BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Urinary Tractus Infectious (UTI) atau lebih dikenal Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah adanya infeksi mikroorganisme patogenik dalam urin yang melebihi batas ambang normal mikroorganisme tersebut, yang berpotensi menginvasi pada jaringan dan struktur saluran kemih dengan atau tanpa disertai tanda dan gejala (Weese. J. Scot, et al.: 2011) Ilmu kesehatan modern saat ini telah memudahkan diagnosis dan terapi infeksi saluran kemih sehingga dengan deteksi dini faktor predisposisi dan pengobatan yang adekuat dengan antibiotik yang sesuai maka pasien dapat sembuh sempurna tanpa komplikasi (Thmpson, Mary F: 2011). Pada bab selanjutnya akan dibahas secara lebih mendalam mengenai infeksi saluran kemih, dalam hal ini termasuk gambaran singkat, penyebab, patogenesis, diagnosis, terapi, komplikasi, serta kasus dan tata laksana dari Urinary Tractus Infection (UTI) pada anjing. 1.2. Rumusan Masalah 1. Apakah penyebab dari penyakit Urinary Tractus Infection (UTI) pada anjing? 2. Bagimanakah diagnosa dari penyakit Urinary Tractus Infection (UTI) pada anjing? 3. Bagaimanakah pengobatan dan tata laksana Urinary Tractus Infection (UTI) pada anjing? 1.3. Tujuan 1. Untuk mengetahui penyebab penyakit Urinary Tractus Infection (UTI) pada anjing. 2. Untuk mengetahui diagnosa dari penyakit Urinary Tractus Infection (UTI) pada anjing. 3. Untuk mengetahui pengobatan dan tata laksana Urinary Tractus Infection (UTI) pada anjing.
1
1.4. Manfaat 1. Dapat mengetahui penyebab penyakitUrinary Tractus Infection (UTI) pada anjing. 2. Dapat mengetahui diagnosa dari penyakit Urinary Tractus Infection (UTI) pada anjing. 3. Dapat mengetahui pengobatan dan tata laksana Urinary Tractus Infection (UTI) pada anjing.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum
2
Urinary Tractus Infection (UTI) adalah peradangan pada saluran kemih disertai adanya kolonisasi mikroba di urin dengan asimptomatik (tanpa gejala) maupun simptomatik (dengan gejala). Saluran kemih meliputi ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra (Weese. J. Scott, et al: 2011). Urinary Tractus Infection (UTI) mengacu pada infeksi atau kolonisasi dari bakteri yang menginfeksi satu atau beberapa lokasi dari saluran perkemihan. Menurut saluran yang terkena maka UTI dibedakan menjadi UTI bagian atas atau Upper urinary tract infection (pyelonephritis, renal parenchyma dan pelvis) dan UTI bagian bawah atau Lower urinary tract infection (urethrocystitis, uretritis cystitis, prostatitis) (Anonymous: 2009). UTI berdasarkan kondisinya: Simple UTI/ UTI akut Merupakan infeksi sporadik bakterial pada vesica urinaria dengan individu yang dinyatakan nampak sehat dengan fungsi anatomi dan saluran urinari normal. Complicated UTI/ UTI berulang Merupakan UTI yang muncul akibat adanya kelainan fungsi atau penyakit bawaan yang menjadi faktor predisposisi dari UTI perisiten, infeksi berulang atau kegagalan terapi. 