TUGAS FARMAKOTERAPI OBAT KARDIOVASKULER
Dra. Refdanita., M.Si
Disusun oleh: 1. Rabitha Rusyita
13330119
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA - SELATAN 2016
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya. Makalah ini berjudul “OBAT KARDIOVASKULER” dan dibuat untuk memenuhi mata kuliah Farmakoterapi. Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Jakarta,
Oktober
2016
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ..........................................................................................i BAB Iii PENDAHULUAN1 1.1 Latar Belakang1 1.2 Rumusan Masalah1 1.3 Tujuan Penulisan1 BAB II2 TINJAUAN PUSTAKA2 2.1 Pengertian2 BAB III ......................................................................................................................................3 PEMBAHASAN .......................................................................................................................3 3.1 OBAT GAGAL JANTUNG............................................................................................3 3.2 OBAT ARITMIA...........................................................................................................16 3.3 OBAT ANTIHIPERTENSI 31 3.3 OBAT ANTIANGINA42.................................................................................... BAB IV4
PENUTUP ..............................................................................................................................49 Kesimpulan Dan Saran ............................................................................................................49 DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................50
3
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar belakang Mengingat peranan obat yang sangat penting ini, maka sejak permulaan abad ke – 20 timbul disiplin baru dalam ilmu kedokteran yang dinamakan farmakologi ( farmakon = obat, logos = ilmu ). Semula farmakologi mencakup semua ilmu yang berhubungan dengan obat dengan definisi sebagai berikut : ilmu yang mempelajari sejarah, asal-usul obat, sifat fisik dan kimiawi, cara mencampur dan membuat obat, efek terhadap fungsi bokimiawi dan faal, cara kerja, absorpsi, distribusi, biotransformasi dan ekresi, pengunaan dalam klinik dan efek toksiknya. Obat dalam arti luas adalah zat kimia yang mempengaruhi proses hidup, sehingga farmakologi mencakup ilmu pengetahuan ( explosion of knowledge ) dan keterbatasan kemampuan otak manusia maka farmakologi dipecah menjadi berbagai disiplin yang mempunyai ruang lingkup yang lebih terbatas. Sistem kardiovaskuler adalah suatu sistem yang sangat dinamik,yang harus mampu berdaptasi cepat terhadap perubahan mendadak. Perubahan terkanan darah, kerja dan frekuensi jantung serta komponen kardiovaskuler lain merupakan resultante dari berbagai faktor pengatur yang bekerja secara serentak.
1.2
Rumusan Masalah 1. Apa fungsi obat sistem kardiovaskuler ? 2. Bagaimana strategi pemberian obat kardiavaskuler ? 3. Apa obat yang paling sering di gunakan ? 4. Apa saja efek utama dan efek samping dari obat tersebut ?
1.3
Tujuan Penulisan
1. Mengetahui fungsi dari obat kardiofaskuler. 2. Mengetahui strategi pemberian obat kardiovaskuler. 4
3. mengetahui obat yang paling sering di gunakan. 4. mengetahui efek utama dan efek samping obat kardiovaskuler.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Kardiovaskuler terdiri dari dua suku kata yaitu cardiac dan vaskuler. Cardiac yang berarti jantung dan vaskuler yang berarti pembuluh darah. Dalam hal ini mencakup sistem sirkulasi darah yang terdiri dari jantung komponen darah dan pembuluh darah. Pusat peredaran darah atau sirkulasi darah ini berawal dijantung, yaitu sebuah pompa berotot yang berdenyut secara ritmis dan berulang 60-100x/menit. Setiap denyut menyebabkan darah mengalir dari jantung, ke seluruh tubuh dalam suatu jaringan tertutup yang terdiri atas arteri, arteriol, dan kapiler kemudian kembali ke jantung melalui venula dan vena Dalam mekanisme pemeliharaan lingkungan internal sirkulasi darah digunakan sebagai sistem transport oksigen, karbon dioksida, makanan, dan hormon serta obat-obatan ke seluruh jaringan sesuai dengan kebutuhan metabolisme tiap-tiap sel dalam tubuh. Dalam hal ini, faktor perubahan volume
cairan
tubuh
dan
hormon
dapat
berpengaruh
pada
sistem
kardiovaskuler baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam memahami sistem sirkulasi jantung, kita perlu memahami anatomi fisiologi yang ada pada jantung tersebut sehingga kita mampu memahami berbagai problematika berkaitan dengan sistem kardivaskuler tanpa ada kesalahan yang membuat kita melakukan neglicen t( kelalaian). Oleh karena itu, sangat penting sekali memahami anantomi fisiologi 5
kardiovaskuler yang berfungsi langsung dalam mengedarkan obat-obatan serta oksigenasi dalam tubuh dalam proses kehidupan. Obat kardiovaskuler adalah obat yang digunakan untuk kelainan jantung dan pembuluh darah. Obat kardiovaskuler dibedakan menjadi beberapa bagian, diantaranya ; 1.
Obat Gagal Jantung
2.
Obat Antiaritmia
3.
Obat Antihipertensi
4.
Obat Lipidemia
5.
Obat Antiangina
BAB III PEMBAHASAN OBAT – OBAT KARDIOVASKULAR 3.1 Obat Gagal Jantung 1.1. Penghambat ACE A. Mekanisme Kerja Penghambat ACE menghambat konversi angiotensin I (Ang I) menjadi angiotensin II (Ang II). Kebanyakan efek biologik Ang II diperantarai oleh reseptor angiotensin tipe 1 (AT1). Stimulasi reseptor AT1 menyebabkan vasokontriksi, stimulasi dan pelepasan aldosterone, peningkatan aktivitas simpatis, dan hipertrofi miokard. Penghambat ACE dengan mengurangi pembentukan Ang II akan menghambat aktivitas Ang
II
di
pengurangan
reseptor
AT1
hipertrofi
maupun
miokard
AT2,
dan
sehingga
penurunan
terjadi preload
jantung yang akan menhambat progresi remodelling jantung. 6
Di Samping itu, penurunan aktivitas neurohormonal endogen (Ang II, aldosteron, norepinefrin) akan mengurangi efek langsugnya dalam menstimulasi remodelling jantung. Enzim ACE juga merupakan kininase II, maka penghambat ACE akan menghambat degradasi bradikinin sehingga kadar bradikinin yang terbentuk lokal di endotel vaskuler akan meningkat. Bradikinin bekerja lokal pada reseptor BK 2 di sel endotel dan menghasilkan
nitric
oxide
(NO)
dan
prostasiklin
(PGI 2),
keduanya merupakan vasodilator, antiagregasi trombosit dan antiproliferasi. B. Kontraindikasi Penghambat ACE tidak dianjurkan untuk diberikan kepada wanita hamil dan menyusui, pasien dengan stenosis arteri ginjal
bilateral,
atau
angioedema
pada
terapi
dengan
penghambat ACE sebelumnya. C. Dosis Penghambat ACE harus selalu dimulai dengan dosis rendah dan dititrasi sampai dosis target. Dosis target adalah dosis
pemeliharaan
yang
telah
terbukti
efektif
untuk
mengurangi mortalitas/hospitalisasi dalam uji klinik yang besar. Obat
Dosis awal
Dosis pemeliharaan
Kaptopril
6,25 mg tid
25 - 50 mg tid
Enalapril
2,5 mg od
10 - 20 mg bid
Lisinopril
2,5 mg od
5 - 20 mg od
Ramipril
1,25 mg od/bid
2,5 - 5 mg bid
1 mg od
4 mg od
Kuinapril
2,5 mg od
5 - 10 mg bid
Fosinopril
5 - 10 mg od
20 - 40 mg od
Perindopril
2 mg od
4 mg od
Trandolapril
od = sekali sehari ; bid = 2 x sehari ; tid = 3x sehari
7
D. Efek Samping Batuk, hipotensi,
gangguan fungsi ginjal, hyperkalemia,
dan angioedema. 1.2.
Antagonis Angiotensin II (AT1-Bloker) A. Mekanisme Kerja Antagonis angiotensin II (Ang II) menghambat aktivitas Ang II hanya di reseptor AT1 dan tidak di reseptor AT2, maka disebut juga AT1-Bloker. Tidak adanya hambatan kininase II menyebabkan
bradikinin
dipecah
menjadi
kinin
inaktif,
sehingga vasodilator NO dan PGI2 tidak terbentuk. Dalam hal ini
diduga
mekanismenya
juga
sama,
yakni
akumulasi
bradikinin karena terjadi reaksi saling antara penghambat ACE dan AT1-Bloker. B. Dosis Obat Kandesartan Losartan Valsartan
Dosis Awal 4 – 8 mg od 25 – 50 mg od 20 – 40 mg od
Dosis Maksimal 32 mg od 50 – 100 mg od 160 bid
C. Efek Samping Pusing dan batuk kering. 1.3.
Diuretik A. Mekanisme Kerja a. Farmakodinamik Diuretik kuat terutama bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi elektrolit Na+/K+/2CI- di ansa Henle asendens bagian epitel tebal; tempat kedanya di permukaan sel epitel bagian lumina) (yang menghadap ke lumen tubuh). Pada pemberian secara IV obat ini cenderung meningkatkan aliran darah ginjal tanpa disertai peningkatan filtrasi glomerulus. Perubahan
hemodinamik
menurunnya
reabsorpsi
ginjal
cairan
dan
ini
mengakibatkan
elektrolit
di
tubuh
proksimal Serta meningkatnya efek awal diuresis. Peningkatan 8
aliran darah ginjal ini relatif hanya berlangsung sebentar. Dengan berkurangnya cairan ekstrasel akibat diuresis, maka aliran darah ginjal menurun dan hal ini akan mengakibatkan meningkatnya
reabsorpsi
cairan
dan elektrolit
di
tubuh
proksimal. Hal yang terakhir ini agaknya merupakan suatu mekanisme kompensasi yang membatasi jumlah zat terlarut yang mencapai bagian epitel tebal Henle asendens, dengan demikian akan mengurangi diuresis. Masih dipertentangkan apakah diuretik kuat juga bekerja di tubuh proksimal. Furosemid dan bumetanid mempunyai days hambat enzim karbonik anhidrase karena keduanya merupakan
derivat
asetazolamid,
tetapi
sulfonamid,
seperti
aktivitasnya
juga
terlalu
tiazid
lemah
dan untuk
menyebabkan diuresis di tubuh proksimal. Asametakrinat tidak menghambat enzim karbonik anhidrase. Efek diuretik kuat terhadap segmen yang lebih distal dari ansa henle asendens epitel tebal belum dapat dipastikan, tetapi dari besarnya diuresis yang terjadi, diduga obat ini bekerja juga di segmen tubuh lain. Diuretik kuat juga menyebabkan meningkatnya ekskresi K+ dan kadar asam urat plasma, mekanismenya kemungkinan besar sama dengan tiazid. Ekskresi Ca ++ dan Mg++ juga ditingkatkan sebanding dengan peningkatan ekskresi Na +. Berbeda dengan tiazid, golongan ini tidak meningkatkan reabsorpsi Ca++ di tubuh distal. Berdasarkan atas efek kalsiuria ini, golongan diuretik kuat digunakan untuk pengobatan simptomatik hiperkalsemia. Diuretik kuat meningkatkan ekskresi asam yang dapat dititrasi (fitrable acid) dan ammonia. Fenomena yang diduga terjadi karena efeknya di nefron distal ini merupakan salah sate faktor penyebab terjadinya alkalosis metabolik.
9
Bila mobilisasi cairan edema terlalu cepat, alkalosis metabolik oleh diuretik kuat ini terutama terjadi akibat penyusutan
volume
cairan
ekstrasel.
