BAB II PEMBAHASAN
2.1 Gagal Jantung Kongestif 2.1.1 Definisi
Gagal jantung kongestif adalah suatu kejadian dimana jantung tidak dapat memompa darah yang mencukupi untuk kebutuhan tubuh (Mycek et al., 2001). Gagal jantung kongestif muncul ketika jantung gagal untuk menyediakan aliran darah yang mencukupi untuk jaringan sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan tidak terpenuhi (Hudson et al., 2003). Penggunaan istilah gagal jantung beragam dipakai, seperti payah jantung, gagal jantung kongestif, dekompensasi kordis, gagal jantung, dan lainnya. Yang terbaru adalah tidak disebut Gagal jantung kongestif karena sering kali tanda kongestif tidak tampak atau tersembunyi.
2.1.2 Patofisiologi
Gagal jantung terjadi ketika jantung tidak mampu memompa darah pada jumlah yang dibutuhkan untuk metabolisme yang normal. Pada tahap awal gagal jantung, kerja pompa jantung dirawat oleh mekanisme kompensasi seperti menaikkan pengisian ventrikel (increase preload). Beberapa istilah dalam gagal jantung yaitu kegagalan akut dan kronis, gagal jantung kanan dan kiri, kegagalan output rendah dan tinggi, gagal jantung depan dan belakang (Amir, 2007). 1) Kegagalan akut dan kronis Gambaran klinis gagal jantung terpengaruh pada kecepatan dimana perubahan patologi yang mendasarinya terjadi. Misalnya kegagalan berat yang akut dapat terjadi dalam beberapa menit infark miokard akut. Khasnya, penderita mengeluh tiba-tiba nafasnya menjadi sesak sekali dan terdapat edema pulmo yang hebat (Amir, 2007). 2) Kegagalan jantung kanan dan kiri Adanya hubungan anatomic antara ventrikel kanan dan kiri, kegagalan ventrikel akan diikuti kegagalan ventrikel yang lainnya. Akibat langsung dari gagal jantung kiri adalah kongesti dan edema pulmo. Sebaliknya gagal jantung kanan berakibat kongesti sistem vena, naiknya tekanan vena jugularis dan pembesaran hati (Amir, 2007).
3) Kegagalan output rendah dan tinggi Pada sebagian besar penderita dengan gagal jantung, isi sekuncup jantung (cardiac output) gagal meningkat, atau bahkan menurun selama ada kegiatan fisik dan dalam istirahat. Keadaan ini merupakan kegagalan output rendah. Beberapa penderita menunjukkan pulmo yang kongestif dan edema sewaktu total output jantung dan pengeluaran dari ventrikel kiri normal atau bahkan meningkat. Keadaan ini disebut kegagalan output tinggi. 4) Gagal jantung sistolik dan diastolik Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun menyebabkan kelemahan, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya. Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50% (Amir, 2007). 5) Gagal jantung depan dan belakang 6) Konsep gagal jantung belakang menyatakan bahwa pada gagal jantung, Satu atau ventrikel lainnya gagal mengeluarkan isinya atau gagal terisi secara normal. Menurut konsep ini, retensi garam dan air adalah konsekuensi dari penurunan perfusi ginjal dan reabsorbsi natrium tubuler proksimalis dan distalis yang berlebihan melalui aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron (RAA).
2.1.3 Penatalaksanaan Terapi
Tujuan terapi gagal jantung kongestif adalah untuk meredakan gejala, menunda perkembangan penyakit, mengurangi perawatan di RS dan tingkat mortalitas (Hudson et al., 2003). Tindakan dan pengobatan pada gagal jantung ditunjukkan pada 5 aspek: 1) Mengurangi beban kerja jantung 2) Memperkuat kontraktilitas miokard 3) Mengurangi kelebihan garam dan cairan 4) Melakukan tindakan dan pengobatan khusus terhadap penyebab 5) Faktor-faktor pencetus kelainan yang mendasari. (Ganiswarna, 2005).
Pendekatan terapi pada gagal jantung dapat berupa terapi tanpa obat-obatan, pemakaian obat-obatan, pemakaian alat dan tindakan bedah. 1) Pendekatan terapi tanpa obat (terapi non farmakologi) a. Edukasi mengenal gagal jantung, penyebab dan bagaimana mengenal serta upaya bila timbul keluhan dan dasar pengobatan b. Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktivitas seksual, serta rehabilitasi c. Edukasi pola diet, control asupan garam, air dan kebiasaan alcohol d. Monitoring berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan secara tiba-tiba e. Mengurangi berat badan pada obesitas f.
