ramah lingkungan dengan menggunakan barang-barang bekas untuk dimanfaatkan menjadi produk lain yang lebih fungsional dan marketable, antara lain lampu dari bekas botol anggur (Meng, 2007). Lampu Meng (2007) menggunakan kembali beekas botol anggur (reuse) sebagai badan lampu, mendaur ulang logam bekas (recycle) untuk alas dan penyangga, serta menggunakan lampu hemat energi (reduce). Gambar 2 menunjukkan llampu daur ulang Meng (2007).
Gambar 1: Lampu dari bekas botol anggur Sumber: Meng (2007)
Jika Anda adalah desainer, Anda lebih baik mempertimbangkan konsep desain hijau, sehingga bisa mempengaruhi teman-teman dekat, saudara dan lingkungan di tempat Anda berada. Pencapaian seorang desainer adalah menciptakan suatu produk yang lebih kreatif dan lebih bermanfaat bagi sesama, memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat dan negara. Triple “R” digunakan sebagai dasar penciptaan produk hijau. R yang pertama berkaitan dengan tanggung jawab terhadap lingkungan yaitu reduce, yang dimaknai dengan sikap mengurangi bahan, dan energi serta menggunakannya sehemat mungkin. R yang kedua adalah reuse, yaitu menggunakan kembali produk-produk yang sudah usang atau tidak terpakai dan digunakan untuk kepentingan lain yang lebih bermanfaat. Reducing dan reusing merupakan dua aspek yang sangat penting dan harus diberikan prioritas lebih tinggi dibandingkan dengan R yang ketiga yaitu recycling (Walker, 2008) Pemikiran tentang desain yang lebih menekankan fungsi produk dengan mengetengahkan unsur-unsur reducing, reusing dan recycling menghasilkan produk baru dengan bahan lama, dan selalu mempertimbangkan pelestarian lingkungan. Produk baru yang didesain dengan menerapkan prinsip-prinsip tersebut akan memberikan kontribusi yang tidak ternilai kepada pemberdayaan kearifan lokal, pelestarian lingkungan, dan kesejahteraan ekonomi rakyat, karena bisa diproduksi dengan skala kecil maupun besar. Sebagai contoh produk lampu meja yang menggunakan kembali (reuse) kaleng bekas kemasan minuman, dikombinasikan dengan kap lampu kertas semen (recycle) dan didalamnya dipasang lampu hemat energi (reduce). Produk baru ini bisa diproduksi massal atau skala kecil dan produksi lokal serta menyediakan banyak peluang untuk menciptakan industri kreatif Artikel Industri Kreatif
|5
melalui desain dan penggunaan kembali barang-barang yang sudah tidak dipakai pada level sangat lokal. Konsep penciptaan produk tersebut mengubah peran desain menjadi peran yang lebih ditujukan kepada masyarakat dan lingkungannya, namun menggunakan material dan kearifan lokal. Produk yang diciptakan berdasarkan pertimbangan tiga “R” tersebut sangat fungsional, dengan unsur estetis yang sangat minim, tidak fashionable dan tidak mempertimbangkan aspek-aspek seni yang rumit. Produk fungsional ini mencapai tujuan sebagai produk yang: 1. Diterima apa adanya, dengan bahan-bahan yang digunakan ulang (reuse) dengan segala konsekuensi terdapat bekas-bekas penggunaan di masa lampau, misalnya ada goresan pada permukaannya. 2. Menilai produk seperti apa adanya sesuai manfaat yang bisa diberikan. 3. Menghargai produk seperti apa adanya karena penghargaan ini sama dengan menghargai pemikiran desainernya, keasliannya, keunikannya dan usaha yang sudah digunakan untuk membuat desain, juga menghargai penghematan sumber daya dan energi yang telah digunakan pada proses produksinya. 4. Menghargai keberadaan barang-barang yang sudah tidak terpakai dan menggunakannya kembali (tidak membuangnya dan menggantikannya dengan produk baru). 