2.2 Etiologi Sama dengan manusia dan kucing, pada anjing penyebab UTI pada umumnya banyak ditemukan dari isolasi bakteri saluran pencernaan yaitu bakteri Escherichia coli rata-rata dari 33-55% hasil koloni bakteri. Spesies bakteri dari Pseudomonas aeruginosa dan Enterococcus spp., memiliki prevalensi lebih tinggi pada comlpicated UTI atau UTI berulang dibanding dengan uncomplicated UTI atau simple UTI pada anjing. Dari dua studi retrospektif, pada penderita anjing UTI persisten atau berulang terdapat enam bakteri yang paling umum ditemukan yaitu E. coli, Klebsiella spp., Staphylococcus spp., Enterococcus spp., Proteus spp., dan Pseudomonas spp. Pada kasus ini, beberapa spesies bakteri sering diisolasi dari urin, dengan beberapa pilihan pengobatan kadang-kadang rumit (Thompson Mary. F, et al.: 2011). 3
2.3. Faktor Resiko Kejadian infeksi saluran kemih dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, keturunan, kelainan pada saluran kemih, pemasangan kateterisasi, dan lain-lain. Pada umumnya lebih banyak kasus ditemukan pada anjing betina yang sudah tua dibanding jantan, faktor umur dan keturunan juga menjadi salah satu faktor resiko. UTI terjadi pada umur rata-rata 7-8 tahun (Thompson, Mary et al.: 2011). Pemasangan alat pada traktur urinarius yaitu penggunaan kateter dan pemasangan alat cystostomy merupakan faktor resiko terjadinya infeksi saluran kemih karena saat membuka uretra, kuman pada daerah tersebut masuk bersamaan dengan alat yang dimasukkan dan penggunaan alat yang lama dapat menyebabkan mikroorganisme berkembang dan berkolonisasi pada vesika urinaria dan menyebar ke seluruh sistem urinarius (Stiffler, et al: 2003). 2.4. Patofisiologi Proses invasi bakteri ke dalam saluran kemih bisa secara asenden (naik ke atas), hematogen (melalui aliran darah), maupun limfatik (melalui aliran limfe). Namun, proses invasi bakteri yang paling sering terjadi adalah proses secara asenden. Hal ini dikarenakan pada dasarnya bagian distal dari saluran kemih merupakan bagian yang memang banyak dikolonisasi oleh bakteri, baik gram negatif maupun gram positif (Tessy, Agus: 2001). Apabila bakteri yang sudah masuk ke kandung kemih kemudian didukung oleh kebiasaan yang kurang baik seperti jarang minum atau sering menahan buang air kecil, kebiasaan ini dapat menghambat pembersihan saluran kemih dari kuman, maka bakteri ini dapat lebih lama berada di dalam kandung kemih dan berkembang biak. Bakteri yang sudah berkembang biak bila tidak diterapi dengan terapi antibiotik yang adekuat bisa jadi kemudian melakukan invasi lagi secara asenden ke bagian saluran kemih yang lebih kranial dari kandung kemih, yaitu ureter maupun ginjal (Price, Sylvia A: 1995). 2.5 Gejala Klinis
4
Secara normal mikroorganisme terdapat pada saluran intestinal, bila terjadi infeksi pada saluran intestinal maka terjadi respon tubuh terhadap infeksi sehingga timbul demam, anoreksia, mual, muntah, menggigil, diare. Beberapa gejala klinis yang lebih spesifik (Paiva, Orlando: 2009):
Gangguan urinari seperti stranguria, pollakiuria, urinasi pada tempat yang
tidak sesuai, urin berbau busuk, dysuria, dan hematuria. Nyeri pada abdomen bagian bawah saat dipalpasi. Mukosa memerah dan edema pada alat kelamin luar. Adanya nanah di awal saat urinasi. Terdapat cairan eksudat yang purulent. Pada pyelonephritis akut terdapat polyuria dan polydipsia, serta gejala sistemik seperti lethargy, anoreksia dan vomitus.
