REFERAT URINALISIS
Pembimbing :
Pembimbing :
dr. Achmad Rizky Herda, SpU dr. Rajasa Herwandar, SpU
Disusun oleh: Ayu Fitriah 030.13.034
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
i
LEMBAR PENGESAHAN
Referat dengan judul : “Urinalisis” Urinalisis” Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD Karawang
Disusun oleh: Ayu Fitriah 030.13.034
Telah diterima dan disetujui oleh Dr. Rajasa, SpU dan dr Herda, SpU selaku dokter pembimbing Departemen Ilmu Bedah RSUD Karawang
Jakarta, 21 Juni 2018 Mengetahui,
Dr. Achmad Rizky Herda, SpU Dr. Rajasa Herwandar, SpU
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Urinalisis” Urinalisis” dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada dr. Rajasa, SpU dan dr. Herda, SpU selaku pembimbing, yang telah memberikan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas referat ini. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan sejawat yang telah memberi saran dan kritik dalam pembuatan referat ini. Penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan penulisan dalam referat ini serta penulis mengharapkan agar referat ini dapat bermanfaat di kemudian hari.
Jakarta, 21 Juni 2018 Penulis
Ayu Fitriah
iii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang .................................. ........................................................ ............................................ ...................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi dan Fisiologi Sistem Urogenital .................................... .................................... 2
2.2
Pembentukan Urin .......................................... ................................................................ .............................. ........ 4
2.3
Komposisi Urin ............................................ .................................................................. ................................. ........... 6
2.4
Pemeriksaan Urinalisis ........................................... ................................................................. ...................... 6 2.4.1 Definisi & Indikasi .......................................... ................................................................. .......................... ... 6 2.4.2 Pemeriksaan Pra-analitik Urinalisis .......................................... .......................................... 7 2.4.3 Pemeriksaan Analitik Urinalisis ............................................ ................................................ .... 8
........................................................... ......................................... ................... 16 DAFTAR PUSTAKA .....................................
iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih) (1). Salah satu organ yang berperan dalam pembentukan urin adalah ginjal, ginjal adalah organ tubuh yang berperan dalam mempertahankan kestabilan volume, komposisi elektrolit, dan osmolalitas cairan ekstra sel dengan melakukan penyesuaian jumlah air dalam tubuh atau yang dikeluarkan melalui urin (2) Unit fungsional ginjalyang disebut nefron akan menjalankan fungsi ginjal sebagai fungsi regulatorik dan ekskretoriknya. Proses dasar regulatorik dan ekskretorik tersebut dibagi dalam tiga proses yaitu filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus,dan sekresi tubulus. Cairan yang sudah melewati proses filtrasi dan sekresi pada tubulus tetapi tidak ti dak diabsorpsi kembali di tubulus akan dikeluarkan dikeluar kan sebagai urin melalui sistem kemih yang lain (2). Terkait dengan mekanisme tersebut maka kelainan pada urin dapat menjadi indikasi kerusakan pada ginjal maupun sistem kemih lainnya(3). Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat mengidentifikasikan kerusakan ginjal, salah satunya urinalisis. Urinalisis adalah pemeriksaan sampel urin secara fisik, kimia dan mikroskopik. Tes ini merupakan salah satu tes yang sering diminta oleh para klinisi. Tes urin menjadi lebih populer karena dapat membantu menegakkan diagnosis , mendapatkan informasi mengenai fungsi organ dan metabolisme tubuh. tubuh. Selain itu tes urin dapat mendeteksi kelainan yang asimptomatik, mengikuti pejalanan penyakit dan hasil pengobatan(4,5). Urinalisis merupakan pemeriksaan rutin ketiga yang paling sering dilakukan setelah pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan kimia serum/plasma . Urinalisis juga merupakan pemeriksaan kimia yang umum dilakukan pada anak-anak dan remaja (3).
