1 g sampel masukkan labu 100 ml + 50ml aquadest
+ Al(OH)3 sampai tidak terjadi kekeruhan add 100
ambil 5 ml filtrat dan encerkan pada 250 ml
Netralkan dengan 15 ml NaOH 0,1N
add 100 ml
+ 25 ml aquades + 15 ml HCl 0,1N, panaskan 10 menit.
Ambil 50 ml filtrat dari larutan
Masukkan dalam erlenmeyer
Refluk sampai mendidih 10 menit,
dinginkan larutan dengan cepat
- Masukkan 15 ml filtrat dan 15 ml Luff Schoorl dalam labu dasar bulat,
+ batu didih
- Larutan Blanko : 15 ml aquades + 15 ml Luff Schoorl
+ 15 ml KI 20% dan 10 ml H2SO4 15%
+ indikator amylum
Titrasi dengan Na2S2O3 sampai TAT (putih susu),
Lakukan hal yang sama pada blanko
Masukkan dalam erlenmeyer
+ 15 ml KI 20% dan 10 ml H2SO4 15%
+ indikator amylum
Refluk sampai mendidih 10 menit,
dinginkan larutan dengan cepat
Titrasi dengan Na2S2O3 sampai TAT (putih susu),
Lakukan hal yang sama pada blanko
- Masukkan 15 ml filtrat dan 15 ml Luff Schoorl dalam labu dasar bulat,
+ batu didih.
- Larutan Blanko :15 ml aquades + 15 ml Luff Schoorl, dalam labu dasar bulat,
+ batu didih.
Tanggal Praktikum
Selasa, 28 Oktober 2014
Pr. An. Makanan dan Minuman II
Penetapan Kadar Karbohidrat Secara Kuantitatif dengan Cara Luff Schoorl
Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui kadar karbohidrat secara kuantitatif dengan cara Luff Schoorl
Kelompok 3 :
Nama Anggota
Ferliya Etsa O.
Mey Rinawati
Nomi Tarihoran
Nurdiana Khamardi P.
Patrisius Eston N.
Vivi Christianti
Tujuan
Untuk mengidentifikasi kandungan karbohidrat secara kuantitatif dengan cara Luff Schoorl
Dasar Teori
3.1 Karbohidrat
Karbohidrat adalah polihidroksi aldehid atau polihidroksiketon dan meliputi kondensat polimer-polimernya yang terbentuk. Rumus empiris karbohidrat berupa CnH2nOn atau mendekati Cn(H2O)n yaitu karobon yang mengalami hidratasi. Karbohidrat merupakan hasil sintesa CO2 dan H2O dengan pertolongan sinar matahari dan hijau daun (klorofil). Hasil fotosintesa kemudian mengalami polimerisasi menjadi pati dan senyawa-senyawa bermolekul besar lainnya yang menjadi cadangan makanan pada tanaman.
Secara alami, ada tiga bentuk karbohidrat yang terpenting yaitu :
Monosakarida : karbohidrat tunggal, terdiri atas 3-6 atom C dan zat ini tidak dapat lagi dihidrolisis oleh larutan asam dalam air menjadi karbohidrat yag lebih sederhana.
Sifat : memiliki rasa manis
Gugus aldehid dan keton
Contoh : glukosa, fruktosa, galaktosa
Disakarida : karbohidrat yang tersusun dari dua monosakarida yang sejenis atau tidak. Disakarida dapat dihidrolisis oleh larutan asam dalam air sehingga terurai menjadi 2 molekul monosakarida.
Sifat : memiliki rasa manis, larut dalam air, mengalami hidrolisis menjadi monosakarida yang sejenis ataupun berlainan.
Ikatan yang mengikat 2 monosakrida adalah ikatan glikosidik
Contoh : sukrosa (glukosa dan fruktosa), laktosa (glukosa dan galaktosa), maltose (2 glukosa)
Oligosakarida : karbohidrat yang tersusun dari beberapa monosakarida yang banyak, gabungan dari 3-10 monosakarida
Sifat : mudah larut daiam air dan larutannya berasa manis
Ikatan glikosidik mengikat 3-10 monosakarida pada oligosakarida
Contoh : maltotriosa
Polisakarida : karbohidrat yang tersusun dari lebih dari 10 monosakarida yang banyak jumlahnya, senyawa ini bisa dihidrolisis menjadi banyak molekul monosakarida.