Sebaliknya
pada
penggunaan yang kronik, faktor utama penyebab alkalosis ialah besarnya asupan garam dan ekskresi H + dan K+. Alkalosis ini seringkali disertai dengan hiponatremia, tetapi masing-masing disebabkan oleh mekanisme yang berbeda.
b. Farmakokinetik Diuretik kuat mudah diserap melalui saluran cema, dengan derajat yang agak berbeda-beda. Bioavailabilitas furosemid 65% sedangkan bumetenid hampir 100%. Obat golongan ini terikat pada protein plasma secara ekstensif, sehingga tidak difiltrasi di glomerulus tetapi cepat sekali disekresi melalui sistem transpor asam organik di tubuh proksimal. Dengan cara ini obat terakumulasi di cairar tubuh dan mungkin sekali ditempat kerja di daerah yang lebih distal lagi. Probenesid dapat menghambat sekresi furosemid, dan interaksi antara keduanya ini hanya terbatas pada tingkat sekresi tubuh, dan tidak pada tempat kerja diuretik. Torsemid memiliki mass kerja seclikit lebih panjang dad furosemid. Kira-kira 2/3 clad asam etakrinat yang diberikan secara IV diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh dan dalam 10
konjugasi dengan senyawa sulfhidril terutama sistein dan Nasetil sistein. Sebagian lagi diekskresi melalui hati. Sebagian besar furosemid diekskresi dengan cara yang sama, hanya Sebagian kecil dalam bentuk
glukoronid. Kira-kira
50%
bumetanid diekskresi dalam bentuk asal, selebihnya sebagai metabolit. B. Kontraindikasi Oleh karena penurunan curah jantung akibat deplesi cairan akan meningkatkan aktivasi neurohormonal yang akan memacu progresi gagal jantung, maka diuretik tidak boleh diberikan pada gagal jantung yang asimtomatik maupun yang tidak ada overload cairan, maka itu diuretic harus selalu diberikan dalam kombinasi dengan penghambat ACE. C. Dosis
D. Efek Samping a. Gangguan cairan dan elektrolit b. Ototoksisitas c. Hipotensi d. Efek metabolik e. Reaksi alergi f. Nefritis interstisialis alergik E. Interaksi 11
Seperti diuretik tiazid, hipopkalemia akibat pemberian diuretik kuat dapat meningkatkan risiko aritmia pada pasien yang juga mendapat digitalis atau obat antiaritmia. Pemberian bersama obat yang bersifat nefrotoksik seperti aminoglikosida dan antikanker sisplatin akan meningkatkan risiko nefrotoksisitas. Probenesid mengurangi sekresi diuretik ke lumen tubulus sehingga efek diuresisnya berkurang. Diuretik kuat dapat berinteraksi dengan warfarin dan klofibrat melalui penggeseran ikatannya dengan protein. Pada penggunaan kronis, diuretik kuat ini dapat menurunkan klirens litium. Penggunaan bersama dengan sefalosporin dapat meningkatkan nefrotoksisitas sefalosporin. Anti-inflamasi nonsteroid terutama indometasin dan kortikosteroid melawan kerja furosemid.
1.4. Antagonis Aldosteron A. Mekanisme Kerja Pada pasien gagal jantung, kadar plasma aldosteron meningkat
(akibat
aldosteron),
bisa
aktivasi
sampai
20x
sistem kadar
reninangiotensinnormal.
Aldosteron
menyebabkan retensi Na dan air serta ekskresi K dan Mg. Retensi Na dan air menyebabkan edema dan peningkatan preload
jantung.
Aldosteron
memacu
remodelling
dan
disfungsi ventrikel melalui peningkatan preload dan efek langsung yang menyebabkan fibrosis miokard dan proliferasi fibroblas (lihat Gambar 19-1 dan 19-2). Karena itu antagonisasi efek
aldosteron
akan
mengurangi
progresi
remodelling
jantung sehingga dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas akibat gagal jantung. Pada saat ini ada 2 antagonis aldosteron, yakni spironolakton dan eplerenon. B. Dosis Sebelum pemberian obat, periksa dulu kadar K serum (harus ≤ 5,0 mmol/L) dan kreatinin (harus ≤ 2,0-2,5 mg/dL) 12
atau klirens kreatinin > 30 mL/menit. Obat diberikan dengan dosis awal yang rendah : spironolakton 12,5 mg, eplerenon 25 mg
sehari,
kemudian
dosis
dapat
ditingkatkan
menjadi
spironolakton 25 mg, eplerenon 50 mg, jika diperlukan. Risiko hiperkalemia meningkat dengan dosis penghambat ACE yang lebih tinggi (kaptopril ≥ 75 mg/hari, enalapril atau lisinopril ≥ 10 mg/hari). Penggunaan obat AINS dan coxib harus dihindari. Kadar K dan fungsi ginjal harus dimonitor dengan ketat: periksa dalam 3 had dan pada 1 minggu setelah awal terapi dan sedikitnya sebulan sekali selama 3 bulan pertama. Jika kadar K 5,0-5,5 mmol/L, kurangi dosis obat dengan 50%, hentikan obat jika kadar K > 5,5 mmol/L. Setelah 1 bulan, jika gejala-gejala gagal
jantung belum membaik dan kadar K
normal, dosis obat dinaikkan. Periksa lagi kadar K dan kreatinin setelah 1 minggu. Jika terjadi diare atau penyebab dehidrasi lainnya, harus segera ditangani. C. Interaksi Antagonis aldosteron direkomendasikan untuk ditambahkan pada : a. Penghambat ACE dan diuretik kuat pada gagal jantung lanjut (NYHA kelas III-IV) dengan disfungsi sistolik (fraksi ejeksi ≤ 35%) untuk mengurangi mortalias dan morbiditas (terbukti untuk spironolakton). b. Penghambat ACE dan β-bloker pada gagal bantuan setelah infark miokard dengan disfungsi sistolik ventrikel kid (fraksi ejeksi ≤ 40%) dan tanda-tanda gagal jantung atau
diabetes
untuk
mengurangi
morbiditas (terbukti untuk eplerenon).
1.5. β – Blocker A. Mekanisme Kerja
13
mortalitas
dan
Pada Gambar 19-3 terlihat bahwa aktivasi simpatis akan mengaktifkan sistem renin-angiotensinaldosteron (RAA). Renin disekresi oleh sel jukstaglomerular di ginjal melalui stimulasi reseptor adrenergik Pl. Selanjutnya aktivitas sistem simpatis maupun sistem RAA akan mengakibatkan hipertrofi miokard melalui efek vasokonstriksi perifer (arteri dan vena) dan retensi Na dan air oleh ginjal. Sedangkan vasokonstriksi koroner
akan
mengurangi
pasokan
darah
pada
Binding
ventrikel yang hipertrofi sehingga terjadi iskemia miokard. Peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas miokard juga akan
menyebabkan
peningkatan
iskemia
kebutuhan
O2
miokard miokard
relatif
karena
disertai
dengan
berkurangnya pasokan O2 miokard. Iskernia miokard akan menyebabkan memicu
terjadinya
meningkatkan sehingga
perlambatan
konduksi
aritmia
automatisitas
terbentuk
jantung,
jantung. sel-sel
fokus-fokus
yang
akan
Norepinefrin
juga
automatik ektopik
yang
jantung akan
menimbulkan aritmia jantung. Angiotensin II juga bekerja langsung pada jantung untuk menstimulasi pertumbuhan 14
sehingga terjadi hipertrofi miokard. Selanjutnya, hipertrofi miokard yang terjadi akibat styes hemodinamik maupun yang terjadi secara langsung akan memicu apoptosis dan fibrosis miokard
sehingga
terjadi
remodelling
miokard,
yang
berlangsung secara progresif, dan dengan demikian terjadi progresi gagal jantung. Pemberian β-bloker pada gagal jantung sistolik (lihat Gambar 19-3) akan mengurangi kejadian iskemia miokard, mengurangi stimulasi sel-sel automatik jantung dan efek antiaritmia lainnya, sehingga mengurangi risiko terjadinya aritmia jantung, dan dengan demikian mengurangi risiko terjadinya kematian mendadak (kematian kardiovaskular). βbloker
juga
menghambat
penglepasan
renin
sehingga
menghambat aktivasi sistem RAA. Akibatnya terjadi penurunan hipertrofi
miokard,
apoptosis
&
fibrosis
miokard,
dan
remodelling miokard, sehingga progresi gagal jantung akan terhambat, dan dengan demikian memburuknya kondisi klinik juga akan terhambat. B. Dosis Peningkatan
β–
Dosis
Bloker
awal
Bisoprol
1,25 mg
(mg/hari) 2,5; 3,75; 5;
ol Metoprol
od
7.5; 10 25; 50; 100;
200 mg
suksinat
12,5/25 mg od
200
od
CR Karvedil
3,125 mg
6,25; 12,5;
dib
25; 50
ol
ol
dosis
C. Efek Samping 15
Dosis
Periode
target
titrasi
10 mg od
25 mg od
Minggu bulan
Idem
Idem
Pada awal terapi dengan β-bloker dapat terjadi : a. Retensi
cairan
dan
memburuknya
gejala-gejala,
maka tingkatkan dosis diuretik. b. Hipotensi, maka kurangi dosis penghambat ACE atau β-bloker. c. Bradikardia, maka kurangi dosis β-bloker. d. Rasa lelah, maka kurangi dosis β-bloker.
1.6. Vasodilatasor Lain A. Hidralazin-Isosorbid Dinitrat Kombinasi ini dapat diberikan pada pasien gagal jantung sistolik yang tidak dapat mentoleransi penghambat ACE dan antagonis All, untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas dan
memperbaiki
kualitas
hidup.
Hidralazin
merupakan
vasodilator arteri sehingga menurunkan afterload, sedangkan isosorbid
dinitrat
merupakan
menurunkan preload jantung. B. NA Nitroprusid I.V. Merupakan prodrug dari
venodilator
nitric
oxide
sehingga
(NO),
suatu
vasodilator kuat, kerjanya di arteri maupun vena, sehingga menurunkan kerjanya
after-load
cepat
(2-5
maupun
menit)
preload
karena
cepat
jantung.
Mule
dimetabolisme
membentuk, NO yang aktif. Mesa kerjanya singkat sehingga dosisnya dapat dititrasi dengan cepat untuk mencapai efek hemodinamik yang diinginkan. Karena itu obat ini biasa dipakai untuk mengatasi gagal jantung akut di IGD. C. Nitrogliserin I.V. Obat ini juga prodrug dari NO. Pada kecepatan infus yang rendah, obat ini hanya mendilatasi vena dan dengan demikian hanya
menurunkan
preload
jantung.
Pada
pasien
gagal
jantung, obat ini digunakan untuk pengobatan gagal jantung kiri akibat iskemia miokard akut, gagal jantung kiri noniskemik yang memerlukan penurunan preload dengan cepat, dan pada pasien dengan overload cairan yang simtomatik dan 16
belum mencapai diuresis yang cukup. Pada kecepatan infus yang lebih tinggi, obat ini juga mendilatasi arteri sehingga menurunkan afterload jantung. Jika terjadi toleransi, dapat diatasi dengan meningkatkan dosisnya. Efek samping : sakit kepala. D. Nesiritid I.V. Merupakan rekombinan dari peptide natriuretik otak (BNP) manusia, dan diindikasikan untuk gagal jantung akut dengan sesak napas saat istirahat atau dengan aktivitas minimal. Pada pasien ini, nesiritid yang diberikan sebagai infus selama 24-48 jam menurunkan tekanan kapiler pare (PCWP) dan mengurangi sesak napas. Mekanisme kerjanya melalui peningkatan siklik GMP menyebabkan dilatasi vena dan arteri. Pada pasien gagal jantung, nesiritid mengantagonisasi efek angiotensin
dan
norepinefrin
dengan
menimbulkan
vasodilatasi, natriuresis dan diuresis.
1.7. Digoksin Beberapa efek digoksin pada pengobatan gagal jantung, yaitu : a. Inotropik positif b. Kronotropik negatif c. Mengurangi aktivasi saraf simpatis A. Mekanisme Kerja a. Inotropik positif Digoksin menghambat pompa Na-K-ATPase pada membran sel otot jantung sehingga meningkatkan kadar Na+
intrasel,
dan
ini
menyebabkan
berkurangnya
pertukaran Na+ - Ca++ selama repolarisasi dan relaksasi otot jantung sehingga Ca2+ tertahan dalam sel, kadar Ca2+ intrasel meningkat, dan ambilan Ca2+ ke dalam retikulum sarkoplasmik (SR) meningkat. Dengan demikian, Ca 2+ yang tersedia dalam SR untuk dilepaskan ke dalam sitosol untuk kontraksi meningkat, sehingga kontraktilitas sel otot jantung meningkat. b. Kronotropik negatif & mengurangi aktivasi saraf simpatis 17
Pada kadar terapi (1-2 mg/mL),
digoksin
meningkatkan tones vagal dan mengurangi aktivitas simpatis
di
nodus
SA
maupun
AV,
sehingga
dapat
menimbulkan bradikardia sinus sampai henti jantung dan/atau perpanjangan konduksi AV sampai meningkatnya blok AV. Efek pada nodus AV inilah yang mendasari penggunaan digoksin pada pengobatan fibrilasi atrium. B. Indikasi a. Pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrium, karena digoksin
dapat
memperlambat
kecepatan
ventrikel
(akibat hambatan pada nodus AV). b. Pasien gagal jantung dengan ritme sinus yang masih simtomatik, terutama yang disertai takikardia meskipun telah mendapat terapi maksimal dengan penghambat ACE dan β-bloker, karena digoksin tidak mengurangi mortalitas sehingga tidak lagi dipakai sebagai obat lini pertama, tetapi dapat memperbaiki gejala-gejala dan mengurangi hospitalisasi, terutama hospitalisasi karena memburuknya gagal jantung. Sebaiknya kadar digoksin dipertahankan <1 ng/mL karena pada kadar yang lebih tinggi, risiko kematian meningkat. C. Kontraindikasi Kontraindikasi penggunaan digoksin meliputi bradikardia, blok AV derajat 2 dan 3, sindroma sick sinus, sindroma WolffParkinson-White,
kardiomiopati
obstruktif
hipertrofik,
hipokalemia. D. Dosis Dosis digoksin biasanya 0,125-0,25 mg sehari jika fungsi ginjal normal (pada lansia 0,06250-125 mg, kadang-kadang 0,25 mg). Digoksin tersedia dalam bentuk tablet 0,25 mg. E. Efek Samping Efek toksik digoksin berupa : a. Efek proaritmik, yakni :
18
i.
