1
TRAUMA
PADA ANAK
I. PENDAHULUAN
Priori Prioritas tas dari dari penila penilaian ian dan penanga penanganan nan cedera cedera pada anak anak sama sama sepert sepertii pada pada dewasa, namun harus diingat bahwa karakteristik anatomis yang unik pada anak membutuhkan membutuhkan pertimbanga pertimbangan-pert n-pertimbanga imbangan n khusus dalam penatalaksana penatalaksanaan an secara secara keseluruhan.
A. Ukuran dan Bentuk
Karena anak mempunyai masa tubuh yang lebih kecil, energi yang dipindahkan dari bagian kendaraan yang menabrak atau akibat jatuh menghasilkan kekuatan yang lebih besar pada setiap setiap satuan daerah tubuh (energi (energi yang lebih kuat akan dikirimkan dikirimkan pada tubuh yang kurang mengandung mengandung jaringan jaringan lemak dan jaringan jaringan ikat elastis dan dekat organ-organ dalam).
B. Rangka
D. Status Psikologis
Masala Masalah h penanga penanganan nan psikol psikologi ogiss dalam dalam kasus kasus anak anak yang mengala mengalami mi cedera cedera merupak merupakan an suatu suatu tantan tantangan gan yang bermak bermakna. na. Pada usia usia yang sangat sangat muda, muda, ketidakstab ketidakstabilan ilan emosional emosional seringkali seringkali mengarah kepada kemunduran kemunduran tingkah tingkah laku laku psik psikis is bila bilama mana na terd terdapa apatt rasa rasa cemas cemas,, rasa rasa saki sakitt atau atau peras perasaa aan n yang yang mengancam mengancam dalam lingkungan sekitar penderita penderita tersebut. tersebut. Kemampuan anak terbatas untuk berinteraksi dengan orang-orang yang tidak dikenal di tempat dan situasi yang asing baginya. Pembuatan anamesis dan pemeriksaan fisik, apal apalag agii bila bila menya menyaki kitk tkan an si anak anak adal adalah ah sanga sangatt suka sukarr, sehi sehingg nggaa untu untuk k mendapatkan- hasil pemeriksaan yang baik seorang dokter yang menanganinya harus mengerti keadaan tersebut dan harus dapat membujuk serta menenangkan anak yang cedera itu.
E. Efek Jangka Panjang
Penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa 60% dari anak dengan cedera multi organ (multi sistem) yang berat, mengalami gejala perubahan kepribadian pada 1 tahun pertama sejak keluar dari Rumah Sakit dan 50% mengalami keca kecaca cata tan n fisi fisik k dan dan ment mental al (fun (fungs gsii kogn kognit itif if), ), demi demiki kian an pula pula deng dengan an kemunduran dalam hubungan sosial, afektif dan daya pikir serta kemampuan belajar. belajar. Trauma rauma yang terjad terjadii pada pusat pusat pertum pertumbuha buhan n tulang tulang akan berakib berakibat at pada pada
3
II. AIRWA AIRWAY (EVALUASI (EVALUASI DAN PENANGANAN) PENANG ANAN)
"A" "A" dari dari ABCD ABCDE Es pada pada Initial Assessment anak anak sama sama sepe sepert rtii dewa dewasa sa (pem (pemel elih ihar araa aan n jala jalan n napas napas yang yang baik baik dalam dalam rang rangka ka menc mencuku ukupi pi oksi oksige genas nasii merupak merupakan an tujuan tujuan utama) utama).. Ketida Ketidak-m k-mamp ampuan uan dalam dalam memper memperbai baiki ki dan atau atau menjaga jalan napas yang baik dengan kegagalan oksigenasi dan ventilasi adalah penyebab utama yang tersering dari henti jantung cardiac arrest pada pada anak (oleh karena itu jalan napas pada anak merupakan prioritas utama).