Hentikan kebiasaan merokok
g. Konseling mengenai obat.
2) Pemakaian obat-obatan (terapi farmakologi) Terdapat 3 obat yang menunjukkan efektifitas klinik dalam mengurangi gejala insufisiensi jantung tapi tidak mengembalikan kondisi patologik yang asli (Ganiswarna, 1995). Tiga golongan tersebut adalah : a) Vasodilator Vasodilator dapat menurunkan secara selektif beban jantung sebelum kontraksi, sesudah kontraksi atau keduanya (vasodilator yang seimbang). (1) Vasodilator Parental (2) Vasodilator Oral b) Penghambat ACE c) Angiotensin reseptor bloker (ARB) d) Beta-Bloker e) Antagonis kanal kalsium f) Nitrat g) Hidralazin h) Diuretik i) Obat-obat Inotropik j) Digitalis k) Agonis β- adrenergic
l) Inhibitor fosfodiesterase m) Antagonis aldosteron n) Algoritma Terapi
2.2 Interaksi Obat 2.2.1
Definisi
Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat mempengaruhi outcome
klinis
pasien.
Sebuah
interaksi
obat
terjadi
ketika
farmakokinetika
atau
farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi (Piscitelli, 2005). Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang sama dapat berubah efeknya secara tidak langsung atau dapat berinteraksi. Interaksi bisa bersifat potensiasi atau antagonis efek satu obat oleh obat lainnya, atau adakalanya beberapa efek lainnya (BNF 58, 2009). Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungannya. Definisi yang lebih relevan kepada pasien adalah ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya, atau apa yang terjadi ketika obat hadir bersama satu dengan yang lainnya (Stockley, 2008). Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitostatik (Setiawati, 2007).
2.2.2
Mekanisme
Secara umum, ada dua mekanisme interaksi obat : 1. Interaksi Farmakokinetik Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lainnya sehingga meningkatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia untuk menghasilkan efek farmakologisnya (BNF 58, 2009). Menurut Stockley (2008), interaksi farmakokinetik terdiri dari beberapa tipe : a. Interaksi pada absorbsi obat -
Efek perubahan pH gastrointestinal
Obat melintasi membran mukosa dengan difusi pasif tergantung pada apakah obat terdapat dalam bentuk terlarut lemak yang tidak terionkan. Absorpsi ditentukan oleh nilai pKa obat, kelarutannya dalam lemak, pH isi usus dan sejumlah parameter yang terkait dengan formulasi obat. -
Adsorpsi, khelasi, dan mekanisme pembentukan komplek Arang aktif dimaksudkan bertindak sebagai agen penyerap di dalam usus untuk pengobatan overdosis obat atau untuk menghilangkan bahan beracun lainnya, tetapi dapat mempengaruhi penyerapan obat yang diberikan dalam dosis terapetik. Antasida juga dapat menyerap sejumlah besar obat-obatan.
-
Perubahan motilitas gastrointestinal Karena kebanyakan obat sebagian besar diserap di bagian atas usus kecil, obat-obatan yang mengubah laju pengosongan lambung dapat mempengaruhi absorpsi.
-
Induksi atau inhibisi protein transporter obat Ketersediaan hayati beberapa obat dibatasi oleh aksi protein transporter obat. Saat ini, transporter obat yang terkarakteristik paling baik adalah P-glikoprotein. Digoksin adalah substrat P-glikoprotein, dan obat-obatan yang menginduksi protein ini, seperti rifampisin, dapat mengurangi ketersediaan hayati digoksin.
-
Malabsorbsi dikarenakan obat Neomisin menyebabkan sindrom malabsorpsi dan dapat mengganggu penyerapan sejumlah obat-obatan termasuk digoksin dan metotreksat.
b. Interaksi pada distribusi obat -
Interaksi ikatan protein Setelah absorpsi, obat dengan cepat didistribusikan ke seluruh tubuh oleh sirkulasi. Beberapa obat secara total terlarut dalam cairan plasma, banyak yang lainnya diangkut oleh beberapa proporsi molekul dalam larutan dan sisanya terikat dengan protein plasma, terutama albumin. Ikatan obat dengan protein plasma bersifat reversibel, kesetimbangan dibentuk antara molekul-molekul yang terikat dan yang tidak. Hanya molekul tidak terikat yang tetap bebas dan aktif secara farmakologi.