Penurunan potensial istirahat (akibat hambatan pompa Na), menyebabkan after potential yang mencapai
ambang
rangsang,
dan
penurunan
konduksi AV. ii. Peningkatan automatisitas. b. Efek samping gastrointestinal : anoreksia, mual, muntah, nyeri lambung. c. Efek samping visual: penglihatan berwarna kuning. d. Lain-lain : delirium, rasa lelah, malaise, bingung, mimpi buruk F. Interaksi a. Kuinidin, verapamil, amiodaron akan menghambat Pglikoprotein, yakni transporter di usus dan di tubulus ginjal,
sehingga
terjadi
peningkatan
absorpsi
dan
penurunan sekresi digoksin, akibatnya kadar plasma digoksin meningkat 70-100%. b. Rifampisin menginduksi transporter P-glikoprotein di usus sehingga terjadi penurunan kadar plasma digoksin. c. Aminoglikosida, siklosporin, amfoterisin B menyebabkan gangguan fungsi ginjal, sehingga ekskresi digoksin melalui ginjal terganggu, akibatnya terjadi peningkatan kadar plasma digoksin. d. Kolestiramin, kaolin-pektin, antasida akan mengadsorpsi digoksin, sehingga absorpsi digoksin menurun. e. Diuretik tiazid, furosemid menyebabkan hipokalemia sehingga meningkatkan toksisitas digoksin. f. β-bloker, verapamil, diltiazem: aditif dengan digoksin dalam memperlambat konduksi AV; dan mengurangi efek inotropik digoksin.
1.8. Obat Inotropik Lain A. Dopamin dan Dobutamin I.V. Merupakan obat inotropik yang paling sering digunakan untuk menunjang sirkulasi dalam jangka pendek pada gagal jantung yang parch. Kerjanya melalui stimulasi reseptor dopamin D, dan reseptor β adrenergik di sel otot jantung. 19
Dopamin mempunyai penggunaan yang terbatas pada pengobatan pasien dengan kegagalan sirkulasi kardiogenik. Dobutamin merupakan β agonis yang terpilih untuk pasien gagal jantung dengan disfungsi sistolik. Dobutamin merupakan campuran rasemik yang menstimulasi reseptor P1 dan P2. Di samping itu enansiomer (-) adalah suatu a agonis. Dobutamin tidak menstimulasi reseptor dopamin. Dobutamin diberikan sebagai infus sampai beberapa hari, dengan dosis awal 2-3 mg/kg/menit, dan ditingkatkan sampai efek hemodinamik yang diinginkan. Efek samping utama adalah takikardia berlebihan dan aritmia, yang memerlukan penurunan dosis. Pada pasien yang mendapat β-bloker, respons awal terhadap dobutamin mungkin lebih kecil. Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan
toleransi,
sehingga
memerlukan
substitusi
dengan obat alternatif, misalnya penghambat fosfodiesterase kelas III. B. Penghambat Fosfodiesterase Inamrinon (dulu disebut
amrinon)
dan
milrinon
merupakan penghambat fosfodiesterase kelas III (PDE3) yang digunakan sebagai penunjang sirkulasi jangka pendek pada gagal jantung yang parch. Mekanisme kerjanya dapat dilihat pada Gambar 19-4. Akan tetapi, pada penggunaan jangka panjang obat-obat ini meningkatkan mortalitas (mempercepat kematian). Karena itu indikasinya hanya untuk penggunaan jangka pendek pada gagal jantung tahap akhir dengan gejalagejala yang refrakter terhadap obat-obat lain.
1.9. Antitrombotik
20
Warfarin
(antikoagulan
oral)
diindikasikan
pada
gagal
jantung dengan fibrilasi atrial, riwayat kejadian tromboembolik sebelumnya, atau adanya trombus di ventrikel kiri, untuk mencegah stroke atau tromboembolisme. Setelah infark miokard, aspirin atau warfarin direkomendasikan sebagai profilaksis sekunder.
1.10.Antiaritmia Antiaritmia yang digunakan pada gagal jantung hanyalah βbloker dan amiodaron. β-bloker mengurangi kematian mendadak pada gagal jantung. Penggunaan β-bloker pada gagal jantung dapat dilihat pada butir 2.5. Amiodaron digunakan pada gagal jantung hanya jika disertai dengan fibrilasi atrial dan dikehendaki ritme sinus. Amiodaron adalah satu-satunya obat antiaritmia yang tidak disertai dengan efek inotropik negatif. 3.2
Obat Antiaritmia
Kelas I
3.2.1 IA Mekanisme Kerja : Menghambat arus masuk ion NA + dengan cara
depresi
sedang
fase
0
dan
konduksi
lambat
(2+),
memnajangkan repolarisasi. A. Kuinidin a. Farmakokinetik Bila diberikan per oral, kuinidin sulfat diabsorpsi dengan cepat. kadar puncak dalam plasma tercapai dalam waktu 60-90 menit,
namun
penyerapan
kuinidin
kadar
puncak
dalam
plasmanya baru tercapai setelah 3-4 jam. Dapat juga diberikan secara intramuscular, namun menimbulkan rasa sakit pada tempat penyuntikan dan meningkatkan kreatin kinase plasma. 21
Obat ini didistribusikan dengan cepat hampir ke semua jaringan kecuali ke otak. Kuinidin sebagian besar dimetabolisme di hati, kira-kira 20% senyawaan asal diekskresikan lewat urin. Waktu paruhnya adalah 6 jam. Kuinidin difiltrasi diglomeruli dan diekskresi oleh tubuli proksimal. b. Dosis Dosis oral biasanya 200-300 mg yang diberikan 3 atau 4 kali sehari. Selama terapi pemeliharaan, kuinidin biasanya mencapai kadar mantap dalam waktu 24 jam dan kadar dalam plasma akan berfluktuasi kurang dari 50% diantara 2 dosis. c. Indikasi Untuk pasien dengan kontraksi atrium dan ventrikel prematur atau terapi pemeliharaan. Sedangkan dosis yang lebih tinggi terbatas untuk takikardia vebtrikel proksismal. d. Kontraindikasi Tidak digunakan untuk pengobatan takikardia ventrikulat menetap dan aritmia yang disebabkan digitalis. e. Efek Samping Efek toksik kardiovaskular, pada kadar obat yang tinggi, efek toksik terhadap jantung menjadi berat, sehingga dapat menyebabkan blokade atau henti SA, blokade AV derajat tinggi, aritmia
ventrikel
atau
asistol.
Selain
itu
juga
dapat
menyebabkan takikardia ventrikel pleomorfik pada individu yang sensitif pada kadar kuinidin yang rendah atau dalam rentang
kadar terapi. Kadang-kadang menyebabkan sinkop
atau kematian mendadak. Efek antikolinergik menyebabkan pasien
fibrilasi
menyebabkan intravena.
atau
flutter
hipotensi
Kemungkinan
atrium,
terutama emboli
kuinidin
bila
juga
juga
diberikan
bisa
terjadi
dapat secara setelah
perubahan fibrilasi atrium ke irama sinus. Efek samping lain dapat menimbulkan cinchonism ringan yang gejalanya meliputi tinitus, penglihatan kabur, tuli keluhan saluran pencernaan. Pada keracunan berat dapat timbul sakit kepala diplopia 22
fotofobia, perubahan persepsi warna, disertai gejala bingung, delirium, psikosis. Kulit terasa panas dan merah, mual, muntah, diare dan nyeri abdominal. Pada hipersensitivitas kuinidin juga dapat terjadi trombositopenia. B. Prokainamid a. Farmakokinetik Diberikan per oral diabsorpsi dengan cepat dan hampir sempurna dalam waktu 45-70 menit setelah minum kapsul tapi sedikit lebih lambat bila diminum dalam bentuk tablet. Obat ini didistribusikan dengan cepat hampir ke semua jaringan kecuali ke otak. Prokinamid dieliminasi melalui ekskresi ginjal dan metabolisme di hati. Sampai sekitar 70% dari dosis prokinamid dieliminasi dalam bentuk yang tak berubah dalam urin. Waktu paruh eliminasi pendek (3 jam pada orang nrmal, 5-8 jam pada pasien penyakit jantung). b. Dosis Prokinamid hidroklorida
(
Pronestyl)
tersedia
dalam
bentuk tablet dan kapsul (250-500 mg) dan tablet lepas lambat (250-1000 mg). Bila diberikan secara intramuskular atau intravena berisi 100 atau 500 mg/mL. c. Indikasi Untuk pengobatan jangka pendek atau jangka panjang aritmia
supraventrikel
dan
ventrikel,
untuk
pengobatan
takikardia supraventrikel ke proksimal (PSVT). Selain itu juga dapat digunakan untuk pencegahan fibrilasi ventrikel. d. Kontraindikasi Tidak digunakan untuk pengobatan takikardia ventrikulat menetap dan aritmia yang disebabkan digitalis. e. Efek Samping Efek samping kardiovaskular mirip seperti kuinidin. Bila diberikan intravena dapat menyebabkan hipotensi. Selain itu bila diberikan peroral dapat menyebabkan anoreksia, mual, muntah,
diare.
pusing,psikosis,
Efek
samping
halusinasi, 23
dan
SSP
dapat
depresi.
menyebabkan
Dalam
beberapa
minggu dpaat terjadi agranulositosis diikuti infeksi fetal, kelhan nyeri tenggorokan. Mialgia, angioedema, rash, vaskuliti jari, Prokinamid juga dapat menyebabkan gejala menyerupai lupus eritematosus sistemik (SLE). Yang paling berat dapat terjadi perdarahan perikardial yang disertai tamponade. C. Disopiramid a. Farmakokinetik Sekitar 90% dosis oral diabsorpsi dalam waktu
1-2 jam
setelah diminum. Sebagian kecil mengalai metabolisme lintas pertama di hati. Sekitar 50% dosis disopiramid diekskresikan oleh ginjal dalam keadaan utuh, 20% dalam bentuk metabolit dealkilasi, dan 10% dalam bentuk lain. Waktu paruh eliminasi adlah 5-7 jam, dan nilai ini memanjang pada gagal ginjal yang dapat mencapai 20 jam atau lebih. b. Dosis Tersedia dalam bentuk tablet (100-150 mg basa). Dosis total harian adalah 400-800 mg yang pemberiannya terbagi atas 4 dosis. c. Indikasi Untuk pengobatan jangka pendek atau jangka panjang aritmia
supraventrikel
dan
ventrikel,
untuk
pengobatan
takikardia supraventrikel ke proksimal (PSVT). Selain itu juga dapat digunakan untuk pencegahan fibrilasi ventrikel. d. Kontraindikasi Tidak digunakan untuk pengobatan takikardia ventrikular menetap dan aritmia yang disebabkan digitalis. e. Efek Samping Efek samping antikolinergik berupa
mulut
kering,
konstipasi, penglihatan kabur, dan hambatan miksi. Selain itu juga dapat menyebabkan mual, nyeri abdomen, muntah atau diare. Efek kardiovaskular lebih menonjol dibanding obat kelas IA lain, tekanan darah biasanya meningkat sementara setelah pemberian secara intravena. 3.2.2 IB 24
Mekanisme kerja : Mengubah sedikit depolarisasi fase 0 dan memperlambat konduksi (0-1+). Mempersingkat repolarisasi. A. Lidokain a. Farmakokinetik Walaupun lidokain diserap dengan baik setelah pemberian peroral, obat ini mengalami metabolism yang ekstensif sewaktu melewati hati dan hanya 1/3 yang dapat mencapai sirkulasi sistemik. Obat ini hampir sempurna diserap setelah pemberian intramuscular. Waktu paruh eliminasi sekitar 100 menit. b. Dosis Tersedia untuk pemberian intravena dalam larutan infus, diberikan dosis 0,7 – 1,4 mg/kgBB. Dosis berikutnya diperlukan 5 menit kemudian, tetapi jumlahnya tak lebih dari 200-300 mg dalam waktu 1 jam. c. Efek Samping Pada kadar plasma mendekati 5 µg/ml. gejala SSP seperti disosiasi, parestesia, mengantuk dan agitasi, tidak terlihat. Pada dosis
lebih
tinggi,
menyebabkan
pendengaran
berkurang,
disorientasi, kedutan otot, kejang, dan henti napas. B. Meksiletin a. Farmakokinetik Pada pemberian peroral, meksiletin diabsorpsi dengan baik dan bioavailabilitas sistemiknya adalah sekitar 90%. Obat ini dieliminasi melalui metabolism hati, sekitar 10% dosis ditemui dalam bentuk yang tak berubah dalam urin. Waktu paruhnya sekitar 10 jam. b. Dosis Tersedia dalam kapsul 150, 200, dan 250 mg. Dosis oral biasa 200-300 mg (maksimal 400 mg) yang diberikan tiap 8 jam dengan makanan atau antacid. c. Efek Samping Pusing, ringan kepala dan tremor, mual, muntah, dan anoreksia. C. Fenitoin a. Farmakokinetik
25
Absorpsi setelah suntikan intramuscular lambat dan tak sempurna. dengan
Setelah
cepat
hidroksilasi
di
ke
pemberian jaringan.
hati,
intravena,
Obat
karenanya
ini
fenitoin
disebar
dieliminasi
melalui
waktu
paruh
eliminasi
tergantung dosis. b. Dosis Dapat diberikan secara peroral atau intravena secara intermiten.
