II HASIL KEGIATAN PRAKTIKUM
2.1 Deskriptif Populasi Dasar A. Landasan Teori
Analisis deskriptif adalah merupakan bentuk analisis data penelitian untuk menguji generalisasi hasil penelitian berdasarkan satu sample. Analisa deskriptif ini dilakukan dengan pengujian hipotesis deskriptif. Hasil analisisnya adalah apakah hipotesis penelitian dapat digeneralisasikan atau tidak. Statistik deskriptif atau statistic deduktif adalah bagian dari statistic mempelajari cara pengumpulan data dan penyajian data sehingga muda dipahami. Dengan kata statistic deskriptif berfungsi menerangkan keadaan, gejala, atau persoalan. Penarikan kesimpulan pada statistic deskriptif (jika ada) hanya ditujukan pada kumpulan data yang ada. Didasarkan pada ruang lingkup bahasannya statistik deskriptif mencakup : 1. Distribusi frekuensi beserta bagian-bagiannya seperti : a.
Grafik distibusi (histogram, poligon frekuensi, dan ogif)
b.
Ukuran nilai pusat (rata-rata, median, modus, kuartil dan sebagainya)
c.
Ukuran dispersi (jangkauan, simpangan rata-rata, variasi, simpangan baku, dan sebagianya)
d.
Kemencengan dan keruncingan kurva.
2. Angka indeks. 3. Times series/deret waktu atau berkala. 4. Korelasi dan regresi sederhana.
Analisa korelasi dan regresi dalam pemuliaann ternak sering digunakan, apakah suatu sifat seekor ternak terdapat keeratan hubungan dengan sifat lain dan bagaimana bentuk hubungan tersebut. Pendugaan analisa korelasi dalam pemuliaan berfungsi dalam seleksi, khususnya dalam seleksi terhadap satu sifat yang bila ada korelasi dengan
dengan sifat lain terutama yang berkorelasi positip akan memberi respon terhadap sifat lainnya. Manfaat analisa korelasi dan regresi: 1. Dalam seleksi tandem dapat diperoleh hasil samping terhadap sifat yang berkorelasi positif, bila sifat yang pertama telah diperoleh keberhasilan akan diikuti sifat lain yang mempunyai kolerasi. 2. Dapat
meramalkan
sifat
yang
satu
terhadap
sifat
lainnya,
bila
menggunakan seleksi respon korelasi. 3. Menduga efektivitas dari dua sifat yang diseleksi, sehingga sifat yang mana yang perlu lebih diutamakan dilakukan. 4. Dapat menghindarkan terhadap seleksi dari 2 sifat yang berkorelasi negatif, kecuali bila sifat yang lainnya benar-benar lebih efektif dan efisien. 5. Menduga besarnya korelasi dari dua sifat atau lebih ynag berkorelasi, sehingga mana yang perlu didahulukan (melalui test sinificancy). 6. Mengukur besarnya perubahan-perubahan yang aka terjadi antara sifat yang satu dengan yang lain. 7. Serta dapat digunakan dalam “indeks seleksi” Analisa korelasi adalah untuk mempelajari apakah ada hubungan antar dua sifat yang diamati, sehingga dalam hal ini korelasi dapat mengukur keerat (derajat) hubungan antara dua peubah. Sedangkan analisa regresi kebanyakan digunakan untuk menganalisa bentuk hubungan antar dua peubah (variabel) atau lebih. Pada tahun 1908 ahli matematika Inggris G.H Hardy bersama dokter Jerman W. weinberg, secara sendiri – sendiri menemukan prinsip frekuensi alel suatu gen pada penduduk. Lalu hukum ini disebut Hardy – Weinberg, dan menjadi dasar apa yang disebut “Genetika Masyarakat”(Population Genetics). Kemudian hukum ini menjadi akar dari perkembangan ilmu Biometrika dalam genetika, yang ditumbuhkan sejak th.1920 oleh R.A Fisher dan Sewall Wright. Dengan cara ini perhitungan frekuensi genetis bukan lagi diambil dari contoh(sampel) yang didapat dari eksperimen dari laboratorium, melainkan dari masyarakat. Bukan pula terbatas pada
Data diatas telah diranking dari terkecil hingga terbesar, diketahui : A. Data produksi wool hasil tiga kali pencukuran pada domba Merino Nomor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nomor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
-
Pencukuran ke 1 A 3.9 3.1 3.3 3.8 3.6 3.7 3.5 3.5 3.2 3.0