5. Memperlambat budaya konsumerisme dan cenderung menggalakkan konsep baru dalam mengkonsumsi produk dan jasa. Pertimbangan tersebut diatas menunjukkan bahwa desain hijau dengan prinsip tiga “R” adalah suatu pendekatan desain produk dengan mempertimbangkan dampak yang bisa terjadi pada lingkungan dari seluruh daur hidup produk. Desain hijau cenderung diintegrasikan kedalam pengembangan produk melalui pilot project, menyeleksi produk yang sudah ada, dimulai dari proses pengembangan paling dasar hingga tahap akhir (Schiavone et al., 2008) sesuai dengan daur hidup produk (product life cycles). Daur hidup produk terdiri dari (1) cara memperoleh bahan baku, (2) pembuatan produk, (3) penggunaan produk dan (4) pembuangan produk. Seluruh proses yang terjadi pada daur hidup produk harus dipandang secara integratif dan merupakan perwujudan dari pengembangan produk, desain, produksi, pemasaran, pembelian dan paska pembelian. Orang-orang yang terlibat dalam proses daur hidup produk harus bekerjasama dan saling toleran untuk mengaplikasikan desain hijau dalam menciptakan produk yang memiliki peluang bagus di pasar dan bisa memprediksi dampak menyeluruh dari produk tersebut terhadap lingkungannya. Aspek-aspek lingkungan yang dianalisis untuk setiap tahapan di dalam proses daur hidup produk adalah sebagai berikut. 1. Konsumsi sumber daya (energi, bahan, air atau area) 2. Emisi udara, air dan tanah yang relevan untuk pelestarian lingkungan dan kesehatan manusia. 3. Kebisingan dan getaran. 4. Limbah (baik yang tidak merugikan maupun yang merusak lingkungan) merupakan bagian awal dan emisi akhir dari setiap proses. Ketika limbahnya berupa gas metan atau debu, maka limbah ini bisa terhirup oleh manusia dan bisa mengganggu kesehatan manusia. Meskipun limbah gas ini tidak langsung berkaitan dengan produknya namun dampak terhadap lingkungannya akan sangat relevan dikaitkan dengan produksinya. Artikel Industri Kreatif
|6
Desain hijau juga berbasis pada pelestarian sistem ekologi dan mengurangi dampak perusakan lingkungan (Eco Indicator 95, 1996). Dampak lingkungan yang bisa merusak sistem ekologi atau kesehatan manusia adalah sebagai berikut: 1. Dampak rumah kaca yaitu terjadinya peningkatan temperatur bumi yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi gas buang yang menghalangi radiasi panas yang dikeluarkan oleh bumi. 2. Dekomposisi lapisan ozon yang disebabkan oleh adanya peningkatan radiasi ultraviolet pada permukaan bumi. 3. Acidification yaitu terjadinya degradasi hutan yang disebabkan oleh hujan asam. 4. Eutrophication yaitu hilangnya tanaman langka yang bisa tumbuh di struktur tanah yang gersang. Tanah gersang ini disebabkan oleh emisi substansi yang merupakan dampak dari pupuk dan perubahan sistem ekologi (ecosytem) air. 5. Smog terutama pada musim panas, merupakan masalah bagi penderita sesak nafas (asma). Smog disebabkan oleh tingginya konsentrasi ozon tingkat rendah atau debu dan komposit belerang. 6. Adanya zat beracun selain yang disebutkan diatas, antara lain logam berat, zat karsinogenik dan pestisida. Untuk menjaga sistem ekologi, maka proses produksi yang berbasis desain hijau harus benar-benar mempertimbangkan lima aspek penting yaitu: 1. Bahan baku yang digunakan tidak merusak lingkungan. Apabila menggunakan kayu, haruslah kayu yang dipotong dari pohon yang berasal dari hutan produksi, bukan hutan lindung, dan di tera dengan label ekologi (ecolabeling). Konsep tiga “R” akan membantu desainer mengurangi dampak perusakan lingkungan. Semakin banyak kontribusinya terhadap pelestarian lingkungan maka produk akan menjadi semakin dihargai. 2. Proses pengolahan yang digunakan harus singkat sehingga efisien. Semakin singkat proses pengolahan, akan semakin efisien. 3. Proses transportasi bahan dan produk harus efisien, diukur dengan standard ton per kilometer. Semakin pendek jarak transportasi semakin efisien. 