MAKALAH KASUS LOGBOOK GIGI DAN MULUT
Oleh: Putri Satriany G0007017
Pembimbing: Drg. Vita Nirmala A Sp.Pros, Sp.KG
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
DAFTAR ISI
Halaman Judul
i
Daftar Isi
ii
Penyakit Gigi dan Mulut 1. Labial dan Palate Cleft*
1
2. Anodontia
1
3. Impacted Teeth
3
4. Malocclussion
5
5. Micrognatia dan Macrognatia*
8
6. Debris
9
7. Calculus
10
8. Plaque
12
9. Dental Decay
15
10. Pulpitis
18
11. Periodontitis
20
12. Ginggivitis
22
13. Candidiasis*
24
14. Acut Necrotizing Ulcerative Ginggivitis*
28
15. Glossitis*
30
16. Labial dan Palate Cleft*
34
17. Xerostomia
37
Daftar Pustaka
1. LABIAL AND PALATE CLEFT A. DEFINISI Labial cleft (labioschisis) atau istilah awamnya bibir sumbing adalah
kelainan berupa celah pada bibir atas yang didapatkan seseorang sejak lahir. Bila celah berada pada langit-langit rongga mulut, kelainan ini disebut palate cleft (palatoschisis). (palatoschisis) . Dan apabila celah terdapat pada bibir atas hingga langit-
langit rongga mulut, disebut labial palate cleft (labiopalatoschisis). Pada palate cleft, celah akan menghubungkan rongga mulut dengan rongga hidung. Ada tiga jenis kelainan cleft, yaitu:
2
Cleft lip tanpa disertai cleft palate,
Cleft palate tanpa disertai cleft lip, dan
Cleft lip disertai dengan cleft palate.
1
B. GAMBAR Pasien RSUD DR.Moewardi
Nama
: By. Ny. D
No RM
: 01094562
Ruang
: perinatologi
Tgl masuk RS : 8 Nov 2011 Diagnosis: Labiopalatoschizis unilateral sinistra Gambar 1. Labial-palate Cleft (pasien bangsal)
Gambar2. Labial cleft (internet)
3
gambar 3. Palatal cleft (internet)
3
C. ETIOLOGI Secara garis besar, faktor yang diduga menjadi penyebab terjadinya celah
bibir dibagi dalam 2 kelompok, yaitu : 1. Herediter a. Mutasi gen b. Kelainan Kromosom 2. Faktor lingkungan a. Faktor usia ibu b. Obat-obatan c. Nutrisi d. Daya pembentukan embrio menurun
e.
Penyakit infeksi
f.
Radiasi
g.
Stress Emosional
h.
Trauma
D. PATOGENESIS
Proses terbentuknya kelainan ini sudah dimulai sejak minggu-minggu awal kehamilan ibu. Saat usia kehamilan ibu mencapai 6 minggu, bibir atas dan langit-langit rongga mulut bayi dalam kandungan akan mulai terbentuk dari jaringan yang berada di kedua sisi dari lidah dan akan bersatu di tengahtengah. Bila jaringan-jaringan ini gagal bersatu, maka akan terbentuk celah pada bibir atas atau langitlangit rongga mulut. Sebenarnya penyebab mengapa jaringan-jaringan tersebut tidak menyatu dengan baik belum diketahui dengan pasti. 4
Beberapa teori yang menggambarkan terjadinya labial cleft : i. Teori Fusi Pada akhir minggu ke-6 dan awal minggu ke-7 masa kehamilan, processus maxillaries berkembang ke arah depan menuju garis median, mendekati processus nasomedialis dan kemudian bersatu. Bila terjadi kegagalan fusi antara processus maxillaries dengan processus nasomedialis maka celah bibir akan terjadi. ii. Teori Penyusupan Mesodermal Mesoderm mengadakan penyusunan menyebrangi celah sehingga bibir atas berkembang
normal.
Bila
terjadi
kegagalan
migrasi
mesodermal
menyebrangi celah bibir akan terbentuk. iii. Teori Mesodermal sebagai Kerangka Membran Brankhial Pada minggu kedua kehamilan, membran brankhial memerlukan jaringan mesodermal yang bermigrasi melalui puncak kepala dan kedua sisi ke arah muka. Bila mesodermal tidak ada maka dalam pertumbuhan embrio membran brankhial akan pecah sehingga akan terbentuk celah bibir.
iv. Gabungan Teori Fusi dan Penyusupan Mesodermal Patten, 1971, pertama kali menggabungkan kemungkinan terjadinya celah bibir, yaitu adanya fusi processus maxillaris dan penggabungan kedua processus nasomedialis yang kelak akan membentuk bibir bagian tengah.
E. TANDA DAN GEJALA
Tanda yang paling jelas adalah adanya celah pada bibir atas atau langit4
langit rongga mulut. Keadaan ini dapat menimbulkan beberapa komplikasi : 1. Kesulitan saat menghisap ASI 2. Gangguan dalam berbicara. Besarnya cleft bukan indicator seberapa serius gangguan dalam berbicara, bahkan cleft yang kecil pun dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara. 3. Gangguan dalam pendengaran. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan adanya infeksi yang mengenai tuba Eustachia. Selain itu, adanya cleft dapat meningkatkan
kemungkinan
terbentuknya
cairan
telinga,
sehingga
menyebabkan gangguan atau bahkan kehilangan pendengaran sementara. 4. Gangguan pertumbuhan gigi. 5. Masalah estetika 6. Efek psikologis
F. PENATALAKSANAAN
Penanganan labial and palatal cleft multidisiplin
karena
merupakan
masalah
memerlukan penanganan yang yang
kompleks,
variatif
dan
memerlukan waktu yang lama serta membutuhkan beberapa ilmu dan tenaga ahli, diantaranya dokter anak, dokter bedah plastik, dokter bedah mulut, pediatric dentists, orthodontist , prosthodontist , ahli THT (otolaryngologist ), ), speech pathologist , geneticist dan psikiater atau psikolog untuk menangani masalah
psikologis si pasien.
5
Tabel 1. Penatalaksanaan labial and palatal cleft USIA
TINDAKAN
0 – 1 – 1 minggu
Pemberian nutrisi dengan kepala miring (posisi 45º)
1 – 2 – 2 minggu
Pasang obturator untuk menutup celah pada langitan, agar dapat menghisap susu atau memakai dot lubang kearah bawah untuk mencegah aspirasi (dot khusus)
10 minggu
Labioplasty dengan memenuhi Rules of Ten:
a. Umur 10 minggu b. Berat 10 pons c. Hb > 10gr % 1,5 – 1,5 – 2 2 tahun
Palatoplasty karena bayi mulai bicara
– 4 tahun 2 – 4
Speech therapy
4 – 6 – 6 tahun
Velopharyngoplasty, untuk mengembalikan mengembalikan fungsi
katup yang dibentuk m.tensor veli palatini & m.levator veli palatini, untuk bicara konsonan, latihan dengan cara meniup. 6 – 8 – 8 tahun
Ortodonsi (pengaturan lengkung gigi)
– 9 tahun 8 – 9
Alveolar bone grafting
– 17 tahun 9 – 17
Ortodonsi ulang
17 – 17 – 18 18 tahun
Cek kesimetrisan mandibula dan maksila
DAFTAR PUSTAKA 1. Webmaster. Cleft Lip. Diakeses dari http://www.allianceforsmiles.org/?q=content/cleft-lip-palate pada tanggal 13 November 2011 2. Lilik K, Yayan AI. 2009. Labioschisis. Diambil dari http://belibisa17.com/2010/03/26/labioschisis-bibir-sumbing/ (diakses 13 November 2011). 3. Bechara Y. 2011. Picture of Cleft. http://www.ghorayeb.com/CleftPalate.html diakses pada tanggal 13 November 2011 4. Anonym. 2010. Celah Bibir dan Palatum. http://www.bugisbagus.com/2009/02/celah-bibir-dan-palatum.html (diakses 13 November 2011)
2. KANDIDIASIS A. DEFINISI
Kandidiasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh suatu spesies candida (kelompok fungi imperfecti). Candida pada umumnya hidup komensal di rongga mulut, saluran cerna, dan vagina.
