REFERAT
MA M A N A G E M E NT AI A I R WAY WA Y
WINARISYAH 61111031
PEMBIMBING : 1. dr. Indah Waty Muchlis, Sp.An 2. dr. Indra Nur Hidayat, Sp.An 3. dr. Aprilina Rusmaladewi, Sp.An 4. dr. Ferry Hamdany, Sp.An
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN ANESTESI DAN REANIMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH EMBUNG FATIMAH BATAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM TAHUN 2017
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillah, Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “ Management Airway”. Airway”. Referat ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Anestesi & Reanimasi . Penulis menyadari bahwa, referat ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa adanya arahan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Indah Waty Muchlis, Sp.An , dr. Indra Nur Hidayat, Sp.An , dr. Aprilina Rusmaladewi, Sp.An dan dr. Ferry Hamdany, Sp.An selaku pembimbing serta rekan sejawat seperjuangan yang telah memberikan dukungan kepada penulis. Semoga arahan, motivasi, dan bantuan yang yang telah diberikan menjadi amal ibadah ibadah pembimbing dan rekan-rekan sehingga memperoleh balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Mengingat keterbatasan pengetahuan serta pengalaman penulis, penulis menyadari bahwa referat ini tidak luput dari kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini bermanfaat bagi pembaca serta dapat dijadikan sebagai
sumbangan
pikiran
untuk
perkembangan
pendidikan
khususnya
pendidikan kedokteran. Batam, 18 Mei 2017
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................i KATA PENGANTAR .................................................................................... ii DAFTAR ISI .......................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 2
II.1 Anatomi .................................................................................................... 2 II.2 Definisi...................................................................................................... 2 II.3 Pengelolaan Jalan Nafas Tanpa Alat........................................................ 8 II.4 Pengelolaan Jalan Nafas Dengan Alat ................................................... 11 II. 5 Indikasi dan Kontra Indikasi Intubasi ......................................................21 II. 6 Kesulitan Dalam Intubasi ........................................................................22 II.7 Komplikasi Intubasi..................................................................................24 BAB III KESIMPULAN..................................................................................... 25 DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I PENDAHULUAN
Salah satu komponen dari lima prinsip dasar resusitasi jantung paru adalah pengelolaan jalan nafas (airway management ). Pengetahuan dan keterampilan pengelolaan jalan nafas amat diperlukan oleh tenaga medis khususnya dokter dalam penatalaksanaan berbagai kasus kegawatdaruratan medis, terutama bila terjadi sumbatan pada jalan nafas penderita. Sumbatan pada jalan nafas amat berbahaya bila tidak segera ditatalaksana, karena dapat mengakibatkan hipoksia terutama pada otak, dimana kerusakan akan segera terjadi bila hipoksia berlangsung
lebih
dari
5
menit.
Hipoksia
juga
dapat
menyebabkan
kerusakan pada organ-organ vital tubuh.3 Pada sumbatan nafas parsial, udara yang masuk ke saluran nafas berkurang dan ditemukan bunyi nafas tambahan. Bunyi nafas tambahan bermacam-macam. Bunyi stridor inspirasi ditemukan pada sumbatan jalan nafas parsial pada daerah faring atau laring. Bantuan hidup dasar terdiri dari beberapa cara sederhana yang dapat membantu mempertahankan hidup seseorang untuk sementara. Beberapa cara sederhana tersebut adalah bagaimana menguasai dan membebaskan jalan nafas, bagaimana memberikan bantuan pernafasan dan bagaimana membantu mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh korban. Untuk memudahkan pelaksanaannya maka digunakan akronim A-B-C yang berlaku universal.
A
adalah Airway
adalah Breathing
support atau
control atau bantuan
penguasaan
pernafasan.
C
jalan
nafas,
B
adalah Circulatory
support atau bantuan sirkulasi. Setiap tahap ABC pada RJP diawali dengan penilaian respons.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Pengetahuan tentang anatomi hipofaring penting untuk pengelolaan jalan nafas. Batas superior hipofaring adalah tepi atas epiglotis, batas anterior ialah laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior ialah vertebra servikal. Bila hipofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring indirek atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring direk, maka struktur pertama yang tampak dibawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan
yang
dibentuk
oleh
ligamentum
glossoepiglotika
medial
dan
ligamnetum glossoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga “kantong pil”, sebab pada beberapa orang kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut di valekula. Dibawah valekula terdapat epiglotis yang berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan. 2
Daerah yang sering mengalami sumbatan jalan nafas adalah hipofaring, terjadi pada pasien koma ketika otot lidah dan leher yang lemas tidak dapat mengangkat dasar lidah dari dinding belakang faring. Ini terjadi jika kepala pada posisi fleksi atau posisi tengah. Oleh karena itu ekstensi kepala merupakan
5
langkah pertama yang terpenting dalam resusitasi, karena gerakan ini akan meregangkan struktur leher anterior sehingga dasar lidah akan terangkat dari dinding
belakang
faring.