4. Energi yang digunakan untuk produksi harus seminim mungkin. Semakin sedikit energi yang digunakan untuk proses produksi, akan semakin baik. 5. Limbah yang dihasilkan dari proses produksi harus ramah lingkungan. Semakin ramah dengan lingkungan akan semakin baik Sebagai tambahan untuk membuktikan bahwa secara rasional produk tersebut ekonomis dan sesuai dengan kondisi sosial, maka produk sebaiknya merepresentasikan karakteristik ekologis. Dengan demikian produk-produk yang di desain dengan basis desain hijau sangat cocok untuk mengembangkan industri kreatif. Sebagai ilustrasi, level tertinggi produk hijau saat ini adalah iPod dan bola lampu hemat energi. Kedua produk tersebut merupakan penemuan baru dan berhasil menciptakan pasar baru serta perubahan cara hidup manusia. Produk-produk semacam itu sangat sedikit
Artikel Industri Kreatif
|7
EKONOMI KREATIF Kontribusi Ekonomi Kreatif pada Peningkatan Perekonomian Ekonomi kreatif diperkenalkan secara luas oleh John Howkins pada tahun 2001 dalam bukunya yang berisi tentang: bagaimana orang memperoleh uang dari ide. Selanjutnya, pada tahun 2008, Departemen Perdagangan Republik Indonesia mensosialisasikan cetak biru Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2025. Dalam makalahnya disebutkan bahwa Indonesia mencanangkan pengembangan 14 subsektor ekonomi kreatif, meliputi industri periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kriya, desain, fesyen, film, video dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer dan piranti lunak dan radio dan televisi. Ekonomi Kreatif adalah wujud dari upaya mencari pengembangan yang berkelanjutan melalui kreatifitas. Pengembangan berkelanjutan adalah suatu iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan (Pangestu, 2009). Ekonomi kreatif sangat penting dikembangkan di Indonesia karena (1) memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan, (2) menciptakan iklim bisnis yang positif, (3) membangun citra dan identitas bangsa, (4) berbasis pada sumber daya yang terbarukan, (5) menciptakan inovasi dan kreatifitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa, dan (6) memberikan dampak sosial yang positif (Pangestu, 2009). Gambar 1 adalah rasional pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia. Riset yang dilakukan oleh Departemen Perdagangan tahun 2007 menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor industri kreatif mencapai 5,4 juta pekerja dengan tingkat partsipasi 5,8 persen. Sedangkan nilai ekspor mencapai 81,4 triliun rupiah dan berkontribusi sebesar 9,13 persen terhadap total nilai ekspor nasional. Pada tahun 2012, Ekonomi Kreatif menempati posisi ke tujuh dari sepuluh sektor ekonomi nasional dengan menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) 6,9 persen atau senilai 573,89 Triliun Rupiah dari total kontribusi ekonomi nasional pada 2012. PDB Industri Kreatif banyak disumbangkan oleh kelompok fesyen, kerajinan, periklanan dan desain dengan rata-rata nilai PDB kelompok industri kreatif tersebut tahun 2002-2006 secara berturut-turut adalah 46 triliun rupiah (44,18 persen), 29 triliun rupiah (27,72 persen), 7 triliun rupiah (7,03 persen), dan 7 triliun rupiah (6,82 persen). Sektor ekonomi kreatif berada di posisi ke sepuluh dan menyumbang 0,7 persen atau 62,13 triliun rupiah dari total kontribusi ekonomi nasional; sektor pengangkutan dan komunikasi di posisi ke sembilan, menyumbang 6,5 persen atau 542,25 triliun rupiah dari total kontribusi ekonomi nasional; dan keuangan, real estate, dan jasa perusahaan di posisi ke delapan menyumbang 6,7 persen atau 554,68 triliun rupiah dari total ekonomi nasional. Ekonomi kreatif