i
MAKALAH MANAJEMEN TERNAK PERAH
“Upaya Penyediaan Pakan dan Complete Feed ” Feed ”
Oleh: Kelas E Kelompok 6 Fazri S. Supriatna
200110140198 200110140198
Gregorius Felix
200110140225 200110140225
Yuliani
200110140280
Andhika M. Rizki
200110140282 200110140282
Desty Wahyu Kurniawati
200110140283 200110140283
Rianty Pratiwi
200110140284 200110140284
Dudi Imaddudin
200110140285 200110140285
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN SUMEDANG 2016
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Upaya “ Upaya Penyediaan Pakan dan Complete Feed”. Feed”. Kemudian Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al- Qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia. Makalah ini merupakan salah satu tugas pada matakuliah Manajemen Ternak Perah di program studi Ilmu Peternakan Fakultas Peternakan pada Universitas Padjadjaran. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. Hermawan MS., selaku dosen pembimbing matakuliah Manajemen Ternak Perah dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
Sumedang, Oktober 2016
Penulis
ii
iii
DAFTAR ISI BAB Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................ DAFTAR TABEL ......................................................................... DAFTAR ILUSTRASI ................................................................. DAFTAR LAMPIRAN................................................................. I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.................................................................. 1.2 Tujuan ...............................................................................
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Latar Belakang .........................................................................
i ii iii iv v vi
1 1
2
III PEMBAHASAN 3.1 Upaya Penyediaan Pakan Sepanjang Tahun .......................... ..... 3 3.1.1 Penyediaan Hijauan ............................................................ 3 3.1.2 Penyediaan Konsentrat ................................................... 5 3.2 Complete Feed sebagai Solusi Pemberian Pakan pada Sapi Perah di Indonesia............................................................................... 5 3.2.1 Kebutuhan Nutrisi Sapi Laktasi ..................................... 5 3.2.2 Komposisi Ransum Komplit Sesuai dengan Kebutuhan ....................................................................................... 10 3.2.3 Pembuatan dan Penyediaan Ransum Komplit .............. 12 IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan ................................................................................... DAFTAR PUSTAKA
iii
14
iv
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
1. Kebutuhan Nutrisi Sapi Perah Laktasi............................................ 6 2. Kebutuhan energi sapi perah untuk hidup pokok............................ 7 3. Kebutuhan energi per liter susu dengan berbagai komposisi kadar lemak dan protein susu (MJ ME/liter) ............................................ 8 4. Kebutuhan energi per liter susu dengan berbagai komposisi kadar lemak dan protein susu (kg TDN/liter) ........................................... 8 5. Formulasi complete feed (berbahan baku jerami,T1) beserta kandungan nutrisi untuk daerah sentra pengembangan sapi perah Kabupaten Enrekang............................................................... 11 6. Formulasi complete feed (berbahan baku jerami dan limbah sayur, T2) beserta kandungan nutrisi untuk daerah nonsentra pengembangan sapi perah Kabupaten Enrekang.......................... 12
iv
v
DAFTAR ILUSTRASI Iustrasi
Halaman
1.
4
Sketsa layout sistem tiga strata.....................................................
v
vi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
1.
17
Proses pembuatan complete feed .............................................
vi
1
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari usaha pengembangan peternakan. Segi ini harus dipikirkan dari berbagai bidang dalam pembinaan dan pengembangannya baik secara ekstensif maupun secara intensif. Hijauan merupakan makanan utama bagi ternak besar (ruminansia) terutama ternak perah. Selain itu, konsentrat juga sangat berperan dalam memenuhi kebutuhan ternak perah. Dengan sumber daya alam yang melimpah di Indonesia ini, seharusnya dapat menyuplai semua kebutuhan pakan ternak untuk ternak perah seperti sapi dan kambing di Indonesia. Namun pada kenyataannya sumber pakan di Indonesia masih terbatas terutama saat musim kemarau. Hal tersebut terjadi karena lahan hijauan semakin terbatas akibat pengalihan fungsi menjadi perumahan dan industri serta diperparah oleh cuaca ekstrim akibat pemanasan global. Selain berpengaruh terhadap ketersediaan pakan, hal-hal tersebut juga sangat berpengaruh terhadap kandungan nutrisi dari hijauan yang dihasilkan, sehingga hijauan yang diperoleh memiliki kandungan nutrisi yang kurang lengkap. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap produksi ternak perah karena hijauan merupakan sumber pakan utama bagi ternak perah agar dapat mengahasilkan susu. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia, saat ini telah ditemukan sebuah jenis pakan untuk ternak perah yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi seimbang dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Jenis pakan tersebut adalah completed feed yang diharapkan dapat menjadi solusi dalam permasalahan pemberian pakan di Indonesia. 1.2 Maksud dan Tujuan 1) Mengetahui upaya penyediaan hijauan di Indonesia. 2) Mengetahui upaya penyediaan konsentrat di Indonesia. 3) Mengetahui kebutuhan sapi perah laktasi. 4) Mengetahui kandungan nutrisi / komposisi completed feed. 5) Mengetahui cara pembuatan complete feed.