Rancangan
waktu
untuk
suntikan
intravena
intermiten adalah 100 mg yang diberikan tiap 5 menit sampai aritmia terkendali. Pengobatan peroral hari pertama diberi 15 mg/kgBB, hari kedua 7,5 mg/kgBB, dan selanjutnya diberi dosis pemeliharaan 4-6 mg/kgBB. c. Efek Samping Mengantuk, nistagmus, vertigo, ataksia, dan mual. D. Tokainid a. Farmakokinetik Tokanoid diabsorpsi dengan sempurna setelah pemberian peroral, kadar puncak dalam plasma muncul dalam waktu 1-2 jam. Sekitar 40% diekskresi dalam urin dalam bentuk utuh. Waktu paruh dalam plasma adalah 11-15 jam dan nilai ini naik dua kali lipat pada pasien gagal ginjal atau gagal hari. b. Dosis Tersedia tablet 400 mg dan 600 mg. Dosis oral biasanya 400-600 mg tiap 8 jam, tak boleh melebihi 2.400 mg/hari. c. Efek Samping Pusing, ringan kepala dan tremor, mual, muntah, dan anoreksia. 3.2.3 IC Mekanisme kerja : Berafinitas tinggi terhadap kanal Na + dengan depresi kuat pada fase 0, konduksi lambat (3+-4+), efek ringan terhadap repolarisasi. A. Enkainid a. Farmakokinetik Enkainid diabsorpsi hampir sempurna setelah pemberian peroral, tetapi bioavailabilitasnya turun menjadi 30% melalui 26
metabolism lintas pertama di hati. Kadar puncak dalam plasma tercapai dalam waktu 30-90 menit. Enkainid memiliki waktu paruh 2-3 jam. Diperlukan 3-5 hari untuk menilai pada setiap pemberian dosis tertentu efek farmakologik dan metabolitnya. b. Dosis Tersedia untuk pemberian peroral sebagai kapsul 25, 35, dan 50 mg. Dosis awal adalah 25 mg, diberikan 3x sehari. Dosis dapat dinaikan tiap 3-5 hari hingga 4x 50 mg/hari. c. Kontraindikasi Aritmia ventrikel benigna atau belum menjadi maligna. d. Efek Samping Meningkatkan resiko kematian mendadak dan henti jantung pada pasien yang pernah mengalami infark miokard dan aritmia
ventrikel
asimptomatik.
Menyebabkan
gangguan
penglihatan pada 10-15% pasien, granulositopenia dan SLE. B. Flekainid a. Farmakokinetik Flekainid dimetabolisme oleh hati, sekitar 40% diekskresikan dalam urin dalam bentuk tak berubah. Waktu paruh eliminasi rata-rata 11 jam. b. Dosis Tersedia untuk pemberian peroral sebagai tablet 50, 100, dan 150 mg. Dosis awal adalah 2 kali 100 mg/hari. Dosis dapat dinaikan tiap 4 hari dengan menambahkan 100 mg/hari yang diberikan 2 atau 3 kali sehari. c. Kontraindikasi Aritmia ventrikel benigna atau belum menjadi maligna. d. Efek Samping Meningkatkan resiko kematian mendadak dan henti jantung pada pasien yang pernah mengalami infark miokard dan aritmia
ventrikel
asimptomatik.
Menyebabkan
gangguan
penglihatan pada 10-15% pasien, granulositopenia dan SLE.
3.3 Kelas II A. Propanolol a. Efek elektrofisiologik: meningkatkan arus masuk ion K+ di serabut Purkinje dan menekan arus masuk ion Na+. Propanolol 27
memblok adrenoseptor-β1 dan β2, berefek anestetik lokal, tidak memperlihatkan aktivitas simpatomimetik intrinsik. b. Automatisitas: arus masuk ion K+ menurunkan automatisitas. c. Kesigapan dan konduksi: kadar 1.000-3.000 ng/ml menekan kesigapan membrane serabut Purkinje. Respon premature yang beramplitudo rendah ditiadakan oleh propanolol. d. Lama potensial aksi dan refractoriness: meningkatkan masa refrakter. e. Absorpsi: per oral, diabsorpsi sangat baik. f. Distribusi: bioavailabilitas 25%. g. Metabolisme: metabolisme tingkat pertama
menurunkan
bioavailabilitas menjadi 25%. Waktu paruh 4 jam. h. Ekskresi: eliminasi berkurang bila aliran darah ke hati menurun. Propanolol
dapat
menurunkan
eliminasi
sendiri
dengan
menurunkan curah jantung dan aliran darah ke hati. i. Dosis: oral 30-320 mg/hari (bagi yang sensitif) atau 1.000 mg/hari (beberapa aritmia ventrikel). Intravena 1-3 mg (darurat, bias diulangi setelah beberapa menit bila perlu). j. Cara pemberian: oral 3-4 kali sehari. k. Indikasi: takiaritmia supraventrikel seperti fibrilasi atrium, flutter atrium,
takikardia
supraventrikel
paroksismal,
pencegahan
aritmia oleh gerak badan dan emosi (8-160 mg/hari), penyakit jantung iskemik, aritmia ventrikel (500-1.000 mg/hari) B. Asebutolol a. Efek elektrofisiologik: asebutolol merupakan adrenoseptor-β1.
Asebutolol
memperlihatkan
antagonis aktivitas
simpatomimetik intrinsik dan stabilisasi membran. b. Lama potensial aksi dan refractoriness: meningkatkan masa c. d. e. f.
refrakter. Kesigapan dan konduksi: menyerupai kuinidin. Absorpsi: per oral, diabsorpsi baik. Distribusi: bioavailabilitas kurang dari 50%. Metabolisme: metabolit utamanya adalah N-asetil asebutolo (diasetolol). Waktu paruh asebutolol: 3 jam. Waktu
paruh
diasetolol: 8-12 jam. g. Ekskresi: oleh ginjal melalui urin. h. Dosis: awal 2 x 200 mg, dinaikan perlahan hingga 600-1.200 mg. 28
i. Cara pemberian: oral, terbagi dalam 2 dosis. j. Indikasi: kompleks premature ventrikel. C. Esmolol a. Efek elektrofisiologik: esmolol merupakan adrenoseptor-β1.
Esmolol
tidak
antagonis
memperlihatkan
aktivitas
simpatomimetik intrinsic dan stabilisasi membran. b. Lama potensial aksi dan refractoriness: meningkatkan masa refrakter. c. Absorpsi: hanya intravena. d. Distribusi: waktu paruh 2 menit. e. Metabolisme: ikatan ester dihidrolisis dalam darah dengan cepat oleh esterase sel darah merah. Metabolit esmolol tidak aktif. Waktu paruh: 8 menit. f. Ekskresi: melalui urin. g. Cara pemberian: intravena. h. Indikasi: pengobatan jangka pendek mengontrol fibrilasi dan flutter atrium pasca bedah dan keadaan gawat yang memerlukan obat
dengan
masa
kerja
singkat
seperti
takikardia
supraventrikuler.
3.4 Kelas III Obat-obatan dalam kelas III ini memunyai sifat farmakologik yang berlainan, tapi sama-sama mempunyai kemampuan memperpanjang lama potensial aksi dan refractoriness
serabut purkinje dan serabut
otot ventrikel. Obat-obat ini menghambat aktivitas sistem saraf otonom secara nyat. EFEK ELEKTROFISIOLOGIK JANTUNG Semua obat kelas III memperpanjang lama potensial aksi dan masa refakter efektif serabut purkinje dan otot ventrikel. Kecuali bretilium, efek kedua obat lain terhadap nodus AV kurang kuat. Automatisitas. Efek langsung obat kelas II terhadap automatisitas nodus SA dan serabut purkinje hanya sedikit. Pada pemberian parenteral, bretilium meningkatkan automatisitas selintas dengan cara 29
melepaskan
norepinefrin
dari
ujung
saraf
simpatis.
Secara
eksperimenta efek ini dapat dicegah dengan mengosongkan cadangan katekolamin dengan reserpin atau dengan
β -bloker. Amiodaron
menurunkan secara nyat automatisitas nodus sinatrial dan sistem hispurkinje melalui mekanisme yang belum diketahui. Sotalol menurunkan automatisitas, karana obat ini merupakan
β -bloker. Obat kelas III
mempunyai efek lemah terhadap ambang potensial diastolik, tetapi meninggikan secara nyata ambang fibrilasi ventrikel. Kesigapan dan konduksi. Bretilium dan sotalol tidak memiliki efek yang nyata terhadap kesigapan membran dan konduksi serabut purkinje. Amiodaron berkaitan dengan kanal Na + yang dalam keadaan inaktif, menurunkan kesigapan membran dan konduksi di serabut purkinje. Konduksi melalui nodus AV ditekan secara nyata oleh sotalol dan amiodaron, tetapi hanya sedikit oleh bretilium. Efek terhadap aritmia re-entry. Obat kelas III diduga meniadakan arus-balik
dengan
cara
memperpanjang
masa
refrakter,
tanpa
mempengaruhi penjalaran impuls. Di samping itu bretilium dapat menyebabkan repolarisasi dan peningkatan kecepatan konduksi pada daerah yang terdepolarisasi dengan cara melepaskan katekolamin. Efek elektrokardiografik. Pada kadar terapi, amiodaron dan sotalol menurunkan frekuensi denyut janting, tetapi bretilium hanya sedikit efeknya. Pada pengobatan jangka lma dengan amiodaron terjadi sinus bradikardi simtomatik. Amiodaron dan sotalol memperpanjang interval P-R,sedangkan bretilium tidak. Semua obat memperpanjang interval Q-Tc, J-T, P-A, dan A-V. Amiodaron memperpanjang interval H-V dan lama kompleks QRS. EFEK TERHADAP SISTEM SARAF OTONOM
30
Sotalol mempunyai
adalah khasiat
β -bloker,
suatu
penghambatan
sedangkan
adrenoseptor-α
amiodaron dan
β
non
kompetitif. Bretilium(seperti guanetidin) diambil dan dikonsentrasikan ke dalam ujung saraf simpatis. Mula-mula bretilium melepaskan norepinefrin dari ujung-ujung saraf simpatis tetapi kemudian mencegah pelepasannya. Ketiga obat kelas III ini tidak mempunyai efek terhadap aktivitas vagal. Efek hemodinamik. Ketiga obat kelas III ini tidak mempengaruhi kontraktilitas. Akan tetapi penghambatan adrenoseptor-β oleh sotalol dapat menurunkan fungsi jantung pada pasien yang curh jantungnya dipertahankan oleh aktivias simpatis. Bretilium dapat meningkatkan kontraktilitas miokard pada awal pemerian, tetapi obat ini dapat menimbulkan hipotensi ortostatik. Amiodaron menurunkan kebutuhan oksigen dan meningkatkan kinerja jantung karena menyebabkan relaksasi otot polos vaskular dan menurunkan resistensi vaskular sistemik serta koroner. ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN ELIMINASI BRETILIUM. Absorpsi oral bretilium adalah buruk, karena merupakan amonium kwaterner. Setelah pemberian IM, bretilium dieliminasi hampir semuanya melalui ginjal, tanpa dimetabolisme. Waktu paruh adalah sekitar 9jam, dan naik menjadi 15-30 jam pada pasien gagal ginjal. AMIODARON. Amiodaron diabsorbsi secara lambat dan tidak sempurna pada pemberian per oral; bioavailabilitasnya adalah sekitar 30%, dan berbeda antara individu. Pada pemberian per oral, kadar puncak tercapai setelah 5-6jam. Amiodaron terikat pada jaringan dan dimetabolisme secara lambat di hati. Waktu paruhnya panjang. Yaitu
31
25-60 hari. Pada pengobatan jangka panjang, metabolit desetilnya yang aktif berakumulasi dalam plasma melebihi kadar senyawaan induk. SOTALOL. Sotalol diabsorpsi dengan cepat pada pemberian per oral dan bioavailabilitasnya hampir 100%. Kadar maksimum plasma dicapai 2-3 jam sesudah pemberian, dan hanya sedikit yang terikat protein
plasma.