-
Induksi dan inhibisi protein transport obat Distribusi obat ke otak, dan beberapa organ lain seperti testis, dibatasi oleh aksi protein transporter obat seperti P-glikoprotein. Protein ini secara aktif membawa obat keluar dari sel-sel ketika obat berdifusi secara pasif. Obat yang termasuk inhibitor
transporter dapat meningkatkan penyerapan substrat obat ke dalam otak, yang dapat meningkatkan efek samping CNS. c. Interaksi pada metabolisme obat -
Perubahan pada metabolisme fase pertama Beberapa metabolisme obat terjadi di dalam serum, ginjal, kulit dan usus, tetapi proporsi terbesar dilakukan oleh enzim yang ditemukan di membran retikulum endoplasma sel-sel hati. Ada dua jenis reaksi utama metabolisme obat. Yang pertama, reaksi tahap I (melibatkan oksidasi, reduksi atau hidrolisis) obat-obatan menjadi senyawa yang lebih polar. Sedangkan reaksi tahap II melibatkan terikatnya obat dengan zat lain (misalnya asam glukuronat, yang dikenal sebagai glukuronidasi) untuk membuat senyawa yang tidak aktif. Mayoritas reaksi oksidasi fase I dilakukan oleh enzim sitokrom P450.
-
Induksi Enzim Ketika barbiturat secara luas digunakan sebagai hipnotik, perlu terus dilakukan peningkatan dosis seiring waktu untuk mencapai efek hipnotik yang sama, alasannya bahwa barbiturat meningkatkan aktivitas enzim mikrosom sehingga meningkatkan laju metabolisme dan ekskresinya.
-
Inhibisi enzim Inhibisi enzim menyebabkan berkurangnya metabolisme obat, sehingga obat terakumulasi di dalam tubuh. Berbeda dengan induksi enzim, yang mungkin memerlukan waktu beberapa hari atau bahkan minggu untuk berkembang sepenuhnya, inhibisi enzim dapat terjadi dalam waktu 2 sampai 3 hari, sehingga terjadi perkembangan toksisitas yang cepat. Jalur metabolisme yang paling sering dihambat adalah fase I oksidasi oleh isoenzim sitokrom P450. Signifikansi klinis dari banyak interaksi inhibisi enzim tergantung pada sejauh mana tingkat kenaikan serum obat. Jika serum tetap berada dalam kisaran terapeutik interaksi tidak pentin g secara klinis.
-
Faktor genetik dalam metabolisme obat Peningkatan pemahaman genetika telah menunjukkan bahwa beberapa isoenzim sitokrom P450 memiliki polimorfisme genetik, yang berarti bahwa beberapa dari populasi memiliki varian isoenzim yang berbeda aktivitas. Kemampuan yang berbeda dalam metabolisme obat-obatan tertentu dapat menjelaskan mengapa beberapa pasien berkembang mengalami toksisitas ketika diberikan obat sementara yang lain bebas dari gejala.
-
Interaksi isoenzim sitokrom P450 dan obat yang diprediksi Siklosporin dimetabolisme oleh CYP3A4, rifampisin menginduksi isoenzim ini, sedangkan ketokonazol menghambatnya, sehingga tidak mengherankan bahwa rifampisin mengurangi efek siklosporin sementara ketokonazol meningkatkannya.
d. Interaksi pada ekskresi obat -
Perubahan pH urin Pada nilai pH tinggi (basa), obat yang bersifat asam lemah (pKa 3-7,5) sebagian besar terdapat sebagai molekul terionisasi larut lipid, yang tidak dapat be rdifusi ke dalam sel tubulus dan karenanya akan tetap dalam urin dan dikeluarkan dari tubuh. Sebaliknya, basa lemah dengan nilai pKa 7,5 sampai 10,5. Dengan demikian, perubahan pH yang meningkatkan jumlah obat dalam bentuk terionisasi, meningkatkan hilangnya obat.
-
Perubahan ekskresi aktif tubular renal Obat yang menggunakan sistem transportasi aktif yang sama di tubulus ginjal dapat bersaing satu sama lain dalam hal ekskresi.
-
Perubahan aliran darah renal Aliran darah melalui ginjal dikendalikan oleh produksi vasodilator prostaglandin ginjal. Jika sintesis prostaglandin ini dihambat, ekskresi beberapa obat dari ginjal dapat berkurang.