A. Anatomi
Makin kecil seorang anak, makin besar terdapatnya disproporsi antara ukuran tulang tulang kepala kepala dengan dengan wajah wajah (mengak (mengakibat ibatkan kan daerah daerah daya daya topang topang daerah daerah belakang pharinx sebagai penyangga dibutuhkan lebih besar sesuai dengan kekuatan fleksi pasif dari tulang leher pada occiput yang relatif lebih besar). Sehingga jalan nafas anak dilindungi oleh posisi wajah yang agak mendongak, yaitu : sedikit kearah atas dan depan (" sniffing position" position" : posisi menghirup). Tindakan Tindakan hati-hati untuk mempertahanka mempertahankan n posisi posisi ini pada saat melakukan proteksi maksimal terhadap tulang leher adalah sangat penting. Jaringan lunak didalam oropharynx bayi (ex : lidah, tonsil dll) adalah relatif lebih besar dibandingkan dibandingkan dengan rongga mulut (sehingga (sehingga membuat membuat visualisas visualisasii larynx larynx lebih sukar). Larynx anak-anak di dalam leher terletak lebih tinggi dan lebih ke depan, demikian pula pita suara terletak agak lebih ke anterocaudal (saat intubasi, pita
B. Penanganan
Seorang anak dengan sumbatan jalan nafas yang tidak total ("partial obstruction"), tetapi masih dapat bernafas spontan., jalan nafas harus dioptimalkan dengan meletakkan kepala secara “sniffing position" dimana kepala anak digerakan ke arah depan atas. Jalan nafas juga dapat dibuka dengan "chin lift" atau "jaw thrust maneuver". Setelah rongga mulut dan oropharynx dibersihkan dari kotoran yang ada, baru diberikan oksigen. Bila penderita dalam keadaan tidak sadar, mempertahankan jalan nafas sebaiknya dilakukan secara mekanis. Sebelum dicoba tindakan untuk mempertahankan jalan nafas secara mekanis, penderita anak tersebut harus diberikan oksigen terlebih dahulu.
1. Oral Airway
Hanya digunakan bila anak dalam keadaan tidak sadar, sebab bila masih sadar biasanya akan terjadi muntah. Tindakan pemasangan oral airway seperti kepada penderita dewasa (dimasukkan secara terbalik kemudian diputar 180° di dalam mulut) tidak dianjurkan penderita anak (karena dapat mengakibatkan trauma dan atau pendarahan dari struktur jaringan lunak oropharynx). Pemasangan alat ini sebaiknya dimasukkan langsung ke dalam oropharynx dengan hati-hati dan gentle dan bila diperlukan dapat dibantu dengan spatula lidah.
5
Tehnik sederhana untuk menentukan ukuran tube endotracheal bagi anak yang bersangkutan adalah sesuai dengan diameter jari kelingkingnya. Kebanyakan pusat trauma menggunakan protokol untuk intubasi emergensi yang dikenal sebagai "Rapid Sequence Intubation" (RSI), dimana harus diperhatikan dan dicatat mengenai berat badan, tanda-tanda vital (nadi dan tekanan darah) dan derajat kesadaran untuk memilih jalur "algorithm" mana yang akan dipilih sesuai protokol tersebut.
Penderita yang memerlukan tindakan intubasi harus selalu dilakukan preoksigenisasi terlebih dahulu (harus diberi sulfas atropin untuk menjadikan atau memastikan denyut jantung tetap fungsi untuk menjamin "cardiac out put" yang adekuat pada anak tersebut), selanjutnya diberikan sedasi sesuai dengan kondisi anak. Untuk yang tekanan darahnya normal diberikan thiopental dan yang menurun diberikan midazolam (antidotum spesifik untuk midazolam adalah flumazenil yang harus selalu tersedia). Setelah sedasi dilakukan tekanan pada krikoid untuk mencegah aspirasi gaster dan diikuti dengan pemberian paralitika ("Short-acting paralysis agent") seperti succinylcholine (succinylcholine mempunyai onset yang cepat dan durasi yang pendek serta merupakan obat terpilih yang cukup aman), bila diperlukan periode paralisa yang lebih lama (ex : diperlukan pemeriksaan CT scan), dan untuk evaluasi lebih lanjut dapat diberikan Vecuronium. Setelah tube endotracheal terpasang posisinya harus diperiksa, tekanan krikoid baru dilepaskan bila posisi tube diyakini baik. Bilamana pemasangan tube endotracheal tak dapat dilakukan, setelah diberikan paralitika, penderita harus diherikan ventilasi dengan ambu ("bag -valvemaskdevice") sampai jalan nafas definitif telah dilakukan.
posisi tube endotracheal. Suara pernafasan harus selalu dievaluasi secara periodik untuk meyakinkan bahwa tube tetap dalam posisi yang sempurna dan untuk identifikasi kemungkinan adanya disfungsi ventilasi.
