TUGAS UNDANG-UNDANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
KELOMPOK 5 : 1. Desi Yenti (18344037) 2. Fiki Izzati ( 18344051) 3. Gestariadhy Wahyu Dwitama (18344042) 4. Iqrah Mulayanti Jamaluddin (18344040) 5. Marini Hitijahubessy (18344038) 6. Teresia Krisanti Tobo (18344039) 7. Wien Andriani (18344078) 8. Yuli Nurfaidah (18344041)
PROFESI APOTEKER ANGKATAN 36 2018
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Presiden
menetapkan Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018 tentang tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres No. 16 Tahun 2018) 2018) sebagai pedoman pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJ) di Indonesia, tertanggal 16 Maret 2018. Perpres ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman pengaturan dan pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang menampung perkembangan kebutuhan Pemerintah mengenai pengaturan atas Pengadaan Barang/Jasa dalam rangka pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya (value (value money) money) dan mampu memberikan kontribusi dalam peningkatan penggunaan produk dalam negeri, peran Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menegah serta pembangunan berkelanjutan. Di dalam Perpres nomor 16 tahun 2018 Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil pekerjaan. Selanjutnya, dalam Perpres No. 16/2018 ini juga memuat perubahan pengaturan yakni pengaturan yang berkaitan dengan Tugas PPHP/PjPHP, Persyaratan Penyedia, Ketentuan Penyebutan Merek, Kewajiban Penggunaan Produk Dalam Negeri, HPS, Jaminan Penawaran dan Sanggah Banding, Metode Pemilihan Penyedia, Jenis Kontrak, Ketentuan Kontrak Tahun Jamak, Batasan Nilai Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi, Pemesanan E-Purchasing Pemesanan E-Purchasing , Uang Muka untuk Kontrak Tahun Jamak, Perubahan Kontrak,
Penyesuaian
Harga,
Penanganan
Keadaan
Darurat,
Tender/Seleksi
Internasional, UKPBJ, Perlindungan Pelaku Pengadaan, dan Pencantuman Daftar Hitam. Dengan telah diundangkannya Perpres No. 16 Tahun 2018 ini memupuk harapan baru akan bergulirnya perbaikan pelaksanaan PBJ di Indonesia yang bebas dari korupsi mampu berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip PBJ itu sendiri (efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel), sehingga dapat
diperoleh
barang
dan
jasa
yang
terjangkau
dan
berkualitas
serta
dapat
dipertanggungjawabkan dan memberikan manfaat bagi kelancaran tugas Pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Registrasi obat adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapat izin edar. Proses registrasi ini dilakukan oleh industri farmasi yang kan memproduksi obat tersebut ke BPOM, dengan tembusan kepada Menteri Kesehatan. BPOM kemudian akan melakukan penilaian dan evaluasi apakah obat tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Jika obat tersebut dianggap telah memenuhi syarat registrasi yang dinyatakan dengan diberikan nomer registrasi, maka mentri kesehatan akan mengeluarkan ijin edar, yang pada pelaksanaannya dilimpahkan kepada BPOM. Ijin edar ini berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang. Tujuan dilakukannya registrasi obat adalah untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan efikasi, keamanan, mutu dan kemanfaatannya. Obat generik adalah jenis obat yang memiliki kesamaan dengan obat yang bermerek baik dari sisi kegunaan maupun formulanya. Kesamaan lainnya mencakup kekuatan, dosis, kualitas, dan keamanan produk bagi pemakainya. Meski memiliki kesamaan, obat generik dijual dengan harga har ga yang jauh j auh lebih murah dibandingkan obat bermerek. Ketersediaan obat generik dalam jumlah dan jenis yang cukup, terjangkau oleh masyarakat serta terjamin mutu dan keamanannya, perlu digerakkan dan didorong penggunaannya di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Hubungan PP No. 16 tahun 2018 tentang barang dan jasa dengan Registrasi dan
Obat Generik?