B. GAMBAR
Gambar 2. Kandidiasis oral C. ETIOLOGI Penyebab utama candidiasis manusia. Tiga faktor utama penyebab oral candidiasis: 1. Status kekebalan penderita
2. Lingkungan mukosa oral 3. Strain C. Albicans (bentuk hifa
patogen)
D. PATOGENESIS
Pada orang yang sehat, Kandida albikan umumnya tidak menyebabkan masalah apapun dalam rongga mulut, namun karena berbagai faktor, jamur tersebut dapat tumbuh secara berlebihan dan menginfeksi rongga mulut. Faktorfaktor tersebut dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Patogenitas jamur Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenitas dan proses infeksi Kandida adalah adhesi, perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa, dan produksi enzim ekstraseluler. Adhesi merupakan proses melekatnya sel Kandida ke dinding sel epitel host . Perubahan bentuk dari ragi ke hifa diketahui berhubungan dengan patogenitas dan proses penyerangan Kandida terhadap sel host . Produksi enzim hidrolitik ekstraseluler seperti aspartyc proteinase juga sering dihubungkan dengan patogenitas Kandida albikan. b. Faktor Host Faktor host dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Termasuk faktor lokal adalah adanya gangguan fungsi kelenjar ludah yang dapat menurunkan jumlah saliva. Saliva penting dalam mencegah timbulnya kandidiasis oral karena efek pembilasan dan antimikrobial protein yang terkandung dalam saliva dapat mencegah pertumbuhan berlebih dari Kandida, itu sebabnya kandidiasis oral dapat terjadi pada kondisi Sjogren syndrome, radioterapi kepala dan leher, dan obat-obatan yang dapat mengurangi sekresi saliva. Pemakaian gigi tiruan lepasan juga dapat menjadi faktor resiko timbulnya kandidiasis oral. Sebanyak 65% orang tua yang menggunakan gigi tiruan penuh rahang atas menderita infeksi Kandida, hal ini dikarenakan pH yang rendah, lingkungan anaerob dan oksigen yang sedikit mengakibatkan Kandida tumbuh pesat. Selain dikarenakan faktor lokal, kandidiasis juga dapat dihubungkan dengan keadaan sistemik, yaitu usia, penyakit sistemik seperti diabetes, kondisi imunodefisiensi seperti HIV, keganasan seperti leukemia, defisiensi nutrisi, dan pemakaian obat-obatan seperti antibiotik spektrum luas dalam jangka waktu lama, kortikosteroid, dan kemoterapi. E. Klasifikasi dan Gambaran Klinis
Candidiasis oral dapat diklasifikasikan atas tiga kelompok, yaitu: 1. Akut, dibedakan menjadi dua macam, yaitu : a. Candidiasis Pseudomembranosus Akut
Candidiasis ini biasanya disebut juga sebagai thrush. Secara klinis, pseudomembranosus candidiasis terlihat sebagai plak mukosa yang putih atau kuning, seperti cheesy material yang dapat dihilangkan dan meninggalkan permukaan yang berwarna merah. Candidiasis ini terdiri atas sel epitel deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur dan umumnya dijumpai pada mukosa labial, mukosa bukal, palatum keras, palatum lunak, lidah, jaringan periodontal dan orofaring. Thrush dijumpai sebesar 5% pada bayi bayu lahir dan 10% pada orang tua yang kondisi tubuhnya lemah. Keberadaan candidiasis pseudomembranosus ini sering dihubungkan dengan penggunaan kortikosteroid, antibiotik, xerostomia, dan pada pasien dengan sistem imun rendah seperti HIV/AIDS. Diagnosa banding dari candidiasis pseudomembranosus ini meliputi flek dari susu dan debris makanan yang tertinggal menempel pada mukosa mulut, khususnya pada bayi yang masih menyusui atau pada pasien lanjut usia dengan kondisi tubuh yang lemah akibat penyakit.
Gambar 2. Candidiasis Pseudomembranosus Akut b. Candidiasis Atrofik Akut Tipe candidiasis ini kadang dinamakan sebagai antibiotic sore tongue atau juga candidiasis eritematus dan biasanya dijumpai pada mukosa bukal, palatum, dan bagian dorsal lidah dengan permukaan tampak sebagai bercak kemerahan. Penggunaan antibiotik spektrum luas maupun kortikosteroid sering dikaitkan dengan timbulnya candidiasis
atrofik akut.Pasien yang menderita candidiasis ini mengeluh adanya rasa sakit seperti terbakar.
Gambar 3. Candidiasis Atrofik Akut 2. Kronik, dibedakan atas tiga jenis, yaitu : a. Candidiasis Atrofik Kronik Candidiasis atrofik kronik disebut juga denture sore mouth atau denture related stomatitis dan merupakan bentuk candidiasis paling umum yang
ditemukan pada 60% pemakai gigi tiruan.Gambaran klinis denture related stomatitis ini berupa daerah eritema pada mukosa yang
berkontak dengan permukaan gigi tiruan.Gigi tiruan yang menutupi mukosa dari saliva menyebabkan daerah tersebut mudah terinfeksi jamur. Berdasarkan gambaran klinis yang terlihat pada mukosa yang terinflamasi di bawah gigi tiruan rahang atas, denture stomatitis ini dapat diklasifikasikan atas tiga yaitu : • Tipe I : tahap awal dengan adanya pin point hiperemi yang terlokalisir • Tipe II : tampak eritema difus pada mukosa yang berkontak dengan gigi tiruan • Tipe III: III : tipe granular ( inflammatory papillary hyperplasia) yang biasanya tampak pada bagian tengah palatum keras
Gambar 4. Denture Stomatitis tipe I
Gambar 5. Denture Stomatitis tipe II
Gambar 6. Denture Stomatitis tipe III b. Candidiasis Hiperplastik Kronik Candidiasis ini sering disebut juga sebagai Candida leukoplakia yang terlihat seperti plak putih pada bagian komisura mukosa bukal atau tepi lateral lidah yang tidak bisa hilang bila dihapus. Kondisi ini dapat
berkembang
menjadi
displasia
berat
atau
keganasan.
Candida
leukoplakia ini dihubungkan dengan kebiasaan merokok.
Gambar 7. Candidiasis Hiperplastik Kronik c.Median Rhomboid Glositis Median Rhomboid Glositis merupakan bentuk lain dari atrofik candidiasis yang tampak sebagai daerah atrofik pada bagian tengah permukaan dorsal lidah, dan cenderung dihubungkan dengan perokok dan penggunaan obat steroid yang dihirup.
Gambar 8. Median Rhomboid Glositis 3.Keilitis Angularis Keilitis Angularis atau disebut juga angular stomatitis atau perleche merupakan infeksi campuran bakteri dan jamur Candida yang umumnya dijumpai pada sudut mulut baik unilateral maupun bilateral. Sudut mulut yang terinfeksi tampak merah dan sakit. Keilitis angularis dapat terjadi
pada penderita anemia defisiensi besi, defisiensi vitamin B12, dan pada gigi tiruan dengan vertikal dimensi oklusi yang tidak tepat.
Gambar 9. Kelitis Angularis
F. Diagnosa
Diagnosa yang tepat diperoleh dari pemeriksaan yang teliti. Diagnosa candidiasis oral yang dapat dilakukan meliputi anamnesa, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaaan penunjang seperti pemeriksaan sitologi eksfoliatif, metode kultur swab, uji saliva, dan biopsi (Sufiawati dan Rahmayanti, 2011). Berdasarkan hasil anamnesa dapat diperoleh informasi mengenai keadaan rongga mulut yang dialami pasien. Pasien yang menderita candidiasis oral bisa mempunyai keluhan terhadap keadaan rongga mulutnya, namun ada juga yang tidak menyatakan adanya keluhan pada rongga mulutnya. Keluhan yang bisa terjadi pada candidiasis oral seperti adanya rasa tidak nyaman, rasa terbakar, rasa sakit, dan pedih pada rongga mulut. Pemeriksaan klinis dilakukan dengan melihat gambaran klinis lesi yang terdapat pada rongga mulut. Gambaran klinis candidiasis oral yang terlihat bisa berbeda-beda sesuai dengan tipe candidiasis yang terjadi pada rongga mulut pasien. Di samping itu, pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan sitologi eksfoliatif, kultur swab, uji saliva, dan biopsi sangat diperlukan dalam mendukung diagnosa candidiasis oral (Sufiawati dan Rahmayanti, 2011). G. Prinsip terapi
Pada pasien yang kesehatan tubuhnya normal, seperti perokok dan pemakai gigi tiruan, perawatan kandidiasis oral relatif mudah dan efektif, namun pasien yang mengkonsumsi antibiotik jangka panjang, dan pasien dengan sistem imun tubuh rendah yang mendapat perawatan kemoterapi dimana infeksi jamur mau tidak mau akan timbul, maka perawatan kandidiasisnya lebih spesifik. Adapun perawatan kandidiasis oral yaitu dengan menjaga kebersihan rongga mulut, memberi obat-obatan antifungal baik lokal maupun sistemik, dan berusaha menanggulangi faktor predisposisi, sehingga infeksi jamur dapat dikurangi. Kebersihan mulut dapat dijaga dengan menyikat gigi maupun menyikat daerah bukal dan lidah dengan sikat lembut. Pada pasien yang memakai gigi tiruan, gigi tiruan harus direndam dalam larutan pembersih seperti Klorheksidin, hal ini lebih efektif dibanding dengan hanya meyikat gigi tiruan, karena permukaan gigi tiruan yang tidak rata dan poreus menyebabkan Kandida mudah melekat, dan jika hanya menyikat gigi tiruan tidak dapat menghilangkannya. Pemberian obat-obatan antifungal juga efektif dalam mengobati infeksi jamur. Terdapat dua jenis obat antifungal, yaitu pemberian obat antifungal secara topikal dan sistemik. Pengobatan antifungal topikal pada awal abad 20 yaitu dengan menggunakan gentian violet, namun karena perkembangan resisten dan adanya efek samping seperti meninggalkan stain pada mukosa oral, sehingga obat itu diganti dengan Nystatin yang ditemukan pada tahun 1951 dan Amphotericin B pada tahun 1956. Obat-obat tersebut bekerja dengan mengikat sterol pada membran sel jamur, dan mengubah permeabilitas membran sel. Nystatin merupakan obat antifungal yang paling banyak digunakan. Obat antifungal sistemik digunakan pada pasien yang tidak mempan terhadap obat antifungal topikal dan pada pasien dengan resiko tinggi menderita infeksi sistemik. Selain menjaga kebersihan rongga mulut dan memberi obat-obatan antifungal pada pasien, faktor predisposisi juga harus ditanggulangi.