menyumbang 11.799.568 tenaga kerja atau 10,65 persen pada total angkatan kerja nasional yang mencapai 110.808.154 orang. Tiga sektor yang berada di atas ekonomi kreatif adalah: Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan di posisi pertama dengan 38.882.134 tenaga kerja atau 35,1 persen dari total angkatan kerja nasional; jumlah ini lebih dari dua kali lipat tenaga kerja sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran yang berada pada posisi kedua dengan 17.631.338 tenaga kerja atau 15,9 persen dari total angkatan kerja nasional; dan sektor Jasa-Jasa di posisi ketiga dengan 16.245.691 orang atau 14,7 persen dari total angkatan kerja nasional. Artikel Industri Kreatif
|8
Kontribusi Ekonomi
• Dampak Sosial
•
Kualitas Hidup
•
PDB
Menciptakan Lapangan Pekerjaan
•
Iklim Bisnis
Ekspor
•
Penciptaan Lapangan usaha
•
Pemerataan kesejahteraan
•
•
Peningkatan Toleransi sosial
•
Mengapa Ekonomi Kreatif
Dampak bagi sektor lain Pemasaran
Citra & Identitas bangsa
Inovasi & Kreativitas
• Ide & Gagasan • Penciptaan Nilai
• Sumber Daya Terbarukan
•
•
Turisme
Ikon Nasional
Membangun budaya, warisan budaya & nilai lokal
• Berbasis Pengetahuan, kreativitas • Green Community
Gambar 2: Rasional Pengembangan Ekonomi Kreatif di Indonesia Sumber: Pangestu (2009)
Pertumbuhan jumlah tenaga kerja di sektor ekonomi kreatif mengalami peningkatan cukup signifikan. Tahun 2007 menyerap 5,4 juta tenaga kerja atau 5,8 persen dari total tenaga kerja nasional, sedangkan di tahun 2012 melonjak mencapai 11.799.568 orang atau 10,65 persen dari total tenaga kerja nasional. Dalam waktu lima tahun, tenaga kerja di sektor ekonomi kreatif ini meningkat dua kali lipat. Di masa krisis ekonomi tahun 1998, hampir semua perusahaan makro yang bergerak di sektor perbankan, industri dasar dan industri berat mengalami permasalahan finansial, dan banyak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) ribuan karyawannya. Sedangkan sektor ekonomi kreatif tidak terpengaruh krisis sama sekali, bahkan tetap melakukan kegiatan ekonomi seperti biasa. Bertahannya industri kreatif di masa krisis memberikan pelajaran yang berharga bahwa sektor industri kreatif cukup signifikan memberikan dampak positif bagi pengembangan ekonomi berkelanjutan. Perkembangan ekonomi kreatif sangat didukung oleh perkembangan industri kreatif. Industri kreatif, merujuk pada seperangkat sektor industri yang saling mengunci (interlocking) dan merupakan bagian yang sedang tumbuh di era ekonomi global. Industri kreatif sering Artikel Industri Kreatif
|9
dikaitkan dengan cultural industries (industri budaya) namun sebenarnya industri budaya adalah sektor tambahan dari industri kreatif, termasuk di dalamnya (a) wisata budaya dan peninggalan sejarah, (b) museum dan perpustakaan dan (c) olahraga dan kegiatan outdoor. Industri budaya lebih mengarah pada menyampaikan nilai selain nilai moneter kepada masyarakat, antara lain kesejahteraan sosial, studi budaya dan pendidikan budaya. Industri kreatif merupakan industri yang fokus pada kegiatan mengkreasikan dan mengeksploitasi produk kekayaan intelektual seperti seni, film, permainan, desain fesyen, atau layanan kreatif untuk antar perusahaan misalnya iklan. