Trauma pada bayi baru lahir
Kelahiran seorang bayi merupakan saat yang membahagiakan orang tua, terutama bayi yang lahir sehat. Bayi yang nantinya tumbuh menjadi anak dewasa melalui proses yang panjang, dengan tidak mengesampingkan faktor lingkungan keluarga. Terpenuhinya kebutuhan dasar anak (asah-asih-asuh) oleh keluarga akan memberikan lingkungan yang terbaik bagi anak, sehingga tumbuh kembang anak menjadi seoptimal mungkin. Tetapi tidak semua bayi lahir dalam keadaan sehat. Beberapa bayi lahir dengan gangguan pada masa prenatal, natal dan pascanatal. Keadaan ini akan memberikan pengaruh bagi tumbuh kembang anak selanjutnya.(1,2)
Proses kelahiran sangat dipengaruhi oleh kehamilan. Dalam kehamilan yang tidak ada gangguan, diharapkan kelahiran bayi yang normal melalui proses persalinan yang normal,dimana bayi dilahirkan cukup bulan, pengeluaran dengan tenaga hejan ibu dan kontraksi kandung rahim tanpa mengalami asfiksi yang berat ataupun trauma lahir.(2)
Pada saat persalinan, perlukaan atau trauma kelahiran kadang-kadang tidak dapat dihindarkan dan lebih sering ditemukan pada persalinan yang terganggu oleh salah satu sebab. Penanganan persalinan secara sempurna dapat mengurangi frekuensi peristiwa tersebut. (3)
Insidensi trauma lahir diperkirakan sebesar 2-7 per 1000 kelahiran hidup. Walaupun insiden telah menurun pada tahun-tahun belakangan ini, sebagian karena kemajuan di bidang teknik dan penilaian obstetrik, trauma lahir masih merupakan permasalahan penting, karena walaupun hanya trauma yang bersifat sementara sering tampak nyata oleh orang tua dan menimbulkan cemas serta keraguan yang memerlukan pembicaraan bersifat suportif dan informatif. Beberapa trauma pada awalnya dapat bersifat laten, tetapi kemudian akan menimbulkan penyakit atau akibat sisa yang berat. Trauma lahir juga merupakan salah satu faktor penyebab utama dari kematian perinatal. Di Indonesia angka kematian perinatal adalah 44 per 1000 krlahiran hidup, dan 9,7 % diantaranya sebagai akibat dari trauma lahir. (6,9,11)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Trauma lahir adalah trauma pada bayi yang diterima dalam atau karena proses kelahiran. (7) Istilah trauma lahir digunakan untuk menunjukkan trauma mekanik dan anoksik, baik yang dapat dihindarkan maupun yang tidak dapat dihindarkan, yang didapat bayi pada masa persalinan dan kelahiran. Trauma dapat terjadi sebagai akibat ketrampilan atau perhatian medik yang tidak pantas atau yang tidak memadai sama sekali, atau dapat terjadi meskipun telah mendapat perawatan kebidanan yang terampil dan kompeten dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan tindakan atau sikap orang tua yang acuh tak acuh. (6,11)
Pembatasan trauma lahir tidak meliputi trauma akibat amniosentesis, tranfusi intrauteri, pengambilan contoh darah vena kulit kepala atau resusitasi.(11)
II.2 Insidensi
Insidensi trauma lahir sekitar 2-7 per 1000 kelahiran hidup. Sebanyak 5-8 per 100.000 lahir meninggal akibat trauma mekanik dan 25 per 100.000 lahir meninggal akibat trauma anoksik. (6)
Faktor predisposisi terjadinya trauma lahir antara lain :(8,11,13)
1. makrosomia
2. prematuritas
3. disproporsi sefalopelvik
4. distosia
5. persalinan lama
6. persalinan yang diakhiri dengan alat (ekstraksi vakum dan forceps)
7. persalinan dengan sectio caesaria
8. kelahiran sungsang
9. presentasi bokong
10. presentasi muka
11. kelainan bayi letak lintang
II.3 Kelainan pada Bayi Baru Lahir Akibat Trauma Lahir
Beberapa kelainan pada bayi baru lahir akibat trauma lahir adalah sebagai berikut :
Perlukaan jaringan lunak
a. Perlukaan kulit
Kelainan ini mungkin timbul pada persalinan yang mempergunakan alat-alat seperti cunam atau vakum. Infeksi sekunder merupakan bahaya yang dapat timbul pada kejadian ini. Karena itu, kebersihan dan pengeringan kulit yang terluka perlu diperhatikan. Bila perlu dapat juga digunakan obat-obat antiseptik lokal. Biasanya diperlukan waktu 6-8 minggu untuk penyembuhan. (3,11,12)
b. eritema, ptekiae, abrasi, ekimosis dan nekrosis lemak subkutan
Jenis persalinan yang sering menyebabkan kelainan ini yaitu presentasi muka dan persalinan yang diselesaikan dengan ekstraksi cunam dan ekstraksi vakum. Kelainan ini memerlukan pengobatan khusus dan menghilang pada minggu pertama. (3,11,12)
c. Perdarahan subaponeurotik
Perdarahan ini terjadi di bawah aponeurosis akibat pecahnya vena-vena yang menghubungkan jaringan di luar dengan sinus-sinus di dalam tengkorak. Perdarahan dapat terjadi pada persalinan yang diakhiri dengan alat, dan biasanya tidak mempunyai batas tegas, sehingga kadang-kadang kepala berbentuk asimetris. Kelainan ini dapat menimbulkan anemia, syok, atau hiperbilirubinemia. Pemberian vitamin K dianjurkan pada perdarahan ringan,dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari selama tiga hari dan transfuse darah bila diperlukan. (3,8,10,11)
d. Trauma m. sternokleidomastoideus
Kelainan ini didapat pada persalinan sungsang karena usaha untuk melahirkan kepala bayi. Kepala serta leher bayi cenderung miring ke arah otot yang sakit dan jika keadaan dibiarkan, otot sembuh, tetapi dalam keadaan lebih pendek dari normal. Sebelum hal itu terjadi, perlu dilakukan fisioterapi dengan cara pengurutan setempat dan peregangan leher secara pasif ke sisi yang berlawanan. Jika setelah 6 bulan tidak berhasil maka harus dilakukan pembedahan korektif. (3,10,11,12)
e. Caput Succedaneum
Caput succedaneum merupakan edema subcutis akibat penekanan jalan lahir pada persalinan letak kepala, berbentuk benjolan yang segera tampak setelah bayi lahir, tak berbatas tegas dan melewati batas sutura. Kelainan ini biasanya ditemukan pada presentasi kepala, sesuai dengan posisi bagian yang bersangkutan. Pada bagian tersebut terjadi edema sebagai akibat pengeluaran serum dari pembuluh darah. Caput Succedaneum tidak memerlukan pengobatan khusus dan biasanya menghilang setelah 2-5 hari. (3,10,11,12)
f . Cephal hematoma
