URINALISIS
Disusun oleh : Andiesta Asriyah Mariam Saman P27834113018 Semester 3 Reguler
D4 ANALIS KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Namun, ada juga beberapa spesies yang menggunakan urin sebagai sarana komunikasi olfaktori. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra. Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui melalui urinalisis. Pemeriksaan urin dalam mengindikasikan beberapa penyakit sangat penting. Pemeriksaan urin tidak hanya dapat memberikan fakta-fakta tentang ginjal dan saluran urin tetapi juga mengenai faal berbagai organ dalam beberapa tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas dan korteks adrenal. Oleh karena pada pemerikasaan urin dapat dideteksi berbagai macam penyakit maka sangat penting dilakukan pemeriksaan urinalisis.
B.
Rumusan Masalah a. Apa sajakah yang meliputi pemeriksaan urinalisis ? b. Apa manfaat pemeriksaan urinalisis ?
C.
Tujuan a. Untuk mengetahui pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan urinalisis. b. Untuk mengetahui manfaat pemeriksaan urinalisis.
BAB II PEMBAHASAN
Urinalisis merupakan istilah umum untuk tes urin, dilakukan untuk mengevaluasi kesehatan seseorang, mendiagnosis kondisi medis seseorang, atau untuk memonitor penyakit seseorang. Urinalisis merupakan analisis fisik, kimia, dan mikroskopis terhadap urine. Uji urine rutin dilakukan pertama kali pada tahu 1821. Sampai saat ini, urine diperiksa secara manual terhadap berbagai kandungannya, tetapi saat ini digunakan berbagai strip reagen untuk melakukan skrining kimia dengan cepat. Urinalisis berguna untuk mendiagnosis penyakit ginjal atau infeksi salurah kemih, dan untuk mendeteksi adanya penyakit metabolik yang tidak berhubungan dengan ginjal. Berbagai uji urinalisis rutin dilakukan di tempat praktik pemberi layanan kesehatan dan juga di rumah sakit atau di laboratorium swasta. Warna, tampilan dan bau urine diperiksa, serta ph, protein, keton, glukosa, dan bilirubin diperiksa dengan strip reagen. Berat jenis, diukur dengan urinometer, dan pemeriksaan mikroskopis sedimentasi urine dilakukan untuk mendeteksi sel darah merah atau sel darah putih di dalam urine. Pemeriksaan makroskopis meliputi pemeriksaan sedimen, kristal dan bakteria. Tidak semua tes pada urin disebut urinalisis, misalnya tes kehamilan dan tes narkoba. Suatu cairan dinyatakan sebagai urin apabila kadar ureum yang tinggi melebihi 1 g/dl dan kadar kreatinin lebih dari 50 mg/dl.(3). A.
Pemilihan Sampel Urinalisis Urinalisis yang akurat dipengaruhi oleh spesimen yang berkualitas. Sekresi vagina,
perineum dan uretra pada wanita, dan kontaminan uretra pada pria dapat mengurangi mutu temuan laboratorium. Mukus, protein, sel, epitel, dan mikroorganisme masuk ke dalam sistem urine dari uretra dan jaringan sekitarnya. Oleh karena itu pasien perlu diberitahu agar membuang beberapa millimeter pertama urine sebelum mulai menampung urine. Pasien perlu membersihkan daerah genital sebelum berkemih. Wanita yang sedang haid harus memasukkan tampon yang bersih sebelum menampung specimen. Kadang-kadang diperlukan kateterisasi untuk memperoleh spesimen yang tidak tercemar. Meskipun urine yang diambil secara acak (random) atau urine sewaktu cukup bagus untuk pemeriksaan, namun urine pertama pagi hari adalah yang paling bagus. Urine satu malam mencerminkan periode tanpa asupan cairan yang lama, sehingga unsure-unsur yang terbentuk mengalami pemekatan.
Ketika menampung spesimen urine harus digunakan wadah yang bersih. Sinar matahari langsung harus dihindari ketika menangani spesimen urin. Pemeriksaan urin tidak boleh menggunakan urin yang mengandung antiseptik. Pemeriksaan urine akan lebih baik jika dilakukan secepatnya (penundaan maksimal 1 jam), karena penundaan pemeriksaan terhadap spesimen urine dapat mengurangi validitas hasil. Dampak dari penundaan pemeriksan antara lain :
Unsur-unsur berbentuk dalam sedimen mulai mengalami kerusakan dalam 2 jam.
Urat dan fosfat yang semula larut dapat mengendap sehingga mengaburkan pemeriksaan mikroskopik elemen lain.
Kadar bilirubin dan urobilinogen akan turun karena mengalami oksidasi bila terpajan sinar matahari.
Bakteri berkembangbiak dan dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan mikrobiologi. Selain itu, bakteri akan memecah urium menjadi ammonia sehingga menyebabkan pH menjadi basa. pH basa inilah yang menyebabkan unsure sedimen dalam urine seperti eritrosit, leukosit, silinder, ataupun sel menjadi pecah atau hancur.
Glukosa mungkin turun, badan keton (jika ada) akan menguap.
Fosfat yang ada dalam urine akan mengendap, sehingga urine menjadi keruh.
Untuk berbagai jenis pemeriksaan urine, diperlukan bahan pemeriksaan yang berbeda sesuai dengan jenis tes yang diperiksa. Pada umumnya yang paling sering digunakan adalah urine sewaktu. Urine sewaktu adalah urine yang dikeluarkan kapan saja saat diperlukan pemeriksaan. Sedangkan pemeriksaan kuantitatif zat tertentu di dalam urine, misalnya protein diperlukan pengumpulan urine 24 jam. Berikut ini akan berbagai jenis bahan urine untuk urinalisis : 1. Urin sewaktu Sesuai namanya, urin diambil kapan saja tidak ada ketentuan khusus. Keuntungannya cukup baik dilakukan pada saat penderita dalam keadaan rileks dan dapat dilakukan pada kondisi darurat. Kelemahannya adalah tidak mencerminkan kondisi dalam satu hari.