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi kreatif sangat didukung oleh interaksi sosial, budaya, teknologi, ekonomi dan perkembangan berkelanjutan. Konsep Ekonomi Kreatif Ekonomi kreatif merupakan sebuah konsep berbasis pada aspek kreatif yang memiliki potensi untuk menghasilkan pertumbuhan dan pengembangan ekonomi (UNCTAD, 2010). Ekonomi kreatif (1) meningkatkan penghasilan, menciptakan pekerjaan dan meningkatkan ekspor, dengan melibatkan aspek sosial, keragaman budaya dan pengembangan sumber daya manusia, (2) menyiapkan aspek ekonomi, budaya dan sosial agar dapat berinteraksi dengan teknologi, kekayaan intelektual dan pariwisata, (3) merupakan kegiatan ekonomi yang berbasis pada pengetahuan dengan dimensi pengembangan yang memiliki keterhubungan dengan ekonomi mikro dan makro, (4) merupakan pilihan untuk mengembangkan kebijakan antar kementrian yang inovatif dan multidisiplin (5) memiliki industri kreatif sebagai jantungnya. Ekonomi kreatif merujuk pada rentang kegiatan ekonomi yang menitikberatkan pada eksploatasi pengetahuan (en.wikipedia.org/wiki/Creative_economy, diunduh Mei 2013). Ekonomi kreatif merupakan evolusi konsep ekonomi yang didasarkan pada kreativitas didalam mengelola bisnis untuk mengembangkan ekonomi yang berkelanjutan. Didalam bisnis, menggunakan kreativitas adalah cara yang paling efektif untuk mencapai keunggulan kompetitif. Berkompetisi hanya pada harga, bukan merupakan strategi yang berhasil, dibandingkan dengan berkompetisi dengan menciptakan produk dan jasa yang orijinal dan inventif. Di sektor industri kreatif, kreativitas dapat menjadi akar untuk menciptakan produk yang lebih inovatif dan eisien untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Kreativitas bukan merupakan hadiah yang datang begitu saja untuk seorang jenius atau pelaku industri kreatif. Kreativitas adalah sesuatu yang setiap orang bisa melakukan. Kreativitas adalah tentang menghasilkan gagasan baru dan menemukan solusi untuk mengatasi masalah dengan melakukan pemikiran yang berbeda. Kreativitas penting bagi pelaku industri kreatif, apalagi setelah mereka menemukan informasi yang ‘kering’ tentang kebutuhan konsumen, untuk diolah menjadi produk dan jasa aktual dan mutakhir. Pekerjaan pelaku industri kreatif akan menjadi lebih mudah dan bekerja lebih efektif, ketika mereka bekerjasama dengan orang-orang yang mengadopsi pemikiran yang hampir sama, dibandingkan dengan jika memperlakukan dirinya terisolasi dan bekerja sendiri. Dalam sektor industri kreatif, pelaku industri kreatif berinteraksi dengan masyarakat lainnya untuk menciptakan produk dan jasa layanan baru yang memberikan manfaat lebih kepada konsumen. Karena konsumen memiliki berbagai segmen dan latar belakang budaya yang berbeda, dengan tingkat kebutuhan teknologi yang berbeda. Dengan demikian pelaku industri kreatif akan sangat terbantu jika mereka bekerjasama dengan orang-orang yang berkecimpung di bidang budaya, sosial, teknologi dan lingkungan yang berkelanjutan. Artikel Industri Kreatif
| 10
Pengendali Ekonomi Kreatif Pengendali utama ekonomi kreatif adalah (1) teknologi, (2) kebutuhan akan karya kreatif dan (3) pariwisata. Didalam lingkup ekonomi kreatif, pengetahuan baru merupakan rantai perkembangan ilmu dan teknologi yang mengendalikan kreatifitas dalam menciptakan jasa dan karya kreatif. Teknologi Produk berteknologi dan inovasi proses dalam menciptakan karya dan jasa kreatif didalam lingkup ekonomi kreatif adalah konstan, karena penelitian karya kreatif akan diikuti dengan perkembangan teknologi dan inovasi. Demikian seterusnya, ketika diciptakan jasa dan karya kreatif yang baru, akan membutuhkan teknologi dan inovasi yang lebih unggul daripada teknologi yang digunakan sebelumnya. Semakin inovatif suatu jasa dan karya kreatif, semakin tinggi teknologi yang digunakan. Sebagai contoh, sebuah telepon seluler mengalami perkembangan teknologi yang inovatif karena didorong oleh adanya kebutuhan fitur yang lebih lengkap dan sistem operasi lebih kompatibel terhadap platform dan operator telepon seluler yang beragam. Contohnya semakin canggih seluler semakin kompatibel tehadap sistem operasi android dan windows, dan