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Urinaria Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan
darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). (1) Susunan sistem perkemihan terdiri dari dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin, dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), satu vesika urinaria tempat urin dikumpulkan, dan satu uretra urin dikeluarkan dari vesika urinaria. (6) Untuk sistem genitalia eksterna pada pria dan wanita berbeda, pada pria terdiri dari penis, testis dan skrotum; sedangkan wanita berupa vagina, uterus dan ovarium. (1)
Gambar 1. Anatomi Sistem Urogenital Pria 1.1.1
Ginjal Ginjal terletak pada dinding posterior di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dextra yang besar. (4) Ginjal dibagi menjadi dua daerah yaitu korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat terang dan medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap (7). Korteks ginjal mengandung jutaan nefron yang berfungsi dalam penyaringan darah. Setiap nefron terdiri ter diri dari glomerulus dan tubulus. Medula Me dula ginjal terdiri dari beberapa massa triangular disebut piramida ginjal dengan 2
basis menghadap korteks dan bagian apeks yang menonjolke medial. Piramida ginjal berguna untuk mengumpulkan hasil ekskresi yang kemudian disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis ginjal (7). Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masingmasing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores. Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius (4) Ginjal mendapatkan vaskularisasi dari arteri renalis yang merupakan percabangan dari aorta abdominalis yang mensuplai masing-masing mas ing-masing ginjal dan masuk ke hilus melalui cabang anterior dan posterior. Kedua arteri tersebut menyebar sampai ke medulla ginjal, yang terletak diantara piramid disebut arteri interlobaris. Dari arteri interlobaris, pada bagian medula ada arteri yang melewati basis piramid disebut arteri arquata. Arteri arquata bercabang menjadi arteri interlobularis yang berjalan tegak ke dalam korteks. Arteriol aferen berasal dari arteri interlobularis. Satu arteriol aferen membentuk 50 kapiler yang membentuk glomerulus. Arteriol eferen meninggalkan setiap glomerulus dan membentuk jaringan kapiler peritubular yang mengelilingi tubulus proksimal dan distal untuk memberi nutrien serta mengeluarkan zat-zat yang direabsorpsi. Kapiler peritubular mengalir kedalam vena korteks yang kemudian menyatu membentuk vena interlobularis. Vena arquata menerima darah dari vena interlobaris yang bergabung dan bermuara ke dalam vena renalis yang kemudian akan mengalirkan darah ke vena kava inferiot (4) Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. (5) Sistem kemih khususnya ginjal berperan dalam mempertahankan keseimbangan dalam tubuh yaitu dengan mengatur banyaknya zat-zat dalam plasma, khususnya elektrolit dan airdengan cara menyerap kembali zat yang masih dibutuhkan tubuh dan membuang sisa metabolik yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh melalui pengeluaran urin (7).
3
1.1.2
Ureter Organ berbentuk tabung kecil untuk mengalirkan urine dari ginjal ke dalam vesika urinaria. Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya Panjangnya ±25-34 cm, dengan dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin urin masuk ke dalam kandung kemih. (8) Lapisan dinding ureter terdiri dari dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa) , Lapisan tengah lapisan otot polos, Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
1.1.3
Kandung kemih (vesika urinaria) Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet. Vesika urinasia dapat menampung urin dengan kapasitas maksimal 300450ml. Jika penuh, mampu mencapai umbilicus di rongga abdominalis (8).
1.1.4
Uretra Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi menyalurkan men yalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya kira-kira kira- kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari uretra pars prostatika, uretra pars membranosa, uretra pars spongiosa. Uretra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm. sphincter uretra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini hanya sebagai saluran ekskresi.(7)
2.2 Pembentukan Urin
Ginjal merupakan tempat yang digunakan untuk mengeluarkan zat sisa metabolisme dalam bentuk urine. Proses pembentukan urine melalui tiga tahapan yaitu melalui mekanisme filtrasi, reabsorpsi dan sekresi. Proses pertama dalam pembentukan urine adalah proses filtrasi yaitu proses perpindahan cairan dari glomerulus menuju ke kapsula bowman dengan menembus membrane filtrasi. Membran filtrasi terdiri dari tiga bagian utama yaitu: sel endothelium glomerulus, membrane basiler, epitel kapsula bowman(2). Glomerulus berfungsi sebagai filtrasi yaitu menahan sel darah dan protein
4
agar tidak ikut diekskresi(9). Setelah dapat dapat melewati membran glomerulus, glomerulus, tekanan darah pada kapiler akan menginduksi filtrasi glomerulus. Penyerapan darah yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh Kapsul Bowman yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat yang akan diteruskan ke tubulus ginjal. Cairan yang disaring ini disebut filtrat glomerulus (2). Filtrat glomerulus memiliki zat-zat yang masih dibutuhkan oleh tubuh, sehingga filtrat akan berpindah dari dalam tubulus ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan ini disebut sebagai reabsorpsi tubulus, Reabsorpsi merupakan proses yang kedua setelah terjadi filtrasi diglomerulus(10). Sel-sel tubulus renalis secara selektif mereabsorpsi zat-zat yang terdapat pada urine primer dimana terjadi reabsorpsi tergantung dengan kebutuhan. Zat-zat makanan yang terdapat di urine primer akan direabsorpsi
secara
keseluruhan,
sedangkan
reabsorpsi
garam-garam
anorganik
direabsorpsi tergantung jumlah garam – garam – garam garam anorganik di dalam plasma darah. Proses reabsorpsi terjadi dibagian tubulus kontortus proksimal yang nantinya akan dihasilkan urine sekunder setelah prosesreabsorpsi selesai. Proses reabsorpsi air di tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distal. Proses reabsorpsi akan terjadi penyaringan asam amino, glukosa, asam asetoasetat, vitamin, garam- garam anorganik dan air. Setelah pembentukan urine sekunder maka di dalam urine sekunder sudah tidak memiliki kandungan zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh lagi sehingga nantinya urine yang dibuang benar-benar memiliki kandungan zat yang tidak dibutuhkan tubuh manusia
(2)
Urine sekunder yang dihasilkan tubulus proksimal dan lengkung Henle akan mengalir menuju tubulus kontortus distal. Urine sekunder akan melalui pembuluh kapiler darah untuk melepaskan zat-zat yang sudah tidak lagi berguna bagi tubuh. Selanjutnya, terbentuklah urine yang sesungguhnya. Urine ini akan mengalir dan berkumpul di tubulus kolektivus (saluran pengumpul) untuk kemud ian bermuara ke rongga ginjal. Urin merupakan suatu larutan yang kompleks dan mengandung bermacammacam bahan organik maupun anorganik. Komposisi urin tergantung dari bahan makanan yang dimakan, keadaan metabolisme tubuh, dan kemampuan ginjal untuk mengadakan seleksi. Sehingga komposisi urin dapat mencerminkan kemampuan ginjal untuk menahan dan menyerap bahan-bahan yang penting untuk metabolisme dasar dan mempertahankan homeostasis tubuh. Normalnya jumlah bahan yang terdapat dalam urin selama 24 jam adalah 35 gram bahan organik dan 25 gram bahan anorganik (10).