2. Urin pagi Urin yang dikeluarkan pertama kali saat bangun tidur. Urin ini lebih pekat sehingga baik untuk pemeriksaan berat jenis, sedimen, protein, dan tes kehamilan (HCG).
3. Urin postprandial Urin dikeluarkan sekitar 1,5 -3 jam setelah makan. Pemeriksaan ini berguna terutama bagi penderita Diabetes Mellitus (DM) untuk pemeriksaan skrining adanya glukosuria. Kelemahannya adalah ketepatan waktu dalam pengambilan urin.
4. Urin 24 jam Urin yang dikumpulkan selama satu hari penuh. Urin yang dikeluarkan selama satu hari, contohnya dari jam 8 pagi hingga jam 8 pada hari berikutnya, ditampung untuk dilakukan pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi seseorang selama satu hari. Kelemahannya adalah kesulitan dalam pengumpulan bahan.
5. Urin 3 gelas Pengambilannya ditampung dalam 3 gelas tanpa menghentikan aliran urin. Sebelumnya
pasien
tidak
boleh
berkemih
dulu.
Pemeriksaan
menggambarkan keadaan masing-masing saluran kencing,
ini
dapat
namun memiliki
kelemahan dalam ketepatan pengumpulan bahan pada masing-masing gelas. Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan lokasi infeksi pada saluran kencing pria. Namun, pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan.
B.
Pemeriksaan dalam Urinalisis 1. Pemeriksaan Makroskopis Pemeriksaan makroskopis urin terdiri atas beberapa pemeriksaan, anatara lain: a. Volume Banyaknya urine yang dikeluarkan oleh ginjal dalam 24 jam. Dihitung dalam gelas ukur. Volume urine normal : 1200-1500 ml/24 jam. Volume urine masing-masing
orang bervariasi tergantung pada luas permukaan tubuh,
pemakaian cairan, dan kelembapan udara / penguapan. Pengukuran volume harus dilakukan secara berjangka selama 24 jam untuk memperoleh hasil yang akurat.
b. Bau Bau urine yang normal, tidak keras. Bau urine yang normal disebabkan dari sebagian oleh asam-asam organik yang mudah menguap. Urine yang berbau ammonia disebabkan oleh pemecahan urea oleh bakteri, sedangkan apabila urine berbau busuk mengindikasi adanya bakteri atau pasien tersebut terkena infeksi saluran kencing. Namun, bila urine berbau manis seperti buah-buahan dapat mengindikasi bahwa pasien tersebut mengalami asidosis diabetika atau kelaparan.
c. Buih Buih pada urine normal berwarna putih. Jika urine mudah berbuih, menunjukkan bahwa urine tersebut mengandung protein. Sedangkan jika urine memiliki buih yang berwarna kuning, hal tersebut disebabkan oleh adanya pigmen empedu (bilirubin) dalam urine.
d. Kejernihan Urine normal yang baru dikeluarkan tampak jernih sampai sedikit berkabut dan berwarna kuning oleh pigmen urokrom dan urobilin.. Cara menguji kejernihan sama seperti menguji warna yaitu jernih, agak keruh, keruh atau sangat keruh. Tidak semua macam kekeruhan bersifat abnormal. Kekeruhan biasanya terjadi karena kristalisasi atau pengendapan urat (dalam urine asam) atau fosfat (dalam urine basa). Urine normal pun akan menjadi keruh jika dibiarkan atau didinginkan. Kekeruhan juga bisa disebabkan oleh bahan selular berlebihan atau protein dalam urin. Kekeruhan ringan disebut nubecula dan terjadi dari lender, sel-sel epitel, dan leukosit yang lambat laun mengendap. Sebab – sebab urine keruh dari mula-mula :
Fosfat amorf dan karbonat dalam jumlah besar, mungkin terjadi sesudah pasien banyak mengonsumsi makanan.
Bakteri.
Unsur sedimen dalam jumlah besar, seperti eritrosit, leukosit dan sel epitel.
Cylus dan lemak.
Benda-benda koloid. Sebab – sebab urine keruh menjadi keruh setelah dibiarkan :
Nubecula.
Urat-urat amorf.
Fosfat amorf dan karbonat.
Bakteri.
e. Warna Warna urine ditentukan oleh besarnya dieresis. Makin besar dieresis, makin muda warna urine itu. Biasanya warna urine normal berkisar antara kuning muda dan kuning tua. Warna itu disebabkan oleh beberapa macam zat warna, terutama urochrom dan urobilin. Jika didapat warna abnormal disebabkan oleh zat warna yang dalam keadaan normal pun ada, tetapi sekarang ada dalam jumlah besar. Kemungkinan adanya zat warna abnormal, berupa hasil metabolisme abnormal, tetapi mungkin juga berasal dari suatu jenis makanan atau obatobatan. Beberapa keadaan warna urine mungkin baru berubah setelah dibiarkan. Beberapa keadaan yang menyebabkan warna urine adalah :
Merah Penyebab patologik: hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen, porfirin. Penyebab nonpatologik: banyak macam obat dan zat warna, bit, rhubab (kelembak), senna.
Oranye Penyebab patologik : pigmen empedu. Penyebab nonpatologik : obat untuk infeksi saliran kemih (piridium), obat lain termasuk fenotiazin.
Kuning Penyebab patologik : urine yang sangat pekat, bilirubin, urobilin. Penyebab nonpatologik : wotel, fenasetin, cascara, nitrofurantoin.
Hijau Penyebab patologik: biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas). Penyebab nonpatologik: preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.
Biru Pengaruh obat: diuretik, dan nitrofuran.
Coklat Penyebab patologik: hematin asam, mioglobin, pigmen empedu. Pengaruh obat: levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa.
