BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Vaginitis adalah infeksi vagina yang tersebar secara luas di alam dan sering kali ditemukan di kulit dan membrane mukosa. Infeksi vagina yang sering terjadi disebabkan oleh jamur Candida albicans albicans (Reeder, dkk, 2011). Badan kesehatan dunia (World (World Health Organization) Organization) memperhitungkan terdapat sekitar 180 juta kasus baru infeksi saluran reproduksi setiap tahunnya, tahunn ya, salah satu infeksi saluran reproduksi adalah kandidiasis vaginalis penyebab kedua terbanyak setelah vaginosis bakterial. Kandidiasis vaginalis terbanyak kedua di Amerika Serikat dan yang terbanyak di Eropa, sekitar 75% dari perempuan pernah mengalami kandidiasis vaginalis suatu waktu dalam hidupnya. Nigeria pada tahun 2012 yang dilakukan pada 200 orang pengunjung Association for Reproductive Family and Health (AFRH) menyatakan infeksi Candida albicans merupakan albicans merupakan infeksi tertinggi dengan persentase 27%. Penelitian pada wanita Asia di India dan Indonesia melaporkan bahwa prevalensi vaginosis bakteri sekitar 32%. Pada tahun 2005 di Jakarta prevalensi infeksi saluran reproduksi yang terjadi yaitu candidiasis candidiasis 6,7%, trichomoniasis trichomoniasis 5,4% dan bacterial vaginosis 5,1%. Menurut data tahun 2007 di Indonesia prevalensi infeksi saluran reproduksi sebagai berikut bacterial vaginosis 53% serta vaginal kandidiasis 3%. Tahun 2008 prevalensi infeksi saluran reproduksi pada remaja putri dan wanita dewasa yang disebabkan oleh bakterial vaginosis sebesar 46%, candida albicans 29%, dan trichomoniasis trichomoniasis 12%. Hasil penelitian Alice et al (2012) mengemukakan bahwa terdapat peningkatan 9,3% wanita dari BV negatif menjadi positif setelah satu bulan pemasangan IUD (Ernawati, 2013). Infeksi vagina pada ibu hamil jika tidak di obati dapat menyebabkan persalinan dan kelahiran kurang bulan, Sariawan (infeksi mulut pada bayi baru lahir, jika ada vaginitis kandidiasis kandidiasis pada saat kelahiran). Selain itu, infeksi vagina dapat
1
menyebabkan komplikas yaitu KPD dan korioamnionitis. Menurut Reeder, dkk (2011) pada vaginosis bakteri gejala sering kali minimal, tetapi infeksi dapat menyebabkan konsekuensi serius, termasuk servitis, penyakit radang panggul (PID), infeksi intra-amnion, endometritis pascapartum, selulitis pada vaginal cuff pascahisterektomi, persalinan premature dan infeksi saluran kemih yang berulang.
Berdasarkan hal tersebut, penanganan kasus vaginitis dengan upaya keperawatan dalam lingkup promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif. Segi upaya promotif, perawat dapat memberikan pendidikan tentang pencegahan vaginitis. Kemudian didukung dengan adanya kebijakan pemerintah yaitu suatu program untuk menunjang kesehatan ibu dan remaja. Program yang dapat berperan dalam kasus vaginitis adalah diskusi kelompok kalangan remaja, diskusi kelompok terarah, bimbingan konseling, pemeriksaan kehamilalan atau kb secara teratur, pemeriksaan organ reproduksi, tidak melakukan kegiatan seks bagi remaja, menghindari bergantiganti pasangan seksual dan memakai kondom dengan benar dan konsisten (Kementerian Kesehatan, 2011). Dari segi preventif yaitu perawat dapat memberikan cara mencegah terjadinya vaginitis dengan cara menjaga kebersihan pribadi, perilaku seksual dan kesehatan umum seperti makan-makanan bergizi dan olah raga secara teratur agar tidak mengalami vaginitis. Dari segi kuratif yaitu perawat dapat menganjurkan untuk membuat pengobatan alamiah. Selain itu perawat dapat berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi yang sesuai. Contohnya kolaborasi untuk pemberian terapi analgetik, antibiotik antibiotik dan krim/salep untuk vagina. Dari segi rehabilitatif rehabilitatif
yaitu
perawat dapat menganjurkan klien untuk segera ke dokter saat infeksi semakin memburuk, tidak kunjung sembuh setelah diberikan pengobatan.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar penulis memperoleh pengalaman dalam memberikan asuhan keperawatan infeksi organ reproduksi: vaginitis.