bahkan bisa menggunakan dua sistem secara bergantian. Permintaan Karya Kreatif Ekonomi kreatif juga didorong oleh peningkatan kebutuhan konsumen akan jasa dan karya kreatif. Semakin tinggi kebutuhan akan karya kreatif semakin tinggi peningkatan ekonomi kreatif. Beberapa faktor mendasari dorongan kebutuhan ini. Pertama peningkatan pendapatan riil di negara-negara industri, telah meningkatkan kebutuhan akan produk dan jasa yang bersifat rekreatif (income elastic products). Artinya, semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin tinggi pula kebutuhan akan jasa dan produk kreatif yang bersifat rekreatif. Sebagai ilustrasi, jika pendapatan seseorang meningkat, maka kebutuhan makan akan menjadi kebutuhan yang bersifat rekreatif, yaitu makan di rumah makan mewah, atau café ternama. Kedua, perubahan pola konsumsi produk budaya juga merupakan pendorong pertumbuhan ekonomi kreatif. Perkembangan teknologi komunikasi mendasari transformasi ini. Saat ini, konsumen dari generasi baru dari seluruh benua menggunakan internat, telepon seluler, dan media digital. Budaya ini tidak hanya memperluas pengalaman budaya, tetapi juga mentrasformasi budaya pasif menjadi budaya aktif yaitu menciptakan isi produk budaya. Sebagai contoh, disediakannya portal youtube, seseorang tidak hanya menjadi penikmat isi produk budaya yang disajikan oleh protal youtube, tetapi mereka juga bisa mengunggah isi budaya ke portal youtube tersebut. Penyebarluasan isi produk budaya ini merupakan pendorong utama peningkatan kebutuhan akan koneksi internet, komputer dan alat komunikasi lainnya (gadget) dan pada akhirnya akan meningkatkan ekonomi kreatif. Pertumbuhan konsumen menjadi pencipta dan ko-pencipta isi produk budaya menstimulasi sejumlah besar interaksi budaya dan pertukaran informasi. Sebagai contoh, sebuah perusahaan yang melibatkan konsumen dalam memproduksi produk atau jasa kreatif adalah produsen perangkat lunak bebas akses (open source software) dan informasi yang diproduksi antar rekan (peer-producced information) antara lain dropbox dan webblog.
Artikel Industri Kreatif
| 11
Pariwisata Demografik merupakan elemen lain yang secara positif mempengaruhi kebutuhan akan karya kreatif. Data tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah penduduk dunia adalah 7.017.846.922 (internetworldstats.com, diunduh Mei 2013), dan akan tumbuh menjadi lebih dari 9 miliar pada tahun 2050 (UNCTAD, 2010). Pada saat itu, populasi penduduk pensiun juga akan mengalami peningkatan. Mereka biasanya memanfaatkan waktu luangnya untuk melakukan kegiatan rekreatif, berwisata, dan akan lebih banyak melakukan kegiatan budaya, serta membelanjakan uangnya untuk produk dan jasa kreatif. Dengan demikian, kebutuhan akan jasa dan produk kreatif bertumbuh setiap tahun, baik untuk generasi muda maupun generasi tua. Dimensi Ekonomi Kreatif Ekonomi kreatif memiliki empat dimensi utama yaitu (1) ekonomi, (2) budaya, (3) sosial dan (4) pengembangan berkelanjutan (UNCTAD, 2010). Masing-masing dimensi dijelaskan berikut ini. Ekonomi Ekonomi kreatif berakar dari perekonomian nasional. Tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi yang berasal dari sektor jasa dan manufaktur menghasilkan diversifikasi ekonomi, pendapatan, perdagangan dan inovasi. Hal ini juga akan membuka dan mengembangkan area pedesaan sekaligus mempromosikan konservasi lingkungan pedesaan dan peninggalan budaya. Konribusi ekonomi kreatif pada tahun 2010 terhadap ekonomi global masih sulit di hitung secara akurat. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pendekatan dan klasifikasi sektor kreatif di setiap negara dan peringkat dunia. Cara yang sering digunakan untuk mengukur kontribusi ekonomi kreatif pada ekonomi nasional suatu negara adalah dengan mengukur pertambahan nilai (value added). Jumlah pertambahan nilai dari seluruh industri sama dengan produk domestik bruto (PDB) yang merupakan ukuran standard ekonomi domestik suatu negara. Belum adanya klasifikasi standard industri kreatif dan data resmi dari pemerintah mengakibatkan kesulitan dalam mengestimasikan kontribusi ekonomi kreatif terhadap perkembangan ekonomi dunia. sosial Dampak sosial ekonomi kreatif adalah kontribusi tenaga kerjanya. Industri kreatif membutuhkan ketrampilan spesifik dan kualifikasi tenaga kerja yang cukup tinggi, khususnya untuk pekerjaan kreatif dengan konsentrasi tinggi, antara lain produksi film dan teater. Kontribusi ekonomi kreatif terhadap ketenagakerjaan sangat signifikan, yaitu sekitar dua sampai delapan persen tenaga kerja bekerja untuk sektor ekonomi kreatif. Potensi penciptaan pekerjaan di sektor ekonomi kreatif ini menjadi penting dalam arti politis, antara lain strategi untuk mengembangkan kawasan industri di beberapa negara, menetapkan industri kreatif sebagai cara efektif untuk memberdayaan tenaga kerja, karena setiap orang adalah pelaku industri kreatif. Data Badan Pusat Statistik tidak menyebutkan secara rinci jumlah tenaga kerja Indoensia yang bekerja untuk setiap subsektor industri kreatif, hanya disebutkan jumlah tenaga kerja di industri pada tahun 2012 adalah 15.367.242 orang. Ada kemungkinan, tenaga kerja di Artikel Industri Kreatif
| 12
sektor industri kreatif juga dimasukkan dalam klasifikasi Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan, karena ada sebagian industri perorangan yang diklasifikasikan sebagai industri kreatif, antara lain fotografer, penulis, sasterawan, pemain film, pelukis dan pekerja seni lainnya. Klasifikasi Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan menyerap tenaga kerja sebanyak 17.100.896 orang tahun 2012. Dengan demikian, jika dua klasifikasi tersebut meliputi subsektor industri kreatif, maka jumlah tenaga kerja di sektor ekonomi kreatif menjadi 32.468.138, atau 29,30 persen dari total angkatan kerja di Indonesia, atinya kontribusi ekonomi kreatif di Indonesia terhadap angkatan kerja cukup signifikan. Budaya Dimensi budaya merupakan dimensi penting dalam perkembangan ekonomi kreatif. Budaya diinterpretasikan sebagai berbagi nilai dan tradisi yang memberi indetitas suatu komunitas atau suatu bangsa dan merupakan kesatuan. Dalam arti fungsional, budaya berarti praktik suatu kesenian. Ekonomi kreatif merupakan dampak dari kegiatan budaya tersebut. Nilai-nilai budaya sangat penting sebagai identitas suatu bangsa, kota, pedesaan atau komunitas. Keragaman budaya dari seluruh dunia menjadi semakin jelas dan dominan. Ketika proses globalisasi budaya terus berjalan, nilai keragaman budaya menjadi lebih nyata berperan dalam industri kreatif. Keragaman budaya merupakan dimensi kunci untuk pengembangan dan perdamaian yang berkelanjutan. Keragaman budaya juga merupakan kunci untuk meguji empat aspek yang mempengaruhi evolusi keragaman budaya yaitu bahasa, pendidikan, komunikasi dan isi budaya, serta kreatifitas dan pasar karya kreatif. Keragaman budaya ini merupakan dimensi ekonomi kreatif yang akan memberikan banyak manfaat dalam pengembangan komunitas internasional. Keberlangsungan budaya berpengaruh pada proses perawatan semua aset budaya, dari bahasa dan ritual tradisi sampai ke pekerjaan seni, artefak dan lokasi serta bangunan cagar budaya. Aset budaya tersebut berpengaruh pada industri kreatif yang berkaitan dengan kebijakan budaya tentang strategi untuk menjaga investasi untuk mengembangkan dan mempromosikan industri budaya melalui cara-cara