CONTINUING MEDICAL EDUCATIONCONTINUING MEDICAL EDUCATIONCONTINUING MEDICAL EDUCATION
Akreditasi PB IDI –2 –2 SKP
Evaluasi dan Manajemen Status Epileptikus Beny Rilianto RS Pekanbaru Medical Center, Pekanbaru, Riau, Indonesia
ABSTRAK Status epileptikus (SE) membutuhkan penanganan awal yang cepat. Kehilangan autoregulasi serebral dan kerusakan neuron dimulai setelah 30 menit aktivitas kejang yang terus-menerus. Penilaian awal berfokus pada kemungkinan adanya gangguan metabolik ataupun kondisi yang membutuhkan tatalaksana segera. Penatalaksanaan tahap awal menyarankan penggunaan benzodiazepin dan fenitoin untuk menghentikan kejang, anestesi dipertimbangkan pada SE refrakter. Prognosis SE sangat bergantung pada etiologi yang mendasarinya.
Kata Kunci: Status epileptikus, kejang, obat antiepilepsi
ABSTRACT Status epilepticus (SE) requires immediate initial treatment. Loss of cerebral autoregulation and neuronal damage begin after 30 minutes of continuous seizure activity. Initial assessments focus on a possibility of underlying metabolic disorders or condition that requires immediate management. Early management use benzodiazepines and phenytoin to terminate seizures, the use of anesthesia is considered in refractory SE. Prognosis of SE is dependent on the underlying etiology. Beny Rilianto. Evaluation and Management of Status Epilepticus. Keywords: Status epilepticus, seizure, antiepilepsy drug
PENDAHULUAN Status epileptikus (SE) merupakan keadaan emergensi medis berupa kejang (seizure) seizure) persisten atau berulang yang dikaitkan dengan mortalitas tinggi dan 1
kecacatan jangka panjang. Etiologi yang mendasari sangat menentukan prognosis SE. Pende-katan penatalaksanaan SE telah mengalami perubahan dibandingkan beberapa tahun yang lalu seiring pemahaman mengenai patofi siologi aktivitas kejang; namun pe-natalaksaan SE saat ini sangat bervariasi antar institusi, karena masih kurangnya data pendukung.
2
lebih singkat dapat merupakan suatu SE. Untuk alasan praktis, pasien dianggap sebagai SE jika kejang terusmenerus lebih dari 5 menit. 4 Saat ini, ada beberapa versi pengklasifi kasian SE sebagai berikut (Treiman): 5
Nonconvulsive SE NCSE dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu absence
SE
dan dan complex
partial
SE . SE .
Perbedaan 2 tipe ini sangat penting dalam tatalaksana, etiologi, dan prognosis; focal motor SE mempunyai mempunyai prognosis lebih buruk.
G eneralize eneralized d Convulsi ve SE Merupakan tipe SE yang paling sering dan
S imple Parti al S E
berbahaya. Generalized mengacu pada aktivitas listrik kortikal yang berlebihan, sedangkan convulsive convulsive mengacu kepada
Secara defi nisi, simple partial SE terdiri dari
aktivitas motorik suatu k ejang.
kesadaran. Berbeda dengan convulsive convulsive SE,
kejang yang terlokalisasi pada area korteks serebri dan tidak menyebabkan perubahan simple partial SE tidak dihubungkan dengan
S ubtle SE
mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
Subtle SE terdiri dari aktivitas kejang pada
DEFINISI DAN KLASIFIKASI
otak yang bertahan saat tidak ada respons
Secara tradisional, SE dapat diklasifi kasikan
Lebih dari satu dekade lalu, Epilepsy Foundation
motorik.
menjadi convulsive dan nonconvulsive, namun
Terminologi
ini
dapat
of America (EFA) mendefi nisikan SE sebagai
membingungkan, karena subtle subtle SE seperti
istilah ini dapat tidak tepat. Skema baru klasifi
kejang yang terus-menerus selama paling sedikit
tipe
kasi
30 menit atau adanya dua atau lebih kejang
Epilepticus ). Walaupun secara definisi subtle
Epilepsy ) Epilepsy ) telah menolak penggunaan istilah
terpisah
tanpa
pemulihan
kesadaran
di
NCSE
(Non-convulsive ( Non-convulsive
Status
ILAE
(International ( International
League
Against
SE merupakan nonconvulsive, nonconvulsive , namun harus
nonconvulsive , karena dapat merupakan suatu
antaranya. 3 Defi nisi ini telah di-terima secara
dibedakan
keadaan yang beragam seperti kejang fokal
luas,
merupakan keadaan berbahaya, sulit diobati,
pada limbic SE ataupun generalized generalized seperti
dan mempunyai prognosis yang buruk.
absence SE. absence SE. Di samping itu, keadaan
walaupun
beberapa
ahli
mempertimbangkan bahwa durasi kejang
dari
NCSE
lain.