2.6. Diagnosa Diagnosa UTI pada anjing asymptomatis atau symptomatis dengan cara menyatukan temuan dari signalement, anamnesa, pemeriksaan fisik, gejala klinis, diagnosa laboratorium meliputi urinalisis dengan evaluasi sedimen, tes kultur dan sensitifitas urin serta urinary tract imaging. Imaging yang dipilih meliputi kombinasi radiografi abdominal, ultrasonografi sistem urogenital (menghasilkan evaluasi uretral minimal), kontras radiografi dan ureondoskopi (meliputi urethroskopi dan cystiscopi). 1. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik terhadap sistem urinaria meliputi pemeriksaan daerah perut yang ditujukan khususnya terhadap ginjal dan saluran perkemihan pada anjing, dengan melihat temuan sebagai berikut :
Adanya temuan gejala klinis umum seperti stranguria, pollakiuria, urinasi
tidak sesuai, dysuria, kurang nafsu makan, lethargy, demam, Adanya gejala klinis azotemia seperti vomitus dan diare, serta gejala
urinari lain seperti polyuria dan polydipsia pada pyelonephritis. Pada UTI komplikasi, temuan palpasi abdominal pada bagian vesica urinaria dan ginjal yang didapat berupa dinding vesica urinaria yang menebal, rasa sakit pada ginjal atau prostat, cystourolith, palpasi rectal untuk prostatomegaly, urolith pada uretra, uretra yang menebal, serta pada 5
pemeriksaan eksternal ditemukan vulva yang melipat ke dalam / recessed
vulva Pada UTI non komplikasi bisa nampak terlihat normal tanpa temuan fisik sehingga diperlukan pemeriksaan lebih lanjut ke pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan Radiografi dan Laboratorium Pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan yang dilakukan sebagai peneguhan diagnosa untuk mengetahui penyebab dari suatu penyakit. Berikut beberapa pemeriksaan radiologi dan laboratorium:
Foto X-ray dan pemeriksaan dengan menggunakan USG pada daerah
abdomen Complete Blood Count (CBC) untuk menemukan adanya peningkatan sel darah putih sebagai salah satu dugaan terjadinya pyelonephritis atau
prostatitis. Pemeriksaan profil biokimia serum pada UTI komplikasi berupa naiknya
kadar blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin Urinalisis berupa temuan pyuria, proteinuria, dan hematuria Kultur bakteri dari sampel urin merupakan diagnosa definitif untuk memastikan jenis bakteri yang menginfeksi namun metode ini lama dan mahal.
2.7. Treatment Pengobatan UTI bertujuan untuk membebaskan saluran kemih dari mikroorganisme dan mencegah infeksi berulang, sehingga dapat menurunkan morbiditas dengan demikian pengobatan UTI pada anjing dilakukan sebagai berikut:
6
1. Pemberian antibiotik adalah obat yang digunakan untuk membasmi mikroba penyebab infeksi pada anjing, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin, artinya obat tersebut harus toksik terhadap mikroba tetapi tidak toksik pada pada hospesnya (Setiabudy, Rianto: 2011). 2. Pengobatan suportif dengan pemberian analgesik, antipiretik dan antiinflamasi nonsteroid (NSAID) merupakan salah satu kelompok obat yang heterogen secara kimia, tetapi memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping (Wilmana, P Freddy, et al.: 2011). 3. Pemberian vitamin sebagai senyawa organik yang diperlukan tubuh dalam jumlah kecil untuk mempertahankan kesehatan dan seringkali sebagai kofaktor untuk enzim metabolisme (Nafrialdi dan Gan, Sulistia: 2011). 4. Terapi cairan Terapi cairan merupakan tindakan pengobatan esensial untuk pasien dalam kondisi kritis atau memerlukan perawatan intensif. Terapi cairan harus menjadi pilihan dan mendapat perhatian yang serius terutama pada pasien anjing yang telah lama tidak mau makan dan minum (Agung, Vincentius, et al.: 2013) 2.7.1. Tata Laksana 1. Pemberian antibiotik Tata laksana umum untuk mengobati anjing yang menderita UTI adalah dengan pemberian obat antibiotik. Amoxicillin dan trimethoprimsulfamethoxazole merupakan antibiotik pertama yang direkomendasikan untuk pengobatan UTI nonkomplikasi serta pengobatan pertama untuk UTI komplikasi karena sifatnya yang broadspectrum dan dapat digunakan untuk pengobatan infeksi saluran urinari dari bakteri gram positif dan bakteri gram negatif (Weese. J. Scott, et al.: 2011). Pada keadaan berat/demam tinggi dan keadaan umum lemah segera berikan antibiotik tanpa menunggu hasil biakan urin dan uji resistensi kuman. Pengobatan pada UTI nonkomplikasi yaitu antibiotik amoxicillin dengan dosis 1115 mg/kg PO frekuensi 8 jam atau Trimethoprim-sulfonamides dengan dosis 15 mg/kg PO frekuensi 12 jam. Cefadroxil dengan dosis 12–25 mg/kg PO frekuensi 12 jam (Weese. J. Scott.et al:2011).