Hitam atau hitam kecoklatan Penyebab patologik: melanin, asam homogentisat, indikans, urobilinogen, methemoglobin. Pengaruh obat: levodopa, cascara, kompleks besi, fenol.
f. Berat Jenis Untuk mengukur berat jenis dapat menggunakan urometer, refraktometer, dan carik celup. Berat jenis normalnya adalah 1,015-1,025 (rujukan yang digunakan oleh Laborarotium Parahita). Berat jenis kurang dari 1,005 dapat disebabkan karena banyak minum, kebelihan cairan, kekurangan atau kelebihan kalium, penyakit ginjal atau diabetes insipidus. Sedangkan berat jenis lebih dari 1,026 dapat disebabkan karena kurang minum, dehidrasi, diare, muntah dan diabetes mellitus.
2. Pemeriksaan Mikroskopis Pemeriksaan mikroskopik diperlukan untuk mengamati sel dan benda berbentuk partikel lainnya. Banyak macam unsur mikroskopik dapat ditemukan baik yang ada kaitannya dengan infeksi (bakteri, virus) maupun yang bukan karena infeksi misalnya perdarahan, disfungsi endotel dan gagal ginjal. Metode pemeriksaan mikroskopik sedimen urine lebih dianjurkan untuk dikerjakan dengan pengecatan Stenheimer-Malbin. Dengan pewarnaan ini, unsurunsur mikroskopik yang sukar terlihat pada sediaan natif dapat terlihat jelas. Pemeriksaan mikroskopis urine meliputi pemeriksaan sedimen urine. Tujuan dari pemeriksaan sedimen urine adalah untuk mengidentifikasi jenis sedimen yang dipakai untuk mendeteksi kelainan ginjal dan saluran kemih. Untuk pemeriksaan
sedimen urine diperlukan urine segar yaitu urine yang ditampung 1 jam setelah berkemih. Untuk mendapat sedimen yang baik diperlukan urine pekat yaitu urine yang diperoleh pagi hari dengan berat jenis > 1,023 atau osmolalitas > 300 m osm/kg dengan pH yang asam.. Berikut ini adalah pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan mikroskopis : a. Eritrosit Eritrosit dalam air seni dapat berasal dari bagian manapun dari saluran kemih. Secara
teoritis,
harusnya
tidak
dapat
ditemukan adanya eritrosit, namun dalam urine normal dapat ditemukan 0 – 3 sel/LPK. Hematuria adalah adanya peningkatan jumlah eritrosit dalam urin karena: kerusakan glomerular, tumor yang mengikis saluran kemih, trauma ginjal, batu saluran kemih, infeksi, inflamasi, infark ginjal, nekrosis tubular akut, infeksi saluran kemih atas dan bawah, nefrotoksin, dan lain-lain. Hematuria
dibedakan
menjadi
hematuria
makroskopik
(gross
hematuria) dan hematuria mikroskopik. Darah yang dapat terlihat jelas secara visual menunjukkan perdarahan berasal dari saluran kemih bagian bawah, sedangkan hematuria mikroskopik lebih bermakna untuk kerusakan glomerulus. Dinyatakan hematuria mikroskopik jika dalam urin ditemukan lebih dari 5 eritrosit/LPK. Hematuria mikroskopik sering dijumpai pada nefropati diabetik, hipertensi, dan ginjal polikistik. Hematuria mikroskopik dapat terjadi persisten, berulang atau sementara dan berasal dari sepanjang ginjal-saluran kemih.
Hematuria
persisten
banyak
dijumpai
pada
perdarahan glomerulus ginjal. Eritrosit dapat terlihat berbentuk normal, membengkak, krenasi, mengecil, shadow atau ghost cells dengan mikroskop cahaya. Spesimen segar dengan berat jenis 1,010-1,020, maka eritrosit berbentuk cakram normal. Eritrosit tampak bengkak dan hampir tidak berwarna pada urin yang encer, tampak mengkerut (crenated) pada urine yang pekat, dan tampak mengecil sekali dalam urine yang alkali. Selain itu, kadang-kadang eritrosit tampak seperti ragi.
Eritrosit dismorfik tampak pada ukuran yang heterogen, hipokromik, terdistorsi dan sering tampak gumpalan-gumpalan kecil tidak beraturan tersebar di membran sel. Eritrosit dismorfik
memiliki
bentuk
aneh
akibat
terdistorsi saat melalui struktur glomerulus yang abnormal. Adanya eritrosit dismorfik dalam urin menunjukkan penyakit glomerular seperti glomerulonefritis.
b. Leukosit Lekosit berbentuk bulat, berinti, granuler, berukuran kira-kira 1,5 – 2 kali eritrosit. Lekosit dalam urine umumnya adalah neutrofil (polymorphonuclear, PMN). Lekosit dapat berasal dari bagian manapun dari saluran kemih. Lekosit hingga 4 atau 5 per LP, umumnya masih dianggap normal. Peningkatan jumlah lekosit dalam urine (leukosituria atau piuria) umumnya menunjukkan adanya infeksi saluran kemih baik bagian atas atau bawah, sistitis, pielonefritis, atau glomerulonefritis akut. Leukosituria juga dapat dijumpai pada febris, dehidrasi, stress, leukemia tanpa adanya infeksi atau inflamasi, karena kecepatan ekskresi leukosit meningkat yang mungkin disebabkan karena adanya perubahan permeabilitas membran glomerulus atau perubahan motilitas leukosit. Pada kondisi berat jenis urin rendah, leukosit dapat ditemukan dalam bentuk sel Glitter merupakan lekosit PMN yang menunjukkan gerakan Brown butiran dalam sitoplasma. Pada suasana pH alkali leukosit cenderung berkelompok. Lekosit dalam urine juga dapat merupakan suatu kontaminan dari saluran urogenital, misalnya dari vagina dan infeksi serviks, atau meatus uretra eksterna pada laki-laki.