5
2.3 Komposisi Urin
Komposisi urine yang paling utama adalah terdiri dari air, urine pada kondisi normal umumnya mengandung 90% air. Kandungan lainnya urea, asam urat dan ammonia yang merupakan zat sisa dari pembongkaran protein, zat warna empedu yang membuat warna urine kita menjadi kuning, bermacam-macamgaram / NaCl, dan terdapat beberapa zat yang beracun(11).
2.4 Pemeriksaan Urinalisis 2.4.1 Defisini & Indikasi
Urinalisis adalah pemeriksaan sampel urin secara fisik, kimia
dan
mikroskopik. Tes ini merupakan salah satu tes yang sering diminta oleh para klinisi. Tes urin menjadi lebih populer karena dapat membantu menegakkan diagnosis , mendapatkan informasi mengenai fungsi fungsi organ dan metabolisme tubuh. Selain itu tes urin dapat mendeteksi kelainan yang asimptomatik, mengikuti pejalanan penyakit dan hasil pengobatan(4,5). Pemeriksaan urin dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
(12)
(1) Periksaan fisik urin berupa warna, kejernihan, berat jenis,dan bau (2) Pemeriksaan kimia atau uji dipstik yaitu melihat kadar zat-zat dalam urin yaitu protein, glukosa, keton, eritrosit, bilirubin, uribilinogen, nitrit, esterase leukosit, dan berat jenis spesifik (3) Pemeriksaan mikroskopik urin untuk melihat sedimen urin Permintaan urinalisis diindikasikan pada pasien dengan evalusi kesehatan secara umum, gangguan endokrin, gangguan pada ginjal atau traktus urinarius, monitoring pasien dengan diabetes, kehamilan, kasus toksikologi atau over dosis obat(12).
6
2.4.2 Pemeriksaan Pra-analitik Urinalisis (4,13,12,14)
Volume urin dapat dipengaruhi oleh jumlah cairan yang masuk dan keluar tubuh, pengeluaran hormon antidiuretik, dan kebutuhan tubuh untuk mengeluarkan lebih banyak zat terlarut seperti glukosa atau garam. Normalnya urin mengandung 95% air dan 5% zat terlarut. Wadah penampung urin harus bersih dan kering. Bentuk yang baik dari penampung urin berupa gelas bermulut lebar dan memiliki penutup. Urin yang sudah ditampung diberi label tentang identitas pasien, waktu pengambilan urin, dan informasi tambahan seperti nama pemeriksa. Jika hendak melakukan pemindahan urin dari satu wadah ke wadah lainnya maka sebelum dipindahkan urin dikocok terlebih dahulu agar setiap endapan ikut berpindah Untuk pemeriksaan glukosa sebaiknya tidak dianjurkan untuk makan zat yang dapat mereduksi seperti vitamin C, penisilin,streptomisin, kloral hidrat,dan salisilat yang dapat menganggu hasil pemeriksaan. Obat yang memberikan warna pada urin dapat mengganggu mengganggu pembacaan hasil tes seperti piridium yang yang akan menyebabkan warna merah pada urin dan dapat mengganggu pembacaan bilirubin. Urin yang dikumpulkan hendaknya dihindari dari kotaminasi sekret vagina, smegma, rambut pubis, bedak, minyak, lotion dan bahan yang berasal dari luar. Pada pasien anak, urin sebaiknya tidak diambil dari diaspers. diaspers. Urin yang sudah ditampung akan sangat mudah mengalami perubahan komposisi sehingga pemeriksaan urin harus dilakukan secepatnya. Urin harus diperiksa sebelum dua jam dari waktu pengumpulan urin dilakukan, jika tidak maka dapat dimasukkan ke refrigerator pada suhu 2°C-8°C dan penudaan dan penudaan tidak lebih dari 8 jam. Penyimpanan urin di refrigerator akan mengurangi pertumbuhan bakteri dan metabolisme dalam urin tersebut . Beberapa jenis urin yang digunakan saat pemeriksaan : a. Urin sewaktu adalah urin yang dapat dikemihkan kapan saja dan digunakan untuk pemeriksaan penyaring rutin. b. Urin pagiadalah urin yang pertama kali dikeluarkan di pagi hari yang konsentrasinya lebih pekat. Urin pagi digunakan untuk pemeriksaan sedimen urin, berat jenis, protein,dan tes kehamilan.