Sifat : polisakarida tidak berasa manis karena molekulnya sedemikian besarnya sehingga tak dapat masuk ke dalam sel-sel kuncup rasa (taste bud) yang terdapat pada permukaan lidah.
Ikatan glikosidik mengikat lebih dari 10 monosakarida pada polisakarida.
Contoh : pati, gom, pektin, selulosa dan derivatnya.
Amilase adalah enzim yang berfungsi memecah zat tepung dan polisakarida menjadi monosakarida, bentuk gula yang dapat di serap oleh tubuh. Air liur mengandung amilase yang memulai proses pencernaan saat makanan masuk kedalam mulut.
Polisakarida merupakan kelompok karbohidrat paling banyak terdapat di alam. Polisakarida merupakan senyawa makromolekul yang terbentuk dari banyak sekali satuan (unit) monosakarida. Jumlah polisakarida ini terdapat jauh lebih banyak daripada oligosakarida maupun monosakarida. Sebagian dari polisakarida membentuk struktur tanaman yang tak dapat larut misalnya selulosa dan hemiselulosa.
Bentuk yang paling umum dari oligosakarida adalah disakarida (terdiri dari dua unit monosakarida) yang terdiri dari proses kondensasi dua molekul monosakarida. Contoh yang paling umum dari disakarida adalah sukrosa (sakarosa).
Fungsi karbohidrat
Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber biokalori dalam bahan makanan, disamping itu juga sebagai bahan pengental atau GMC pada teknologi makanan sebagai bahan penstabil, bahan pemanis (sukrosa, glukosa, fruktosa) dan bahan bakar, misalnya pada glukosa dan pati dan sebagai penyusun struktur sel, misalnya selulosa dan khitin.
Sifat-sifat karbohidrat
Mono dan disakarida memiliki rasa manis; oleh sebab itu golongan ini disebut gula. Glukosa (gula anggur) dan fruktosa (gula buah) adalah contoh monosakarida yang banyak dijumpai di alam. Sukrosa (gula tebu, gula bit) dan laktosa (gula susu) adalah kelompok disakarida yang juga manis. Rasa manis dari gula-gula ini disebabkan oleh gugus hidroksilnya. Trihidroksi (gliserol) dan polihidroksi lain juga berasa manis. Sedangkan polisakarida tidak berasa manis karena molekulnya sedemikian besarnya sehingga tak dapat masuk ke dalam sel-sel kuncup rasa (taste bud) yang terdapat pada permukaan lidah.
Gula Pereduksi
Gula pereduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron, contohnya adalah glukosa dan fruktosa. Ujung dari suatu gula pereduksi adalah ujung yang mengandung gugus aldehida atau keton bebas. Semua monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa, maltosa), kecuali polisakarida (sukrosa dan pati), termasuk sebagai gula pereduksi. Umumnya gula pereduksi yang dihasilkan berhubungan erat dengan aktifitas enzim, dimana semakin tinggi aktifitas enzim maka semakin tinggi pula gula pereduksi yang dihasilkan. Sedangkan gula non pereduksi adalah senyawa gula yang gugus karbonilnya berikatan dengan senyawa monosakarida lain sehingga tidak bebas lagi. Misalnya sukrosa.
Gula Invert
Gula invert adalah hasil hidrolisis dari sukrosa yang hasilnya berupa campuran sebanding glukosa dan fruktosa. Karena hidrolisis sukrosa menukar (invert) tanda rotasi optik, enzim yang melakukan hidrolisisnya dinamakan invertase. Sukrosa tidak dapat bermutarotasi dan karena tidak ada lagi gugus aldehida yang bebas, sukrosa tak dapat lagi mereduksi pereaksi-pereaksi Tollen, fehling, Benedict. Karena itu sukrosa dinamakan gula non-pereduksi. Sukrosa dapat dihitung setelah mengetahui kadar gula pereduksi pada sampel.