Istilah cephal hematoma mengacu pada pengumpulan darah di atas tulang tengkorak yang disebabkan oleh perdarahan subperiosteal dan berbatas tegas pada tulang yang bersangkutan dan tidak melampaui sutura-sutura sekitarnya,sering ditemukan pada tulang temporal dan parietal. Kelainan dapat terjadi pada persalinan biasa, tetapi lebih sering paada persalinan lama atau persalinan yang diakhiri dengan alat, seperti ekstraksi cunam atau vakum. (3,8,10,11)
Gejala lanjut yang mungkin terjadi yaitu anemia dan hiperbilirubinemia. Kadang-kadang disertai dengan fraktur tulang tengkorak di bawahnya atau perdarahan intra kranial. (3)
Bila tidak ditemukan gejala lanjut, cephal hematoma tidak memerlukan perawatan khusus. Kelainan ini dapat menghilang dengan sendirinya setelah 2-12 minggu. Pada kelainan yang agak luas, penyembuhan kadang-kadang disertai kalsifikasi. (3,11)
g. Perdarahan subkonjungtiva
Keadaan ini sering ditemukan pada bayi, baik pada persalinan biasa maupun pada yang sulit. Darah yang tampak di bawah konjungtiva biasanya diabsorpsi lagi setelah 1-2 minggu tanpa diperlukan pengobatan apa-apa. (3,8,11)
Perdarahan intra kranial
a. Perdarahan subdural
Kelainan terjadi akibat tekanan mekanik pada tengkorak yang dapat menimbulkan robekan falks cerebri atau tentorium cerebelli, sehingga terjadi perdarahan. Hal ini biasanya ditemukan pada persalinan dengan disproporsi sefalopelvik dengan dipaksakan untuk lahir pervaginam dan lebih sering ditemukan pada bayi aterm dari pada bayi prematur. (3,8,11,12)
b. Perdarahan subependimal dan intraventrikuler
Kejadian ini lebih sering disebabkan oleh hipoksia dan biasanya terdapat pada bayi-bayi prematur. (3,11)
c. Perdarahan subarakhnoidal
Perdarahan ini juga ditemukan pada bayi-bayi premmatur dan mempunyai hubungan erat dengan hipoksia pada saat lahir. (3,11)
Bayi dengan perdarahan intra kranial menunjukkan gejala-gejala asfiksia yang sukar diatasi. Bayi setengah sadar, merintih, pucat, sesak nafas, muntah dan kadang-kadang kejang. Bayi dapat meninggal atau hidup terus tanpa gejala-gejala lanjut atau dengan gejala-gejala neurologik yang beraneka ragam, tergantung pada tempat dan luasnya kerusakan jaringan otak akibat perdarahan. (3,8,11,12)
Tindakan pada perdarahan intra kranial adalah sebagai berikut : (8)
- kelainan yang membawa trauma harus dihindari dan kalau ada disproporsi harus dilakukan sectio caesaria
- bayi dirawat dalam inkubator
- temperatur harus dikontrol
- kalau perlu diberikan tambahan oksigen
- sekret dalam tenggorokan diisap keluar
- bayi jangan terlampau banyak digerakkan dan dipegang
- kalau ada indikasinya, vitamin K dapat diberikan
- konvulsi dikendalikan dengan sedativ
- kepala jangan direndahkan, karena tindakan ini bisa menambah perdarahan
- jika pengumpulan darah subdural dicurigai, pungsi lumbal harus dikerjakan untuk mengurangi tekanan
- diberikan antibiotik sebagai profilaktik.
3. Patah tulang
a. Fraktur klavikula
Fraktur ini merupakan jenis yang tersering pada bayi baru lahir,yang mungkin terjadi apabila terdapat kesulitan mengeluarkan bahu pada persalinan. Hal ini dapat timbul pada kelahiran presentasi puncak kepala dan pada lengan yang telentang pada kelahiran sungsang. Gejala yang tampak pada keadaan ini adalah kelemahan lengan pada sisi yang terkena, krepitasi, ketidakteraturan tulang mungkin dapat diraba, perubahan warna kulit pada bagian atas yang terkena fraktur serta menghilangnya refleks Moro pada sisi tersebut. Diagnosis dapat ditegakkan dengan palpasi dan foto rontgent. Penyembuhan sempurna terjadi setelah 7-10 hari dengan imobilisasi dengan posisi abduksi 60 derajat dan fleksi 90 derajat dari siku yang terkena. (3,10,11,12)
b. Fraktur humeri
Kelainan ini terjadi pada kesalahan teknik dalam melahirkan lengan pada presentasi puncak kepala atau letak sungsang dengan lengan membumbung ke atas. Pada keadaan ini biasanya sisi yang terkena tidak dapat digerakkan dan refleks Moro pada sisi tersebut menghilang. Prognosis penderita sangat baik dengan dilakukannya imobilisasi lengan dengan mengikat lengan ke dada, dengan memasang bidai berbentuk segitiga dan bebat Valpeau atau dengan pemasangan gips. Dan akan membaik dalam waktu 2-4 minggu. (3,8,11,12)
c. Fraktur tulang tengkorak
Kebanyakan fraktur tulang tengkorak terjadi akibat kelahiran pervaginam sebagai akibat penggunaan cunam atau forceps yang salah, atau dari simpisis pubis, promontorium, atau spina ischiadica ibu pada persalinan dengan diproporsi sefalopelvik. Yang paling sering adalah fraktur linier yang tidak menimbulkan gejala dan tidak memerlukan pengobatan, serta fraktur depresi yang biasanya kelihatan sebagai lekukan pada kalvarium yang mirip lekukan pada bola pingpong. Semua fraktur ini harus direposisi untuk menghindari cedera korteks akibat tekanan yang terus-menerus dengan menggunakan anesthesi lokal dalam minggu pertama dan segera setelah kondisi bayinya stabil. (3,11,12,13)
d. Fraktur femoris
Kelainan ini jarang terjadi, dan bila ditemukan biasanya disebabkan oleh kesalahan teknik dalam pertolongan pada presentasi sungsang. Gejala yang tampak pada penderita adalah pembengkakan paha disertai rasa nyeri bila dilakukan gerakan pasif pada tungkai. Pengobatan dilakukan dengan melakukan traksi pada kedua tungkai, walaupun fraktur hanya terjadi unilateral. Penyembuhan sempurna didapat setelah 3-4 minggu pengobatan. (3,11,12)
e. Fraktur dan dislokasi tulang belakang
Kelainan ini jarang ditemukan dan biasanya terjadi jika dilakukan traksi kuat untuk melahirkan kepala janin pada presentasi sungsang atau untuk melahirkan bahu pada presentasi kepala. Fraktur atau dislokasi lebih sering pada tulang belakang servikal bagian bawah dan torakal bagian atas. Tipe lesinya berkisar dari perdarahan setempat hingga destruksi total medulla spinalis pada satu atau lebih aras (level) cerebral. Keadaan bayi mungkin buruk sejak kelahirannya, disertai depresi pernafasan, syok dan hipotermia. Kalau keadaannya parah dapat memburuk dengan cepat sampai menimbulkan kematian dalam beberapa jam. Pada bayi yang selamat, pengobatan yang dilakukan bersifat suportif dan sering terdapat cedera permanen. (3,4,5,11)