7
Pada tata laksana menggunakan obat antibiotik Cefadroxil. Cefadroxil adalah antibiotik semisintetik golongan sefalosforin untuk pemakaian oral. Cefadroxil bersifat bakterisid dengan jalan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Cefadroxil aktif terhadap Streptococcus beta-hemolytic, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Klebsiella sp, Moraxella catarrhalis. Cefadroxil diindikasikan untuk pengobatan beberapa infeksi pada hewan, infeksi saluran pernapasan (tonsillitis, faringitis, pneumonia), infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi saluran kemih dan kelamin, pyoderma (Papich, Mark G: 2011). 2. Pengobatan Suportif Faktor predisposisi dicari dan dihilangkan. Anti-inflamasi Non Steroid diberikan apabila anjing mengalami rasa sakit, demam dan terjadi peradangan di sekitar alat kelamin luar sampai saluran perkemihan bagian dalam. Dalam tata laksana digunakan obat Meclofenamic Acid. Meclofenamic bekerja dengan menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga mempunyai efek analgesik, anti-inflamasi dan antipiretik. Meclofenamic Acid digunakan sebagai treatment baik akut maupun kronis dari inflamasi atau rasa nyeri perdangan otot dan menghilangkan gejala dan rasa sakit yang ditimbulkan dari reaksi radang (Papich, Mark G: 2011). 3. Pemberian Vitamin Pemberian vitamin B untuk menjaga status kesehatan dan sebagai suplemen dalam pengobatan. Dosis pada anjing diberi vitamin B Riboflavin dengan dosis anjuran 10-20 mg/hari PO atau 1-4 mg/kg BB q24h SQ (Papich, Mark G: 2011). 2.7.2 Lama Pengobatan Menurut Weese J Scott lama pengobatan yang dilakukan adalah :
Pengobatan pada UTI nonkomplikasi dilakukan selama10-14 hari Pengobatan pada UTI komplikasi dilakukan selama 4-6 minggu Pengobatan pada pyelonephritis dilakukan selama 4-6 minggu
2.7.3. Interaksi Obat 8
Tidak ada interaksi obat cefadroxil dengan obat yang lain dan antibiotik ini diindikasikan untuk pengaboatan infeksi pada hewan, seperti: UTI, infeksi kulit dan jaringan lunak, pyoderma, dll. Sedangkan Meclofenamic acid penggunaannya tidak dianjurkan pada penderita gangguan gastrointestinal karena Meclofenamic acid yang bersifat asam dapat mengakibatkan ulcer pada gastrointestinal, sebaiknya diberikan setelah makan (Papich, Mark G: 2011). Interaksi antara antibiotik golongan fluorokinolon (siprofloksasin, enoksasin, levofloksasin, lomefloksasin, norfloksasin, ofloksasin dan sparfloksasin) dan ion-ion divalent dan trivalent (misalnya ion Ca , Mg dan Al dari antasida dan obat lain) dapat menyebabkan penurunan yang signifikan dari absorpsi saluran cerna, bioavailabilitas dan efek terapetik, karena terbentuknya senyawa kompleks. Interaksi ini juga sangat menurunkan aktivitas antibiotik fluorokuinolon. Efek interaksi ini dapat secara signifikan dikurangi dengan memberikan antasida beberapa jam sebelum atau setelah pemberian fluorokuinolon. Jika antasida benar-benar dibutuhkan, penyesuaian terapi, misalnya penggantian dengan obat-obat antagonis reseptor H2atau inhibitor pompa proton dapat dilakukan (Anonymous: 2011). 2.7.4. Kegagalan Terapi dan Komplikasi
Kegagalan terapi terjadi karena pengobatan yang dilakukan tidak tuntas membunuh seluruh bakteri penyebab UTI sehingga menyebabkan bakteri menjadi resisten. Bakteri yang menginfeksi telah resisten terhadap beberapa