3. Krikotiroidotomi Tindakan krikotiroidotomi dengan pembedahan (surgical krikotiroidotomi) hanya dapat dilakukan dengan aman pada anakanak diatas umur 11 tahun.. Bilamana akses jalan nafas tidak dapat dilakukan dengan ambu (bagvalve-mask) atau dengan intubasi orotracheal maka metoda terpilih adalah krikotiroidotomi dengan jarum (Needle jet insufjlation), walaupun demikian insuflasi ini bersifat temporer karena tidak~memberikan ventilasi yang adekuat serta dapat menimbulkan hypercarbia yang progresif.
7
algoritme 1 RAPID SEQUENCE INTUBATION (RSI)
Pra-oksigenasi | Atropine sulfate 0.1-0.5 mg | Sedasi | Hipovolemia Midazolan HCL 0.1 mg/kg (maksimum 5 mg)
Normovolemia Thiopental sodium 4-5 mg/kg |
Tekanan krikoid | Paralisis Succinylcholine chloride < 10 kg: 2 mg/kg >10 kg: 1 mg/kg |
III. PERNAFASAN/BREATHING (EVALUASI DAN PENANGANAN) A. Pernafasan dan Ventilasi
Bayi mempunyai frekuensi 40 sampai 60 kali per menit sedangkan pada anak yang lebih besar sekitar 20 kali per menit. Tidal Volumes bervariasi dari 710mL/kg untuk bayi dan anak. Hipoventilasi adalah penyebab tersering dari "cardiac arrest" pada anak. Walaupun demikian sebelum terjadi "cardiac arrest", hypoventilasi menyebabkan respirasi asidosis yang merupakan kelainan keseimbangan asam basa tersering yang terjadi selama resusitasi pada penderita trauma anak. Dengan ventilasi dan perfusi yang adekuat, penderita anak akan mempunyai kemampuan untuk mempertahankan PH yang relatif normal. Perhatian : Ventilasi dan perfusi yang tidak adekuat pada saat pemberian sodium bicarbonat sebagai usaha untuk koreksi asidosis, malahan berakibat hypercarbia serta memperburuk asidosis.
B. Tube Torakostomi
Cedera-cedera yang mengakibatkan robekan pleura seperti (ex : hematorak, pneumotorak ataupun kombinasi keduanya), pada awal ataupun dewasa mempunyai kosekwensi fisiologis yang sama (cedera tersebut ditangani dengan tindakan dekompresi pleura). Chest tube yang dipakai adalah yang
9
IV. SIRKULASI DAN SYOK (EVALUASI DAN PENANGANAN) A. Pengenalan
Denyut jantung yang cepat serta perfusi kulit yang buruk kadang-kadang merupakan satu-satunya tanda untuk mengetahui dengan cepat adanya hipovolemik dimana diperlukan resusitasi dini dengan cairan kristaloid (adanya kehilangan 25% dari volume darah baru dapat memberikan tandatanda yang normal terjadinya syok). Respon utama kondisi hipovolernik pada anak adalah tachycardia (walau demikian harus diperhatikan kemungkinan lain bilamana monitoring hanya berdasarkan denyut jantung, karena tachycardia dapat pula diakibatkan oleh adanya rasa sakit, rasa takut dan stres psikis), penurunan tekanan nadi yang kurang dari 20 mm Hg, kulit basah, ekstremitas yang dingin dari pada tubuh dan penurunan tingkat kesadaran yang disertai penurunan respon rasa sakit. Penurunan tekanan darah dan tanda lain dari kekurangan perfusi jaringan adalah produksi urin, harus dimonitor secara ketat namun hal-hal tersebut biasanya timbul setelah adanya tachycardia, kulit basah (keingat dingin) dan penurunan tekanan nadi. Tekanan darah pada anak sistolik : 80 mm Hg ditambah (2 kali umur dalam tahun), sedangkan diastoliknya : dua pertiga dari tekanan sistolik. Hipotensi yang terjadi pada anak, menggambarkan keadaan syok yang yang tak terkompensasi sebagai akibat pendarahan yang hebat yang lebih dari 45% volume darah sirkulasi. Perubahan tachycardia menjadi bradycardia kadangkadang menyertai kondisi hipotensi ini dan perubahan ini dapat terjadi secara