Subtle
SE
A lamat lamat kor es pondens i email:
[email protected]
750
CDK-233/ vol. 42 no. 10, th. 2015
Trusted by over 1 million members
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
Trusted by over 1 million members
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
CONTINUING MEDICAL EDUCATION
convulsive, khususnya kejang kejang myoclonic, dapat terlihat pada nonconvulsive nonconvulsive SE, misal-nya kejang di kelopak mata atau perioral. Skema ILAE 2001 mendefinisikan SE sebagai aktivitas kejang yang terus-
SE tonik-klonik mempunyai sebagai berikut: 10 Fase 1: Kompensasi
menerus dan mengklasifi kasikan SE menjadi dua kategori, yaitu generalized dan focal SE. Laporan ILAE Core Group (2006) mengklasifi kasikan bermacammacam tipe SE (Tabel 1), serta berusaha 6
menghindari menghindari istilah generalized dan dan focal.
2
fase
SE meliputi penggunaan obat intravena yang poten,
sehingga
dapat
menimbulkan
efek
samping yang serius. Oleh karena itu, langkah
Selama fase ini, metabolisme serebral me-
awal adalah memastikan bahwa pasien sedang
ningkat, tetapi mekanisme fi siologis cukup
mengalami SE. Kejang tunggal yang pulih tidak
untuk memenuhi kebutuhan metabolik, dan
membutuhkan tatalaksana, namun jika diagnosis
jaringan otak terlindungi terlindungi dari hipoksia atau kerusakan metabolisme. Perubahan fi sio-
SE
ditegakkan
harus
ditatalaksana
secepat
mungkin.
logis utama terkait dengan meningkatnya aliran darah dan metabolisme otak, aktivitas
Penilaian awal jalan napas dan oksigenasi
otonom, dan perubahan kardiovaskuler.
sangat penting. Jika jalan napas telah bebas, intubasi
tidak
harus
segera
dilakukan,
EPIDEMIOLOGI
Fase 2: Dekompensasi
tekanan darah dan nadi harus diobservasi.
Insidens SE di Amerika Serikat berkisar 41 per
Selama fase ini, tuntutan metabolik serebral sangat meningkat dan tidak dapat sepenuhnya tercukupi, sehingga menyebabkan hipoksia dan perubahan metabolik sistemik. Perubahan autonom tetap berlangsung dan fungsi kardiorespirasi dapat gagal mempertahankan homeostasis.
Pemeriksaan
100.000 individu setiap tahun, sekitar 27 per 100.000 untuk dewasa muda dan 86 per 100.000
untuk
usia
lanjut.
Dua
penelitian
restropektif di Jerman mendapatkan insidens 17,1 per 100.000 per tahun. Mortalitas SE (kematian
dalam
30
hari)
pada
penelitian
Richmond berkisar 22%. Kematian pada anak
neurologis
dilakukan
untuk
mencari tanda lesi fokal intrakranial. Langkah selanjutnya mendapatkan akses intravena, pengambilan sampel darah untuk penilaian serum elektrolit, ureum, glukosa, kadar obat antiepilepsi dalam darah, skrining toksisitas obat, dan hitung darah lengkap. Infus cairan isotonik harus sudah diberikan.
hanya 3%, sedangkan pada dewasa 26%. Populasi yang lebih tua mempunyai mortalitas
MANAJEMEN
Hipoglikemia
hingga 38%. Mortalitas tergantung dari durasi
Penatalaksanaan Umum 2,3,7,11,12
epileptikus yang reversibel, glukosa 50 ml
kejang, usia onset kejang, dan etiologi. Pasien
Prinsip penatalaksanaan SE adalah meng-
50%
stroke dan anoksia mempunyai mortalitas paling
hentikan aktivitas kejang baik klinis maupun
hipoglikemia. Tiamin dapat diberikan untuk
tinggi.
elektroensefalografi k (EEG). Penatalaksanaan
mencegah ensefalopati Wernicke.