2
C. Ruang Lingkup
Penulisan makalah ini merupakan pembahasan mengenai asuhan keperawatan infeksi organ reproduksi: vaginitis.
D. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini menggunakan metode kepustakaan. Dalam studi kepustakaan, pendekatan dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan asuhan keperawatan infeksi organ reproduksi: vaginitis.
E. Sistematika Penulisan
Dalam makalah ini ini terdapat lima yang bab ditampilkan, diantaranya sebagai berikut: bab satu berisi pendahuluan p endahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan yang terdapat dua pembagian yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, ruang lingkup, metode penulisan, sistematika penulisan. Bab dua berisi tinjauan teori terdiri dari pengertian, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi dan penatalaksanaan yang terdapat tiga bagian yaitu pencegaham, penobatan alami dan terapi obat. Bab tiga berisi asuhan keperwatan pada klien dengan vaginitis terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan. Bab empat berisi be risi penutup yang terdiri dari kesimpulan. Daftar pustaka.
3
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Vaginitis adalah infeksi vagina yang tersebar secara luas di alam dan sering kali ditemukan di kulit dan membrane mukosa. Infeksi vagina yang sering terjadi disebabkan oleh jamur Candida albicans (Reeder, albicans (Reeder, dkk, 2011). Menurut Gant, dkk (2011) vaginitis merupakan infeksi vagina yang penyebabnya 6795% disebabkan infeksi jamur Candida albicans. albicans.
B. Klasifikasi
Menurut Reeder, dkk (2011) dan Gant, dkk (2011) ada 3 tipe vaginitis, yaitu: 1. Vaginitis Candida albicans, albicans, infeksi ini disebabkan oleh jamur Candida albicans. albicans. Infeksi ini sering terjadi pada wanita hamil, penderita diabetes dan pengonsumsi kontrasepsi oral yang mengandung estrogen dosis tinggi karena kemampuannya berkembang dalam jaringan vagina yang banyak mengandung glikogen dan memiliki estrogen yang baik. 2. Vaginitis Trichomonas, Trichomonas, infeksi ini disebabkan oleh protozoa bersel satu berflagel. Vaginitis Trichomonas Trichomonas hampir selalu ditularkan melalui hubungan seksual. Pada wanita, protozoa tersebut biasanya menginfeksi vagina dan duktus skene; pada pria protozoa dapat berada disaluran genitourinary bawah dan dapat menyebabkan prostatitis. 3. Vaginosis Bakteri, disebabkan oleh Gardnerella vaginalis, vaginalis, sebuah bakteri gram negatif berbatang pendek (cocobacillus (cocobacillus)) yang sering kali terlihat dalam kombinasi dengan spesies Mobiluncus, Mobiluncus, Mycoplasma hominis, hominis, dan bakteri anaerob, seperti spesies Bacteroids Bacteroids yang tidak mudah rusak. Bakteri tersebut biasa terdapat dalam flora vagina.
4
C. Etiologi
Menurut Green, dkk (2012) etiologi sebenarnya belum diketahui, namun vaginitis terkait dengan infeksi oleh mikroorganisme. Infeksi paling umum adalah vaginosis bakteri, kandidiasis, kandidiasis, dan trikomoniasis. trikomoniasis. Faktor presdiposisi Kandidiasis Kandidiasis meliputi terapi antibiotik, diabetes, kehamilan, obesitas, diet tinggi gula, penggunaan kortikosteroid, hormone eksogen, kondisi imunosupresi, pakaian yang sempit, dan pakaian dalam dari bahan yang tidak menyerap. Trikomoniasis Trikomoniasis merupakan IMS akibat hubungan seksual yang tidak aman (tanpa pengaman).