B. Resusitasi Cairan
Tujuan akhir resusitasi cairan pada anak adalah dengan secepatnya mengganti volume sirkulasi (volume darah seorang anak diperkirakan sekitar 80 mL/kg berat badan). Saat diduga syok terjadi maka bolus cairan kristaloid yang dihangatkan sebanyak 20 mL/kg berat badan segera diberikan (20 mL/kg berat badan bolus cairan initial ini bila dapat berada dalam rongga vaskuler akan menggantikan 25% dari volume darah anak). Oleh karena tujuannya adalah menggantikan kehilangan cairan intra vaskuler maka dapat dimungkinkan untuk pemberian tiga kali bolus 20 ML/kg berat badan atau total 60 mL/kg berat badan (untuk mencapai suatu penggantian 25% yang hilang, aturan 3 : 1 dapat pula diterapkan pada penderita anak sebagaimana pada penderita dewasa). Cara yang paling mudah dan cepat untuk menentukan berat badan anak dalam rangka perhitungan volume cairan dan obat adalah dengan " Broselow Pedriatic Resuscitation Measuring Tape" (alat ini dengan cepat dapat memberikan berat badan kira-kira penderita anak, frekuensi pernafasan, volume resusitasi cairan dan variasi-variasi dari dosis obat). Kondisi hemodinamik yang kembali normal, digambarkan dengan : 1. Penurunan frekuensi denyut jantung/nadi (<130 kali/menit dengan perbaikan dari tanda fisiologis lain) 2. Kenaikan tekanan nadi (> 20 mm Hg) 3. Warna kulit yang kembali normal 4. Kehangatan ekstremitas yang meningkat
11
C. Penggantian Darah
Kegagalan untuk memperbaiki abnormalitas hemodinamic setelah bolus pertama cairan resusitasi diberikan, meningkatkan kecurigaan akan adanya pendarahan yang masih terus berlangsung (sehingga dibutuhkan pemberian bolus yang kedua atau bahkan ketiga secara cepat dan tepat disamping keterlibatan seorang ahli bedah yang hadir pada waktunya). Saat dimulai pemberian bolus cairan kristaloid ketiga atau kondisi si anak terlihat menurun, harus segera dipertimbangkan untuk pemberian donor darah (PRBCs) sesuai dengan golongan darahnya atau golongan O rhesus negatif sejumlah 10 mL/kg BB yang telah dihangatkan.
D. Akses Vena
Syok hipovolemik yang berat selalu terjadi sebagai akibat dari kerusakan organ-organ intra thorakal atau intra abdominal (akses vena sebaiknya dilakukan melalui rute vena perifer). Rute melalui vena femoralis communis sebaiknya sedapat mungkin dihindarkan pada bayi dan anak kecuali pada kondisi darurat (karena insidensi thrombosis vena yang tinggi dan kemungkinan terjadinya kerusakan ekstremitas akibat ischemik atau hal-hal lain yang dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan ekstremitas yang bersangkutan). Bila akses melalui kulit tidak berhasil, setelah dicoba dua kali harus segera dipertimbangkan untuk pemberian infus melalui tulang (intraosseous infusion) khususnya pada anak dibawah umur 6 tahun atau langsung
Indikasi untuk infus intraosseus hanya terbatas pada anak umur 6 tahun atau kurang, yaitu : akses vena tidak dapat dilakukan akibat sirkulasi yang kolaps (syok atau hipovolemik) atau percobaan pemasangan vena perifer yang gagal dilakukan berulang kali (dua kali). Komplikasi pemasangan infus intraosseus adalah cellulitis dan osteomyelitis (jarang). Lokasi yang baik untuk kanulasi intraosseous ini adalah daerah tibia proksimal dibawah tuberositas tibia (bilamana trauma terjadi pada daerah tibia, kanulasi dapat dilakukan pada femur distal). Kanulai intraosseus tidak boleh dilakukan dibagian distal dari daerah trauma atau patah.