Ewaktu
paruhnya
adalah
sekitar
10-11
jam.
Eliminasinya adalah melalui urine dalam bentuk tak berubah sehingga dosisnya perlu disesuaikan pada gagal ginja. SEDIAAN, DOSIS DAN CARA PEMBERIAN BRETILIUM. Tersedia dalam larutan 50mg/ml. Obat ini perlu diencerkan menjadi 10 mg/ml, dan dosisnya 5-10 mg/kgBB yang diberikan per infus selama 10-30 menit. Dosis berikutnya diberikan 1-2 jam kemudian bila aritmia belum teratasi atau setiap 6 jam sekali untuk pemeliharaan. Interval dosis harus diperpanjang pada pasien gagal ginjal. Untuk pemberian IM dosisnya adalah 5-10 mg/kgBB tanpa pengenceran, dan diulangi tiap 1-2 jam bila aritmia belum teratasi atau dilanjutkan dengan pemberian tiap 6-8 jam untuk pemeliharaan. AMIODARON. Amiodaron HCL tersedia sebagai tablet 200mg. Karena memerlukan waktu beberapa bulan untuk mencapai efek penuh, diperlukan dosis muat 600-800 mg/hari (selama 4 minggu), sebelum
dosis
pemeliharaan
dimulai
denagan
400-800
mg/hari.
Pengobatan dinilai setelah 2-8 minggu; biasanya hanya simulasi terprogram.pengobatan diteruskan bila aritmia ventrikel tidak dapat dibangkitkan lagi atau bila aritmia tidak lagi simpatomatik. Kadar terapi efektif pada pengobatan jangka lama adalah 1-2,5 µg/mL. SOTALOL. Sotalol masih dikembangkan formulasinya, untuk pengibatan aritmia ventrikel, dosisnya adalah 2 kali 80-320 mg. Dosis awal adalah 2 kali 80 mg/hari dan bila perlu dosis ditambah tiap 3-4 32
hari. Keberhasilan terapi dinilai dengan pencatatan EKG selama 24 jam atau dengan stimulasi ventrikel terprogram.
PENGGUNAAN TERAPI Bretilium hanya diindikasikan untuk pengobatan aritmia ventrikel yang mengancam jiwa, yang gagal diobati dengan obat-obat antiaritmia lini pertama seperti lidokain atau prokainamid. Pemberian bretilium harus dilakukan dalam ruangan perawatan intesif. Fibrilasi ventrikel yang refrakter damn berat memberikan respon sangat baik. Takikardia ventrikel biasanya memberikan respon setelah beberapa waktu ( 6 jam atau lebih) setelah pemberian satu dosis. Amiodaron dapat digunakan untuk fibrilasi atrium berulang dan untuk
takikardia
ventrikel
yang
tak
stabil
dan
berkelanjutan.
Pengobatan harus dinulai di rumah sakit dan dinilai dengan test provokasi yang dipantau secara cermat dengan EKG dan peralatan elektrofisiologik lainnya. Sotalol mungkin merupakan obat yang lebih aman daripada amiodaron, dan mungkin menjadi obat pilihan pertama pada aritmia ventrikel yang maligna. Sotalol agaknya efektif pada pengobatan takikardia supraventrikuler paroksimal dan fibrilasi atrium. EFEK SAMPING Hipotensi adalah efek samping utama bretilium bila diberikan IV untuk pengobatan aritmia akut. Pemberian IV dapat menimbulkan mual dan muntah. Obat anti depressan trisiklik dapat mencegah ambilan bretilium oleh ujung saraf adrenoseptor. Efek samping amiodaron sering terjadi dan meningkat secara nyata pada 1 tahun setelah pengobatan; dapat mengenai berbagai 33
organ, dan dapat membawa kematian. Lebih dari 75% pasien yang diobati selama 1-2 tahun mengalami efek samping, dan sebanyak 2533% pasien menghentikan pengobatan karena efek samping. Pengobatan dengan sotalol dilaporkan dapat menimbulkan gagal jantung (1%), proaritmia(2,5%),dan bradikardia(3%). Torsades de pointes muncul pada 2% pasien yang diobati untuk aritmia ventrikel maligna, biasanya dalam munggu pertama pengobatan, dan setelah interval Q-Tc memanjang dengan jelas. Oleh karena itu dosis sotalol perlu diturunkan bila interval Q-Tc melebihi 0,5 detik. INTERAKSI OBAT amiodaron meningkatkan kadar dan efek digoksin, warfarin, kuinidin, prokainamid, fenitoin, enkainid, fenkainid, dan diltiazem. Amiodaron meningkatkan kecenderungan bradikardia, henti sinus, dan penghambatan AV bila diberikan bersama beta-blocker dan atau penghambat kanal Ca++. Karena eliminasinya lambat, gejala interaksi dapat bertahan selama beberapa minggu setelah obat dihentikan.
3.5 Kelas IV Merupakan penghambat kanal Ca ++. efek klinis yang penting dari antagonis Ca++ untuk pengobatan aritmia adalah penekanan potensial aksi yang Ca++ dependent dan perlambatan konduksi di nodus AV. EFEK ELEKTROFISIOLOGIK JANTUNG Verapamil dan diltiazem mempunyai efek langsung terhadap elektrofisiologik dan mekanik otot jantung dan otot polos pembuluh darah. Pembentuka
impuls.
Verapamil
menurunkan
kecepatan
depolarisasi spontan fase 4 di serabut purkinje dan dapat menghambat
34
delayed afterdepolarization dan trigerd activity yang terihat pada toksisitas digitalis eksperimental. Efek terhadap aritmia arus-balik. Efek yang palng nyata dari verapamil dan diltiazem adalah menurunkan kecepatan konduksi melalui nodus AV dab memperpanjang masa refrakter fungsional nodus AV. Efek ini diduga merupakan efek laangsung dari penyekatan kanal Ca++. Depresi nodus AV menimbulkan penurunan respons ventrikel pada fibrilasi atrium dan menghilangkan takikardia supraventrikuler paroksismal. Efek elektrokardiografik. Verapamil dan diltiazem meningkatkan interval P-R pada irama sinus, dan memperlambat kecepatan ventrikel pada fibrilasi atrium. DOSIS DAN CARA PEMBERIAN Untuk mengubah PSVT menjadi irama sinus, verapamil dengan dosis
5-10
mg
diberikan
secara
IV
selama
2-3
menit.
Untuk
pengendalian iram ventrikel pada fibrilasi arium, verapamil diberikan dalam dosis 10 mg selama 2-5 menit, bila perlu diulangi dalam waktu 30 menit. Untuk mencegah kembalinya PSVT atau untuk mengontrol irama ventrikel pada fibrilasi atrium, diberikan dosis oral 240-480 mg/hari dibagi dalam 3-4 dosis. PENGGUNAAN TERAPI Verapamil telah menjadi obat pilihan pertama untuk pengobatan serangan
akut
takikardia
supraventrikuler
paroksismal
yang
disebabkan oleh arus balik pada nodus AV atau karena anomali hubungan nodus AV. Pemberian Verapamil via IV dengan dosis 75µg/mL memperlambat respon ventrikel sebanyak 30% pada pasien fibrilasi atrium.
35
Verapamil dan diltiazem tidak digunakan pada pengobatan aritmia ventrikel, kecuali jika penyebabnya adalah spasme arteri koronaria. Dalam hal ini penggunaan antagonis Ca ++ tersebut adalah untuk menghilangkan spasme koroner dan memperbaiki toleransi jaringan
ventrikel
terhadap
iskhemia
dan
bukan
sebagai
obat
antiaritmia. EFEK SAMPING Efek samping Verapamil dan diltiazem adalah pada jantung dan saluran cerna. Penggunaan obat ini secara IV dikontraindikasikan pada pasien hipertensi, gagal jantung berat, sindrom sinus sakit, blok AV, sindrom wolfi-Parkinson-White, atau takikardia ventrikel. Verapamil dapat juga menimbulkan hipotensi berat atau fibrilasi ventrikel pada pasien dengan tekikardi ventrikel.efek samping saluran cerna pada Verapamil terutama adalah konstipasi, tetapi keluhan saluran cerna bagian atas dapat pula terjadi. INTERAKSI OBAT Pemberian Verapamil bersama β-bloker atau digitalis secara aditif dapat menimbulkan bradikardia atau blok AV yang nyata. Interaksi ini dapat pula terjadi pada nosdus SA atau nodus AV. Di samping itu Verapamil berinterakdi dengan digoksin dengan cara yang sama dengan interaksi kuinidin digoksin. Pemberian Verapamil atau diltiazem bersama reserpin atau metildopa yang dapat mendepresi sinus, akan memperhebat bradikardia sinus.
3.6 Lain – lain 1.
Digitalis Digitalis memperlihatkan khasiat vagotonik yang menyebabkan
penghambatan aliran kalsium di nodus AV dan aktivasi aliran kalium yang diperantarai asetilkolin di atrium. 36
Efek elektrofisiologi: hiperpolarisasi, pemendekan aksi potensial atrium, dan peningkatan masa refrakter di nodus AV. Indikasi: fibrilasi atrium yang menyertai payah jantung bila antagonis kalsium atau penyekat reseptor beta akan memperburuk fungsi jantung. 2. Adenosin Efek adenosin
diperantarai
melalui
interaksinya
dengan
reseptor adenosin yang berpasangan dengan protein G. Adenosin mengaktifkan aliran ion kalium yang sensitive asetilkolin di atrium, sinus, dan nodus AV sehingga terjadi pemendekan lama aksi potensial, hiperpolarisasi, dan perlambatan automatisasi. Adenosin menghambat efek elektrofisiologi dari AMP siklik yang meningkat karena stimulasi simpatis selanjutnya menurunkan
aliran ion
kalsium, penurunan aliran ion kalsium ini akan memperpanjang masa refrakter nodus AV. Cara pemberian: bolus
intravena
(cepat)
menimbulkan
perlambatan irama sinus dan kondiksi AV dan meningkatkan masa refrakter nodus AV, mengaktifkan saraf simpatis. Pemberian melalui vena sentral. Efek samping: hipotensi (infus), dada sesak pada dosis 6-12 mg, bronkopasme, fibrilasi atrium. Metabolisme: menjalani transport aktif ke dalam semua sel, dan di dalam sel dimetabolisir oleh enzim deaminase menjadi metabolit tidak aktif. Ekskresi: waktu paruh dalam detik. Interaksi obat: dipiridamol menghambat transportasi adenosine ke dalam sel. Teofilin dan kafein menghambat reseptor adenosine. Indikasi: pengobatan takikardia ventrikel yang diduga karena delayed afterdepolarization. 3. Magnesium Magnesium memberikan efek langsung dan tidak langsung melalui
efeknya
terhadap
homeostatis
kalium
dan
Magnesium merupakan antagonis kanal kalsium fisiologik.
37
kalsium.
Kerja: memperpanjang siklus sinus, memperpanjang konduksi AV, dan memperlambat konduksi intraatrial dan intravena, masa refrakter efektif atrium, nodus AV, dan ventrikel. Efek elektrokardiografi: memperpanjang interval P-R dan Q-T. Efek samping: intoksikasi dengan gejala hipotensi, perpanjangan interval P-R dan kompleks QRS, dan peninggian puncak T. Jika kadar melebihi 5 mmol/l menimbulkan arefleksia, paralisis pernapasan, dan henti jantung. Indikasi: intoksikasi digitalis, takikardia ventricular polimorfik yang disertai perpanjangan interval Q-T (torsades de pointes).
3.3 Obat Antihipertensi Diuretik
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air & klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretik juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya. GOLONGAN TIAZID Golongan obat : hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid dan
diuretik
lain
yang
memiliki
gugus
aryl-sulfonamida
(indapamid dan klortalidon)
Mekanisme
kerja
:
menghambat
transport
bersama
(symport) Na-Cl di tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi
Na+ dan Cl- meningkat. Hidroklorotiazid (HCT) merupakan
prototipe
golongan
tiazid dan dianjurkan untuk sebagian besar kasus hipertensi ringan dan sedang dalam kombinasi dengan berbagai antihipertensi lain.