7
c. Urin puasa (second morning after fasting) adalah urin yang dikemihkan setelah urin pagidan setelah puasa. Urin puasa digunakan untuk memonitoring kadar glukosa urin. d. Urin postprandiala dalah urin yang dikemihkan 2 jam setelah makan e. Urin tampung 12 atau 24 jam adalah urin yang dikumpulkan selama 12 jam atau 24 jam menggunakan pengawet dan digunakan untuk pemeriksaan klirens f. Urin tampung 3 gelas biasanya digunakan untuk diagnosis kelainan prostat. Setiap gelas urin mempunyai tujuan pemeriksaan yang bebeda yaitu gelas urin 1 untuk melihat sel dari pars anterior dan pars prostatica uretra, gelas urin 2 melihat kandung kencing, dan gelasurin 3 khusus untuk pars prostatica dan getah prostat
Menurut cara pengaambilannya, sampel urin dibagi menjadi : a.
Urin kateter adalah urin steril yang diambil dengan bantuan kateter yang digunakan untuk kultur bakteri
b.
Urin pancaran tengah adalah pengambilan urin yang paling mudah dan aman. Sebelum pengambilan urin,gland penis atau labia harus dibersihkan terlebih dahulu. Urin pancaran tengah digunakan untuk pemeriksaan penyaring dan kultur bakteri
c.
Urin aspirasi suprapubik untuk diagnosis infeksi pada saluran kemih, karena urin yang diambil dengan prosedur ini adalah urin steril
2.4.3 Pemeriksaan Analitik Urinalisis(15,16,17,18)
a. Tes Makroskopi Pemeriksaan makroskopis urine meliputi volume urine, bau, buih, warna, kejernihan, pH, dan berat berat jenis -
Volume urine , banyaknya urine yang dikeluarkan oleh ginjal dalam 24 jam. Dihitung dalam gelas ukur. Volume urine normal : 1200-1500 ml/24 jam. Volume urine masing-masing orang bervariasi tergantung pada luas permukaan tubuh, pemakaian cairan, dan kelembapan udara/penguapan.
-
Bau, bau urine yang normal, tidak keras. Bau urine yang normal disebabkan dari sebagian oleh asam-asam organik yang mudah menguap.
-
Buih pada urine normal berwarna putih. Jika urine mudah berbuih, menunjukkan bahwa urine tersebut mengandung protein. Sedangkan jika urine memiliki buih
8
yang
berwarna
kuning,
hal
tersebut
disebabkan
oleh
adanya
pigmen
empedu(bilirubin) dalam urine. -
Warna urine ditentukan oleh besarnya dieresis. Makin besar dieresis, makin muda warna urine itu. Biasanya warna urine normal berkisar antara kuning muda dan kuning tua. Warna itu disebabkan oleh beberapa macam zat warna, terutama urochrom dan urobilin. Jika didapat warna abnormal disebabkan oleh zat warna yang dalam keadaan normal pun ada, tetapi sekarang ada dalam jumlah besar. Kemungkinan adanya zat warna abnormal, berupa hasil metabolism abnormal, tetapi mungkin juga berasal dari suatu jenis makanan atau obat-obatan. Beberapa keadaan warna urine mungkin baru berubah setelah dibiarkan.
-
Kejernihan urin, cara menguji kejernihan sama seperti menguji warna yaitu jernih, agak keruh, keruh atau sangat keruh. Tidak semua macam kekeruhan bersifat abnormal. Urine normal pun akan menjadi keruh jika dibiarkan atau didinginkan. Kekeruhan ringan disebut nubecula dan terjadi dari lender, sel-sel epitel, dan leukosit yang lambat laun mengendap.