Penanggulangan faktor predisposisi meliputi pembersihan dan penyikatan gigi tiruan
secara
rutin
dengan
menggunakan
cairan
pembersih,
seperti
Klorheksidin, mengurangi rokok dan konsumsi karbohidrat, mengunyah permen karet bebas gula untuk merangsang pengeluaran saliva, menunda pemberian antibiotik dan kortikosteroid, menangani penyakit yang dapat memicu kemunculan kandidiasis seperti penanggulangan penyakit diabetes, HIV, dan leukemia.
H. Temuan kasus Candidiasis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Nama
: Tn. S
Usia
: 47 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
No. RM
: 01095497
Bangsal
: Melati 1 / 12
Diagnosis
: HIV
Tanggal masuk RS: 8 November 2011
Status Pasien 1. Keluhan utama : badan panas. 2. RPS : pasien adalah rujukan dari RSUD Sragen dengan diagnosis B20, dengan hasil tes HIV (+). Kurang lebih sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien sering mengeluh badan panas, dirasakan hilang timbul dan kumat-
kumatan. Pasien sering berobat ke dokter namun panas tetap saja dirasakan. Selain itu, pasien juga mengeluh sering batuk berdahak warna putih encer, batuk darah (-), mual (-), muntah (-). Pasien juga mengeluh berat badan semakin menurun, nyeri saat menelan, dan lidah kotor keputihan. 3. RPD : R. DM (-), HT (-). 4. R. Kebiasaan : R. berganti-ganti pasangan (+), R. minum-minuman beralkohol (+), R. narkoba (-). 5. Pemeriksaan fisik VS:
TD = 80/60 mmHg
RR = 20 kali/menit
Nadi = 120 kali/menit
Suhu = 37,5 C
o
Mulut : oral thrust (+) 6. Diagnosis : HIV dengan candidiasis oral, anemia ringan, TB Paru BTA (?) Lesi Luas Kasus Baru. 7. Terapi : - Bed rest total - Diet lunak TKTP 1500 kkal - IVFD RL : aminovel = 3 : 1 - Inj. Ceftazidime 2 gram/ 24 jam
- Cotrimoxazole 960 mg 2x1
- Inj. Metronidazole 500 mg/ 8 jam
- Nystatin drop 3x4 gtt
I. Daftar pustaka
1. Miftahullaila M. 2010. Kandidiasis Oral Pada Penderita Leukimia Akut yang Menjalani Kemoterapi di RSUP H Adam Malik Medan (Laporan Kasus).
Medan, Universitas Sumatera Utara. Skripsi.
3. LEUKOPLAKIA
A. Definisi
Leuplakia adalah lesi putih keratosis berupa bercak atau plak pada mukosa mulut yang tidak dapat diangkat dari mukosa mulut secara usapan atau kikisan. B. Gambar
Gambar 1. Leukoplakia C. Etiologi
Etiologi leukoplakia belum diketahui dengan pasti sampai saat ini. Menurut beberapa klinikus, beberapa predisposisi leukoplakia terdiri atas beberapa faktor yang multipel, yaitu : faktor lokal, faktor sistemik, dan malnutrisi vitamin. 1. Faktor lokal Faktor lokal bisanya berhubungan dengan segala macam bentuk iritasi kronis, antara lain: trauma, bahan kimia, atau termal, infeksi bakteri, penyakit periodontal, oral higiene yang jelek. 2. Faktor sistemik Faktor sistemik dapat berupa penyakit sistemik seperti sifilis tertier, anemia sidrofenik, dan xerostomia, dan dapat berupa bahan-bahan yang diberika secara sistemik antara lain alkhohol, obat-obat anti metabolit, dan serum antilimfosit.
3. Defisiensi nutrisi Defisiensi vitamin A diperkirakan meningkatkan metaplasia dan keratinisasi dari susunan epitel, terutama epitel kelanjar dan epitel mukosa respiratorius. D. Patogenesis
Perubahan patologis mukosa mulut menjadi leukoplakia terdiri dari dua tahap. Yaitu tahap praleukoplakia dan tahap leukoplakia. Pada tahap praleukoplakia mulai terbentuk warna plak abu-abu tipis, bening, translusen, permukaannya halus dengan konsistensi lunak dan datar. Tahap leukoplakia ditandai dengan pelebaran lesi ke arah lateral dan membentuk keratin yang tebal sehingga warna menjadi lebih putih, berfisura dan permukaan kasar sehingga mudah membedakannya dengan mukosa sekitarnya. E. Diagnosa
Leukoplakia bervarias dalam ukuran, bentuk dan gambaran klinis. Secara klinis lesi ini sukar dibedakan dan dikenal, karena banyak lesi lain memberikan gambaran klinis yang serupa serta tanda-tanda yang hampir sama. Lesi ini sering ditemukan pada daerah alveolar, bibir, palatum lunak dan keras, daerah dasar mulut, ginggiva, mukosa lipatan bucal, serta mandibular alveolar ridge dan kadang-kadang lidah. F. Terapi
Dalam stadium awal, leukoplakia bisa disembuhkan dengan terapi untuk menghilangkan seluruh iritasi yang ada di sekitar rongga mulut. Obat antijamur akan diberikan secara terus-menerus selama satu sampai dua minggu. Namun, jika bercak putih sudah meluas, akan dilakukan pengangkatan lesi atau bercak putih lewat proses pembedahan. Pada kasus pasien yang mengalami kekurangan vitamin, perawatan dengan pemberian vitamin B kompleks dan vitamin C sangat dianjurkan. Peran vitamin C dalam nutrisi adalah untuk membantu pembentukan substansi semen intersellular yang penting untuk membangun jaringan penyangga. Fungsi vitamin C sejatinya hanya untuk perawatan pendukung. Vitamin ini dapat mempercepat regenerasi jaringan sehingga dapat mempercepat penyembuhan
G. Temuan Kasus Leukoplakia di RSUD Dr Moewardi Surakarta
Identitas Pasien
Nama
: Tn. S
Umur
: 61 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
No. RM
: 01095232
Ruang
: Anggrek 2, kamar 4a
Diagnosis
: Pemfigus vulgaris
Masuk RS
: 7 November 2011
Status Pasien 1. Keluhan utama : kulit mengelupas, perih. 2. RPS : ± 1,5 tahun yang lalu timbul gelembung berisi cairan di perut, lalu menyebar ke dada, tangan dan seluruh tubuh. Pasien kemudian berobat ke dokter, diberi obat minum dan salep. Bekas gelembung pun hilang. Setelah itu, pasien pergi ke Bandung dan mengaku makan ikan tongkol, lalu gelembung muncul kembali pada seluruh tubuh. Pasien dirawat di RSDM selama 1 bulan, setelah itu rawat jalan dan rutin kontrol dokter. Karena keterbatasan biaya, ± 1 bulan yang lalu, pasien tidak kontrol dan minum obat Cina (obat minum dan salep), pasien mengaku gelembung mengering. Tetapi keluarga menyarankan
untuk kembali kontrol ke dokter, dan pasien meminum obat dari dokter sampai obat habis. Pasien tidak minum obat dalam sehari sehingga muncul kembali gelembung dan pasien merasa sakit sekali, dan pasien dibawa ke RSDM. 3. RPD : R. DM (-), HT (-), alergi obat (-), alergi makanan (+). 4. Faktor risiko : alergi makanan. 5. Pemeriksaan fisik VS:
TD = 120/70 mmHg
RR = 20 kali/menit
Nadi = 110 kali/menit
Suhu = afebris
Regio facialis : tampak plakat, patch eritem dan erosi sebagian tertutup kusta. 6. Diagnosis : pemfigus vulgaris. 7. Terapi : Nystatin drop 3x4 gtt, vit B plek + vit C 500 mg H. Daftar pustaka
1. Rangkuti N.H. 2007. Pebedaan Leukoplakia dan Hairy Leukoplakia di Rongga Mulut . Medan, Universitas Sumatera Utara. Skripsi.