D. Patofisiologi
5
E. Manifestasi Klinis
Menurut Reeder, dkk (2011); Gant, dkk (2011); Bain, dkk (2011) tanda dan gejala vaginitis dibedakan beradasarkan tipe vaginitis, yaitu: 1. Vaginitis Candida albicans: albicans: sebagian besar pasien infeksi ini mengeluh gatal di kemaluan. Rabas biasanya bewarna putih, kental, tidak jernih dan melekat pada dinding vagina dan serviks. Tidak jarang ditemukan rabas yang encer, bewarna seperti susu, dan lebih bewarna keputihan. Rasa gatal, terutama pada vulva dan perineum, berkisar dari sedang sampai berat. Labia dan vulva tampak kemerahan terang, bengkak, sensitif terhadap sentuhan dan terasa nyeri saat berhubungan seksual. 2. Vaginitis Trichomonas: Trichomonas: rabas vagina biasanya bewarna kuning kehijauan, berbusa atau berbuih dan tercium bau tidak sedap yang sangat kuat. Sering kali terdapat ptekie kecil “bercak strawberry” strawberry” pada serviks dan ruang vagina atas akibat inflamasi. Pada inflamasi berat, dinding vagina, serviks dan vulva mungkin membengkak dan mengalami eritema. Umumnya terdapat rasa gatal dalam tingkatan sedang sampai berat dan beberapa wanita dapat mengalami disuria atau dispareunia sebagai akibat sekunder dari inflamasi. Infeksi Trichomonas dapat Trichomonas dapat ringan, dengan gejala yang sangat bervariasi. Misalnya, rabas dapat encer, sedikit, putih kekuningan dan tanpa bau busuk yang khas. 3. Vaginosis
Bakteri:
gejala
meliputi
peningkatan
rabas
vagina
yang
karakteristiknya tipis, putih keabu-abuan dan homogen. Rabas berbau amis, terutama setelah berhubungan seksual dan selama menstruasi. Peradangan pada vagina dan vulva jarang terjadi.
F. Komplikasi
Komplikasi potensial vaginitis adalah (Green, dkk, 2012): 1. Persalinan dan kelahiran kurang bulan. 2. KPD. 3. Korioamnionitis. 4. Sariawan (infeksi mulut pada bayi baru lahir, jika ada vaginitis kandidiasis pada kandidiasis pada saat kelahiran). 6
Menurut Reeder, dkk (2011) pada vaginosis bakteri gejala sering kali minimal, tetapi infeksi dapat menyebabkan konsekuensi serius, termasuk servitis, penyakit radang panggul (PID), infeksi intra-amnion, endometritis pascapartum, selulitis pada pascahisterektomi, persalinan premature dan infeksi saluran kemih yang vaginal cuff pascahisterektomi, berulang. G. Penatalaksanaan
1. Pencegahan (Reeder, dkk, 2011) a. Kebersihan pribadi 1) Basuh labia dan vulva dengan sabun lembut (bukan sabun antiseptik) setiap hari. 2) Keringkan genitalia eksternal dan perineum secara menyeluruh. 3) Bersihkan dari arah depan ke belakang setelah berkemih dan defekasi. 4) Cuci tangan sebelum memasukkan tampon, diafragma dank rim kontrasepsi. 5) Hindari atau minimalkan douching /semprotan /semprotan pada vagina (satu kali seminggu, gunakan air atau larutan ringan). 6) Hindari pemakaian deodorant, semprotan parfum atau lotion, bedak, sabun antiseptik dan tisu toilet berparfum. 7) Ganti tampon dan pembalut setiap 1 sampai 4 jam, bergantung pada aliran. 8) Hindari penggunaan tampon yang berdaya serap tinggi atau gunakan hanya jika aliran sangat deras. 9) Gunakan celana dalam dari bahan katun, hindari pakaian yang terlalu ketat di area genital.
b. Perilaku seksual 1) Batasi jumlah pasangan seksual atau setia dengan satu pasangan. 2) Tanya atau periksa adanya gejala (rabas penis, lesi, disuria) yang dimiliki pasangan seksual; hindari seksual atau gunakan kondom dengan spermisida apabila gejala positif.