2. Interaksi Farmakodinamik Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang memiliki efek farmakologis, antagonis atau efek samping yang hampir sama. Interaksi ini dapat terjadi karena kompetisi pada reseptor atau terjadi antara obat-obat yang bekerja pada sistem fisiologis yang sama. Interaksi ini biasanya dapat diprediksi dari pengetahuan tentang farmakologi obat-obat yang berinteraksi (BNF 58, 2009). Menurut Stockley (2008), interaksi farmakodinamik terbagi atas : a. Interaksi aditif atau sinergis Jika dua obat yang memiliki efek farmakologis yang sama diberikan bersamaan efeknya bisa bersifat aditif. Sebagai contoh, alkohol menekan SSP, jika diberikan dalam jumlah sedang dosis terapi normal sejumlah besar obat (misalnya ansiolitik, hipnotik, dan lain-lain), dapat menyebabkan mengantuk berlebihan. Kadang-kadang efek aditif menyebabkan toksik (misalnya aditif ototoksisitas, nefrotoksisitas, depresi sumsum tulang dan perpanjangan interval QT). b. Interaksi antagonis atau berlawanan
Berbeda dengan interaksi aditif, ada beberapa pasang obat dengan kegiatan yang bertentangan satu sama lain. Misalnya kumarin dapat memperpanjang waktu pembekuan darah yang secara kompetitif menghambat efek vitamin K. Jika asupan vitamin K bertambah, efek dari antikoagulan oral dihambat dan waktu protrombin dapat kembali normal, sehingga menggagalkan manfaat terapi pengobatan antikoagulan.
2.3 Obat Kardiovaskuler 2.3.1
Definisi
Obat kardiovaskuler merupakan obat yang digunakan untuk kelainan jantung dan pembuluh darah (Suparyanto, 2010).
2.3.2
Klasifikasi
Menurut Suparyanto (2010), yang termasuk dalam golongan obat kardiovaskuler yaitu: 1. Obat Antiangina 2. Obat Antiaritmia 3. Obat Glikosida 4. Obat Antihipertensi
Dimana obat-obat yang umum digunakan, yaitu: a. Golongan Nitrat organic -
Contoh obat Nitrogliserin, isosorbit dinitrat, eritritil tetranitrat, amil nitrit inhalasi, penta eritritol tetranitrat.
-
Cara kerja obat 1) Setelah dimetabolisme nitrat organik menjadi aktif dan mengeluarkan nitrogen monoksida
(NO,
endothelial
derived
relaxing
factor /EDRF)
yang
menstimulasi guanilat siklase menyebabkan kadar c-GMP meningkat sehingga terjadi vasodilatasi yang bersifat non endothelium-dependent . 2) Terjadi vasodilatasi endothelium-dependent dimana akibat pemberian nitrat organik dilepaskan prostasiklin dari endotelium yang bersifat sebagai vasodilator. -
Efek samping Sakit kepala, hipotensi, meningkatnya daerah ischaemia.
-
Indikasi Angina pectoris, gagal jantung kongestif, infark jantung.
b. Golongan Beta bloker -
Contoh obat Propanolol, alprenolol, oksprenolol, metoprolol, bisoprolol, asebutolol, pindolol, nadolol, atenolol.
-
Cara kerja obat 1) Menghambat pengaruh epinefrin yang menyebabkan frekuensi denyut jantung menurun. 2) Meningkatkan supply oksigen miokard sehingga menyebabkan perfusi subendokard meningkat. 3) Hambatan sekresi renin melalui hambatan reseptor beta-1 di ginjal.
-
Efek samping Akibat efek farmakologisnya : bradikardi, blok AV, gagal jantung, bronkospasme. Saluran cerna : mual, muntah, diare, konstipasi. Sentral : mimpi buruk, insomnia, halusinasi, rasa capai, pusing, d epresi. Alergi : rash, demam, purpura Dosis lebih : hipotensi, bradikardi, kejang, depresi.
-
Indikasi Angina pectoris, aritmia, hipertensi, infark miokard, kardiomiopati obstruktif hipertropik, feokromositoma (takikardi dan aritmia akibat tumor), tirotoksikosis, migren, glaukoma, ansietas.
c. Golongan Calsium antagonis -
Contoh obat Dihidropiridin : nifedipin, nikardipin, felodipin, amlodipin. Difenilalkilamin : verapamil, galopamil, tiapamil. Benzotizepin: diltiazem. Piperazin : sinarizin, flunarizin. Lain-lain : prenilamin, perheksilin.