Kadang-kadang
sebagai
tambahan
diperlukan
pendorongan mandibula kedepan untuk meregangkan leher anterior, terutama bila sumbatan hidung memerlukan pembukaan mulut. Hal ini akan mengurangi regangan struktur leher tadi. Kombinasi ekstensi kepala, pendorongan mandibula kedepan dan pembukaan mulut merupakan ”gerak jalan nafas tripel”.
4
Pada kira-kira 1/3 pasien yang tidak sadar rongga hidung tersumbat selama ekspirasi karena palatum mole bertindak sebagai katup. Selain itu rongga hidung dapat tersumbat oleh kongesti, darah atau lendir Jika dagu terjatuh, maka usaha inspirasi dapat ”menghisap” dasar lidah ke posisi yang menyumbat jalan nafas. Sumbatan jalan nafas oleh dasar lidah bergantung kepada posisi kepala dan mandibula serta dapat saja terjadi lateral, terlentang atau telungkup. Walaupun gravitasi dapat menolong drainase benda asing cair, gravitasi ini tidak akan meringankan sumbatan jaringan lunak hipofaring, sehingga gerak mengangkat dasar lidah seperti diterangkan diatas tetap diperlukan.
2
Penyebab lain sumbatan jalan nafas adalah benda asing, seperti muntahan atau darah dijalan nafas atas yang tidak dapat ditelan atau dibatukkan keluar oleh pasien yang tidak sadar. Laringospasme biasanya disebabkan oleh rangsangan jalan nafas atas pada pasien stupor atau koma dangkal. Sumbatan jalan nafas bawah dapat disebabkan oleh bronkospasme, sekresi bronkus, edema mukosa, inhalasi isi lambung atau benda asing. 1 Sumbatan jalan nafas dapat total atau partial. Tanda-tanda obstruksi partial:
a. Stridor. b. Retraksi otot dada kedalam di daerah supraklavikula, suprasternal, sela iga dan epigastrium selama inspirasi. c. Nafas paradoksal (pada waktu inspirasi dinding dada menjadi cekung/datar bukannya mengembang/membesar). d. Balon cadangan pada mesin anestesi kembang kempisnya melemah. e. Nafas makin berat dan sulit (kerja otot-otot pernafasan meningkat).
6
f.
Sianosis, merupakan tanda hipoksemia akibat obstruksi jalan nafas yang lebih berat.3
Sumbatan total tidak berbunyi dan menyebabkan asfiksia (hipoksemia ditambah hiperkarbia), henti nafas dan henti jantung (jika tidak dikoreksi) dalam waktu 5 – 10 menit. Sumbatan partial berisik dan harus pula dikoreksi segera, karena dapat menyebabkan kerusakan otak, serta dapat menyebabkan henti nafas dan henti jantung sekunder. 2
B. Definisi
Airway Management ialah memastikan jalan nafas tetap terbuka. Menurut The Commitee on Trauma: American College of Surgeon tindakan paling penting untuk keberhasilan resusitasi adalah segera melapangkan saluran pernapasan, yaitu dengan tripleairway maneuver dan maneuver Heimlich.2
Tr iple Airway Maneuver Pada triple airway maneuver terdapat tiga perlakuan yaitu: 1. Kepala ditengadahkan dengan satu tangan berada di bawah leher, sedangkan tangan yang lain pada dahi. Leher diangkat dengan satu tangan dan kepala ditengadahkan ke belakang oleh tangan yang lain. 2. Menarik rahang bawah ke depan, atau keduanya, akan mencegah obstruksi hipofaring oleh dasar lidah. Kedua gerakan ini meregangkan jaringan antara laring dan rahang bawah. 3. Menarik atau mengangkat dasar lidah dari dinding faring posterior. 2
Maneuver Heimlich Maneuver Heimlich merupakan metode yang paling efektif untuk mengatasi obstruksi saluran pernafasan atas akibat makanan atau benda asing yang terperangkap dalam faring posterior atau glotis.Korban menjadi pucat yang diikuti dengan sianosis, anoksia dan kematian. Pada kondisi tersebut di atas,
7
maneuver dapat dilaksanakan dengan posisi penolong berdiri atau berbaring. 2 1. Korban dalam keadaan sadar Penolong berdiri di belakang korban dan memeluk pinggang korban dengan kedua belah tanggan, kepalan salah satu tangan digenggam oleh tangan yang lain. Sisi ibu jari kepalan penolong menghadap abdomen korban diantara umbilicus dan thoraks. Kepalan tersebut ditekankan dengan sentakan ke atas yang cepat pada abdomen korban. Penekanan tersebut tidak boleh memantul, dan pada waktu di puncak tekanan perlu diberi waktu untuk menahan 0.5-1 detik dan setelah itu tekanan dilepas, perbuatan ini harus diulang-ulang beberapa kali. Naiknya diafragma secara mendadak menekan paru-paru yang dibatasi oleh dinding rongga dada, meningkatkan tekanan intrathorakal dan memaksa udara serta benda asing keluar dari dalam saluran pernafasan.2