7
3) Kenali pasangan seksual (riwayat menderita PMS atau infeksi genital, memliki kontak seksual dengan orang lain). 4) Hindari hubungan seksual apabila anda mengalami gejala (peningkatan rabas, rasa gatal atau seperti terbakar, lesi, rasa nyeri). 5) Hindari kontak oral-genital jika terdapat lesi pada vulva atau mulut pada kedua pasanagan. 6) Hindari penetrasi anal-vaginal atau gunakan kondom berbeda pada penetrasi ke area yang berbeda.
c. Status kesehatan umum 1) Makan-makanan seimbang, bernutrisi dan hindari makanan kurang sehat (makanan
manis,
daging
merah,
makanan
asin,
makanan
yang
mengandung lemak jenuh). 2) Lakukan olahraga secara teratur. 3) Tidur dengan cukup (6-8 jam per malam). 4) Cari waktu yang tepat setiap minggu untuk melakukan minat dan hobi pribadi. 5) Kenali sumber stres di rumah dan di tempat kerja dan temukan metode untuk mengurangi stres (relaksasi progresif, yoga, biofeedback , meditasi, imajinasi, waktu hening). 6) Pertahankan jalinan persahabatn dan hubungan yang memuaskan.
2. Pengobatan alamiah (Reeder, dkk, 2011) a. Vaginitis Candida albicans 1) Semprot dengan cuka putih, 1 sendok makan/0,5 liter air, satu sampai dua kali sehari selama satu minggu. 2) Semprot dengan kultur asidofilus (bakteri yang digunakan untuk membuat yogurt), 2 sendok makan/0,5 liter air satu sampai dua kali sehari selama satu minggu. 3) Lakukan rendam duduk setiap 2 sampai 4 jam sesuai kebutuhan untuk mengurangi rasa gatal, terbakar dan bengkak pada labia dan vulva. 8
4) Buat teh dengan perbandingan yang sama antar uva ursi, akar perteseli, akar dandelion dan akar burdock; gunakan 1 ons herba per setengah liter air yang direbus sebagai jamu. Minum setengah sampai satu cangkirteh setiap 2 jam. 5) Semprot dengan larutan yang terdiri atas campuran goldensal, chaparral, akar comfrey dan kava kava dengan perbandingan yang sama; gunakan 1 ons herba per setengah liter air, didihkan perlahan-lahan selama 30 menit, saring, dinginkan dan tambahkan satu sendok makan cuka per setengah liter air. Bilas/semprotkan satu kali sehari selama 1 sampai 3 hari. 6) Gunakan kapsul asam borak satu kali sehari di dalam vagina atau setiap dua hari sampai gejala tertasi.
b.
Vaginitis Trichomonas 1) Semprot dengan larutan yang terdiri atas chaparral dan chamomile dengan perbandingan yang sama; gunakan 1 ons herba per setengah liter air, rendam selama 20 menit, saring dan dinginkan. Semprotkan dua sampai tiga kali sehari, selama 1 atau 2 minggu. 2) Campurkan bubuk Echinacea, goldenseal, chaparral dan squawvine dengan perbandinagn yang sama; masukkan ke dalam gelatin. Minum 2 kapsul, tiga kali sehari sebelum makan; konsumsi juga satu sendok makan minyak bawang putih saat makan*.
c. Vaginosis Bakteri 1) Semprot dengan cuka putih, satu sendok makan/setengah liter air, satu kali sehari selama satu minggu. 2) Semprot dengan larutan yang teridiri atas satu sendok the goldenseal dan satu butir bawang putih yang dicincang dan direbus dalam 4 gelas air, disaring dan di dinginkan. Gunakan setiap hari selama satu minggu. 3) Masukkan gel atau larutan betadin ke dalam vagina sebanyak dua kali sehari selama satu minggu.
