Lab/Smf Ilmu Kesehatan Anak
Tutorial
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
DISENTRI
Disusun oleh: Desy Ekamadayani Ahmad
Pembimbing: dr. William S. Tjeng, Sp. A
LAB/SMF ILMU KESEHATAN ANAK PROGRAM PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN RSUD A.W. SJAHRANIE SAMARINDA 2016
Tutorial Klinik
DISENTRI
Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian stase Anak
Menyetujui,
dr. William S. Tjeng, Sp. A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA NOVEMBER 2016 2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, hidayat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan yang berjudul “Disentri” Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada : 1. dr. William S. Tjeng, Sp. A sebagai dosen pembimbing klinik selama divisi Gastrologi-Hepatologi Stase Anak. 2.
Dosen-dosen klinik dan preklinik FK UNMUL khususnya staf pengajar Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan kepada kami.
3.
Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK UNMUL dan semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis. Akhir kata, ”Tiada gading yang tak retak”. Oleh karena itu, penulis membuka diri untuk berbagai saran dan kritik yang membangun. Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca untuk perbaikan kepenulisan di masa mendatang. Terakhir, semoga Tutorial Kasus yang sederhana ini dapat membawa berkah dan memberikan manfaat bagi seluruh pihak serta turut berperan demi kemajuan ilmu pengetahuan.
Samarinda, 5 November 2016
Penulis
3
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 4 BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................. 5 BAB II KASUS .................................................................................................................. 6 BAB III TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 15 BAB 4 PEMBAHASAN .................................................................................................. 28 BAB 5 PENUTUP ............................................................................................................ 31 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 32
4
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali menyebabkan kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri (disentri basiler) dan amoeba (disentri amoeba). Di Amerika Serikat, insiden disentri amoeba mencapai 1-5% sedangkan disentri basiler dilaporkan kurang dari 500.000 kasus tiap tahunnya. Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat disentri basiler pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Diare masih merupakan masalah di Indonesia, dilaporkan 60 juta pasien pertahun 70-80% mengenai anak berusia di bawah 5 tahun, Ghiskan melaporkan 5 juta kematian pasien diare di dunia setiap tahunnya. World Health Oranization membagi diare menjadi tiga kelompok yaitu diare cair akut, diare berdarah (disentri) dan diare persisten. Diare berdarah dapat disebabkan disentri basiler (Shigella) dan amuba, enterokolitis (misalnya cows milk allergy), trichuriasis, EIEC, Campylobacter jejuni dan virus (rotavirus). diantaranya, penyebab yang paling sering mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian adalah disentri basiler. Kebanyakan kuman penyebab disentri basiler ditemukan di negara berkembang dengan kesehatan lingkungan yang masih kurang. Disentri amoeba tersebar hampir ke seluruh dunia terutama di negara yang sedang berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini dikarenakan faktor kepadatan penduduk, higiene individu, sanitasi lingkungan dan kondisi sosial ekonomi serta kultural yang menunjang. Penyakit ini biasanya menyerang anak dengan usia lebih dari 5 tahun.
1.2
Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah agar dokter muda mampu memahami
definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan disentri.
5
BAB II KASUS Identitas Pasien Nama
: an. BSG
Usia
: 1 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Alamat
: Jln. Imam Bonjol Samarinda
Anak ke
: 2
Identitas Orangtua Nama Ayah
: Tn. MR
Usia
: 43 tahun
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendidikan Terakhir : SMP Ayah perkawinan ke : 2 Nama Ibu
: Ny. A
Usia
: 23 tahun
Pekerjaan
: IRT
Pendidikan Terakhir : D3 Ibu perkawinan ke
: 2
Tanggal MRS
: 7 November 2016
Tanggal pemeriksaan : 7 November 2016
Keluhan Utama Diare dengan frekuensi 4 kali sejak 1 hari yang lalu dengan konsistensi cair + berampas + kuning + lendir + bercak darah dengan banyaknya jumlah feses setiap BAB adalah ¼ gelas aqua.
6
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan diare. Diare dengan frekuensi 4 x sejak 1 hari yang lalu dengan konsistensi cair + berampas + kuning + lendir + bercak darah dengan banyaknya jumlah feses setiap BAB adalah ¼ gelas aqua. Feses tidak berbau. Saat 3 hari sebelum diare terjadi, pasien ada riwayat mengganti jenis susu ke susu SGM dan pernah memakan chiki dan kue basah. Pasien juga mengalami muntah sebanyak 3 kali sejak 1 hari yang lalu yang diawali dengan mual dengan konsistensi cair tetapi tidak ada darah. Tidak ada demam, sesak, kejang, letargi, maupun penurunan kesadaran. Selama diare terjadi pasien sering merasa haus dan ibu pasien memberikan ASI setiap pasien merasa haus. Ketika menangis, pasien masih mengeluarkan air mata. Pasien minum setiap 2 jam sekali. BAK terakhir 2 jam yang lalu, tidak ada perubahan pola, frekuensi, maupun jumlah BAK. Selama diare, makanan dan minuman yang pasien konsumsi adalah susu SGM dan ASI. Sebelumnya tidak ada penderita diare yang tinggal serumah maupun berdekatan dengan rumah pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa.
Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga lainnya yang memiliki keluhan serupa.
Riwayat Sosio-ekonomi 1) Pasien tinggal bersama bapak dan ibu kandung. 2) Rumah terbuat dari beton, Ventilasi cukup. 3) Jarak rumah satu dengan yang lainnya dekat. 4) Kesadaran untuk menjalankan hidup bersih dan sehat cukup. 5) Berobat langsung ke Puskesmas. 6) Sumber air minum : air galon. Sumber air untuk MCK : air PDAM. 7) Listrik dari PLN.
7
Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak : Berat badan lahir
: 3600 gram
Panjang badan lahir
: 51 cm
Berat badan sekarang
: 9,5 kg
Tinggi badan sekarang
: 75 cm
Gigi keluar
: 4 bulan
Tersenyum
: 3 bulan
Miring
: 5 bulan
Tengkurap
: 7 bulan
Duduk
: 9 bulan
Merangkak
: belum
Berdiri
: belum
Berjalan
: belum
Berbicara 2 suku kata
:
belum
Makan dan minum anak ASI
: lahir - sekarang
Susu sapi/ buatan
: 1 tahun - sekarang
Jenis susu
: SGM
Takaran
: 6 x 120 cc (5 sendok)
Bubur susu
: -
Tim saring
: -
Buah
: -
Lauk dan makan padat
: -
Pemeliharaan Prenatal Periksa di
: Bidan
Penyakit Kehamilan
: Tidak ada
Obat-obatan yang sering diminum
: Tidak ada
Riwayat Kelahiran : Lahir di
: Rumah Sakit
Persalinan ditolong oleh
: Dokter Spesialis Obgyn
Berapa bulan dalam kandungan
: 9 bulan
8
Jenis partus
: SC
Pemeliharaan postnatal : Periksa di
: Posyandu
Keadaan anak
: baik
Keluarga berencana
: Ya, IUD
Riwayat Imunisasi Dasar Imunisasi
Usia saat imunisasi I
II
III
IV
Booster I
Booster II
BCG
(+)
////////////
////////////
////////////
////////////
////////////
Polio
(+)
(+)
(+)
Campak
(+)
////////////
////////////
////////////
////////////
DPT
(+)
(+)
(+)
////////////
Hepatitis B
(+)
(+)
(+)
(+)
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 7 November 2016
Keadaan umum
: Sakit sedang
Kesadaran
:Composmentis
Tanda-tanda vital Frekuensi Nadi
: 122x/menit, regular, kuat angkat
Frekuensi Nafas
: 33x/menit, regular
Suhu
: 37,2oC, aksiler
Tekanan Darah
: 90/60 mmHg
Status gizi : Berat badan
: 9,5 kg
Tinggi Badan
: 75 cm
Status gizi BB/U
: Gizi Baik (-2 sampai +2 SD)
9
PB/U
: Normal (-2 sampai +2 SD)
BB/PB
: Normal (-2 sampai +2 SD)
10
Regio Kepala/Leher Rambut
: Warna hitam, tipis, tidak mudah dicabut
11
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cowong (-/-)
Telinga
: Sekret (-), darah (-)
Hidung
: Sekret (-), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut
: Mukosa bibir normal, lidah bersih, sianosis (-)
Tonsil
: Normal, hiperemis (-/-), membesar (-/-)
Faring
: Normal, hiperemis (-)
Leher
: Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Regio Thorax Paru-paru 1) Inspeksi
: Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-).
2) Palpasi
: Pergerakan dada simetris, raba fremitus simetris.
3) Perkusi
: Sonor pada seluruh lapang paru
4) Auskultasi : Suara napas simetris, rhonki (-/-), wheezing (-/-). Jantung 1) Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi
: Ictus cordis teraba pada midclavicula line ICS V sinistra
3) Perkusi
: Batas jantung kanan : parasternal line dekstra, batas jantung kiri : midclavicula line ICS V sinistra
4) Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-) Regio Abdomen 1) Inspeksi
: Bentuk abdomen normal
2) Auskultasi : Peristaltik (+) kesan meningkat 3) Perkusi
: Distribusi timpani di keempat kuadran, shifting dulness (-)
4) Palpasi
: Soefl, kembung (+), defans muskular (-), hepar dan lien dalam batas normal, nyeri tekan abdomen di empat kuadran (-), turgor kulit baik
Regio Ekstremitas 1) Inspeksi
: Edema (-), deformitas (-). Petekie (-)
12
2) Palpasi
: Akral hangat, edema (-), nyeri tekan (-), tonus dan kekuatan otot normal, refleks fisiologis normal, refleks patologis (-).
Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Darah
Tanggal
07-11-2016
Hb
8,7
Hct
27,3 %
Leukosit
10.180
Trombosit
378.000
Eritrosit
4.160.000
DIAGNOSIS Diagnosis Kerja
Sindrom Disentri
PROGNOSIS Prognosis pada pasien ini adalah bonam FOLLOW UP HARI/TANGGAL 7 November 2016
PEMERIKSAAN
PLANNING
S: Diare (+) cair + kuning + ampas +
P: IVFD RL 10 tpm
bercak darah 4x/hari, muntah (+) cair
Cotrimoksazol 2 x cth II
3x, demam (-) K: CM, BB: 9,5 kg, Suhu: 37,2°C, Nadi: 122 x/mnt, RR: 33x/mnt, TD 90/60 mmHg Kepala-leher: anemis (-)(-), ikterik (-)(), nafas cuping hidung (-) Pulmo: gerak nafas simetris, retraksi (-)
13
vesikuler (+)(+), whezzing (-/-), ronkhi (-/-), Cor : dbn Abd : soefl, Distensi(-), bising usus (+) meningkat, ekst: CRT< 2 detik, turgor kulit baik, edema (-) A: Sindrom Disentri 8 November 2016
S: Diare (+) cair + kuning + ampas +
P: Cotrimoksazol 2 x cth II
2x/hari, muntah (-), demam (-) K: CM, BB: 9,5 kg, Suhu: 36,6°C, Nadi: 120 x/mnt, RR: 43x/mnt, TD: 90/60 mmHg Kepala-leher: anemis (-)(-), ikterik (-)(), nafas cuping hidung (-) Pulmo: gerak nafas simetris, retraksi (-) vesikuler (+)(+), whezzing (-/-), ronkhi (-/-), Cor : dbn Abd : soefl, Distensi(-), bising usus (+) meningkat, ekst: CRT< 2 detik, turgor kulit baik, edema (-) A: Sindrom Disentri
14
BAB III TINJAUAN PUSTAKA DISENTRI 1.1
Definisi Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron
(usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar dengan tinja bercampur lender (mucus) dan nyeri saat buang air besar (tenesmus)1.
1.2
Epidemiologi Diare masih merupakan masalah di Indonesia, dilaporkan 60 juta pasien
pertahun 70-80% mengenai anak berusia di bawah 5 tahun, Ghiskan melaporkan 5 juta kematian pasien diare di dunia setiap tahunnya. World Health Oranization membagi diare menjadi tiga kelompok yaitu diare cair akut, diare berdarah (disentri) dan diare persisten. Diare berdarah dapat disebabkan disentri basiler (Shigella) dan amuba, enterokolitis (misalnya cows milk allergy), trichuriasis, EIEC, (Campylobacter jejuni dan virus (rotavirus). diantaranya, penyebab yang paling sering mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian adalah disentri basiler2. Laporan epidemiologi menunjukkan bahwa 600.000 dari 140 juta pasien shigellosis meninggal setiap tahun di seluruh dunia. Data di Indonesia memperlihatkan 29% kematian diare terjadi pada umur 1 sampai 4 tahun disebabkan oleh Disentri basiler. Laporan dari di Amerika Serikat memperkirakan sebanyak 6000 dari 450.000 kasus diare per tahun dirawat di rumah sakit, di Inggris 20.000-50.000 kasus per tahun, sedangkan di Mediterania Timur dilaporkan kematian ± 40.000 kasus (rata rata case fatality rate 4%). Tingginya insidens dan mortalitas dihubungkan dengan status sosial ekonomi yang rendah, kepadatan penduduk, dan kebersihan yang kurang2. Infeksi dengan shigella terjadi paling sering selama bulan-bulan panas di daerah beriklim sedang dan selama musim hujan di daerah beriklim tropis. Jenis
15
kelamin yang terkena sama. Walaupun infeksi dapat terjadi pada setiap umur, paling sering pada usia tahun ke-2 dan ke-3. Infeksi pada 6 bulan pertama jarang dengan alasan yang belum jelas. ASI, yang pada daerah endemik mengandung antibodi terhadap antigen virulen yang di kode-plasmid maupun lipopolisakarida, sebagian dapat menjelaskan insiden terkait umur. Infeksi anak dan orang dewasa yang tidak bergejala dapat terjadi tetapi tidak lazim3.
1.3
Etiologi Penyebab disentri dibagi atas 2 bagian besar yaitu berdasarkan
penyebabnya yaitu bakteri (shigella) dan parasit (amoeba).
Disentri basiler Disentri basiler disebabkan oleh kuman Shigella, Shigella sendiri adalah basil
non motil gram negatif dalam family enterobacteriaceae. Ada 4 spesies dari Shigella yang menimbulkan sakit yaitu S. Dysentriae (serogrup A), S. Flexneri (serogrup B), S. Boydii (serogrup C) dan S. Sonnei (serogrup D). Ada 12 serotip pada grup A, 6 serotip dan 13 subserotip pada grup B, 18 serotip di grup C dan 1 serotip di grup D3.
Disentri amoeba Disentri dapat juga disebabkan oleh amoeba atau yang sering disebut
amoebiasis. Pada umumnya disebabkan oleh Entamoeba histolytica yang merupakan protozoa usus yang sering hidup menjadi mikroorganisme patogen di usus besar manusia. Entamoeba memiliki beberapa spesies antara lain E. histolytica, E.dispar, E.moshkovskii, E.polecki, E.coli, E.hartmanni, Jodamoeba butschlii, Dientamoeba fragilis dan Endolimax nana. Semua spesies tersebut dapat ditemukan dalam rongga usus besar tetapi hanya E.histolytica yang bersifat patogen terhadap manusia dan infeksi invasif4,5.
