Laporan Praktikum Biokimia Dasar
Hari/tanggal : jumat, 15 April 2016 Waktu : 08.00-11.00 WIB PJP : Ukhradiya M S SSi, MSi Asisten : Kartika Nurfadhilah Gempur Irawan
URINALISIS Kelompok 2 Syirif Wisuda Ramadhani F. Anisa Rizqi P. Miftahul Jannah Roni M.
J3P115002 J3P115026 J3P115030 J3P115050 J3P215064
DEPARTEMEN PARAMEDIK VETERINER PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PENDAHULUAN Sistem eksresi merupakan sistem pengeluaran sisa metabolisme yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh seperti karbondioksida, keringat dan urin. Alat alat eksresi antara lain ginjal, kulit, hati, dan paru paru Zat sisa metabolisme ini merupakan hasil pembongkaran zat makanan yang bermulekul kompleks. Sistem eksresi membantu memelihara homeostasis dengan tiga cara, yaitu melakukan osmoregulasi, mengeluarkan sisa metabolism dan mengatur konsentrasi sebagian besar penyusun cairan tubuh. Salah satu organ eksresi pada manusia adalah ginjal yang berfungsi untuk mengeluarkan semua zat sisa yang sudah tidak berguna lagi bagi tubuh dalam bentuk urin (Basoeki dan Soedjono 2000). Urin atau air seni adalah cairan sisa yang dikeluarkan oleh ginjal melalui proses urinasi. Eksresi urin ini diperlukan untuk membuang mulekul mulekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal unutk menjaga homeostasis cairan tubuh. Secara kimiawi kandungan zat dalam urin diantaranya adalah sampah nitrogen (ureum, kreatinin, asam urat, asam hipurat zat sisa pencernaan sayuran dan buah, badan keton zat sisa metbolisme lemak, ion elektrolit (Na, Cl, K, sulfat, Ca dan Mg), hormone, zat toksin (obat, vitamin dan zat kimia asing), zat abnormal (protein, glukosa, zat, sel darah Kristal kapur) dan sebagainya. Ginjal akan menyaring zat sisa yang terkandung di dalam darah dan membuangnya bersama urin. Ginjal terdiri atas tiga bagian yaitu korteks, medulla dan pelvis. Pada bagian korteks terdapat badan Malpighi berfungsi untuk menyaring darah. Dibagian medulla terdapat piramida ginjal yang berfungsi sebgai saluran pengumpul urin. Urin hasil penyaringan badan Malpighi akan dialirkan untuk ditampung di pelvis. Urin ini kemudian dialirkan lagi ke kandng kemih melalui ureter, kemudian dibuang melalui saluran uretra (Kimbal et al 1983). Pemeriksaan urin dilakukan sebagai pemeriksaan kesehatan secara rutin dan juga untuk tujuan diagnostik. Hasil urinalisis dapat diketahui untuk mendeteksi kondisi kesehatan tertentu, seperti infeksi saluran kemih, batu ginjal, masalah liver dan diabetes.urin yang normal mengandung unsur urea lebih dari 25-30 gram dalam urin. Urea ini merupakan hasil akhir dari metabolisme protein pada mamalia. Eksresi urea meningkat bila katabolisme protein meningkat, seperti pada demam, diabetes atau pada aktivitas korteks adrenal yang berlebihan. Jika terjadi penurunan produksi urea misalnya pada stadium akhir pada penyakit hati yang fatal atau pada asidosis karena sebagian dari nitrogen yang diubah menjadi urea dibelokkan ke pembentukan amoniak (Soewolo 2000).
