UJI TRIAXIAL http://bumih.wordpress.com/about/
Tujuan utama uji triaksial adalah untuk menentukan kekuatan batuan padakondisi pembebanan pembeban an triaksial melalui persamaan kriteria keruntuhan. Kriteria keruntuhan yang sering digunakan dalam pengolahan data uji triaksial adalah criteria Mohr-Coulom Mohr-Coulomb. b. Hasil pengujian triaksial kemudian diplot kedalam kurva Mohr- Coulomb sehingga dapat ditentukan parameter-parameter kekuatan batuan sebagai berikut: o
Strength envelope (kurva intrinsik)
o
Kuat geser (Shear strength)
o
Kohesi (C)
o
Sudut geser dalam (φ)
Pada pengujian triaksial, contoh batuan dimasukkan kedalam sel triaksial, diberi tekanan pemampatan (σ3), dan dibebani secara aksial (σ1), sampai runtuh. Pada uji ini, tegangan menengah dianggap sama dengan tekanan pemampatan (σ 3= σ1). Alat uji triaksial yang digunakan merupakan merujuk pada alat triaksial yang dikembangkan oleh Von Karman pada tahun 1911 (Gambar 2.4). Di dalam apparatus ini, tekanan fluida berfungsi sebagai tekanan tekanan pemampatan (σ3 ) yang diberikan kepada contoh batuan. Fluida dialirkan dengan menggunakan pompa hidraulik dan dijaga agar selalu konstan.
Gambar 2.4 Aparatus uji triaksial Von Karman, 1911 (Patterson, 1978) Pada mulanya, beban aksial merupakan instrumen utama yang mengendalikan uji ini. Namun dengan perkembangan teknologi masa kini sudah memungkinkan untuk mengendalikan uji ini melalui kontrol beban atau deformasi yang dialami contoh batuan, bahkan dengan menggunakan katup servo, regangan aksial dan tekanan pori dapat juga diatur besarnya. Untuk penelitian ini, digunakan mesin tekan Control seri 85060715 CAT C25/B tanpa katup servo.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Uji Triaksial 1. Tekanan pemampatan
Tekanan pemampatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi dalam uji triaksial. Besarnya tegangan aksial pada saat contoh batuan runtuh saat pengujian triaksial selalu lebih besar daripada tegangan aksial saat contoh batuan runtuh pada pengujian kuat tekan uniaksial. Hal ini disebabkan karena adanya penekanan (pemampatan) dari arah lateral dari sekeliling contoh batuan pada uji triaksial. Berbeda pada pengujian kuat tekan uniaksial, tekanan pemampatannya adalah nol (zero confining pressure), sehingga tegangan aksial batuan lebih kecil. Berdasarkan penelitian Von Karman (1911) pada batuan marbel Carrara dapat dilihat dengan adanya tekanan pemampatan pada contoh batuan mengakibatkan kenaikan tekanan aksial dan bersifat lebih ductile. Gambar 2.5 menunjukkan semakin tingginya tegangan puncak (peak) jika tekanan pemampatannya semakin besar.
2. Tekanan pori Dari penelitian Schwartz pada tahun 1964 yang mempelajari tentang tekanan pori pada uji triaksial terhadap batuan sandstone (lihat Gambar 2.6). Dapat disimpulkan bahwa naiknya tekanan pori akan menurunkan kekuatan batuan.
Gambar 2.5 Pengaruh tekanan pemampatan terhadap kurva teganganregangan pada batuan Carrara marble oleh Von Karman, 1911 (Vutukuri & Katsuyama, 1994) Gambar 2.6 Pengaruh tekanan pori terhadap kurva tegangan -regangan pada batu sandstone oleh Schwartz, 1964 (Vutukuei, Lama & Saluja, 1974) 3. Temperatur Secara umum, kenaikan temperatur menghasilkan penurunan kuat tekan batuan dan membuat batuan semakin ductile. Gambar 2.7 menunjukkan kurva tegangan diferensial (deviatoric stress,
σ3-σ1) – regangan aksial untuk batuan granit pada tekanan pemampatan 500 MPa dan pada temperatur yang berbeda-beda. Pada temperatur kamar, sifat batuan adalah brittle, tetapi pada temperatur 800 0C batuan hampir seluruhnya ductile. Efek temperatur terhadap tegangan diferensial saat runtuh untuk setiap tipe batuan adalah berbeda. Pada penelitian ini, pengaruh temperature diabaikan.
Gambar 2.7 Pengaruh temperatur terhadap kurva tegangan diferensialregangan aksial untuk batuan granit pada tekanan pemampatan 500 MPa oleh Griggs, 1960 (Vutukuri & Katsuyama, 1994) 4. Laju deformasi Kenaikan laju deformasi secara umum akan menaikkan kuat tekan batuan. Hal ini terbukti dari penelitian-peneliatian terdahulu. Pada tahun 1961, Serdengecti dan Boozer melakukan penelitian tentang pengaruh kenaikan laju deformasi pada uji triaksial. Dari penelitian mereka pada batuan limestone dan gabbro solenhofen,
Gambar 2.8 Pengaruh laju deformasi terhadap kurva kuat tekantekanan pemampatan untuk batuan Westerly granite oleh Logan dan Handin, 1970 (Vutukuri & Katsuyama, 1994) 4. Bentuk dan Dimensi contoh batuan Bentuk contoh batuan pengujian triaksial sama seperti uji kuat tekan uniaxial bentuk silinder. Semakin bertambahnya ukuran contoh batuan, kemungkinan tiap contoh batuan dipengaruhi oleh bidang lemah akan semakin besar. Oleh karena itu, semakin besar contoh batuan yang akan diuji, kekuatan contoh batuan tersebut akan berkurang. Variasi perbandingan panjang terhadap diameter contoh batuan ( /d) diketahui akan mempengaruhi kekuatan contoh batuan. Kekuatan contoh batuan akan menurun seiring dengan menaiknya perbandingan panjang terhadap diameter contoh batuan ( /d). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mogi pada tahun 1962.