1.4
Patofisiologi
Shigella Shigella termasuk dalam family Enterobacteriacae, gram negatif berbentuk
batang, tidak bergerak, tidak berkapsul dan lebih tahan asam dibanding enteropatogen lain. Shigella mampu menginvasi permukaan sel epitel kolon,
16
jarang menembus sampai melewati mukosa, sehingga tidak ditemukan pada biakan darah walaupun ada gejala hiperpireksia dan toksemia. Setelah menginvasi enterosit kolon, terjadilah perubahan permukaan mikrovili dari brush border yang menyebabkan pembentukan vesikel pada membran mukosa. Selanjutnya dapat menghancurkan vakuola fagositik intraselular, memasuki sitoplasma untuk memperbanyak diri dan menginvasi sel yang berdekatan. Kemampuan menginvasi sel epitel ini dihubungkan dengan adanya plasmid besar (120-140 Mdal) yang mampu mengenali bagian luar membran protein seperti plasmid antigen invasions (Ipa). Sel epitel akan mati dan terjadi ulserasi serta inflamasi mukosa. Dari bagian yang mengalami inflamasi tersebut shigella menghasilkan ekso-toksin yang berdasarkan cara kerja toksin dikelompokkan menjadi neurotoksik, enterotoksik, dan sitotoksik. Toksin yang terbentuk inilah yang menimbulkan berbagai gejala shigellosis, seperti demam, malaise, dan nyeri otot2. Shigotoksin, suatu eksotoksin kuat penghambat-sintesis protein, dihasilkan dalam jumlah yang berarti hanya oleh serotype 1 S.dysenteriae dan E.coli tertentu (E.coli enterohemoragik atau E.coli penghasil toksin-seperti-shiga). Fase diare berair shigellosis dapat disebabkan oleh enterotoksin unik; enterotoksin shigella 1 (ShET-1), dikode pada kromosom bakteri, dan ShET-2 dikode pada plasmid virulens3. Shigella memerlukan amat sedikit inokulum agar menimbulkan sakit. Penelanan sebanyak 10 organisme S.dysenteriae serotip 1 dapat menyebabkan disentri pada beberapa individu yang rentan. Hal ini berbeda pada organisme seperti Vibrio cholera, yang memerlukan penelanan 108 -1010 organisme agar menimbulkan sakit. Pengaruh inokulum menjelaskan kemudahan penularan shigella dari orang ke orang yang berbeda dengan V.cholerae3. Perubahan patologis shigellosis terjadi terutama pada kolon, organ sasaran untuk shigella. Perubahan-perubahannya paling kuat dalam kolon distal, walaupun pankolitis dapat terjadi. Secara umum dapat ditemukan edema mukosa setempat atau difus, ulserasi, mukosa rapuh, perdarahan dan eksudat. Secara mikroskopis, ulserasi, pseudomembran, kematian sel epitel, infiltrasi sel polimorfonuklear dan mononuklear meluas dari lapisan mukosa sampai lapisan muskularis, dan terjadi edema submukosa3.
17
Amoebiasis Patogenesitas E.hystolitica diyakini tergantung pada dua mekanisme-
kontak sel dan pemajanan toksin. Penelitian baru-baru ini telah menunjukkan bahwa kematian tergantung-kontak oleh trofosoit meliputi perlekatan (adherence), sitolisis ekstraseluler, dan fagositosis. Reseptor lektin spesifik-galaktosa diduga bertanggung jawab dalam menjembatani perlekatan pada mukosa kolon. Juga telah dirumuskan bahwa amuba dapat mengeluarkan protein pembentuk-pori yang membentuk saluran pada membran sel-sasaran hospes. Bila trofozoit E.histolytica menginvasi mukosa usus, mereka menyebabkan penghancuran jaringan (tukak) dengan sedikit respons radang lokal karena kapasitas sitolitik organisme. Organisme memperbanyak diri dan menyebar ke lateral di bawah epitel usus untuk menimbulkan ulkus bergaung yang khas. Lesi ini biasanya ditemukan pada sekum, kolon transversum, dan kolon sigmoid. Amuba dapat menghasilkan lesi litik yang serupa jika mereka mencapai hati (ini biasanya disebut abses walaupun mereka tidak mengandung granulosit). E.histolytica kadang-kadang menyebar ke tempat-tempat ekstraintestinal lain seperti paru dan otak. Perbedaan mencolok antara luas penghancuran jaringan oleh amuba, tidak adanya respons radang lokal hospes, dan gambaran (antibodi) humoral sistemik dan reaksi seluler (cellmediated) terhadap organisme tetap merupakan teka-teki ilmiah utama4.
1.5
Manifestasi Klinis
Shigella Disentri basiler secara klinis serupa tanpa memandang apakah penyakitnya
disebabkan oleh E.coli enteroinvasif atau salah satu dari empat spesies shigella; namun ada beberapa perbedaan klinis, terutama yang berkaitan dengan keparahan dan risiko komplikasi dengan infeksi S.dysentriae serotip 13. Sesudah penelanan shigella ada masa inkubasi beberapa hari sebelum terjadi gejala-gejala. Khas adalah nyeri abdomen berat, demam tinggi, muntah, anoreksia, toksisitas menyeluruh, mendadak ingin buang air besar dan terjadi nyeri defekasi. Pemeriksaan fisik pada saat ini dapat menunjukkan kembung perut dan nyeri, suara usus hiperaktif, dan nyeri rektum pada pemeriksaan digital3.