E. Produksi Urine
Pengeluaran urine untuk bayi baru lahir sampai dengan umur 1 tahun adalah 2 mL/kgBB/jam, anak-anak adalah 1.5 mL/kgBB/Jam, sedangkan anak yang lebih besar adalah 1 mL/kgBB/jam dan masa akil balig sama dengan dewasa adalah 0,5 mL/kgBB/jam. Urine merupakan metoda yang baik untuk mendeteksi keberhasilan resusitasi cairan (bila volume darah sirkulasi telah pulih kembali, produksi urine diharapkan telah kembali normal). Kateter urine sebaiknya dipasang untuk mengukur secara tepat jumlah produksi urine (kateter urine yang dilengkapi dengan balon tidak perlu dikembangkan pada anak dengan berat badan tidak lebih dari 15 kg).
13
tabel 1 RESPON SISTEMIK TERHADAP KEHILANGAN DARAH PADA PENDERITA ANAK
Sistem Jantung
SSP
Kulit
Gin al
Kehilangan Darah < 25% Denyut melemah, Frekuensi denyut naik Letargi,gelisah (irritable), bingung confused Dingin, lembab/basah
Produksi urine turun (minimal)
Kehilangan Darah 25%-45% Frekuensi denyut Naik (HR naik)
Perubahan tingkat kesadaran, respons rasa sakit Berkuran Kebiruan, pengisian kapiler menurun, ekstremitas/akral din in Produksi urine minimal
Kehilangan Darah > 45% Hipotensi, tachycardia menjadi brad cardia Koma
Pucat, dingin
Produksi urine O
Pada kehilangan darah 25-45% akan ditemukan respon yang berkurang terhadap nyeri yang ditandai dengan berkurangnya rekasi penderita saat pemasangan
15
Cedera yang spesifik yang disebabkan trauma dada pada anak adalah identik dengan dewasa walaupun akibat-akibat yang ditimbulkannya terdapat sedikit perbedaan. Thoracotomy pada umumnya jarang diperlukan pada anak. Mobilitas dari struktur mediastinum membuat penderita anak lebih sensitif terhadap "tension pneumotoraks" dan "flail chest" (segmental).
Kelenturan dinding dada meningkatkan frekuensi kontusio paru dari pendarahan intrapulmoner (parenchymal) dengan tanpa adanya bukti kejadian patah tulang. Ruptur diaphragma, transeksi aorta, robekan cabang tracheobronchial, "flail chest" dan kondisi jantung jarang ditemukan pada anak (bila hal-hal tersebut ditemukan tindakan penanganan sama seperti pada dewasa).
17
dinding abdomen kadang-kadang berkurang setelah distensi lambung berkurang sehingga memungkinkan pemeriksaan yang lebih baik dan obyektif. Pemeriksaan abdomen pada penderita yang tak sadar tidak banyak berbeda pada anak maupun dewasa (dekompresi kandung kemih juga mempermudah penilaian abdomen).
B. Sarana Diagnostik
1. CT Scan CT Scan sangat berguna pada penilaian trauma abdomen dalam kondisi penderita anak hemodinamik normal atau stabil. Penderita trauma anak yang memerlukan CT Scan sebagai sarana diagnostik kadang-kadang membutuhkan sedasi sehingga penderita tak bergerak selama proses scaning berlangsung. Pemeriksaan CT Scan ini sebaiknya dengan cara "double contrast ", atau "triple contrast ".
2. Lavase peritoneal (diagnostic Peritoneal Lavage = DPL) DPL dilakukan untuk mendeteksi perdarahan intra abdomen pada keadaan hemodinamik anak tidak normal (sangat berguna pada anak yang akan segera dikirim kekamar operasi untuk tindakan beda h).