c. Sel epitel Sel Epitel Tubulus Sel epitel tubulus ginjal berbentuk bulat atau
oval,
lebih
besar
dari
leukosit,
mengandung inti bulat atau oval besar, bergranula dan biasanya terbawa ke urin dalam jumlah kecil. Namun, pada sindrom nefrotik dan dalam kondisi yang mengarah ke degenerasi saluran kemih, jumlahnya bisa meningkat. Jumlah sel tubulus ≥ 13 / LPK atau penemuan fragmen sel tubulus dapat menunjukkan adanya penyakit ginjal yang aktif atau luka pada tubulus, seperti pada nefritis, nekrosis tubuler akut, infeksi virus pada ginjal, penolakan transplnatasi ginjal, keracunan salisilat. Sel epitel tubulus dapat terisi oleh banyak tetesan lemak yang berada dalam lumen tubulus (lipoprotein yang menembus glomerulus), sel-sel seperti ini disebut oval fat bodies / renal tubular fat / renal tubular fat bodies. Oval fat bodies menunjukkan adanya disfungsi
disfungsi
glomerulus
dengan
kebocoran plasma ke dalam urin dan kematian sel epitel tubulus. Oval fat bodies dapat dijumpai pada
sindrom
nefrotik,
diabetes
mellitus lanjut, kerusakan sel epitel tubulus yang berat karena keracunan etilen glikol, air raksa. Selain sel epitel tubulus, oval fat bodies juga dapat berupa makrofag atau hisiosit. Sel epitel tubulus yang membesar dengan multinukleus (multinucleated giant cells) dapat dijumpai pada infeksi virus. Jenis virus yang dapat menginfeksi saluran kemih adalah Cytomegalovirus (CMV) atau Herpes simplex virus (HSV) tipe 1 maupun tipe 2.
Sel Epitel Transisional Sel epitel ini dari pelvis ginjal, ureter, kandung kemih (vesica urinaria), atau uretra, lebih besar dari sel epitel tubulus ginjal, dan agak lebih kecil dari sel epitel skuamosa. Sel epitel ini berbentuk bulat atau oval, gelendong
dan sering mempunyai tonjolan. Besar kecilnya ukuran sel epitel transisional tergantung dari bagian saluran kemih yang mana dia berasal. Sel epitel skuamosa adalah sel epitel terbesar yang terlihat pada spesimen urin normal. Sel epitel ini tipis, datar, dan inti bulat kecil. Mereka mungkin hadir sebagai sel tunggal atau sebagai kelompok dengan ukuran bervariasi.
Sel Skuamosa Epitel skuamosa umumnya dalam jumlah yang lebih rendah dan berasal dari permukaan kulit atau dari luar uretra. Signifikansi utama mereka adalah sebagai indikator kontaminasi.
d. Silinder Silinder (cast) adalah massa protein berbentuk silindris yang terbentuk di tubulus ginjal dan dibilas masuk ke dalam urine. Silinder terbentuk hanya dalam tubulus distal yang rumit atau saluran pengumpul (nefron distal). Tubulus proksimal dan lengkung Henle bukan lokasi untuk pembentukan morfologik
silinder. dan
Silinder
komposisinya.
dibagi-bagi
berdasarkan
Faktor-faktor
yang
gambaran mendukung
pembentukan silinder adalah laju aliran yang rendah, konsentrasi garam tinggi, volume urine yang rendah, dan pH rendah (asam) yang menyebabkan denaturasi dan precipitasi protein, terutama mukoprotein Tamm-Horsfall. Mukoprotein Tamm-Horsfall adalah matriks protein yang lengket yang terdiri dari glikoprotein yang dihasilkan oleh sel epitel ginjal. Semua benda berupa partikel atau sel yang terdapat dalam tubulus yang abnormal mudah melekat pada matriks protein yang lengket. Konstituen selular yang umumnya melekat pada silinder adalah eritrosit, leukosit, dan sel epitel tubulus, baik dalam keadaan utuh atau dalam berbagai tahapan disintegrasi. Apabila silinder mengandung sel atau bahan lain yang cukup banyak, silinder tersebut dilaporkan berdasarkan konstituennya. Apabila konstituen selular mengalami disintegrasi menjadi partikel granuler atau debris, biasanya silinder hanya disebut sebagai silinder granular.
1. Silinder hialin Silinder hialin atau silinder protein terutama
terdiri
(protein
dari
mucoprotein
Tamm-Horsfall)
dikeluarkan
oleh
sel-sel
yang tubulus.
Silinder ini homogen (tanpa struktur), tekstur
halus,
jernih,
sisi-sisinya
parallel, dan ujung-ujungnya membulat. Sekresi protein Tamm-Horsfall membentuk sebuah silinder hialin di saluran pengumpul. Silinder hialin tidak selalu menunjukkan penyakit klinis. Silinder hialin dapat dilihat bahkan pada pasien yang sehat. Sedimen urin normal mungkin berisi 0 – 1 silinder hialin per LPL. Jumlah yang lebih besar dapat dikaitkan dengan proteinuria ginjal (misalnya, penyakit glomerular) atau ekstra-ginjal (misalnya, overflow proteinuria seperti dalam myeloma). Silinder protein dengan panjang, ekor tipis terbentuk di persimpangan lengkung Henle's dan tubulus distal yang rumit disebut silindroid (cylindroids).
2. Silinder Eritrosit Silinder eritrosit bersifat granuler dan mengandung hemoglobin dari kerusakan eritrosit. Adanya silinder eritrosit disertai hematuria
mikroskopik
memperkuat
diagnosis untuk kelainan glomerulus. Cedera glomerulus yang parah dengan kebocoran eritrosit atau kerusakan tubular yang parah menyebabkan sel-sel eritrosit melekat pada matriks protein (mukoprotein Tamm-Horsfall) dan membentuk silinder eritrosit.