18
Diare mungkin berair dan banyak pada mulanya, berkembang menjadi sering sedikit-sedikit, tinja berlendir darah, namun beberapa anak tidak pernah memburuk sampai stadium diare berdarah, sedang pada yang lain tinja pertama berdarah. Dapat terjadi dehidrasi yang berat yang terkait dengan kehilangan cairan dan elektrolit pada tinja maupun muntah. Diare yang tidak diobati dapat berakhir 1-2 minggu; hanya sekitar 10% penderita menderita diare menetap selama lebih dari 10 hari. Diare kronis jarang kecuali pada bayi malnutrisi3.
Amoebiasis Kebanyakan individu yang terinfeksi asimtomatik, dan kista ditemukan
pada tinjanya. Invasi jaringan terjadi pada 2-8% individu yang terinfeksi dan berhubungan dengan strain parasit atau status nutrisi dan flora usus hospes. Manifestasi klinis amoebiasis yang paling sering adalah karena invasi lokal epitel usus dan penyebaran ke hati4. Amoebiasis usus dapat terjadi dalam 2 minggu infeksi atau tertunda selama beberapa bulan. Mulainya biasanya sedikit demi sedikit dengan nyeri kolik perut dan gerakan usus yang sering (6-8 gerakan/24 jam). Diare seringkali disertai dengan tenesmus. Tinja bercampur darah dan mengandung cukup banyak lendir dengan sedikit leukosit. Karakteristik tidak terdapat gejala dan tanda konstitusional menyeluruh, dengan demam yang didokumentasi hanya pada sepertiga penderita. Disentri amuba akut terjadi berupa serangan yang berakhir beberapa hari sampai beberapa minggu; relaps amat sering pada individu yang tidak diobati. kolitis amuba mengenai semua kelompok umur, tetapi insidennya sangat tinggi pada anak antara umur 1 dan 5 tahun. Kolitis amuba berat pada bayi dan anak yang lebih kecil terjadi di negara tropis dan semitropis. Bila anak kecil terinfeksi, mereka cenderung dengan cepat menjadi sakit berat, sering terdapat keterlibatan ekstraintestinal, dan angka mortalitas yang tinggi. Pada beberapa penderita komplikasi
seperti amoeboma, megakolon toksik, penyebaran
ekstraintestinal, atau perforasi lokal dan peritonitis dapat terjadi. Ulkus bergaung dengan batas mukosa sehat yang khas, terjadi pada kebanyakan kasus dan dapat dideteksi dengan sigmoidoskopi pada 25% penderita4.
19
1.6
Diagnosis
1.6.1 Anamnesa Disentri Basiler Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7 hari sampai 4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare disertai demam yang mencapai 400C. Sakit perut terutama sebelah kiri dan buang air besar encer secara terus menerus bercampur lendir dan darah Muntah-muntah Sakit kepala Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S.dysentriae dengan gejalanya timbul mendadak dan berat, dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Tinja biasanya kecil-kecil, banyak, tak berbau, alkalis, berlendir, nanah dan berdarah, bila tinja berbentuk dilapisi lendir1. Disentri amuba Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja bercampur darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung pada lokasi ulkusnya. Tinja biasanya besar, terus menerus, asam, berdarah, bila berbentuk biasanya tercampur lendir1.
1.6.2 Pemeriksaan fisik Disentri Basiler Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai yang berat. Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S. dysentriae. Gejalanya timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air dengan lendir dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi,
20
renjatan septik dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Muka menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas darah meningkat (hemokonsentrasi). Kadang-kadang gejalanya tidak khas, dapat berupa seperti gejala kolera atau keracunan makanan6. Disentri Amuba Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung pada lokasi ulkusnya. Terdapat tenesmus pada perut pasien. Demam yang dialami bervariasi, mulai demam subfebris sampai demam yang tinggi. Kadang dijumpai hepatomegali tanpa atau sedikit nyeri tekan6.
1.6.3
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Feses Lengkap
Disentri Basiler Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab serta biakan
hapusan (rectal swab). Untuk menemukan carrier diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang seksama dan teliti karena basil shigela mudah mati. Untuk itu diperlukan tinja yang baru1.
Disentri Amuba Biasanya tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Untuk
pemeriksaan mikroskopik diperlukan tinja yang segar. Kadang diperlukan pemeriksaan berulang-ulang, minimal 3 kali seminggu dan sebaiknya dilakukan sebelum pasien mendapat pengobatan1. Dengan sediaan langsung tampak kista berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara. Di dalamnya terdapat badan-badan kromatoid yang berbentuk batang dengan ujung tumpul, sedangkan inti tidak tampak. Untuk dapat melihat intinya, dapat digunakan larutan lugol. Akan tetapi dengan larutan lugol ini badanbadan kromatoid tidak tampak. Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan metode konsentrasi dengan larutan seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng sulfat kista akan terapung di permukaan sedangkan dengan larutan eterformalin kista akan mengendap1.