- pH tidak banyak berarti dalam pemeriksaan penyaring. Akan tetapi pada gangguan keseimbangan asam-basa penetapan itu member kesan tentang keadaan dalam tubuh, apalagi jika disertai penetapan jumlah asam yang diekskresikan dalam waktu tertentu, jumlah ion NH4. Selain pada keadaan tadi pemeriksaan pH urine segar dapat member petunjuk kearah infeksi saluran kemih. Infeksi oleh E. coli biasanya menghasilkan urine asam, sedangkan infeksi oleh Proteus yang merombak ureum menjadi amoniak menyebabkan urine menjadi basa. -
Berat
jenis Untuk mengukur berat jenis urine dapat dapat menggunakan menggunakan urometer,
refraktometer dan carik celup
9
b. Tes Mikroskopi Tes mikroskopi berupa tes sedimen urin. Urin yang dipakai adalah adalah urin segar, yaitu urin yang ditampung 1 jam setelah berkemih. Untuk mendapatkan sedimen yang baik diperlukan urin pekat yaitu urin yang diperoleh pada pagi hari dengan berat jenis ≥1,023 atau osmolalitas ›300 m osm/ kg dengan pH yang asam . Cara pemeriksaan : −
Masukkan 10 – 15 ml urin kedalam tabung reaksi lalu urin tersebut disentrifuse selama 5 menit pada 1500 – 1500 – 2000 2000 rpm.
−
Buang cairan di bagian atas tabung sehingga volume cairan dan sedimen tinggal kirakira 0,5 – 0,5 – 1 1 ml.
−
Kocok tabung untuk meresuspensikan sedimen.
−
Letakkan 2 tetes suspensi tersebut di atas kaca objek lalu tutup dengan kaca penutup.
−
Periksa sedimen dibawah mikroskop dengan lensa objektif 10 x untuk Lapangan Pandang Kecil (LPK) dilaporkan jumlah selinder., serta lensa objektif 40 x untuk Lapangan Pandang Besar (LPB) dilaporkan
jumlah unsur lekosit,eritrosit,epitel,
bakteri ,ragi, kristal dan protozoa
c. Pemerisaan Kimia Pemeriksaan kimia urin cukup banyak diminta oleh para klinisi. Tes carik celup menggunakan reagen strip dimana reagen telah tersedia dlm bentuk kering siap pakai, reagen relatif stabil, murah, volume urin yang dibutuhkan sedikit, bersifat siap pakai serta tidak memerlukan persiapan reagen. Prosedurnya sederhana dan mudah. Penilaian Penilaian secara semikuantitatif dilakukan dilakukan dengan melihat skala warna pada area tes yang kemudian dibaca dengan alat semiotomatik atau urin analyzer seperti uriscan untuk penilaian secara kuantitatif. Bertujuan untuk menunjang diagnosis kelainan di luar ginjal seperti kelainan metabolism karbohidrat, fungsi hati, gangguan keseimbangan asam basa, kelainan ginjal, dan saluran kemih seperti infeksi traktus urinarius. Carik celup yang paling lengkap dapat menguji 10 parameter pemeriksaan kimia urine sekaligus terdiri dari pH, berat jenis, glukosa, bilirubin, urobilinogen, keton, protein, darah, leukosit esterase, dan nitrit.
10
Cara menggunakan carik celup : −
Sebelum melakukan pemeriksaan urine, carik celup harus dikontrol dengan bahan control urine. Pemeriksaan dengan bahan control urine dimaksudkan untuk menilai carik celup, alat pemeriksa yaitu pipet dan alat baca serta pemeriksa/orang yang mengerjakan.
−
Setelah pemeriksaan dengan bahan control sesuai dengan hasil yang seharusnya, kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap urine penderita. Bahan untuk pemeriksaan kimia dengan carik celup, harus merupakan urine segardan mempunyai jumlah minimal 10-12 ml.
−
Setelah dicampur dengan cara membolak balik tabung urine agar homoge, dilakukan pemeriksaan dengan carik celup.
−
Carik celup dimasukkan ke dalam dalam urine dalam waktu kurang dari 1 detik, kemudian diangkat dan kelebihan urine dibersihkan dengan meletakkan carik celup mendatar pada sisinya sis inya di kertas saring sehingga kelebihan kel ebihan urine yang mengalir diserap dengan kertas serap,bertujuan untuk mencegah terjadinya carry over antar pita reagen. Setelah 30-60 detik warna yang terjadi dibandingkan dengan warna pada botol carik celup dapat secara visual. Hasil tes berdasarkan perubahan warna yang terjadi.
Carik celup yang paling lengkap dapat menguji 10 parameter pemeriksaan kimia urine sekaligus terdiri dari pH, berat jenis, glukosa, bilirubin, urobilinogen, keton, protein, darah, leukosit esterase, dan nitrit.
1. Pemeriksaan pH urine Pemeriksaan pH urine berdasarkan adanya indicator ganda (methyl red dan bromthymol blue), dimana akan akan terjadi perubahan warna sesuai pH yang berkisar dari jingga hingga kuning kehijauan dan hijau kebiruan. Rentang pemeriksaan pH meliputi pH 5,0 sampai 8,5. 2. Pemeriksaan Berat Jenis Urine Pemeriksaan berat jenis dalam urine berdasarkan pada perubahan pKa (konstantadisosiasi)
dari
polielektrolit
(methylvinyl (methylvinyl
ether/maleic
anhydride). anhydride).