-
Cara kerja obat 1) Vasodilatasi koroner dan perifer. 2) Penurunan kontraktilitas jantung. 3) Penurunan automatisitas serta kecepatan konduksi pada nodus SA dan AV.
4) menghambat masuknya kalsium kedalam membran sel (sarkolema) sehingga kontraksi menurun menyebabkan tekanan darah menurun. -
Efek Samping Nyeri kepala berdenyut, muka merah, pusing, edema perifer, hipotensi, takikardia, kelemahan otot, mual, konstipasi, gagal jantung, syok kardiogenik.
d. Glikosida Jantung -
Contoh obat Lanatosid C (cedilanid), digoksin, beta-metildigoksin.
-
Cara kerja obat 1) Mempermudah masuknya kalsium dari tempat penyimpananya di sarcolema kedalam sel sehingga mempermudah kontraksi. 2) Menghambat kerja Na-K-ATP-ase sehingga ion kalsium didalam sel menurun menyebabkan aritmia.
-
Efek samping
-
Indikasi
e. Golongan Diuretik -
Contoh obat Diuretik tiazid : hidroklorotiazid, klortalidon, bendroflumetiazid, indapamid, xipamid. Diuretik kuat : furosemid. Diuretik hemat kalium : amilorid, spironolakton.
-
Cara kerja Meningkatkan ekskresi Na, Cl dan air sehingga mengurangi volume plasma dan cairan ekstrasel menyebabkan tekanan darah menurun.
-
Efek samping Hipokalemia, hipomagnesemia, hiponatremia, hiperuresemia, hiperkalsemia, hiperglikemia, hiperkolesterolemia, dan hipertrigliseridemia.
f.
Golongan Alfa bloker -
Contoh obat Doxazosin, prazosin, terazosin, bunazosin.
-
Cara kerja obat
Menghambat reseptor alfa-1 di pembuluh darah terhadap efek vasokontriksi norepinefrin dan epinefrin sehingga terjadi dilatasi arteriole dan vena menyebabkan tekanan darah menurun. -
Efek samping Hipotensi ortostatik (pada dosis awal besar), sakit kepala, palpitasi, rasa lelah, udem perifer, hidung tersumbat, nausea.
g. Golongan ACE Inhibitor -
Contoh obat Kaptopril,
lisinopril,
enalapril,
benazepril,
delapril,
fosinopril,
kinapril,
perindopril, ramipril, silazapril. -
Cara kerja obat Menghambat
pembentukan angiotensin sehingga terjadi vasodilatasi dan
penurunan sekresi aldosteron, ekskresi natrium dan air serta retensi K dan menyebabkan penurunan tekanan darah. -
Efek samping Batuk kering, rash, gangguan pengecap (disgeusia), hiperkalemia.
h. Golongan Adrenolitik Sentral -
Contoh obat Metildopa, klonidin, guanfasin.
-
Cara kerja obat Menghambat perangsangan neuron adrenergik di SSP sehingga denyut jantung menjadi lambat dan tekanan darah menurun.
-
Efek samping Klonidin: mulut kering, sedasi. Metildopa: mulut kering, sedasi, hipotensi postural, pusing, sakit kepala.
i.
Golongan Penghambat Saraf Adrenergik -
Contoh obat Reserpin, rauwolfia (akar), guanetidin, guanadrel.
-
Cara kerja obat Mengurangi resistensi perifer, denyut jantung dan curah jantung sehingga menyebabkan tekanan darah turun.
-
Efek samping
Bradikardi, mulut kering, diare, mual, muntah, anoreksia, bertambahnya nafsu makan, hiperasiditas lambung, mimpi buruk, depresi mental, disfungsi seksual. j.
Golongan Vasodilator -
Contoh obat Hidralazin, minoksidil, diazoksid, Na nitroprusid.
-
Cara kerja obat Merelaksasi otot polos sehingga terjadi vasodilatasi dan tekanan d arah turun.
-
Efek samping Retensi Na dan air, sakit kepala, takikardi.