2. Korban dalam keadaan tidak sadar Korban berbaring terlentang dan penolong berlutut melangkahi panggul korban. Penolong menumpukan kedua belah tangannya dan meletakkan pangkal salah satu telapak tangan pada abdomen korban, kemudian melaksanakan prosedur yang sama pada posisi berdiri. 2
8
Untuk menilai jalan nafas, terdapat 3 tahapan, yaitu: a. Look (lihat sumbatan pada jalan nafas, daerah bibir, dan pengembangan dada), b. Listen (dengar suara nafas), c. Feel (rasakan hembusan nafas).4
C. Pengelolaan Jalan Nafas Tanpa Alat
Letakkan pasien pada posisi terlentang pada alas keras atau selipkan papan kalau pasien diatas kasur. Jika tonus otot menghilang, lidah akan menyumbat faring dan epiglotis akan menyumbat laring. Lidah dan epiglotis penyebab utama tersumbatnya jalan nafas pada pasien tidak sadar. Untuk menghindari hal ini dilakukan beberapa tindakan, yaitu:
9
1. Head tilt-chin lift maneuver
Perasat ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah, tangan lain mendorong dagu dengan hati-hati tengadah, sehingga hidung menghadap keatas dan epiglotis terbuka.2
2. Jaw thrust maneuver Pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangkat didorong kedepan pada sendinya tanpa menggerakkan kepala leher. Lidah ikut tertarik dan jalan nafas terbuka karena lidah melekat pada rahang bawah.
10
Jika henti jantung terjadi diluar rumah sakit, letakkan pasien dalam posisi terlentang, lakukan ”maneuver triple airway” (kepala tengadah, rahang didorong kedepan, mulut dibuka) dan kalau rongga mulut ada cairan, lendir atau benda asing lainnya, bersihkan dahulu sebelum memberikan nafas buatan.2 Pasien tidak sadar hendaknya diletakan horizontal, tetapi kalau diperlukan pembersihan jalan nafas maka pasien dapat diletakkan dengan posisi kepala dibawah (head down tilt ) untuk mengeluarkan benda asing cair oleh gravitasi. Jangan meletakkan pasien pada posisi telungkup karena muka sukar dicapai, menyebabkan sumbatan mekanis dan mengurang kekembungan dada. 2 Posisi lurus terlentang ditopang dianjurkan untuk pasien koma diawasi yang memerlukan resusitasi. Peninggian bahu dengan meletakkan bantal atau handuk yang dilipat dibawahnya mempermudah ekstensi kepala. Akan tetapi jangan sekali-kali meletakkan bantal dibawah kepala pasienyang tidak sadar (dapat menyebabkan leher fleksi sehingga menyebabkan sumbatan hipofaring) kecuali pada intubasi trakea. 4 Pada kasus trauma pertahankanlah kepala-leher-dada pada satu garis lurus. Ekstensikan kepala sedang, jangan maksimum. Jangan memutar kepala korban kesamping, jangan memfleksikan kepalanya. Jika korban
harus
dimiringkan
untuk
membersihkan
jalan
nafasnya,
pertahankanlah kepala-leher-dada tetap dalam satu garis lurus, sementara penolong lain memiringkan korban.Posisi mantap dianjurkan utnuk pasien koma bernafas spontan.2
D. Pengelolaan Jalan Nafas dengan Alat
Untuk mempertahankan jalan nafas bebas, jalan nafas buatan (artificial airway) dapat dimasukkan melalui mulut atau hidung untuk menimbulkan adanya aliran udara antara lidah dengan dinding faring bagian posterior. Hilangnya tonus otot jalan nafas bagian atas pada pasien yang dianestesi
11
menyebabkan lidah dan epiglotis jatuh kebelakang kearah dinding posterior faring. Mengubah posisi kepala atau jaw thrust merupakan teknik yang disukai untuk
membebaskan jalan nafasPasien yang sadar atau dalam anestesi ringan dapat terjadi batuk atau spasme laring pada saat memasang jalan nafas artifisial bila refleks laring masih intak. 2
Oropharingeal Airway Pemasangan oral airway kadang-kadang difasilitasi dengan penekanan refleks jalan nafas dan kadang-kadang dengan menekan lidah dengan spatel lidah. Oral airway dewasa umumnya berukuran kecil (80 mm/ oropharyngeal airway No 3), medium (90 mm/oropharyngeal airway no 4), dan besar (100 mm/oropharyngeal airway no 5) 1 .