Pembuangan cairan tubuh melalui sekresi urin dapat mempertahankan homeostasis tubuh. Selain urin juga terdapat mekanisme berkeringat dan dan rasa haus juga ikut bekerja sama dalam mempertahankan homeostasis. Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat obatan dari dalam tubuh. Pada umumnya urin dianggap sebagai zat yang kotor. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut yang berasal dari ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehingga urinnya pun akan mengandung bakteri. Namun jika urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang sehat, secara medis urin sebenarnya cukup steril dan hampir tidak berbau ketika keluar dari tubuh. Hanya saja, beberapa saat setelah meninggalkan tubuh, bakteri kan mengkontaminasi urin dan mengubah zat zat didalam urin, sehinnga menghasilkan bau yang khas, terutama bau amonia yang dihasilkan oleh urea. Menurut Basoeki dan Soedjono (2000), pada proses urinalisis terdapat banyak metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi zat zat yang terkandung di dalam urin.analisis urin tersebut dapat berupa analisis fisik yang meliput pengamatan warna urin, berat jenis cairan urin, pH serta suhu cairan urin. Analisis kimiawi meliputi analisis glukosa, analisis protein dan analisis pigmen empedu mulai untuk analisis kimiawi banyak uji yang bias dilakukan seperti uji Benedict, uji Rothera, uji Peroksidase dan sebagainya. Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui berbagai macam pengujian terhadap urin dan hubungannya dengan diagnosis suatu penyakit atau kondisi dan fungi organ tertentu.
METODE Bahan dan Alat
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pipet tetes, pipet mohr, tabung reaksi tabung Erlenmeyer, gelas beaker, bunsen, pH indikator universal, spignometer, neraca analitik. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah etanol, asam asetat 3 %, pereaksi bang, pereaksi benedict, kristal amonium sulfat, larutan natrium nitroprusida 5 %, amonia pekat, larutan benzidin 1 %, H2O2, pereksi diazo. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan tanggal 22 April 2016 pukul 08.00-11.00 WIB di Laboratorium GG KIM 5, Program Diploma Keahlian Paramedik Veteriner, Institut Pertanian Bogor. Prosedur Percobaan Proteinuria Uji koagulasi. Sebanyak 60 ml yang telah dikumpulkan disaring, kemudian urin yang telah disaring dimasukkan kedalam tabung reaksi dan dipanaskan hingga mendidih. Adanya kekeruhan yang berwarna putih dapat disebabkan oleh protein ataupun fosfat, kemudian ditambahkan 1 – 3 tetes asam asetat 6 %. Bila cairan kembali jernih berarti kekeruhan disebabkan oleh fosfat tetapi bila setelah ditambahkan asam asetat kekeruhan semakin nyata, maka kekeruhan disebabkan oleh protein. Uji bang. Sebanyak 5 urin yang telah disaring dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian dicampurkan dan dipanaskan, kemudian kekeruhanya dibandingkan dengan uji koagulasi Glukosuria (Uji Benedict) Sebanyak 5 ml pereaksi benedict dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahka 1 – 8 tetes urin yang telah disaring. Dengan menggunakan Bunsen tabung reaksi yang berisi cairan tersebut dipanaskan hingga mendidih, kemudian didinginkan dan perubahan warna yang terjadi diperhatikan. Adanya gula pereduksi akan ditandai dengan warna kuning , hijau dan merah bata pada larutan. Ketonuria (Uji Rothera) Sebanyak 5 ml urin yang telah disaring dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan kristal amonium sulfat sampai jenuh. Sebanyak 2 – 3 tetes larutan natrium nitroprusidan 5 % dan 1 -2 tetes ammonia pekat ditambkan kedalam tabung reaksi tersebutdan perubahan warna yang terbentuk juga diperhatikan.