2.4 Interaksi Obat Kardiovaskuler
Berikut ini adalah contoh obat-obat kardiovaskuler yang dapat berinteraksi 1. Obat Angina/aritmia - Beta bloker
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah. Akibatnya hipotensi postural dengan gejala : pusing, lemah, pingsan serta kejang atau syok. Obat beta bloker diberikan pada pasien angina, untuk menormalkan kembali denyut jantung dan untuk menurunkan tekanan darah tinggi. 2. Obat angina/antiaritmia - Diuretika
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah. Akibatnya : pusing, lemah, pingsan serta kejang atau syok. 3. Obat angina/aritmia - Obat tekanan darah tinggi
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah terlalu rendah. Akibatnya : pusing, lemah pingsan serta kejang atau syok. 4. Obat angina - Alkohol (bir, minuman keras, anggur, dll)
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah. Akibatnya : hipotensi postural dengan gejala yang menyertai : pusing, lemah, pingsan serta kejang atau syok. Interaksi ini dapat diperkecil dengan mengurangi minum alkohol. 5. Obat angina - Vasodilator
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah. Akibatnya : hipotensi postural dengan gejala yang menyertainya : pusing, lemah, pingsan serta kejang atau syok. 6. Antiaritmia - Antidepresan (jenis siklik)
Kombinasi ini dapat menimbulkan efek merugikan pada jantung. Akibatnya : kemungkinan terjadi aritmia jantung. Cat: antidepresan trazadon (Desyrel) tidak berinteraksi. 7. Disopiramida - Fenitoin
Efek disopiramida dapat berkurang. Akibatnya : denyut jantung yang tidak teratur dan tidak dapat dikendalikan dengan baik. 8. Prokainamida - Antasida
Efek prokainamida dapat meningkat. Akibatnya : dapat menurunkan tekanan darah, menyumbat jantung (mengurangi transmisi saraf yang dibutuhkan untuk denyut jantung yang teratur), atau menyebabkan ketidakteraturan denyut jantung yang sangat berbahaya (fibrilasi ventricular). 9. Kuinidin - Antasida
Efek kuinidin dapat meningkat. Akibatnya : dapat menurunkan tekanan darah, menyumbat jantung (mengganggu transmisi saraf yang dibutuhkan untuk denyut jantung yang teratur), atau menyebabkan ketidakteraturan denyut jantung yang sangat berbahaya (fibrilasi ventricular). 10. Kinidin - Antikoagulan
Efek antikoagulan dapat meningkat. Antikoagulan digunakan untuk mengencerkan serta mencegah pembekuan darah. Akibatnya : risiko perdarahan meningkat. Gejala yang dilaporkan antara lain memar atau perdarahan pada bagian tubuh, tinja jitam pekat. 11. Kuinidin - Barbiturat
Efek kinidin dapat meningkat. Akibatnya : denyut jantung yang tak teratur dan tak dapat dikendalikan dengan baik. 12. Kinidin - Digoksin (Lanoxin)
Efek digoksin dapat meningkat. Digoksin digunakan untuk mengobati laju jantung serta menormalkan kembali denyut jantung yang tidak teratur. Akibatnya : mungkin terjadi efek samping merugikan akibat kadar digoksin yang terlalu tinggi. Gejala yang dilaporkan adalah mual, gangguan penglihatan, sakit kepala, tidak bertenaga, kurang nafsu makan, bingung, bradikardi atau takikardi, aritmia jantung. 13. Kuinidin - Fenitoin
Efek kinidin dapat berkurang. Akibatnya : denyut jantung yang tidak teratur dan tidak dapat dikendalikan dengan baik. 14. Beta bloker - Alkohol
Kombinasi ini dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang drastis. Akibatnya : hipotensi postural dengan gejala yang menyertai : pusing, lemah, pingsan serta kejang atau syok. Interaksi ini dapat diperkecil dengan mengurangi minum alkohol. 15. Beta bloker - Amfetamin
Efek beta bloker dihambat. Akibatnya : kelainan yang dapat ditangani dengan beta bloker tidak dapat dikendalikan dengan baik. Kombinasi ini dapat pula secara paradox menaikkan tekanan darah yang membahayakan dengan gejala seperti demam, sakit kepala dan gangguan penglihatan. 16. Beta bloker - Antasida
Efek beta bloker dapat berkurang. Akibatnya tidak tercapai efek terapi. 17. Beta bloker - Antidepresan (Jenis MAO)
Kombinasi ini dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah yang berarti. Gejala yang dilaporkan adalah denyut jantung yang tidak beraturan, demam, sakit kepala, gangguan penglihatan. 18. Beta bloker - Antidepresan (Jenis Siklik)
Efek beta bloker dapat berkurang. Akibatnya : kondisi jantung tidak dapat dikendalikan dengan baik. 19. Beta bloker - Antipsikotik