12
Nasopharingeal Airway
Panjang nasal airway dapat diperkirakan sebagai jarak antara lubang hidung ke lubang telinga, dan kira-kira 2-4 cm lebih panjang dari oral airway. Nasal airway tidak boleh digunakan pada pasien yang diberi antikoagulan atau anak dengan adenoid karena adanya risiko epistaksis. Nasal airway jangan digunakan pada pasien dengan fraktur basis cranii. Setiap pipa yang dimasukkan melalui hidung ( nasal airway, pipa nasogastrik, pipa nasotrakeal) harus dilubrikasi. Nasal airway lebih ditoleransi daripada oral airway pada pasien dengan anestesi ringan.5
13
Bentuk dan Teknik F ace Mask
Penggunaan face mask dapat memfasilitasi pengaliran oksigen atau gas anestesi dari sistem breathing ke pasien dengan pemasangan face mask dengan rapat. Lingkaran dari face mask disesuaikan dengan bentuk muka pasien. Orifisium face mask dapat disambungkan ke sirkuit mesin anestesi melalui konektor. Face mask yang transparan dapat mengobservasi uap gas ekspirasi dan muntahan. Facemask yang dibuat dari karet berwarna hitam cukup lunak untuk menyesuaikan dengan bentuk muka yang tidak umum. Retaining hook dipakai untuk mengkaitkan head scrap sehingga face mask tidak perlu terus dipegang. Beberapa macam mask untuk pediatrik dirancang untuk mengurangi dead space.2 Ventilasi yang efektif memerlukan jalan nafas yang bebas dan face mask yang rapat/tidak bocor. Teknik pemasangan face mask yang tidak tepat dapat menyebabkan reservoir bag kempis walaupun klepnya ditutup, hal ini menunjukkan adanya kebocoran sekeliling face mask . Sebaliknya, tekanan sirkuit breathing yang tinggi dengan pergerakan dada dan suara pernafasan yang minimal menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. 2
Bila face mask dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan digunakan untuk melakukan ventilasi dengan tekanan positif dengan memompabreathing bag . Face mask dipasang dimuka pasien dan sedikit ditekan pada badan face mask dengan ibu jari dan telunjuk. Jari tengah dan jari manis menarik mandibula untuk ekstensi atlantooccipital joint . Tekanan jari-jari harus pada mandibula, jangan pada jaringan lunak yang menopang dasar lidah karena dapat terjadi obstruksi jalan nafas. Jari kelingking ditempatkan dibawah sudut jaw dan digunakan untuk jaw thrust maneuver yang paling penting untuk dapat melakukan ventilasi pasien.3
14
Pada situasi yang sulit, diperlukan dua tangan untuk mendapatkan jaw thrust yang adekuat dan face mask yang rapat karena itu diperlukan seorang asisten untuk memompa bag . Obstruksi selama ekspirasi dapat disebabkan karena tekanan kuat dari face mask atau efek ball-valve dari jaw thrust . Terkadang sulit memasang face mask rapat ke muka. Membiarkan gigi palsu pada tempatnya (tapi tidak dianjurkan) atau memasukkan gulungan kasa ke rongga mulut mungkin dapat menolong mengatasi kesulitan ini. Tekanan normal ventilasi jangan melebihi 20 cmH2O untuk mencegah masuknya udara ke lambung. 4 Kebanyakan jalan nafas pasien dapat dipertahankan dengan face mask dan oral atau nasalairway. Ventilasi dengan face mask dalam jangka lama dapat menimbulkan cedera akibat tekanan pada cabang saraf trigeminal atau fasial. Bila face mask dan ikatan mask digunakan dalam jangka lama maka posisi harus sering diubah untuk menghindari cedera. Hindari tekanan pada mata, dan mata harus diplester untuk menghindari risiko aberasi kornea. 3
1.