Sedangkan
pasien
dengan
etiologi
penghentian alkohol atau kadar obat antiepilepsi dalam
darah
yang
mortalitas relatif rendah.
rendah,
mempunyai
3,7
ETIOLOGI SE sering merupakan manifestasi akut dari penyakit infeksi sistem saraf pusat, stroke akut, ensefalopati hipoksik, gangguan metabolik, dan kadar obat antiepilepsi dalam darah yang rendah. Etiologi tidak jelas pada sekitar 20%
kasus.
Gangguan
serebrovaskuler
merupakan penyebab SE tersering di negara maju, sedangkan di negara berkembang penyebab tersering karena infeksi susunan saraf pusat. Etiologi SE sangat penting sebagai prediktor mortalitas dan morbiditas. 3,8
MANIFESTASI KLINIS SE SE dihubungkan dengan perubahan fisiologis sistemik hasil peningkatan kebutuhan metabolik akibat kejang berulang dan perubahan autonom termasuk takikardi, aritmia, hipotensi, dilatasi pupil, dan hipertermia. Perubahan sistemik termasuk hipoksia, hiperkapnia, hipoglikemia, asidosis metabolik, dan
dapat
merupakan diberikan
pencetus
jika
diduga
status suatu
Trusted by over 1 million members
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
CONTINUING MEDICAL EDUCATION
Setelah pemberian oksigen, kadar gas darah seharusnya
diukur
untuk
memasti-kan
oksigenasi
sudah
adekuat.
sedatif jika terakumulasi dalam tubuh pada pemberian berulang.
Asidosis,
aritmia dan hipotensi, khususnya pada pasien di atas usia 40 tahun. Efek tersebut sangat dihubungkan
dengan
pemberian
obat
yang
hiperpireksia, dan hipertensi tidak perlu di-
Diazepam dengan dosis 5-10 mg intravena
terlalu cepat. Di samping itu, iritasi lokal, flebitis,
tangani, karena merupakan keadaan umum
dapat menghentikan kejang pada sekitar 75%
dan pusing dapat muncul pada pemberian
pada tahap awal SE dan akan membaik
kasus. Diazepam dapat diberikan secara
intravena. Fenitoin sebaiknya tidak dicampur
setelah penatalaksanaan umum dilakukan.
intramuskuler
dengan dekstrosa 5%, melainkan salin normal
termasuk
Pencitraan CT scan scan direkomendasikan setelah stabilisasi jalan napas dan sirkulasi. Jika hasil pencitraan negatif, pungsi lumbal dapat dipertimbangkan untuk menyingkirkan etiologi infeksi.
Monitor ing Elektroensefalografi (EEG)
sedasi,
atau
depresi iritasi
rektal.
Efek
samping
pernapasan,
jaringan
hipotensi,
lokal.
untuk menghindari pembentukan kristal.
Sangat
berpotensi hipotensi dan depresi napas jika
Fosfenitoin3,5
diberikan bersamaan obat antiepilepsi lain,
Fosfenitoin adalah pro-drug adalah pro-drug dari dari fenitoin yang
khususnya barbiturat. Walaupun demikian,
larut dalam air yang akan dikonversi menjadi
diazepam masih merupakan obat penting
fenitoin setelah diberikan secara intravena.
dalam manajeman SE karena efeknya yang
Seperti fenitoin, fosfenitoin di-gunakan dalam
cepat dan berspektrum luas.
tatalaksana kejang akut tonik-klonik umum
Continuous EEG (cEEG) sangat berguna
atau parsial. Fosfenitoin dikonversi menjadi 3
pada penatalaksanaan SE di ruang intensive
Lorazepam
care unit (ICU), dilakukan dalam satu jam
Lorazepam
sejak onset jika kejang masih berlanjut. Ini
benzodiazepin
bermanfaat untuk mempertahankan dosis
Lorazepam berbeda dengan diazepam dalam
fosfenitoin ekuivalen dengan 1 mg fenitoin,
obat
fenitoin dalam waktu 8 sampai 15 menit.
merupakan untuk
pilihan
golongan
menajemen
SE.