macam jenis antibiotik (Weese. J. Scott.et al:2011) Tidak disarankan menggunakan salisilat atau aspirin pada pasien yang memiliki penyakit hati karena salisilat bersifat hepatotoksik. Beberapa pasien dilaporkan menunjukkan hepatomegali, anoreksia, mual, dan ikterus. Jika terjadi ikterus pemberian harus dihentikan karena terjadi nekrosis hati yang
fatal (Dewoto, Hedi R: 2011). Ibuprofen tidak dianjurkan pada anjing karena dapat menyebabkan keracunan, kerusakan saluran pencernaan dan hepatotoksik (Papich, Mark G: 2011)
9
BAB III PEMBAHASAN III.1. Kasus Anamnesa : Ibu Inggrid datang ke klinik membawa seekor anjingbetina jenis Shih Tzuumur 8 tahun dengan berat badan 10 kg. Sudah seminggu anjingnya susah kencing dan tiap kencing mengeluarkan nanah dan bau.Dari pemeriksaan fisik saat inspeksi tampak anjing dengan keadaaan lesu, lemah , saat palpasi bagian caudaabdomen tampak anjing merintih kesakitan. Saat dilakukan pemeriksaan
10
USG tidak ditemukan adanya endapan kristal pada saluran urinary, selanjutnya disarankan untuk melakukan kultur bakteri. Bagaimana diagnosa dan pengobatan untuk kasus tersebut? TATA LAKSANA Nama
Beti
Hewan Signalement
Anjing Shih Tzu, betina, umur 8 tahun
Anamesa
Sudah seminggu susah kencing dan tiap kencing mengeluarkan nanah dan bau. Gejala lainnya anjing lemas dan lesu. Saat di palpasi bagian cauda abdominal merintih kesakitan. BB = 10 Kg T = 39,5oC
Diagnosa
Urinary Tractus Infection (UTI)
Terapi
Diberikan antibiotik Cefadroxil,NSAID Meclofenamic Acid, injeksi vitamin B2 Riboflavin
Jenis Obat Obat Nama paten Indikasi
Cefadroxil Antibiotik Cefa-Tabs, Cefa-Drops Cefadroxil digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih untuk semua spesies, infeksi
Kontraindikasi Dosis Rute Frekuensi Kekuatan Dosis pemberian: DP = DA x BB DS
jaringan lunak. dll Hipersensitif 22-30 mg/kg PO 12 jam tiap hari tiap tablet mengandung Cefadroxil 250 mg
11
= 22 mg/kg x 10 kg= 220 mg = 0,9 = 1 tablet 250 mg 250 mg Pemberian 10 hari dengan waktu paruh 12 jam= 2 x 10 x 1 tablet = 20 tablet Jenis Obat Obat Nama paten Indikasi
Meclofenamic Acid Anti-inflamasi non-steroid Arquel and Meclofen Meclofenamic Acid digunakan sebagai treatment baik akut maupun kronis dari
Kontraindikasi
inflamasi atau rasa nyeri perdangan otot Tidak digunakan untuk penderita ulcer
Dosis Rute Frekuensi Kekuatan
gastrointestinal. 1.1 mg/kg/hari PO 24 jam per hari, maksimal pemberian 5 hari tiap tablet mengandung Meclofenamet10 dan 20 mg
Dosis pemberian: Dosis pemberian: DP = DA x BB DS = 1,1 mg/kg x 10 kg = 11 mg = 1,1 tablet 10 mg 10 mg Pemberian 5 hari dengan waktu paruh 24 jam = 5 x 11 mg = 55 mg diberikan setelah makan. Jenis Obat Obat Nama paten Indikasi Kontraindikasi
Riboflavin Vitamin B2 Vitamin B2 Penambah stamina tubuh Tidak diinjeksikan IV karena mengandung thiamin karena dapat menyebabkan reaksi
Dosis Rute Frekuensi Kekuatan
anafilaktik. 10-20 mg/hari PO atau 1- 4 mg/ anjing SQ PO atau SQ 24 jam per hari Tiap larutan injeksi mengandung Riboflavin25 mg/ml
Dosis pemberian:
12
Nama paten
:
Dosis pemberian:
DP = DA x BB DS = 4mg x 10 kg = 40kg= 20 kg/ml 2 mg/ml 2 ml Tiap 20 kg BB per 1 ml. Jika BB 10 kg =20 kg x 1 ml = 2 ml 10 kg Jadi, pemberian Riboflavin secara SQ dengan BB 10 kg adalah 2ml. Diberikan selama 5 hari dengan waktu paruh 24 jam = 5 x 2 ml = 10 ml