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pembahasan
Untuk mewujudkan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah, perlu pengaturan Pengadaan Barang atau Jasa yang memberikan pemenuhan nilai manfaat yang sebesar besarnya (value for money) dan kontribusi dalam peningkatan penggunaan produk dalam negeri, peningkatan peran Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah serta pembangunan berkelanjutan. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disingkat LKPP adalah lembaga Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil pekerjaan. Pengadaan Berkelanjutan adalah Pengadaan Barang/Jasa yang bertujuan untuk mencapai nilai manfaat yang menguntungkan secara ekonomis tidak hanya untuk Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai penggunanya tetapi juga untuk masyarakat, serta signifikan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dalam keseluruhan siklus penggunaannya. Tujuan Pengadaan Barang/Jasa Barang/Jasa sesuai dengan dengan Pasal 4 Pengadaan Barang/Jasa Barang/Jasa bertujuan untuk menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia, meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dan meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah, dan meningkatkan peran meningkatkan peran pelaku usaha nasional, mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan barang/jasa hasil penelitian, meningkatkan keikutsertaan industri kreatif, mendorong pemerataan ekonomi, dan mendorong mendorong Pengadaan Berkelanjutan.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah wajib menggunakan obat generik. Untuk kebutuhan Puskesmas dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) lainnya, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi dan Dinkes Kabupaten Kota wajib menyediakan obat esensial dengan nama generik sesuai kebutuhan. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tanggal 14 Januari 2010.Hal itu merupakan implementasi program 100 Hari Kementerian Kesehatan. Dalam 100 Hari terdapat 4 program diantaranya peningkatan kesehatan masyarakat untuk mempercepat pencapaian target MDGs (Millenium Development Goals). Salah satu rencana aksinya adalah Revitalisasi Permenkes tentang Kewajiban menuliskan resep dan menggunakan obat generik di sarana pelayanan kesehatan pemerintah. Dalam Permenkes disebutkan, dokter (yang mencakup dokter, dokter gigi, dokter spesialis dan dokter gigi spesialis) yang bertugas di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah wajib menulis resep obat generik bagi semua pasien pasie n sesuai indikasi medis. Dokter dapat menulis resep untuk diambil di Apotek atau diluar fasilitas pelayanan kesehatan jika obat generik tidak tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan. Dokter di RS atau Puskesmas dan UPT lainnya dapat menyetujui pergantian resep obat generik dengan obat generik bermerek/bermerek dagang jika obat generik tersebut belum tersedia. Apoteker dapat mengganti obat merek dagang/obat paten dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien. Instalasi farmasi rumah sakit wajib mengelola obat di rumah sakit secara berdaya guna dan berhasil guna. Juga wajib membuat prosedur perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan pemantauan obat yang digunakan fasilitas pelayanan kesehatan. Dinkes Provinsi/Kabupaten/Kota wajib membuat perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyediaan, penyediaan, pengelolaan dan pendistribusian obat kepada Puskesmas dan pelayanan kesehatan lain. Untuk pembinaan dan pengawasan, Pemerintah, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dapat memberi peringatan lisan atau tertulis kepada dokter, tenaga kefarmasian dan pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. Peringatan lisan atau tertulis diberikan paling banyak tiga kali dan apabila peringatan tidak dipatuhi, Pemerintah dan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dapat menjatuhkan sanksi administratif kepegawaian kepada yang bersangkutan.
Dalam Permenkes yang disebut obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Obat generik bermerek/bernama dagang adalah obat generik dengan nama dagang yang menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan. Sedangkan Obat Esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan tercantum dalam Daftar Obat Esensial yang ditetapkan oleh menteri. Pada era BPJS pengadaan obat generik menggunakan e-purchasing dimana melalui sistem katalog elektronik (e-Catalog). Sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis, dan harga barang tertentu dari berbagai penyedia barang/jasa pemerintah. Pengaturan pengadaan obat berdasarkan Katalog Elektronik (E-Catalogue)
bertujuan untuk menjamin transparansi/keterbukaan,
efektifitas dan efisiensi proses pengadaan obat dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan dipertanggungjawabkan
Gambar 1. Metode Pemilihan Penyedia Obat Generik
Gambar 2. Pemesanan melalui e-purchasing
PROSES E-PURCHASING 1. Persiapan e-Purchasing
Pejabat Pengadaan / PPK wajib melihat e-Catalogue Pemerintah melalui m elalui situs eCatalogue untuk melihat m elihat daftar produk barang/jasa bar ang/jasa yang dapat dibeli melalui ePurchasing. Data-data yang dapat dilihat antara lain : Nama Produk Barang/Jasa, Nama Penyedia, Wilayah Jual, Harga, Jaringan Distribusi, dan Kontrak Kontrak Katalog. 2. Proses e-Purchasing a. Pejabat Pengadaan / PPK membuat paket pemesanan produk barang/jasa dalam e-