3. Silinder Leukosit Silinder lekosit atau silinder nanah, terjadi ketika leukosit masuk dalam matriks Silinder. Kehadiran mereka menunjukkan peradangan pada ginjal, karena silinder tersebut tidak akan terbentuk kecuali dalam ginjal. Silinder lekosit paling khas untuk pielonefritis akut, tetapi juga dapat ditemukan pada penyakit glomerulus (glomerulonefritis). Glitter sel (fagositik neutrofil) biasanya akan menyertai silinder lekosit. Penemuan silinder leukosit yang bercampur dengan bakteri mempunyai arti penting untuk pielonefritis, mengingat pielonefritis dapat berjalan tanpa keluhan meskipun telah merusak jaringan ginjal secara progresif.
4. Silinder Granular Silinder selular
granular
yang
adalah
mengalami
silinder
degenerasi.
Disintegrasi sel selama transit melalui sistem
saluran
kemih
menghasilkan
perubahan membran sel, fragmentasi inti, dan
granulasi
disintegrasi
sitoplasma.
awalnya
granular
Hasil kasar,
kemudian menjadi butiran halus.
5. Silinder Lilin (Waxy Cast) Silinder lilin adalah silinder tua hasil
silinder
mengalami
granular
perubahan
yang
degeneratif
lebih lanjut. Ketika silinder selular tetap berada di nefron untuk beberapa waktu sebelum mereka dikeluarkan ke kandung kemih, sel-sel dapat berubah menjadi silinder granular kasar, kemudian menjadi sebuah silinder granular halus, dan akhirnya,
menjadi silinder yang licin seperti lilin (waxy). Silinder lilin umumnya terkait
dengan penyakit
ginjal berat
dan amiloidosis ginjal.
Kemunculan mereka menunjukkan keparahan penyakit dan dilasi nefron dan karena itu terlihat pada tahap akhir penyakit ginjal kronis. Yang disebut telescoped urinary sediment adalah salah satu di mana eritrosit, leukosit, oval fat bodies, dan segala jenis silinder yang ditemukan kurang lebih sama-sama berlimpah. Kondisi yang dapat menyebabkan telescoped urinary sediment adalah: 1) lupus nefritis 2) hipertensi
ganas
3)
diabetes
glomerulosclerosis,
dan
4)
glomerulonefritis progresif cepat. Pada tahap akhir penyakit ginjal dari setiap penyebab, sedimen saluran kemih sering menjadi sangat kurang karena nefron yang masih tersisa menghasilkan urin encer.
e. Kristal Kristal yang sering dijumpai adalah kristal calcium oxallate, triple phosphate, dan asam urat. Penemuan kristal-kristal tersebut tidak mempunyai arti klinik yang penting. Namun, dalam jumlah berlebih dan adanya predisposisi antara lain infeksi, memungkinkan timbulnya penyakit "kencing batu", yaitu terbentuknya batu ginjal-saluran kemih (lithiasis) di sepanjang ginjal – saluran kemih, menimbulkan jejas, dan dapat menyebabkan fragmen sel epitel terkelupas. Pembentukan batu dapat disertai kristaluria, dan penemuan kristaluria tidak harus disertai pembentukan batu. 1. Kalsium Oksalat Kristal ini umum dijumpai pada spesimen urine bahkan pada pasien yang sehat. Mereka dapat terjadi pada urin dari setiap pH, terutama pada pH yang asam. Kristal bervariasi dalam ukuran dari cukup besar untuk sangat kecil. Kristal ca-oxallate bervariasi dalam ukuran, tak berwarna, dan bebentuk amplop atau halter. Kristal dapat muncul dalam spesimen urine setelah konsumsi makanan tertentu (misalnya: asparagus, kubis, dll) dan keracunan ethylene glycol. Adanya 1-5 (+) kristal Ca-oxallate per LPL masih
dinyatakan normal, tetapi jika dijumpai lebih dari 5 ( ++ atau +++ ) sudah dinyatakan abnormal. 2. Triple Fosfat Seperti halnya Ca-oxallate, triple fosfat juga dapat dijumpai bahkan pada orang yang sehat. Kristal terlihat berbentuk prisma empat persegi panjang seperti tutup peti mati (kadang-kadang
juga
bentuk daun atau
bintang), tak berwarna dan larut dalam asam cuka
encer.
Meskipun
mereka
dapat
ditemukan dalam setiap pH, pembentukan mereka lebih disukai di pH netral ke basa. Kristal dapat muncul di urin setelah konsumsi makan tertentu (buah-buahan). Infeksi saluran kemih dengan bakteri penghasil urease (mis. Proteus vulgaris) dapat mendukung pembentukan kristal (dan urolithiasis) dengan meningkatkan pH urin dan meningkatkan amonia bebas. 3. Asam Urat Kristal asam urat tampak berwarna kuning ke coklat, berbentuk belah ketupat (kadangkadang berbentuk jarum atau mawar). Dengan pengecualian langka, penemuan kristal asam urat dalam urin sedikit memberikan nilai klinis, tetapi lebih merupakan zat sampah metabolisme normal; jumlahnya tergantung dari jenis makanan, banyaknya makanan, kecepatan metabolisme dan konsentrasi urin. Meskipun peningkatan 16% pada pasien dengan gout, dan dalam keganasan limfoma atau leukemia, kehadiran mereka biasanya tidak patologis atau meningkatkan konsentrasi asam urat. 4. Sistin (Cystine) Cystine berbentuk heksagonal dan tipis. Kristal ini muncul dalam urin sebagai akibat dari cacat genetic atau penyakit hati yang parah. Kristal dan batu sistin dapat dijumpai pada cystinuria dan homocystinuria. Terbentuk
pada pH asam dan ketika konsentrasinya > 300mg. Sering membingungkan dengan kristal asam urat. Sistin crystalluria atau urolithiasis merupakan indikasi cystinuria, yang merupakan kelainan metabolisme bawaan cacat yang melibatkan reabsorpsi tubulus ginjal tertentu termasuk asam amino sistin. 5. Leusin dan Tirosin Leusin dan tirosin adalah kristal asam amino dan sering muncul bersama-sama dalam penyakit hati yang parah. Tirosin tampak
sebagai
jarum
yang
tersusun
sebagai berkas atau mawar dan kuning. Leusin muncul-muncul berminyak bola dengan radial dan konsentris striations. Kristal leucine dipandang sebagai bola kuning dengan radial konsentris. Kristal ini kadang-kadang dapat keliru dengan sel-sel, dengan pusat nukleus yang menyerupai. Kristal dari asam amino leusin dan tirosin sangat jarang terlihat di sedimen urin. Kristal ini dapat diamati pada beberapa penyakit keturunan seperti tyrosinosis dan "penyakit Maple Syrup". Lebih sering kita menemukan kristal ini bersamaan pada pasien dengan penyakit hati berat (sering terminal). 6. Kristal Kolesterol Kristal kolesterol tampak regular atau irregular , transparan, tampak sebagai pelat tipis empat persegi panjang dengan satu (kadang dua) dari sudut persegi memiliki takik. Penyebab kehadiran kristal kolesterol tidak jelas, tetapi diduga memiliki makna klinis seperti oval fat bodies. Kehadiran kristal kolesterol sangat jarang dan biasanya disertai oleh proteinuria 7. Kristal lain Berbagai macam jenis kristal lain yang dapat dijumpai dalam sedimen urin misalnya adalah sebagai berikut a) Kristal dalam urin asam : Natirum urat: tak berwarna, bentuk batang ireguler tumpul, berkumpul membentuk roset.