4. Perlukaan susunan saraf
a. Paralisis nervus facialis
Kelainan ini terjadi akibat tekanan perifer pada nervus facialis saat kelahiran. Hal ini sering tampak pada bayi yang lahir dengan ekstraksi cunam Kelumpuhan perifer ini bersifat flasid, dan bila kelumpuhan terjadi total, akan mengenai seluruh sisi wajah termasuk dahi. Kalau bayi menangis, hanya dapat dilihat adanya pergerakan pada sisi wajah yang tidak mengalami kelumpuhan dan mulut tertarik ke sisi itu. Pada sisi yang terkena gangguan, dahinya licin, mata tidak dapat ditutup, lipatan nasolabial tidak ada dan sudut mulut kelihatan jatuh. Kelainan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa tindakan-tindakan khusus.(3,8,11,12)
b. Paralisis nervus frenikus
Gangguan ini biasanya terjadi di sebelah kanan dan menyebabkan terjadinya paralisis diafragma. Kelainan sering ditemukan pada kelahiran sungsang. Kelainan ini biasanya menyertai paralisis Duchenne – Erb dan diafragma yang terkena biasanya diafragma kanan. Pada paralisis berat bayi dapat memperlihatkan sindroma gangguan pernafasan dengan dispneu dan sianosis. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan röntgen foto torak atau fluoroskopi dimana diafragma yang terganggu posisinya lebih tinggi. Pengobatan biasanya simptomatik. Bayi harus diletakkan pada sisi yang terkena gangguan dan kalau perlu diberi oksigen. Infeksi paru merupakan komplikasi yang berat. Penyembuhan biasnya terjadi spontan pada bulan ke-1 samapi ke-3. (3,11,12)
c. Paralisis plexus brachialis
Kelainan ini dibagi atas : (3,11,12)
- paralisis Duchenne – Erb, yaitu kelumpuhan bagian-bagian tubuh yang disarafi oleh cabang-cabang C5 dan C6 dari plexus brachialis. Pada keadaan ini ditemukan kelemahan untuk fleksi, abduksi, serta memutar ke luar disertai hilangnya refleks biseps dan Moro.
- Paralisis Klumpke, yaitu kelumpuhan bagian-bagian tubuh yang disarafi oleh cabang C8-Th 1 dari plexus brachialis. Disini terdapat kelemahan oto-otot fleksor pergelangan, sehingga bayi kehilangan refleks mengepal.
Kelainan ini timbul akibat tarikan yang kuat di daerah leher pada saat lahirnya bayi, sehingga terjadi kerusakan pada plexus brachialis. Hal ini ditemukan pada persalinan sungsang apabila dilakukan traksi yang kuat dalam usaha melahirkan kepala bayi. Pada persalinan presentasi kepala, kelainan dapat terjadi pada janin dengan bahu lebar. (3,11,12)
Penanggulangannya dengan jalan meletakkan lengan atas dalam posisi abduksi 90° dan putaran ke luar. Siku berada dalam fleksi 90° disertai supinasi lengan bawah dengan ekstensi pergelangan dan telapak tangan menghadap ke depan. Posisi ini dipertahankan untuk beberapa waktu. Penyembuhan biasanya setelah beberapa hari, kadang-kadang 3-6 bulan. (3,8,11)
d. Paralisis pita suara
Kelainan ini mungkin timbul pada setiap persalinan dengan traksi kuat di daerah leher. Trauma tersebut dapat mengenai cabang ke laring dari nervus vagus, sehingga terjadi gangguan pita suara (afonia), stridor pada inspirasi, atau sindroma gangguan pernafasan. Kelainan ini dapat menghilang dengan sendirinya dalam waktu 4-6 minggu dan kadang-kadang diperlukan tindakan trakeotomi pada kasus yang berat. (3)
e. Kerusakan medulla spinalis
Kelainan ini ditemukan pada kelahiran letak sungsang, presentasi muka atau presentasi dahi. Hal ini terjadi akibat regangan longitudinal tulang belakang karena tarikan, hiperfleksi, atau hiperekstensi pada kelahiran. Gejala yang ditemukan tergantung dari bagian medulla spinalis yang terkena dan dapat memperlihatkan sindroma gangguan pernafasan, paralisis kedua tungkai, retensio urine, dan lain-lain. Kerusakan yang ringan kadang-kadang tidak memerlukan tindakan apa-apa, tetapi pada beberapa keadaan perlu dilakukan tindakan bedah atau bedah saraf. (3,4,5,11,12)
5. Perlukaan lain
- Perdarahan intra abdominal
Kelainan ini dapat terjadi akibat teknik yang salah dalam memegang bayi pada ekstraksi persalinan sungsang. Gejala yang dapat dilihat ialah adanya tanda-tanda syok, pucat, anemia, dan kelainan abdomen tanpa tanda-tanda perdarahan yang jelas. Ruptur hepar, lien dan perdarahan adrenal merupakan beberapa faktor yang dapat menimbulkan perdarahan ini. Operasi serta transfusi darah dini dapat memperbaiki prognosis bayi.(3,11,12)
TRAUMA PERSALINAN
1. Konsep Dasar Medis
Pengertian
Trauma kelahiran adalah kelahiran pada bayi baru lahir yang terjadi karena trauma kelainan akibat tindakan, cara persalinan / gangguan yang diakibatkan oleh kelainan fisiologik persalinan (Sarwono Prawirohardjo, 2001 :229)
Menurut A.H. Markum dkk (1991 : 266) Etiologi :
Makrosomia
Mal presentasi (bagian terendah janin yang tidak sesuai)
Presentasi ganda (bagian terendah janin lebih dari 1 bagian)
Disproporsi sephalo pelvik (ketidak sesuaian panggul dan kepala janin)
Kelahiran dan tindakan (proses persalinan yang tidak spontan tapi dengan menggunakan alat)
Persalinan lama (persalinan yang lebih dari 24 jam)
Persalinan presipitatus (persalinan dimana gejala Kala I tidak dirasakan sakit dan berakhir dengan lahirnya bayi)
Bayi kurang bulan (bayi lahir dengan usia kehamilan 22 – 26 minggu)
Distosia bahu (kemacetan bahu)
Macam-macam (Dep.Kes. RI, 1997 : 28)
Trauma pada jaringan lunak
Perlukaan Kulit
Diagnosis : Perlukaan pada bayi timbul pada persalinan dengan cunam atau vakum ekstraktor
Tindakan : Bersihkan daerah luka
Beri antiseptik lokal
Kaput Suksedaneum
Pengertian : Pembengkakan pada suatu tempat dan kepala / adanya timbunan getah bening bawah lapisan apenorose di luar periostium.
Etiologi
Karena adanya tekanan pada kepala oleh janin lahir baik pada :
- Partus lama
- Persalinan dengan vacum ekstraksi
Kaput suksedanum terjadi bila :
- Ketuban sudah pecah
- His cukup kuat, makin kuat his, makin besar caput suksedaneum
- Anak hidup, tidak terjadi pada anak yang mati.