Bentuk dan Teknik Laryngeal Mask Airway (LMA)
Penggunaan LMA meningkat untuk menggantikan pemakaian face mask dan TT selama pemberian anestesi, untuk memfasilitasi ventilasi dan pemasangan TT pada pasien dengan difficult airway, dan untuk membantu ventilasi selama bronchoscopy fiberoptic, juga pemasangan bronkoskop. LMA memiliki kelebihan istimewa dalam menentukan penanganan kesulitan jalan nafas dibandingkan combitube. Ada 4 tipe LMA yang biasa digunakan: LMA yang
15
dapat dipakai ulang, LMA yang tidak dapat dipakai ulang, ProSeal LMA yang memiliki lubang untuk memasukkan pipa nasogastrik dan dapat digunakan ventilasi tekanan positif, dan Fastrach LMA yang dapat memfasilitasi intubasi bagi pasien dengan jalan nafas yang sulit.1
LMA terdiri dari pipa dengan lubang yang besar, yang diakhir bagian proksimal dihubungkan dengan sirkuit nafas dengan konektor berukuran 15 mm, dan dibagian distal terdapat balon berbentuk elips yang dapat dikembangkan lewat pipa. Balon dikempiskan dulu, kemudian diberi pelumas dan masukan secara membuta ke hipofaring, sekali telah dikembangkan, balon dengan tekanan rendah ada di muara laring. Pemasangannya memerlukan anestesi yang lebih dalam dibandingkan untuk memasukan oral airway.
2
Posisi ideal dari balon adalah dasar lidah di bagian superior, sinus pyriforme di bagian lateral, dan spincter oesopagus bagian atas di inferior. Jika esophagus terletak di rim balon, distensi lambung atau regurgitasi masih mungkin terjadi. Variasi anatomi mencegah fungsi LMA yang adekuat pada beberapa
16
pasien. Akan tetapi, jika LMA tidak berfungsi semestinya dan setelah mencoba memperbaiki masih tidak baik, kebanyakan klinisi mencoba dengan LMA lain yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil. Karena penutupan oleh epiglotis atau ujung balon merupakan penyebab kegagalan terbanyak, maka memasukkan LMA dengan penglihatan secara langsung dengan laringoskop atau bronkoskop fiberoptik (FOB) menguntungkan wpada kasus yang sulit. Demikian juga, sebagian balon dikembungkan sebelum insersi dapat sangat membantu. Pipa di plester seperti halnya TT. 4 LMA melindungi laring dari sekresi faring (tapi tidak terhadap regurgitasi lambung) dan LMA harus tetap dipertahankan pada tempatnya sampai reflek jalan nafas pasien pulih kembali. Ini biasanya ditandai dengan batuk atau membuka mulut sesuai dengan perintah. LMA yang dapat dipakai lagi dibuat dari karet silikon, dapat di autoklaf (bebas lateks) dan tersedia dalam berbagai ukuran. 2
LMA memberikan alternatif untuk ventilasi selain face mask atau TT. Kontraindikasi untuk LMA adalah pasien dengan kelainan faring (misalnya abses), sumbatan faring, lambung yang penuh (misalnya kehamilan, hernia hiatal ), atau compliance paru rendah (misalnya penyakit restriksi jalan nafas) yang memerlukan tekanan inspirasi puncak lebih besar dari 30 cmH 2O. Secara tradisional, LMA dihindari pada pasien dengan bronkospasme akan tetapi, bukti bukti baru menunjukkan bahwa karena tidak ditempatkan dalam trakea,
17
penggunaan LMA mengurangi kejadian bronkospasme dari pada dengan TT. Walaupun hal ini nyata tidak sebagai pengganti untuk trakeal intubasi, LMA terbukti sangat membantu terutama pada pasien dengan jalan nafas yang sulit (yang tidak dapat diventilasi atau diintubasi) karena mudah untuk memasangnya dan angka keberhasilannya relatif besar (95 - 99%). LMA telah digunakan sebagai pipa untuk jalur stylet (elastic gum, bougie), ventilasi jet stylet, fleksibel FOB, atau TT diameter kecil (6,0 mm). Tersedia LMA yang telah dimodifikasi untuk memfasilitasi penempatan TT yang lebih besar dengan atau tanpa menggunakan FOB. Pemasukannya dapat dilakukan dibawah anestesi topikal dan blok saraf laringeal bilateral jika jalan nafas harus bebas seraya pasiennya sadar.2
2.