Gula Total
Gula total merupakan campuran gula reduksi dan non reduksi yang merupakan hasil hidrolisa pati. Semua monosakarida dan disakarida, kecuali sukrosa berperan sebagi agensia pereduksi dan karenanya dikenal sebagai gula reduksi. Kemampuan senyawa-senyawa gula mereduksi agensia pengoksidasi mendasari berbagai cara pengujian untuk glukosa dan gula-gula reduksi lainnya.
Tabel 1. Penentuan Glukosa, Fruktosa dan Gula Invert dalam suatu Bahan dengan Methoda Luff-Schoorl
ml 0,1 N
Na-thiosulfat
Glukosa, fruktosa, gula invert
mg C6H12O4
ml 0,1 N
Na-thiosulfat
Glukosa, fruktosa, gula invert
mg C6H12O4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
2,4
4,8
7,2
9,7
12,2
14,7
17,2
19,8
22,4
25,0
27,6
30,3
Δ
2,4
2,4
2,5
2,5
2,5
2,5
2,6
2,6
2,6
2,6
2,7
2,7
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
33,0
35,7
38,5
41,3
44,2
47,1
50,0
53,0
56,0
59,1
62,2
-
Δ
2,7
2,8
2,8
2,9
2,9
2,9
3,0
3,0
3,1
3,1
-
-
Uji Kuantitatif Karbohidrat
Cara yang digunakan untuk menentukan banyaknya karbohidrat dalam suatu bahan yaitu antara lain dengan cara kimiawi cara fisik, cara ensimatik atau biokimiawi dan cara kromatografi. Penentuan karbohidrat yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida memerlukan perlakuan pendahuluan yaitu hidrolisa lebih dahulu sehingga diperoleh monosakarida. Bahan dihidrolisa dengan asam atau enzim pada suatu keadaan yang tertentu. Penentuan monosakarida yang dihasilkan dapat dengan cara sebagai berikut :
Metode Luff Schoorl
Pada penentuan gula cara Luff-Schrool yang ditentukan bukannya kuprooksida yang mengendap tetapi dengan menentukan kupri oksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuannya dengan titrasi menggunakan Natrium tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen dengan kupro oksida yang terbentuk dan juga ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan atau larutan. Reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat cara ini mula-mula kupri oksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam kalium iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya kupri oksida. Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi menggunakan Natrium tiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan indikator amilum. Apabila larutan berubah warnanya dari biru menjadi putih berarti titrasi sudah selesai. Agar perubahan warna biru menjadi putih dapat tepat maka penambahan amilum diberikan pada saat titrasi hampir selesai. Setelah diketahui selisih banyaknya titrasi blanko dan titrasi sampel kemudian dikonsultasikan dengan tabel yang sudah tersedia yang menggambarkan hubungan antara banyaknya Natrium tiosulfat dengan banyaknya gula reduksi.
Reaksi yang terjadi dalam penentuan gula metode Luff schoorl dapat dituliskan sebagai berikut;
R-COH + CuO Cu2O + R-COOH
H2SO4 + CuO CuSO4 + H2O
CuSO4 + 2KI CuI2 + K2SO4
2CuI2 Cu2I2 + I2
I2 + Na2S2O3 Na2S4O6 +NaI
I2 + amilum biru
Alat dan Bahan
Alat :
Alat reflux
Hot plate
Buret
Klem & statif
Erlenmeyer
Beaker Glass
Batang Pengaduk
Pipet volume
Bola hisap
Pipet Tetes
Labu ukur
Corong gelas
Bahan :
Sampel Madu
Larutan luff schoorl
KI 20 %
Natrium tiosulfat 0,1 N
Indikator amilum 1 %,
Al(OH)2
H2SO4 10%
KIO3
Amylum
HCl
NaOH
Kertas Saring
Aquades
Metode Analisa
Penetapan Gula Reduksi (Luff Schoorl)
Timbang bahan padat yang sudah dihaluskan 1 gram atau bahan cair sebanyak 1 ml tergantung kadar gula reduksinya, dan pindahkan kedalam labu takar 100ml, tambahkan 50 ml aquades. Tambahakan bubur Al (OH). Penambahan bahan penjernih ini diberikan tetes demi tetes sampai penetesan dari reagensia tidak menimbulkan pengeruhan lagi. Kemudian tambahakan aquades sampai tanda dan disaring.