- Selalu terjadi pada bagian yang terendah dari kepala.
Tanda / gejala :
- Adanya odem di kepala berwarna kemerahan
- Pada perabaan terasa lembut dan lunak
- Odema melampaui sela-sela tengkorak.
- Batas tidak jelas
- Menghilang 2-3 hari tanpa pengobatan.
Patofisiologi
- Persalinan dengan vacum forcep
- Partus lama
Tekanan daerah kepala sub periostal
Kerusakan jaringan sub periostal
Kerusakan integritas jaringan
Nutrisi Injury Eliminasi alvi
Tindakan : Kelainan ini tidak memerlukan pengobatan khusus, biasanya menghilang dalam beberapa hari setelah lahir.
Sephal hematoma
Pengertian : Pembengkakan pada kepala karena adanya penumpukan darah yang disebabkan oleh perdarahan subperiostium.
Etiologi
- Tekanan jalan lahir terlalu lama pada kepala waktu persalinan
- Moullage terlalu keras selaput tengkorak robek
- Partu dengan tindakan :
Forcep
Vacum ekstraksi
Frekuensi 0,5 – 2% dari kelahiran hidup
Tanda / gejala
- Kepala bengkak dan merah
- Batas jelas
- Pada perabaan mula-mula lunak, lambat laun keras.
- Menghilang pada waktu beberapa minggu.
Patofisiologi
- Partus lama
- Moulage terlalu keras
- Persalinan dengan vacum dan forcep
Tekanan daerah kepala sub periostal
Perdarahan
Kerusakan jaringan sub periostal
Kerusakan integritas jaringan
Nutrisi Injury Eliminasi alvi
Tindakan : Bila tidak ada gejala lanjut, kelainan ini tidak memerlukan tindakan khusus, karena akan menghilang dengan sendirnya setelah 3-4 bulan.
Trauma Muskulus Sternokleidomastoideus
Diagnosis : Minggu pertama terdapat tumor berdiameter 1,2 cm pada muskulus sternokleidomastoideus. Berbatas tegas, sukar digerakkan dari dasarnya. Kepala serta leher bayi cenderung miring ke arah otot yang sakit. Akan terjadi penyembuhan sendiri, tetapi otot menjadi lebih pendek dari normal. Tumor ini timbul akibat perlukaan yang menimbulkan hematoma ketika melahirkan kepala bayi pada persalinan letak sungsang.
Tindakan : Lakukan fisioterapi dengan menggerakkan kepala bayi ke kanan dan ke kiri setiap hari 5-10 kali.
Beri antiseptik lokal
Trauma pada Susunan Saraf
Paralisis Pleksus Brakialis
Kelainan ini dibedakan atas :
- Paralisis Duchenne – Erb
- Paralisis Klumpke
Etiologi : Akibat tarikan kuat di daerah leher saat bayi lahir sehingga terjadi kerusakan pada pleksus brakialis.
Diagnosis : - Paralisis Duchene – Erb
Terjadi kelemahan pada lengan untuk fleksi, abduksi serta memutar keluar disertai hilangnya refleks biseps dan moro. Lengan pada posisi aduksi dan memutar ke dalam dengan lengan bawah proslasi dan telapak tangan ke arah belakang
- Paralisis Klumpke
Timbulnya kelemahan pada otot fleksor pergelangan sehingga bayi kehilangan refleks mengenal. Paralisis ini jarang terjadi.
Tindakan : Rujuk ke rumah sakit untuk fisioterapi
Paralisis Nervus Fasialis
Diagnosis : - Timbul gejala separuh muka bayi tidka dapat digerakkan. Kelainan ini terjadi akibat tekanan perifer pada Nervus fasialis saat lahir
- Sering terjadi pada persalinan dengan ekstraksi cuman
Tindakan : - Bila kelainan pada saraf VIII hanya berupa edema. Biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa tindakan khusus. Jika 1 minggu tidak ada perubahan, segera rujuk / konsultasi ke rumah sakit
Paralisis Nervus Frenikus
Etiologi : Kelahiran sungsang regangan pada pleksus brakialis yang menyebabkan regangan pada Nervus Frenikus karena jalannya bersamaan
Tindakan : - Terjadi paralisis pada Nervus Frenikus yang bersifat unilateral atau bilateral terjadi paralisis diafragma. Paralisis nervus frenikus biasanya menyertai paralisis duchene – Erb dan diafragma yang terkena biasanya diafragma kanan sehingga bila ada paralisis Duchene – Erb perhatikan pernapasan bayi.
- Pada paralisis berat, bayi dapat memperlihatkan sindrome gangguan pernapasan dengan dispne dan sianosis.
Tindakan : Rujuk ke rumah sakit
Perdarahan Intrakranial
Diagnosis : - Terdapat gejala asfiksia yang sukar diatasi
- Setengah sadar, merintih
- Sesak napas
- Pucat
- Muntah
- Ada kalanya dengan kejang
- Gejala neurologi yang timbul akan bervariasi, tergantung pada tempat dan luasnya kerusakan jaringan otak yang diakibatkan oleh perdarahan tersebut.
Tindakan : - Vitamin K injeksi 12 mg/im untuk bayi aterm dan 1 mg untuk bayi preterm
- Hindari manipulasi
- Rujuk ke rumah sakit
Patah Tulang
Fraktura Klavikula
Etiologi : - Bayi besar
- Persalinan letak sungsang dengan lengan menumbuk ke atas
- Sering timbul kesulitan dalam melahirkan bahu
Diagnosis : - Timbul kelemahan pada lengan sisi yang terkena disertai menghilangnya refleks moro pada sisi tersebut
- Bisa dengan palpasi dan jika perlu dengan potret rontgen
Tindakan : Imobilisasi dengan menggunakan "Ransel Verband"
Fraktura Humeri
Etiologi : - Kesalahan teknis dalam melahirkan lengan pada persalinan kepala
- Letak sungsang denganlengan menumbung ke atas
Diagnosis : - Lengan pada sisi terkena tidak dapat digerakkan disertai menghilangnya reflek moro
Tindakan : - Imobilisasi lengan selama 2,4 minggu
- Rujuk ke rumah sakit
Fraktura Femoris
Etiologi : - Kesalahan teknis dalam persalinan letak sungsang
- Kelainan ini jarang terjadi
Diagnosis : - Imobilisasi
- Rujuk ke rumah sakit
2. Landasan Askep Kaput Suksedaneum
Pengkajian
Biodata
Didapatkan pada bayi baru berumur beberapa hari.