2. Patterson Dental Supply. 2004. Leukoplakia. http://www.breadentistry.com/files/pdf/OPG_leuk.pdf. (9 November 2011).
4. ANODONTIA A. Definisi :
Anodontia adalah suatu keadaan di mana semua benih gigi tidak terbentuk sama sekali, dan merupakan suatu kelainan yang sangat jarang terjadi. Keadaan ini mungkin bisa terjadi pada gigi dasar/susu dan gigi permanen, akan tetapi sebagian besar kasus terjadi pada gigi permanen. Sedangkan bila yang tidak terbentuk hanya beberapa gigi saja, keadaan tersebut disebut hypodontia atau oligodontia. Angka kejadian untuk hipodontia adalah 15% dan untuk oligodontia adalah 0,1-1%, sedangkan anodontia sangat jarang terjadi.
B. Gambar
Gambar 1a. Anodontia
Gambar 2. Hypodontia
Gambar 1b. Anodontia
Gambar 3. Oligodontia
C. Klasifikasi :
1. Hipodontia adalah keadaan dimana pada rahang tidak tumbuh 1-6 gigi. Pada hipodontia, gigi-gigi yang paling sering tidak terbentuk adalah gigi premolar
dua rahang bawah, insisif dua rahang atas, dan premolar dua rahang atas. Kelainan ini dapat terjadi hanya pada satu sisi rahang atau keduanya. 2. Oligodontia adalah keadaan dimana lebih dari 6 gigi tidak tumbuh. 3. Anodontia adalah keadaan dimana semua gigi tidak tumbuh, dan lebih
sering mengenai gigi-gigi tetap dibandingkan gigi-gigi sulung.
D. Etiologi :
Berhubungan dengan faktor genetika, faktor lingkungan, Sotos Syndrome, Goltz Gorlin Syndrome, dan lain-lain.
E. Gejala :
Anodontia ditandai dengan tidak terbentuknya semua gigi, dan lebih sering mengenai gigi-gigi tetap dibandingkan gigi-gigi sulung.
F. Pemeriksaan :
Diagnosa anodontia biasanya membutuhkan pemeriksaan radiografik untuk memastikan memang semua benih gigi benar-benar tidak terbentuk.
G. Terapi :
Apabila terdapat kecurigaan terjadinya kelainan ini, terapi yang biasanya diberikan oleh dokter gigi adalah pembuatan gigi tiruan.
Sumber: Anonim.
2000.
Anodontia.
Diunduh
dari
http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/anodontia.pdf / (15 November 2011).
:
2. IMPACTED TEETH
A. Definisi:
Impaksi gigi adalah gigi yang mengalami kesukaran/kegagalan yang disebabkan oleh malposisi, kekurangan tempat atau dihalang-halangi oleh gigi lain, tertutup tulang yang tebal dan/atau jaringan lunak di sekitarnya. Gigi-gigi yang dapat impaksi adalah molar ketiga atas, premolar atas, premolar bawah, kaninus atas, dan kaninus bawah.
B. Gambar
Gambar 1. Impacted Teeth
Gambar 3. Impaksi kaninus
Gambar 2. Tipe Impacted Teeth
Gambar 4. Impaksi molar
C. Etiologi
Gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak faktor, menurut Berger penyebab gigi terpendam antara lain :
1. Kausa Lokal a. Abnormalnya posisi gigi b. Tekanan dari gigi tetangga pada gigi tersebut c. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut d. Kekurangan tempat untuk gigi tersebut bererupsi e. Gigi desidui persistensi (tidak mau tanggal) f. Pencabutan prematur pada gigi g. Inflamasi kronis penyebab penebalan mukosa disekitar gigi h. Penyakit yang menimbulkan nekrosis tulang karena inflamasi atau abses 2. Kausa Umur Faktor umur dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi walaupun tidak ada kausa lokal antara lain: a. Kausa Prenatal: Keturunan dan miscegenation b. Kausa Postnatal: Ricketsia, anemi, syphilis congenital, TBC, gangguan kelenjar endokrin, malnutrisi c. Kelainan Pertumbuhan: Cleido cranial dysostosis, oxycephali, progeria, achondroplasia, dan celah langit-langit
D. Tanda dan Gejala Klinis :
Keluhan-keluhan atau komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh gigi impaksi, diantaranya : inflamasi, rasa sakit, terbentuknya kista, infeksi perikoronal, abses, osteomielitis, dll. Pada saatnya erupsi gigi yang bersangkutan tidak terlihat atau terlihat sebagian.
E. Pemeriksaan Penunjang :
Ditentukan oleh foto rontgen: foto periapikal, foto occlusal dan foto panoramic.
F. Terapi :
Terapi pada impaksi gigi dapat dilakukan Odontektomi.
3. MALOCCLUSION
A. Definisi
Maloklusi adalah suatu kelainan susunan gigi geligi atas dan bawah yang berhubungan dengan bentuk rongga mulut serta fungsinya. Maloklusi dapat disebabkan
karena
tidak
ada
keseimbangan
dentofasial.
Keseimbangan
dentofasial ini tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi beberapa faktor saling mempengaruhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah keturunan, lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan, kebiasaan, etnik, fungsional serta patologi.
B. Gambar
Gambar 1. Maloklusi Gigi
Gambar 2. Klasifikasi Maloklusi Gigi C. Etiologi
Etiologi maloklusi terbagi 2, yaitu etiologi primer dan etiologi pendukung : 1. Etiologi Primer
b. Sistem
neuromuskular.
Beberapa
pola
kontraksi
neuromuskular
beradaptasi terhadap ketidakseimbangan skeletal/malposisi gigi. Pola-pola kontraksi yang tidak seimbang adalah bagian penting dari hampir semua maloklusi. c. Tulang terutama maxilla dan mandibula berfungsi sebagai dasar untuk dental arch. Kesalahan dalam marfologi/pertumbuhannya dapat merubah hubungan dan fungsi oklusi d. Variasi gigi dalam ukuran, bentuk, jumlah dan posisi gigi semua dapat menyebabkan maloklusi e. Jaringan lunak (tidak termasuk otot). Maloklusi dapat disebabkan oleh penyakit periodontal/kehilangan perlekatan dan berbagai macam lesi jaringan lunak 3. Etiologi pendukung a. Herediter b. Perkembangan abnormal yang tidak diketahui penyebabnya. Misalnya : deferensiasi yang penting pada perkembangan embrio c. Trauma prenatal atau setelah kelahiran dapat menyebabkan kerusakan atau kesalahan bentuk dentofacial d. Makanan yang dapat menyebabkan stimulasi otot yang bekerja lebih dan peningkatan fungsi gigi. Jenis makanan seperti ini menimbulkan karies yang lebih sedikit. – 4 e. Kebiasaan misalnya mengisap jempol/jari. Biasanya pada usia 3 tahun – 4 tahun anak-anak mulai mengisap jempol. Arah aplikasi tekanan terhadap gigi selama mengisap jempol dapat menyebabkan Insisivus maksila terdorong ke labial, sementara otot bukal mendesak tekanan lingual terhadap gigi pada segmen leteral dari lengkung dental. f. Penyakit sistemik, gangguan endokrin, penyakit lokal, trauma, karies dan malnutrisi
D. Pemeriksaan
Pemeriksaan maloklusi dapat dilakukan foto rontgen gigi (apikal, panoramic atau bite wing), foto muka dan sefalometri
E. Terapi Pada kasus maloklusi dapat dilakukan perawatan ortodonti. Dalam menentukan kompleksitas perawatan ortodonti dan tingkat keinginan terhadap perawatan ortodonti, terdapat beberapa indeks Maloklusi yang dapat digunakan seperti TPI (Treatment Priority Index) , HMA ( Handicapping Handicapping Malocclusion Assestment Index) dan IOTN ( Index of Orthodontic Treatment Need). Sedangkan untuk melihat peningkatan estetis dapat digunakan indeks seperti DAI ( Dental Aesthetic Index) dan Continuum of Aesthetic Need Index ). SCAN (Standardized Continuum
4. MICROGNATIA DAN MACROGNATIA* A. Definisi
Micrognatia adalah suatu kelainan pertumbuhan berlebih dari maksila dan atau mandibula. Sementara macrognatia adalah suatu kelainan dimana mandibula lebih kecil dari pada normal
B. Gambar
Gambar 1. Macrognatia
Gambar 2. Micrognatia
C. ETIOLOGI
Penyebab micronagthia dapat terjadi secara kongenital dan didapat. 1. Micronagthia kongenital Diduga berasal dari genetik disebabkan karena kelainan kromosom dan kerusakan genetik, dijumpai pada penderita sindroman
Pierre Robin,
Treacher Collins, Cat cry, dan Turner.