Amorf urat: warna kuning atau coklat, terlihat sebagai butiran, berkumpul. b) Kristal dalam urin alkali : Amonium urat (atau biurat) : warna kuning-
coklat, bentuk bulat tidak teratur, bulat berduri, atau bulat bertanduk. Ca-fosfat : tak berwarna, bentuk batang-
batang
panjang,
berkumpul
membentuk
rosset. Amorf fosfat : tak berwarna, bentuk butiran-butiran, berkumpul. Ca-karbonat : tak berwarna, bentuk bulat kecil, halter.
Secara umum, tidak ada intepretasi klinis, tetapi jika terdapat dalam jumlah yang banyak, mungkin dapat menimbulkan gangguan. Banyak obat diekskresikan dalam urin mempunyai potensi untuk membentuk kristal, seperti kristal Sulfadiazin dan Sulfonamida seperti gambar dibawah ini
f. Bakteri Bakteri yang umum dalam spesimen urin karena banyaknya mikroba flora normal vagina atau meatus uretra eksternal dan karena kemampuan mereka untuk cepat berkembang biak di urine pada suhu kamar. Bakteri juga dapat disebabkan oleh kontaminan dalam wadah pengumpul, kontaminasi tinja, dalam urine yang dibiarkan lama (basi), atau memang dari infeksi di saluran kemih. Oleh karena itu pengumpulan urine harus dilakukan dengan benar. Diagnosis bakteriuria dalam kasus yang dicurigai infeksi saluran kemih memerlukan tes biakan kuman (kultur). Hitung koloni juga dapat dilakukan
untuk melihat apakah jumlah bakteri yang hadir signifikan. Umumnya, lebih dari 100.000/ml dari satu organisme mencerminkan bakteriuria signifikan. Beberapa organisme mencerminkan kontaminasi. Namun demikian, keberadaan setiap organisme dalam spesimen kateterisasi atau suprapubik harus dianggap signifikan.
3. Pemeriksaan Kimia Urin Pemeriksaan kimia urin dapat dilakukan dengan analisa dipstick. Dipstick adalah strip reagen berupa strip plastik tipis yang ditempeli kertas seluloid yang mengandung bahan kimia tertentu sesuai jenis parameter yang akan diperiksa. Urine Dip merupakan analisis kimia cepat untuk mendiagnosa berbagai penyakit. Uji kimia yang tersedia pada reagen strip umumnya adalah : glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, pH, berat jenis, darah, keton, nitrit, dan leukosit esterase. Prosedur Tes analisa Dipstick sebagai berikut : 1. Mengambil hanya sebanyak strip yang diperlukan dari wadah dan segera tutup wadah. 2. Mencelupkan strip reagen sepenuhnya ke dalam urin selama dua detik (waktu tergantung jenis pemeriksaan). 3. Menghilangkan
kelebihan
urine
dengan
menyentuhkan strip di tepi wadah spesimen atau dengan meletakkan strip di atas secarik kertas tisu. 4. Perubahan warna diinterpretasikan dengan membandingkannya dengan skala warna rujukan, yang biasanya ditempel pada botol/wadah reagen strip. 5. Memperhatikan waktu reaksi untuk setiap item. Hasil pembacaan mungkin tidak akurat jika membaca terlalu cepat atau terlalu lambat, atau jika pencahayaan kurang. Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual. Pemakaian reagen strip haruslah dilakukan secara hati-hati. Oleh karena itu harus diperhatikan cara kerja dan batas waktu pembacaan seperti yang tertera dalam leaflet. Setiap habis mengambil 1 batang reagen strip, botol/wadah harus segera ditutup kembali dengan rapat, agar terlindung dari kelembaban, sinar, dan uap kimia. Setiap
strip harus diamati sebelum digunakan untuk memastikan bahwa tidak ada perubahan warna. Pemeriksaan kimia urine berguna untuk menunjang diagnosis kelainan di luar ginjal seperti kelainan metabolism karbohidrat, fungsi hati, gangguan keseimbangan asam basa, kelainan ginjal, dan saluran kemih seperti infeksi traktus urinarius. berikut ini merupakan pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan kimia urine : 1. pH urine pH normal urine adalah 4,8-7,4 (rujukan yang digunakan oleh Laboratorium Parahita). pH tidak banyak berarti dalam pemeriksaan penyaring. Akan tetapi pada gangguan keseimbangan asam-basa penetapan itu memberi gambaran tentang keadaan dalam tubuh, apalagi jika disertai penetapan jumlah asam yang diekskresikan dalam waktu tertentu, dan juga jumlah ion NH4. Selain pada keadaan tersebut di atas, pemeriksaan pH urine segar dapat memberi petunjuk kearah infeksi saluran kemih. Infeksi oleh E. coli biasanya menghasilkan urine asam, sedangkan infeksi oleh Proteus yang merombak ureum menjadi amoniak menyebabkan urine menjadi basa. Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH urine :
pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran kemih (Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO2 dan ammonia), terapi alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal, spesimen basi.
pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak), asidosis sistemik (kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis respiratorik atau metabolic memicu pengasaman urine dan meningkatkan ekskresi NH4+), terapi pengasaman.