Filtrat ditampung dalam labu takar 250 ml.
Ambil 15 ml fitrat yang diperkirakan mengandung 15- 60 mg gula reduksi dan tambahkan 15 ml larutan Luff Schoorl dalam Erlenmayer.
Dibuat perlakuan blanko yaitu 15 ml larutan Luff-Schoorl dengan 15 ml aquades.
Setelah ditambah beberapa butir batu didih, erlenmayer dihubungkan dengan pendingin balik, kemudian dididihkan. Diusahakan 2 menit sudah mendidih. Pendidihan larutan dipertahankan selama 10 menit.
Selanjutnya cepat-cepat didinginkan dan tambahkan 15ml KI 20% dan dengan hati-hati tambahakan 10 ml H2SO4 15%.
Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na-thiosulfat 0,1 N memakai indikator pati sebanyak 2 – 3 ml. Untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi maka sebaiknya pati diberikan pada saat titrasi hampir berakhir.
Perhitungan :
Dengan mengetahui selisih antara titrasi blanko dan titrasi contoh kadar gula reduksi dalam bahan dapat dicari dengan menggunakan tabel 1.
Penentuan sakarosa (Methoda Luff Schoorl )
Ambilah 50 ml filtrat dari larutan (penentuan gula reduksi methoda luff schoorl), masukkan kedalam erlenmeyer, kemudian ditambah dengan 25 ml aquades dan 10 ml HCl 30% (berat jenis 1,15). Panaskan di atas penangas air pada suhu 67-70°C selama 10 menit. Kemudian didinginkan cepat-cepat sampai sushu 20°C. Netralkan dengan NaOH 45%, kemudian diencerkan sampai volume tertentu sehingga 25 ml larutan mengandung 15-60 mg gula reduksi.
Diambil 15ml larutan dan masukkan kedalam erlenmayer, ditambahkan 15ml larutan Luff-Schoorl. Dibuat pula percobaan blanko yaitu 15 ml larutan Luff-Schoorl ditambah 15ml aquades.
Setelah ditambah beberapa butiran batu didih, Erlenmayer dihubungkan dengan pendingin bali, kemudian dididihkan. Diusahakan 2 menit sudah mendidih. Pendidihan larutan dipertahankan selama 10 menit.
Kemudian cepat-cepat didinginkan. Tambahkan 15 ml KI 20% dan dengan hati-hati tambahkan 10 ml H2SO4 15%.
Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na-thiosulfat 0,1 N memakai indikator pati sebanyak 2-3 ml. Untuk memperjelas perubahan warna pada akhir titrasi sebaiknya pati ditambahkan pada saat titrasi hampir berkhir.
Perhitungan :
Dengan mengetahui selisih antara titrasi blanko dan titrasi contoh, kadar gula reduksi setelah inversi ( setelah dihidrolisa dengan HCl 30%) dalam bahan dapat dicari dengan menggunakan tabel 1. Selisih kadar gula reduksi sesudah inversi dengan sebelum inversi ( penentuan gula reduksi 2.3) dikalikan 0,95 merupakan kadar gula sukrosa dalam bahan.
Prosedur Kerja
Preparasi Sampel
Penetapan Kadar Gula Reduksi Sebelum Inversi
Preparasi Sampel Setelah Inversi
Penetapan Kadar Gula Reduksi Setelah Inversi
Rumus :
V = ml blanko – ml sampel (kadar gula reduksi dilihat pada tabel)
% Gula Sebelum Inversi = (mg gula reduksi x FP) / (Bobot Sampel (mg)) x 100%
V = ml blanko – ml sampel (kadar gula reduksi dilihat pada tabel)
% Gula Setelah Inversi = (mg gula reduksi x FP) / (Bobot Sampel Uji (mg)) x 100%
Kadar Sakarosa = (% Gula Setelah Inversi – % Gula Sebelum Inversi) x 0,95
Keterangan :
Bubur aluminium hidroksida (Al(OH)3, tawas)
Larutan tawas dalam air (1:20), masukkan ke dalam ammonia 10 % (1 bagian tawas :1,1 bagian amonia 10%). Endapan yang diperoleh dibiarkan mengendap, cairan yang terdapat di atasnya dituang. Endapan ditambah air, diaduk, dibiarkan, kemuadian cairan dibuang lagi. Pekerjaan ini diulang kembali sampai cairannya tidak bereaksi basis. Endapannya disimpan sebagai pasta.