yang berkelanjutan. Industri kreatif berpartisipasi langsung dalam menjaga pengembangan berkelanjutan, dan berimplikasi pada (1) kesetaraan antar generasi, (2) kesetaraan intra generasi, (3) perlindungan keragaman budaya dan keragaman hayati, (4) peraturan keselamatan cagar budaya, dan (5) keterhubungan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan. Pengembangan Berkelanjutan Dimensi pengembangan berkelanjutan merupakan dimensi keempat dari ekonomi kreatif. Industri kreatif juga memberikan kontribusi kepada pengembangan bekelanjutan. Konsep berkelanjutan memiliki lingkup yang lebih luas dari sekedar aplikasinya di lingkup lingkungan. Modal budaya yang riil dan terhitung (tangible) maupun yang tidak riil (intangble) dari suatu komunitas, daerah maupun negara, merupakan modal untuk generasi mendatang sebagai sumberdaya alam dan kebutuhan ekosistem yang harus dijaga untuk memastikan keberlangsungan bagi kehidupan manusia di planet ini. © 2014 Kuntari Eri Murti
Artikel Industri Kreatif
| 13
DAFTAR PUSTAKA ---------- (2013) Transition Action Guide, for Post-School Planning, Department of Workforce Development, State of Wisconsin. ---------- (2013) Transition to Work, Program Guidelines, NSW Department of Family and Community Services A. Ika Rahutami dan Kuntari Erimurti (2007) “Pemampuan knowledge management dalam meningkatkan kinerja usaha mikro, kecil dan menengah”, dalam Immovation 2007, Bank Indonesia, Jakarta Business Resource Software (2007) www.bplan.com De Bono, Edward (1992) Sur/Petition: Going Beyond Competition, London, Harper Collins Publisher. Design Council (2007) Lesson from Europe, Report on the Design Council/HEFCE fact-finding, Visit to Netherland, Denmark and Finland, 5-10 September. Dyer, Jeffrey H.; Gregersen, Hal B., and Christensen, Clayton M. (2009) The innovator’s DNA, Harvard Business Review, December 2009, pp. 1-10. Hamidi, Daniel Yar; Wennberg, Karl and Berglund, Henrik. (2008) Creativity in entrepreneurship education, Journal of Small Business and Enterprise Development, Vol. 15 No. 2, pp. 304320. Hisrich, Robert D., Peters, Michael P. and Shepherd, Dean A. (2005) Entrepreneurship, 6 ed., New York: McGraw-Hill Irwin. Kotler, Philip and Keller, Kevin, Lane (2006) Marketing Management” 12th Ed., NJ, Pearson Education. McLennan, J. F. (2004), The Philosophy of Sustainable Design, Packham, Gary; Jones, Paul; Miller, Christopher; Pickernell, David and Thomas, Brychan. (2010) Attitudes towards entrepreneurship education: a comparative analysis, Education and Training, Vol. 52 No. 8/9, pp. 568-586. Rasmussen, Einar A., dan Sørheim, Roger (2006) Action-based entrepreneurship education, Technovation, No. 26, pp. 185–194. Schiavone, Francesco; Pierini, Marco and Eckert, Vincent (2008) “Strategy-based approach to eco-design: an innovative methodology for systematic integration of ecologic /economic considerations into product development process,” International Journal of Sustainable Design, Vol. 1, No. 1, pp. 29-44. Schiavone, Francesco; Pierini, Marco and Eckert, Vincent (2008) “Strategy-based approach to eco-design: an innovative methodology for systematic integration of ecologic /economic considerations into product development process,” International Journal of Sustainable Design, Vol. 1, No. 1, pp. 29-44. StarNewsOnline.com diakses Januari 2008. The Eco-Indicator 95 (1996) Weighting method for environmental effects that damage ecosystem or human health on a European scale, Updated version. Walker, Stuart (2008) “Extant objects: designing things as they are,” International Journal of Sustainable Design, Vol. 1, No. 1, pp: 4-12. www.adaptinternational.it
Artikel Industri Kreatif
| 14