2. Micronagthia didapat Disebabkan trauma atau infeksi yang menimbulkn gangguan pada sendi rahang, dijumpai pada penderita ankilosis yang terjadi pada anak-anak. Etiologi Macronagthia berhubungan dengan perkembangan protuberentia yang berlebih yang dapat bersifat kongenital dan dapat pula bersifat dapatan melalui
penyakit. Beberapa kondisi yang berhubungan dengan macronagthia adalah Gigantisme pituitary, paget’s disease, dan akromegali.
D. DIAGNOSA
Diagnosa ditegakkan dengan mengetahui tanda-tanda klinis dan disesuaikan dengan etiologi terkait. Biasanya penderita micronagthia dan macronagthia mengalami masalah estetika, oklusi, pernapasan, dan pemberian makan pada bayi.
E.
TERAPI
Terapi yang direkomendasikan yakni operasi orthonagtic untuk memperluas atau mengecilkan maksila dan mandibula.
F.
DAFTAR PUSTAKA
Morokuma S., Anami A., Tsukimori K., Fukushima K., Wake N. 2010. Abnormal fetal movements, micrognathia and pulmonary hypoplasia: a case report abnormal fetal movements. BMC Pregnancy and Childbirth. 10:46. Anonim. 2010. Jaws Dissorders . http://www.scribd.com/doc/44674594/TheDevelopmental-Disturbences-of-Jaws. (8 Nov 2011).
5. DEBRIS
A. Definisi
Secara umum, oral debris adalah lapisan lunak yang terdapat di atas permukaan gigi yang terdiri atas mucin, bakteri dan sisa makanan yang putih kehijau-hijauan dan jingga. Meskipun mengandung bakteri, debris makanan berbeda dari deposit lainnya (plak dan materi alba). Mikroorganisme seperti Streptococcus, Lactobacillus, Actinomices dan lain-lain ini menempel di gigi bersama dengan plak atau debris.
B.
Gambar
C. Pemeriksaan
Pemeriksaan debris menggunakan Debris Index yaitu skor dari endapan lunak yang terjadi karena ada sisa makanan yang melekat pada gigi penentu. Gigi penentu tersebut adalah: pada rahang atas terdiri dari gigi 6 kanan kiri permukaan bukal dan gigi 1 kanan permukaan lingual, sedangkan pada rahang bawah terdiri dari gigi 6 kanan kiri permukaan lingual dan gigi 1 kiri permukaan labial. Kriteria perhitungan Debris Index ini sebagai berikut : Skor
0
Kriteria
Tidak ada debris atau stain
1
Debris lunak menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi atau adanya stain ekstrinsik tanpa debris pada daerah tersebut
2
Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetap kurang dari 2/3 permukaan gigi
3
Debris lunak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi
6. CALCULUS
A. Definisi
Kalkulus adalah material keras berupa pengendapan dari garam-garam anorganis yang terutama terdiri atas kalsium karbonat dan kalsium fosfat tercampur dengan sisa-sisa makanan, bakteri-bakteri dan sel-sel epitel yang telah mati.
B. Gambar
C. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi perlekatannya dikaitkan dengan tepi gingival, kalkulus dapat dibedakan atas dua macam yaitu :
1. Kalkulus supra gingiva adalah karang gigi yang terdapat di sebelah oklusal dari tepi free gingiva. Biasanya berwarna putih sampai kecoklat-coklatan. Konsistensinya
keras
seperti
batu
apung,
dan
mudah dilepas
dari
perlekatannya ke permukaan gigi. 2. Kalkulus sub gingiva adalah karang gigi yang terdapat di sebelah lingual dari tepi gingiva bebas dan biasanya berwarna coklat muda sampai hitam bercampur dengan darah. Konsistensinya keras seperti batu api, dan melekat sangat erat kepermukaan gigi.
D. Pemeriksaan
Kriteria perhitungan Calculus Index (CI) sebagai berikut:
Skor
Kriteria
0
Tidak ada kalkulus
1
Kalkulus supra gingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi
2
Kalkulus supra gingiva menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi, tetapi tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi yang terkena, atau adanya kalkulus sub gingiva berupa flek di sekeliling leher gigi
3
Kalkulus supra gingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi yang tekena. Adanya kalkulus sub gingiva berupa pita yang tidak terputus di sekeliling leher gigi
Skor kalkulus diperoleh dari jumlah skor permukaan gigi dibagi jumlah gigi yang diperiksa. Skor indeks oral higiene individu diperoleh dengan menjumlahkan nilai indeks debris (DI-S) dan indeks kalkulus (CI-S), dengan interval OHI-S : Sangat baik = 0; Baik = 0,1-1,2; Sedang = 1,3-3,0; Buruk : 3,1-6,0.
E. Patogenesis
Kalkulus terbentuk dari dental plak yang mengeras pada gigi dan menetap dalam waktu yang lama. Dental plak merupakan tempat ideal bagi mikroorganisme
mulut, karena terlindung dari pembersihan alami oleh lidah maupun saliva. Akumulasi plak juga dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi gusi yang gingivitis. Jika akumulasi plak terlalu berat, maka dapat menyebabkan periodontis. Maka plak, sering disebut juga sebagai penyebab primer penyakit periodontis. Sementara, kalkulus pada gigi membuat dental plak melekat pada gigi atau gusi yang sulit dilepaskan hingga dapat memicu pertumbuhan plak selanjutnya. Karena itu kalkulus disebut juga sebagai penyebab sekunder periodontis. Kalkulus dapat terbentuk di atas gusi atau supragingival, atau pada sulkus, yaitu saluran antara gusi dan gigi. Ketika terjadi plak supragingival, maka bakteri yang terkandung didalamnya hampir semuanya merupakan bakteri aerobik, atau bakteri yang dapat hidup dilingkungan penuh oksigen. Plak subgingival, terutama terdiri dari bakteri anaerobik, yaitu bakteri yang tidak dapat hidup pada lingkungan yang mengandung oksigen. Bakteri anaerobik inilah yang berbahaya bagi gusi dan jaringan yang menempel pada gigi, yang menimbulkan periodontis. Pada umumnya, orang yang mengalami periodontis memiliki deposit kalkulus subgingival.
7. PLAQUE
A. Definisi Plak adalah deposit lunak yang membentuk biofilm yang menumpuk pada permukaan gigi atau permukaan keras lainnya di rongga mulut yang tidak 3
dibersihkan. Diperkirakan bahwa 1mm plak gigi dengan berat 1 mg mengandung 200 juta sel mikroorganisme. Plak terdiri dari mikroorganisme (70%) dan bahan antar
sel (30%). Dental plak adalah ‘rumah’ ideal dari mikroorganisme mulut untuk menempel pada gigi, karena kuman terlindung dengan baik dari pembersihan alami dengan saliva dan lidah, kuman akan terus berkembang, membentuk asam dari sisa-sisa makanan dan memicu demineralisasi dari struktur keras gigi, dengan demikian gigi pun perlahan dan pasti akan ‘keropos’ sehingga membentuk karies yang jika berlanjut dapat merusak pulp chamber dan memicu penyakit-penyakit pulpa. Ada tiga komposisi plak dental yaitu mikroorganisme, matriks interseluler yang terdiri dari komponen organik dan anorganik. Lebih dari 500 spesies bakteri ditemukan di dalam plak dental. Kokus gram positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis, Streptokokus salivarius, Actinomyces viscosus dan beberapa strain lainnya.