Darah (Peroksidase/Uji benzidin) Sebanyak 3 ml larutan benzidin 1 % dan 1 ml H2O2 3 % dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dicampukan, kemudian larutan tersebut dipindahkan menjadi dua tabung. Kedalam tabung pertama ditambahkan 1 tetes urin dan tabng yang lain digunakan sebagai blanko, kemudian perubahan warana yang terbentuk juga diperhatikan dan dibandingkan dengan blanko. Bilirubin (Metode Hymen - Bergh) Sebanyak 1 ml pereaksi diazo yang masih segar dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 1 ml urin beralkohol. Tambahkan setetes amonia pekat. Adanya bilirubin ditunjukkan oleh timbulnya warna merah eosin.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil eksresi dari organ ginjal adalah urin. Urin merupakan zat cair buangan yang berada di dalam kandung kemih dan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui saluran kemih. Pada praktikum kali ini dilakukan uji fisik dan uji kimia terhadap urin seorang praktikan yang merupakan urin pertama di pagi hari. Table 1 karakteristik fisik urin parameter Warna Bau Volume (ml) Buih Berat jenis (g/ml) Kadar padatan (g/l) pH
Hasil Kuning gading Aromatik normal 60 ml Tidak terdapat buih 1,237 g/ml 96,2 g/1000 ml 6
Perhitungan berat spignometer kosong = 17,210 berat setelah diisi urin
= 29,580
berat jenin urin
= 29,580 – 17,210 = 1,237 g/ml
10 Kadar padatan
= 37 x 2,6 = 96,2 g/1000 ml
Table 2 karakteristik kimia urin Uji
Hasil
Koagulasi
-
Bang
-
Benedict
-
Rothera
-
Peroksidase
-
Bilirubin
-
Gambar
Dari pengujian fisik yang telah dilakukan diperoleh hasl bahwa urin yang dikeluarkan berbau aromatik normal dan berwarna kuning gading tanpa buih dengan pH 6 dan berat jenis 1,273. Dari hasil pemeriksaan fisik yang diperoleh dapat dikatakan bahwa urin yang dikeluarkan oleh seorang praktikan tersebut normal. Menurut Adnan (2008) urin normal berwarna kuning gading. Warna kuning dalam urin tersebut berasal dari pigmen warna yang disebut urochorme. Warna urin yang kuning gelap mmenandakan tubuh kekurangan air sebaliknya warna urin yang terlalau bening bisa menjadi tanda terlalu banyak minum air atau sedang mengonsumsi obat diuretik. pH urin yang normal berkisar antara 4,6-8,0 atau rata rata 6 dan berat jenis sekitar 1,001-1.035 g/ml dan bila agak lama berbau amonia. (Table 1)
Selain pemeriksaan fisik, pada urin seorang praktikan juga dilakukan pemeriksaan kimia dasar terhadap konsentrasi protein,glukosa, keton, darah dan bilirubi. Pertama dilakukan pengujian kandungan protein di dalam urin. Proteinuria adalah adanya kandungan protein yang terdeteksi di dalam urin, yang menandakan bahwa adanya luka pada membran glomeruls sehingga mulekul protein lolos ke air kemih. Keadaan proteinuria dibedakan menjadi proteinuria sementara yang terjadi pada keadaan demam dan proteinuria ortostatis yang tidak membahayakan. Pada pengujian kali ini untuk menentukan adanya kandungan protein dalam urin dilakukan uji koagulasi dan hasilnya negativ karena tidak adanya endapan berwarna putih. Sedangkan pada uji bang juga didapatkan hasil negative karena tidak ada perubahan warna pada sampel. ( Table 2) percobaan selanjutnya dilakukan uji gula (glukosa) dalam urin. uji glukosa dilakukan dengan menambhan 5 ml reagent benedict pada tabung reaksi dan ditambahkan 8 tetes urin kemudian dipanaskan dengan bunsen sampai mendidih. Maka didapatkan hasil bahwa urin yang dikeluarkan praktikan tersenut normal yang ditandai denga warna biru bening. Pereaksi benedict yang mengandung kuprosulfat dalam suasana basa akan tereduksi oleh gula yang mengandung gugus aldehid atau keton bebas ( misalnya oleh glukosa) yang dibuktikan dengan terbentuknya kuprooksida berwarna merah atau coklat. Uji koagulasi pada urin dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit atau tidak misalnya penyakit diabetes mellitus. (Table 2) Selanjutnya dilakuka uji ketonuria untuk mentukan adanya kandungan keton di dalam urin. Proses benda keton terjadi di dalam hepar (ketogenesis). Benda keton ikut peredaran darah menuju jaringan ekstra hepatal (mengalami ketolisis) menjadi H2O + CO2 + energy yang dibutuhkan tubuh Jadi, ketogenesis seimbang dengan ketolisis. Terbentuknya ketonuria terjadi karena ketogenesis lebih