Indapamid memiliki kelebihan karena
efektif pada pasien gangguan fungsi ginjal, bersifat netral pada metabolisme lemak dan efektif meregresi hipertrofi
ventrikel. Masa kerja : bendroflumetiazid memiliki waktu paruh 3 jam, hidroklorotiazid 10-12 jam dan indapamid 15-16 jam. 38
Kontraindikasi : gangguan fungsi ginjal Efek samping : - pada dosis tinggi dapat menyebabkan hipokalemia ydan -
dapat berbahaya pada pasien yang mendapat digitalis. hiponatremi dan hipomagnesemia serta hiperkalemia menghambat ekskresi asam urat dari ginjal, dan pd pasien hiperurisemia dapat
mencetuskan serangan
-
gout akut hiperlipidemia
kolesterol,
-
trigliserida) pada penderita DM menyebabkan hiperglikemi karena
(peningkatan
LDL
dan
mengurangi sekresi insulin DIURETIK KUAT (LOOP DIURETICS, CEILING DIURETICS) Furosemid, torasemid, bumetanid dan asam etakrinat Mekanisme kerja : diuretik kuat bekerja di ansa Henle asenden bagian epitel tebal dengan cara menghambat kontransport Na+ , K+ , Cl- dan menghambat resorpsi air
dan elektrolit. Farmakodinamik : waktu paruh diuretik kuat umumnya
pendek sehingga diperlukan pemberian 2 atau 3 kali sehari Indikasi : pasien hipertensi dengan gangguan funsgsi ginjal
(kreatinin serum >2,5 mg/dL) Efek samping : - menimbulkan hiperkalsiura - menurunkan kalsium darah
DIURETIK HEMAT KALIUM Amilorid , triamteren dan spironolakton • Indikasi : • Kontra indikasi : - penggunaan harus dihindarkan bila kreatinin serum lebih dari 2,5 mg/dL - gagal ginjal • Efek samping : - menimbulkan hiperkalemia pada pasien gagal ginjal atau bila dikombinasi dengan penghambat ACE, ARB, B-blocker, AINS atau dengan suplemen kalium 39
-
penggunaan harus dihindarkan bila kreatinin serum lebih
-
dari 2,5 mg/dL spironolakton menyebabkan
ginekomastia,
mastodinia,
gangguan menstruasi dan penurunan libido pada pria • Interaksi: - pemberian kortikosteroid,agonis β-2, da amfoterisin B -
memperkuat efek hipokalemia diuretik diuretik + kuinidin aritmia ventrikel polimorfik AINS mengurangi efek hipertensi diuretik
-
menghambat sintesis prostaglandin di ginjal AINS penghambat ACE dan β-blocker dapat meningkatkan
karena
risiko hiperkalemia bila diberikan bersama diuretik hemat kalium
3.4 Penyekat reseptor beta adrenergik (β-blocker) Pemberian β-blocker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor β-bloker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor β1 antara lain: 1. Penurunan
frekuensi
denyut
jantung
dan
kontraktilitas
miokard sehingga menurunkan curah jantung 2. Hambatan sekresi renin di sel-sel jukstaglomeruler ginjal engan akibat penurunan produksi angiotensin II 3. Efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan aktivitas
pada neuron
sensitivitas adrenergik
baroreseptor, perifer
dan
perubahan peningkatan
biosintesis prostasiklin Dari berbagai β-bloker, atenolol merupakan obat yang sering dipilih. Bersifat kardioselektif dan penetrasinya ke SSP minimal, cukup diberikan sekali sehari. Metropolol perlu diberikan dua kali sehari dan kurang kardioselektif dibanding dengan atenolol. Labelatol dan karvedilol memiliki efek vasodilatasi karena selain menghambat reseptor β, obat ini menghambat reseptor α. Sehingga memperkuat efek antihipertensi dan mengurangi efek samping seperti rasa dingin pada ekstremitas. 40
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang terutama pada pasien dengan penyakit jantung koroner (khususnya sesudah infark miokard akut), pasien dengan aritmia supraventrikel dan ventrikel tanpa kelainan konduksi, pada pasien muda dengan sirkulasi hiperdinamik, dan pada pasien yang memerlukan antidepresan
trisiklik atau antipsikotik. Efek samping : bradikardia, blokade AV, hambatan nodus SA dan
menurunkan kakuatan kontraksi miokard Kontraindikasi : pada keadaan bradikardia, blokade AV derajat 2 dan 3, sick sinus syndrome dan gagal jantung yang belum stabil
PENGHAMBAT ADRENORESEPTOR ALFA (α-BLOKER) Hambatan reseptor α1 menyebabkan vasodilatasi di arteriol dan venula
sehingga
menurunkan
resistensi
perifer.
Venodilatasi
menyebabkan aliran balik vena berkurang yang selanjutnya menurunkan curah jantung. Venodilatasi α hipotensi ortostatik α refleks takikardia dan peningkatan aktivitas renin plasma -
Indikasi : hipertensi dengan dislipidemia/diabetes melitus hipertrofi prostat efek samping Efek lain : hipotensi ortostatik sering terjadi pada pemberian dosis awal atau pada peningkatan dosis (fenomena dosis pertama). Pasien dengan deplesi cairan (dehidrasi, puasa) dan usia lanjut lebih mudah mengalami fenomena dosis pertama ini. Gejala,
pusing sampai sinkop. sakit kepala, palpitasi, edema perifer, hidung tersumbat, mual dan lain-lain
ADRENOLITIK SENTRAL 1. METILDOPA Mekanisme kerja : dalam SSp menggantikan kedudukan DOPA dalam sintesis katekolamin denga hasil akhir α-metilnorepinefrin.
41
Stimulasi reseptor α-2 di sentral mengurangi sinyal simpatis ke
perifer. Indikasi
:
obat
dikombinasikan
antihipertensi dengan
tahap
diuretik.
kedua,
Dapat
efektif
digunakan
bila untuk
pengobatan hipertensi pada kehamilan. Farmakokinetik : absorpsi melalui saluran cerna bervariasi dan tidak lengkap. Bioavailabilitas oral rata-rata 20-50% diekskresi melalui urim dalam konjugasi dengan sulfat dan 25% dalam bentuk utuh.
Pada
insufisiensi
ginjal
terjadi
akumulasi
obat
dan
metabolitnya. Waktu paruh obat sekitar 2 jam, tapi efek puncak tercapai setelah 6-8 jam pemberian oral atau i.v., dan efektifitas berlangsung sampai 24 jam. Perlambatan efek ini nampaknya berkaitan dengan proses transport ke SSP, konversinya menjadi
metabolit aktif dan eliminasi yang lambat dari jaringan otak. Efek samping : yang paling sering sedasi, hipotensi postural, pusing, mulut kering dan sakit kepala. Depresi, gangguan tidur, impotensi, kecemasan, penglihatan kabur, dan hidung tersumbat. Jarang
–jarang
terjadi
anemia,
hemolitik
autoimun,
trombositopenia, leukopenia, demam obat (drug fever) dan sindrom seperti lupus (lupus-like syndrome). Pemberhentian mendadak dapat
menimbulkan
peningkatan
TD
mendadak
(fenomena
rebound) 2. KLONIDIN Bekerja pada reseptor α-2 di susunan saraf pusat dengan efek penurunan simpathetic outflow. Efek hipotensif klonidin terjadi karena penurunan resistensi perifer dan curah jantung. Penurunan tonus simpatis
menyebabkan
penurunan
kontraktilitas
miokard
dan
frekuensi denyut jantung. Farmakokinetik : absorpsi oral berlangsung cepat dan lengkap dengan bioavailabilitas mencapai 95%. Dapat pula diberikan transdermal dengan kadar plasma setara dengan pemberian peroral. Farmakokinetiknya bersifat non linier dengan waktu paru 42
6 jam sampai 13 jam. Kira-kira 50% klonidin dieleminasi dalam bentuk utuh melalui urin. Kadar plasma meningkat pada gangguan
fungsi ginjal atau pada usia lanjut. Indikasi : sebagai obat ke-2 atau ke-3 bila penurunan diuretik belum
-
optimal.
Untuk
beberapa
hipertensi
darurat.
Untuk
diagnosik feokromositoma. Efek samping : Mulut kering dan sedasi setelah beberapa minggu pengobatan. Kira-kira
10%
pasien
menghentikan
pengobatan
karena
menetapnya gejala sedasi, pusing, mulut kering, mual atau impotensi. Gejala ortosatatik kadang-kadang terjadi terutama bila ada deplesi cairan. Efek central berupa mimpi buruk, insomnia, -
cemas dan depresi. Reaksi putus obat sering terjadi pada penghentian mendadak. Ditandai dengan rasa gugup, tremor, sakit kepala, nyeri abdomen, takikardia, berkeringat, akibat aktivasi simpatis yang berlebihan.
3. GUANFASIN DAN GUANABENZ Sifat – sifat farmakologik dan efek sampingnya mirip dengan klonidin. • Farmakokinetik : - Guanabenz bioavailabilitasnya tinggi, waktu parah sekitar 6 jam -
dan sebagian besar obat dimetabolisme. Guanfasin mempunyai waktu paruh relatif panjang (14-18 jam). Dieliminasi terutama melalui ginjal dalam bentuk utuh dan metabolik.
4. MOKSONIDIN DAN RILMEDIN Mempunyai struktur yang mirip dengan klonidin, tapi 600 kali lebih selektif terhadap reseptor imidazolin I1 dibandingkan dengan klonidin. PENGHAMBAT SARAF ADRENERGIK Reserpin, guanetidin, guanadrel. 1. RESERPIN Mekanisme kerja: menghambat sistem saraf simpatis 43
Farmakodinamik : reserpin teriket kuat pada vesikel di ujung saraf sentral dan perifer dan menghambat proses penyimpanan (uptake) katekolamin
(epinefrin
dan
norepinefrin)
ke
dalam
vesikel.
Selanjutnya katekolamin di pecah oleh enzim monoamin oksidase di
sitoplasma.
Proses
yang
sama
juga
terjadi
untuk
5-
hidroksitriptamin (serotonin). Kontraindikasi : reserpin tidak dianjurkan dengan riwayat depresi. Efek samping : SSP, bersifat sentral seperti letargi, mimpi buruk, depresi mental. mengakibatkan penurunan curah jantung dan resistensi
perifer.
Pada
sistem
kardiovaskular
dapat
terjadi
bradikardia, hipotensi ortostatik. Efek samping lain, kongesti nasal, hiperasiditas lambung dan eksaserbasi ulkus peptikum, muntah. Gangguan
fungsi
seksual
(penurunan
libido,
impotensi
dan
gangguan ejakulasi). Meningkatkan motilitas dan tonus saluran pencernaan sehingga tidak boleh diberikan pada pasien kolitis ulseratif. 2. GUANETEDIN DAN GUANADREL Mekanisme kerja: bekerja pada neuron adrenergik perifer. Obat ini di transport secara aktif ke dalam vesikel saraf dan menggeser norepinefrin ke luar vesikel. Guanetedin diberikan secara intravena dalam dosis besar, guanetedin akang menggeser noreprinefrin dari vesikel dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan peningkatan tekanan darah. Hal ini tidak terjadi pada pemberian oral, karena penggeseran noreprinefrin terjadi perlahan-lahan dan mengalami degradasi oleh monoamin oksidase sebelum mencapai sel sasaran. Guanetedin menurunkan tekanan darah dengan cara menurunkan curah jantung dan resistensi perifer. Efek venodilator yang kuat
dari obat ini disertai terhambatnya reflek kompensasi simpatis. Indikasi : guanetedin digunakan untuk hipertensi berat yang tidak
responsif dengan obat lain. Efek samping : hipotensi ortostatik atau diare
44
Guanadrel mempunyai mekanisme kerja, efek farmakodinamik dan efek samping yang mirip dengan guanetedin, tapi lebih jarang menimbulkan diare.
PENGHAMBAT GANGLION 1. Trimetafan Indikasi : hipertensi darurat terutama aneurisma aorta disekan
akut, menghasilkan hipotensi yang terkendali seama operasi besar. Efek samping : ileus paralitik dan paralisis kandung kemih, mulut kering, penglihatan kabur dan hipotensi ortostatik. Selain itu trimetafan dapat menyebabkan pembebasan histamin dari sel mast sehingga dapat menimbulkan reaksi alergi.