Mikroorganisme non bakteri juga ditemukan pada plak antara lain spesies Mycoplasma, Ragi, Protozoa dan Virus. Matriks interseluler plak yang merupakan 20%-30% massa plak terdiri dari komponen organik dan anorganik yang berasal dari saliva, cairan sulkus dan produk bakteri. Bahan organik mencakup polisakarida, protein, glikoprotein dan lemak sedangkan komponen anorganik terdiri dari kalsium, posfor, dan sejumlah mineral lain seperti natrium, kalium dan fluor. Bila plak tebal dan jelas terlihat, disebut debris. Debris lebih banyak mengandung
sisa
mikoorganismenya.
makanan,
sedangkan
plak
lebih
banyak
kandungan
B. GAMBAR
C. ETIOLOGI
Faktor yang mempengaruhi laju pembentukan plak adalah oral higiene, dan faktor-faktor pejamu seperti diet, serta komposisi dan laju aliran saliva. Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan gigi, sebaliknya orang yang dietnya banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies. D. PATOGENESIS
Proses pembentukan plak tersebut dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu pembentukan pelikel, kolonisasi awal pada permukaan gigi serta kolonisasi sekunder dan pematangan plak. 1. Pembentukan Pelikel
Pembentukan pelikel pada dasarnya merupakan proses perlekatan protein dan glikoprotein saliva pada permukaan gigi. Pelikel tersebut berasal dari saliva dan cairan sulkular. Pada fase awal permukaan gigi atau restorasi akan dibalut oleh pelikel glikoprotein. Pelikel merupakan suatu lapisan organik bebas bakteri dan terbentuk dalam beberapa menit setelah permukaan gigi yang bersih berkontak dengan saliva dan pada permukaan gigi berupa material stein yang terang apabila gigi diwarnai dengan bahan pewarna plak. Pelikel
berfungsi sebagai penghalang protektif yang akan bertindak sebagai pelumas permukaan dan mencegah desikasi (pengeringan) jaringan. Selain itu, pelikel bekerja seperti perekat bersisi dua, satu sisi melekat ke permukaan gigi, sedangkan permukaan lainnya merupakan sisi yang melekatkan bakteri pada permukaan gigi. 2. Kolonisasi Awal pada Permukaan Gigi
Kolonisasi awal pada pemukaan gigi di permukaan enamel dalam 3-4 jam didominasi oleh mikroorganisme fakultatif gram positif, seperti Streptokokus sanguins, Streptokokus mutans, Streptokokus mitis, Streptokokus salivarius, Actinomyces viscosus dan Actinomyces naeslundii. Pengkoloni awal tersebut
melekat ke pelikel dengan bantuan adhesion, yaitu : molekul spesifik yang berada pada permukaan bakteri. Dalam perkembangannya terjadi perubahan ekologis pada biofilm, yaitu peralihan dari lingkungan awal yang bersifat aerob dengan spesies bakteri fakultatif gram-positif menjadi lingkungan yang sangat miskin oksigen dengan adanya spesies bakteri anaerob gram-negatif setelah 24 jam. 3. Kolonisasi Sekunder dan Pematangan Plak
Plak akan meningkat jumlahnya setelah kolonisasi awal permukaan gigi melalui dua mekanisme terpisah, yaitu : a. Multiplikasi dari bakteri yang telah melekat pada permukaan gigi. b. Multiplikasi serta perlekatan lanjut bakteri yang ada dengan bakteri baru Dalam tiga hari, pengkoloni sekunder yang tidak turut sebagai pengkoloni awal ke permukaan gigi yang bersih meningkat, seperti Prevotella intermedia, Prevotella loesheii, spesies Capnocytophaga, Fusobakterium nucleatum dan Prophyromonas gingivalis. Bakteri pengkoloni sekunder akan melekat ke
bakteri yang sudah melekat ke pelikel. Interaksi yang menimbulkan perlekatan
bakteri
pengkoloni
sekunder
ke
bakteri
pengkoloni
awal
dinamakan koagregasi. Fase akhir pematangan plak pada hari ke-7 ditandai dengan menurunnya jumlah bakteri gram positif dan meningkatnya bakteri gram negatif.
8. DENTAL DECAY
A. Definisi
Dental decay atau lebih sering disebut karies dental adalah suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu email, dentin, dan sementum yang disebabkan aktivitas
jasad
terfermentasi
renik/mikroba
atau
diragikan.
yang Proses
ada
dalam
karies
suatu
ditandai
karbohidrat dengan
yang
terjadinya
demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya.
Hal
ini
akan
menyebabkan
terjadinya
invasi
bakteri
dan
menimbulkan rasa sakit. Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja tetapi disebabkan oleh serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu. Karies gigi terdapat di seluruh dunia, tanpa memandang umur, bangsa ataupun keadaan ekonomi. Karies gigi yang disebut juga lubang gigi merupakan suatu penyakit dimana bakteri merusak struktur jaringan gigi (enamel, dentin dan sementum) sehingga menyebabkan lubang pada gigi.
B. Gambar
C. Etiologi
Karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies. Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host (tuan rumah), agen (mikroorganisme), substrat (diet) serta ditambah faktor waktu. Bakteri yang paling bersifat kariogenik adalah Streptococcus mutans, streptococcus sabrinus, dan bacillus Lactobacillus.
D. Patogenesis
Proses terjadinya karies dimulai dari enamel ditutupi oleh endapan pelikel saliva. Pelikel merupakan suatu lapisan organik bebas bakteri dan terbentuk \dalam beberapa menit setelah permukaan gigi yang bersih berkontak dengan saliva dan pada permukaan gigi berupa material stein yang terang apabila gigi diwarnai dengan bahan pewarna plak. Setelah enamel ditutupi endapan pelikel saliva, proses selanjutnya mikroorganisme melekat disebut plak, apabila ada substrat (makanan) berkarbohidrat lengket di plak disebut debris, mikroorganisme meragi substrat sehingga menyebabkan pH plak turun sampai 5 mengakibatkan demineralisasi enamel. Bila hal ini berlangsung berulang-ulang dapat terjadi karies. Karbohidrat dari makanan proses demineralisasi
diubah bakteri pada plak
Email Menjadi Kropos
Asam
Terjadi gigi berlubang
Keterangan : Makanan terutama karbohidrat diolah menjadi sukrosa, sehingga mudah diserap oleh bakteri-bakteri pada plak, Kemudian hasil olahan (sukrosa) diubah bakteri menjadi asam. Karena sifat asam melarutkan mineral dari email sehingga terjadi proses demineralisasi yaitu proses pelepasan Calsium (Ca) dan Phospat (PO4) menyebabkan email keropos dan akhirnya terjadi gigi berlubang.
E. Pemeriksaan
Penegakan diagnosis karies secara dini sangat penting, karena karies bukan hanya suatu proses demineralisasi saja, tetapi juga proses destruksi dan
reparasi yang silih berganti. Untuk menegakkan diagnosis, digunakan sonde tajam, untuk mendeteksi karies di email, untuk mendeteksi cavitas dini pada permukaan halus. Pada beberapa lokasi perlu dilakukan dental X-ray.
F. Terapi
Penataksanaan karies gigi ditentukan oleh stadium saat karies terdeteksi: 1. Penambalan ( filling) dilakukan untuk mencegah progresi karies lebih lanjut. Penambalan biasa yang dilakukan pada karies yang ditemukan pada saat iritasi atau hyperemia pulpa. 2. Perawatan saluran akar (PSA) atau root cana treatment dilakukan bila sudah terjadi pulpitis atau karies sudah mencapai pulpa. Setelah dilakukan PSA, dibuat restorasi. 3. Ektraksi gigi merupakan pilihan terakhir dalam penatalaksanaan karies gigi, ekstraksi yang telah diekstraksi perlu diganti dengan pemasangan gigi palsu (denture), implant atau jembatan ( brigde).
8. PULPITIS A. DEFINISI
Pulpitis adalah proses radang pada jaringan pulpa gigi, yang pada umumnya merupakan kelanjutan dari proses karies. Jaringan pulpa terletak di dalam jaringan keras gigi sehingga bila mengalami proses radang, secara klinik sulit untuk menentukan seberapa jauh proses radang tersebut terjadi. B. GAMBAR
C. ETIOLOGI
Pulpitis pada umumnya merupakan kelanjutan dari karies yang tidak ditangani. D. PEMERIKSAAN
Berdasarkan tingkat keparahannya pulpitis dibagi menjadi dua, yaitu pulpitis reversible dan pulpitis irreversible.