besar dari ketolisis, sehingga menyebabkan hiperketonemia, selanjutnya benda keton dalam darah sampai ginjal dan keluar bersama urin (ketonuria..Ketonuria terjadi pada keadaan Kekurangan hormon insulin, Metabolisme asam lemak dan asam amino banyak,,Kekurangan karbohidrat,Kelaparan, Diare hebat, Muntah hebat. Dari percobaan diketahui bahwa tidak ada kandungan keton dalam urin. (Table 2) Pada percobaan selanjutnya dilakukan uji benzidin atau uji peroksidase untuk melihat adanya kandungan darah dalam urin. Menurut Wiowo dan Lukman (2009) Prinsip uji benzidin atau peroksidase adalah hemoglobin yang bersifat peroksidase akan menceraikan hidrogen menjadi air dan o nascens (0n). 0n akan mengoksidasi zat warna tertentu yang akanmenimbulkan perubahan warna.pada sampel urin yang digunakan menunjukkan bahwa pada urin tersebut tidak terdapat kandungan darah karena tidak terjadi perubahan warna. (Table 2) Percobaam terakhir adalah untuk mengetahui adanya pigmen empedu kdalam urin dengan metode hymen-bergh. Menuurut Sloane (1995) Pigmen empedu terdiri dari bilirubin dan biliverbin. Pigmen ini merupakan hasil penguraian hemoglobin yang dilepas daris sel darah merah yang terdisintegrasi. Pigmen utamanya adalah biliruin yang memberi warna kuning pada urin feses. Berdasarkan percobaan didapatkan bahwa sampel urin yang digunakan dalam keadaan normal. Karena tidak ada pigmen empedu. yang ditandai dengan tidak adanya perubahan warna pada sampel urin yang diuji. ( Table 2)
Adapun factor yang mempengaruhi produksi urin antara lain, hormone antidiuretik (ADH), jika hormone ADH banyak maka H2O yang diserap akan semakin besar menyebabkan urin yang dikeluarkan sedikit, dan sebaliknya jika hormone ADH semakin sedikit maka air yang diserab semakin kecil, menyebabkan urin yang dikeluarkan semakin banyak. Jumlah air yang diminum, konsumsi air yang banyak menyebabkan terjadinya penurunan konsentrasi protein dan peningkatan konsentrasi air maka akan terjadi penurunan tekanan koloid protein yang menyebabkan air yang diserab sedikit, dengan demikian urin yang dikeluarkan akan semakin banyak. Emosi, ketika gugup konsentrasi urin meningkat maka urin yang dikeluarkan juga semakin banyak. Suhu, jka suhu meningkat maka volume urin juga akan sedikit, dikarenkan tubulus abdominal berkontraksi sehingga penyaringan glomerulus semakin besar maka urin yang dikeluarkan semakin meningkat. Konsentrasi hormon insulin, jika konsentrasi hormon insulin menurun maka kadar gula dalam darah akan semakin meningkat dan volume urin yang dikeluarkan akan semakin banyak.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Berdasarkan praktukum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan urin dilakukan untuk menentukan diaknostik penyakit. Pemeriksaan urin bias dilakukan secara fisik dan kimia. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan pengamatan pada warna, bau, berat jenis dan osmolalitas sedangkan pemeriksaan kimiawi dilakukan terhadap pH, konsentrasi protein, glukosa keton darah dan bilirubin. Dari percobaan yang dilakukan dapat diketahui bahwa sampel urin yang diperiksa dalam keadaan normal yang membuktikan bahwa subjek dalam kondisi sehat. Saran
praktikum yang dilaksanakan sudah berjalan lancar, dosen praktikum telah menerangkan langkah langkah yang seharusnya dilakukan saat praktikum dan dibantu oleh asisten dosen, bahan yang dibutuhkan untuk mendungkung berlangsungnya praktikum juga sudah lengkap. Tetapi saat dosen menerangkan hasil praktikum masih ada diantara anggota praktikum yang saling berbicara satu sama lainnya, sehingga membuat informasi yang disampaikan dosen praktikum tidak begitu jelas. Maka dari itu keseriusan disaat praktikum berlangsung harus lebih ditingkatkan lagi.
DAFTAR PUSTAKA Basoeki, Soedjono. 2000. Petunjuk praktikum anatomi dan fisiologi manusia. Malang (ID): FMIPA UM Kimbal, John W, Siti ST, Nawangsari S. 1983. Biologi Jilid 2. Jakarta (ID). Erlangga Sloane. 1995. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta(ID): Buku Kedokteran EGC Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta (ID): Departemen Pendidikan Nasional Wibowo, lukman. 2009. Deskripsi dan Macam Macam Tingkatan Struktur Protein.Jakarta (ID): erlangga