Bentuk dan Teknik E sophageal – Tracheal Combitube (ETC)
Pipa kombinasi esofagus – trakea terbuat dari gabungan 2 pipa, masingmasing dengan konektor 15 mm pada ujung proksimalnya. Pipa biru yang lebih panjang ujung distalnya ditutup. Pipa yang transparan berukuran yang lebih pendek punya ujung distal terbuka. ETC ini biasanya dipasangkan secara buta melalui mulut dan dimasukkan sampai 2 lingkaran hitam pada batang batas antara gigi atas dan bawah.
18
ETC mempunyai 2 balon untuk dikembungkan, 100 ml untuk balon prosikmal dan 15 ml untuk balon distal, keduanya harus dikembungkan secara penuh setelah pemasangan. Pipa bening yang lebih pendek dapat digunakan untuk dekompresi lambung. Pilihan lain, jika ETC masuk ke dalam trakea, maka ventilasi langsung ke trakea melalui pipa yang bening. Meskipun pipa kombinasi masih terdaftar sebagai pilihan untuk penanganan jalan nafas yang sulit dalam algoritma Advanced Cardiac Life Support , biasanya jarang digunakan oleh dokter anestesi yang lebih suka memakai LMA atau alat lain untuk penanganan pasien dengan jalan nafas yang sulit.1
3.
Bentuk dan Teknik T racheal Tube(TT)
TT digunakan untuk mengalirkan gas anestesi langsung ke dalam trachea dan mengontrol ventilasi dan oksigenasi. Pabrik menentukan standar TT ( American National Standards for Anesthetic Equipment ; ANSI Z-79). TT kebanyakan terbuat dari polyvinylchloride. Bentuk dan kekakuan dari TT dapat diubah dengan pemasangan mandrin. Ujung pipa diruncingkan untuk membantu penglihatan dan pemasangan melalui pita suara. Pipa Murphy memiliki sebuah lubang ( Murphy’s Eye) untuk mengurangi risiko sumbatan pada bagian distal tuba bila menempel dengan karina atau trakea.
19
Tahanan aliran udara tergantung terutama dari diameter pipa, tapi ini juga dipengaruhi oleh panjang pipa dan lengkungannya. Pemilihan pipa perlu dipertimbangkan antara memaksimalkan aliran gas dengan pipa ukuran besar dan meminimalkan trauma jalan nafas dengan ukuran pipa yang kecil. 3
Kebanyakan TT dewasa memiliki sistem pengembungan balon yang terdiri dari katup, balon petunjuk ( pilot balloon), pipa pengembangan balon, dan balon (cuff). Katup mencegah udara keluar setelah balon dikembungkan. Balon petunjuk memberikan petunjuk kasar dari balon yang dikembungkan. Inflating tube dihubungkan dengan klep. Dengan membuat trakea yang rapat, balon TT memungkinkan
dilakukannya
ventilasi
tekanan
positif
dan
mengurangi
kemungkinan aspirasi. Pipa yang tidak berbalon biasanya digunakan untuk anakanak.5 Ada 2 tipe balon TT yaitu balon dengan tekanan tinggi volume rendah dan tekanan rendah volume tinggi. Balon tekanan tinggi dikaitkan dengan besarnya iskemia mukosa trakea dan kurang nyaman untuk intubasi waktu lama. Balon tekanan rendah dapat meningkatkan kemungkinan nyeri tenggorokan (luas area kontak mukosa), aspirasi, ekstubasi spontan, dan pemasangan yang sulit (karena adanya floppy cuff ). Meskipun demikian, karena insidensi kerusakan mukosa rendah, balon tekanan rendah lebih dianjurkan. 2
20
Tekanan balon tergantung dari beberapa faktor: volume pengembangan, diameter balon yang berhubungan dengan trakea, trakea dan komplians balon, dan tekanan intratorak (tekanan balon dapat meningkat pada saat batuk). Tekanan balon dapat naik selama anestesi umum sebagai hasil dari difusi dari N2O dari mukosa trakeal ke balon TT. 3 TT telah dimodifikasi untuk berbagai penggunaan khusus. Pipa yang lentur (kinking), spiral, wire – reinforced TT (armored tubes), tidak kinking dipakai pada operasi kepala dan leher, atau pada pasien dengan posisi telungkup. Jika pipa lapis baja menjadi kinking akibat tekanan yang ekstrim (contoh pasien bangun dan menggigit pipa), lumen pipa akan tetutup dan pipa TT harus diganti. Pipa khusus lainnya termasuk pipa mikrolaringeal, RAE tube, dan lubang pipa ganda (double lumen tube). Semua TT bersifat radioopak. 2
4.