Polielektrolit terdapat pada carik celup akan mengalami ionisasi, menghasilkan ion hydrogen (H+).Ion H+ yang dihasilkan tergantung pada jumlah ion yang terdapat dalam urine. Pada Pada urine dengan berat jenis yang rendah, ion H+ yang dihasilkan sedikit sehingga pH lebih ke arah alkalis. Perubahan pH ini akan terdeteksi oleh 11
indikator bromthymol blue. blue. Bromthymol blue akan berwarna biru tua hingga hijau pada urine dengan berat be rat jenis rendah dan berwarna hijau kekuningan jika berat jenis urine tinggi. 3. Pemeriksaan Glukosa Urine Pemeriksaan glukosa dalam urine berdasarkan pada glukosa oksidase yang akan menguraikan glukosa menjadi asam glukonat dan hydrogen peroksida. Kemudian hydrogen peroksida ini dengan adanya peroksidase akan mengkatalisa reaksi antara potassium iodide dengan hydrogen peroksida menghasilkan H2O dan On (O nascens).O nascens akan mengoksidasi zat warna potassium iodide dalam waktu 10 detikmembentuk warna biru muda, hijau sampai coklat. Pada cara ini, kadar glukosa urinedilaporkan sebagai negative, trace (100 mg/dl), +1 (250 mg/dl), +2 (500mg/dl), +3(1000 mg/dl), +4 (>2000 mg/dl). Sensitivitas pemeriksaan ini adalah 100 mg/dl, danpemeriksaan ini spesifik untuk glukosa. Hasil negative palsu pada pemeriksaan ini dapat disebabkan oleh bahan reduktordalam urine seperti vitamin C (lebih dari 40 mg/dl), asam homogentisat, aspirin sertabahan yang mengganggu reaksi enzimatik seperti levodova, gluthation, dan obatobatansepertidiphyrone. Selain
menggunakan
carik
celup,
pemeriksaan
glukosa
urine
dapat
menggunakan: a. Metode Fehling Prinsip : Dengan pemanasan urine dalam suasana alkali, glukosa akan mereduksi cupri sulfat menjadi cupro oksida. Pengendapan cupri hidroksida dicegah dengan penambahan kalium natrium tartrate. b. Metode Benedict Prinsip : Glukosa dalam urine akan mereduksi garam-garam kompleks yang terdapat pada pereaksi benedict (ion cupri direduksi menjadi cupro) dan mengendap dalam bentuk CuO dan Cu2O. Interpretasi hasil pada metode Fehling dan Benedict: (-)
: tetap biru, biru kehijauan.
(+1) : hijau kekuning-kuningan dan keruh (sesuai dengan 0,5 – 0,5 – 1 1 % glukosa) (+2) : kuning keruh (1 – (1 – 1,5 1,5 % glukosa) (+3) : jingga jingga atau warna lumpur keruh (2 – (2 – 3,5 3,5 % glukosa) (+4) : merah merah bata (lebih dari 3,5 % glukosa) glukosa)
12
4. Pemeriksaan Bilirubin Urine Bilirubin secara normal tidak terdapat dalam urine, namun dalam jumlah yang sangat sedikit dapat berada dalam urine, tanpa terdeteksi melalui pemeriksaan rutin. Bilirubin terbentuk dari penguraian hemoglobin dan ditranspor menuju hati, tempat bilirubin berkonjugasi atau tak langsung bersifat larut dalam lemak, l emak, serta ser ta tidak dapat diekskresikan ke dalam urine. Bilirubinuria mengindikasikan kerusakan hati atau obstruksi empedu dan kadarnya yang besar ditandai dengan warna kuning. Pemeriksaan bilirubin urine berdasarkan reaksi antara garam diazonium dengan bilirubin dalam suasana asam kuat yang menimbulkan kompleks yang berwarna coklat muda hingga merah coklat dalam waktu 30 detik. Hasilnya dilaporkan sebagai negative, +1 (0,5 mg/dl), +2 (1 mg/dl) atau +3 (3 mg/dl). Sensitivitas pemeriksaan ini adalah 0,2 – 0,4 mg/dl. Hasil yang positif harus dikonfirmasi dikonfirmasi dengan test Harrison dimana bilirubin telah diendapkan oleh Barium chloride akan dioksidasi dengan reagen Fouchet menjadi biliverdin yang berwarna hijau. Hasil positif pada tes Harisson,ditandai Harisson,ditandai dengan filtrate yang berwarna hijau pada kertas sari ng. 5. Pemeriksaan Urobilinogen Urine Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin yang terkonjugasi mencapai area duodenum, tempat bakteri dalam usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen.Sebagian besar urobilinogen berkurang dalam feses dan sejumlah besar kembali kehati melalui aliran darah. Kemudian urobilinogen diproses ulang menjadi empedu kira-kira sejumlah 1% diekskresi oleh ginjal di dalam urine. Spesimen urine harus segera diperiksa dalam setengah jam karena urobilinogen urine dapat teroksidasi menjadi urobilin. Pemeriksaan urobilinogen dalam urine berdasarkan reaksi antara urobilinogen dengan reagen Ehrlich ( paradimethylaminobenzaldehyde, paradimethylaminobenzaldehyde, serta buffer asam). Intensitas warna yang terjadi dari jingga hingga merah tua, dibaca dalam waktu 60 detik, warna yang timbul sesuai dengan peningkatan kadar urobilinogen dalam urine. Urine yang terlalu alkalis menunjukkan kadar urobilinogen yang lebih tinggi, sedangkan urine yang terlalu asam menunjukkan kadar urobilinogen yang lebih rendah dari seharusnya. Kadar nitrit yang tinggi juga menyebabkan hasil negative palsu.