21
Dalam tinja pasien juga dapat ditemukan trofozoit. Untuk itu diperlukan tinja yang masih segar dan sebaiknya diambil bahan dari bagian tinja yang mengandung darah dan lendir. Pada sediaan langsung dapat dilihat trofozoit yang masih bergerak aktif seperti keong dengan menggunakan pseudopodinya yang seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak amoeba dengan eritrosit di dalamnya. Bentuk inti akan nampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan eosin1.
Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi Pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan gejala disentri, terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan amoeba. Akan tetapi pemeriksaan ini tidak berguna untuk carrier. Pada pemeriksaan ini akan didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal1.
Uji Serologis Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati amebik dan epidemiologis. Uji serologis positif bila amoeba menembus jaringan (invasif). Oleh karena itu uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri amoeba dan negatif pada carrier. Hasil uji serologis positif belum tentu menderita amebiasis aktif, tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis1.
1.7
Diagnosis Banding
Diare yang disebabkan oleh Eschereciae coli -
Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC) Patogenesisnya seperti Shigelosis yaitu melekat dan menginvasi epitel usus sehingga menyebabkan kematian sel dan respon radang cepat
(secara
klinis
dikenal
sebagai
kolitis).
Serogroup
ini
menyebabkan lesi seperti disentri basiller, ulserasi atau perdarahan dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear dengan khas edem mukosa dan
22
submukosa. Manifestasi klinis berupa demam, toksisitas sistemik, nyeri kejang abdomen, tenesmus, dan diare cair atau darah. -
Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC) Manifestasi klinis dari EHEC dapat menyebabkan penyakit diare sendiri atau dengan nyeri abdomen. Diare pada mulanya cair tapi beberapa hari menjadi berdarah (kolitis hemoragik). Meskipun gambarannya sama dengan Shigelosis yang membedakan adalah terjadinya demam yang merupakan manifestasi yang tidak lazim. Beberapa infeksi disertai dengan sindrom hemolitik uremik.
Invaginasi Diare berdarah dapat pula disebabkan oleh invaginasi. Gejala klinisnya adalah feses dominan lendir dan darah, kesakitan dan gelisah, teraba massa intra-abdominal dan muntah.
1.8
Penatalaksanaan Anak dengan gizi buruk dan disentri dan bayi muda (umur <2 bulan) yang
menderita disentri harus dirawat di rumah sakit. Selain itu, anak yang menderita keracunan, letargis, mengalami perut kembung dan nyeri tekan atau kejang, mempunyai risiko tinggi terhadap sepsis dan harus dirawat di rumah sakit. Yang lainnya dapat dirawat di rumah7. Di tingkat pelayanan primer semua diare berdarah selama ini dianjurkan untuk diobati sebagai shigellosis dan diberi antibiotik kotrimoksazol. Lini pertama untuk disentri basiler adalah Kotrimoksazol, lini keduanya adalah Asam Nalidiksat. Untuk disentri amuba, pilihan obatnya adalah Metronidazole7.
23
Untuk mencegah dehidrasi dianjurkan lebih banyak memberikan cairan rumah tangga yang mempunyai osmolaritas rendah, seperti: air tajin, kuah sayur dan air matang. Beri Oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan dilanjutkan sedikit demi sedikit. Umur < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali diare dan umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali diare7,8. Pemberian tablet suplemen Zinc diberikan dengan dosis untuk anak berumur kurang dari 6 bulan diberikan 10 mg (1/2 tablet) per hari, untuk anak berumur lebih dari 6 bulan diberikan 20 mg (1 tablet) per hari, diteruskan selama 10 hari. Pemberian Zinc selama 10 hari untuk mencegah keparahan, memperpendek masa diare dan mencegah berulangnya diare 2-3 bulan kedepan. Zinc diberikan segera pada balita diare akut7,8. Teruskan pemberian ASI dan makanan tambahan untuk memberikan gizi agar tetap kuat, dan mencegah berkurangnya berat badan. Penjelasan dan
24
pemberian nasihat tetap memberikan cairan tambahan dan kapan harus berkunjung kembali ke puskesmas. Penyuluhan kesehatan agar semua yang dibahas di atas harus diketahui ibu atau pengasuh anak untuk dikerjakan di rumah dan apabila diare bertambah parah atau tanda bahaya diare (muntah dan BAB lebih sering) segera kembali ke puskesmas/rumah sakit7,8.
1.9
Komplikasi
Disentri amoeba Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri amoeba, baik berat maupun ringan. Berdasarkan lokasinya, komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi : Komplikasi intestinal Perdarahan usus. Terjadi apabila amoeba mengadakan invasi ke dinding usus besar dan merusak pembuluh darah. Perforasi usus. Hal ini dapat terjadi bila abses menembus lapisan muskular dinding usus besar. Sering mengakibatkan peritonitis yang mortalitasnya tinggi. Peritonitis juga dapat disebabkan akibat pecahnya abses hati amoeba. Ameboma. Peristiwa ini terjadi akibat infeksi kronis yang mengakibatkan reaksi terbentuknya massa jaringan granulasi. Biasanya terjadi di daerah sekum dan rektosigmoid. Sering mengakibatkan ileus obstruktif atau penyempitan usus. Intususepsi. Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) yang memerlukan tindakan operasi segera. Penyempitan usus (striktura). Dapat terjadi pada disentri kronik akibat terbentuknya jaringan ikat atau akibat ameboma. Komplikasi ekstraintestinal Amebiasis hati. Abses hati merupakan komplikasi ekstraintestinal yang paling sering terjadi. Abses dapat timbul dari beberapa minggu, bulan atau tahun sesudah infeksi amoeba sebelumnya. Infeksi di hati terjadi akibat embolisasi ameba dan dinding usus besar lewat vena porta, jarang lewat pembuluh getah bening. Mula-mula terjadi hepatitis ameba yang merupakan stadium dini abses hati kemudian timbul nekrosis fokal kecil-kecil (mikro abses), yang akan bergabung menjadi satu, membentuk abses tunggal yang besar. Sesuai dengan aliran darah vena porta, maka abses hati ameba terutama banyak terdapat di lobus kanan.