2. Glukosa urine Kurang dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh glomerulus muncul dalam urin (kurang dari 130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun. Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus. Namun, glukosuria dapat terjadi tidak sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, oleh karena itu
glukosuria tidak selalu dapat dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes mellitus. Untuk pengukuran glukosa urine, reagen strip diberi enzim glukosa oksidase (GOD), peroksidase (POD) dan zat warna. Pemeriksaan glukosa urine dapat menggunakan: a. Metode Fehling Prinsip : Dengan pemanasan urine dalam suasana alkali, glukosa akan mereduksi cupri sulfat menjadi cupro oksida. Pengendapan cupri hidroksida dicegah dengan penambahan kalium natrium tartrate. b. Metode Benedict Prinsip : Glukosa dalam urine akan mereduksi garam-garam kompleks yang terdapat pada pereaksi benedict (ion cupri direduksi menjadi cupro) dan mengendap dalam bentuk CuO dan Cu2O. Interpretasi hasil pada metode Fehling dan Benedict: (-)
: tetap biru, biru kehijauan.
(+1) : hijau kekuning-kuningan dan keruh (sesuai dengan 0,5 – 1 % glukosa) (+2) : kuning keruh (1 – 1,5 % glukosa) (+3) : jingga atau warna lumpur keruh (2 – 3,5 % glukosa) (+4) : merah bata (lebih dari 3,5 % glukosa)
3. Bilirubin urine Bilirubin yang dapat dijumpai dalam urine adalah bilirubin direk (terkonjugasi), karena tidak terkait dengan albumin, sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan ke dalam urine bila kadar dalam darah meningkat. Bilirubinuria dijumpai pada ikterus parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik hepar), ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai ikterik. Bilirubin secara normal tidak terdapat dalam urine, namun dalam jumlah yang sangat sedikit dapat berada dalam urine, tanpa terdeteksi melalui pemeriksaan rutin. Bilirubin terbentuk dari penguraian hemoglobin dan ditranspor menuju hati, tempat bilirubin berkonjugasi atau tak langsung bersifat larut dalam lemak, serta tidak dapat diekskresikan ke dalam urine. Bilirubinuria mengindikasikan
kerusakan hati atau obstruksi empedu dan kadarnya yang besar ditandai dengan warna kuning. Pemeriksaan bilirubin urine berdasarkan reaksi antara garam diazonium dengan bilirubin dalam suasana asam kuat yang menimbulkan kompleks yang berwarna coklat muda hingga merah coklat dalam waktu 30 detik. Hasilnya dilaporkan sebagai negative, +1 (0,5 mg/dl), +2 (1 mg/dl) atau +3 (3 mg/dl). Sensitivitas pemeriksaan ini adalah 0,2 – 0,4 mg/dl. Hasil yang positif harus dikonfirmasi dengan test Harrison dimana bilirubin telah diendapkan oleh Barium chloride akan dioksidasi dengan reagen Fouchet menjadi biliverdin yang berwarna hijau. Hasil positif pada tes Harisson,ditandai dengan filtrate yang berwarna hijau pada kertas saring.
4. Urobilinogen urine Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin yang terkonjugasi mencapai area duodenum, tempat bakteri dalam usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sebagian besar urobilinogen berkurang dalam feses dan sejumlah besar kembali ke hati melalui aliran darah. Kemudian urobilinogen diproses ulang menjadi empedu kira-kira ejumlah 1% diekskresi oleh ginjal di dalam urine. Spesimen urine harus segera diperiksa dalam setengah jam karena urobilinogen urine dapat teroksidasi menjadi urobilin. Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel hepar menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang melebehi batas kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi. Urobilinogen meninggi dijumpai pada : destruksi hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika atau anemia hemolitik oleh sebab apapun), kerusakan parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis hepar, keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan kronik, obstruksi usus, mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit. Urobilinogen urine menurun dijumpai pada ikterik obstruktif, kanker pankreas, penyakit hati yang parah (jumlah empedu yang dihasilkan hanya sedikit), penyakit inflamasi yang parah, kolelitiasis, diare yang berat. Pemeriksaan urobilinogen dalam urine berdasarkan reaksi antara urobilinogen dengan reagen Ehrlich (paradimethylaminobenzaldehyde, serta buffer asam). Intensitas warna yang terjadi dari jingga hingga merah tua, dibaca dalam waktu 60
detik, warna yang timbul sesuai dengan peningkatan kadar urobilinogen dalam urine. Urine yang terlalu alkalis menunjukkan kadar urobilinogen yang lebih tinggi, sedangkan urine yang terlalu asam menunjukkan kadar urobilinogen yang lebih rendah dari seharusnya. Kadar nitrit yang tinggi juga menyebabkan hasil negatif palsu. Hasil positif dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat disebabkan oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat mengeluarkan sejumlah kecil urobilinogen.