9
3. Terapi obat (Reeder, dkk, 2011) a. Vaginitis Candida albicans: albicans: tablet atau krim vagina seperti mikostatin, terkonazol (Terazol) dan tikonozol (Vagistat), diprogramkan untuk diberikan satu kali sehari selama 7 sampaik 14 hari. Tersedia regimen dalam waktu lebih singkat: Terazol-3 dan butokonazol (Femstat) dalam regimen tiga hari dan Mycelex G-500 dan Vagistat 6,5% dalam pengobatan tunggal. Beberapa krim vagina juga tersedia dan dapat dibeli tanpa resep dokter, missal Monistat, Gyne-Lotrimin. Vaginitis Candida kronis atau menetap dapat diobati dengan antijamur per oral, seperti mikostatin (Nystatin), ketokonazol (Nizoral) atau flukonazol (Diflucan). Dosis tunggal flukonazol per oral sama efektifnya tiga hari pengobatan dengan klotrimazol intravagina. Pemberian profilaksis flukonazol per oral satu kali sebulan dapat mengontrol kekambuhan infeksi. Terapi ini dapat menyebabkan toksisitas hati; oleh karena itu, pemeriksaan fungsi hati harus dilakukan setelah 30 hari terapi. Apabila inflamasi vulva dan rasa gatal semakin berat, dapat dioleskan krim steroid atau krim antijamur selama beberapa hari.
b. Vaginitis Trichomonas: Trichomonas: terapi medis untuk vaginitis Trichomonas terdiri Trichomonas terdiri atas metronidazole (Flagyl) 2 g/oral dalam dosis tunggal atau 250 mg tiga kali sehari selama 5 sampai 7 hari. Dosis tunggal mungkin tidak seefektif pengobatan jangka panjang, tetapi akan memfasilitasi kepatuhan minum obat. Pasangan seksual wanita harus diobati secara simultan, biasanya dengan2 g dosis tunggal. Selama mengonsumsi metronidazole, konsumsi alkohol harus dihentikan karena dapat menyebabkan kram abdomen, mual, muntah sakit kepala dan kemerahan. Wanita menyusui dapat diobati dengan 2 g metronidazole tetapi ia tidak boleh menyusui selama 24 jam setelah setelah terapi. Krim atau tablet klotrimazol vagina pada waktu tidur selama 7 hari dapat menurunkan gejala yang timbul pada wanita hamil.
10
c. Vaginosis Bakteri: terapi medis adalah dengan metronidazole 500 mg/oral dua kali sehari selama 7 hari atau 2 g/oral dalam dosis tunggal (sedikit kurang efektif). Klindamisin 300 mg/oral tiga sehari selama 7 hari dapat menjadi alternative. Krim vagina yang mengandung 2% klindamisin fosfat (Cleocin) digunakan pada waktu tidur selama 7 hari atau dapat juga digunakann gel metronidazol (MetroGel) pada waktu tidur selama 5 hari. Pengobatan vagina ini memiliki angaka kesembuhan sampai 90% dan lebih sedikit menimbulkan reaksi merugikan. Apabila metronidazol digunakan, berikan saran untuk tidak mengkonsumsi alkohol.