1
2
II TINJAUAN PUSTAKA
Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang biak. Pakan merupakan faktor utama dalam keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan tatalaksana. Pakan yang berkualitas akan sangat mendukung peningkatan produksi maupun reproduksi ternak (Anggorodi, 1985). Tillman et al (1989) mengatakan bahwa pakan atau makanan ternak adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan dapat digunakan oleh ternak. Hijauan adalah semua bentuk bahan pakan yang berasal dari tanaman atau rumput termasuk leguminosa baik yang belum dipotong maupun yang dipotong dari lahan dalam keadaan segar (Akoso, 1996). Hijauan diartikan sebagai pakan yang mengandung serat kasar, atau bahan yang tak tercerna, relatif tinggi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ternak ruminansia membutuhkan sejumlah serat kasar dalam ransumnya agar proses pencernaan berjalan secara lancar dan optimal. Sumber utama dari serat kasar itu sendiri adalah hijauan (Siregar 1994). Konsentrat adalah suatu bahan pakan yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan makanan dan dimaksudkan untuk disatukan dan dicampur sebagai pakan pelengkap (Hartadi et al., 1991). Konsentrat atau pakan penguat dapat disusun dari biji-bijian dan limbah hasil proses industri bahan pangan seperti jagung giling, tepung kedelai, menir, dedak, bekatul, bungkil kelapa, tetes dan umbi. Peranan konsentrat adalah untuk meningkatkan nilai nutrien yang rendah agar memenuhi kebutuhan normal hewan untuk tumbuh dan berkembang secara sehat (Akoso, 1996). Complete feed (pakan komplit) adalah kombinasi konsentrat dan pakan kasar (roughages) dalam satu ransum (Sunarso et al., 2011). Pakan komplit adalah campuran berbagai bahan pakan menjadi ransum untuk memenuhi kebutuhan nutrien spesifik sehingga meningkatkan konsumsi nutrien dan efisiensi pakan. Pakan komplit dapat mengandung pakan kasar maupun tidak (Wright dan Lackey, 2008). Bahan penyusun pakan komplit dapat berasal dari produk pertanian (jagung, gaplek), atau mengoptimalkan pemanfaatan limbah pertanian seperti jerami (jerami padi, jerami jagung), dedak padi, bekatul. Dapat juga menggunakan limbah industri pertanian seperti bungkil kelapa, bungkil sawit, bungkil kapuk, bungkil kacang, bungkil kedelai, onggok dan sebagainya. Bahan-bahan tersebut memiliki nilai nutrisi yang cukup untuk diolah sebagai bahan penyusun ransum pakan komplit yang berkualitas (Soeharsono, 2004).
2
3
III PEMBAHASAN 3.1 Upaya Penyediaan Pakan Sepanjang Tahun 3.1.1 Penyediaan Hijauan Dalam dunia peternakan, pakan merupakan hal yang paling pokok disediakan demi kelangsungan hidup ternak itu sendiri. Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang diberikan pun haruslah memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Ketersediaan hijauan makanan ternak sebagai pakan ternak merupakan salah satu faktor yang menentukan baik buruknya perkembangan ternak ruminansia, karena pakan merupakan komponen terbesar dalam biaya produksi usaha peternakan dan berpengaruh langsung terhadap produksi, produktivitas dan kesehatan ternak itu sendiri. Kebutuhan hijauan pakan per ekor ternak ruminansia per hari untuk hidup pokoknya sebanyak ±10% dari berat tubuhnya. Kebutuhan akan hijuan makanan ternak terus bertambah seiring dengan bertambahnya populasi ternak. Namun kendala yang dihadapi yaitu penyediaan hijauan makanan ternak ini produksinya tidak tetap sepanjang tahunnya, hal ini sesuai dengan pendapat Sumarno (1998) yang menyatakan bahwa kendala utama di dalam penyediaan hijauan pakan untuk ternak terutama produksinya tidak dapat tetap sepanjang tahun. Pada saat musim penghujan, produksi hijauan makanan ternak akan melimpah, sebaliknya pada saat musim kemarau tingkat produksinya akan rendah, atau bahkan dapat berkurang sama sekali. Selain itu juga dengan semakin padatnya penduduk, maka lahan yang tersedia untuk hiajuan pakan ternak semakin menyempit. Dengan ketidaktetapan produksi hijauan makanan ternak ini, maka diperlukan budidaya hijauan pakan, baik dengan usaha perbaikan manajemen tanaman keras atau penggalakan cara pengelolaan penanaman rumput unggul sehingga mutu setiap jenis hijauan yang diwariskan oleh sifat genetik bisa dipertahankan atau ditingkatkan. Dengan cara demikian kekurangan akan hijauan pakan dapat diatasi, sehingga nantinya dapat mendukung pengembangan usaha ternak ruminansia yang akan dilakukan (Kanisius, 1983). Dalam menyiasati ketersediaan hijauan makanan ternak yang tidak tetap sepanjang tahun, diperlukan budidaya hijauan makanan ternak salah satunya adalah melalui Sistem Tiga Strata. Dengan demikian kekurangan akan hijauan makanan ternak dapat diatasi, sehingga nantinya dapat mendukung pengembangan usaha ternak ruminansia yang akan dilakukan. Sistem tiga strata adalah sistem penanaman dan pemotongan rumput, leguminosa, semak dan pohon sehingga hijauan makanan ternak tersedia sepanjang tahun (Azmi et al ., 2007).