1. Pulpitis reversible / hiperemi pulpitis/ pulpitis awal yaitu peradangan pulpa awal sampai sedang akibat rangsangan. Gejala yang ditemukan: nyeri bila minum panas, dingin, asam dan asin, nyeri tajam singkat tidak spontan, tidak terus menerus, rasa nyeri lama hilangnya setelah rangsangan dihilangkan. Tanda-tanda yang ditemukan pada pemeriksaan ekstra oral adalah tidak ada pembengkakan, sedangkan tanda-tanda yang ditemukan pada pemeriksaan intra oral adalah perkusi tidak sakit, karies mengenai dentin/karies profunda, pulpa belum terbuka, sondase (+), ujiklor etil (+).
2. Pulpitis irreversibel yaitu radang pulpa ringan yang baru, dapat juga yang sudah berlangsung lama. Pulpitis irreversibel dibagi menjadi:
a. Pulpitis irreversibel akut yaitu peradangan pulpa lama atau baru ditandai dengan rasa nyeri akut yang hebat. Gejala yang ditemukan antara lain nyeri tajam spontan yang berlangsung terus-menerus menjalar kebelakang telinga dan penderita tidak dapat menunjukkan gigi yang sakit. Pada pemeriksaan ekstra oral
tidak ada kelainan, kelainan, sedangkan pada pemeriksaan intra intra oral
ditemukan kavitas terlihat dalam dan tertutup sisa makanan, pulpa terbuka bisa juga tidak, sondase (+), uji klor ethil (+), perkusi bisa (+/-). b. Pulpitis irreversibel kronis yaitu peradangan pulpa yang berlangsung lama. Gejala yang didapat antaralain gigi sebelumnya pernah sakit, rasa sakit dapat hilang timbul secara spontan, nyeri tajam menyengat, bila ada rangsangan seperti; panas, dingin, asam, manis, penderita masih bisa menunjukkan gigi yang sakit. Pada pemeriksaan ekstra oral tidak ada pembengkakan, sedangkan pada pemeriksaan intra oral ditemukan karies profunda bisa mencapai pulpa bisa tidak, sondase (+), perkusi (-).
E. TERAPI 1. Terapi pulpitis reversible -
Menghilangkan rasa sakit
-
Penambalan tetap dengan diberi pelapis Ca (OH) atau pulp capping ± 1 minggu untukmembentuk sekunder dentin.
2. Terapi pulpitis irreversible -
dengan menghilangkan rasa sakit
-
perawatan endodontik disesuaikan dengan keadaan gigi, yaitu gigi apeks terbuka dan gigi apeks tertutup. Pada dewasa muda dengan pulpitis ringan dilakukan pulpotomi (Ca(OH)2 dan pada pulpitis yang berlangsung lama dilakukan pulpotomi formoeresol menunggu apeksogenesis. Pada gigi dewasa dengan perawatan saluran akar dan dilanjutkan restorasi yang sesuai.
F. DAFTAR PUSTAKA Persatuan Dokter Gigi Indonesia. 1999. Standar Pelayanan Medis Kedokteran Gigi Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia, pp: 85-88
9. PERIONDOTITIS
A. DEFINISI
Periodontitis adalah peradangan atau infeksi pada jaringan penyangga gigi yaitu yaitu yang melibatkan gingival, ligament periodontal, sementum, dan tulang alveolar. Periodontitis dapat berkembang dari gingivitis (peradangan atau infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke arah tulang di bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan periodontal. B. GAMBAR
C. ETIOLOGI
Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak. Lapisan ini melekat pada permukaan gigi dan berwarna putih atau putih kekuningan. Plak yang menyebabkan gingivitis dan periodontitis adalah plak yang berada tepat di atas garis gusi. Bakteri dan produknya dapat menyebar ke bawah gusi sehingga terjadi proses peradangan dan terjadilah periodontitis
Gambar plak dan karang gigi dapat menyebabkan periodontitis
D. PEMERIKSAAN
Pada pemeriksaan mulut dan gigi, gusi tampak bengkak dan berwarna merah keunguan.Akan tampak endapan plak atau karang di dasar gigi disertai kantong yang melebar di gusi. Dengan kedalaman kantong dalam gusi dengan suatu alat tipis dan dilakukan rontgen gigi untuk mengetahui jumlah tulang yang keropos. Semakin banyak tulang yang keropos, maka gigi akan lepas dan berubah posisinya. Gigi depan seringkali menjadi miring ke luar. Pada pemeriksaan intra oral dapat dijumpai perkusi yang positif, dalam keadaan biasa, periodontitis tidak menimbulkan nyeri kecuali jika gigi sangat longgar sehingga ikut bergerak ketika mengunyah atau jika terbentuk abses (pengumpulan nanah/piore). Gejala-gejala dari periodontitis adalah perdarahan gusi, perubahan warna gusidan bau mulut. E. Terapi
Perawatan periodontitis dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu: Fase I : fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan beberapa faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan bedah periodontal atau melakukan perawatan restoratif dan prostetik. Fase II : fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas anatomikal seperti poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni oklusi yang berkembang sebagai suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi faktor predisposisi atau rekurensi dari penyakit periodontal. Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada penyakit periodontal.
Daftar pustaka
Wijaya E. 2010. Pengaruh Periodontitis Terhadap Kesehatan Bayi yang Dilahirkan. Medan, Universitas Sumatera Utara. Skripsi.
Orstavik D., Ford T.P. 2007. Apical Periodontitis: Microbial Infection and Host Responses.http://www.blackwellpublishing.com/content/BPL_Images/Cont
ent_store/Sample_chapter/9781405149761/9781405149761_4_001.pdf. (13 Nov 2011).
10. GINGGIVITIS
A. DEFINISI
Gingivitis
merupakan
penyakit
periodontal
stadium
awal
berupa
peradangan pada gingiva, termasuk penyakit paling umum yang sering ditemukan pada jaringan mulut. Karakteristik ginggiva yang sehat adalah warnanya merah muda, bagian tepi ginggiva tipis dan tidak bengkak, tidak ada eksudat, tidak mudah berdarah, dan konsistensi kenyal. Sedangkan pada gingivitis warnanya merah keunguan, bagian tepinya bengkak, ada eksudat, mudah berdarah, dan konsistensinya lunak B. GAMBAR
Gambar 1. Ginggivitis
Gambar 2. Tingkatan pada ginggivitis
(sebelum dan sesudah perawatan)
C. PATOGENESIS
Gingivitis dapat disebabkan beberapa hal, diantaranya kebersihan mulut yang buruk, penumpukan karang gigi (kalkulus/tartar), dan efek samping dari obatobatan tertentu yang diminum secara rutin. Sisa-sisa makanan yang tidak dibersihkan secara seksama menjadi tempat pertumbuhan bakteri. Dengan meningkatnya kandungan mineral dari air liur, plak akan mengeras menjadi
karang gigi (kalkulus). Karang gigi dapat terletak di leher gigi dan terlihat oleh mata sebagai garis kekuningan atau kecoklatan yang keras dan tidak dapat dihilangkan hanya dengan menyikat gigi. Kalkulus juga dapat terbentuk di bagian dalam gusi (sakugusi/poket). Kalkulus adalah tempat pertumbuhan yang baik bagi bakteri, dan dapat menyebabkan radang gusi sehingga gusi mudah berdarah.
D. PEMERIKSAAN KLINIS
Gusi yang mudah berdarah adalah salah satu tanda-tanda dari radang gusi (gingivitis). Gingivitis biasanya ditandai dengan gusi bengkak, warnanya merah terang, dan mudah berdarah dengan sentuhan ringan.
E. TERAPI
Kondisi medis yang menyebabkan atau memperburuk gingivitis harus diatasi. Kebersihan mulut yang buruk, caries serta adanya cavitas pada gigi akan menjadi predisposisi untuk terjadinya superinfeksi, nekrosis, rasa nyeri serta perdarahan pada gusi. Dengan sikat gigi yang lunak dan perlahan, anjuran kumurkumur
dengan
antiseptik
yang
mengandung
klorheksidin
0,2%
untuk
mengendalikan plak dan mencegah infeksi mulut. Pembersihan karang gigi supraginggiva dapat dilakukan bertahap.
F. DAFTAR PUSATAKA
Nirmaladewi A., Handajani J., Tandelilin R.T. 2008. Status Saliva dan Gingivitis pada Penderita Gingivitis Setelah Kumur Epigalocate Techningallate (EGCG) dari Ekstrak The Hijau (Camellia sinensis).
http://mot.farmasi.ugm.ac.id/files/79Nirmaladewi_saliva.pdf. (9 Nov 2011). Salmiah S. 2009. Gingivitis pada Anak . http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1183/1/09E01843.pdf. (9 Nov 2011).