25
Abses berisi nanah kental yang steril, tidak berbau, berwarna kecoklatan (chocolate paste) yang terdiri atas jaringan sel hati yang rusak bercampur darah. Kadang-kadang dapat berwarna kuning kehijauan karena bercampur dengan cairan empedu. Abses pleuropulmonal. Abses ini dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses hati. Kurang lebih 10-20% abses hati ameba dapat mengakibatkan penyulit ini. Abses paru juga dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari dinding usus besar. Dapat pula terjadi hiliran (fistel) hepatobronkhial sehingga penderita batuk-batuk dengan sputum berwarna kecoklatan yang rasanya seperti hati. Abses otak, limpa dan organ lain. Keadaan ini dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari dinding usus besar maupun dari abses hati walaupun sangat jarang terjadi. Amebiasis kulit. Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus besar dengan membentuk hiliran (fistel). Sering terjadi di daerah perianal atau dinding perut. Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi ameba yang berasal dari anus1. Disentri basiler Beberapa komplikasi ekstra intestinal disentri basiler terjadi pada pasien yang berada di negara yang masih berkembang dan seringnya kejadian ini dihubungkan dengan infeksi S.dysentriae tipe 1 dan S.flexneri pada pasien dengan status gizi buruk. Komplikasi lain akibat infeksi S.dysentriae tipe 1 adalah haemolytic uremic syndrome (HUS). SHU diduga akibat adanya penyerapan enterotoksin yang diproduksi oleh Shigella. Biasanya HUS ini timbul pada akhir minggu pertama disentri basiler, yaitu pada saat disentri basiler mulai membaik. Tanda-tanda HUS dapat berupa oliguria, penurunan hematokrit (sampai 10% dalam 24 jam) dan secara progresif timbul anuria dan gagal ginjal atau anemia berat dengan gagal jantung. Dapat pula terjadi reaksi leukemoid (leukosit lebih dari 50.000/mikro liter), trombositopenia (30.000-100.000/mikro liter), hiponatremia, hipoglikemia berat bahkan gejala susunan saraf pusat seperti ensefalopati, perubahan kesadaran dan sikap yang aneh. Artritis juga dapat terjadi akibat infeksi S.flexneri yang biasanya muncul pada masa penyembuhan dan mengenai sendi-sendi besar terutama lutut. Hal ini dapat
26
terjadi pada kasus yang ringan dimana cairan sinovial sendi mengandung leukosit polimorfonuklear. Penyembuhan dapat sempurna, akan tetapi keluhan artsitis dapat berlangsung selama berbulan-bulan. Bersamaan dengan artritis dapat pula terjadi iritis atau iridosiklitis. Sedangkan stenosis terjadi bila ulkus sirkular pada usus menyembuh, bahkan dapat pula terjadi obstruksi usus, walaupun hal ini jarang terjadi. Neuritis perifer dapat terjadi setelah serangan S.dysentriae yang toksik namun hal ini jarang sekali terjadi. Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rectal dan perforasi juga dapat muncul. Akan tetapi peritonitis karena perforasi jarang terjadi. Kalaupun terjadi biasanya pada stadium akhir atau setelah serangan berat. Peritonitis dengan perlekatan yang terbatas mungkin pula terjadi pada beberapa tempat yang mempunyai angka kematian tinggi. Komplikasi lain yang dapat timbul adalah bisul dan hemoroid1.
1.10
Prognosis Prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan
pengobatan dini yang tepat serta kepekaan amoeba terhadap obat yang diberikan. Pada umumnya prognosis amebiasis adalah baik terutama pada kasus tanpa komplikasi. Prognosis yang kurang baik adalah abses otak amoeba1. Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila mendapatkan pengobatan dini. Tetapi pada bentuk yang sedang, biasanya angka kematian rendah; bentuk dysentriae biasanya berat dan masa penyembuhan lama meskipun dalam bentuk yang ringan. Bentuk flexneri mempunyai angka kematian yang rendah1.
27
BAB 4 PEMBAHASAN
TEORI
KASUS ANAMNESIS
Pasien datang dengan keluhan :
Disentri Basiler 1. Sakit perut terutama sebelah kiri
1. Diare cair + ampas + lendir +
dan buang air besar encer secara
bercak darah dengan frekuensi
terus menerus bercampur lendir
4x/hari sejak 1 hari SMRS
dan darah
dengan volume tiap diare
2. Muntah-muntah
adalah ¼ gelas aqua. Feses
3. Sakit kepala
tidak berbau.