Larutan luff schrool
25 g CuSO4.5H2O sejauh mungkin bebas besi, dilarutkan dalam 100 ml air, 50 g asam sitrat dilarutkan dalam 50 ml air dan 388 g soda murni (Na2CO3.10 H2O) dilarutkan dalam 300-400 ml air mendidih. Larutan asam sitratnya dituangkan dalam larutan soda sambil digojog hati-hati, selanjutnya ditambahkan larutan CuSO4, sesudah dingin ditambah air sampai 1 liter. Bila terjadi kekeruhan, didiamkan kemudian disaring.
Larutan 0,1 N Na2S2O3
Untuk menyiapkan larutan 0,1 N Na2S2O3 timbanglah 25 g Na2S2O3.5H2O, pindahkan ke dalm labu ukur 1 liter dan tambahkan 0,3 g Na2CO3 dan encerkan dengan aquades sampai tanda. Larutan ini disimpan tertutup untuk distandardisasi dan dipakai.
Timbanglah 140-150 mg kalium-yodat (KIO3 BM =214,016, berat ekivalen 35,67) dan pindahkan ke dalam labu erlenmenyer 300 ml. Larutkan dengan aquades secukupnya. Tambahkan kurangan lebih 2 g KI (padat atau sebagai larutan 10-20%). Buatlah tiga kali ulangan
Tambahkan 10 ml 2 N HCl peringatan : titrasi haru segera dilakukan setelah penambahan HCl.
Titrasilah larutan yodat ini dengan larutan Na2S2O3 (dalam buret) yang akan distandardisasi sampai warna berubah dari merah bata menjadi kuning pucat.
Kemudian tambahkan 1-2 ml larutan pati dan lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang.
Hitunglah normalitas larutan Na2S2O3 dari hasil rata-rata tiga kali ulangan.
Larutan pati
10 g pati yang dapat larut dicampur dengan 10 mg Hgl dan 30 ml aquades, ditambahkan pada 1 liter aquades yang sedang mendidih.
Perhitungan Bahan
Na2S2O3 0,1N 250 mL 6,2042 g
KIO3 0,1N 50 mL 0,1783 g
Perhitungan Bahan Tertimbang
Na2S2O3 6,2056 g 250 mL
mol = massaMr
mol = 6,2056 g248,17 g/mol
mol = 0,025005 mol
M = molV(L)
M = 0,025005 mol0,25L
= 0,1002 M
N = M x val
N = 0,1002 M x 1
= 0,1002 N
KIO3 0,1802 g 50 mL
mol = massaMr
mol = 0,1802 g214 g/mol
mol = 0,000842 mol
M = molV(L)
M = 0,000842 mol0,05L
= 0,01684 M
N = M x val
N = 0,01684 M x 6
= 0,10104 N
Hasil Pengamatan
Pembakuan Na2S2O3 oleh KIO3
No.
Volume Awal Titrasi
Volume Akhir Titrasi
Volume Titrasi
1.
0 ml
5 ml
5 ml
2.
5 ml
10 ml
5 ml
3.