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah dan efek beta bloker meningkat. Gejala penurunan tekanan darah yang dilaporkan adalah pusing, lemah, pingsan sementara gejala yang dilaporkan akibat peningkatan efek beta bloker adalah bradikardi, lelah, aritmia jantung, napas berdengik seperti pada asma atau sulit bernapas. 20. Beta bloker - Teofilin
Efek teofilin terhadap asma akan terhambat. Akibatnya : saluran bronkus tidak dapat terbuka cukup lebar untuk penanggulangan serangan asma. 21. Beta bloker - Barbiturat
Efek beta bloker dapat berkurang. Akibatnya : tidak tercapai efek terapi. 22. Beta bloker - Sediaan flu/batuk yang mengandung pelega hidung
Efek beta bloker dihambat. Akibatnya : tidak tercapai efek terapi. Dalam hal ini sediaan pelega hidung dapat diserap kedalam aliran darah dan menyebabkan interaksi. 23. Beta bloker - Obat Diabetes
Kombinasi ini dapat meningkatkan atau mengurangi efek obat diabetes. Akibatnya jika efek obat meningkat yaitu kadar gula dalam darah dapat turun drastis, gejala hipoglikemia
yang dilaporkan : berkeringat, gelisah, pingsan, lelah, bingung, aritmia jantung, takikardi, nanar dan gangguan penglihatan. Jika efek obat berkurang kadar gula darah akan tetap tinggi dan gejala hiperglikemia yang dilaporkan : sering haus, sering berkemih, berat badan berkurang, lapar, letargi, mengantuk dan nanar. 24. Beta bloker - Pil pelangsing (obat bebas) yang mengandung fenilpropanolamin
Efek beta bloker mungkin akan dihambat. Akibatnya : kondisi yang dapat ditangani oleh beta bloker tidak dapat dikendalikan dengan baik. Fenilpropanolamin adalah pelega hidung yang merupakan komponen utama dalam pil pelangsing yang dijual bebas karena efek sampingnya yang dapat menekan nafsu makan. 25. Beta bloker - Vasodilator
Kombinasi ini dapat menyebabkan penurun tekanan darah yang drastis. Akibatnya : hipotensi postural dengan gejala yang menyertai : pusing, lemah, pingsan serta kejang atau syok. 26. Obat Digitalis - Amfetamin
Kombinasi ini dapat menimbulkan aritmia jantung. 27. Obat Digitalis - Obat asma (Golongan Epinefrin)
Kombinasi ini dapat menimbulkan aritmia jantung. 28. Obat Digitalis - Sediaan flu/batuk yang mengandung pelega hidung
Kombinasi ini dapat menimbulkan aritmia jantung. Sediaan pelega hidung dapat diserap kedalam aliran darah dan menyebabkan interaksi. 29. Obat Digitalis - Diuretik
Kombinasi ini dapat merugikan jantung. Diuretik mengurangi kelebihan cairan tubuh dan digunakan pada laju jantung dan tekanan darah tinggi. Umumnya diuretik mengurangi kadar kalium dalam tubuh. Kurangnya kalium menyebabkan jantung menjadi sensitif terhadap digitalis dan resiko keracunan digitalis dapat meningkat dengan gejala : mual, bingung, gangguan penglihatan, sakit kepala, kurang nafsu makan, bradikardi, takikardi dan aritmia jantung. 30. Obat Digitalis - Pencahar
Kombinasi ini dapat merugikan jantung. Pencahar mengurangi kelebihan cairan tubuh dan digunakan pada laju jantung dan tekanan darah tinggi. Umumnya diuretik mengurangi kadar kalium dalam tubuh. Kurangnya kalium menyebabkan jantung menjadi sensitif terhadap digitalis dan resiko keracunan digitalis dapat meningkat dengan gejala : mual,
bingung, gangguan penglihatan, sakit kepala, kurang nafsu makan, bradikardi, takikardi dan aritmia jantung. 31. Digitoksin - Barbiturat
Efek digitoksin dapat berkurang. Akibatnya kondisi jantung yang ditangani dengan digitoksin tidak dapat dikendalikan dengan baik. 32. Digoksin (Lanoxin) - Antasida
Efek digoksin dapat berkurang. Akibatnya kondisi jantung yang ditangani dengan digitoksin tidak dapat dikendalikan dengan baik. 33. Digoksin (Lanoxin) - Metildopa
Kombinasi ini dapat merugikan jantung. 34. Digoksin (Lanoxin) - Antibiotik Tetrasiklin
Efek digoksin dapat meningkat. Akibatnya resiko terjadinya efek samping menjadi lebih besar. Gejala yang dilaporkan : mual, bingung, gangguan penglihatan, sakit kepala, lesu, kurang nafsu makan, bradikardi, takikardi dan aritmia jantung. 35. Obat jantung pemblok kalsium - Beta bloker
Kombinasi ini dapat merugikan jantung. Penggunaan secara bersamaan harus dimonitoring. 36. Digoksin - Beta Bloker
Efek digoksin dapat meningkat. 37. Digoksin - Pemblok Kalsium
Efek digoksin dapat meningkat (Medicafarma, 2011).