Dimetabolisme oleh hati dan mempunyai waktu
paruh
14
jam.
Karena
1,5
mg
dan
beberapa hal. Obat ini kurang larut dalam
maka dosis, konsentrasi, dan kecepatan infus
Indikasi
lemak dibandingkan diazepam dengan waktu
intravena digambarkan sebagai phenytoin
penggunaan cEEG pada SE adalah kejang
paruh dua hingga tiga jam dibandingkan
equivalent (PE (PE ). ). Dosis awal 15 sampai 20 mg
klinis yang masih berlangsung atau SE yang
diazepam yang 15 menit, sehingga mem-
PE
tidak pulih dalam 10 menit, koma, postcard koma, postcardiac iac
punyai durasi lebih lama. Lorazepam juga
kecepatan 150 mg PE per menit, kecepatan
arrest ,
mengikat
pemberian infus tiga kali lebih cepat dari
antiepilepsi
mendeteksi
selama
berulangnya
titrasi
kejang.
dugaan dugaan nonconvulsive
SE
pada
reseptor GABAergic lebih kuat
pasien dengan perubahan ke-sadaran. Durasi
daripada diazepam, sehingga durasi aksinya
cEEG seharusnya paling sedikit dalam 48
lebih lama. Efek antikonvulsan lorazepam
per
kgBB,
dan
diberikan
dengan
fenitoin intravena.
berlangsung 6-12 jam pada rentang dosis 4-8
Fosfenitoin lebih disukai, karena bekerja lebih
mg. Agen ini berspektrum luas dan berhasil
cepat dan iritasi vena yang lebih minimal
TERAPI
menghentikan kejang pada 75-80% kasus.
(menghindari risiko purple-glove purple-glove syndrome syndrome
Sampai saat ini belum ada konsensus baku
Efek
dengan
yang terjadi pada fenitoin). Efek samping dari
penatalaksanaan
diazepam. Oleh karena itu, lorazepam juga
fosfenitoin termasuk parestesia dan pruritus,
merupakan pilihan untuk manjemen SE.
namun
jam.3,9
SE
berkaitan
dengan
pe-
milihan obat dan dosis. Tidak ada obat yang
sampingnya
sangat
identik
ideal untuk tatalaksana SE. Banyak penulis setuju bahwa lorazepam (0,1 mg/kgBB) atau diazepam (0,15 mg/kgBB) dapat diberikan pada tahap awal, disusul fenitoin (15-20 mg/ kgBB) atau
fosfenitoin
(18-20
mg/kgBB).
Jika
benzodiazepin dan fenitoin gagal, fenobarbital dapat diberikan dengan dosis 20 mg/kgBB, namun harus mendapatkan perhatian khusus karena
dapat
pernapasan. pertimbangkan dapat
menyebab-kan
Jika
kejang
pemberian
digunakan
agen
depresi
tetap
berlanjut,
anestesi seperti
umum,
Midazolam Midazolam merupakan golongan benzodiazepin yang bereaksi cepat, penetrasi cepat melewati sawar darah otak, dan durasi yang singkat. Midazolam dapat digunakan sebagai agen alternatif untuk SE refrakter. Walaupun midazolam jarang merupakan pilihan pertama untuk kejang akut di Amerika Serikat, obat ini sangat umum digunakan di Eropa.
Benzodiazepin
diberikan
da-lam
intravena
dihubungkan
dengan
hipotensi,
sehingga monitoring jantung dan tekanan darah
yang
ketat
dilakukan.
Walaupun
fosfenitoin lebih baik daripada fenitoin, namun kelemahannya adalah harga yang mahal dan tidak terdapat di semua rumah sakit. 3.
Barbiturat
Fenobarbital 3,5 Fenobarbital
digunakan
setelah
benzo-
diazepin atau fenitoin gagal mengontrol SE. 2.
Agen Antikonvulsan
Loading dose dose 15 sampai 20 mg per kgBB.
Fenitoin3,5 1.
jika
pemberian yang terlalu cepat. Pemberian 3,5
midazolam,
propofol, atau pentobarbital. pentobarbital. 2,3,5,12
muncul
Karena
fenobarbital
dosis
tinggi
bersifat
Fenitoin merupakan salah satu obat yang
sedatif, proteksi jalan napas sangat penting,
Diazepam 3
efektif
dan risiko aspirasi merupakan perhatian
Diazepam merupakan obat pilihan pertama
Disamping itu, obat ini sangat efektif pada
khusus.