3. Ultrasonografi Pemakaian USG pada dewasa memberikan informasi akurat adanya perdarahan intra abdomen demikian pula hal yang sama dapat diharapkan pada anak. 4. Perbandingan antara CT Scan – USG - DPL Perangkat tambahan untuk evaluasi dan resusitasi pada penderita cedera anak adalah tergantung dari kemampuan untuk menormalisir hemodinamiknya pada saat pemeriksaan awal ( Primary Survey). Setelah pemeriksaan pertama dan kedua (Secondary Survey) diselesaikan dan hemodinamik anak menjadi normal, abdomen yang bersangkutan dapat dievaluasi lebih lanjut dengan pemeriksaan CT Scan dengan kontras. Bila hemodinamik tidak normal dan operasi segera diperlukan (ex L operasi orthopaedi atau bedah syaraf) atau terdapat kondisi dimana diperlukan pengawasan yang ketat terus menerus atau pemeriksaan CT Scan diperkirakan akan memperlambat tindakan yang akan dilakukan, maka DPL atau USG merupakan sarana diagnostik yang berguna. Bila pada saat tindakan pengobatan atau tes diagnostik penderita ini mengalami penurunan keadaan umum, maka sumber perdarahan yang teridentifikasi harus segera dilakukan koreksi dengan pembedahan (DPL juga merupakan tehnik diagnostik yang berguna pada anak yang kondisi hemodinamiknya tidak dapat dinormalkan dimana segera dibutuhkan intervensi bedah untuk mengontrol pendarahan).
19
Bilamana keputusan tindakan konservatif telah dipilih sebagai pengobatan maka penderita harus ditangani pada fasilitas yang mempunyai kemampuan perawatan intensif anak dan di bawah pengawasan seorang spesialis bedah yang berpengalaman, pengawasan tanda-tanda vital yang ketat dan tersedianya kesiapan kamar operasi bila sewaktu-waktu diperlukan.
D. Cedera Organ (intra abdomen) yang spesifik
Hematoma duodenum yang terjadi adalah sebagai akibat kombinasi dari tonus otot abdomen yang belum berkembang dan stang sepeda atau akibat hantaman siku anak tersebut di daerah kanan atas abdomen. Cedera semacam ini seringkali dapat ditangani tanpa operasi (konservatif) dengan pemasangan sonde lambung (nasogastric decompression) dan nutrisi parenteral (demikian pula dengan trauma tumpul pankreas dilakukan penanganan yang sama). Perforasi usus halus pada atau dekat Treitz lebih sering didapat pada anak dari pada dewasa, demikian pula dengan cedera mesenterium atau cedera avulsi usus halus. Cedera khusus ini seringkali didiagnosis terlambat sehubungan dengan gejala awal yang tidak jelas dan mempunyai potensi untuk terjadi perforasi kemudian (late perforation). Robekan kandung kemih pada anak ditemukan lebih banyak dari pada dewasa (karena kedangkalan pelvis anak). Trauma tajam/tembus atau (straddle injures) terjadi bila penderita anak jatuh diatas pagar atau kadang -kadang diakibatkan oleh cedera intra peritoneal karena jarak yang tipis antara
normal. Penderita anak tersebut harus dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan CT Scan sebagai konfirmasi bilamana diagnosis menyatakan kemungkinan adanya cedera pada hati, limpa ataupun ginjal, dan harus segera dirawat serta ditempatkan pada ruang rawat intensif (ICU) untuk pengawasan yang ketat dan terus menerus.
21
sempurna, pembentukan selubung myelin (belum sempurna) serta perubahan perubahan kimia syaraf dalam jumlah besar. Rongga subarachnoid relatif lebih kecil dan karenanya memberikan perlindungan yang kurang kepada otak akibat kemampuan/daya apung otak yang lebih kecil (sehingga benturan pada kepala seolah-olah merupakan bagian dari kerusakan struktur parenchymal).