4. Tinja biasanya kecil-kecil, banyak, tak
berbau,
alkalis,
berlendir,
nanah dan berdarah, bila tinja
2. Muntah dengan konsistensi cair dengan frekuensi 3x/hari sejak 1 hari SMRS.
berbentuk dilapisi lendir.
Disentri Amuba Penderita biasanya mengeluh
perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja bercampur darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid,
jarang
epigastrium.
nyeri
di
Keadaan
daerah tersebut
bergantung pada lokasi ulkusnya. Tinja biasanya besar, terus menerus, asam, berdarah,
bila
berbentuk
biasanya
tercampur lendir.
28
PEMERIKSAAN FISIK Disentri Basiler :
Pemeriksaan saat diruangan :
1. Nyeri perut.
1. Nyeri perut
2. Kadang dapat disertai tanda-tanda
2. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
dehidrasi.
3. Tidak ada hepatomegali.
Disentri Amuba : 1. Nyeri perut. 2. Dapat disertai hepatomegali. 3. Kadang dapat disertai tanda-tanda dehidrasi. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Feses Lengkap :
Pemeriksaan penunjang yang
Pada disentri basiler, dapat
dilakukan adalah pemeriksaan lab
ditemukan bakteri Shigella
darah, dengan hasil:
dysentriae, sedangkan pada disentri amuba dapat ditemukan trofozoit amuba Sigmoiodoskopi dan Kolonoskopi:
-
Hb: 8,7 g/dl
-
Ht: 27,3%
-
Leukosit: 10.180/μl
-
Trombosit: 378.000/μl
-
Eritrosit: 4.160.000/μl
Membantu menegakkan diagnosis disentri amuba jika pada feses lengkap tidak ditemukan trofozoit amuba Uji Serologis: Uji serologi positif jika amuba menembus jaringan usus. PENATALAKSANAAN a.
Antibiotik untuk disentri basiler
Pengobatan dan tindakan yang didapat
adalah Kotrimoksazol sebagai lini
diruangan:
pertama dan Asam Nalidiksat sebagai lini kedua. Untuk disentri
IVFD RL 10 tpm
29
basiler adalah Metronidazol.
Cotrimoksazol 2 x cth II
b. Penanganan lain adalah pemberian oralit, pemberian tablet zink, pemberian ASI dan makanan, serta edukasi ke keluarga pasien tentang disentri
Berdasarkan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik
,pemeriksaan
penunjang
didapatkan bahwa pasien menunjukkan manifestasi klinis yang sama dengan literatur yang ada sehingga dapat didiagnosis dengan Disentri. Untuk diagnosis etiologinya belum dapat dipastikan apakah merupakan disentri basiler atau disentri amuba karena belum dilakukan pemeriksaan feses lengkap.
30
BAB 5 PENUTUP
5.1
Kesimpulan Pasien an. BSG, laki-laki, berusia 1 tahun, datang dengan keluhan utama
diare berdarah sejak 1 hari SMRS. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang ditegakkan diagnosis pada pasien ini adalah Disentri. Tatalaksana yang diperoleh pasien ini adalah terapi suportif, terapi dan terapi kausal. Secara umum, penegakan diagnosis, alur penatalaksanaan sudah sesuai dengan literatur yang ada. Prognosis pada pasien ini berdasarkan perjalanan penyakit dan penatalaksanaan yang telah didapatkan adalah bonam.
5.2
Saran Mengingat masih banyaknya kekurangan dari makalah tutorial ini, baik
dari segi diskusi, penulisan dan sebagainya, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen-dosen yang mengajar, dari rekan-rekan sesama dokter muda dan dari berbagai pihak demi kesempurnaan laporan ini.
31
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sya’roni A., Hoesadha Y., 2006. Disentri Basiler. In: Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1, 4th edn, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
2.
Nafianti S, Sinuhaji A. 2005. Resisten Trimetoprim-Sulfametoksazol terhadap Shigellosis. Sari Pediatri. p.39-44
3.
Gomez HF, Cleary TG. 2000. Shigella. Dalam: Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM; (Ed). Wahab AS; Editor Edisi Bahasa Indonesia. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, Vol 2, EGC. Hal 974-976.
4.
Bonomo RA, Salata RA. 2000. Penyakit Protozoa. Dalam: Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM; (Ed). Wahab AS; Editor Edisi Bahasa Indonesia. Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, Vol 2, EGC. Hal 1186-1189.
5.
Rozaliyani A, Setyastuti H, Nawas MA, Kurniawan A. 2010. Diagnosis dan penatalaksanaan Empiema Amuba. FKUI.;Majalah Kedokteran Indonesia. 2010;60:11 526-531
6.
Davis
K.,
2007.
Amebiasis.
Diakses
dari
http://www.emedicine.com/med/topic116.htm, tanggal 20 November 2016, pukul 18.00 WITA. 7.
WHO. 2008. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO Indonesia. Hal 152-155.
8.
IDAI. (2013). Pedoman Pelayanan Medis Edisi I. Ikatan Dokter Anak Indonesia. jakarta: IDAI.
32