FORM RESEP Klinik Hewan Pendidikan Unhas Drh. Vivi Andrianty Jl. Al Markas Al Islami Kompleks Perum Dosen Unhas blok IX Telp. (0401) 123456 SIP: 008/ 12552/DKPPP/XII/2016
Makassar, 23 Oktober 2016
No.001 R/Cefadroxil tab 250 mg No. XX S. 2dd. tab I
R/ Meclofenamic acid tab 10 mg No. V S. dd. tab I pc R/ Riboflavin inj. 10 ml S pro inj SC
13
Pro
: Anjing (10 kg)
Nama pemilik : Ibu. Inggrid Alamat No. Telp
: Jl. Baji. Gau : 085255180233
BAB IV PENUTUP Kesimpulan UTI adalah infeksi saluran perkemihan disebabkan oleh infeksi bakteri. Bakteri yang paling sering ditemukan adalah bakteri dari saluran pencernaan yaituEscherecia.Coli.Bakteri tersebut secara asending masuk kedalam saluran perkemihan pada anjing dan menyebabkan infeksi. Pengobatan UTI dengan pemberian antibiotik untuk membasmi bakteri yang menginfeksi saluran perkemihan.Selain itu juga memberikan obat suportif untuk menghilangkan simptoms yang ada, pemberian vitamin juga untuk menambah daya tahan tubuh pasien dan terapi cairan untuk menghilangkan dehidrasi dari anjing yang menderita UTI. Saran Untuk mencegah terjadinya batu kristal dalam saluran urinary disarankan kepada pemilik untuk lebih mengontrol pemberian minum dan diet pakan anjing
14
yang menderita UTI serta kebersihan dan sanitasi kandang juga perlu dijaga untuk mencegah infeksi bakteri atau mikroorganisme lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Agung, Vincentius., Ahmada, Rizy,. Prawidya, Rizki. (2013). Terapi Cairan. Program Kedokteran Hewan. Universitas Brawijaya. Malang Anonymous (2011). Interaksi Obat: Jurnal. Diakses 23 Oktober 2016http://medicafarma.blogspot.com /2010/11/interaksi-obat.html. Dewoto, Hedi R.(2011) . Analgesik Opoid dan Antagonis : Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta Greene et al. (2006). Infectious Disease of the Dog and Cat. Hlm 946 Nafrialdi dan Gan, Sulistia. (2011). Vitamin dan Mineral: Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta Paiva, Orlando Marques de. (2009). Recomnedation For Management of Urinary Tract Infection in Dogs. Faculdade de Medicina Veterinaria e Zootecnia da Universidade de Sao Paulo. Brazil Papich, Mark G., (2011).Saunders Handbook of Veterinary Drugs Small and Large Animals. Third Edition. Elsevier Saunders. 15
Setiabudy, Rianto. (2011). Pengantar Antimikroba: Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta Stiffler, K.S., McCrackin Stevenson, M.A., Cornell, K.K., Glerum, L.E., Smith, J.D.,Miller, N.A., Rawlings, C.A., (2003).Clinical use of low-profile cystostomy tubes in four dogs and a cat. Journal of the American Veterinary Medical Association 223,325–329 Tessy, Agus,. Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI. Thmpson, Mary F., Litster, Annete L., Platell, Joanne L., Trott, Darren J. (2011). Canine Bacterial Urinary Tract Infection: New Developments in Old Patogens. Australia Weese. J. Scott., Blondeau. Joseph., Boothe Dawn., et al., (2011). Antimicrobial Use Guidelines for Treatment of Urinary Tract Disease in Dogs and Cats: Antimicrobial Guidelines Working Group of the International Society for Companion Animal Infectious Diseases. USA
16