A. Penilaian
Perbedaan respon trauma kepala (pada anak dan dewasa) : 1. Hasil akhir dari penderita anak yang menderita trauma kepala berat adalah lebih baik dari pada penderita dewasa (walaupun demikian penyembuhan anak-anak umur kurang dari 3 tahun lebih buruk dari trauma yang sama pada anak yang lebih tua). Anak-anak pada umumnya rentan terhadap cedera otak sekunder yang dapat diakibatkan oleh adanya hipovolemik dengan penurunan perfusi otak, kekurangan oksigen (hipoksia), kejangkejang atau hiperterrni. Kombinasi dari hipovolemia dan hipoksia pada cedera otak adalah suatu hal yang sangat destruktif tetapi adanya hipotensi akibat hipovolemik merupakan faktor resiko tunggal yang paling buruk. Restorasi yang adekuat dan cepat agar volume sirkulasi darah kembali normal adalah suatu keharusan dan kondisi hipoksia harus dicegah. 2. Sekalipun jarang ditemukan, pada bayi dapat terjadi hipotensi dari perdarahan ke daerah subgaleal atau ruang epidural (hipovolemik akibat
5. Kejang-kejang yang timbul segera setelah trauma kepala lebih sering terjadi pada anak-anak dan biasanya akan menghilang dengan sendirinya (self limiting ). Aktifitas kejang yang berulang memerlukan pemeriksaan dengan CT Scanning. 6. Anak-anak cenderung memiliki lebih sedikit lesi fokal dibandingkan dewasa (tetapi pengisian tekanan intracranial terhadap pembengkakan cerebral adalah lebih sering). Pada anak "Lucid Interval" dapat memanjang dan tumbuhnya resusitasi yang segera dengan tujuan normalisasi volume daerah sirkulasi adalah hal yang utama. Beberapa ahli mempunyai kekhawatiran bahwa adanya restorasi volume sirkulasi darah justru menempatkan penderita anak pada resiko tinggi untuk menjadikan cedera kepala yang ada makin memburuk (the opposite is true). Kenyataan sebaliknya yang benar bila hipovolemik tidak segera dikoreksi dengan tepat, penyembuhan cedera kepala menjadi lebih buruk sebagai akibat dari adanya cedera otak sekunder. 7. The Glasgow Coma Scale (GCS) sangat berguna bilamana diaplikasikan pada kelompok umur anak. Walaupun demikian komponen skor "verbal" harus dimodifikasi untuk anak-anak kurang dari 4 tahun.
8. Karena seringkali terdapat perkembangan tekanan intracranial yang meninggi pada anak-anak, maka monitoring tekanan intracranial harus dilakukan secara dini pada saat resusitasi, bila ditemukan : a. Skor GCS ≤ 8 atau skor motorik 1-2 b. Cedera multipel yang membutuhkan resusitasi cairan masif, tindakan operasi toraks atau abdomen dengan tujuan penyelamatan jiwa
23
Penanganan Diffuse axonal injury pada anak : 1. Penilaian diri dan penanganan ABCDs secara cepat 2. Penanganan bedah syaraf yang tepat sejak awal pengobatan 3. Penilaian bertahap yang tepat serta penanganan cedera otak dengan perhatian langsung terhadap pencegahan cedera otak sekunder (ex : hipoksia dan hipoperfusi). Intubasi endotracheal dini dengan oksigenisasi dan ventilasi yang cukup ditujukan untuk mencegah kerusakan progresif dari sistem saraf pusat. Pada anak yang tidak kooperatif dan atau anak dengan trauma kepala, percobaan untuk melakukan intubasi trachea melalui oral adalah sangat sukar dan akan meningkatkan tekanan intracranial. 4. Penilaian ulang untuk semua parameter harus sering dilakukan. tabel 4 SKOR VERBAL ANAK Respons Verbal - Kata-kata yang tepatsenyum kooperatif - Menangis (masih dapat dibujuk) - Menangis terus menerus (non kooperatif) - Sangat gelisah (Restless), agitasi - Tak ada Respons
Skor-V 5 4 3 2 1
B. Penilaian Radiologis
" Pseudosubluxation" sekitar 40% anak-anak kurang dari 7 tahun menunjukkan ''pergeseran ke depan (anterior displacement ) dari C-2 terhadap C-3 (20% anak-anak umur sampai dengan 16 tahun masih menunjukkan fenomena tersebut). Penemuan radiologis ini terlihat jarang pada C-3 terhadap C-4 yang lebih dari 3 mm dapat terlihat bila sendi-sendi tersebut diamati dengan manuver fleksi dan ekstensi. Bila subluksasi terlihat pada foto rontgent tulang leher sisi lateral, harus diyakini apakah ini merupakan pseudoluksasi atau cedera tulang leher. Pseudoluksasi tulang leher akan lebih jelas terlihat dengan fleksi tulang leher tersebut saat anak berbaring ( supine) pada alas yang keras. Untuk mengkoreksi kelainan radiologis, letakan kepala anak pada posisi netral dengan membawa kepala ke depan pada posisi menghirup ( sniffing position) dan segera ulangi pemotretan. Adanya cedera tulang leher biasanya dapat diidentifikasi dari penemuan pemeriksaan neurologis dan pada palpasi yang hati-hati (tulang leher belakang ditemukan daerah pembengkakan ringan atau suatu " step off deformity"). Adanya pertambahan jarak antara dens dan arcus anterior (anterior arch) dari C1 terdapat pada lebih kurang 20% anak yang lebih muda. Pusat-pusat pertumbuhan tulang dapat terlihat mirip seperti faktur synchrondrosis dari basilar odontoid terlihat pada umur 5 - 11 tahun. Pusat pertumbuhan prosesus spinosus tampak mirip faktur pada ujung (tip) prosesus spinosus.