10,15 ml
15,1 ml
4,95 ml
Volume Rata-rata Titrasi
5 ml
Penentuan Kadar Gula
Volume Titrasi Sebelum Inversi
18 ml
Volume Titrasi Setelah Inversi
18,2 ml
Volume Titrasi Blanko
18,55 ml
Perhitungan
Pembakuan
Ʃ grek Na2S2O3 = Ʃ grek KIO3
N1 . V1 = N2 . V2
N1 . 5ml = 0,10104 N . 5ml
N1 = 0,10104 N . 5ml5 ml
N1 = 0,10104 N
Sebelum Inversi
V = ml blanko – ml sampel
= 18,55 ml – 18 ml
= 0,55 ml
mg gula reduksi dengan rumus segitiga
0,55 ml 0,1 N ~ 1,32
0,10104 N ~ x
x = 1,3337
% Gula Sebelum Inversi = (mg gula reduksi x FP) / (Bobot Sampel (mg)) x 100%
= 1,3337 mg x 334 1200 mg x 100 %
= 37,1213 %
Setelah Inversi
V = ml blanko – ml sampel
= 18,55 ml – 18,2 ml
= 0,35 ml
mg gula reduksi dengan rumus segitiga
0,35 ml 0,1 N ~ 0,84
0,10104 N ~ x
x = 0,8487
% Gula Sebelum Inversi = (mg gula reduksi x FP) / (Bobot Sampel (mg)) x 100%
= 0,8487mg x 670 1200 mg x 100 %
= 47,3858 %
Kadar Sakarosa = (% Gula Setelah Inversi – % Gula Sebelum Inversi) x 0,95
= (47,3858 – 37,1213) x 0,95
= 9,7513%
Pembahasan
Pada praktikum ini melakukan penetapan kadar sukrosa menggunakan metode Luff Schoorl. Metode Luff-Schrool digunakan untuk menentukan kupri oksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuannya dengan titrasi menggunakan Natrium tiosulfat yang akan dibakukan terlebih dahulu dengan KIO3. Untuk mengetahui titrasi telah berakhir maka diperlukan indicator yaitu amylum, karena amylum memberikan perubahan warna menjadi biru. Sampel yang akan ditentukan kadar gulanya adalah madu.
Pengujian karbohidrat dengan etode luff schoorl dilakukan preparasi pengenceran sampel dengan aquades dan diatmabah Al(OH) bertujuan agar tidak terjadi kekeruhan sehingga larutan yang dihasilkan jernih. Kemudian dilakukan penetapan kadar gula reduksi sebelum inverse dan setelah inverse. Sebelum dititrasi dengan Na2S2O3 sampel dipanskan dengan pendingin tegak (reflux) selama 10 menit untuk menghidrolisis sampel menjadi karbohidrat yang lebih sederhana (monosakarida). Proses pemanasan, diusahakan larutan mendidih dalam waktu 3 menit dan biarkan mendidih selama 10 menit, hal ini dimaksudkan agar proses reduksi berjalan sempurna, dan Cu dapat tereduksi dalam waktu kurang lebih 10 menit. Agar tidak terjadi pengendapan seluruh Cu3+ yang tereduksi menjadi Cu+ sehingga tidak ada kelebihan Cu2+ yang dititrasi maka larutan harus mendidih atau diusahakan mendidih dalam waktu 3 menit.
Setelah direflux lalu didinginkan dengan cepat dan dimasukkan dalam erlenmeyer dan kemudian ditambahkan KI 20% sebanyak 10 mL dan H2SO4 15% perlahan-lahan. Penambahan larutan-larutan ini akan menimbulkan reaksi antara kuprioksida menjadi CuSO4 dengan H2SO4, dan CuSO4 tersebut bereaksi dengan KI. Reaksi tersebut ditandai dengan timbulnya buih dan warna larutan menjadi coklat. Larutan tersebut dititrasi dengan Na2S2O3 untuk mengetahui kadar gula reduksi dalam sampel. Untuk melihat terjadinya TAT perlu ditambahkan indicator amylum sehingga terjadi perubahan warna dari biru menjadi putih susu.
Hasil penetapan kadar sampel madu dari titrasi kadar gula sebelum inverse dan setelah inverse di peroleh kadar sukrosa sebesar 9,7513%.
Kesimpulan
Praktikum penetapan kadar karbohidrat menggunakan metode luff schoorl dapat disimpulkan bahwa kadar sukrosa madu yang diperoleh dari kadar gula reduksi sebelum inverse dan setelah inverse sebesar 9,7513%.
Daftar Pustaka
Siswoyo, Riswiyanto . 2009. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga
Sudarmadji, Slamet, dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Penerbit Liberty Yogyakarta.
Sudarmadji, Slamet, dkk. 1989. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian Edisi Keempat. Yogyakarta : Penerbit Liberty Yogyakarta.