11.ACUT 11.ACUT NECROTIZING ULCERATIVE GINGGIVITIS
A. DEFINISI Acute necrotizing ulcerative gingivitis (ANUG) atau necrotizing ulcerative gingivitis (NUG) adalah sub-klasifikasi dari penyakit nekrosis periodontal. ANUG
adalah
penyakit
infeksi
akut
pada
ginggiva
tanpa
melibatkan
jaringan
periodontium lain. Jika progresivitas penyakit semakin dalam hingga masuk ke jaringan periodontal, maka dimasukkan ke dalam sub-klasifikasi necrotizing ulcerative periodontitis (NUP). Acute Necrotizing Ulcerative Ginggivitis (ANUG)
adalah keadaan dimana diperoleh lesi berbentuk seperti kawah (ulkus) pada bagian proksimal dengan daerah nekrosis yang luas, ditutupi / tidak ditutupi lapisan pseudomembran berwarna putih keabu-abuan.
B. GAMBAR
C. ETIOLOGI
Penyakit ini sangat besar kemungkinan dipengaruhi beberapa faktor etiologi sekunder seperti stress dan kecemasan. Dapat juga dipengaruhi faktor-faktor lain seperti kelelahan, daya tahan tubuh yang menurun, kekurangan gizi, merokok, infeksi bakteri, virus, kurang tidur, disamping dipengaruhi faktor lokal lainnya.
D. PATOGENESIS
Destruksi pada satu atau lebih dari papila interdental disertai dengan nekrosis, ulserasi. Destruksi ini terbatas pada margin gingiva. Pada acute necrotizing ulcerative gingivitis, jaringan gingiva tampak merah menyala dan bengkak, disertai oleh jaringan nekrotik abu-abu kekuningan yang mudah berdarah.
E. PEMERIKSAAN KLINIS
Lesi yang mengalami inflamasi akut menambah serangan rasa sakit yang cepat, perdarahan dan sangat sensitif bila disentuh. Gingiva berkeratin, edematus dan epitelnya terkelupas. Mulut berbau, kerusakan kelenjar limpa, lesu dan perasaan terbakar.
F. TERAPI
Terapi ANUG dibagi menjadi dua fase. Fase akut dikelola dan diterapi dengan terapi antibiotik (penisilin atau eritromisin), pembersihan puing lokal, oksigenasi agen (pemberian langsung 10% karbamid peroksida dalam gliserol anhidrous 4 kali sehari), dan analgetik. Fase pengobatan kedua mugnkin diperlukan apabila fase akut penyakit menyababkan kerusakan morfologi yang ireversible.
G. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Gingivitis dan ANUG. http://www.kalbe.co.id/eng/220/gingivitisand-anug.html. ( 12 Nov 2011). Kurnia
T.A.
2010.
Perbedaan
Prinsip
AHGS
dan
ANUG.
http://alumni.unair.ac.id/kumpulanfile/2052826652_abs.pdf. (12 Nov 2011
12. GLOSSITIS
A. DEFINISI
Glossitis adalah peradangan atau infeksi pada lidah. Hal ini menyebabkan lidah membengkak dan perubahan warna. Seperti proyeksi Finger di permukaan lidah (papila) mungkin hilang, menyebabkan lidah untuk tampil halus. Glossitis biasanya merupakan respon yang baik terhadap pengobatan jika penyebab peradangan akan dihapus. Gangguan tersebut mungkin tidak nyeri, atau dapat menyebabkan ketidaknyamanan lidah dan mulut. Dalam beberapa kasus,
glossitis
dapat
mengakibatkan
pembengkakan
lidah
parah
yang
menghalangi jalan napas, sebuah darurat medis yang membutuhkan perhatian segera B. GAMBAR
Gambar 1. glositis C. ETIOLOGI
Terdapat beberapa penyabab dari glossitis ini, bisa lokal maupun sistemik. Bakteri dan infeksi virus dapat merupakan penyebab lokal dari glossitis. Trauma atau iritasi mekanis dari sesuatu yang terbakar, gigi atau peralatan gigi merupakan penyebab lokal yang lain. Iritasi lokal seperti dari tembakau, alkohol dan makanan yang pedas ataupun makan yang berbumbu dapat juga menciptakan kondisi glossitis ini. Suatu reaksi alergi dari pasta gigi, obat kumur dan bahan bahan lain yang diletakkan di dalam mulut merupakan salah satu penyebab lokal.
Glossitis sistemik merupakan hasil dari kelainan nutrisi, penyakit kulit dan infeksi sistemik. Seseorang dengan kekurangan gizi atau malnutrisi juga dapat menyebabkan glossitis ini terbentuk. Penyakit kulit seperti oral lichen planus, erythema multiforme, aphthous ulcers, dan pemphigus vulgaris juga bisa menyebabkan glossitis. Infeksi seperti syphilis and human immunodeficiency virus (HIV) kemungkinan memberikan tanda bahwa glossitis ini merupakan gejala yang pertama kali akan muncul nantinya. Kadangkala penyebab dari glossitis ini adalah keturunan. D. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan
oleh
dokter
gigi
atau
penyedia
layanan
kesehatan
menunjukkan lidah bengkak (atau patch pembengkakan). Para nodul pada permukaan lidah (papila) mungkin tidak ada. Tes darah bisa mengkonfirmasi sistemik penyebab gangguan tersebut. E. TERAPI
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi peradangan. Perawatan biasanya tidak memerlukan rawat inap kecuali lidah bengkak sangat parah. Baik kebersihan mulut perlu, termasuk menyikat gigi menyeluruh setidaknya dua kali sehari, dan flossing sedikitnya setiap hari. Kortikosteroid seperti prednison dapat diberikan untuk mengurangi peradangan glossitis. Untuk kasus ringan, aplikasi topikal (seperti berkumur prednison yang tidak ditelan) mungkin disarankan untuk menghindari efek samping dari kortikosteroid ditelan atau disuntikkan. Antibiotik, obat antijamur, atau antimikroba lainnya mungkin diresepkan jika penyebab glossitis adalah infeksi. Anemia dan kekurangan gizi harus diperlakukan, sering dengan perubahan pola makan atau suplemen lainnya. Hindari iritasi (seperti makanan panas atau pedas, alkohol, dan tembakau) untuk meminimalkan ketidaknyamanan. DAFTAR PUSTAKA
Zieve D., Juhn G., Eltz D.R. 2009. Glossitis. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001053.htm. (9 Nov 2011).
16. XEROSTOMIA
A. Definisi
Xerostomia adalah keadaan di mana mulut kering akibat pengurangan atau tiadanya aliran saliva. Xerostomia bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan gejala dari berbagai kondisi seperti perawatan yang diterima, efek samping dari radiasi di kepala dan leher, atau efek samping dari berbagai jenis obat. Dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan penurunan fungsi kelenjar saliva.
B. Gambar
C. Etiologi
1. Gangguan pada kelenjar saliva 2. Keadaan fisiologis 3. Penggunaan obat-obatan 4. Usia 5. Terapi kanker
D. Pemeriksaan
Xerostomia
menyebabkan
mengeringnya
selaput
lendir,
mukosa
mulutmenjadi kering, mudah mengalami iritasi dan infeksi. Keadaan ini disebabkan olehkarena tidak adanya daya lubrikasi dan proteksi dari saliva.
Prosespengunyahan dan penelanan makanan sulit dilakukan khususnya makanan kering. Rasa pengecapan dan proses bicara juga akan terganggu. Kekeringan pada mulut menyebabkan fungsi pembersih dari saliva berkurang, sehingga terjadi radangdari selaput lendir yang disertai keluhan mulut terasa seperti terbakar. Selain itu, pada penderita xerostomia fungsi bakteriostase dari saliva berkurang sehingga menyebabkan peningkatan proses karies gigi.
E. Terapi
Pada penderita xerostomia dicari penyebab utama terjadinya xerostomia. Terapi pertama adalah dengan mengendalikan faktor penyebab seperti obatobatan, gangguan sekresi saliva, dan gangguan organ terkait. F. Daftar pustaka
Anggarini V.R. 2010. Hubungan Penggunaan Obat Antidepresan Terhadap Terjadinya Xerostomia pada Pasien Poli Psikiatri RSUD Dr. Ahmad Mochtar Bukittinggi. Medan, Universitas Sumatera Utara. Skripsi.
Fox
P.C.
2008.
Xerostomia:
Recognotion
and
Management .
http://www.adha.org/downloads/Acc0208Supplement.pdf.(13 Nov 2011).