Berat wool bersih (kg) Pencukuran ke 2 A 3.9 3.5 3.7 4.2 3.7 4.3 3.5 3.8 4.1 3.5
Pencukuran ke 3 A 4.1 3.6 3.6 4.1 3.8 3.8 3.5 3.9 3.7 3.4
Pencukuran ke 1 B 3.1 2.9 3.5 3.6 3.4 3.4 3.8 3.0 3.2 3.7
Berat wool bersih (kg) Pencukuran ke 2 B 4.0 3.4 3.6 4.2 3.4 3.7 3.8 3.4 3.6 4.1
Pencukuran ke 3 B 3.6 3.3 3.7 3.7 3.4 3.8 4.0 3.5 3.5 4.0
Pencukuran 1 A : 3.5, 3.1, 3.2, 3.3, 3.5, 3.5, 3.6, 3.7, 3.8, 3.9 Jumlah = ∑ =
̅ = 0.092 s = √ = √ = 0,303 kk =
= = 8.77% ̅
-
Pencukuran 1 B : 2.9, 3.0, 3.1, 3.4, 3.4, 3.5, 3.6, 3.7, 3.8, 3.9 Jumlah = ∑ =
̅ = 0.088 s = √ = √ = 0,296 kk =
= = 8.69% ̅
Pencukuran 2 A : 3.5, 3.5, 3.5, 3.7, 3.7, 3.8, 3.9, 4.1, 4.2, 4.3 Jumlah = ∑ = 3.5 + 3.5 + 3.5 + 3.7 + 3.7 + 3.8 + 3.9 + 4.1 + 4.2 + 4.3= 38.2 -
̅
= 0.796 s = √ = √ = 0,892 kk =
= = 23.35% ̅
Pencukuran 2 B : 3.4, 3.4, 3.4, 3.6, 3.6, 3.7, 3.8, 4.0, 4.1, 4.2 Jumlah = ∑ = 3.4 + 3.4 + 3.4 + 3.6 + 3.6 + 3.7 + 3.8 + 4.0 + 4.1 + 4.2 =37.2
̅
= 0.796 s = √ = √ = 0,892 kk =
= = 23.97% ̅
Pencukuran 3 A : 3.4, 3.5, 3.6, 3.6, 3.7, 3.8, 3.8, 3.9, 4.1, 4.1 Jumlah = ∑ = 3.4 + 3.5 + 3.6 + 3.6 + 3.7 + 3.8 + 3.8 + 3.9 + 4.1 + 4.1= 37.5
̅
= 0.055 s = √ = = 0,236 kk =
-
= = 6.29 % ̅
Jumlah = ∑ =
Pencukuran 3 B : 3.3, 3.4, 3.5, 3.5, 3.6, 3.7, 3.7, 3.8, 4.0, 4.0 Jumlah = ∑ = 3.3 + 3.4 + 3.5 + 3.5 + 3.6 + 3.7 + 3.7 + 3.8 + 4.0 + 4.0= 36.5
̅
= 0.045 s = √ = = 0,212 kk =
= = 5.81 % ̅
1. Ukuran penyebaran 2
a. Ragam (s ) b. Simpangan baku atau standar deviasi (s) c. Koefisien keragaman atau koefisien variasi (kk) Populasi dasar merupakan populasi yang secara umum belum dilakukan intervensi atau spesies yang terkandung di dalamnya. Dalam pemuliaan, populasi dasar perlu dianalisis secara deskriptif menggunakan analisis statistik. Analisis deskriptif terhadap populasi meliputi : Ukuran tendensi pusat atau ukuran pemusatan, merupakan gambaran populasi yang ada dalam populasi panmixia diduga menyabar secara normal. Dalam ukuran terdensi pusat digunakan untuk menghitung mean, median dan modus.
Ukuran penyabaran untuk menggambarkan keragaman atau variasi tiap individu terhadap tendensi pusatnya. Dari hasil data yang kami hitung di atas, Koefisien keragaman yang kami hitung tidak seragam, karena hasilnya ada yang lebih dari 10% yakni pada Pencukuran 2 sebesar 23.35%
1.1.1
Deskriptif Populasi Dasar
Dari hasil perhitungan produksi wol hasil 3 kali pencukuran pada domba Merino A1 didapatkan ragam sebesar 0.092 dan simpangan baku sebesar 0,303. Sedangkan, nilai kofisien keragaman adalah 8,77%. Koefisien keragaman yang kami hitung seragam, karena hasilnya kurang dari 10%. Sedangkan hasil pencukuran pada domba Merino B1 didapatkan ragam sebesar 0.088 dan simpangan baku sebesar 0,296. Sedangkan, nilai kofisien keragaman adalah 8,69%. Koefisien keragaman yang kami hitung seragam, karena hasilnya kurang dari 10%. Sedangkan hasil pencukuran pada domba Merino A2 didapatkan ragam sebesar 0.796 dan simpangan baku sebesar 0,892. Sedangkan, nilai kofisien keragaman adalah 23,35%. Koefisien keragaman yang kami hitung tidak seragam, karena hasilnya lebih dari 10%. Sedangkan hasil pencukuran pada domba Merino B2 didapatkan ragam sebesar 0.796 dan simpangan baku sebesar 0,892. Sedangkan, nilai kofisien keragaman adalah 23,97%. Koefisien keragaman yang kami hitung tidak seragam, karena hasilnya lebih dari 10%. Sedangkan hasil pencukuran pada domba Merino A3 didapatkan ragam sebesar 0.055 dan simpangan baku sebesar 0,236. Sedangkan, nilai kofisien keragaman adalah 6,29%. Koefisien keragaman yang kami hitung seragam, karena hasilnya kurang dari 10%. Sedangkan hasil pencukuran pada domba Merino B3 didapatkan ragam sebesar 0.045 dan simpangan baku sebesar 0,212. Sedangkan, nilai kofisien keragaman adalah 5,81%. Koefisien keragaman yang kami hitung seragam, karena hasilnya kurang dari 10%.
.