Keluhan Utama
Adanya benjola di kepala
Riwayat Penyakit Sekarang
Oedema pada kepala terasa lembut dan lunak dengan batas tidak jelas
Organ tubuh yang lain relatif seperti bayi normal
Riwayat Penyakit Dahulu
- Dalam proses persalinan bayi lahir dengan bantuan vacuum ekstrasi
- Proses persalinan bayi lama
ADL (Activity Daily Life)
Pola Nutrisi
Pemberian ASI yang adekuat
Pola Aktivitas
Tidak sering diangkat agar benjola tidak meluas
Pola Istirahat
Biasanya bayi sering tidur
Pola Eliminasi
Jumlah output sesuai dengan intake yang dikeluarkan
Pola Personal Hygiene
Pasien diseka di tempat tidur
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum
1) TTV
Nadi : 180 x/mnt, pada menit I, kemudian turun sampai 120-140x/mnt
RR : 80 x/mnt, pada menit I, kemudian menurun setelah tenang 40x.mnt
Suhu : 365oC – 374oC
2) Kesadaran Composmentis
3) Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Terdapat benjolan di kepala berwarna kemerahan, teraba lembut, lunak
- Thorax : Lingkar dada 30 – 38 cm
- Genetalia : - Sesuai umur kehamilan
- Bila bayi kurang bulan,Pada bayi laki-laki, testis belum turun, pada bayi wanita labia mayora belum menutupi labia minora
- Ekstrimitas : Aktif
- Integumen : Kulit badan dan ekstremitas kemerah-merahan
Diagnosa Keperawatan
Kerusakan Integritas jaringan openorose berhubungan dengan trauma jalan lahir yang ditandai dengan :
- Adanya timbunan getah bening di bawah lapisan oponorose di luar periotium (benjolan)
- Batas tidak jelas
- Pada perabaan lunak
Orang tua cemas berhubungan dengan adanya benjolan di kepala bayi
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Resiko injuri berhubungan dengan kerusakan jaringan sub periostal
Intervensi
Kerusakan Integritas jaringan openorose berhubungan dengan trauma jalan lahir
Tujuan
Tidak terjadi kerusakan integritas jaringan
Kriteria Hasil
Benjolan mengecil atau hilang dalam beberapa jam /hari
Perencanaan
1) Jelaskan penyebab terjadinya kaput suksedoneum
R/ Pengetahuan ibu yang adekuat akan menambah kooperatif dalam tindakan
2) Jelaskan pada ibu agar tidak seirng mengangkat / menggendong bayi
R/ Dengan bayi istirahat akan mempermudah jaringan untuk menutup
3) Jelaskan pada ibu agar tidak memijit-mijit benjolan di kepala
R/ Dengan istirahat, oedema tidak meluas
4) Jelaskan pada ibu untuk tetetap memberi ASI sesering mungkin
BB > 2.500 gram 8x / 24 jam
BB > 2.000 gram 12 x/24 jam
R/ Mencukupi hidrasi untuk mempercepat penyembuhan
5) Observasi TTV tiap 4 jam
R/ Deteksi dini terhadap penyimpangan
6) Memberikan pesan pada ibu untuk perawatan bayi sehari-hari diutamakan di tempat tidur
R/ Peningkatan pengetahuan ibu dapat menunjang keberhasilan perawatan
Orang tua cemas berhubungan dengan adanya benjolan di kepala bayi
Tujuan
Kecemasan orang tua berkurang atau orang tua tidak cemas
Kriteria Hasil
1) Dapat menjelaskan penyebab benjolan dan tindakan yang dilakukan
2) Orang tua dapat menerima keadaan bayinya
Perencanaan
1) Berikan HE pada orang tua tentang kaput suksedaneum
R/ Kecemasan berkurang dengan penjelasan yang diterima
2) Jelaskan pada orang tua tentang perawatan bayi
R/ Menambah pengetahuan yang adekuat dalam proses penyembuhan bayi
Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan
Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria Hasil
1) Mencapai status nutrisi normal dengan BB yang sesuai
2) Mencapai keseimbangan intake dan output
3) Mencapai kadar gula darah normal
Perencanaan
1) Timbang BB tiap hari
R/ Mendeteksi adanya penurunan atau peningkatan berat badan
2) Bila ASI belum keluar,berikan :
- ASI hari I : 60 cc/kg/BB/24 jam
II : 90 cc/kg/BB/24 jam
III : 120 cc/kg/BB/24 jam
IV : 150 cc/kg/BB/24 jam
Sampai umur 1 mgg maksimal sampai 200 cc.
- Cairan,hari I : 60 cc/kg /BB/24 jam
II: 80 cc/kg/BB/24 jam
III: 100 cc/kg/BB/24 jam
IV: 120 cc/kg/BB/24 jam
R/ Diperlukan keseimbangan cairan dan kebutuhan kalori secara parisal
3) Monitor adanya hipoglikemi
R/ Masukan nutrisi inadekuat menyebabkan penurunan glukosa dalam darah.
Resiko injuri berhubungan dengan kerusakan jaringan sub periostal
Tujuan
Mencegah injury yang berkelanjutan
Kriteria Hasil
1) Menunjukan tidak ada tanda-tanda perdarahan dalam proseudr
2) Mempunyai pergerakan perubahan sehari
3) Bebas injury dan lingkungan yang bebas.
Perencanaan
1) Inspeksi faeses, gusi, emesis, sputum, secret nasal
R/ Mengetahui adanya perdarahan sebagai tanda-tanda trombositopenia
2) Cegah konstipasi
R/ Mencegah kerusakan mukosa anus sehingga mengurangi resiko infeksi
3) Sediakan lingkungan yang aman
R/ Lingkungan yang aman akan menurunkan resiko spontan perdarahan bila anak mengalami trombositopenia.
4) Instruksikan kepada keluarga / ibu klien untuk menjaga klien
R/ Terhindar dari injury
Implementasi
Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah dibuat, prinsipnya adalah :
Menghilangkan /mengatasi kerusakan integritas jaringan
Mengatasi kecemasan pada orang tua
Evaluasi
Dengan mencocokkan data setelah dilakukan tindakan dengan kriteria hasil pada tujuan sesuai dengan waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Sarwono Prawirohardjo, 2001, Asuhan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
________, Hanifah Wiknojosastro, 1999, Ilmu Kebidanan, Edisi III, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1997, Pedoman Pelayanan Kesehatan Perinatal di Wilayah Kerja Puskesmas, Jakarta.
Jejas lahir merupakan istilah untuk menunjukkan trauma mekanik yang dapat dihindari atau tidak dapat dihindari, serta trauma anoksia yang dialami bayi selama kelahiran dan persalinan. Beberapa macam jejas persalinan yang akan dibahas, antara lain :
1. Caput Suksadenum
Caput suksadenum adalah pembengkakan yang edematosa atau kadang-kadang ekimotik dan difus dari jaringan lunak kulit kepala yang mengenai bagian yang telah dilahirkan selama persalinan verteks. Edema pada caput suksadenum dapat hilang pada hari pertama, sehingga tidak diperlukan terapi. Tetapi jika terjadi ekimosis yang luas, dapat diberikan indikasi fototerapi untuk kecenderungan hiperbilirubin.
Kadang-kadang caput suksadenum disertai dengan molding atau penumpangan tulang parietalis, tetapi tanda tersebut dapat hilang setelah satu minggu.