25
B. Kehilangan Darah
Perdarahan yang berhubungan dengan tulang panjang dan fraktur pelvis secara proporsional lebih besar dari pada dewasa. Bahkan seorang anak yang kecil dapat kehilangan darah 1-2 unit ke dalam jaringan otot paha dan terjadi ketidakstabilan hemodinamik sebagai akibat fraktur tulang paha (femur)
C. Pertimbangan khusus pada tulang rangka yang belum berkembang (immature skeleton)
Pemanjangan tulang sebagai tulang bru sangat tergantung dari fisis (lempeng pertumbuhan) dekat permukaan sendi. Cedera atau gangguan pada daerah ini sebelum fisis selesai sebagai lempeng pertumbuhan (tertutup) punya potensi terjadi hambatan atau gangguan pertumbuhan normal ataupun perubahan pertumbuhan tulang dengan bentuk yang tidak normal (trauma yang keras pada daerah fisis yang sangat sukar diketahui secara radiologis, mempunyai prognosa yang buruk). Adanya tulang yang imatur dan elastis pada anak dapat mengakibatkan fraktur " greenstick fracture". Fraktur seperti ini adalah fraktur yang tidak total (incomplete) dengan angulasi yang dipertahankan oleh lapisan cortex tulang pada daerah konkaf torus atau fraktur "buckle" yang terlihat pada anak yang lebih kecil (memperlihatkan angulasi akibat dari impaksi cortex tulang dengan garis fraktur yang radiolusen). Fraktur supracondylar pada siku atau lutut mempunyai resiko tinggi terhadap cedera vascular seperti pada cedera terhadap lempeng pertumbuhan.
27
5. Riwayat terjadinya cedera yang berbeda antara orang tua atau pengasuh.
pemeriksaan fisik (dicurigai terjadinya penyiksaan atau perlakuan kejam) : 1. Hematoma subdural multipel, khususnya bila disertai fraktur tengkorak yang lama ("non fresh fracture"). 2. Perdarahan retina. 3. Cedera/luka daerah tepi mulut ("perioral"). 4. Ruptur organ intra abdomen dengan tanpa bukti kuat adanya trauma tumpul yang besar. 5. Trauma daerah genital atau perianal. 6. Bukti-bukti cedera berulang adanya parut lama atau fraktur yang menyembuh pada radiologis. 7. Fraktur tulang panjang pada anak-anak dibawah umur 3 tahun. 8. Cedera yang tidak biasa atau aneh, seperti gigitan, luka bakar/rokok, jejas tali atau cemeti. 9. Luka bakar derajat 2-3 dengan batas tegas pada daerah yang tidak biasanya. XI. PERMASALAHAN PADA CEDERA ANAK
29
XII. RINGKASAN
Pengenalan dan penanganan trauma anak, membutuhkan keterampilan yang sama seperti pada dewasa. Karakteristik unik (spesifik) penderita trauma anak : anatomi saluran nafas beserta penanganannya, kebutuhan .cairan, pengenalan adanya cedera susunan syaraf pusat sebagaimana cedera toraks dari abdomen, diagnosis fraktur anggota gerak dan pengenalan terhadap kemungkinan penyiksaan kekejaman pada anak. Adalah sangat penting bahwa pada anak dengan cedera multipel, termasuk cedera kepala secara cepat dan tepat mendapatkan resusitasi sehingga dapat mencegah adanya hipovolemik dan cedera otak sekunder. Keterlibatan penanganan secara dini seorang spesialis bedah umum atau spesialis bedah anak akan sangat bermanfaat pada penanganan cedera anak. Penanggulangan tanpa opersi (konservatif) pada cedera abdomen, harus dilakukan hanya oleh seorang ahli bedah di suatu fasilitas yang dilengkapi dengan semua sarana yang diperlukan untuk tindakan emergensi lebih lanjut.