3
4
Ilustrasi 1. Sketsa layout sistem tiga strata
Strata pertama terdiri dari tanaman rumput potongan dan legume menjalar yang disediakan bagi ternak pada musim penghujan. Strata kedua terdiri dari tanaman yang disediakan bagi ternak apabila rumput sudah mulai berkurang produksinya pada awal musim kemarau. Strata tiga terdiri dari legume pohon yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai fungsi. Pola penanaman melalui sistem tiga strata atau pertanaman lorong dapat dikembangkan sebagai suatu cara untuk tetap dapat tersedia sepanjang tahun. Pola ini, telah berhasil meningkatkan penyediaan pakan ternak dan bahkan meningkatkan produksi ternak serta mengurangi erosi tanah. Pada sistem tiga strata integrasikan tanaman legum diharapkan perbaikan kesuburan lahan karena sumbangan nitrogen dari nodul pada akar dan gizi dari hijauan pakan ternak lebih baik (Nitis et al ., 2000). Rumput, semak, dan pohon ditanam sebagai pagar dari tanaman palawija ataupun tanaman perkebunan terutama pada lahan sempit. Produksi pakan hijauan STS 91% lebih tinggi dari Sistem Tradisional. Erosi lahan 57% lebih rendah, karena strata 2 dan 3 menahan batu dan kerikil, sedangkan strata 1 menahan tanah. Unsur hara dalam bentuk N 75% lebih tinggi, bahan organik 13% lebih tinggi dan humus 23% lebih tinggi (Nitis et al., 2000). Adapun cara lain dalam upaya menyediakan hijauan bagi ternak yaitu dengan beberapa cara pengolahan hijauan untuk menyediakan hijauan sepanjang tahun antara lain : 1. Pengolahan dengan pembuatan silase (proses fermentasi dengan tidak mengubah zat gizi hijauan tersebut). 2. Pengolahan dengan pembuatan hay (proses penyimpanan secara kering dengan mengurangi kandungan air hijauan tersebut). 3. Pengolahan dengan proses amoniasi (proses pengolahan dengan bantuan urea (NH3) untuk meningkatkan kandungan protein kasar dan mengurangi kandungan lignin.
4
5
3.1.2 Penyediaan Konsentrat Konsentrat adalah suatu bahan pakan yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan pakan dan dimaksudkan untuk disatukan dan dicampur sebagai suplemen atau pakan lengkap. Konsentrat bertujuan sebagai makanan ternak penguat yang kaya karbohidrat dan protein seperti jagung, bekatul dan bungkil-bungkilan. Konsentrat digunakan terutama pada saat pertumbuhan, pada masa kebuntingan maupun saat menyusui bagi induknya. Konsentrat sumber protein dapat diperoleh dari hasil samping penggilingan berbagai biji-bijian, sedangkan konsentrat sumber energi dapat diperoleh dari dedak dan biji-bijian seperti jagung. Bahan pakan penguat ini meliputi bahan makanan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir dan berbagai umbi. Fungsi pakan penguat ini adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah. Adapun pemilihan bahan pakan konsentrat ini haruslah bahan yang tidak bersaing dengan bahan kebutuhan manusia. Konsentrat dapat dibuat dari jagung dan berbagai umbi. Solusi dalam penyediaan konsentrat yaitu bisa menggunakan bahan hasil ikutan pertanian dari pabrik seperti bekatul, dedak, bungkil kacang tanah, bungkil kelapa, bungkil kedelai dan tetes (mellase), dengan demikian konsentrat akan selalu tersedia. Namun konsentrat buatan pabrik tidak jarang harganya mahal karena adanya bahan-bahan yang impor dari luar negeri, seperti tepung ikan. Oleh karena itu, bisa dibuat konsentrat dengan harga yang lebih murah yaitu tepung ikan yang merupakan bahan impor ini dapat diganti dengan bahan yang lain, seperti ampas tahu, daun kacang tanah, atau bungkil kedelai. 3.2 Compl ete F eed , sebagai Solusi Pemberian Pakan Sapi Perah Di Inndonesia 3.2.1 Kebutuhan Nutrisi Sapi Laktasi Pemenuhan nutrien bagi ternak sapi perah bertujuan untuk : (a) Memenuhi kebutuhan hidup pokok, (b) Mempertahankan produksi, dan (c) Mendukung berbagai proses produksi lain seperti kebuntingan dan lain-lain. Nutrien dimaksud dapat dikelompokkan menjadi energi, protein, karbohidrat, mineral, dan vitamin . Apabila di dalam pakan yang disajikan terjadi kekurangan nutrien tersebut di atas maka tingkat produktivitas ternak akan terganggu. Namun, jumlah nutrien yang dibutuhkan sangat tergantung pada fase fisiologis ternak. Misalnya, pada sapi perah dewasa, tingkat energi yang terkandung di dalam pakannya, pada umumnya sangat menentukan tingkat produksi susunya. Sedangkan pada sapi dara dan sapi perah laktasi pertama, kebutuhan terhadap protein relatif cukup tinggi guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan kerangka tubuh dan produksi. Mineral dan vitamin pada umumnya tidak sebagai faktor pembatas yang dominan terhadap produksi, dan ternak mengambil sebagian besar nutrien ini dari pakan hijauan yang dikonsumsinya. Sapi perah yang sedang laktasi mempunyai potensi sangat besar untuk meningkatkan produksi karbohidrat, protein dan lemak dalarn susu, tetapi ternakternak tersebut juga mempunyai kebutuhan nutrien yang tinggi untuk mencapai potensi genetiknya. Sebagai contoh, misalnya selama 12 bulan periode laktasi jumlah protein yang dihasilkan oleh seekor sapi perah (Peranakan Friesian
5
6
Holstein) mencapai 1 kg/hari. Jumlah ini ekuivalen dengan pejantan sapi pedaging yang mempertahankan pertambahan bobot badan sebesar 8 kg/hari atau 4 kali lebih besar dari yang sering kali dijumpai di peternakan komersial. Oleh karena itu, untuk mencapai performans produksi tersebut sapi yang sedang laktasi harus dapat mengonsumsi bahan kering pakan sampai 4% bobot badannya (dalam bahan kering) setiap harinya (Chamberlain and Wilkinson, 1996). Dalam upaya memenuhi kebutuhan nutrisi sapi perah laktasi maka dilakukan pemberian pakan dengan komposisi seperti dibawah ini : Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Sapi Perah Laktasi
* presentase atas dasar „as feed‟ Nutrien utama yang berperan dalam pakan sapi perah, meliputi : air, energi, protein, serat kasar, mineral dan vitamin. 1. Air Profit Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia Air bersih dan segar adalah penting bagi kelangsungan kehidupan ternak, dan dibutuhkan dalam jumlah besar serta harus tersedia sepanjang waktu. Air berfungsi sebagai buffer (penyeimbang), dan sebagai pengangkut nutrien ke seluruh tubuh, serta sebagai salah satu bahan dasar darah dan susu. Seekor sapi membutuhkan air dalam jumlah lebih banyak pada pemeliharaan di daerah beriklim tropis. Umumnya, kebutuhan dasar seekor sapi perah terhadap air lebih kurang 40 liter per hari (akan bertambah apabila ukuran tubuh sapi lebih besar). Jumlah ini akan menjamin semua fungsi tubuh agar bekerja pada tingkat optimum. Tambahan air dibutuhkan bagi sapi yang sedang laktasi ; untuk setiap liter susu yang dihasilkan, sapi membutuhkan tambahan empat liter air. Oleh karena itu, seekor sapi yang menghasilkan 10 liter susu per hari akan membutuhkan total 80 liter air per hari . Apabila seekor sapi menghasilkan 20 liter susu, maka harus disediakan 120 liter air per hari.