5. Keton dalam urine Badan keton (aseton, asam aseotasetat, dan asam β-hidroksibutirat) diproduksi untuk menghasilkan energi saat karbohidrat tidak dapat digunakan. Asam aseotasetat dan asam β-hidroksibutirat merupakan bahan bakar respirasi normal dan sumber energi penting terutama untuk otot jantung dan korteks ginjal. Apabila kapasitas jaringan untuk menggunakan keton sudah mencukupi maka akan diekskresi ke dalam urine, dan apabila kemampuan ginjal untuk mengekskresi keton telah melampaui batas, maka terjadi ketonemia. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah aseton dan asam asetoasetat. Ketonuria disebabkan oleh kurangnya intake karbohidrat (kelaparan, tidak seimbangnya diet tinggi lemak dengan rendah karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan gastrointestinal), gangguan metabolisme karbohidrat (mis. diabetes), sehingga tubuh mengambil kekurangan energi dari lemak atau protein, febris. Berdasarkan reaksi antar asam asetoasetat dengan senyawa nitroprusida. Warna yang dihasilkan adalah coklat muda bila tidak terjadi reaksi, dan ungu untuk hasil yang positif. Hasilnya dilaporkan sebagai negatif, trace (5 mg/dl), +1 (15 mg/dl), +2 (40 mg/dl), +3 (80 mg/dl) atau +4 (160 mg/dl). Hasil positif palsu dapat terjadi apabila urine banyak mengandung pigmen atau metabolit levodopa serta phenylketones. Urine yang mempunyai berat jenis tinggi, pH yang rendah, dapat memberikan reaksi hingga terbaca hasil yang sangat sedikit (5 mg/dl).
6. Protein Urine Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal. Normal ekskresi protein urine biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl dalam setiap satu spesimen. Lebih dari 10 mg/ml didefinisikan sebagai proteinuria. Sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari individu sehat karena perubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak seimbang dengan daging dapat menyebabkan protein dalam jumlah yang signifikan muncul dalam urin. Pra-menstruasi dan mandi air panas juga dapat menyebabkan jumlah protein tinggi. Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan ekskresi albumin merupakan petanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan karena penyakit glomeruler, diabetes mellitus, dan hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi globulin dengan berat molekul rendah merupakan petanda yang sensitif untuk beberapa tipe penyakit tubulointerstitiel. Proteinuria biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal akibat kerusakan glomerulus dan atau gangguan reabsorpsi tubulus ginjal. Pemeriksaan protein dalam urine berdasarkan pada prinsip kesalahan penetapan pH oleh adanya protein. Sebagai indikator digunakan tertrabromphenol blue yang dalam suatu sistem buffer akan menyebabkan pH tetap konstan. Akibat kesalahan penetapan pH oleh adanya protein, urine yang mengandung albumin akan bereaksi dengan indikator menyebabkan perubahan warna hijau muda sampai hijau. Indikator tersebut sangat spesifik dan sensitif terhadap albumin. Perubahan warna yang terjadi dalam waktu 60 detik. Hasilnya dilaporkan sebagai negative, +1 (30 mg/dl), +2 (100 mg/dl), +3 (300 mg/dl) atau +4 (2000 mg/dl). Pemeriksaan protein urine dapat juga menggunakan: a. Metode Rebus Prinsip : Untuk menyatakan adanya urine yang ditunjukkan dengan adanya kekeruhan dengan cara penambahan asam akan lebih mendekatkan ke titik isoelektris dari protein. Pemanasan selanjutnya mengadakan denaturasi sehingga terjadi presipitasi yang dinilai secara semi kuantitatif. b. Metode Sulfosalisilat Prinsip dari metode sulfosalisilat sama dengan metode Rebus. Interpretasi hasil metode Rebus dan Sulfosalisilat:
(-)
: tetap jernih.
(+1) : ada kekeruhan ringan tanpa butir-butir (0,01 – 0,05 g/dl) (+2) : kekeruhan mudah dilihat dan tampak butir-butir (0,05 – 0,2 g/dl) (+3) : urine jelas keruh dan kekeruhan itu jelas berkeping-keping (0,2 – 0,5 g/dl) (+4) : urine sangat keruh dan bergumpal (lebih dari 0,5 g/dl) c. Metode Heller Prinsip : Adanya protein dalam urine akan bereaksi dengan HNO3 pekat membentuk cincin putih.
BAB III PENUTUPAN
A.
Kesimpulan
Dalam urinalisis, terdapat beberapa pemeriksaan terhadap urine, yaitu: 1.
Pemeriksaan Makroskpois, meliputi: volume, bau, buih, kejernihan, warna, dan berat jenis urine.
2.
Pemeriksaan Mikroskopis, meliputi : eritrosit, leukosit, sel epitel, kristal, silinder, dan bakteri pada urine.
3.
Pemeriksaan Kimia, melipuri : pH, glukosa, bilirubin, urobilinogen, badan keton, dan protein dalam urine.
Urinalisis berguna untuk mendiagnosis penyakit ginjal atau infeksi salurah kemih, dan untuk mendeteksi adanya penyakit metabolik yang tidak berhubungan dengan ginjal, selain itu juga mengindikasikan beberapa penyakit sangat penting. Pemeriksaan urin tidak hanya dapat memberikan fakta-fakta tentang ginjal dan saluran urin tetapi juga mengenai faal berbagai organ dalam beberapa tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas dan korteks adrenal
B.
Daftar Pustaka. 1. Kee, Joyce LoFever. 2007. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, Edisi 6. Jakarta: Penertbit Buku Kedokteran ECG 2. Pemeriksaan Urinalisis, http://redboxmedicalplus.wordpress.com/2013/07/29/pemeriksaan-urinalisis/ (diakses tanggal 4 Oktober 2014) 3. Urinalisis Makroskopis, http://labkesehatan.blogspot.com/2010/02/urinalisis-1.html (diakses tanggal 4 Oktober 2014) 4. Urinalisis Mikroskopis, http://labkesehatan.blogspot.com/2010/02/urinalisis-2analisis-mikroskopik.html (diakses tanggal 4 Oktober 2014) 5. Urin, http://id.wikipedia.org/wiki/Urin (diakses tanggal 4 Oktober 2014)