2. Sefalhematoma
Sefalhematoma merupakan perdarahan subperiosteum. Sefalhematoma terjadi sangat lambat, sehingga tidak nampak adanya edema dan eritema pada kulit kepala. Sefalhematoma dapat sembuh dalam waktu 2 minggu hingga 3 bulan, tergantung pada ukuran perdarahannya. Pada neonatus dengan sefalhematoma tidak diperlukan pengobatan, namun perlu dilakukan fototerapi untuk mengatasi hiperbilirubinemia. Tindakan insisi dan drainase merupakan kontraindikasi karena dimungkinkan adanya risiko infeksi. Kejadian sefalhematoma dapat disertai fraktur tengkorak, koagulopati dan perdarahan intrakranial.
3. Trauma pleksus brakialis
Jejas pada pleksus brakialis dapat menyebabkan paralisis lengan atas dengan atau tanpa paralisis lengan bawah atau tangan, atau lebih lazim paralisis dapat terjadi pada seluruh lengan. Jejas pleksus brakialis sering terjadi pada bayi makrosomik dan pada penarikan lateral dipaksakan pada kepala dan leher selama persalinan bahu pada presentasi verteks atau bila lengan diekstensikan berlebihan diatas kepala pada presentasi bokong serta adanya penarikan berlebihan pada bahu.
Trauma pleksus brakialis dapat mengakibatkan paralisis Erb-Duchenne dan paralisis Klumpke. Bentuk paralisis tersebut tergantung pada saraf servikalis yang mengalami trauma.
Pengobatan pada trauma pleksus brakialis terdiri atas imobilisasi parsial dan penempatan posisi secara tepat untuk mencegah perkembangan kontraktur.
4. Fraktur klavikula
Tanda dan gejala yang tampak pada bayi yang mengalami fraktur klavikula antara lain : bayi tidak dapat menggerakkan lengan secara bebas pada sisi yang terkena, krepitasi dan ketidakteraturan tulang, kadang-kadang disertai perubahan warna pada sisi fraktur, tidak adanya refleks moro pada sisi yang terkena, adanya spasme otot sternokleidomastoideus yang disertai dengan hilangnya depresi supraklavikular pada daerah fraktur.
5. Fraktur humerus
Pada fraktur humerus ditandai dengan tidak adanya gerakan tungkai spontan, tidak adanya reflek moro.
Penangan pada fraktur humerus dapat optimal jika dilakukan pada 2-4 minggu dengan imobilisasi tungkai yang mengalami fraktur.
http://meida.staff.uns.ac.id/2009/05/05/asuhan-neonatus-dengan-jejas-persalinan/
PENYEBAB TRAUMA PERSALINAN
Trauma persalinan salah satunya terjadi akibat lamanya persalinan berlangsung, sehingga ibu merasakan sakit yang lama pula. Normalnya persa linan berjalan kurang lebih 8-10 jam mulai fase awal, pembukaan satu sampai dengan fase akhir, pembukaan sepuluh, dan tahap mengejan. Tapi karena berbagai hal, ada ibu yang harus melalui persalinan cukup lama, hingga tiga hari bahkan berminggu-minggu dari fase awal hingga fase akhir. Itu artinya, ibu akan merasakan his atau mulas lebih lama.
Kemungkinan perlamaan ini disebabkan berbagai faktor. Faktor pertama hambatan fisik, meliputi kecilnya lingkar panggul ibu sehingga bayi sulit keluar. Kedua, penebalan rahim, sehingga pembukaan berjalan sangat lambat. Ketiga, ketegangan vagina, sehingga vagina menjadi keras dan otot-otot saluran jalan rahim tidak lentur. Keempat, pembukaan terhambat karena posisi janin sungsang.
Selain dipengaruhi faktor fisik, hambatan persalinan juga dapat dipengaruhi faktor psikis, misal, akibat ibu kelewat emosional; tegang dan takut, sehingga darah dan energinya menjadi tidak kooperatif melancarkan proses persalinan, syaraf dan otot juga menegang sehingga jalan persalinan menjadi keras dan kaku.
Menurut Antony, hambatan non-fisik ini lebih banyak disebabkan ketaksiapan dan ketidakmengertian ibu akan proses persalinan, mungkin karena ini persalinan pertama. "Selain itu ada juga faktor pemicu berupa kendala yang timbul mendadak sehingga membuat persalinan semakin sulit. Misal, naiknya tensi darah ibu secara drastis, kambuhnya asma pada ibu hamil penderita asma, kambuhnya epilepsi pada ibu penderita epilepsi, atau menurunnya kesadaran ibu."
Selain karena faktor di atas, tindakan pertolongan persalinan yang diambil ahli medis juga bisa meninggalkan trauma membekas - akibat ngeri dan rasa sakit.
Misal, epsiotomi atau pengguntingan perineum (daerah antara vagina dengan anus) untuk memperluas jalan lahir, induksi (baik infus maupun per vagina), penggunaan vakum, cunam, penjahitan episiotomi, operasi Cesar dan segala prosedurnya, misal, pemberian suntikan epidural, dan berbagai komplikasi pasca-persalinan.
Semua ini, menurut Antony, lebih sering terjadi karena keadaan darurat, dimana ibu biasanya tidak siap menghadapinya lantaran belum dipersiapkan untuk itu.
MEMINIMALKAN TRAUMA PERSALINAN
Menurut Antony sebenarnya trauma persalinan bisa diminimalisasi, bahkan dihindari. Caranya dengan memperkecil keadaan darurat pada saat persalinan, yaitu, "Lakukanlah tata laksana perawatan kehamilan yang memadai. Di antarannya memeriksakan kehamilan minimal satu bulan satu kali selama hamil."
Selain itu, lanjutnya, antisipasilah berbagai potensi kendala melalui
pemeriksaan fisik ibu sebelum dan selama hamil guna mengatahui kelainan yang sering muncul, misal, hipertensi, dibitesgestasional atau jantung. Ibu juga dianjurkan mengkonsumsi makanan kaya gizi dan vitamin. Bila perlu dokter akan memberikan asupan vitamin tambahan. Jangan lupa menjaga kebugaran tubuh selama hamil dan melakukan senam hamil, setidaknya sebulan sebelum persalinan. "Agar ibu lebih tenang selama menjalani persalinan, sebaiknya ibu juga merencanakan kehamilan secara matang. Jadi hamil bukan sekedar karena ikut-ikutan, emosional atau karena tuntutan pihak lain. Dengan begitu ibu dapat menjalani kehamilan dengan santai dan lebih terbuka saat menjalani persalinan," tutur Antony.
Antony juga menyarankan agar ibu mengetahui semua informasi pertolongan persalinan yang biasa dillakukan dokter. Dengan informasi cukup ibu lebih siap dan rasa takut akan dikurangi. "Tak ada salahnya bila sejak awal ibu pun mendiskusikan tindakan yang diinginkan bila mengalami persalinan sulit dengan dokter, " jelasnya.
Hal ini, lanjut Antony, termasuk jika ibu ingin menggunakan metode pengurang rasa nyeri persalinan, baik medis (misal, Pethidin, ILA, Epudural) maupun non-medis (misal, teknik relaksasi, hipnosis, teknik pernafasan, homeopathy, akupuntur). "Saya kira, sepanjang tidak mengancam dan menimbulkan resiko persalinan, dokter terbuka untuk mendiskusikan hal-hal semacam ini," katanya.