Rigi d Laryngoscope Laringoskop adalah instrumen untuk pemeriksaan laring dan untuk
fasilitas intubasi trakea. Handle biasanya berisi batere untuk cahaya bola lampu pada ujung blade, atau untuk energi fiberoptic bundle yang berakhir pada ujung blade. Cahaya dari bundle fiberoptik tertuju langsung dan tidak tersebar. Bentuk blade ada yang melengkung dan lurus. Pemilihan dari blade tergantung dari anatomi pasien. 2
21
Laringoskop Bullard
5.
Laringoskop Khusus
Dalam 15 tahun terakhir, terdapat 2 laringoskop baru yang telah dibuat, untuk membantu dokter anestesi menjamin jalan nafas pada pasien dengan jalan nafas yang sulit.
22
Laringoskop Wu
Keduanya memiliki sumber cahaya fiberoptik dan blade yang melengkung dengan ujung yang panjang, dan dirancang untuk membantu melihat muara glotis pada pasien dengan lidah besar atau yang memiliki muara glotis sangat anterior. Banyak dokter anestesi percaya bahwa alat ini untuk mengantisipasi pasien yang memiliki jalan nafas sulit. Bagaimanapun juga, seperti halnya alat-alat lain yang digunakan jalan nafas pasien, pengalaman penggunaannya harus dilakukan pada pasien normal sebelum digunakan pada saat penting dan emergensi pada pasien dengan jalan nafas sulit.2
6.
F lexi ble F iberoptic Bronchoscope (FOB) Dalam beberapa situasi, misalnya pasien dengan tulang servikal yang tidak
stabil, pergerakan yang terbatas pada temporomandibular joint, atau dengan kelainan kongenital atau kelainan didapat pada jalan nafas atas, laringoskopi langsung menggunakan rigid laringoskop tidak dimungkinkan. Suatu FOB yang fleksibel memungkinkan visualisasi tidak langsung dari laring dalam beberapa kasus atau untuk beberapa situasi dimana direncanakan intubasi sadar (awake intubation). FOB yang dibuat dari fibre glassini mengalirkan cahaya dan gambar oleh refleksi internal contohnya sorotan cahaya akan terjebak dalam fiber dan terlihat tidak berubah pada sisi yang berlawanan. Pemasangan pipa berisi 2 bundel dari fiber, masing-masing berisi 10.000 – 15.000 fiber. Satu bundel menyalurkan cahaya dari sumber cahaya yang terdapat diluar alat atauberada dalam handle dan memberikan gambaran resolusi tinggi.
23
Manipulasi langsung untuk memasangkan pipa dilakukan dengan kawat yang kaku. Saluran aspirasi digunakan untuk suction dari sekresi, insuflasi oksigen atau
penyemprotan
anestesi
lokal.
Saluran
aspirasi
sulit
untuk
dibersihkan, akan tetapi, sebagai sumber infeksi sehingga memerlukan kehatihatian pada pembersihan dan sterilisasi telah digunakan.2
E. Indikasi dan Kontra indikasi Intubasi
IndikasiIntubasi: 1. Mengontroljalannapas 2. Menyediakansaluranudarabebasha,batan untuk ventilasidalamjangkapanjang 3. Meminimalkanrisikoaspirasi 4. Menyellenggarakanproteksiterhadappasiengawat 5. Ventilasi yang tidakadekuat 6. Ventilasi dengan thoracoabdominalpadasaaroperasi 7. Menjaminfleksibilitasposisi
24
Kontraindikasiintubasiadalah trauma servikal yang memerlukamkeadaanimobilisasitulang vertebra servikal, sehinggasulit untuk dilakukan intubasi.4
F. Kesulitan dalam Intubasi
Beberapa pasien menunjukkan anatomi yang normal dan tidak sulit, tetapiadajuga yang sulituntuk diintubasi. Hal ini dapat menyebabkan masalah anestesi yang tidak terduga. Sebaiknya kita dapat mengantisipasi kesulitan daripada menemukan sesuatu yang tidak diharapkan.Beberapa faktor anatomi yang membuat kontrol jalan nafas dan intubasi yang sulit: 1.