11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
Pada bab ini penulis akan membahas “Asuhan Keperawatan dengan Vaginitis”. Sesuai dengan proses keperawatan yang terdiri dari lima tahap yaitu: pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan. A. Pengkajian Keperawatan
Menurut Bobak, dkk (2005) pengkajian yang dilakukan adalah: 1. Riwayat Keluhan utama Penjelasan
tentang penyakit saat ini, termasuk gejala, pengobatan yang yang
dilakukan sendiri, pengunaan obat yang dijual bebas. Riwayat seksual, termasuk riwayat PMS sebelumnya, jumlah pasangan seksual pada saat ini, frekuensi aktivitas seksual secara umum, tidak menggunakan kondom, buruknya hygiene genital. Gaya hidup: penggunaan obat intravena atau pasangan yang menggunakan obat intravena; merokok, alcohol, gizi buruk, tingkat stress yang tinggi. Kesehatan umum: tanggal menstruasi terakhir, tanggal pap smear terakhir, riwayat kontrasepsi. 2. Pemeriksaan fisik Inspeksi. Palpasi. 3. Tes labotarium Sediaan basah dengan saline (Trichomonas (Trichomonas). ). Sediaan basah dengan KOH (kandidiasis). Darah lengkap. Urinalisis.
12
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Bobak, dkk (2005); Green, dkk (2012) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan vaginitis adalah: 1. Nyeri/kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan pengaruh proses infeksi, ekskoriasi akibat menggaruk area yang gatal, praktik higiene. 2. Risiko infeksi berulang; risiko penularan infeksi ke individu lain berhubungan dengan defisiensi pengetahuan tentang cara penularan, informasi yang salah, malu memberitahu pasangan seks. 3. Disfungsi seksual atau ketidalefektifan pola seksualitas berhubungan dengan ketidaknyamanan perineum dan tidak melakukan hubungan seksual selama penanganan. 4. Ansietas/ harga diri rendah berhubungan dengan berhubungan dengan akibat infeksi jangka panjang, efek yang dipersepsikan pada hubungan seksual.
C. Perncanaan Keperawatan
Rencana keperawatan terkait dengan diagnosa keperawatan pada pasien dengan vaginitis adalah (Green, dkk, 2012): 1. Nyeri/kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan pengaruh proses infeksi, ekskoriasi akibat menggaruk area yang gatal, praktik higiene. Hasil NOC: Integritas jaringan: kulit membrane mukisa: keutuhan struktur dan fungsi fisiologis normal pada kulit dan membrane mukosa. Tujuan dan kriteria hasil: a. Mengungkapkan ketidaknyamanan telah berkurang atau terkendali. b. Mendemonstrasikan atau melaporkan pengunaan tindakan yang memberikan rasa nyaman dengan tepat. c. Tidak ada penundaan penyembuhan lesi akibat garukan dan ekskoriasi. Intervensi NIC: a. Inspeksi kondisi perineum, jumlah dan karakteristik drainase, serta tingkat ketidaknyamanan.
13
b. Jika klien mengalami nyeri ketika berkemih, sarankan berkemih melakukan salt bath dengan bath dengan hangat. c. Anjurkan klien mengenakan pakaian dalam dan dan jeans atau celana panjang yang longgar (atau gunakan rok). d. Sarankan klien untuk mengenakan pakain dalam dari katun. e. Beritahu klien untuk menghindari penggunaan semprotan higiene feminism, sabun wangi, mandi busa, minyak mandi dan kertas toilet yang wangi atau bewarna. f. Dorong klien untuk sering membasuh perineum dengan sabun ringan, tanpa pewangi; basuh dengan baik dan keringkan den gan hati-hati. g. Anjurkan untuk memberikan salep yang telah diresepkan. h. Lakukan atau jelaskan tentang analgesic oral yang diresepkan.
2. Risiko infeksi berulang; risiko penularan infeksi ke individu lain berhubungan dengan defisiensi pengetahuan tentang cara penularan, informasi yang salah, malu memberitahu pasangan seks. Hasil NOC: a. Pengetahuan pengendalian infeksi: tingkat pemahaman yang disampaikan mengenai pencegahan dan pengendalian infeksi. b. Pengendalian
risiko:
penyakit
menular
seksual:
tindakan
untuk
menghilangkan atau mengurangi perilaku yang berhubungan dengan PMS. c. Perilaku penanganan: penyakit atau cedera: tindakan personal untuk menyembuhkan atau menghilangkan penyakit. Tujuan dan kriteria evaluasi: a. Bebas dari infeksi. b. Mengidentifikasi perilaku berisiko. c. Mendiskusikan rencana untuk mengubah perilaku berisiko. d. Mematuhi penanganan dan perawatan tindak lanjut yang diprogramkan. Intervensi NIC: a. Tanyakan tentang riwayat, praktik, dan pasangan seksuial.