Purchasing. Pejabat Pengadaan / PPK memasukkan data yang diminta dalam ePurchasing untuk pembuatan paket pemesanan produk barang/jasa. Satu paket pemesanan produk barang/jasa dapat terdiri dari beberapa jenis produk barang/jasa untuk komoditas yang sama; b. Batasan Nilai Pengadaan ePurchasing untuk Pejabat Pengadaan adalah paling banyak Rp. 200.000.000,200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), sedangkan untuk PPK adalah paling sedikit di atas Rp. 200.000.000,200.000.000,- (dua ratus juta rupiah);
c. Setelah Paket dibuat, Pejabat Pengadaan / PPK mengirimkan data paket tersebut ke Penyedia; d. Penyedia memberikan konfirmasi kepada Pejabat Pengadaan / PPK mengenai pemesanan paket dan menentukan distributor/pelaksana pekerjaan untuk paket tersebut; e. Pejabat Pengadaan menerima konfirmasi dari penyedia dan meneruskan paket pemesanan tersebut kepada PPK apabila yang membuat paket adalah Pejabat Pengadaan; f. PPK menerima konfirmasi paket pemesanan dan menunggu konfirmasi pengiriman dari Distributor/pelaksana pekerjaan; g. Distributor/pelaksana pekerjaan memberikan konfirmasi pengiriman paket kepada PPK. Distributor/pelaksana pekerjaan dapat memperbaharui status pengiriman paket pemesanan; h. PPK menerima konfirmasi pengiriman paket pemesanan dari Distributor/pelaksana pekerjaan. 3. Surat Pesanan (Kontrak)
PPK mengunduh format Surat Pesanan pada aplikasi e-Purchasing. Format Surat Pesanan dapat ditambah maupun dikurangi sesuai dengan kebutuhan PPK. Setelah Surat Pesanan dicetak, PPK dapat memberikan Surat Pesanan tersebut kepada Penyedia untuk ditandatangani oleh PPK dan Penyedia. 4. Pembayaran serta Serah Terima
Setelah
Surat
Pesanan
/ Distributor/Pelaksana
disampaikan
Pekerjaan akan
kepada
mengirimkan
tagihan
Penyedia, Penyedia pembayaran
dan
memasukkan status pengiriman paket dalam e-Purchasing. PPK memasukkan tanggal tagihan, tanggal pembayaran, dan tanggal produk barang/jasa diterima di dalam ePurchasing Pemerintah.
2.2 Ruang Lingkup
Pada Pasal 2 dijelaskan Ruang Ruang lingkup pemberlakuan Peraturan Presiden ini meliputi: a. Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD; b. Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD APBN/APBD sebagaimana dimaksud pada huruf a, termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari pinjaman dalam negeri dan/atau hibah dalam negeri yang diterima oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah; dan/ata u c. Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dar i APBN/APBD sebagaimana dimaksud pada huruf a termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman luar negeri atau hibah luar ne geri. Pengadaan Barang/Jasa dalam Peraturan Presiden ini meliputi: a. Barang; b. Pekerjaan Konstruksi; c. Jasa Konsultansi; dan d. Jasa Lainnya.
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Hubungan Peraturan Presiden nomer 16 tahun 2018 tentang barang dan jasa mengenai registrasi obat dan pemasaran obat generik memang diatur dan diberi kewenangan kepada pemerintah daerah melalui kerja sama dengan industri farmasi dengan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam peraturan presiden nomer 16 tahun 2018. Sesuai dengan Fungsi layanan pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a.
pengelolaan
seluruh
sistem
informasi
Pengadaan
Barang/Jasa
dan
infrastrukturnya. b.
pelaksanaan registrasi dan verifikasi pengguna seluruh sistem informasi Pengadaan Barang/Jasa.
c.
pengembangan sistem informasi yang dibutuhkan dibutuhkan oleh pemangku kepentingan. kepentingan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
http://www.depkes.go.id/article/print/788/fasilitas-pelayanan-kesehatan-pemerintahwajib-menggunakan-obat-generik.html (di akses 28/08/2018 jam.21.00).
2.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang / Jasa.
3.
http://sustain.id/2018/07/23/perpres-nomor-16-tahun-2018-pedoman-baru-pengadaan barang-jasa-pemerintah/(di akses 28/08/2018 jam.21.00).
PERTANYAAN 1.
Apa beda obat generik dan obat paten... ?
Jawab : Obat Paten adalah Obat yang telah diberi hak paten tidak boleh diproduksi dan dipasarkan oleh perusahaan farmasi lainnya tanpa seizin pemilik hak paten. Di Indonesia, hak paten suatu obat adalah selama 20 tahun. Bila telah habis masa patennya, maka hak paten tidak dapat diperpanjang dan obat sudah dapat diproduksi oleh perusahaan farmasi lain, baik dalam bentuk obat generik berlogo maupun obat generik bermerek. Indonesia belum bisa menciptakan obat paten. Contoh obat paten : Amoxil
Obat generik adalah : Obat yang telah habis masa patennya sehingga dapat diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar royalti. Obat generik memiliki efektivitas yang sama dengan obat paten, namun memiliki harga yang jauh lebih murah. murah. Karerna tidak perlu mengeluarkan biaya untuk melakukan riset
penemuan. dan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pematenan obat. obat. Contoh : amoxicillin 2.
Bagaimana kalau obat pada E-katalog E-katal og kosong...? Jawab : Seharusnya obat di e-katalog tidak boleh kosong. Tetapi kalau terjadi suatu hal misal nya karena masalah bahan baku yang kosong, maka obat tersebut bisa di pesan secara langsung di luar.