Faktor lain yang juga dapat mengurangi adanya trauma persalinan adalah pendamping ibu selama persalinan. Banyak ibu tidak bisa melalui persalinan seorang diri. Biasanya mereka membutuhkan pendamping yang dapat mendampingi, memberi support, bahkan membantu kelancaran persalinan itu sendiri. Sebaiknya ibu menentukan siapa orangnya jauh-jauh hari sebelum persalinan agar pendamping itu pun cukup siap menjadi tim kerja Anda.
TRAUMA GEMUKNYA...
Trauma persalinan sering pula disebabkan faktor pemicu lain di luar peristiwa saat bersalin. Berikut beberapa penyabab dan cara mengatasinya.
Kegemukan
Pertambahan berat badan (BB) saat hamil (13-17 kilogram) dianjurkan, tetapi kelebihan berat badan tidak. Mengapa? Ini karena pertambahan BB yang berlebihan potensial menimbulkan resiko kehamilan dan persalinan, juga membuat ibu terganggu saat ia kesulitan menurunkan bobotnya yang overweight. Bagi ibu yang sangat peduli penampilan - apalagi dengan adanya tuntutan pasangan dan profesi - kelebihan bobot tubuh ini bisa menimbulkan trauma tersendiri, yang sampai-sampai membuatnya kapok hamil lagi.
Untuk mengatasi kegemukan setelah persalinan, ibu harus melakukan latihan yang dapat mengembalikan kekencangan otot dan mengurangi timbunan lemak, menyusui bayi secara Ekslusif, dan mematuhi anjuran diet dari dokter.
Terhambatnya Aktifitas
Ada ibu yang menyikapi kehamilan yang dijalaninya selama sembilan bulan bulan sebagai sesuatu yang alamiah dan fun, ada juga yang menganggapnya kendala, karena ibu merasa terganggu , baik hidup dan aktifitasnya. Ini terutama jika ibu memiliki target tertentu disamping punya anak, yang menuntutnya selalu tampil normal. Kehamilan dianggap dapat mengurangi profesionalisme. Apalagi bila pasangan atau tempat ibu ia bekerja tidak mendukung..
Melahirkan Bayi dengan Masalah Khusus
Jika anak pertama lahir tidak sesuai diharapkan, misal, menderita penyakit atau kelainan tertentu, adakalanya hal ini mengusik niat ibu untuk melahirkan anak kedua dan seterusnya karena kuatir hal yang sama akan menimpa anak berikutnya. Agar hal ini tidak mengganggu secara irasional, sebaiknya ibu melakukan pemeriksaan pra-kehamilan dan persiapan untuk kehamilan berikutnya dengan lebih baik, sehingga peristiwa yang tidak diharapkan tidak terulang kembali.
http://cyberwoman.cbn.net.id/cbprtl/Cyberwoman/detail.aspx?x=Mother+And+Baby&y=Cyberwoman%7C0%7C0%7C8%7C547
ASKEB NEO DENGAN JEJAS PERSALINAN
Trauma lahir merupakan perlakuan pada bayi baru lahir yang terjadi dalam proses persalinan atau kelahiran (IKA, Jilid I).
Luka yang terjadi pada saat melahirkan amniosentesis, transfusi, intrauterin, akibat pengambilan darah vena kulit kepala fetus, dan luka yang terjadi pada waktu melakukan resusitasi aktif tidak termasuk dalam pengertian. Perlakukan kelahiran atau trauma lahir. Pengertian perlakuaan kelahiran sendiri dapat berarti luas, yaitu sebagai trauma mekanis atau sering disebut trauma lahir dan trauma hipoksik yang disebut sebagai Asfiksia. Trauma lahir mungkin masih dapat dihindari atau dicegah, tetapi ada kalanya keadaan ini sukar untuk dicegah lagi sekalipun telah ditangani oleh seorang ahli yang terlatih.
Angka kejadian trauma lahir pada beberapa tahun terakhir ini menunjukkan kecenderungan menurun. Hal ini disebabkan banyak kemajuan dalam bidang obstetri, khususnya pertimbangan seksio sesarea atau indikasi adanya kemungkinan kesulitan melahirkan bayi. Cara kelahiran bayi sangat erat hubungannya dengan angka kejadian trauma lahir. Angka kejadian trauma lahir yang mempunyai arti secara klinis berkisar antara 2 sampai 7 per seribu kelahiran hidup. Berapa faktor risiko yang dapat menaikkan angka kejadian trauma lahir antara lain adalah makrosomia, malprensentasi, presentasi ganda, disproporsi sefala pelvik, kelahiran dengan tindakan persalinan lama, persalinan presipitatus, bayi kurang bulan, distosia bahu, dan akhirnya faktor manusia penolong persalinan. Lokasi atau tempat trauma lahir sangat erat hubungannya dengan cara lahir bayi tersebut atau phantom yang dilakukan penolong persalinan waktu melahirkan bayi. Dengan demikian cara lahir tertentu umumnya mempunyai predisposisi lokasi trauma lahir tertentu pula. Secara klinis trauma lahir dapat bersifat ringan yang akan sembuh sendiri atau bersifat laten yang dapat meninggalkan gejala sisa.
Selain trauma lahir yang disebabkan oleh faktor mekanis dikenal pula trauma lahir yang bersifat hipoksik. Pada bayi kurang bulan khususnya terdapat hubungan antara hipoksik selama proses persalinan dengan bertambahnya perdarahan per intraventrikuler dalam otak.
http://ayurai.wordpress.com/2009/05/24/askeb-neo-dengan-jejas-persalinan/
TRAUMA PERSALINAN
Trauma kelahiran adalah kelahiran pada bayi baru lahir yang terjadi karena trauma kelainan akibat tindakan, cara persalinan / gangguan yang diakibatkan oleh kelainan fisiologik persalinan (Sarwono Prawirohardjo, 2001 :229)
1.2 Menurut A.H. Markum dkk (1991 : 266) Etiologi :
1.2.1 Makrosomia
1.2.2 Mal presentasi (bagian terendah janin yang tidak sesuai)
1.2.3 Presentasi ganda (bagian terendah janin lebih dari 1 bagian)
1.2.4 Disproporsi sephalo pelvik (ketidak sesuaian panggul dan kepala janin)
1.2.5 Kelahiran dan tindakan (proses persalinan yang tidak spontan tapi dengan menggunakan alat)
1.2.6 Persalinan lama (persalinan yang lebih dari 24 jam)
1.2.7 Persalinan presipitatus (persalinan dimana gejala Kala I tidak dirasakan sakit dan berakhir dengan lahirnya bayi)
1.2.8 Bayi kurang bulan (bayi lahir dengan usia kehamilan 22 – 26 minggu)
1.2.9 Distosia bahu (kemacetan bahu)
1.3 Macam-macam (Dep.Kes. RI, 1997 : 28)
1.3.1 Trauma pada jaringan lunak
1.3.1.1Perlukaan Kulit
Diagnosis : Perlukaan pada bayi timbul pada persalinan dengan cunam atau vakum ekstraktor
Tindakan : Bersihkan daerah luka
Beri antiseptik lokal
1.3.1.2Kaput Suksedaneum
Pengertian : Pembengkakan pada suatu tempat dan kepala / adanya timbunan getah bening bawah lapisan apenorose di luar periostium.