14
b. Tentukan faktor gaya hidup klien yang berisiko menularkan infeksi dan infeksi ulang. c. Berikan informasi tentang praktik seks yang aman. d. Berikan informasi tentang penyakit tertentu, yang mencakup penyebab, cara penularan, gejala, dan penanganan untuk kedu a pasangan. e. Jelaskan pentingnya menyelesaikan program pengobatan, pemberitahuan dan penanganan semua pasangan seks (untuk IMS) serta perawatan tindak lanjut. f. Anjurkan untuk berkemih setelah berhubungan seksual. g. Berikan informasi tentang metode alternative untuk mendapatkan kepuasan seksual. h. Tekankan pentingnya meminum semua obat; diskusikan risiko, manfaat dan efek samping. i.
Berikan penjelasan mengenai obat, tindak lanjut, dan lain-lain secar lisan atau tulisan.
j.
Diskusikan penggunaan dan pentingnya praktik yang aman.
k. Lakukan komunikasi yang tidak menghakimi dan jaga rahasia.
15
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Vaginitis adalah adalah infeksi vagina, infeksi ini sering terjadi yang disebabkan oleh jamur Candida albicans. albicans. Vaginitis diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu, vaginitis Candida albicans albicans yang disebabkan oleh jamur, vaginitis Trichomonas Trichomonas disebabkan oleh protozoa dan vaginosis vaginosis bakteri yang disebabkan oleh bakteri. Komplikasi yang dapat terjadi jika vaginitis tidak diobati adalah persalinan dan kelahiran kurang bulan, KPD, korioamnionitis dan sariawan (infeksi mulut pada bayi baru lahir, jika ada vaginitis kandidiasis kandidiasis pada saat kelahiran). Penatalaksanaan vaginitis meliputi pencegahan, pengobatan alami dan terapi obat. Keluhan yang sering terjadi pada klien dengan vaginitis adalah mengeluh gatal pada vulva dan vagina, rabas kental bewarna putih kekuningan atau kuning kehijauan, bau tidak sedap, labia dan vulva kemerahan dan bengkak serta kemungkinan adanya ptekie di vagina, klien dapat mengeluh disuria, dispareunia, iritasi atau pruritus dan merasa nyeri saat berhubungan seksual.
16
DAFTAR PUSTAKA
Bain, C.M, dkk. (2011). Ilustrasi ginekologi. ginekologi. Edisi keenam. (penerjemah Elysabeth Muliawan). Jakarta: ELSEVIER
Bobak, dkk (2005). Buku (2005). Buku ajar keperawatan maternitas. maternitas. Edisi 4. ( penerjemah Maria A. Wijayarini & Peter I. Anugerah). Jakarta: EGC
Ernita. (2013). Jurnal: faktor determinan terjadinya vaginosis bakterial pada wanita usia subur di kota Makassar . Diambil pada tanggal 3 April 2017 di http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/0fb0f003b881785528987747814e5bf3.pdf
Gant, N.F & Gary C. (2011). Dasar-dasar (2011). Dasar-dasar ginekologi & obstetri. obstetri. (penerjemah Brahm U. Pendit). Jakarta: EGC
Green, C.J & Wilkinson J.M. (2012). Rencana asuhan keperawatan: maternal & bayi baru lahir . (penerjemah Sari Isneini, dkk). Jakarta: EGC
Kementerian Kesehatan RI. (2011). Infeksi menular seksual dan infeksi saluran reproduksi pada pelayanan kesehatan reproduksi terpadu
Reeder, dkk. (2011). Keperawatan (2011). Keperawatan maternitas: kesehatan wanita, bayi & keluarga. keluarga. Edisi 8. Volume 1. (penerjemah Eka Anisa, dkk). Jakarta: EGC
17