13
6. Pemeriksaan Keton dalam Urine Badan keton diproduksi untuk menghasilkan energy saat karbohidrat tidak dapat digunakan seperti pada keadaan asidosis diabetic serta kelaparan / malnutrisi. Ketika terjadi kelebihan badan keton, akan menimbulkan keadaan ketosis dalam d arah sehingga menghabiskan cadanagn basa (misal:bikarbonat) dan menyebabkan status asidotik. Ketonuria (badan keton dalam urine) terjadi sebagai akibat ketosis. Berdasarkan reaksi antar asam asetoasetat dengan senyawa nitroprusida. Warna yang dihasilkan adalah coklat muda bila tidak terjadi reaksi, dan ungu untuk hasil yang positif. Hasilnya dilaporkan sebagai s ebagai negative, trace (5 mg/dl), +1 (15 mg/dl), +2 (40 mg/dl), +3 (80 mg/dl) atau +4 (160 mg/dl). Hasil positif palsu dapat terjadi apabila urine banyak mengandung pigmen atau metabolit levodopa serta phenylketones. Urine yang mempunyai berat jenis tinggi, pH yang rendah, dapat memberikan reaksi hingga terbaca hasil yang sangat sedikit (5mg/dl). 7. Pemeriksaan Protein Urine Proteinuria biasanya disebabkan oleh penyakit ginjal akibat kerusakan glomerulus dan atau gangguan reabsorpsi tubulus ginjal. Pemeriksaan protein dalam urine berdasarkan pada prinsip kesalahan penetapan pH oleh adanya protein. Sebagai indikator digunakan tertrabromphenol blue yang dalam suatu system buffer akan menyebabkan pH tetap konstan. Akibat kesalahan penetapan pH oleh adanya protein, urine yang mengandung albumin akan bereaksi dengan indikator menyebabkan perubahan warna hijau muda sampai hijau. Indikator tersebut sangat spesifik dan sensitive terhadap albumin. Perubahan warna yang terjadi dalam waktu 60 detik. Hasilnya dilaporkan sebagai negative, +1 (30 mg/dl), +2 (100 mg/dl), +3 (300 mg/dl atau +4 (2000 mg/dl). 8. Pemeriksaan Darah dalam Urine Pemeriksaan darah samar dalam urine berdasarkan hemoglobin dan mioglobin akan
mengkatalisa
oksidasi
dari
indikator
3,3’5,5’
– tetramethylbenzidine, tetramethylbenzidine,
menghasilkan warna berkisar dari kuning kehijau-hijauan hingga hijau kebitu-biruan dan biru tua. Hasilnya dilaporkan sebagai negative, trace (10 eri/µL), +1 (25 eri/ µL), +2 (80eri/ µL), atau +3 (200 eri/ µL). vitamin C serta protein kadar tinggi dapat menyebabkan hasil negative palsu. Hasil positif palsu kadang-kadang dapat dijumpai apabila dalam urine terdapat bakteri.