Etiologi
Karena adanya tekanan pada kepala oleh janin lahir baik pada :
Partus lama, Persalinan dengan vacum ekstraksi
Kaput suksedanum terjadi bila :
Ketuban sudah pecah, His cukup kuat, makin kuat his, makin besar caput suksedaneum, Anak hidup, tidak terjadi pada anak yang mati, Selalu terjadi pada bagian yang terendah dari kepala.
Tanda / gejala :
Adanya odem di kepala berwarna kemerahan, Pada perabaan terasa lembut dan lunak, Odema melampaui sela-sela tengkorak. Batas tidak jelas, Menghilang 2-3 hari tanpa pengobatan.
Patofisiologi :
Persalinan dengan vacum forcep, Partus lama , Tekanan daerah kepala sub periostal, Kerusakan jaringan sub periostal, Kerusakan integritas jaringan
Nutrisi, Injury, Eliminasi alvi
Tindakan : Kelainan ini tidak memerlukan pengobatan khusus, biasanya menghilang dalam beberapa hari setelah lahir.
1.3.1.3Sephal hematoma
Pengertian : Pembengkakan pada kepala karena adanya penumpukan darah yang disebabkan oleh perdarahan subperiostium.
Etiologi
Tekanan jalan lahir terlalu lama pada kepala waktu persalinan, Moullage terlalu keras, selaput tengkorak robek
Partus dengan tindakan :
Forcep, Vacum ekstraksi, Frekuensi 0,5 – 2% dari kelahiran hidup
Tanda / gejala :
Kepala bengkak dan merah
Batas jelas
Pada perabaan mula-mula lunak, lambat laun keras.
Menghilang pada waktu beberapa minggu.
Patofisiologi :
Partus lama , Moulage terlalu keras, Persalinan dengan vacum dan forcep, Tekanan daerah kepala sub periostal, Perdarahan, Kerusakan jaringan sub periostal, Kerusakan integritas jaringan,
Nutrisi, Injury, Eliminasi alvi
Tindakan : Bila tidak ada gejala lanjut, kelainan ini tidak memerlukan tindakan khusus, karena akan menghilang dengan sendirnya setelah 3-4 bulan.
1.3.1.4Trauma Muskulus Sternokleidomastoideus
Diagnosis : Minggu pertama terdapat tumor berdiameter 1,2 cm pada muskulus sternokleidomastoideus. Berbatas tegas, sukar digerakkan dari dasarnya. Kepala serta leher bayi cenderung miring ke arah otot yang sakit. Akan terjadi penyembuhan sendiri, tetapi otot menjadi lebih pendek dari normal. Tumor ini timbul akibat perlukaan yang menimbulkan hematoma ketika melahirkan kepala bayi pada persalinan letak sungsang.
Tindakan : Lakukan fisioterapi dengan menggerakkan kepala bayi ke kanan dan ke kiri setiap hari 5-10 kali.
Beri antiseptik lokal
1.3.2Trauma pada Susunan Saraf
1.3.2.1Paralisis Pleksus Brakialis
Kelainan ini dibedakan atas :
Paralisis Duchenne – Erb
Paralisis Klumpke
Etiologi : Akibat tarikan kuat di daerah leher saat bayi lahir sehingga terjadi kerusakan pada pleksus brakialis.
Diagnosis : - Paralisis Duchene – Erb
Terjadi kelemahan pada lengan untuk fleksi, abduksi serta memutar keluar disertai hilangnya refleks biseps dan moro. Lengan pada posisi aduksi dan memutar ke dalam dengan lengan bawah proslasi dan telapak tangan ke arah belakang
Paralisis Klumpke
Timbulnya kelemahan pada otot fleksor pergelangan sehingga bayi kehilangan refleks mengenal. Paralisis ini jarang terjadi.
Tindakan : Rujuk ke rumah sakit untuk fisioterapi
1.3.2.2Paralisis Nervus Fasialis
Diagnosis : - Timbul gejala separuh muka bayi tidka dapat digerakkan. Kelainan ini terjadi akibat tekanan perifer pada Nervus fasialis saat lahir
Sering terjadi pada persalinan dengan ekstraksi cuman
Tindakan : - Bila kelainan pada saraf VIII hanya berupa edema. Biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa tindakan khusus. Jika 1 minggu tidak ada perubahan, segera rujuk / konsultasi ke rumah sakit
1.3.2.3Paralisis Nervus Frenikus
Etiologi : Kelahiran sungsang regangan pada pleksus brakialis yang menyebabkan regangan pada Nervus Frenikus karena jalannya bersamaan
Tindakan : - Terjadi paralisis pada Nervus Frenikus yang bersifat unilateral atau bilateral terjadi paralisis diafragma. Paralisis nervus frenikus biasanya menyertai paralisis duchene – Erb dan diafragma yang terkena biasanya diafragma kanan sehingga bila ada paralisis Duchene – Erb perhatikan pernapasan bayi.
Pada paralisis berat, bayi dapat memperlihatkan sindrome gangguan pernapasan dengan dispne dan sianosis.
Tindakan : Rujuk ke rumah sakit
1.3.3Perdarahan Intrakranial
Diagnosis : - Terdapat gejala asfiksia yang sukar diatasi
Setengah sadar, merintih
Sesak napas
Pucat
Muntah
Ada kalanya dengan kejang
Gejala neurologi yang timbul akan bervariasi, tergantung pada tempat dan luasnya kerusakan jaringan otak yang diakibatkan oleh perdarahan tersebut.
Tindakan : - Vitamin K injeksi 12 mg/im untuk bayi aterm dan 1 mg untuk bayi preterm
Hindari manipulasi
Rujuk ke rumah sakit
1.3.4Patah Tulang
1.3.4.1Fraktura Klavikula
Etiologi : - Bayi besar
Persalinan letak sungsang dengan lengan menumbuk ke atas
Sering timbul kesulitan dalam melahirkan bahu
Diagnosis : - Timbul kelemahan pada lengan sisi yang terkena disertai menghilangnya refleks moro pada sisi tersebut
Bisa dengan palpasi dan jika perlu dengan potret rontgen
Tindakan : Imobilisasi dengan menggunakan "Ransel Verband"
1.3.4.2Fraktura Humeri
Etiologi : - Kesalahan teknis dalam melahirkan lengan pada persalinan kepala
Letak sungsang denganlengan menumbung ke atas
Diagnosis : - Lengan pada sisi terkena tidak dapat digerakkan disertai menghilangnya reflek moro
Tindakan : - Imobilisasi lengan selama 2,4 minggu
Rujuk ke rumah sakit
1.3.4.3Fraktura Femoris
Etiologi : - Kesalahan teknis dalam persalinan letak sungsang
Kelainan ini jarang terjadi
Diagnosis : - Imobilisasi
Rujuk ke rumah sakit