Menurut ISRM (1972) untuk contoh batuan pada uji triaksial dan kuat tekan uniaksial, perbandingan antara tinggi dan diameter contoh silinder yang umum digunakan adalah 2 sampai 2,5 dengan area permukaan pembebanan yang datar, halus dan paralel tegak lurus terhadap sumbu aksis contoh batuan.
5. Tipe Deformasi Batuan pada Uji Triaksial Secara garis besar tipe deformasi yang terjadi saat contoh batuan runtuh dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu brittle fracture dan ductile fracture. Serdengecti dan Boozer menyebutkan bahwa brittle fracture terjadi pada tekanan pemampatan yang rendah, temperatur yang rendah dan laju deformasi yang besar. Sebaliknya, ductile fracture lebih sering terjadi pada tekanan pemampatan yang tinggi, temperatur yang tinggi dan laju deformasi yang rendah (Vutukuri, Lama & Saluja, 1974). Griggs & Handin (1960) menjelaskan deformasi makroskopik yang dialami batuan pada tekanan pemampatan yang tinggi dalam uji triaksial. Mereka mendapati lima tipe deformasi yang terjadi yang dialami contoh batuan saat diberi tekanan pemampatan yang tinggi dalam uji triaksial tersebut (lihat Gambar 2.9). Tipe 1 menunjukkan deformasi brittle yang ditandai oleh bentuk runtuh atau pecah yang berupa splitting. Splitting dianggap sebagai rekahan yang sejajar terhadap arah gaya tekan aksial yang mengindikasikan lepasnya ikatan antarbutir dalam contoh batuan karena tarikan. Tipe 2 masih menunjukkan deformasi brittle, sudah terlihat adanya deformasi plastis sebelum contoh batuan runtuh (seiring dengan naiknya tekanan pemampatan). Belahan yang berbentuk kerucut dengan arah aksial menunjukkan terjadinya tegangan kompresif, sedangkan belahan kerucut akan memiliki arah lateral ketika terjadi tegangan tarik. Tipe 3 sudah mulai menunjukkan transisi dari brittle ke ductile. Penambahan tekanan pemampatan menyebabkan contoh batuan runtuh in shear. Shear runtuh terjadi ketika butiran yang terikat berpindah sepanjang bidang geser. Proses ini terjadi secara perlahan dari tarikan (tension) dan berakhir dengan geseran (shear).
Karena tekanan pemampatan semakin naik, contoh batuan mulai terdeformasi secara ductile (laju deformasi semakin menurun) dan contoh batuan sudah mulai bersifat plastis (tipe 4). Apabila tekanan pemampatan dinaikkan kembali, contoh batuan akan bersifat sangat plastis dan akan sukar untuk mendapatkan kekuatan puncaknya (tipe 5).
Gambar 2.9 Diagram skematik berbagai tipe deformasi batuan pada pengujian triaksial oleh Griggs dan Handin, 1960 (Vutukuri & Katsuyama, 1994)
A.7. Uji Triaksial ü Tujuan Dari hasil pengujian triaksial dapat di buat kurva Mohr Coulomb sehingga dapat ditemukan : o
Strength Envelope (kurva instrinsik)
o
Kuat Geser (Shear Strength)
o
Sudut Geser Dalam ( ө)
o
Kohesi (C)
ü Cakupan : o
Kurva Mohr Coulomb
o
Strength Envelope
o
Kuat Geser
o
Sudut Geser Dalam
o
Kohesi
ü Peralatan o
Mesin Tombol ”Controls”
o
Sex Triaksial
o
Dial Gauge
o
Jangka Sorong
o
Stop watch
o
Karet Ban
Oli Karet Sampel Mekanisme Sel Triaksial ü Langkah Kerja
1. Gunakan safety glasses dan safety shoes. 2. Contoh batuan yang digunakan berdimensi panjang = dua kali diameter. 3. Contoh batuan dimasukkan ke dalam selubung karet kemudian ditutup kedua ujungnya dengan menggunakan plat, kemudian diletakkan kedalam sel triaksial dan ditutup. Didalam sel triaksial ini akan dipompakan oli bertekanan dari pompa hidrolik untuk memberikan tekanan pengukungan. 4. Letakkan sel triaksial yang berisi contoh batuan di pusat antara plat atas dan plat bawah mesin tekan. Contoh batuan diletakkan dengan permukaan bawah menempel pada plat bawah. 5. Pada alat mesin tekan dipasang dial gauge untuk mengukur deformasi aksial. 6. Hidupkan mesin tekan sehingga sel triaksial menyentuh plat tekan bagian atas. Matikan mesin. 7. Atur jarum penunjuk dial gauge pada posisi nol. 8. Oli dipompakan ke dalam sel triaksial dengan menggunakan pompa hidrolik sampai pada tekanan tertentu (tekanan pengukungan 1 = x1). Pada saat bersamaan, hidupkan kembali mesin tekan dan mulai lakukan pembacaan gaya setiap interval tertentu (2 kN atau 1 kn) hingga terjadi failure. 9. Catat deformasi aksial pada setiap pembacaan gaya selama proses pembebanan. 10. Bila contoh batuan hancur (failure) yang ditunjukkan oleh jarum hitam yang bergerak kembali ke nol, matikan motor dan catat juga lamanya waktu percobaan. 11. Lakukan prosedur yang sama untuk contoh batuan ke-2 dan ke-3, tetapi dengan pengukungan yang berbeda ( x2 dan x3)