(level evidence A A pada banyak penelitian).
manajemen epilepsi kronik, khususnya pada
hubungkan dengan hipotensi sistemik. Jika
mengobati
kejang
akut
dan
SE.
Fenobarbital
intravena
juga
di-
Trusted by over 1 million members
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
CONTINUING MEDICAL EDUCATION
saraf tepi. Saat ini, untuk penanganan SE refrakter lebih sering digunakan agen lain (midazolam, propofol, pentobarbital) dari-pada fenobarbital.
4.
Anestesi Umum
Propofol
Propofol merupakan suatu senyawa fenolik yang tidak berhubungan dengan obat anti-konvulsan lain.
Pentobarbital1,5,13 Merupakan barbiturat kerja singkat yang bersifat sedatif, hipnotif, dan besifat antikonvulsan. Digunakan hanya untuk SE refrakter, jika agen lain gagal untuk menghentikan kejang. Pasien membutuhkan intubasi dan dukungan ventilasi. Dibandingkan fenobarbital, pentobarbital mempunyai penetrasi yang lebih cepat dan waktu paruh yang lebih singkat, sehingga dapat sadar lebih cepat dari koma ketika penyapihan (weaning ( weaning ). ). Efektivitas pentobarbital pentobarbital lebih tinggi daripada propofol dalam mengakhiri SE refrakter. Suatu studi mendapatkan tingkat keberhasilan pentobarbital yang tinggi (92% dengan perbandingan 80% untuk midazolam dan 73% untuk propofol). Namun demikian, sangat dihubungkan dengan tingginya kejadian hipotensi dibandingkan midazolam dan propofol (77% vs 42% dan 30%).
teruskan 12 sampai 24 jam setelah kejang
1,5,11-13
Propofol
sehingga
sangat
dapat
larut
bereaksi
dalam
lemak,
dengan
cepat,
mempunyai sifat anestesi jika diberikan secara
berhenti. Jika selama periode tapering off terdapat kejang, maka pengobatan dengan infus kontinu harus diperpanjang dengan memperhatikan adanya kejang baik secara klinis maupun EEG. Jika tidak ada kejang, maka tapering off dapat dapat diteruskan. 4
intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB, sangat efektif
dan
nontoksik.
Beberapa
publikasi
SIMPULAN
melaporkan penggunaan infus jangka pan-jang
Status
epileptikus
propofol dapat diterapkan pada SE.
neuroemergensi
merupakan yang
masalah
membutuhkan
tatalaksana yang cepat dan komprehensif. Di
Propofol dapat menyebabkan depresi napas dan depresi serebral, sehingga membutuhkan intubasi dan ventilasi. Hipotensi mungkin membutuhkan penatalaksanaan segera. Penggunaan jangka
samping itu, evaluasi penyebab SE sangat
panjang (atau dosis tinggi >5 mg/kg/jam dalam 48 jam) dapat menyebabkan asidosis, aritmia jantung, dan rabdomiolisis ( propofol propofol infusion syndrome) syndrome) yang fatal,
penggunaan benzodiazepin sebagai obat lini
khususnya pada anak usia muda, sehingga propofol sebaiknya tidak digunakan digunakan pada kelompok ini.
refrakter, dapat dipertimbangkan pembe-rian
penting
untuk
Walaupun
menentukan
sampai
saat
prognosis.
ini
belum
ada
konsensus penatalaksanaan SE yang baku, beberapa
peneliti
merekomendasikan
pertama untuk mengakhiri kejang akut dan fenitoin untuk lini kedua. Jika kejang tidak berhenti agen
dan
menjadi
anestesi
status
umum.
epleptikus
Pentobarbital
merupakan terapi paling efektif untuk SE refrakter
dibandingkan
midazolam
dan
Tapering Tapering off
propofol pada banyak kasus, namun efek
Pada pasien yang ditatalaksana dengan infus kontinu obat antiepilepsi harus di-
samping seperti depresi pernapasan perlu mendapat perhatian khusus.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Abend NS, Duglas DJ. Treatment of refractory status epilepticus. Pediatric Neurol. 2008; 38(6): 377.