2.5 Level Signifikansi Klinis dalam Interaksi Obat
Clinical significance adalah derajat interaksi obat dimana obat yang berinteraksi akan mengubah kondisi pasien. Clinical significance dikelompokkan berdasarkan keparahan dan dokumentasi interaksi yang terjadi. Terdapat 5 macam dokumentasi interaksi, yaitu establish (interaksi sangat mantap terjadi), probable (interaksi obat dapat terjadi), suspected (interaksi obat diduga terjadi), possible (interaksi obat belum dapat terjadi), unlikely (kemungkinan besar interaksi obat tidak terjadi). Derajat keparahan akibat interaksi diklasifikasikan menjadi minor (dapat diatasi dengan baik), moderat (efek sedang, dapat menyebabkan kerusakan organ), mayor (efek fatal, dapat menyebabkan kematian) (Tatro, 2001).
Level signifikansi interaksi 1, 2, dan 3 menunjukkan bahwa interaksi obat kemungkinan terjadi. Level signifikansi interaksi 4 dan 5 interaksi belum pasti terjadi dan belum diperlukan antipasi untuk efek yang terjadi (Stockley, 2008). Level signifikansi interaksi Level Keparahan Dokumentasi 1 Mayor Suspected, Probable, Established 2 Moderat Suspected, Probable, Established 3 Minor Suspected, Probable, Established 4 Mayor atau Moderat Possible 5 Minor Possible Mayor, Moderat, Minor Unlikely
(Tatro, 2001)
2.6 Penatalaksanaan Interaksi Obat
Strategi dalam penatalaksanaan interaksi obat meliputi : (Fradgley, 2003) a. Menghindari kombinasi obat yang berinteraksi Jika resiko interaksi pemakaian obat lebih besar dari pada manfaatnya, maka harus dipertimbangkan untuk pemakaian obat pengganti. Pemilihan obat pengganti tergantung pada apakah interaksi obat tersebut merupakan interaksi yang berkaitan dengan kelas obat tersebut atau merupakan efek obat yang spesifik. b. Penyesuaian dosis obat Diperlukan modifikasi dosis dari salah satu obat atau kedua obat untuk mengimbangi kenaikan atau penurunan efek obat jika hasil interaksi obat meningkatkan atau mengurangi efek obat. c. Pemantauan pasien Adanya pemantauan pasien jika terdapat kombinasi obat yang saling berinteraksi. Keputusan untuk memantau atau tidaknya tergantung pada berbagai factor, seperti karakteristik pasien, penyakit lain yang diderita pasien, waktu mulai menggunakan obat yang menyebabkan interaksi, dan waktu timbulnya reaksi interaksi obat. d. Melanjutkan pengobatan seperti sebelumnya
Jika interaksi obat tidak bermakna klinis, atau jika kombinasi obat yang berinteraksi tersebut merupakan pengobatan optimal, pengobatan pasien dapat diteruskan tanpa perubahan.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini, yaitu : 1. Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat mempengaruhi
outcome
klinis
pasien.
Sebuah
interaksi
obat
terjadi
ketika
farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi. 2. Obat kardiovaskuler merupakan obat yang digunakan untuk kelainan jantung dan pembuluh darah. 3. Obat-obat yang dapat berinteraksi dengan obat kardiovaskuler yakni obat yang termasuk sesama golongan obat kardiovaskuler maupun obat-obatan lain, seperti: obat yang bekerja di sistem saraf pusat, obat gastritis, obat pencahar, antibiotik, obat diabetes mellitus serta obat asma.