6
7
2. Energi Dibandingkan dengan nutrien lainnya, seperti vitamin dan mineral, maka energi dan protein sangat berpengaruh terhadap produktivitas sapi perah. Besarnya konsumsi energi bergantung pada konsentrasi energi per unit pakan dan jumlah pakan yang dikonsumsi. Seekor sapi perah membutuhkan energi untuk beberapa fungsi : Mempertahankan fungsi-fungsi normal tubuh, seperti bernapas, fungsi-fungsi aliran di dalam tubuh,pencernaan dan kegiatan lainnya. Kebuntingan, pada saat foetus bertumbuh di fase kebuntingan akan lebih banyak energi dibutuhkan untuk mendukung proses kebuntingan tersebut. Laktasi, yakni selama periode produksi susu. Pertumbuhan, yakni pada sapi perah yang belum mencapai dewasa dan masih dalam pertumbuhan tubuhnya. Kondisi tubuh, apabila terdapat kelebihan energi di dalam pakan maka nutrien tersebut akan disimpan dalam bentuk lemak dan dipergunakan kemudian apabila terdapat kekurangan energi di dalam pakan . Pada sapi perah dewasa, kekurangan konsumsi energi akan mengakibatkan kurangnya produksi susu dan menurunnya bobot badan. Pada sapi perah yang sedang laktasi, energi dibutuhkan untuk hidup pokok, proses selama kebuntingan, produksi susu dan memperbaiki kondisi tubuh. Kebutuhan energi untuk hidup pokok misalnya untuk proses pernapasan, mempertahankan temperatur tubuh, berjalan dan melakukan aktivitas makan. Kebutuhan energi untuk laktasi = (0,0929 × %lemak + 0,0547 × %protein + 0,0395 × %laktosa) Mcal NE/kg susu. Sedangkan energi yang dibutuhkan untuk hidup pokok bervariasi bergantung pada bobot badan ternak seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kebutuhan energi sapi perah untuk hidup pokok
Sumber : Maff, 1984 Energi juga dibutuhkan untuk memproduksi susu yang jumlahnya sangat ditentukan oleh komposisi susu, terutama kandungan lemak dan proteinnya. Tabel 3 dan 4 menyajikan jumlah energi dan TDN yang dibutuhkan ternak perah di daerah tropis untuk menghasilkan I liter susu dengan berbagai level kandungan energi dan protein susu. Kebutuhan ini didasarkan terutama pada aktivitas ternak yang selalu dikandangkan seperti halnya yang dilakukan oleh peternak di 7
8
Indonesia. Akan tetapi, bila ternak-ternak sapi perah tersebut diberikan aktivitas merumput atau exercise lainnya, maka kebutuhan baik untuk hidup pokok (maintenance) maupun produksi lebih tinggi dari yang tercantum pada Tabel 3 dan 4. Tabel 3 . Kebutuhan energi per liter susu dengan berbagai komposisi kadar lemak dan protein susu (MJ ME/liter)
Sumber : Maff, 1984 Tabel 4 . Kebutuhan energi per liter susu dengan berbagai komposisi kadar lemak dan protein susu (kg TDN/liter)
Sumber : Maff, 1984 3. Protein Kecukupan protein merupakan suatu prasyarat penting untuk menghasilkan produksi susu yang tinggi. Jumlah protein yang dibutuhkan oleh seekor sapi perah yang sedang laktasi sangat bergantung pada ukuran tubuhnya, pertumbuhan, produksi susu dan fase kebuntingan. Namun, di antara faktor-faktor tersebut, produksi susu merupakan faktor yang paling dominan memengaruhi kebutuhan protein ternak. Kebutuhan protein kasar untuk laktasi = 83 g/kg susu dilanjutkan dengan suatu penelitian klasik menunjukkan bahwa produksi susu meningkat sebesar 550 liter/laktasi ketika kandungan protein pakan dinaikkan dari 13,9 menjadi 15,8% (Kutches, 1979).