3.5 Vasodilatasor
Hidralazin, minoksidil dan diazoksid HIDRALAZIN Mekanisme kerja : bekerja langsung merelaksasi oto polos arteriol. Sedangkan otot polos vena hampir tidak dipengaruhi. Vasodilatasi yang kuat berupa peningkatan kekuatan dan frekuensi denyut
jantung, peningkatan renin dan noreprinefrin plasma. Indikasi : untuk hipertensi darurat seperti pada glomerulonefritis
akut dan eklampsia Farmakokinetik : diabsorpsi baik melalui saluran cerna, tapi bioavailabilitasnya relatif rendah karena adanya metabolisme lintas pertama yang besar. Pada asetilator lambat dicapai kadar plasma yang lebih tinggi, dengan efek hipotensi berlebihan dan efek
samping yang lebih sering. Kontraindikasi : hipertensi dengan PJK dan tidak dianjurka pada
pasien diatas 40 tahun. Efek samping : sakit kepala, mual, flushing, hipotensi, takikardia, palpitasi angina pektoris. Iskemik miokard dapat terjadi pada pasien PJK. Pemberhentian obat dapat terjadi setelah terapi lama (6 bulan lebih) berupa demam, artralgia, splenomegali, sel E positif
45
di darah perifer. Efek samping lain neuritis perifer, diskrasia darah, hepatotoksisitas dan kolangitis akut MONOKSIDIL Mekanisme kerja : bekerja dengan membuka kanal kalium sensitif ATP (ATP-dependent potassium channel) dengan akibat terjadinya refluks kalium dan hiperporalisasi membran yang diikuti oleh relaksasi otot polos pembuluh darah dan vasodilatasi. Efeknya lebih kuat pada arteriol daripada vena. Obat ini menurunkan tekanan sistol dan diastol yang sebanding dengan tingginya tekanan darah awal. Efek hipotensifnya minimal pada subjek yang
normotensif. Farmakokinetik : diserap baik pad pemberian oral. Bioavailabilitas mencapai 90% dan kadar puncak plasma tercapai dalam 1 jam. Obat ini merupakan prodrug yang harus mengalami penambahan gugus sulfat sebelum aktif sebagai vasolidator. Kadar plasma tidak berkolerasi langsung dengan efek terapi. Waktu paruh 3-4 jam, tapi efek terapi bertahan sampai 24 jam atau lebih. Metabolisme terjadi di hati dengan cara konjugasi dengan glukuronida. Ekskersi
melalui urin, 20% terutama tidak berubah. Indikasi : hipertensi berat akselerasi atau maligna dan pada pasien
dengan gagal ginjal lanjut. Efek samping : retensi
cairan
dan
garam,
efek
samping
kardiovaskular karena refleks simpatis dan hipertrikosis. Selain itu terjadi gangguan toleransi glukosa dengan tendensi hiperglikemi; sakit kepala, mual, erupsi obat, rasa leleh dan rasa nyeri tekan di dada. DIASOKZID Obat ini merupakan derivat benzotiadiazid dengan struktur mirip tiazid, tapi tidak memiliki efek diuresis. Mekanisme kerja, farmakodinamik dan efek samping diasokzid mirip dengan minoksidil.
46
Indikasi : diberikan secara intravena untuk mengatasi hipertensi darurat. Hipertensi maligna, hipertensi ensefalopati, hipertensi
berat pada glomerulonefritis akut dan kronik. Efek samping : retensi cairan dan hiperglikemi. Relaksasi uterus sehingga dapat menggangu proses kelahiran bila digunakan pada eklampsia. Jangka panjang juga dapat terjadi hipertrikosis.
NATRIUM NITROPRUSID Mekanisme kerja: merupakan donor NO yang bekerja mengaktifkan guanilat siklase dan meningkatka konversi GTP ,menjadi GMP-siklik pada otot polos pembuluh darah.
Selanjutnya terjadi penurunan
pembuluh kalsium intrasel dengan efek akhir vasodilatasi arteriol dan
venula.dnyut jantung karena reflek simpatis. Indikasi : Efektif untuk mengatasi hipertensi
penyebabnya. Efek samping : hipotensi, efek toksik perubahan konversi nitropusid
darurat
apapun
menjadi sianida dan tiosianat . dapat juga terjadi methemoglobinemia dan asidosis. Hipertensi rebound.
3.6 Penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE-inhibitor) dan Penghambat reseptor angiotensin (angiotensin-reseptor blocker, ARB)
PENGHAMBAT
1.
ANGIOTENSIN-CONVERTING
INHIBITOR) ACE-Inhibitor dibedakan atas dua kelompok: Yang bekerja langsung, kaptopril dab lisinopril 2. Prodrug, contohnya enalapril, kuinapril,
ENZYME
(ACE-
perindopril,ramipril,
silazapril, benazepril, fosinoprildll. Mekanisme : ACE-Inhibitor menghambat perubahan AI menjadi AII sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Menghambat degradasi bradikinin sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi ACEInhinitor. Vasodilatasi seacara langsung akan menurunkan tekanan
47
darah, dan bekurangnya aldosteron akan menyebabkan sekresi air
dan natrium dan retensi kalium. Farmakokinetik : kaptopril. Diabsorpsi pemberian
oral
dengan
bioavailabilitas
dengan
baik
70-75%.
pada
Pemberian
bersama makanan akan mengurangi absorpsi sekitar 30%, maka dari itu obat ini harus diberikan 1 jam sebelum makan. Sebagian besar ACE-Inhibitor mengalami metabolisme di hati, kecuali lisinopril yang tidak dimetabolisme, eliminasi umunya melalui ginjal, kecuali fosinopril yang mengalami eliminasi di ginjal dan
bilier. Indikasi : efektif untuk hipertens ringan, sedang maupun berat. Hipertensi dengan gagal jantung kongestif, adan hipertensi dengan
diabetes, disiplidemia dan obesitas. Efek samping : hipotensi, batuk kering, hiperkalemia, rush, edema
angioneurotik, gagal ginjal akut, proteinuria dan efek teratogenik. Kontraindikasi : wanita hamil karena bersifat teratogenik. Ibu menyusui karena diekskresikan melalui ASI sehingga berakibat buruk pada fungsi ginjal bayi. Stenosis arteri renalis bilateral atau
unilateral. ANTAGONIS RESEPTOR
ANGIOTENSIN
II
(Angiotensin
receptor
blocker, ARB) Reseptor AngII dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu reseptor AT1 dan AT2. Reseptor AT1 terutama otot polos pembuluh darah dan di otot jantung. Selain itu terdapat juga di otak, ginjal dan kelenjar adrenal. Reseptor AT1 memperantai semua efek fisiologis AngII terutama yang berperan dengan homeostasis kardiovaskular. Reseptor AT2 terdapat dimedula adrenal dan mungkin juga di SSP, tapi sampai sekarang fungsinya belum jelas. Mekanisme kerja : losartan merupakan prototipe obat golongan ARB yang selektif pada reseptor AT1. Obat ini menghambat semua efek AngII, seperti: vasokontriksi, sekresi aldosteron, rangsangan saraf simpatis, efek sentral AngII (sekresi vasoperin, rangsangan haus),
48
stimulasi jantung, efek renal dan efek jangka panjang berupa
hipertrofi otot polos pembuluh darah dan miokard. Farmakokinetik: losartan diabsorpsi dengan baik melalui saluran cerna
dengan
bioavailabilitas
sekitar
33%.
Absorpsinya
tidak
dipengaruhi oleh adanya makanan di lambung. Waktu paruh eliminasi (t1/2α) ± 1-2 jam, tapi obat ini cuku diberikan satu atau dua kali sehari, karena kira-kira 15% losartan dalam tubuh diubah menjadi metabolit (5-carboxylic acid) dengan potensi 10 sampai 40 kali losartan dan masa paruh yang jauh lebih panjang (t1/2β: 6-9 jam). Losartan dan metabolitnya tudak dapat menembus sawar darah otak. Sebagian besar diekskresi melalui feses sehingga tidak diperlukan penyesuaian dosis pada gangguan fungsi ginjal termasuk pasien hemodialisis dan pada usia lanjut. Tapi dosis harus disesuaikan pada
gangguan fungsi hepar. Indikasi : hipertensi renovaskular dan hipertensi genetik Kontraindikasi: kehamilan pada trimester 2 dan 3, wanita menyusui dan stenosis arteri renalis bilateral atau stenosis pada satu-satunya
ginjal yang masih berfungsi. Efek samping: hipotensi, hiperkalemia, fetotoksik
3.7 Antagonis kalsium Antagonis kalsium menghambat influx kalsium pada sel otot polos pembuluh darah dan miokard. Menimbulkan relaksasi arteriol. Perbandingan sifat berbagai antagonis kalsium: 1. Golongan dihidropiridin (DHP, yakni nifedipin, nikardipin, isradipin, felodipin, dan amlodipin) bersifat vaskuloselektif dan generasi yang bru memiliki selektivitas yang tinggi. Sifat vaskuloselektif ini menguntungkan karena: a) efek langsung pada nodus AV dan SA minimal; b) menurunkan resistensi perifer tanpa penurunan fungsi jantung yang berarti; c) relatif aman dalam kombinasi dengan β-blocker. 2. Bioavailabilitas oral relatif
rendah.
Eliminasi
presistemik
(metabolisme lintas pertama) yang tinggi di hati. Amlodipin 49
memiliki bioavailabilitas yang relatif tinggi dibanding antagonis kalsium lain. 3. Kadar puncak tercapai dengan cepat. Hal ini menyebabkan TD turun dengan cepat, dan ini dapat mencetuskan iskemia miokard atau serebral. Absorpsi amlodipin dan sedian lepas lambatlainnya terjasi secara pelan-pelan sehingga dapat mencegah penurunan tekanan darah yang mendadak. 4. Waktu paruh umumnya pendek/sedang sehingga harus diberikan 2 atau 3 kali sehari. Amlodipin memiliki waktu paruh yang panjang sehingga cukup diberikan sehari sekali. Kadarnya pada jam ke 24 masih 2/3 dari kadar puncak. 5. Semua antagonis kalsium di metabolisme di hati. Penggunaannya pada pasien sirosis hati dan usia lanjut harus dilakukan dengan sangat hati-hati. 6. Antagonis kalsium sangat sedikit sekali yang diekskresi dalam bentuk utuh lewat ginjal sehingga tidak perlu penyesuaian dosis pada hangguan fungsi ginjal. 7. Isradipin dan amlodipin tidak mempengaruhi kadar digoksin yang diberikan
bersama.
Kadar
verapamil
dan
amlodipin
tidak
dipengaruhi oleh simetidin. - Indikasi: hipertensi dengan kadar renin yang rendah seperti pada usia lanjut. Nifedipin oral sangat bermanfaat untuk -
mengatasi hipertensi darurat. Efek samping: nifedipin kerja
singkat
paling
sering
menyebabkan iskemia miokard atau serebral, edema perifer. Sakit kepala, muka merah terjadi karena vasodilatasi arteri meningeal dan di daerah muka. Bardiaritmia dan gangguan konduksi, efek inotropik negatif terutama terjadi akibat verapamil
dan
dilitiazem.
Konstipasi
dan
retensi
urin.
Kadang-kadang terjadi refluks esofagus. Hiperplasia gusi dapat terjadi dengan semua antagonis kalsium.