14
9. Pemeriksaan Esterase Leukosit dalam Urine Pemeriksaan ini berdasarkan adanya reaksi esterase yang merupakan enzim pada granula azurofil az urofil atau granula primer dari granulosit dan monosit. Esterase akan menghidrolisis derivate ester naftil. Naftil yang dihasilkan bersama dengan garam diazonium akan menyebabkan perubahan warna dari coklat muda menjadi warna ungu. Banyaknya esterase menggambarkan secara tidak langsung jumlah leukosit di dalam urine. Apabila urine tidak segar, pH urine menjadi alkalis, neutrofil mudah lisis sehingga jumlah neutrofil yang dijumpai dalam sedimen urine berkurang dibandingkan dengan derajat positifitas pemeriksaan esterase leukosit. Hasilnya dilaporkan sebagai negative, trace (15 leu/µL), +1 (70 leu/µL), +2 (125 leu/µL), atau +3 (500 leu/µL). jika terdapat glukosa dan protein dalam konsentrasi tinggi atau pada urine dengan berat jenis tinggi, dapat terjadi hasil negative palsu, karena leukosit mengkerut dan menghalangi penglepasan esterase. 10. Pemeriksaan Nitrit dalam Urine Test nitrit urine adalah test yang dapat digunakan untuk mengetahui ada tidaknyabakteriuri. Test ini berdasarkan kenyataan bahwa sebagian besar bakteri penyebab infeksi saluran kemih dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit. Penyebab utama infeksi saluran kemih yaitu E.coli, Pseudomonas, Staphylococcus Staphylococcus dapat merubah nitrat menjadi nitrit. Hasilnya dilaporkan sebagai positif bila pita dalam 40 detik menjadi merah atau kemerahan yang berarti air kemih dianggap mengandung lebih dari 10 5 kuman per ml. negative bila tidak terdapat nitrit maka warna tidak berubah. Warna yang terbentuk tidaklah sebanding dengan jumlah bakteri yang ada. Sensitivitas pemeriksaan ini adalah 0,075 mg/dl nitrit. Hasil negative palsu dapat disebabkan oleh vitamin C dengan kadar lebih dari 75 mg/dl dalam urine yang mengandung sejumlah kecil nitrit (0,1 mg/dl atau kurang), kuman yang terdapat dalam urine tidak mereduksi nitrat menjadi nitrit seperti Streptococcus, Enterococcus atau Enterococcus atau urine hanya sebentar berada dalam kandung kemih. Selain itu juga dipengaruhi oleh diet yang tidak mengandung nitrat, antibiotika yang menghambat metabolism bakteri dan reduksi nitrit menjadi nitrogen.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Speakman M. J. 2008. Lower Urinary Tract Symptom Suggestive of Benign Prostate Hyperplasia (LUTS/BPH) : More Than Treating Symptoms. European Urology Supplements 7th Edition. 680-589. 2. Lauralee, S. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Edited by N. Yesdelita. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran . 3. Coppen A, Speeckaert M, dan Delanghe J. 2010. The preanalytical challenges of routine urinalysis. Acta Clinica Belgica. 65 (3) : 182 – 9. 9. 4. Wirawan R : Pemantapan Kualitas Pemeriksaan Kimia Intralaboratorium Menggunakan Carik Celup , Buku Kumpulan Makalah Lokakarya Aspek Praktis Urinalisis, editor Marzuki S, Pendidikan Berkesinambungan Patoligi Klinik , Jakarta, 2004,hal 31-43 5. Gandasoebrata R : Urinalisis, Urinalisi s, Penuntun Laboratorium Klinik, Cetakan ke 10, Dian Rakyat, Jakarta, 2001, 69-121 6. Panahi A., Bidaki R., Rezahosseini O. 2010. Validity and Realibility of Persian Version of IPSS. Iran: Galen Medical Journal, Vol.2; No.l, 2010. 7. Tortora, G. J. and Derrickson. Derri ckson. 2009. Principle of Anatomy and Physiology. Edisi 12. Asia: Wiley 8. Barry M. J., Mc.Vary K. T., Gonzales C. M., Wei J. T. 2011. AUA Guideline on Management of Benign Prostate Hyperplasia. The Journal of Urology, Vo1.185 9. Sudiono, H., Iskandar, I., Halim, S.L., Santoso, R. Dan Sinsanta. 2006. Urinalisis. Jakarta : Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran UKRIDA. 10. Ma’arufah. 2004. Perbedaan antara hasil carik celup dengan metode mikroskopis sebagai indikator adanya sel darah merah dalam urin. Akademis Analis Kesehatan Malang. 2(2): 1-12. 11. Pearce, E.C., 2009. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis, Jakarta:PT.
Gramedia Pustaka Utama 12. Strasinger, S. K. and Lorenzo, M. S. D. 2008. Urinalysis and Body Fluid.Edisi 5. Philadelphia: F. A. Davis Company 13. Gandasoebrata R. 2007. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat. Jakar ta. 14. Harry H Marsh MD, Collection and Transportation of Single-Collection Urine Specimens,Volume 5 number 7, 151-167. 15. Jane Vincent Corbett RN EdD,. 2004. Routine Urinalysis and Other Urine Tests, Laboratory Test and Diagnostic Procedures with Nursing Diagnoses,Six Edition, 61-86. 16. Wirawan R,.2004. Pemeriksaan dan Pelaporan Sedimen Urin Metode Semikuantitatif dan Kuantitatif, Buku Kumpulan Makalah Lokakarya Aspek Praktis Urinalisis,editor Marzuki S. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik,9-21. 17. Hohenberger, E. F. dan Kimling, H. 2004. Compendium Urinalysis With Test Strips. Canada : Roche Diagnostics GmbH 18. Mundt, A. L. dan Shanahan, K. 2011. Graff's T extbook of Routine Urinalysis and Body Fluids. Edisi 2. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins 19. Effendi, I.dan Markum. 2014. Pemeriksaan penunjang pada penyakit ginjal. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Interna Publishing.hlm 2159-65
16