8
9
Selain untuk ternak inangnya, protein dibutuhkan guna terciptanya populasi mikroba rumen yang baik, hal tersebut dibutuhkan bagi pencernaan optimum pakan hijauan dan konsentrat. Populasi mikroba di dalam rumen juga akan berpengaruh terhadap konsumsi protein oleh sapi perah. Hasil fermentasi mikroba di dalam rumen berupa asam lemak (VFA) sebagai suatu sumber energi untuk produksi. Oleh karena itu, protein dari pakan yang dikonsumsi dan dicerna di rumen akan menjamin pertumbuhan populasi mikroba dengan baik yang selanjutnya akan menjamin proses pencernaan yang sangat efektif. Mengingat pentingnya peran mikroba rumen, maka dalam perkembangan ilmu nutrisi ruminansia, protein yang dibutuhkan sebaiknya diukur dalam satuan protein kasar yang merupakan jumlah dari protein terdegradasi di rumen, rumen degredable protein (RDP) dan protein yang tidak terdegradasi di rumen atau undegredable protein (UDP) . Hal ini perlu dilakukan karena protein asal mikroba yang tersedia untuk proses produksi susu memberikan kontribusi yang signifikan sehingga penentuan nilai pemenuhan protein tidak under atau over-estimate. Menurut Devendra (2006) apabila terjadi defisit protein bisa saja dipenuhi dari semua sumber protein (misalnya UDP). Akan tetapi, tidak semua UDP yang dikonsumsi menjadi tersedia bagi ternak karena masih tergantung pada besar kecilnya kernampuan ternak untuk mencerna protein atau asam amino yang sampai di usus halus . Produksi susu memengaruhi kebutuhan RDP dan UDP. Cohen (2001) menyatakan bahwa di atas tingkat produksi susu tertentu, protein pakan harus dalam bentuk RDP. Ada batasanpada kapasitas rumen dalam menggunakan RDP untuk memproduksi protein mikroba yang kemudian dialirkan ke usus halus untuk dicerna secara enzimatis. Penelitian di luar negeri dengan pemberian pakan basal yang cukup berkualitas memperlihatkan bahwa protein mikroba yang keluar dari rumen dapat mempertahankan produksi susu sampai 12 liter/hari atau dapat dikatakan bahwa apabila produksi susu sebesar 12 liter/ hari atau kurang, semua protein di dalam pakan bisa dalam bentuk RDP (yaitu protein yang dapat digunakan oleh mikroba). Akan tetapi, bila produksi susu melebihi 12 liter/hari, paling tidak sebagian dari protein ada dalam bentuk RDP. Secara umum dapat dijadikan pedoman bahwa bila pakan yang diberikan pada sapi perah berkualitas baik dan mampu memberikan produksi susu kurang lebih 30 liter/hari, maka ternak tersebut tidak perlu disuplementasi lagi oleh RDP (Cohen, 2001). 4. Serat Kasar Serat kasar merupakan salah satu nutrien penting di dalam pakan sapi yang berfungsi menjalankan fungsi rumen yang baik. Apabila fungsi rumen terhambat maka pencernaan akan terganggu dan hewan tidak akan mampu untuk mencapai manfaat optimum dari pakan yang disajikan. Secara umum, ternak ruminansia membutuhkan serat dalam ransumnya untuk menjamin berjalannya fungsi rumen secara normal, dan sekaligus untuk mempertahankan kadar lemak susu. Level serat yang dibutuhkan oleh sapi perah dalam ransumnya adalah nilai minimum yang absolut (Van Soest, 1994). Seperti diketahui bahwa serat dalam bahan pakan itu dapat dibagi menjadi dua, yaitu : ADF (acid detergent fibre) dan NDF (neutral detergent fibre). Target (1999) menyarankan bahwa level NDF dalam pakan bisa mencapai 30-35% dari total bahan kering ransum. Bahan pakan yang rendah serat, tetapi tinggi pati dapat menyebabkan tingginya keasaman rumen (pH rendah) dan kondisi ini dapat mengakibatkan 9
10
terjadinya acidosis. Pemberian buffer berupa sodium bicarbonat dalam ransum dapat menurunkan keasaman (meningkatkan pH) sehingga acidosis dapat dihindarkan. Pemberian buffer sangat dianjurkan apabila sapi perah diberi biji bijian dalam jumlah lebih dari 4-5 kg/ekor. 5. Mineral dan Vitamin Mineral dan vitamin merupakan nutrien yang dibutuhkan ternak walaupun dalam jumlah yang minim. Mineral dan vitamin lebih banyak berperan dalam mempertahankan produktivitas ternak dan dalam menjaga kesehatan ternak. Semakin tinggi tingkat produktivitas seekor ternak maka semakin kritis kebutuhannya terhadap kecukupan mineral dan vitamin. Selanjutnya, apabila energi dan protein telah terpenuhi, maka mineral dan vitamin menjadi faktor pembatas peningkatan produktivitas ternak, termasuk produksi susu. Pada prinsipnya, suplemen mineral yang baik harus memenuhi persyaratan, antara lain : rasio Ca:P = 2:1, mengandung mineral mikro yang sering defisien dalam ransum seperti Mn, Co, Cu, Se dan Zn, serta terhindar dari unsur-unsur toksik (McDowel et al., 1980). Vitamin merupakan nutrien yang esensial pada sapi perah. Akan tetapi, karena kemampuan mikroba rumen dalam membentuk sebagian vitamin yang dibutuhkan oleh ternak inang, maka hanya vitamin A, D, dan E yang perlu mendapat perhatian dalam formulasi ransum sapi perah. Selain itu, pembe rian karoten yang cukup perlu mendapat perhatian peternak. Diduga bahwa defisiensi karoten dapat mengakibatkan adanya gangguan reproduksi seperti terlambatnya ovulasi, berahi tenang, terbentuknya sistik folikel, malahan dapat terjadi kematian dini pada embrio. Sedangkan pada anak sapi dapat mengakibatkan timbulnya gejala diare (Lotthammer, 1991 dikutip oleh Soetanto, 1994). Untuk itu, dianjurkan untuk memberi karoten pada sapi perah dara dan yang sedang laktasi dengan dosis masing-masing sebanyak 125 dan 300 mg/ekor/hari. 3.2.2 Komposisi Ransum Komplit Sesuai dengan Kebutuhan Bahan Pakan yang diperlukan: Bahan pakan berserat contohnya: rumput hijauan, jerami jagung, jerami jagung, klabot jagung, janggel jagung, kulit singkong, kulit kacang, brangksan kacang hijau. Pakan Kosentrat: bahan pakan yang bermutu tinggi atau berprotein tinggi. Baik dari satu bahan pakan atau lebih. Contonya adalah Dedak padi, bekatul, ampas tahu, pollard atau dedak gandum, dedak jagung, bunkil sawit, dll atau pun pakan kosentrat yang dijual dipasaran. Bahan suplemen: garam dapur, molasses atau tetes tebu, urea, dan probiotik yang sering kita temui di pasaran contohnya : starbio, probion, EM4, ragi tape jerami, SOC HCS, Probiotik Tangguh Nasa, Biofad, Probion, dll.
Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk pembuatan complete feed antara lain : Sumber SK (jerami, tongkol jagung, pucuk tebu). Sumber energi (dedak padi, kulit kopi, kulit kakao tapioka, tetes). Sumber protein (bungkil kedelai, bungkil kelapa, bungkil sawit, bungkil biji kapok) Sumber mineral (tepung tulang, garam dapur) (Riwantoro, 2007).
10
11
Sebagai perbandingan untuk mengetahui contoh komposisi complete feed dari pembuatan silase complete feed. Ketersediaan bahan pakan yang digunakan sebagai bahan pembuatan complete feed di bagi 2 yaitu daerah sentra dan daerah non sentra. Daerah sentra menggunakan sumber serat dari jerami padi dan jerami jagung, sumber energi dari dedak dan jagung giling, dan sumber protein dari bungkil kelapa. Di daerah non sentra, complete feed menggunakan sumber serat dari jerami jagung, limbah wortel, kol dan kulit kopi, sumber energi dari dedak padi dan jagung giling, dan sumber protein dari bungkil kelapa dan ampas tahu. Analisis proximat dilakukan guna mengetahui kandungan nilai gizi setiap bahan pakan sebagai dasar untuk menyusun complete feed (Ambo Ako, 2013). Setelah semua bahan diketahui kandungan gizinya, formulasi complete feed disusun sesuai dengan kebutuhan sapi perah untuk produksi susu minimal 10 liter/ekor/hari menurut rekomendasi NRC (2001). Bahan sumber serat dipotong potong menggunakan chopper dan dicampur dengan bahan sumber energi dan protein serta mineral yaitu garam dapur. Selanjutnya ransum yang telah diformulasi dimasukkan ke dalam drum plastik untuk disimpan dalam keadaan anaerob (dalam bentuk silase). Silase complete feed yang dihasilkan dianalisis kualitas fisik dan kimianya. (Ambo Ako, 2013) Contoh silase complete feed dari limbah pertanian untuk sapi perah: Tabel 5. Formulasi complete feed (berbahan baku jerami,T1) beserta kandungan nutrisi untuk daerah sentra pengembangan sapi perah Kabupaten Enrekang Bahan Pakan
%
BK (%)
TDN (%)
Abu (%)
PK (%)
Lemak (%)
SK (%)
BETN (%)
Ca (%)
P (%)
Jerami Padi
10
2,26
4,32
1,69
0,42
0,15
3,25
4,50
0,04
0,03
Jerami Jagung
35
7,35
21,00
3,57
3,47
0,62
9,59
17,75
0,43
0,04
Dedak Padi
20
17,84
13,58
2,72
2,60
1,73
2,78
10,17
0,02
0,28
Jagung giling
5
4,34
4,04
0,11
0,54
0,21
0,13
4,01
0,01
0,02
Bungkil Kelapa
30
26,58
23,61
2,47
6,39
3,27
4,26
13,62
0,07
0,20
100
58,37
66,55
10,56 13,42
5,98
20,01
50,05
0,57
0,56
Hasil perhitungan komposisi bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan ternak sapi perah dengan Berat Badan 350-400 kg dan produksi minimal 10 liter/ekor/hari. (Ako dkk, 2013)
11
12
Tabel 6. Formulasi complete feed (berbahan baku jerami dan limbah sayur, T2) beserta kandungan nutrisi untuk daerah non sentra pengembangan sapi perah Kabupaten Enrekang Bahan Pakan
%
BK (%)
TDN (%)
Abu (%)
PK (%)
LK (%)
SK (%)
BETN (%)
Ca (%)
P (%)
Limbah Kol
2
0,20
1,52
0,24
0,43
0,07
0,26
1,01
0,01 0,01
Limbah Wortel
2
0,14
1,83
0,29
0,29
0,29
0,12
1,01
0,01
Kulit Kopi
8
6,82
4,58
0,71
0,57
0,31
2,26
4,15
0,00 0,00
Jerami Jagung
45
9,45
27,00
4,59
4,46
0,80
12,33
22,82
0,56 0,05
Bungkil Kelapa
16
14,18
12,59
1,32
3,41
1,74
2,27
7,26
0,04 0,11
Jagung giling
2
1,74
1,62
0,04
0,22
0,09
0,05
1,60
0,00 0,01
Dedak Padi
20
17,84
13,58
2,72
2,60
1,73
2,78
10,17
0,02 0,28
Ampas Tahu
5
0,73
3,90
0,26
1,52
0,02
1,11
1,63
0,01 0,06
100
51,08
66,62 10,16 13,49
5,04
21,18
49,66
0,65 0,53
0,02