3.4 Obat Antiangina 50
1. Nitrat Organik
Mekanisme Kerja Nitrat organikmerupakan pro drug yaitu menjadi aktif setelah dimetabolisme Biotransformasi
dan
mengeluarkan
nitrat
organik
nitrogen
yang
monoksida
berlangsung
(NO).
intraseluler
dipengaruhi oleh adanya reduktase ekstrasel dan reduced tiol (glutation) intrasel. NO akan membentuk kompleks nitrosoheme dengan guanilat siklase dan menstimulasi enzim ini sehingga kadar cGMP meningkat. Selanjutnya cGMP akan menyebabkan defosforilasi miosin, sehingga terjadi relaksasi otot polos. Efek vasodilatasi pertama inni bersifat non-endothelium-dependent. Mekanisme kedua nitrat organik adalah sifat endothelium-dependent, dimana akibat pemberian obat ini akan dilepaskan prostasiklin (PGI 2) dari endothelium yang bersifat vasodilator. Pada keeadaan dimana endothelium mengalami kerusakan seperti aterosklerosis dan iskemia, efek inni hilang. Atas dasar kedua
hal
ini,
nitrat
organik
dapat
menimbulkan
vasodilatasi dan mempunyai efek antiagregasi trombosit. Farmakokinetik Nitrat organik diabsorpsi dengan baik lewat kulit, mukosa sublingual dan oral. Metabolisme obat dilakukan oleh nitrat reduktase dalam hati yang mengubah nitrat organik larut lemak menjadi metabolitnya yang larut air yang tidak aktif atau memiliki efek vasodilatasi lemah. Efek lintas pertama dalam hati ini menyebabkan bioavailabilitas nitrat organik oral sangat kecil (nirtogliserin dan isosorbid dinitrat <20%). Oleh karena itu, untuk meningkatkan kadar obat dalam darah secara cepat, serangan akut angina diatasi dengan preparat sublingual. Pada pemberian sublingual, kadar puncak plasma nitrogliserin tercapai dalam 4 menit, waktu paruh 1-3 menit. Metabolit dinitrat nya yang mempunyai efek vasodilatasi 10x kurang kuat, mempunyai waktu paruh kira-kira 40 menit. Pemberian preparat inhalasi diabsoprsi lebih
51
cepat dan seperti preparat sublingual menghindari efek metabolisme
lintas pertama di hati. Farmakodinamik Efek Kardiovaskular: nitrat organik menurunkan kebutuhan dan meningkatkan suplai oksigen dengan cara mempengaruhi tonus vaskular. Nitrat organik menimbulkan vasodilatasi semua sistem vaskular. Pada dosis rendah nitrat menimbulkan venodilatasi sehingga terjadi pengumpulan darah pada vena perifer dan dalam splanknikus. Venous pooling ini meyebabkan berkurangnya alir balik darah ke dalam jantung, sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dan kanan (preload) menurun. Dengan cara ini, maka kebutuhan oksigen miokard akan menurun. Tekanan vaskular paru menurun dan ukuran jantung mengecil. Karena kapasitas vena meningkat, maka dapat terjadi hipotensi ortostatik, dan sinkop. Dilatasi arteriol temporal dan meningeal menimbulkan
kemerahan
di
muka
(flushing)
dan
sakit
kepala
berdenyut. Pada dosis yang lebih tinggi, selain vena, nitrat organik jugan menimbulkan dilatasi arteriol perifer sehingga tekanan darah sistolik
dan
diastolik
menurun
(afterload).
Nitrat
organik
menyebabkan dilatasi pembuluh darah koroner yang besar di daerah epikardial maka redistribusi aliran darah pada daerah iskemik mejadi lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Dengan cara ini, nitrat oksigen
menurunkan
venodilatasi,
kebutuhan
menurunnya
oksigen
volume
otot
ventrikel
jantung
melalui
curah
jantung
dan
sehingga beban hulu (preload) dan beban hilir (afterload) berkurang. Suplai oksigen meningkat karena perbaikan aliran darah miokard ke daerah iskemik dan karena berkurangnya beban hulu sehingga perfusi subendokard membaik. Efek lain: Nitrovasodilator menimbulkan relaksasi oto polos bronkus, saluran empedu, saluran cerna dan saluran kemih. Tetapi karena efeknya
hanya
selintas,
maka
tidak
bermakna
secara
klinis.
Peningkatan cGMP oleh nitrat organik dapat menurunkan agregasi 52
trombosit tetapi jumlah studi prospektif tidak menunjukkan manfaat
dalam meningkatkan survival pasien dengan infark jantung akut. Indikasi Angina pektoris Infark jantung Gagal jantung kongestif Kontraindikasi Pasien yang mendapat sildenafil Dosis
Sediaan
Dosis
Interval
Lama Kerja
1. nitrat kerja singkat 0.18-0.3 a) amilnitrit inhalasi b) preparat sublingual
ml
inhalasi
3-5 menit
0.15-0.6
sesuai
10-30
Nitrogliserin
mg
keperluan sesuai
menit 10-60
isosorbid dinitrat
2.5-5 mg
keperluan sesuai
menit
eritril tetranitrat
5-10 mg
keperluan
2. nitrat kerja lama a) preparat oral isosorbid dinitrat biasa 10-60 mg isosorbid dinitrat lepas lambat 20-80 mg isosorbid mononitrat biasa 20 mg isosorbid mononitrat lepas lambat nitrogliserin lepas lambat eritritol tetranitrat pentaeritritol tetranitrat b) preparat salep nitrogliserin 2% c) preparat transdermal
30-240 mg 6.5-13 mg 10 mg 10-20 mg
nitrogliserin lepas lambat (disc/path) 10-25 mg d) preparat lepas lambat, bukal 1-2 mg 53
4-6 jam 12-24 jam 12 jam 24 jam 6-8 jam
4-6 jam 6-10 jam
6-8 jam
4-6 jam 4-8 jam
4-6 jam
24 jam 4 jam
8-10 jam 3-6 jam
nitrogliserin 5-10 e) intravena nitrogliserin
mcg/menit
Efek Samping Umumnya berhubungan dengan efek vasodilatasinya. Pada awal terapi sering ditemukan sakit kepala, flushing karena dilatasi arteri serebral. Dapat pula terjadi hipotensi postural. Bila hipotensi berat terjadi bersama refleks takikardi, hal ini dapat memperburuk angina. Nirtat organik terutama pentaeritrol tetranitrat dapat menimbulkan rash.
2. Penghambat Adrenoreseptor Beta (β-Bloker)
Mekanisme Kerja β-bloker menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung dengan cara menurunkan
frekuensi
denyut
jantung,
tekanan
darah
dan
kontraktilitas. Suplai oksigen meningkat karena penurunan frekuensi denyut jantung sehingga perfusi koroner mambaik saat diastol. Efek yang kurang menguntungkan β-bloker ialah peningkatan volume diastolik akhir yang meningkatkan kebutuhan oksigen.
Farmakokinetik, Farmakodinamik dan Dosis
Obat
Kelar
Elimin
Kardioselek
utan dalam
asi
tivitas
Dosis
Simpatomi antiangin
(reseptor)
lemak
Aktivitas
metik Intrinsik
a 200-600
asebut
renda
olol atenol
h renda
hati
+
+
sehari 50-100
ol bisopr
h
ginjal
+
-
mg 10-2-
olol labetal
renda
mg
hati
-
54
2x
mg
1x sehari 100-600
ol metopr olol
h
mg/hari 50-100
sedan
mg
3x
g renda
hati
+
-
sehari 40-80
l penbut
h
ginjal
-
-
mg/hari
olol pindol
tinggi sedan
hati ginjal
-
+
20mg/hari 5-20 mg
ol propan
g
&hati
-
+
3x sehari 60 mg 4x
olol
tinggi
hati
-
-
sehari
nadolo
Indikasi Pengobatan serangan angina tidak stabil Infark jantung Angina stabil kronik Kontraindikasi Hipotensi Bradikardia simptomatik Blok AV derajat 2-3 Gagal janntung kongestif Eksaserbasi seranngan asma Diabetes melitus dengan episode hipoglikemi Efek Samping Terhadap sistem saraf otonom: menurunkan konduksi dan kontraksi jantung sehingga dapat terjadi bradikardia dan blok AV. β-bloker dapat memperburuk penyakir Raynaud. β-bloker dapat mencetuskan bronkospasme peda pasien dengan penyakit paru. β-bloker dapat
menurunkan
kadar
HDL
dan
meningkatkan
trigliserida.
3. Penghambat Kanal Ca++
Mekanisme Kerja dan Farmakodinamik Pada otot jantung dan otot polos vaskular, Ca ++ terutama berperan dalam peristiwa kontraksi. Meningkatnya Ca++ dalam sitosol akan meningkatkan
kontraksi.
Pada
otot
rangka
relatif
tidak
tidak
memerlukan Ca++ ekstrasel karena sistem sarkoplasmik retikulum 55
yang telah berkembang baik. Penghambat kanal Ca ++ menghambat masuknya Ca++ ke dalam sel, sehingga terjadi relaksasi otot polos vaskular,
menurunnya
kontraksi
otot
jantung
dan
menurunnya
kecepatan nodua SA serta konduksi AV. Semua penghambat kanal Ca + +
menyebabkan relaksasi otot polos arterial, tetapi efek hambatan ini
kurang
terhadap
pembuluh
darah
vena,
sehingga
kurang
mempengaruhu beban preload. Penghambat kanal Ca ++ meningkatkan suplai oksigen otot jantung dengan cara: dilatasi koroner dan penurunan tekanan darah dan denyut jantung yang mengakibatkan
perfusi endokard membaik. Farmakokinetik Walaupun absorpsi per
oral
hampir
sempurna,
tetapi
bioavailabilitasnya berkurang karena metabolisme lintas pertama dalam hati. Efek obat tampak setelah 30-60 menit pemberian, kecuali pada derivat yang mempunyai waktu paruh panjang. Pemberian berulang
meningkatkan
bioavailabilitas
obat
karena
enzim
metabolisme di hati menjadi jenuh/ Indikasi Angina varian Angina stabil kronik Angina tidak stabil Aritmia Hipertensi Kardiomiopati hipertrofik Penyakit Raynaud Spasme serebral Kontraindikasi Aritmia karena konnduksi antegrad seperti sindrom Wolff-ParkinsonWhite atau fibrilasi atrium. Dosis
Obat nifedipin nifedipin
dosis
frekuensi/
(mg) 10
hari
mg (long 30-60
3-4x 1x 56
acting) 2.5amlodipin
10 2.5-
1x
felodipin
20 2.5-
1x
isradipin
10 20-30
2x
nicardipin
mg 60-
1x
120m nicardipin SR
g Okt-
2x
nisoldipin
40 80-
1x
320 verapamil
mg 90-
2-3x
diltiazem
180 120-
3x
diltiazem SR
540 240-
1x
verapamil SR
480
1-2x
Efek Samping Efek samping yang ditimbulkan salah satu nya adalah vasodilatasi berlebihan.
Gejala
yang
tampak
berupa
pusing,
sakit
kepala,
hipotensi, reflex takikardia, flushing, mual, muntah, edema perifer, batuk,
edema
paru,
dll.
Verapamil
lebih
sering
menimbulkan
konstipasi dan hiperplasia gingiva. Kadang terjadi rash, somnolen dan kenaikan enzim hati.
4. Terapi Kombinasi Tujuan
terapi
kombinasi
adalah
meningkatkan
efektivitasdan
mengurangi efek samping. Tetapi perlu diingat, bahwa kombinasi terutama
57
3 obat yang digunakan sekaligus, dapat menimbulkan bahaya efek samping yang lebih nyata. Nitrat organik dan β-bloker Kombinasi ini meningkatkan aktivitas terapi pada angina stabil kronik. β-bloker menghambat refleks takikardia dan inotropik positif oleh nitrat organik, sedangkan nitrat organik dapat mengurangi kenaikan
volume
diastolik
akhir
menimbulkan
diastolik ventrikular
venous
dapat kiri
pooling.
mengurangi akibat
Nitrat
kenaikan
β-bloker
organik
volume
dengan
juga
cara
mengurangi
kenaikan resitensi koroner yang disebabkan oleh β-bloker. Penghambat kanal kalsium dan β-bloker Bila efek nitrat organik atau β-bloker kurang memadai, maka kadang perlu ditambahkan penghambat
kanal kalsium, terutama bila
terdapat vasospasme koroner. Sebalikya refleks takikardia yang terjadi karena penghambat kanal kalsium dapat dikurangi oleh β
bloker. Penghambat kanal kalsium dan nitrat organik Kombinasi ini bersifat aditif, karena
penghambat
kalsium
mengurangibeban hilir, sedangkan nitrat organik mengurangi beban
hulu. Kombinasi penghambat kanal kalsium, β-bloker dan nitrat organik Digunakan apabila serangan angina tidak membaik pada pemberian kombinasi 2 macam antiangina, maka dapat diberikan kombinasi 3 jenis obat. Tetapi kejadian efek samping akan meningkat secara bermakna.
BAB IV PENUTUP
4.1
Kesimpulan
58
Jadi, Bermacam-macam penyakit memerlukan obat yang berbedabeda, begitu pila dengan obatnya selain mempunyai fungsi masing-masing obat juga mempunyai efek sampingnya masing-masing, dan sebagai perawat kita semua harus bisa memahami tentang obat
4.2
Kritik dan Saran
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari banyaknya kekurangankekurangan pembahasannya dikarenakan oleh berbagai macam faktor keterbatasan waktu waktu, pemikiran dan pengetahuan kami yang terbatas, oleh karena itu untuk kesempernuan makalah ini kami sangat membutuhkan saran-saran dan masukan yang bersifat membangun kepada semua pembaca. Sebaiknya gunakanlah obat sesuai anjuran dokter, dan pergunakan lah obat tersebut sesuai dengan penyakit yang diderita , jangan menggunakan obat kurang atau melebihi batasnya
DAFTAR PUSTAKA 1. Deglin, Vallerand, 2005, Pedoman Obat Untuk Perawat, Jakarta, EGC 2. Ganiswarna, 1995, Farmakologi dan Terapi, Jakarta, FKUI 3. Kee, Hayes, 1996, Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan, Jakarta, EGC
59
60