2.
Manno EM. New management strategies in the treatment of status epilepticus. Mayo Clin Proc. 2003; 78: 508-18.
3.
Sirven JI, Waterhouse E. Management of status epilepticus. Am Fam Physician 2003; 68(3): 469-76.
4.
Arif H, Hirsch LJ. Treatment of status epilepticus. Semin Neurol. 2008; 28: 342-54.
5.
Roth Jl. Status epilepticus [Internet]. 2014 Apr 28 [cited 2014 Aug 1]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article /1164462-overvie w
6.
Panayiotopolus CP. Status epilepticus. A clinical guide to epileptic syndrome and their treatment. treatment. Springer; 2010: 65-91.
7.
Chen JWY, Wasterlain CG. Status Status epilepticus: Pathophysiology and managemenet in adults. Lancet Neurology; 6: 246-56.
8.
Murthy JMK. Convulsive status epilepticus: Treatment. The association of physician of India [Internet]. [cited 2 Agustus 2014]. Available from http://www.apiindia.org/
9.
Lowenstein DH. Current concepts: Status epilepticus. N Engl J Med. 1998; 338(14): 970.
10. Shorvon S. Treatment of status epilepticus. J Neurol Nerusurg Psychiatry 2001; 70: 22-7. 11. Rajshekher J. Recent in the management status epilepticus: Article review. Indian J Crit Care Med. 2005; 9: 52-63. 12. Durham D. Management of status epilepticus. Critical care and resuscitation. 1999; 1: 344-53. 13. Claassen J, Hirsch LJ, Emerson RG, Mayer SA. Treatment of refractory status epilepticus with pentobarbital, propofol, or midazolam: A systematic review. Epilepsia 2002; 43: 146-53.
Trusted by over 1 million members
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions! Start Free Trial Cancel Anytime.
CONTINUING MEDICAL EDUCATION Lampiran. Manajemen Status Epileptikus 3,4 TINDAKAN
WAKTU
0-5 menit
5-10 menit
Tatalaksana umum: • Oksigenasi • Stabilisasi jalan napas, pernapasan, dan hemodinamik • Akses IV dan berikan infus normal salin dengan tetesan lambat • Pemeriksaan darah ke laboratorium • Cek kadar glukosa • Monitoring EKG
– Tiamin 100 mg IV dan D50% 50 ml IV – Diazepam 0,15 mg/kg IV atau lorazepam 0,1 mg/kg IV dalam 1-2 menit, ulangi setelah 5 menit jika masih kejang midazolam intranasal, bukal, atau intramuskuler – Jika tidak ada akses IV, berikan diazepam per rektal atau midazolam
10-20 menit
mg/ – Jika kejang masih berlanjut, berikan fenitoi n 20 mg/kg IV (50 mg/menit) atau fosfenitoin 20 mg/kg IV (150 mg/ menit). Jika masih kejang, tambahkan 5-10 mg/kg
20-30 menit
– Intubasi, pasang kateter urin, mulai perekaman EEG, cek temperatur – Berikan fenobarbital dengan loading dose 20 dose 20 mg/kg IV (100 mg/menit)
40-60 menit
Jika kejang masih berlanjut, induksi koma dengan pilihan: •
Midazolam 0,2 mg/kg IV, ulangi dosis 0,2-0,4 mg/kg IV bolus setiap 5 menit hingga maksimal loading dose 2 dose 2
mg/kg, kemudian dosis pemeliharaan pemeliharaan 0,05-2,9 mg/kg/jam, titrasi dengan monitoring EEG. monitoring EEG. Atau •
Propofol 1-2 mg/kg, ulangi 1-2 mg/kg tiap 3-5 menit sampai kejang berhenti dengan loading dose maksimal dose maksimal
10 mg/kg, diikuti 1-15 mg/kg/jam, titrasi dengan monitoring EEG. EEG. Atau • Pentobarbital dosis awal 5 mg/kg IV, selanjutnya 5 mg/kg IV bolus hingga kejang berhenti, lanjutkan infus pentobarbital 1 mg/kg/jam, infus dilambatkan setiap 6 jam untuk memastikan bangkitan kejang berhenti dengan pedoman monitoring EEG, observasi tekanan darah dan pernapasan. Jika perlu berikan pressor untuk untuk mempertahankan tekanan darah.