Hasil perhitungan komposisi bahan pakan untuk memenuhi ke butuhan ternak sapi perah dengan Berat Badan 350-400 kg dan produksi minimal 10 liter/ekor/hari. (Ako dkk, 2013) 3.2.3 Pembuatan dan Penyediaan Ransum Komplit Complete feed atau pakan komplit merupakan pakan ternak yang lengkap yang bisa melengkapi dan memenuhi nutrisi dan gizi yang dibutuhkan ternak selama satu hari (24 jam). Pakan lengkap ini adalah kombinasi, campuran, gabungan dari pakan hijauan, kosentrat yang berprotein tinggi, pakan yang berserat, dan pakan suplemen. Agar pakan lengkap ini berkualitas untuk ternak, diperlukan pengolahan yaitu dengan Teknologi pembuatan pakan komplit yang disebut dengan fermentasi yang menggunakan probiotik. Keunggulanmenggunakan pakan komplit : Peternak tidak harus lagi membanting tulang untuk mencari rumput(ngarit) setiap hari, sebab dengan fermentasi, pakan komplit dapat bertahan dan simpan lama sebagai cadangan pakan pada saat musim kemarau. Kita tidak perlu lagi memperkajakan banyak tenaga kerja, hanya dengan satu orang, mampu memelihara kambing atau domba lebih kurang sekitar 200 ekor, begitu juga dengan sapi yang dapat dipelihara oleh 1 orang dengan jumlah 20 ekor
12
13
Tentunnya kualitas pakan ternak terjamin dengahn nutrisi yang lengkap sesuai dengan kebutuhan ternak.
Bahan Pakan Dan Peralatan Yang Diperlukan: Bahan pakan berserat contohnya: rumput hijauan, jerami jagung, jerami jagung, klabot jagung, janggel jagung, kulit singkong, kulit kacang, brangksan kacang hijau. Pakan Kosentrat: bahan pakan yang bermutu tinggi atau berproten tinggi. Baik dari satu bahan pakan atau lebih. Contonya adalah Dedak padi, bekatul, ampas tahu, pollard atau dedak gandum, dedak jagung, bunkil sawit, dll atau pun pakan kosentrat yang dijual dipasaran. Bahan suplemen: garam dapur, molasses atau tetes tebu, urea, dan probiotik yang sering kita temui di pasaran contohnya : starbio, probion, EM4, ragi tape jerami, SOC HCS, Probiotik Tangguh Nasa, Biofad, Probion, dll. Peralatan: Alat atau mesin pencacah/chopper, bak penampung sebagai tempat fermentasi, missal, silo, kantong plastic kedap udara, dlll. Terpal, gayung, kayu atau bamboo, sekop sebagai pengaduk. Proses Pembuatan Pakan Komplit Bahan pakan sumber serat dicacah dengan chopper/mesin pencacah, kemudian diletakkan diatas terpal, hasil cacahan yang kecil akan semakin baik, karena saat pencampuran akan homogen (mudah tercampur dengan merata). Di atas cacahan pakan serat, ditambahkan konsentrat sebagai protein tinggi. Tambahkan garam dapur dalam air secukupnya, tambahkan urea dengan air secukupnya. Setelah garam dapur dan urea telah larut. Kemudian baru ditambahkan molasses atau tetes tebu dan probiotik. Jika diperlukan agar dapat menambahkan air seperlunya. Semprotkan/percikan larutan garam dapur, urea, tetes tebu, dan probitiok di atas hamparan bahan pakan berserat. Kemudian diaduk-aduk rata dan bila diperlukan menambahkan air kembali, sehingga kandungan air mencapai 60%. Takarannya jika dipegang/dikepal bahan pakan basah di tangan, tapi air tidak menetes. Kemudian masukkan bahan pakan ternak tersebu dalam silo, atau tempat lainnya, ditekan agar padat, tidak ada udara(anaerob). Kemudian ditutup rapat selama 3 minggu. Pakan komplit ini, bisa diberikan dan digunakan sesudah tiga hari proses fermentasi berlangsung, asalkan sesudah kita mengambil untuk diberi ke ternak harus ditutup rapat kembali. Sesudah proses fermentasi sekitar 3(tiga) minggu tersebut, pakan lengkap tersebut dapat disimpan dalam kondisi terbuka namun sebelumnya harus diangin-anginkan terlebih hingga kering.