Leher pendek
2.
Lengkung langit-langit (palate) yang tinggi
3.
Pembukaan mulut yang buruk: jarak antara gigi atas dan gigi bawah kurang dari tiga jari
4.
Mandibula yang mundur
5.
Tidak dapat menggerakkan/ subluksasi rahang (penonjolan maju dari gigi seri bawah melebihi gigi seri atas)
6.
Infeksi (Ludwig Angina, epiglottitis)
7.
Mobilitasleher yang tdaklengkap.
8.
FrakturServical
9.
Endokrinopati(Kegemukan, Acromegali)
10.
Sindromkongenital (Klippel-Feil) Beberapa tes klinis digunakan dalam menilai jalan nafas. Tidak
satupun dapat diandalkan dalam memprediksi jalan nafas atau intubasi yang sulit, dan semuanya harus digunakan dalam kombinasi sehingga penilaian jalan nafas dapat lebih baik.3
25
Sistem SkoringMallampati
SkoringMallampatidapat memprediksi sekitar 50% dari intubasi yang sulit. Penilaian dapat dilakukan pada pasien dengan posisi tegak lurus atauterlentang. Dasarnya adalah terlihatnya struktur faring saat mulut dibuka selebar-lebarnya. Pasien diklasifikasi sebagai berikut:
Kelas
I II
Definisi
Palatum mole, dinding posterior oropharing, dan uvula terlihat Palatum mole, dinding posterior uvula dan uvula sedikit ditutupi oleh dasar lidah
III
Palatum mole dan dasar uvula terlihat
IV
Hanyapalatum durum saja yang terlihat
Pasien dengan kelas III dan IV perludipikirkan mengarah pada intubasi yang sulit, dan kelas I dan II mengarah ke intubasi yang mudah. Harus diperhatikan bahwa sistem ini tidaklah mutlak, dan pasien dengan kelas II terkadang juga tidak dapat diintubasi. 5
26
G. Kompilkasi Intubasi
1.
Selama Intubasi
Aspirasi
Spasme bronkus
Trauma gigigeligi
Laserasibibir, gusi dan laring
Merangsangsarafsimpatis (hipertensi-takikardi)
IntubasiEsofagus
Intubasibronkus
2. Setelah Intubasi
Spasme laring
Aspirasi
Gangguanfonasi
Edema glottis-subglotis
Infeksilaring, faring, trakea.2
27
KESIMPULAN
Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondi siini dapat diakibatkan karena masalah system pernapasan ataupun bersifat sekunder akibat gangguan system tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Sumbatan napas total tidak berbunyi dan menyebabkan asfiksia (hipoksemia ditambah hiperkarbia), henti nafas dan henti jantung (jika tidak dikoreksi) dalam waktu 5 – 10 menit. Sumbatan partial berisik dan harus pula dikoreksi segera, karena dapat menyebabkan kerusakan otak, serta dapat menyebabkan henti nafas dan henti jantung sekunder.Oleh karena itu penkajian
pernafasan pada penederita gawatdarurat penting dilakukan secara
efektif dan efisien.
28
DAFTAR PUSTAKA
1.
Galvin I, Drummond GB, Nirmalan M. Distribution of blood flow and ventilation in the lung: gravity is not the only factor. British Journal of Anaesthesia; 2007, 98: 420-8.
2.
Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Breathing System in Clinical Anesthesilogy 4th ed. McGraw-Hill; 2007
3.
Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Ilmu dasar Anestesi in Petunjuk Praktis Anestesiologi 2nd ed. Jakarta: FKUI; 2009, 3-8.
4.
Roberts F, Kestin I. Respiratory Physiology in Update in Anesthesia 12th ed. 2000
5.
Stock MC. Respiratory Function in Anesthesia in Barash PG, Cullen BF, Stelting RK, editors. Clinical Anesthesia 5th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2006, p. 791-811
29