13
14
III PENUTUP 3.1
Kesimpulan
Berdasarkan materi yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Upaya penyediaan hijauan bisa menggunakan sistem tiga strata. Selain itu bisa dengan pengolahan dengan silase, hay, dan amoniasi. 2) Upaya penyediaan konsentrat bisa menggunakan hasil ikutan pertanian. 3) Kebutuhan nutrisi sapi perah laktasi meliputi air, energi, protein, serat kasar, mineral dan vitamin. 4) Komposisi / kandungan nutisi complete feed sangat lengkap meliputi bahan kering, TDN, abu, protein kasar, serat kasar, BETN, kalsium dan posfor yang kandungan pada tiap bahan pakan berbeda – beda, serta dapat memenuhi kebutuhan nutrisi sapi perah selama 24 jam. 5) Pembuatan complete feed yaitu bahan sumber serat dicacah dan ditambahkan konsentrat. Tambahkan garam dapur dalam air, tambahkan urea dengan air secukupnya. Setelah garam dapur dan urea telah larut. Kemudian baru ditambahkan molasses atau tetes tebu dan probiotik.Semprotkan/percikan larutan garam dapur, urea, tetes tebu, dan probitiok di atas hamparan bahan pakan berserat. Kemudian diaduk-aduk rata dan bila diperlukan menambahkan air kembali, sehingga kandungan air mencapai 60%. Takarannya jika dipegang/dikepal bahan pakan basah di tangan, tapi air tidak menetes. Kemudian masukkan bahan pakan ternak tersebu dalam silo, atau tempat lainnya, ditekan agar padat, tidak ada udara(anaerob). Kemudian ditutup rapat selama 3 minggu.
14
15
DAFTAR PUSTAKA
Ako, ambo., fatma, jamila dan S. Saba. 2013. Produksi Dan Kualitas Susu Sapi Perah Yang Diberi Silase Complete Feed Berbahan Baku Limbah Pertanian. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanudin. Akoso, B.T. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius. Yogyakarta. Anggorodi, H., 1985. Ilmu Makanan ternak Unggas. PT. Gramedia, Pustaka Utama, Jakarta. Anonim. 2015. Teknologi Pembuatan Pakan Komplit Untuk Ternak. [Online]. Available at: http://www.peternakankita.com/teknologi-pembuatan pakan-komplit-untuk-ternak/ (diakses pada tanggal 11 Oktober 2016, pukul 16.50 WIB). Azmi dan Gunawan. 2007. Usaha tanaman-ternak kambing melalui sistem integrasi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, Bengkulu. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal:523-531. Chamberlain, A.T ., And Wilkinson, J .M. 1996 . Feeding The Dairy Cow. Chalcombe Publication, Welton, UK. Cohen, D .C . 2001. Degradability Of Crude Protein From Clover Based Herbages Used In Irrigated Dairy Production Systems In Northern Victoria. Australian Journal Of Agricultural Research 52 : 415-425 Devendra, C . 2006 . Improvement Of Crop-Animal Systems In Rainfed Agriculture In The East-Asia : The CASREN Project Experience. Proceedings Of International Conference On Integrating Livestock- Crop Systems To Meet The Challenge Of Globalisation (Eds. P.Rowlinson, C . Wachirapakorn, P . Pakdee, And M. Wanapat). November 14-18, 2006, Khon-Kaen University, Thailand. Kartadisastra, H.R.1997. Penyediaan & Pengelolaan Pakan ternak Ruminansia (Sapi, Kerbau, Domba, Kambing) . Kanisius. Yogyakarta. Kutches, A .J .1979. Feeding Dairy Cattle. In Livestock Feeds And Feeding (Edited By D.C . Chruch). 0 & B. Books, Inc, USA. MAFF, 1984. Energy Allowances And Feeding Systems For Ruminants. Reference Book 433, Ministry Of Agriculture, Fisheries And Food, HMSO, London. Mcdowell, L.R., J .H . Conrad And J.K. Loosli. 1980. Mineral Defisiencies And Toxicities For Grazing Ruminants In The Tropics. In : Proceedings International Workshop On Studies On Feeds And Feeding Of Livestock And Poultry-Feed Composition. Data Documentation And Feeding Systems In The APHCA Region. Utah State University, Loga, USA. Nitis, I. M., K. Lana., dan A. W. Puger. 2000. Pengalaman pengembangan tanaman ternak berwawasan lingkungan di Bali. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan. Universitas Udayana, Denpasar, Bali. Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Hal: 44-52. Pangestu, E. Toharmat, T And Tanuwiria. 2003. Nilai Nutrisi Ransum Berbasis Limbah Industri Pertanian Pada Sapiperah Laktasi . J. Indom. Trop. Anim. Agric : 168 Siregar, S.B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Soeharsono. 2004. Laporan Pengkajian Sistem Usaha Tani Integrasi Tanaman Ternak di Lahan Kering . Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. 15
16
Soetanto, H . 1994. Upaya Efisiensi Penggunaan Konsentrat Dalarn Ransum Sapi Perah Laktasi. Pros. Pertemuan Ilmiah Pengolahan dan Komunikasi Hasil Penelitian Sapi Perah. Pasuruan, 26 Maret 1994. Sub Balai Penelitian Ternak Grati, Pasuruan. Sumarno, B. 1998. Penuntun Hijauan Makanan Ternak . Jawa Tengah: Inspektorat/ Dinas Peternakan Jawa Tengah. Sunarso, L.K Nuswantara, A. Setiadi dan Budiyono. 2011. The Performance of Beef Cattle Fed by Complete Feed . International Journal of Engineering & Technology IJET-IJENS 11 (1) : 196 – 199. Target. 1999. Feeding Dairy Cows. A Manual for use in the Target 10 Nutrition Program. (2 nd edition). (Eds . J.Hacobs and W . Hargreaves) . Department of Natural Resources and Environment, Victoria. Tillman, A.D., Hartadi, H. Reksohadiprojo, S., Prawirokusumo, S., Lebdosoekojo, S. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Van Soest, P .J. 1994. Nutritional Ecology of the Ruminants. 0 & B Books: Oregon, Covallis. Wright, T. dan R. Lackey. 2008. Drfinition of Feed Manufacturing and Livestock Nutrition Terms. Ontario Ministry of Agriculture, Food, and Rural Affairs.
16
17
LAMPIRAN
Lampiran 1. Proses pembuatan complete feed
17